Upload
vinaserevina
View
188
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
MASALAH DAN PEMECAHANNYA MENGENAI TEKNIK
PENILAIAN TES TERTULIS DENGAN BENTUK INSTRUMEN
MENJODOHKAN, PILIHAN GANDA, DAN ESSAY
DOSEN :
Dr.Ir. Vina Serevina
Disusun Oleh :
Rika Aprianti
7836130851
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mempunyai
tujuan. Dimana tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan
atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan
kegiatan belajar. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran
serta kualitas proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, perlu
dilaku kan suatu usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar
siswa. Kegunaan evaluasi dalam proses pendidikan adalah untuk
mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan pelajaran yang
telah ditetapkan, juga dapat mengetahui bagian-bagian mana dari program
pengajaran yang masih lemah dan perlu diperbaiki. Salah satu cara yang
digunakan dalam evaluasi diantaranya dengan menggunakan teknik
pengumpulan data tes. Melalui tes kita dapat mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa dalam menerima pelajaran yang telah diberikan (Ijah
Nurhadijah, 2013).
Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah
penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen
evaluasi, pengumpulan informasi atau data, analisis dan interpretasi serta
tindak lanjut (Ijah Nurhadijah, 2013). Instrumen evaluasi hasil belajar
untuk memperoleh informasi deskriptif dan/atau informasi judgemantal
dapat berwujud tes maupun non-test. Teknik penilaian bentuk tes
dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes unjuk kerja. Sedangkan
teknik penilaian bentuk non-tes dapat berbentuk observasi, wawancara,
jurnal, menilai diri, dan menilai sesama teman.
Seorang guru yang baik perlu memahami teknik penilaian dengan
berbagai bentuk instrumen yang sesuai untukdigunakan mengukur
ketercapaian kompetensi siswa.Dalam makalah ini pembahasan akan
difokuskan tentang“Masalah dan Pemecahannya Mengenai Teknik
Penilaian Tes Tertulis Dengan Bentuk Instrumen Menjodohkan, Pilihan
Ganda, Dan Essay” sehingga kita bisa mengetahui dan membedakan
berbagai instrumen penilaian tes tulis.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam makalah ini adalah permasalahan dalam
pendidikan yang terkait mengenai teknik penilaian tes tertulis dengan
bentuk instrumen menjodohkan, pilihan ganda, dan essay yang selanjutnya
akan diurai dalam beberapa sub-pokok bahasan, diantaranya :
1. Bagaimana teknik penilaian tes tertulis dengan bentuk instrumen
menjodohkan, pilihan ganda, dan essay?
2. Permasalahan apa saja yang terjadi dalam bidang pendidikan
terkait teknik penilaian tes tertulis dengan bentuk instrumen
menjodohkan, pilihan ganda, dan essay dan Solusi apa yang
ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui teknik penilaian tes tertulis dengan bentuk instrumen
menjodohkan, pilihan ganda, dan essay.
2. Mengetahui permasalahan apa saja dalam pendidikan terkait teknik
penilaian tes tertulis dengan bentuk instrumen menjodohkan,
pilihan ganda, dan essay serta mencari solusi dari permasalahan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tes Tertulis sebagai Salah Satu Teknik Penilaian
Ada beberapa teknik dan alat penilaian yang dapat digunakan
sebagai saranauntuk memperoleh informasi tentang keadaan peserta didik.
Penggunaan berbagaiteknik dan alat disesuaikan dengan tujuan penilaian,
waktu yang tersedia, sifat tugasyang dilakukan peserta didik, dan
banyaknya/jumlah materi pembelajaran yang sudahdisampaikan
(Depdiknas, 2008:3). Depdiknas (2008:5) teknik penilaian
merupakanmetode atau cara penilaian yang dapat digunakan guru untuk
mendapatkan informasi.Teknik penilaian yang mungkin dan dapat
dipergunakan dengan mudah oleh guru,misalnya: (1) tes (tertulis, lisan,
perbuatan), (2) observasi atau pengataman, dan (3)wawancara (Raina
Puspa Pertiwi, 2010).
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik
dengan memberikan jawaban tertulis (Alim Sumarmo, M.Pd, Juni 2011).
