10
A. Coronary Artery Bypass Graft (CABG) 1. Definisi Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosklerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri koroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Main Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006). Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut. Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke otot jantung yang tersumbat.Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki atau tungkai ( vena saphena ), lengan ( arteri brakialis atu radialis ), atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga “mem-bypass” arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung. CABG dilakukan dengan membuka dada dengan pemotongan tulang dada untuk kemudian menguakkan bagian kanan dan kiri dada sedemikian sehingga jantung dapat terlihat secara nyata. Sudah tentu banyak jaringan-jaringan dan alat-alat harus dipisahkan dulu sebelum sampai menjamah jantung. Dokter Spesialis Bedah Jantung akan memastikan kembali hasil kateterisasi yang menunjukkan penyempitan. Setelah itu barulah memasang pembuluh darah baru yang diambil dari kaki, tangan atau pembuluh yang memperdarahi susu tadi melewati tempat penyempitan. Sebelum menutup kembali rongga dada lapis demi lapis, sudah barang tentu diadakan pengujian terhadap graft yang dipasang, kalau-kalau ada kebocoran atau pendarahan baik pada pangkal maupun ujung 2. Tujuan Coronary Artery Bypass Grafting bertujuan untuk revaskularisasi aliran arteri koronari akibat adanya penyempitan atau sumbatan ke otot jantung. 3. Indikasi Pasien penyakit jantung koroner (PJK) yang dianjurkan operasi CABG adalah pasien yang hasil kateterisasi jantung ditemukan adanya: a. Penyempitan >50 % dari left main disease atau left main equivelant yaitu penyempitan menyerupai left main arteri misalnya ada penyempitan bagian proximal dari arteri anterior desenden dan arteri circumflex. b. Penderita dengan 3 vessel disease yaitu 3 arteri koroner semuanya mengalami penyempitan bermakna yang fungsi jantung mulai menurun (EF:<50%>. c. Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan stent. d. Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun pernah mengalami gagal jantung. e. Anatomi pembuluh darah suitable (sesuai) untuk CABG. 4. Kontraindikasi Adapun kontraindukasi CABG secara mutlak tidak ada,tetapi secara relatif CABG dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang akan memperberat atau meningkatkan resiko selama dan sesudah operasi, seperti: a. Faktor usia yang sudah sangat tua. b. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes

CABG & TERAPI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: CABG & TERAPI

A.     Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

1.      Definisi

            Coronary Artery Bypass

Graft merupakan salah satu metode

revaskularisasi yang umum dilakukan pada

pasien yang mengalami atherosklerosis dengan

3 atau lebih penyumbatan pada arteri koroner

atau penyumbatan yang signifikan pada Left

Main Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).

            Secara sederhana, CABG adalah

operasi pembedahan yang dilakukan dengan

membuat pembuluh darah baru atau bypass

terhadap pembuluh darah yang tersumbat

sehingga melancarkan kembali aliran darah

yang membawa oksigen untuk otot jantung yang

diperdarahi pembuluh tersebut.

Coronary Artery Bypass Grafting, atau Operasi

CABG, adalah teknik yang menggunakan

pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain

untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang

menghalangi pemasokan darah ke jantung.

Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal

bisa digunakan untuk operasi bypass. Operasi

ini membantu memulihkan aliran darah yang

normal ke otot jantung yang tersumbat.Pada

operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu

arteri atau vena sehat yang diambil dari kaki

atau tungkai ( vena saphena ), lengan ( arteri

brakialis atu radialis ), atau dada pasien,

kemudian diambil lewat pembedahan dan

dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat.

Pembuluh cangkok ini memasok darah

beroksigen ke bagian jantung yang

membutuhkannya, sehingga “mem-bypass”

arteri yang tersumbat dan memulihkan aliran

darah ke otot jantung.

CABG dilakukan dengan membuka dada dengan

pemotongan tulang dada untuk kemudian

menguakkan bagian kanan dan kiri dada

sedemikian sehingga jantung dapat terlihat

secara nyata. Sudah tentu banyak jaringan-

jaringan dan alat-alat harus dipisahkan dulu

sebelum sampai menjamah jantung. Dokter

Spesialis Bedah Jantung akan memastikan

kembali hasil kateterisasi yang menunjukkan

penyempitan. Setelah itu barulah memasang

pembuluh darah baru yang diambil dari kaki,

tangan atau pembuluh yang memperdarahi susu

tadi melewati tempat penyempitan. Sebelum

menutup kembali rongga dada lapis demi lapis,

sudah barang tentu diadakan pengujian

terhadap graft yang dipasang, kalau-kalau ada

kebocoran atau pendarahan baik pada pangkal

maupun ujung

2.      Tujuan

Coronary Artery Bypass Grafting bertujuan

untuk revaskularisasi aliran arteri koronari akibat

adanya penyempitan atau sumbatan ke otot

jantung.

