27
PEMBINGKAIAN BERITA LGBT DALAM MEDIA ONLINE (STUDI PADA KOMPAS ONLINE) Denny Kodrat Program Studi Sastra Inggris, STBA Sebelas April Sumedang Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan Bagaimanakah Kompas online membingkai pemberitaan LGBT dan ideologi apakah yang terdeteksi dalam pembingkaian berita tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan analisis pembingkaian berita (framing analysis) dengan model Pan dan Kosicki. 3 (tiga) berita dipilih dengan teknik purposive kemudian dianalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip framing analisis dan Critical Discourse Analysis. Kata Kunci: Framing Analysis, Pembingkaian Berita, Ideologi dan Critical Discourse Analysis (CDA) PENDAHULUAN Bahasa memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Meta fungsi bahasa sebagai penyampai gagasan, gambaran bahkan cerita yang dapat mempengaruhi perasaan senang, sedih, bahagia, tersinggung atau perasaan lain yang dapat dirasakan sama persis dengan pembicara (idesional), selain itu bahasa memiliki fungsi interpersonal dimana manusia dapat berinteraksi, berkomunikasi hingga bertransaksi dengan menggunakan bahasa yang digunakan, dan terakhir, fungsi tekstual, yang mana bahasa dapat dipahami dari teks tertulis (Gerot dan Wignel, 2004). Dilihat dari meta fungsi bahasa tersebut maka tidaklah mengherankan bahasa merupakan anugerah yang luar biasa diberikan oleh Yang Maha kuasa kepada manusia. Bahasa menjadi satu paket penting dalam diri manusia. Agak sulit membayangkan bila manusia dan dunia ini ada tanpa bahasa. Meta fungsi bahasa ini meniscayakan pemahaman utuh dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi

Pembingkaian berita lgbt_di_media_online

Embed Size (px)

Citation preview

PEMBINGKAIAN BERITA LGBT DALAM MEDIA ONLINE (STUDI PADA KOMPAS ONLINE)

Denny KodratProgram Studi Sastra Inggris, STBA Sebelas April Sumedang

Email: [email protected]

Abstrak:

Penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan Bagaimanakah Kompas online membingkai pemberitaan LGBT dan ideologi apakah yang terdeteksi dalam pembingkaian berita tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan analisis pembingkaian berita (framing analysis) dengan model Pan dan Kosicki. 3 (tiga) berita dipilih dengan teknik purposive kemudian dianalisis dengan menggunakan prinsip-prinsip framing analisis dan Critical Discourse Analysis.

Kata Kunci: Framing Analysis, Pembingkaian Berita, Ideologi dan Critical Discourse Analysis (CDA)

PENDAHULUAN

Bahasa memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Meta fungsi bahasa

sebagai penyampai gagasan, gambaran bahkan cerita yang dapat mempengaruhi

perasaan senang, sedih, bahagia, tersinggung atau perasaan lain yang dapat dirasakan

sama persis dengan pembicara (idesional), selain itu bahasa memiliki fungsi

interpersonal dimana manusia dapat berinteraksi, berkomunikasi hingga bertransaksi

dengan menggunakan bahasa yang digunakan, dan terakhir, fungsi tekstual, yang mana

bahasa dapat dipahami dari teks tertulis (Gerot dan Wignel, 2004). Dilihat dari meta

fungsi bahasa tersebut maka tidaklah mengherankan bahasa merupakan anugerah yang

luar biasa diberikan oleh Yang Maha kuasa kepada manusia. Bahasa menjadi satu paket

penting dalam diri manusia. Agak sulit membayangkan bila manusia dan dunia ini ada

tanpa bahasa. Meta fungsi bahasa ini meniscayakan pemahaman utuh dalam kehidupan

manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Manusia dapat saling membujuk

dan mempengaruhi (persuading and convincing).