Penulisan tes tertulis merupakan kegiatan yang paling penting dalam
menyiapkan bahan ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan
rumusan indikator yang sudah disusun dalam kisi-kisi. Penggunaan bentuk
soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat
diukur/ditanyakan dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal
essay, ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan menggunakan
tes tertulis dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis objektif seperti
pilihan ganda maupun essay memiliki kelebihan dan kelemahan satu
dengan yang lain (Raina Puspa Pertiwi, 2010)
Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat
mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal
essay di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan
gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat
sendiri. Kelemahan soal bentuk pilihan ganda diantaranya adalah sulit
menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal essay di antaranya adalah
sulit menyusun pedoman penskorannya.
B. Tes Tertulis dengan Bentuk Instrumen Berupa Tes Objektif
Tes objektif disebut juga sebagai tes jawaban singkat. Tes objektif
adalah tes atau butir soal yang menuntut jawaban secara lebih pasti.
Bentuk tes objektif dapat mencakup banyak materi pelajaran,
penskorannya objektif, dan mudah dikoreksi. Tes Objektif berbeda dengan
tes essay, tugas-tugas dan persoalan-pesoalan dalam tes objektif sudah
terstruktur, sehingga jawaban terhadap soal-soal tersebut sudah dapat
ditentukan secara pasti. Ada empat macam tes objektif, yaitu tes jawaban
benar-salah (true-false), pilihan ganda (multiple choice), isian
(completion), dan menjodohkan (matching) (Nurgiyantoro, 2001: 98).
Pada pembahasan makalah ini hanya akan dibahas mengenai tes objektif
bentuk menjodohkan dan pilihan ganda (Adi Saputra, 2012).
1. Menjodohkan
Tes bentuk ini sebenarnya merupakan bentuk khusus dari tes
pilihan berganda/ berjumlah. Isi yang membedakan keduanya adalah
bahwa dalam bentuk menjodohkan tidak hanya ada satu masalah
jawaban. Secara nyata dalam tes bentuk ini disediakan dua kelompok
bahan, dan siswa harus mencari pasangan/ jodoh-jodoh yang sesuai
antara bahan yang terdapat pada kelompok pertama dan pada
kelompok kedua (Leni Permana, 2011).
Dengan demikian tes menjodohkan terdiri atas satu seri
pertanyaan/ persoalan dan satu seri jawaban. Masing-masing
pertanyaan/ persoalan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri
jawaban. Dalam tes ini siswa diminta untuk mencari dan menempatkan
jawaban untuk setiap pertanyaan/ persoalan sehingga cocok/ sesuai
dengan pertanyaan (sebagai suatu pasangan). Dalam bentuk yang
paling sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, tetapi
sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan dibuat lebih banyak
daripada soalnya karena hal ini akan mengurangi kemungkinan siswa
menjawab bentuk dengan hanya menebak. Pertanyaan tidak harus
berupa kalimat lengkap tetapi bisa hanya berupa statement/ pernyataan
singkat dan bahkan bisa hanya berupa satu kata/ konsep daja, demikian
juga jawabannya. Bentuk tes ini cocok untuk mengetahui pemahaman
peserta didik tentang fakta dan konsep. Cakupan materi bisa banyak,
namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung rendah (Adi Saputra,
2012).
Kemampuan yang diukur dalam soal bentuk menjodohkan antara lain:
(Leni Permana, 2011).
1) Kemampuan untuk mengidentifikasi informasi berdasarkan
hubungan yang sederhana.
2) Kemampuan mengidentifikasi menghubungkan antara dua hal.
Keunggulan tes tertulis bentuk menjodohkan, antara lain: (Leni
Permana, 2011).
1) Keluasan materi yang dapat dicakup.
2) Relatif lebih mudah dibuat.
3) Ringkas dan ekonomis
4) Penskoran mudah, cepat, objektif.
Kelemahan tes tertulis bentuk menjodohkan, antara lain: (Leni
Permana, 2011).
1) Kurang tepat digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif
yang lebih tinggi.
2) Kemungkinan peserta tes menerka jawaban.
2. Pilihan Ganda
Salah satu bentuk tes objektif adalah soal bentuk pilihan ganda.