3.      Indikasi

Pasien penyakit jantung koroner (PJK) yang

dianjurkan operasi CABG adalah pasien yang

hasil kateterisasi jantung ditemukan adanya:

a.       Penyempitan >50 % dari left main disease

atau left main equivelant yaitu penyempitan

menyerupai left main arteri misalnya ada

penyempitan bagian proximal dari arteri anterior

desenden dan arteri circumflex.

b.      Penderita dengan 3 vessel disease yaitu 3

arteri koroner semuanya mengalami

penyempitan bermakna yang fungsi jantung

mulai menurun (EF:<50%>.

c.       Penderita yang gagal dilakukan balonisasi dan

stent.

d.      Penyempitan 1 atau 2 pembuluh namun

pernah mengalami gagal jantung.

e.       Anatomi pembuluh darah suitable (sesuai)

untuk CABG.

4.      Kontraindikasi

Adapun kontraindukasi CABG secara mutlak

tidak ada,tetapi secara relatif CABG

dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor

yang akan memperberat atau meningkatkan

resiko selama dan sesudah operasi, seperti:

a.       Faktor usia yang sudah sangat tua.

b.      Pasien dengan penyakit pembuluh darah

koroner kronik akibat diabetes mellitus dan EF

yang sangat rendah <15%.

c.       Sklerosis aorta yang berat

d.      Struktur arteri koroner yang tidak mungkin

untuk disambung.

5.      Teknik  operasi CABG

            Ada 2 teknik yang digunakan pada

operasi CABG yaitu on pump dan off

pump.Masing-masing teknik memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing.

            Pada operasi on pump prosedur

dijalankan menggunakan alat mekanis mesin

jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan

lapangan operasi yang  bebas darah sementara

perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan

dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung paru

dilakukan dengan memasang kanula di atrium

kanan dan vena kava untuk menampung darah

dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan

dengan tabung yang berisi cairan kristaloid

isotonic. Darah vena yang diambil dari tubuh

disaring, di oksigenasi, dijaga temperatunya

kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang

Page 2: CABG & TERAPI

mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan ke

aorta ascenden

 Selanjutnya untuk membuat

jantung arrestdiberikan cairan cardioplegia yang

formulanya tinggi kalium, mengandung

dekstrose, buffer pH, hiperosmolalitas, dan

anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa

melalui root aorta (antegrade) dan melalui sinus

coronaries (retrograde) serta melalui keduanya.

            Operasi teknik off pump tidak

menggunakan mesin jantung paru sehingga

jantung tetap berdetak secara normal dan paru-

paru berfungsi secara biasa saat operasi

dilakukan. Adapun kriteria pasien Off Pump:

a.       Pasien yang direncanakan operasi elektif.

b.      Hemodinamik stabil.

c.       EF dalam batas normal.fungsi LV intact/utuh

d.      Pembuluh darah distal cukup besar.

e.       Usia tua disertai penyakit komorbid seperti

peny. Arteri karotis, aterosklerosis aorta,

disfungsi ginjal atau paru.

f.       Mempunyai komplikasi dengan mesin CPB

( Cardio Pulmonary Bypass )

g.       1-2 vessel disease di anterior.

Tetapi operasi dengan teknik Off Pump memiliki

kontraindikasi absolut, diantaranya :

a.       Hemodinamik tidak stabil

b.      Buruknya kualitas target pembuluh darah

termasuk pembuluh darah intramyocad,

peny.pembuluh darah yang menyebar/difus,

pembuluh darah yang mengalami

kalsifikasi/penebalan.

Dan memiliki kontraindikasi Relatif yaitu :

a.       LVEF <35%

b.      Cardiomegali/ CHF

c.       LM kritis

d.      Recent/ current MCI

e.       Cardiogenic shock

Keuntungan dari teknik Off Pump

(Benetti&Ballester,1995)

a.       Meminimalkan efek trauma operasi.

b.      Pemulihan/mobilisasi lebih dini.

c.       Drainase darah pasca bedah minimal.

d.      Tersedia akses sternotomi untuk reoperasi.

e.       Menurunkan morbiditas dirumah sakit

(termasuk insiden infeksi dada, pemakaian

inotropik, kejadian SVT, transfuse darah, lama

rawat ICU)

f.       Peneliti lain : pelepasan CKMB dan trop I lebih

rendah, kejadian stroke lebih rendah

6.      Pembuluh darah yang digunakan sebagai

bypass.