Media, sebagai salah satu alat penyampai informasi, memainkan fungsi bahasa

ini secara sangat cerdas. Dalam banyak hal di era informasi dan keterbukaan ini, media

tidak hanya membatasi dirinya sebagai penyebar informasi atau berita, melainkan ia

memperluas peranannya sebagai pembujuk (persuading) dan penyemai nilai-nilai. Ia

tidak hanya sekadar menyampaikan informasi secara kaku dengan berpegangan

terhadap prinsip what, where, when, who, whom dan how, melainkan ia mampu

merekonstruksi peristiwa yang dibingkai dengan sudut pandangnya. Ia dapat melakukan

penggiringan yang disesuaikan dengan keyakinan (ideologi) yang dimilikinya (Eriyanto,

2011). Terlebih dalam konteks Masyarakat Ekonomi ASEAN, dimana pertukaran yang

terjadi diantara negara-negara ASEAN tidak hanya sekadar pertukaran barang dan jasa

serta transaksi ekonomi, melainkan inheren di dalamnya budaya, kebiasaan dan

ideologi.

Kajian media sebagai penyemai ideologi dan kontruksi sosial telah banyak dikaji

khususnya dalam kajian analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) dan

melahirkan keyakinan bahwa media sejatinya tidak bebas nilai, ia memiliki kepentingan

mempengaruhi publik sesuai ideologinya. Bahkan secara lebih lugas, Hall (1982)

menyatakan bahwa media saat ini telah beranjak dari pembentuk kesadaran

(manufactured consent) kepada sebagai alat kelompok dominan untuk menguasai

kelompok yang tidak dominan. Melakukan representasi kelompok melalui proses yang

kompleks, melalui pendefinisian dan penandaan, sehingga ketika ada kelompok yang

buruk dalam pemberitaan, maka media dapat merepresentasikannya secara wajar dan

begitu sebaliknya (Eriyanto, 2011). Paradigma kritis memandang bahwa media adalah

kunci utama dalam pertarungan pembentukan representasi tersebut, sehingga media

dapat menentukan nilai-nilai mana yang dapat dimapankan, dibuat pengaruh dan yang

diinginkan oleh publik (Hall, 1982).

Dari sinilah kemudian Eriyanto (2011:32-34) membagi dua cara pandang antara

pandangan pluralis (konservatif) dengan pandangan kritis terkait fakta, posisi media,

posisi wartawan dan hasil liputan sebagaimana tabel di bawah ini:

Tabel 1. Pandangan Pluralis dan Kritis

PANDANGAN PLURALIS PANDANGAN KRITISMELIHAT FAKTA

Fakta dipandang sesuatu yang nyata dan diatur oleh kaidah-kaidah universal

Fakta merupakan hasil proses pertarungan antara kekuatan ekonomi, politik dan sosial yang ada dalam masyarakat

Berita adalah cermin kenyataan. Berita harus sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput

Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas, karena berita yang terbentuk hanya cerminan dari kepentingan kekuatan dominan.

POSISI MEDIAMedia adalah sarana yang bebas dan netral tempat semua kelompok masyarakat saling berdiskusi secara seimbang

Media hanya dikuasai kelompok dominan dan menjadi sarana untuk memojokan kelompok lain

Media menggambarkan diskusi apa yang ada dalam masyarakat

Media hanya dimanfaatkan dan menjadi alat kelompok dominan.

POSISI WARTAWANNilai dan ideologi wartawan berada di luar proses peliputan berita

Nilai dan ideologi wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan

pelaporan suatu peristiwaWartawan berperan sebagai pelapor Wartawan berperan sebagai partisipan dari

kelompok yang ada dalam masyarakatTujuan peliputan dan penulisan berita: eksplanasi dan menjelaskan apa adanya.

Tujuan peliputan dan penulisan berita: pemihakan kelompok sendiri dan atau pihak lain.

Penjaga gerbang (gate keeper) Sensor diri.Landasan etis Landasan ideologisProfesionalisme sebagai keuntungan Profesionalisme sebagai kontrol.Wartawan sebagai bagian dari tim untuk mencari kebenaran

Sebagai pekerja yang mempunyai posisi berbeda dalam kelas sosial.