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan
pilihan jawabannya (Depdiknas,2008:15). Tes pilihan ganda
merupakan suatu bentuk tes yang paling banyak dipergunakan dalam
dunia pendidikan. Tes pilihan ganda terdiri dari sebuah pernyataan
atau kalimat yang belum lengkap yang kemudian diikuti oleh sejumlah
pernyataan atau bentuk yang dapat untuk melengkapinya. Dari
sejumlah “pelengkap” tersebut, hanya satu yang tepat sedang yang lain
merupakan pengecoh (distractors) (Nurgiyantoro, 2001: 99). Penulisan
soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan
ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk
pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik
adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan,
serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Oleh
karena itu, untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan
ganda, maka dalam penulisannya perlu mengikuti langkah-langkah
berikut, langkah pertama adalah menuliskan pokok soalnya, langkah
kedua menuliskan kunci jawabannya, langkah ketiga menuliskan
pengecohnya (Rifah Mahmud, 2013).
Kaidah penulisan soal pilihan ganda dalam Depdiknas (2008: 15-
16) sebagai berikut. (Raina Puspa Pertiwi, 2010)
a. Materi
Soal harus sesuai dengan indikator (artinya soal harus
menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai
dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi), pengecoh harus
berfungsi, dan setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang
benar (artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban).
b. Konstruksi
1) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya,
kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus
jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang
berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya
mengandung satu persoalan/gagasan.
2) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan
pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat
rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan,
maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
3) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang
benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata,
kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan
petunjuk ke arah jawaban yang benar.
4) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat
negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat
dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik
terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan
bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek
yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu
sendiri.
5) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi
materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari
materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal,
penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus
berfungsi.
6) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua
pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di
atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini,
maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena
pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan
pernyataan itu menjadi tidak homogen.
7) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah
ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik
memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali
jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan
kunci jawaban. (Raina Puspa Pertiwi, 2010)
8) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus
disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau
kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka
harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai
nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga
pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara
kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk
memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
9) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang
terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja
yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca,
dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab
tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang
terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak
berfungsi.
10) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata
yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya,
kadang-kadang.
11) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta
didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan
dapat menjawab benar soal berikutnya. (Raina Puspa Pertiwi,
2010)
c. Bahasa/Budaya
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan
soal di antaranya meliputi: a) pemakaian kalimat: (1) unsur subjek,
(2) unsur predikat, (3) anak kalimat; b) pemakaian kata: (1) pilihan
kata, (2) penulisan kata, dan c) pemakaian ejaan; (1) penulisan
huruf, (2) penggunaan tanda baca. Bahasa yang digunakan harus
komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti peserta
didik. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada
pokok soal. (Raina Puspa Pertiwi, 2010)
Keunggulan tes tertulis bentuk pilihan ganda, antara lain: (Leni
Permana, 2011)
1) Jumlah materi relative tidak terbatas.
2) Dapat mengukur berbagai jenjang kemampuan.
3) Penskoran mudah, cepat, objektif
4) Cocok digunakan untuk jumlah peserta tes yang banyak.
5) Reliabilitas lebih tinggi dibanding soal bentuk essay.
Kelemahan tes tertulis bentuk pilihan ganda, antara lain: (Leni
Permana, 2011)
1) Keterbatasan mengekspresikan gagasan.
2) Kemungkinan menerka jawaban.
3) Memerlukan waktu relative lama untuk membuat soal.
4) Sukar menentukan alternatif jawaban yang benar-benar homogen,
logis, dan berfungsi.
5) Kurang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan verbal.
C. Essay
Secara ontologis tes essay adalah salah satu bentuk tes tertulis, yang
susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing
mengandung permasalahan dan menuntut jawaban siswa melalui uraian-
uraian kata yang merefleksikan kemampuan berpikir siswa (Sukardi,H.M.