Ada 3 pembuluh darah yang sering

digunakan sebagai bypass, yaitu Arteri Mamaria

Interna kiri = arteri intra thorakal kiri, arteri

radialis dan vena safena magna

            Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya

berasal dari dinding bawah arteri subklavia,

melewati bagian atas pleura dan tepat lateral

terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan

ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri

subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih besar

sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri

coroner (Shapira et al, 2002). AMI sering

digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh

darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa

sekitar 96% kasus CABG  yang menggunakan

IMA dapat bertahan lebih dari 10 tahun (Wood et

al, 2005). IMA sering di gunakan untuk by pass

arteri Left anterior ascenden. Hal ini dsebabkan

karena jarak/lokasi LIMA dan LAD berdekatan

serta berada pada sisi yang sama.

            Arteri radialis. Arteri ini melengkung

melintasi sisi radialis tulang Carpalia dibawah

tendo Musculus Abductor Pollicis Longus dan

tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan

Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm

dari siku dan berakhir 1 inchi dari pergelangan

tangan. Biasanya sebelum dilakukan

pemeriksaan Allen Test untuk mengetahui

kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis

diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri

radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis

selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar

arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi

menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan

lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam

waktu yang lebih lama dibandingkan vena

safena (Dunning et al, 2005).

            Vena Safena. Ada dua vena safena yang

terdapat pada tungkai bawah yaitu vena safena

magna dan parva. Namun yang sering dipakai

sebagai saluran baru pada CABG adalah vena

safena magna. Vena safena sering digunakan

karena diameter ukurannya mendekati arteri

coroner.

5.      Komplikasi potensial pasca operasi CABG

a.       Komplikasi jantung setelah operasi CABG

dapat ditangani berdasarkan empat komponen

yang mempengaruhi curah jantung meliputi

preload, afterload, frekuensi denyut nadi, dan

kontraktilitas.

Ø  Gangguan preload meliputi hipovolemia,

perdarahan menetap, tamponade jantung dan

kelebihan cairan.

Hipovolemia merupakan penyebab tersering

terjadinya penurunan curah jantung setelah

operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan

kehilangan darah meski sudah dilakukan

Page 3: CABG & TERAPI

penggantian cairan. Namun pada saat suhu

tubuh dinaikkan yang awalnya hipotermi

mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah

sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk

memenuhi rongga pembuluh darah.

Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2

yaitu medical dan surgical. Perdarahan medikal

terjadi  karena gangguan pembekuan darah

akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu

mekanisme pembekuan darah juga akan

terganggu  bila pasien dalam keadaan

hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi

karena faktor pembedahan seperti jahitan yang

bocor atau dari dinding dada akibat tusukan

kawat sternum. Jumlah drainase tidak boleh

melebihi 3cc/kgBB/jam selama 3 jam

berturut-.turut.

Tamponade jantung adalah kondisi dimana

terkumpulnya cairan di lapisan pericardium

jantung yang menekan jantung dari luar

sehingga menghalangi darah untuk masuk ke

ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi

hipotensi arteri, bunyi jantung lemah, penurunan

haluaran urine, tekanan PCWP dan CVP

meningkat, takikardi, drainase berkurang, pulsus

paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg

selama inspirasi), akral dingin.

Kelebihan cairan merupakan masalah yang

jarang terjadi pada pasien pasca bedah jantung.

Tekanan arteri Pulmonal, PCWP dan CVP

meningkat. Biasanya diberikan diuretic dan

kecepatan pemberian cairan via intravena

diperlambat.

Ø  Gangguan afterload sering disebabkan oleh

perubahan suhu tubuh pasien.

Pada hipotermia terjadi konstriksi pembuluh

darah sehingga terjadi peningkatan afterload.

Penanganannya adalah dengan menghangatkan

kembali pasien secara bertahap, dan jika

diperlukan dilakukan pemberian vasodilator

sementara menunggu penghangatan.

Sebaliknya demam atau kondisi hipertermikakan

meningkatkan afterload. Penanganannya

dengan menjaga normotermia tubuh atau

dengan pemberian vasopressor.

Ø  Hipertensi. Hipertensi terjadi akibat peningkatan

afterload. Jika pasien sudah mengalami

hipertensi sebelum pembedahan maka

penatalaksaan terapinya disesuaikan seperti

sebelum operasi.

Ø  Aritmia. Aritmia dapat mempengaruhi curah

jantung. Tujuan utama penanganannya adalah

mengembalikan irama jantung ke irama sinus

normal dan mencapai irama stabil yang

menghasilkan curah jantung yang sesuai dengan

kebutuhan pasien.

Ø  Gangguan Kontraktilitas. Gagal jantung terjadi

jika jantung tidak mampu memompakan  darah

sesuai kebutuhan tubuh. Gejala klinis yang

muncul adalah terjadi penurunan tekanan arteri

rata-rata, takikardi, gelisah,kesulitan bernafas,

edema dan terjadi peningkatan PCWP, PA dan

CVP.