HASIL LIPUTANLiputan dua sisi, dua pihak dan kredibel Mencerminkan ideologi wartawan dan

kepentingan sosial, ekonomi atau politik tertentu

Objektif, menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dari pemberitaan

Tidak objektif karena wartawan adalah bagian dari kelompok/struktur sosial tertentu yang lebih besar.

Saat ini media online menjadi penguat media cetak (printed media). Secara

waktu, kecepatan dan ketepatan informasi, media online sangat mudah diakses oleh

para pengguna gadget di Indonesia yang saat ini berjumlah sekitar dua juta pengguna.

Dengan munculnya media online ini maka diindikasikan media dapat dengan cepat

mempengaruhi dan membentuk nilai para pembacanya terkait isu-isu hangat saat ini.

Salah satu isu hangat yang diberitakan oleh media adalah LGBT kependekkan dari

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender, menyusul kasus kematian Mirna di salah satu

restauran ternama di Jakarta dan kemunculan Support Group/Assistant LGBT di salah

satu kampus ternama di Depok. Kompas online sebagai salah satu media online terbesar

di Indonesia selama pekan ke dua dan ketiga memberitakan secara hangat berita

mengenai LGBT tersebut. Beberapa judul berita yang dimuat oleh Kompas Online

diantaranya sbb:

Tabel 2. Judul Berita Selama Periode Februari, Pekan ke Dua

No Judul Tanggal Publikasi1 Menteri Agama: Kita Tak Boleh Memusuhi LGBT Rabu, 17 Februari 20162 Neurolog: LGBT Bukan Kelainan atau Penyakit Rabu, 10 Februari 20163 LGBT Sudah Terbentuk Sejak Janin Selasa, 9 Februari 20164 Luhut: LGBT juga WNI, Punya Hak Dilindungi Negara Jumat, 12 Februari 20165 Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan

DiskriminatifRabu, 17 Februari 2016

6 MUI dan Ormas Islam: LGBT Haram Rabu, 17 Februari 2016

Tulisan ini meneliti bagaimana media online membingkai (framing) pemberitaan

mengenai LGBT dengan menggunakan analisis pembingkaian (framing analysis) model

Pan dan Kosicki sebagaimana yang disarankan oleh Eriyanto (2002). Tujuannya untuk

menjawab dua pertanyaan penelitian terkait pemberitaan LGBT tersebut yaitu, (1).

Bagaimanakah Kompas online membingkai pemberitaan LGBT; (2). Ideologi apakah yang

terdeteksi dalam pembingkaian berita tersebut?

Konsep pembingkaian sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi

dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Pembingkaian dapat

dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga

isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari isu yang lain Gagasan tentang

pembingkaian pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 (Sobur, 2002:161).

Mulanya pembingkaian dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat

kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang

menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini

kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan

pembingkaian sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang

membimbing individu dalam membaca realitas (Sobur, 2002:162).

Ada beberapa definisi mengenai framing. Entman (dalam Eriyanto, 2002:68)

menyebutkan framing sebagai “Seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan

membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi, dalam hal itu

berarti menyajikan secara khusus definisi terhadap masalah, interpretasi sebagai akibat,

evaluasi moral dan tawaran penyelesaian sebagaimana masalah itu digambarkan.”

Pan dan Kosicki mendefinisikan framing sebagai strategi kontruksi dan

memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,

menafsirkan peristiwa dan dihubungan dengan rutinitas dan konversi pembentukan

berita (Eriyanto, 2002:68). Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi dalam

empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan

bagaimana wartawan menyusun peristiwa dalam bentuk susunan umum berita. Dapat

diamati dari bagan berita seperti lead, latar, headline. Kedua, struktur skrip. Skrip

berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa

ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan

bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi,

kalimat atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan

menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini melihat bagaimana wartawan

melakukan pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung

tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

Keempat struktur tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai

berikut:

Tabel 3. Skema Framing Model Pan dan Kosicki

STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI

Sintaksis

(cara wartawan menyusun

fakta)