2009). Senada dengan itu, menurut Oemar Hamalik (2001) tes essay
adalah salah satu bentuk tes yang terdiri dari satu atau beberapa
pertanyaan essay, yakni pertanyaan yang menuntut jawaban tertentu oleh
siswa secara individu berdasarkan pendapatnya sendiri. Setiap siswa
memiliki kesempatan memberikan jawabannya sendiri yang berbeda
dengan jawaban siswa lainnya. Tes essay yang biasa dipakai di sekolah
mempunyai arti yang luas, yaitu tidak hanya mengukur kemampuan siswa
dalam menyajikan pendapat pribadi, melainkan juga menuntut
kemampuan siswa dalam hal menyelesaikan hitungan, menganalisis
masalah, dan mengekspresikan pendapat.
Dalam menulis soal bentuk essay diperlukan ketepatan dan
kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah
bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk essay, yaitu
menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri.
Adapun kelengkapan tersebut adalah kelengkapan perilaku yang
diukur, digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman
penskorannya.Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk essay
adalah menyusun pedoman penskoran. Penulis soal harus dapat
merumuskan secara tepat pedoman penskoran karena kelemahan bentuk
soal essay terletak pada tingkat subjektivitas dalam penskoran. Kaidah
penulisan soal essay dalam Depdiknas (2008: 14) sebagai berikut.
a. Materi
Soal harus sesuai dengan indikator, setiap pertanyaan harus
diberikan batasan jawaban yang diharapkan, materi yang ditanyakan
harus sesuai dengan tujuan pengukuran, dan materi yang ditanyakan
harus sesuai dengan jenjang dan jenis sekolah atau tingkat kelas.
b. Konstruksi
Soal menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban
terurai, ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal, setiap
soal harus ada pedoman penskorannya, dan tabel, gambar, grafik, peta,
atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
c. Bahasa
Rumusan kalimat soal harus komunikatif, menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar (baku), tidak menimbulkan penafsiran
ganda, tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu, dan
tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta
didik.
Dalam pembelajaran di kelas, tes essay masih banyak digunakan
oleh para guru, karena tes essay memiliki beberapa kelebihan. Menurut
Sukardi, H.M (2009) tes essay dapat digunakan untuk menilai hal-hal
berkaitan erat dengan beberapa butir berikut.(Gede Benny Kurniawan,
2011)
a. Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide ke
dalam jawaban item secara tepat.
b. Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan
bahasa mereka sendiri.
c. Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai, dan
menyatakan pemikiran siswa secara aktif.
d. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.
e. Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami
suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di
dalam kelas.
Di samping beberapa kelebihan seperti yang telah diuraikan di
atas, ternyata tes essay juga memiliki beberapa kelemahan yang perlu
diperhatikan oleh seorang guru. Menurut Sukardi, H.M (2009)
kelemahan tes essay di antaranya sebagai berikut.
a. Ruang lingkup yang disajikan dalam bentuk tes essay kurang
menyeluruh. Hal ini disebabkan waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap butir soal cukup banyak, sehingga jumlah
butir soal yang disajikan sedikit. Pada tes essay ini, jika siswa
kebetulan mempelajari materi yang secara kebetulan sesuai dengan
butir soal yang disajikan, ia dapat dengan mudah
menyelesaikannya. Sebaliknya jika siswa tidak mempelajari
dengan baik materi yang tersaji dalam soal itu biasanya mendapat
hasil yang kurang baik.
b. Sesuai dengan namanya, soal tipe subjektif ini dalam pemeriksaan
dan pemberian nilai akhir seringkali dipengaruhi faktor
subjektivitas dari pemeriksa atau pemberi nilai, sehingga nilai
akhir yang diterima siswa ada kemungkinan bias, kurang
mencerminkan kemampuan sebenarnya. Faktor subjektivitas itu
sebagai akibat pengaruh kondisi pemeriksa, siswa dan lingkungan.
c. Pemeriksaan jawaban pada tes essay ini tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang, tetapi harus diperiksa oleh orang yang benar-
benar ahli dalam bidangnya. Bila pemeriksa kurang mengetahui
pokok persoalan yang diujikan, akan mengakibatkan hasil
pemeriksaan yang dapat merugikan siswa. Demikian pula jika
pemeriksa kurang memiliki pengetahuan luas mengenai cara
penyelesaian suatu soal, mungkin langkah-langkah penyelesaian
suatu soal tidak sama dengan kunci jawaban akan dianggap salah,
padahal pekerjaan itu benar.