Ø  Infark Miokard Post Operasi (PMI). Terjadi

kematian sebagian otot jantung sehingga

menurunkan kontraktilitas. Pengkajian yang

dilakukan harus teliti untuk membedakan dengan

nyeri karena faktor pembedahan. Infark miokard

harus dicurigai jika tekanan arteri rata-rata

menurun dengan preload yang normal. Serial

EKG dan enzim dapat membantu penegakkan

diagnose.

b.      Komplikasi Paru-paru

Ø  Hematothorax dan Pneumothorax

Adanya insisi atau perlukaan pada thorax dan

komponen-komponennya dapat menyebabkan

perdarahan. Pemasangan WSD berguna untuk

mengalirkan perdarahan yang terjadi sehingga

dapat mencegah akumulasi darah pada rongga

thorax ( hematothorax ). Hematothorax harus di

drain karena darah yang terakumulasi bisa

menyebabkan pertumbuhan bakteri dan

mencegah terjadinya fibrous dan penghambatan

ekspansi paru. Pencabutan WSD pun harus

dhindari adanya kebocoran udara.

Ø  Atelektasis

Atelektasis bisa disebabkan oleh obat-obat

anastesi atau faktor-faktor negative dari pasien

itu sendiri. Saat intubasi vetilator hendaknya

disesuaikan dengan kondisi pasien dan adekuat

untuk mencegah atelektasis terutama pada post

op.

Ø  Pneumonia

Insiden pneumonia pada operasi jantung terjadi

antara 2-9%. Pasien yang mengalami penyakit

paru kronik preop kolonisasi disaluran

pernapasan, atau peroko mempunyai insiden

angka kejadian untuk terkena pneumonia. Oleh

karena itu pengkajian kesehatan secara lengkap

sangat diperlukan dan dikomunikasikan juga di

post op. Pada post op, penggunaan NGT,

reintubasi, kedisiplinan cuci tangan, elevasi

kepala sedini mungkin, frekuensi perawatan dan

pembersihan mulut dan suction ETT  merupakan

hal yang harus diperhatikan untuk pencegahan

pneumonia

Ø  Emboli Paru

Insiden emboli paru 1-2%terutama disebabkan

oleh heparinisasi selama operasi dan

hemodelusi setelah operasi. Stoking kompresi

dan latihan mobilisasi di bed dan ROM tiap hari

mungkin diperlukan untuk mencegah emboli

paru.

Ø  Kegagalan weaning

Page 4: CABG & TERAPI

Insufisiensi respirasi adalah salah satu

komplikasi setelah operasi jantung.

Ketergantungan ventilator yang lama akan

menyebabkan kegagalan weaning. Intervensi

keperawatan yang penting segera dilakukan

adalah weaning ventilator sesuai protokol,

mobilisasi pasien sedini mungkin, pasien

didorong untuk bernapas spontan, manajemen

nyeri dan cemas.

c.       Komplikasi Neurologis

Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya

dari efek anastesi dalam 1 sampai 6 jam pasca

operasi. Pasien yang tidak mampu mengikuti

perintah sederhana dalam 6 jam atau

menunjukkan perbedaan kemampuan antara

tubuh kanan dan kiri harus dievalusi

kemungkinan stroke.

Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur

intra operasi biasanya terjadi 24–48 jam pertama

setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB,

gangguan neurologis yang terjadi setelah

beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan

tidak stabilnya hemodinamik post operasi atau

terjadi AF (Atrial Fibrilasi).

d.      Gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit

Hipokalemi   dapat diakibatkan oleh masukan

yang kurang, pemberian diuretic,, muntah, diare

dan stress pembedahan. Perubahan EKG  yang

muncul adalah gelombang T yang datar atau

terbalik dan  adanya gelombang U. Kolaborasi

pemberian Kalium intravena perlu dilakukan.

Hiperkalemi dapat disebabkan oleh peningkatan

asupan, hemolisis sel darah merah, insufisiensi

ginjal, nekrosis jaringan. Gejala yang terjadi

adalah konfusi mental, gelisah, mual,

kelemahan, parastesia ekstremitas. Perubahan

EKG yang spesifik adalah gelombang T yang

tinggi dan lancip, peningkatan amplitude,

pelebaran QRS, dan QT yang memanjang.

Penanganannnya adalah kolaborasi pemberian

natrium bikarbonat, insulin IV dan glukosa.

Hipernatremi dan hiponatremi. Hiponatremi

cukup jarang terjadi, biasanya lebih

disebabkan  peningkatan cairan yang masuk ke

tubuh sehingga terjadi pengenceran natrium

tubuh.

Hipokalsemi dan hiperkalsemi. Hipokalsemi

biasanya terjadi akibat alkalosis yang

menurunkan jumlah Ca dalam cairan ekstrasel.