1. Skema berita Headline, lead, latar informasi,

kutipan sumber, pernyataan,

penutup

Skrip

(cara wartawan mengisahkan

fakta)

2. Kelengkapan berita 5W+1H

Tematik

(cara wartawan menulis

fakta)

3. Detail

4. Koherensi

5. Bentuk kalimat

6. Kata ganti

Paragraf, proposisi, kalimat,

hubungan antarkalimat

Retoris (cara wartawan

menekankan fakta)

7. Leksikon

8. Grafis

9. Metafora

Kata, idiom, gambar/foto,

grafik

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruksionis. Dalam paradigma

konstruksionis, ia menganggap pembuat teks berita sebagai penentu yang akan

mengarahkan pola pikir khalayak. Prinsip utama dari paradigma konstruksionis adalah

bagaimana peristiwa atau realitas dikonstruksi, dan dengan cara apa konstruksi itu

dibentuk (Eriyanto, 2002: 37-38). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif yang bertujuan menggalang atau membangun suatu proposisi atau

menjelaskan makna di balik realita. Peneliti berpijak pada realita atau peristiwa di

lapangan. Penelitian seperti ini berupaya memandang apa yang sedang terjadi dalam

dunia tersebut dan melekatkan temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya (Bungin,

2001: 82).

Berita yang dipublikasikan merupakan realitas yang tidak satu. Ia muncul dari

proses panjang dan kompleks sehingga penggunaan kualitatif dapat digunakan dalam

penelitian ini, selain itu, penggunaan kualitatif diperlukan disebabkan data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Newman, 2003: 16).

Peneliti menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian, bersifat subjektif

hanya berada dalam referensi peneliti. Peneliti kualitatif mengamati keseluruhan proses

yang dipercaya bahwa realitas itu bersifat menyeluruh dan tidak dapat dibagi-bagi

(Wimmer & Dominick, 1991: 139). Tujuan dari penelitian kualitatif bukan untuk

memahami realita tunggal tetapi realita majemuk (Creswell, 1994: 156). Penelitian

kualitatif biasanya berorientasi pada orientasi teoritis, teori dibatasi pada pengertian:

suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat preposisi yang berasal

dari data dan diuji kembali secara empiris (Moleong, 1995: 8).

Penelitian ini bersifat deskriptif untuk memberikan penggambaran tentang suatu

fenomena atau penggambaran sejumlah fenomena secara terpisah-pisah. Penelitian ini

mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan (objek) yang di dalamnya

terdapat upaya deskripsi, pencatatan, dan analisis (Faisal, 1982: 42). Penelitian deskriptif

juga bertujuan untuk menampilkan gambaran mengenai setiap perincian situasi, setting

sosial, atau hubungan. Peneliti memulai dengan subjek yang telah terdefinisi dan

mengarahkan penelitian untuk memberikan gambaran secara akurat. Penelitian yang

bersifat deskriptif memfokuskan diri pada pertanyaan “bagaimana” dan “siapa”

(Wimmer & Dominick, 1991: 140). Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang

bahwa sesuatu itu adalah memang demikian keadaannya (Moleong, 1995: 6).

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk

mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) dibingkai oleh

media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini, realitas sosial

dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan

tertentu (Eriyanto, 2002: 3). Analisis framing sebagai suatu metode analisis teks banyak

mendapat pengaruh dari teori sosiologi dan psikologi. Dari sosiologi terutama

sumbangan pemikiran Peter Berger dan Erving Goffman, sedangkan teori psikologi

terutama yang berhubungan dengan skema dan kognisi (Eriyanto, 2002: 11). Dalam

perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi

media saat mengkonstruksi fakta (Sobur, 2002: 162). Metode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis framing dengan pendekatan model Zhongdang Pan

dan Gerald M. Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki, framing didefinisikan sebagai proses

membuat suatu Data primer dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah analisis

framing dengan model Pan dan Kosicki. Dalam penelitiannya mereka

mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat

framing: sintaksis, skrip, tematik dan retorik. Keempat dimensi struktural ini membentuk

semacam tema yang mempertalikan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu

koherensi global (Pan dan Kosicki dalam Sudibyo, 2001: 223).