d. Memeriksa jawaban tes essay cukup rumit sehingga memerlukan
waktu yang cukup banyak. Pola jawaban siswa untuk soal bentuk
ini bisa beraneka ragam, karena siswa diberi kebebasan untuk
mengeluarkan pendapatnya sendiri. Pengetahuan yang telah
diperoleh dan dikuasainya akan diutarakan sesuai dengan relevansi
pada jawaban persoalan yang ditanyakan. Tiap siswa tentu akan
memberikan uraian yang berlainan dan bermacam-macam, apalagi
jika persoalannya divergen. Meskipun demikian dalam matematika
keanekaragaman ini tidak akan jauh berbeda karena sifatnya eksak,
lain halnya dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Karena
keanekaragaman itu, baik cara penyelesaian maupun alur pikiran
yang terdapat di dalamnya, maka pemeriksaaan akan memerlukan
banyak waktu dan melelahkan.
D. Permasalahan dalam Pendidikan dan Solusinya
1. Permasalahan mengenai kaidah bahasa dalam penulisan soal
Permasalahan:
Kasus LHI Jadi Soal Ujian SMK ( Andi Nur Aminah, 2014)
Institusi Sekolah Tidak Pantas Buat Soal Kasus LHI
Kronologi :
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP), Djemari Mardapi, menyayangkan adanya
soal ujian Bahasa Indonesia yang mengangkat kasus hukum Presiden PKS,
Luthfi Hasan Ishaaq.
Meski belum mengetahui pasti soal tersebut, Djemari mengatakan,
institusi sekolah tidak pantas membuat soal yang menyangkut nama orang,
terkait dengan SARA, ataupun hal yang menjelek-jelekkan.
Djemari mengatakan, dalam pembuatan soal, ada aturan bakunya.
Jika harus menggunakan nama, biasanya menyebutnya sebagai si A atau si
B. Bahkan menampilkan istilah laki-laki dan perempuan dalam sebuah
soal tidak disarankan karena dikhawatirkan akan muncul bias gender.
Soal ujian, apalagi jika sampai menyebutkan nama orang, menurut
dia menjadi suatu kelalaian pembuat soalnya. Djemari memastikan, soal
tersebut bukan soal Ujian Nasional (UN). Karena jika soal UN, semuanya
sudah melalui pemeriksaaan dan dievaluasi. "Seingat saya tidak ada soal
seperti itu," ujarnya, Rabu (19/6).
Dia mengatakan, institusi pendidikan, sebaiknya selektif dalam
membuat soal dan harusnya menampilkan contoh yang baik, bukan yang
jelek. "Soal itu kan suatu pembelajaran, jadi sebaiknya menampilkan
sesuatu yang baik," kata Djemari.
Solusi :
Institusi pendidikan harus lebih selektif dalam membuat soal dan
memperhatikan kaidah pembuatan soal yang baik terutama kaidah
pengguanaan bahasa. Pengawasan pembuatan soal terutama soal ujian
Negara sebaiknya diawasi langsung oleh pemerintah dan dibuat oleh orang
yang berkompeten dengan melibatkan pakar ahli dalam bidang penulisan
soal.
2. Permasalahan mengenai tes tertulis bentuk instrument pilihan ganda
Permasalahan:
Soal Pilihan Ganda Tak Bisa Ukur Kualitas Guru
Ujian Pemetaan Hanya Proyek (cha, 2014)
Kronologi :
JAKARTA - Ujian pemetaan guru yang menggunakan bentuk soal pilihan
ganda untuk mengukur kompetensi pedagogik dinilai tidak tepat.
Seharusnya, untuk mengetahui kualitas guru mengajar, Pemerintah harus
menerjunkan tim penilai yang harus masuk ke kelas guru yang
bersangkutan dan menyaksikan langsung proses pembelajarannya di kelas.
"Mekanisme ini sesungguhnya sudah ada, karena merupakan tupoksi dari
kepala sekolah, yakni tugas supervisi. Namun, jarang kepala sekolah yang
melaksanakan fungsi ini. Seharusnya Kemdikbud melakukan pembinaan
dan kontrol atas kinerja para kepala sekolah," ungkap Presidium Federasi
Serikat Guru Indonesia (FSGI), Guntur Ismail di kantor Indonesia
Corruption Watch (ICW), Jakarta, Jumat (6/7).