Hiperkalsemi dapat menyebabkan aritmia yang

serupa dengan keracunan digitalis. Penanganan

segera harus dilakukan untuk mencegah

terjadinya asistole dan kematian.

e.       Infeksi

Komplikasi yang sering dialami oleh pasien yang

mendapatkan tindakan pembedahan.

Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan

menurunkan system imunitas tubuh. Selain itu

alat invasive yang melekat pada pasien bisa

menjadi sumber infeksi. Penangan infeksi

biasanya didasarkan pada protocol di setiap

rumah sakit.

Dekubitus

Luka yang terjadi akibat penekanan yang lama

pada bagian tubuh yang menonjol. Peranan

perawat sangat vital mencegah terjadinya

dekubitus khususnya pada pasien dengan

bedrest total. Miring kanan-kiri adalah salah satu

cara mencegah terjadinya dekubitus.

B.     Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan

Post Operatif Coronary Artery Bypass Graft

1.      Pengkajian

            Setelah operasi selesai, pasien segera

dipindahkan ke ruang Intensive Care

Unit.Segera setelah pasien tiba di ICU, perawat

harus segera melakukan pengkajian meliputi

semua sistem organ untuk menentukan status

pascaoperasi dibandingkan dengan preoperasi

dan mengetahui perubahan yang mungkin terjadi

selama pembedahan.

a.       Status Kardiovaskular

Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan

darah arteri, tekanan vena sentral (CVP),

tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP),

bentuk gelombang pada tekanan darah invasive,

curah jantung dan cardiac index, drainase

rongga dada, fungsi pacemaker.

b.      Status Respirasi

Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan

untuk mengetahui secara dini tanda dan gejala

tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi.

Perawat mengkaji status respirasi pasien selama

operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang

dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat

mesin jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan

dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi,

volume tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP),

kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi

oksigen, analisa gas darah.

c.       Status Neurologi

Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi

terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas,

dan kekuatan genggaman tangan.

d.      Status Pembuluh darah perifer

Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku,

mukosa, bibir, cuping telinga, suhu kulit, edema.

e.       Fungsi Ginjal

Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas

f.       Status Cairan dan elektrolit

Haluaran semua selang drainase, parameter

curah jantung, dan indikasi ketidakseimbangan

elektrolit.

Page 5: CABG & TERAPI

g.       Nyeri

Sifat, jenis, lokasi, respon terhadap analgesik

h.      Status Gastrointestinal

Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri

pada saat palpasi.

i.        Status Alat yang Dipakai

Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik

atau tidak kondisinya meliputi, pipa endotrakeal,

ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru,

infuse intravena, pacemaker, sistem drainase

dan urine.

            Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan

mengalami perkembangan yang baik, perawat

harus mengembangkan pengkajian terhadap

status psikologis dan emosional pasien,

kebutuhan keluarga, dan risiko akan komplikasi.

2.      Diagnosa Keperawatan

a.       Penurunan curah jantung berhubungan

dengan  gangguan fungsi miokardium ( preload,

afterload, kontraktilitas )

b.      Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan trauma pembedahan dada ekstensif

c.       Risiko keseimbangan volume cairan dan

elektrolit berhubungan dengan gangguan volume

darah

d.      Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan

iritasi pleura akibat selang dada

e.       Risiko pola nafas inefektif berhubungan

dengan ketidakadekuatan ventilasi

f.       Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi

3.      Rencana Asuhan Keperawatan

a.       Penurunan curah jantung berhubungan

dengan gangguan fungsi miokardium ( preload,

afterload, kontraktilitas )

Tujuan: Mengembalikan curah jantung untuk

menjaga/mencapai gaya hidup yang diinginkan

Kriteria Evaluasi:

1)      Parameter hemodinamik dalam batas normal

2)      Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam

pertama kurang dari 300 ml/jam

3)      Tanda-tanda vital stabil

4)      Nyeri terbatas pada luka operasi

5)      EKG negative terhadap perubahan iskemik

Intervensi:

1)      Pantau status kardiovaskular, pembacaan

parameter hemodinamik

Rasional: Efektifitas curah jantung ditentukan

oleh pemantauan hemodinamik

Ø  Lakukan observasi tekanan arteri setiap 15 menit

sampai stabil

Ø  Lakukan auskultasi suara dan irama jantung

Ø  Lakukan observasi denyut nadi perifer

Ø  Lakukan pengukuran tekanan atrium kiri, tekanan

diastolic arteri pulmonal dan PCWP untuk

mengkaji curah jantung

Ø  Lakukan pemantauan PCWP, CO/CI, tekanan

atrium kiri, dan CVP untuk mengkaji volume

darah, tonus vaskular dan efektifitas

pemompaan jantung

Ø  Pantau hasil EKG

Ø  Lakukan pengukuran haluaran urine

Ø  Lakukan observasi mukosa pipi,dasar kuku,

cuping telinga, dan ekstremitas

Ø  Lakukan pengkajian kulit, perhatikan suhu dan

warnanya

2)      Observasi adanya perdarahan persisten

drainase darah yang terus-menurus dan

menetap, hipotensi, CVP rendah,

takikardi. Persiapkan pemberian komponen

darah dan larutan vena.