Data diambil dari 3 (tiga) artikel yang dipublikasikan oleh Kompas online yaitu:

(1). MUI dan Ormas Islam: LGBT Haram; (2). Menteri Agama: Kita Tidak Boleh Memusuhi

LGBT; (3). Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan Diskriminatif. Ketiga berita ini

dimuat di rubrik Nasional Kompas Online dipublikasikan pada Rabu, 17 Februari 2016

dan sengaja dipilih secara purposive, dengan melihat kemiripan berita, yaitu berkaitan

dengan sikap tokoh/lembaga keagamaan. Ketiga berita tersebut dianalisis dengan

menggunakan analisis pembingkaian model Pan dan Kosicki sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam tabel.3 di atas.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Temuan dari setiap berita dapat dilihat pada tabel 4, 5 dan 6 berikut ini:

Tabel 4. Framing Berita#1: MUI dan Ormas Islam: LGBT Haram

STRUKTUR UNIT YANG DIAMATI HASIL PENGAMATANSintaksis Headline, MUI dan Ormas Islam: LGBT

HaramLead Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat Islam mengeluarkan pendapat terhadap kelompok masyarakat lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

latar informasi Pernyataan ini dilakukan dalam konferensi pers di Kantor MUI menyikapi kian maraknya isu LGBT

kutipan sumber, "Pendapat ini didasarkan pada aktivitas LGBT yang diharamkan Islam,""Aktivitas seksual LGBT juga dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan dan sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS," kata Ma'ruf.

pernyataan MUI dan sejumlah ormas menilai, komunitas LGBT bertentangan dengan konstitusi dan hukum agama.

Dalam fatwa ini, MUI menyatakan bahwa aktivitas LGBT diharamkan karena merupakan suatu bentuk kejahatan.

Penutup "Aktivitas seksual LGBT juga dapat menimbulkan penyakit

yang berbahaya bagi kesehatan dan sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS," kata Ma'ruf.

Skrip WHO MUI dan ormas Islam

WHAT LGBT HaramWHERE Dalam konferensi Press di

MUI, Jakarta PusatWHEN Rabu, 17 Februari 2016WHY MUI dan Ormas menilai

bahwa komunitas LGBT bertentangan dengan konstitusi dan hukum agama

HOW MUI dan sejumlah ormas Islam mengeluarkan pendapat terhadap kelompok masyarakat LGBT.

Tematik Paragraf, proposisi, Teks diawali oleh lead bahwa “MUI dan sejumlah organisasi masyarakat Islam mengeluarkan pendapat mengenai LGBT, kemudian diikuti oleh pernyataan ketua umum MUI dan diakhiri oleh pernyataan ketua MUI”.

Retoris (cara wartawan menekankan fakta)

Kata Beberapa pemilihan kata digunakan seperti “mengeluarkan pendapat”, “diharamkan”,

Gambar/foto Foto yang disajikan dalam berita tersebut adalah foto demonstrasi kaum LGBT di luar negeri.

Pada tabel 4 dapat dijelaskan bahwa judul berita tersebut sudah menjelaskan

sikap lembaga Islam (MUI dan Ormas Islam) terhadap LGBT. Bahkan, Kompas online

dengan tegas memberikan judul “Haram” sebagai sikap MUI dan Ormas Islam. Lead

berita tersebut memperkuat judul berita tersebut meski Kompas Online menggunakan

kalimat, “…dan sejumlah organisasi Islam mengeluarkan pendapat…” tidak memilih

frase yang memiliki konotasi ancaman, seperti “mengancam”, “mengecam”. Sementara

itu, dalam pembingkaian skrip (5WH dan 1H) sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 4

menunjukkan MUI dan Ormas Islam sebagai pelaku (who) berita, kemudian kegiatan

tersebut dilakukan di Jakarta (where), mengenai penyikapan LGBT (what), pada hari