Disebutkan, ada empat kompetensi guru yang harus diukur oleh
pemerintah. Yakni, kompetensi pengetahuan, pedagogik, sosial dan
kepribadian. Namun, ujian pemetaan hanya akan mengukur dua
kompetensi saja, yaitu pengetahuan dan pedagogik.
"Ketika pemetaan kualitas guru dilakukan hanya dengan mengukur dua
kompetensi itu, artinya hanya mengukur 50 persen dari indikator yang
harus diukur, kemudian ingin menyimpulkan kualitas guru. Ini jelas
sebuah pelanggaran dan ketidakadilan bagi guru," tukasnya.
Oleh karena itu, lanjut Guntur, FSGI menilai bahwa ujian pemetaan ini
hanya sekadar proyek, dimana anggaran Kemdikbud yang cukup banyak
namun tidak memiliki program yang jelas untuk peningkatan kualitas
pendidikan termasuk peningkatan kualitas guru, kepala sekolah dan
pengawas. "Ujian dengan cara ini tidak adil dan tidak mempertimbangkan
kondisi nyata di lapangan," ujarnya.
Meskipun begitu, Guntur tidak menampik bahwa saat ini masih banyak
guru yang tidak berkualitas kinerjanya. Akan tetapi, seharusnya
pemerintah melakukan evaluasi terhadap universitas-universitas ataupun
lembaga pendidikan yang mencetak guru. "Jangan menyalahkan
produknya, tapi yang harus disalahkan itu pabriknya yang bertanggung
jawab atas proses produksinya. Selama ini kesalahan selalu ditimpakan
pada guru sebagai produk, tapi pabriknya didiamkan saja dan bisa tenang-
tenang saja," tuturnya.
Solusi :
Pemerintah harus menerjunkan tim penilai yang harus masuk ke kelas guru
yang bersangkutan dan menyaksikan langsung proses pembelajarannya di
kelas.Kemdikbud melakukan pembinaan dan kontrol atas kinerja para
kepala sekolah untuk ikut mengawasi kualitas guru. Karena hal ini
memang sudah kewajiban kepala sekolah. Akan tetapi, seharusnya
pemerintah melakukan evaluasi terhadap universitas-universitas ataupun
lembaga pendidikan yang mencetak guru.
3. Permasalahan mengenai tes tertulis bentuk essay
Permasalahan:
Soal UAS Diusulkan Model Essay (Cha, 2014)
Kronologi :
JAKARTA — Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),
Djaali, mengusulkan kepada pemerintah khususnya Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemdiknas) agar soal-soal yang diujikan dalam
Ujian Akhir Sekolah (UAS) dibuat dalam bentuk essay.
Pasalnya, soal UN sudah berbentuk pilihan ganda, sehingga alangkah
baiknya jika soal UAS dibuat dalam bentuk essay. Djaali mengatakan,
imbauan ini juga bertujuan agar para guru dan sekolah dapat mampu
mengukur pemahaman dan pengetahuan siswa dalam mengerjakan soal
ujian.
“Jadi, soal pilhan ganda yang ada di UN sebaiknya tidak ditanyakan
kembali di dalam essay. Sekolah pun dapat membuat soal yang bersifat
bersifat penjabaran. Dari situ, akan terlihat daya tangkap dan pemahaman
siswa terhadap materi yang diajarkan," kata Djaali, Kamis (9/12).
Dia mengatakan, usulan pembuatan soal UAS dalam bentuk essay tersebut
dinilai sesuai dengan tujuan pemerintah yang akan menjadi UN tahun
depan lebih komprehensif dibandingkan sebelumnya.
“Meskipun soal UAS dibuat dalam bentuk essay, akan tetapi pembuatan
kisi-kisi tetap dibuat oleh pemerintah sehingga dapat terpetakan dengan
baik,” tukasnya.