Rasional: Perdarahan dapat terjadi akibat insisi

jantung, kerapuhan jaringan, trauma jaringan,

dan gangguan faktor pembekuan

3)      Observasi adanya tamponade jantung:

hipotensi, peningkatan PCWP, tekanan atrium

kiri, CVP, bunyi jantung lemah, denyut nadi

lemah, distensi vena jugularis, penurunan

haluran urine, lakukan pengecekan

berkurangnya darah pada selang drainase. Kaji

adanya pulsus paradoksus.

Rasional: tamponade jantung terjadi karena

adanya perdarahan di kantung pericardium yang

akan menekan jantung dan menghambat

pengisian ventrikel secara adekuat. Penurunan

drainase menunjukkan bahwa darah cairan

terkumpul di kantung pericardium.

4)      Observasi gagal jantung: hipotensi, peninggian

PCWP. CVP, tekanan atrium kiri, takikardi,

gelisah, asinosis, agitasi, distensi vena, dispneu,

ascites,. Persiapkan pemberian diuretic dan

digitalis.

Rasional: Gagal jantung yang terjadi akibat

penurunan aksi pemompaan jantung, dapat

mengakibatkan berkurangnya perfusi ke

organ vital.

5)      Melakukan observasi adanya infark

miokardium. Lakukan pemeriksaan EKG dan

enzim berkala. Bedakan nyeri bekas luka

operasi dengan nyeri angina.

Rasional: Gejala bisa tertutup oleh tingkat

kesadaran pasien dan obat anti nyeri

b.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan

dengan penumpukan sekret pada ETT

Tujuan: Bersihan jalan napas efektif

Kriteria Evaluasi:

1)      Jalan nafas paten

2)      Analisa gas darah dalam batas normal

3)      Selang endotrakeal tetap pada tempatnya,

seperti terlihat pada rontgen

4)      Suara nafas jernih

5)      Ventilator sinkron dengan respirasi

6)      Dasar kuku dan membrane mukosa tidak pucat

Page 6: CABG & TERAPI

7)      Ketajaman mental sesuai dengan sedative

yang diberikan

8)      Orientasi terhadap ruang dan waktu baik

Intervensi:

1)      Jaga ventilasi assist-controlled atau intermitten

bila mungkin sinkronus

Rasional: dukungan ventilasi digunakan pada 4-

48 jam untuk mengurangi kerja jantung,

mempertahankan ventilasi yang efektif, dan

memberikan jalan nafas bila terjadi henti jantung

2)      Pantau analisa gas darah, volume tidal,

parameter ekstubasi

Rasional: analisa gas darah dan volume tidal

menunjukkan efektifitas ventilator dan

perubahan yang harus dilakukan untuk

memperbaiki pertukaran gas

3)      Auskultasi suara dada terhadap suara nafas

Rasional: krekel menunjukkan kongesti paru,

penurunan atau hilangnya suara nafas

menunjukkan pneumothorax

4)      Tenangkan pasien dan pantau kedalaman

respirasi bila ventilasi tidak dalam

Rasional: sedasi membantu pasien untuk

mentoleransi selang ETT dan mengatasi sensasi

ventilasi

5)      Lakukan fisioterapi dada

Rasional: membantu mencegah retensi sputum

dan atelektasis

6)      Anjurkan untuk menarik nafas dalam, batuk

efektif, mobilisasi. Anjurkan untuk memakai

spirometer dan latihan terapi nafas. Anjurkan

menggunakan tahanan didada untuk

mengurangi ketidaknyamanan saat batuk atau

tarik nafas dalam

Rasional: membantu kepatenan jalan nafas dan

mencegah atelektasis dan membantu

perkembangan paru

7)      Lakukan penghisapan lender trakheobronkial

dan dengan menggunakan teknik aseptic yang

baik

Rasional: retensi sekresi dapat mengakibatkan

hipoksia dan kemungkinan  henti jantung, retensi

sekresi memudahkan terjadinya infeksi.

c.       Nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi

bedah, trauma syaraf intraoperasi.

Tujuan                   : Nyeri hilang/berkurang.

Kriteria hasil          :

1)      Menyatakan nyeri hilang.

2)      Menunjukkan postur tubuh rileks.

3)      Kemampuan istirahat/tidur cukup.

4)      Membedakan ketidaknyamanan bedah dari

angina/nyeri jantung pra operasi.

Intervensi   :

1)      Dorong pasien untuk melaporkan tipe,lokasi

serta intensitas nyeri dan skala nyeri 0-

10.Tanyakan pasien bagaimana

membandingkan dengan nyeri dada praoperasi.