Rabu (when), merespon isu LGBT di tengah masyarakat (why), dan MUI serta ormas

Islam mengeluarkan pendapat serta mengingatkan Fatwa MUI Nomor 57/2014 tentang

Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan (How). Begipula dalam struktur tematis,

sebagaimana lazimnya pemberitaan, bagian pertama berita tersebut menerangkan

newsworthy event atau lead yang mendukung judul berita, kemudian dilanjutkan event

dan pernyataan redaksi yang didukung oleh pernyataan sumber (source). Sementara itu,

dalam struktur retoris beberapa pemilihan kata seperti “mengeluarkan pendapat” dan

“haram” digunakan dalam pemberitaan ini. Begitupula, foto yang ditampilkan dalam

berita tersebut adalah foto demonstrasi kaum LGBT di luar negeri.

Begitupula pada berita#2. Kompas Online memuat dengan judul “Menteri

Agama: Kita Tak Boleh Memusuhi LGBT”. Pada struktur sintaksis, kompas online

menjadikan pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang menghimbau

lembaga-lembaga keagamaan perlu mengambil langkah positif sebagai lead. Pernyataan

Menag ini merupakan respon dari peristiwa sebelumnya yaitu lembaga-lembaga

keIslaman, seperti MUI dan Ormas Islam, memberikan respon terhadap LGBT. Lebih

rinci dapat di lihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Framing Berita#2: Menteri Agama: Kita Tak Boleh Memusuhi LGBT

STRUKTUR UNIT YANG DIAMATI HASIL PENGAMATANSintaksis Headline Menteri Agama: Kita Tak

Boleh Memusuhi LGBTLead Menteri Agama Lukman

Hakim Saifuddin menghimbau lembaga-lembaga keagamaan perlu mengambil langkah positif untuk mencari dan menggali akar penyebab seseorang menjadi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), serta melakukan upaya penanggulangan yang berbasis pendekatan agama dan ilmu jiwa.

latar informasi Respon atas sikap ormas Islam dan MUI terkait LGBT

kutipan sumber "Kita tidak boleh memusuhi dan membenci mereka sebagai warga negara, tapi bukan berarti kita membenarkan dan membiarkan gerakan LGBT menggeser nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa," Kata Menag

"Sejumlah organisasi keagamaan telah menyampaikan pernyataan sikap menolak LGBT dan

berupaya mencari solusi dalam menemukan jalan untuk merehabilitasi diri," kata Menag

"Kami sedang mengembangkan optimalisasi kursus pranikah bagi pasangan-pasangan yang mau menikah, konsultasi dan pembimbingan bagi keluarga, dan usaha mediasi bagi problem-problem keluarga," Kata Menag

pernyataan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghimbau lembaga-lembaga keagamaan

Menag memandang munculnya fenomena LGBT sebagai masalah sosial yang mengancam kehidupan beragama, ketahanan keluarga, kepribadian bangsa, serta menjadi ancaman potensial bagi sistem hukum perkawinan di Indonesia yang tidak membenarkan perkawinan sesama jenis.

Mayoritas masyarakat Indonesia pun, kata dia, menolak legalisasi komunitas LGBT di negeri ini.

Lukman memandang, penguatan kerja sama lembaga-lembaga keagamaan dan elemen masyarakat, serta peran aktif pers dan media massa lainnya yang peduli pada masalah ini perlu dikembangkan sebagai satu dari sekian banyak strategi.

Penutup Kami sedang mengembangkan optimalisasi kursus pranikah bagi pasangan-pasangan yang mau menikah, konsultasi dan pembimbingan bagi keluarga, dan usaha mediasi bagi problem-problem keluarga

Skrip WHO Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

WHAT Kita tak boleh memusuhi LGBT. Himbauan kepada

ormas IslamWHERE Rapat kerja dengan Komisi VIII

DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta

WHEN Rabu, 16 Februari 2016WHY Kemunculan LGBT di pandang

sebagai masalah sosial. Lembaga keagamaan harus mengambil langkah positif

HOW Menag memberikan himbauan kepada semua kalangan termasuk ormas/lembaga keagamaan