Menurut Djaali, ujian essay yang dibuat oleh pemerintah juga harus sesuai
dengan ketentuan yang tertera di Permendiknas No.23 tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Disebutkan, persyaratan pembuatan soal essay yang dibuat oleh sekolah
harus memenuhi empat syarat, yakni sah secara substansional,
konstruksional, bahasa dan validitas empiris. Mengenai kisi-kisi, Djaali
menyatakan, jika bobotnya dibagi 60:40 , maka 40 persen kisi-kisinya
akan dibuat oleh sekolah. “Tetapi ini semua masih akan dibahas oleh
pemerintah dan DPR,” tegasnya.(cha/jpnn)
Solusi :
Pemerintah harus memberikan pembinaan terlebih dahulu mengenai
pembuatan soal UAS dalam bentuk essay kepada guru-guru bidang study.
Dengan harapan guru akan memiliki pandangan yang sama terkait rencana
tersebut. Kisi-kisi ujian essay yang dibuat oleh pemerintah juga harus
sesuai dengan ketentuan yang tertera di Permendiknas No.23 tahun 2006
tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Membuat sistem penskoran yang jelas dan bersifat seobjektif
mungkin sehingga tidak ada siswa yang merasa dirugikan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sebagai bagian dari system pendidikan, penilaian memiliki peran
penting sebagai alat ukur keberhasilan mencapai kompetensi yang hendak
dicapai. Pengumpulan data atau informasi untuk penilaian dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu tes dan non-test. Teknik penilaian bentuk tes
dapat berbentuk tes tertulis, tes lisan, dan tes unjuk kerja.Sedangkan teknik
penilaian bentuk non-tes dapat berbentuk observasi, wawancara, jurnal,
menilai diri, dan menilai sesama teman.
Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik
dengan memberikan jawaban tertulis. Terdapat dua jenis tes tertulis yaitu
tes tertulis objektif seperti pilihan ganda dan menjodohkan, serta tes
tertulis subjektif berupa tes essay atau uraian. Bentuk tes objektif dan
essay masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan
soal bentuk pilihan ganda di antaranya adalah dapat mengukur
kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk soal essay di
antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan
dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri.
Kelemahan soal bentuk pilihan ganda diantaranya adalah sulit menyusun
pengecohnya, sedangkan untuk soal essay di antaranya adalah sulit
menyusun pedoman penskorannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, Andi Nur. 2014.Institusi Sekolah Tidak Pantas Buat Soal Kasus LHI.http
://www.republika.co.id /berita/nasional/umum /13/ 06/19/mon7na-
institusi-sekolah-tidak-pantas-buat-soal-kasus-lhi
Cha. 2014.Soal Pilihan Ganda Tak Bisa Ukur Kualitas
Guru.http://www.jpnn.com/read/2012/07/07/133076/Soal-Pilihan-
Ganda-Tak-Bisa-Ukur-Kualitas-Guru-
Cha. 2014.Soal UAS Diusulkan Model
Essay.http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=79217
H.M, Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya.
Yogyakarta: Bumi Aksara
Kurniawan, Gede Benny. 2011.Mengkonstruksi Tes Essay.http://benny-metika.
blogspot.com/ 2011/08/ mengkonstruksi -tes-essay.html
Mahmud, Rifah. 2013.Evaluasi dan Penilaian Tes.http: //rifahmahmud
.staff.stainsalatiga. ac.id/2013/01/29/evaluasi-dan-penilaian-1-tes/
Nurhadijah, Ijah. 2013.Pengembangan Instrumen Penilaian
Tes.http://ijahnurhadijah.blogspot.com/2013 /03/ pengembangan -
instrumen-penilaian-tes.html
O, Hamalik. 2001.Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung:
Mandar Maju
Permana, Leni.2011.Pembuatan Tes Tertulis.http: //file.upi.edu /Direktori /FPEB
/PRODI. EKONOMI DAN_KOPERASI/197603182001122-LENI
_PERMANA /Pembuatan Tes_Tertulis.pdf
Pertiwi, Raina Puspa. 2010.Pengembangan Teknik Penilaian Bentuk Tes
Tertulis.http://eprints.uny.ac.id/9500/3/bab%202-08201241001.pdf
Saputra, Adi. 2012.Bentuk dan Jenis Tes.http: //adisaputrabtm .blogspot .com
/2012/06 / bentuk -dan-jenis-tes.html
Sumarmo, Alim. M.Pd. 2011.Teknik Asesmen Penilaian
Tertulishttp://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/teknik-
asesmen-penilaian-tertulis