Rasionalisasi : Penting untuk pasien

membedakan nyeri insisi dari tipe lain nyeri dada

seperti angina.Beberapa pasien CABG lebih

sering mengeluh ketidaknyamanan pada sisi

donor dibandingkan pada sisi bedah. Nyeri berat

pada area ini harus diselidiki untuk kemungkinan

komplikasi.

2)      Observasi cemas, mudah terangsang,

menangis, gelisah,gangguan tidur. Pantau

tanda-tanda vital.

Rasionalisasi : Petunjuk non verbal ini

menunjukkan adanya derajat nyeri yang dialami.

3)      Identifikasi/ tingkatkanposisi nyaman

menngunakan alat bantu bila perlu.

Rasionalisasi : Bantal/gulungan selimut berguna

untuk menyokong extremitas,mempertahankan

postur tubuh dan penahanan insisi untuk

menurunkan tegangan otot/ meningkatkan

kenyamanan.

4)      Berikan tindakan nyaman seperti pijatan

punggung atau perubahan posisi.Bantu aktifitas

perawatan diri dan dorong aktifitas senggang

sesuai indikasi.

Rasionalisasi : Dapat meningkatkan

relaksasi/perhatian tak langsung dan

menurunkan frekuensi/kebutuhan dosis

analgetic.

5)      Identifikasi/ dorong penggunaan perilaku

seperti bimbingan imajinasi, distraksi, visualisasi

nafas dalam.

Rasionalisasi : Teknik relaksasi dan penanganan

stress, meningkatkan rasa sehat,mengurangi

kebutuhan analgesic dan meningkatkan

penyembuhan.

6)      Selidiki laporan nyeri diarea yang tak

biasanya(contoh betis kaki,abdomen),atau

keluhan tak jelas adanya ketidaknyamanan

khususnya bila disertai oleh perubahan

mental,tanda vital dan kecepatan pernafasan.

Rasionalisasi : Manifestasi dini terjadinya

komplikasi seperti trombopleibitis,infeksi,

disfungsi gastrointestinal.

7)      Beri obat pada saat prosedur/ aktifitas sesuai

indikasi.

Rasionalisasi : Kenyamanan/ kerjasama pasien

pada pengobatan, ambulasi, dan produser

dipermudah oleh pemberian analgesic.

d.      Risiko gangguan keseimbangan volume cairan:

kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan

diuresis osmotic, perdarahan

Tujuan                   : Kebutuhan cairan dan

hisrasi pasien terpebuhi

Kriteria hasil          : Hidrasi yang adekuat

dibuktikan oleh tanda vital yang atabil, nadi

Page 7: CABG & TERAPI

perifer dapat diraba, capillary refill baik, haluaran

urine dan kadar elektrolit dalam batas normal

Intervensi   :

1)      Monitor parameter hemodinamik sacara ketat

Rasional: Memberikan informasi mengenai

keadaan hidrasi

2)      Monitor nadi perifer, capillary refill, turgor kulit,

membrane mukosa

Rasional: untuk mengetahui perfusi ke

jaringan.  Volume sirkulasi darah yang adekuat

penting untuk aktivitas selular yang optimal.

Perfusi ke jaringan yang baik menunjukkan

keadekuatan cairan di intravaskular

3)      Monitor intake dan output

Rasional: Menentukan kondisi pasien

berhubungan dengan status cairan dan rehidrasi

yang akan dilakukan

4)      Observasi adanya edema, peningkatan BB,

peningkatan tanda-tanda vital

Rasional: Mengevaluasi intervensi untuk

rehidrasi cairan. Rehidrasi yang tidak terkontrol

akan mengganggu keseimbangan volume cairan

di intravaskular

5)      Kolaborasi: berikan terapi cairan dan pantau

pemeriksaan laboratorium

e.       Risiko pola nafas inefektif berhubungan

dengan ketidakadekuatan ventilasi.

Tujuan                   : Inefektif pola nafas tidak

terjadi.

Kriteri hasil                        : Pasien menunjukan

pola nafas adekuat.

Intervensi   :

1)      Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman,

catat upaya pernafasan. Contoh adanya

dyspnoe,penggunaan otot bantu pernafasan

Rasionalisasi : Respon pasien bervariasi. Upaya

dan kecepatan nafas mungkin meningkat karena

nyeri, takut, demam, penurunan volume

sirkulasi, akumulasi secret, hipoksia, atau

distensi gaster.Penekanan pernafasan dapat

terjadi karena penggunaan analgesic yang

berlebihan.Pengenalan dini dan pengobatan

ventilasi dapat mencegah komplikasi.

2)      Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang

menurun/ tidak ada bunyi nafas dan adanya

bunyi nafas tambahan, kreakles atau ronchi.