Tematik Paragraf, proposisi, Paragraf dibuka dengan lead “Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghimbau lembaga-lembaga keagamaan perlu mengambil langkah positif…” kemudian dilanjutkan dengan pernyataan Lukman terkait dengan ketidakbolehan memusuhi dan membenci, ditutup dengan pernyataan langsung “kami sendang mengembangkan optimalisasi kursus pranikah…”

Retoris (cara wartawan menekankan fakta)

Kata Pemilihan kata “mengambil langkah positif” dan “masalah sosial”

Gambar/foto Foto closed up Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin

Pada struktur skrip, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menjadi pelaku (who).

Pernyataan menteri agama “Kita tak boleh memusuhi LGBT” sebagai bahasan (what).

Pernyataan itu disampaikan di Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen (where) pada hari

Rabu, 16 Februari 2016 (when) merespon sikap ormas Islam dan MUI (Why) dan Menag

memberikan himbauan kepada publik, termasuk di dalamnya ormas Islam untuk

mengambil langkah positif dengan menyatakan bahwa LGBT merupakan masalah sosial

(How). Gambar yang digunakan untuk mendukung berita tersebut adalah foto closed up

Menteri Agama sendiri.

Sementara itu, pada berita#3 berjudul Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan

Diskriminatif, Kompas Online menjadikan lead berita pernyataan Ketua Umum MUI KH.

Ma’ruf Amin yang mengimbau masyarakat untuk tidak berlaku diskriminatif kepada

LGBT. Latar informasi berita tersebut adalah respon atas munculnya keinginan dari

kalangan LGBT untuk diakui eksistensinya secara legal. Pernyataan Ketua MUI ini

dilakukan sesaat setelah konferensi pers bersama ormas Islam di kantor MUI. Tabel. 6

berikut menggambarkan bagaimana Kompas Online melakukan framing berita.

Tabel 6. Framing Berita#3: Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan Diskriminatif

STRUKTUR UNIT YANG DIAMATI HASIL PENGAMATANSintaksis Headline Ketua MUI: LGBT Tak Boleh

Diperlakukan DiskriminatifLead Ketua Umum Majelis Ulama

Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengimbau agar masyarakat tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

latar informasi Fenomena LGBT yang direspon dengan pernyataan sikap ormas Islam dan MUI.

kutipan sumber "Kita mengimbau umat agar tidak melakukan cara-cara diskriminatif atau langkah kekerasan. Mereka (komunitas LGBT) harus dikasihani, bukan dimusuhi," kata Ma'ruf Amin

"Kalau soal manusia, kita perlakukan sebagai manusia, tetapi perilakunya harus diluruskan," kata Ma'ruf

pernyataan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengimbau agar masyarakat tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT)

Penutup Pernyataan Ketua MUI "Kalau soal manusia, kita perlakukan sebagai manusia, tetapi perilakunya harus diluruskan,"

Skrip WHO Ketua MUI Ma’ruf AminWHAT LGBT tak boleh diperlakukan

diskriminatifWHERE Konferensi Pers di kantor MUIWHEN Rabu, 17 Februari 2016WHY Terjadi fenomena LGBT yang

dipandang meresahkan masyarakat

HOW Dilakukan konferensi pers/pernyataan sikap MUI dan ormas Islam.

Tematik Paragraf, proposisi Paragraf didahului oleh lead bahwa Ketua MUI Ma’ruf

Amin mengimbau agar masyarakat tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok LGBT, kemudian dilanjutkan dengan pernyataan langsung.