Rasionalisasi : Bunyi nafas sering menurun pada

dasar paru selama periode waktu pembedahan

sehubungan dengan terjadinya

atelekstasis.Kehilangan bunyi nafas aktif pada

area ventilasi sebelumnya dapat menunjukan

kolaps segmen paru khususnya bila drain dada

telah dibuka.

3)      Observasi adanya penyimpangan gerakan

dada. Observasi penurunan ekspansi atau

ketidaksemitrisan gerakan dada.

Rasionalisasi : Udara atau cairan pada pleura

mencegah ekspansi dada lengkap dan

memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.

4)      Observasi karakter batuk dan produksi sputum.

Rasionalisasi : Batuk dapat menyebabkan iritasi

selang ETT atau dapat menunjukan kongesti

paru. Sputum purulen dapat menunjukan

timbulnya infeksi paru. Mencegah kelemahan

atau kelelahan dan stress kardiovaskuler

berlebihan.

5)      Lihat kulit dan membran mukosa sebagai

tanda adanya stenosis.

Rasionalisasi : Sianosis menunjukan hipoksia

berhubungan dengan gagal jantung atau

komplikasi paru. Pucat menunjukan anemia

karena kehilangan darah atau kegagalan

penggantiaan darah atau terjadinya kerusakan

sel darah merah dari pompa bypass

kardiopulmonal.

6)      Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada

posisi duduk atau semifowler. Bantu ambulasi

dini atau peningkatan waktu tidur.

Rasionalisasi : Merangsang fungsi pernafasan

atau ekspansi paru efektif pada pencegahan dan

perbaikan kongesti paru.

7)      Ajak pasien berpartisipasi selama nafas dalam

gunakan alat bantu dan batuk sesuai indikasi.

Rasionalisasi : Membantu reekspansi atau

mempertahankan patensi jalan nafas khususnya

setelah melepaskan selang dada. Batuk tidak

diperlukan kecuali bila ada mengi atau ronchi

menunjukkan adanya retensi secret.

8)      Tekankan menahan dada dengan bantal

selama nafas dalam dan batuk.

Rasionalisasi : Menurunkan tegangan pada insisi

dan meningkatkan ekspansi paru.

9)      Jelaskan bahwa batuk atau pengobatan

pernafasan tidak akan menghilangkan atau

merusak/ terbukanya insisi dada.

Rasionalisasi : Berikan kenyakinan bahwa

cedera tidak akan terjadi dan dpt meningkatkan

kerjasama dalam program teraupetik.

10)  Dorong pemasukan cairan maksimal dalam

perbaikan jantung.

Rasionalisasi : Hidrasi adekuat membantu

pengenceran secret, memudahkan ekspectoran.

11)  Beri obat analgesic sebelumsebelum

pengobatan pernafasan sesuai indikasi.

Rasionalisasi : Memungkinkan pergerakkan

dada dan menurunkan ketidaknyamanan

berhubungan dengan insisi, memudahkan

kerjasama pasien dengan keefektifan

pengobatan pernafasan.

12)  Catat respon terhadap latihan nafas dalam atau

pengobatan pernafasan  lain, catat bunyi nafas,

batuk, atau produksi sputum.

Page 8: CABG & TERAPI

Rasionalisasi : Catat keefektifan terapi, atau

kebutuhan untuk intervensi lebih agresif.

13)  Monitor distress pernafasan, penurunan bunyi

nafas, takikardi, agitasi berat, penurunan TD.

Rasionalisasi : Hemothorax dan pneumothorax

dapat terjadi setelah pelepasan selang dada dan

memerlukan upaya intervensi untuk

mempertahankan fungsi pernafasan.

f.       Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka

op, terpasang alat di tubuh, imunosupresi

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria Evaluasi: tidak terjadi demam dan

tercapai pemulihan luka tepat pada waktunya

Intervensi:

1)      Lakukan prosedur mencuci tangan yang baik

staf dan pengunjung. Batasi pengunjung yang

mengalami infeksi.

Rasional: lindungi pasien dari sumber-

sumber infeksi

2)      Monitor tanda-tanda vital pasien terutama suhu

Rasional: peningkatan suhu terjadi akibat proses

inflamasi. Identifikasi dini memungkinkan terapi

yang tepat

3)      Ubah posisi secara berkala, pertahankan linen

kering dan bebas kerutan

Rasional: menurunkan tekanan dan iritasi pada

jaringan dan mencegah kerusakan kulit

(potensial pertumbuhan bakteri)

4)      Hindari/batasi prosedur invasive

Rasional: menurunkan risiko kontaminasi,

membatasi entri portal terhadap agen infeksius

5)      Patuhi teknik aseptik ketika melakukan

tindakan yang berhubungan dengan alat

invasive

Rasional: Mencegah kontaminasi kuman

pada alat-alat yang melekat pada tubuh