Retoris Kata Penggunaan diksi “mengimbau”, “wajib memperlakukan”

Gambar/foto Foto ketua MUI Ma’ruf Amin

Kelompok LGBT merupakan kalangan teralienasi dan menganggap dirinya tidak memiliki

ruang bebas di ranah publik. Beberapa hak dasar seperti menikah secara legal tidak

mendapat tempat di negara ini dan beberapa negara lain. Keberadaan mereka

dipandang sebagai aib dan dosa sehingga saat kelompok ini menuntut haknya, seperti

hidup tanpa diskriminasi dan dikabulkan seluruh haknya oleh negara, maka ia menjadi

wacana publik yang disikapi secara beragam oleh kelompok masyarakat. Dari sini

terpotret dua wacana yang ada di media, yaitu wacana dominan yang direpresentasikan

oleh kelompok agama dan MUI, termasuk juga negara—meski negara seolah-olah

bersikap netral dan wacana minoritas—kelompok LGBT. Terjadi perang wacana di

Kompas Online dan tentu saja, media, sebagaimana telah dibahas di bagian awal,

memiliki kepentingan untuk mendukung atau tidak mendukung wacana tersebut.

Kompas Online secara alami akan mengambil posisi (standing position) baik ia ikut

kepada arus utama wacana dominan atau ada di wacana minoritas.

Dari hasil pengamatan framing tersebut, cara bagaimana Kompas Online

memberitakan wacana LGBT dapat terlihat bahwa Kompas Online hati-hati

menempatkan posisinya mendukung kalangan minoritas tersebut. Ini dapat dilihat

dalam berita#1 berjudul “MUI dan Ormas Islam: LGBT Haram”. Kompas Online nampak

vulgar membuat judul tersebut, seolah-olah ini bentuk sikap Kompas Online mendukung

wacana dominan atas keberadaan LGBT. Namun yang menarik dalam lead berita

ungkapan judul tersebut tidak dijadikan pernyataan awal. Kompas Online memilih

ungkapan yang lebih halus dengan menulis “MUI dan sejumlah organisasi masyarakat

Islam mengeluarkan pendapat…”. Padahal, bisa saja di bagian lead tersebut Kompas

Online menggunakan kata “mengutuk”, ”mengharamkan” atau “mengecam”. Kata

“mengeluarkan pendapat” seakan menunjukkan realitas perbedaan yang harus

ditoleransi. Sementara itu, pada berita#2 dan #3, Kompas Online secara lugas mengutip

pernyataan Menteri Agama dan Ketua MUI yang keduanya meminta masyarakat lebih

arif dalam memperlakukan LGBT.

Begitupula, dalam berita#1, meski judul yang dimuat menunjukkan penolakan

terhadap LGBT, namun Kompas Online memberikan penyeimbangan dalam wacana

tersebut dengan dua hal, yaitu: pertama, foto yang ditampilkan adalah foto demonstrasi

kalangan LGBT di AS sesaat pemerintah mereka melegalkan pernikahan sesame jenis.

Pemuatan foto dalam konteks tersebut memberikan pesan bahwa negara lain secara

nyata memberikan ruang hidup dan jaminan hak yang sama dengan warga yang lainnya

dengan memberikan pelegalan terhadap pernikahannya. Kedua, Kompas Online

memberikan 3 (tiga) tautan berita dalam pemberitaan berjudul “MUI dan Ormas Islam:

LGBT Haram” yang seluruhnya merupakan wacana yang meminta publik bersikap

terbuka dan toleran terhadap kalangan LGBT. Tautan berita tersebut berjudul (1).

“Menteri Agama: KitaTidak Boleh Memusuhi LGBT”; (2). “Luhut: LGBT Juga WNI, Punya

Hak Dilindungi”; (3). “LGBT Sudah Terbentuk Sejak Janin”.

Dari cara penyajian berita mengenai LGBT ini nampak sekali bahwa Kompas

Online berupaya tidak menabrak atau membenturkan diri terhadap wacana dominan.

Namun secara cerdas Kompas Online memanfaatkan wacana dominan ini untuk

menyelipkan pesan-pesan ideologinya terkait dengan kebebasan berpendapat dan

berperilaku. Mengambil sikap secara frontal bisa jadi akan kurang menguntungkan

secara bisnis media, terlebih realitas masyarakat menunjukkan wacana penolakkan

terhadap LGBT di Indonesia masih sangat kuat.

Dalam pemberitaan LGBT ini, ideologi terdeteksi dari bagaimana Kompas Online

melakukan pemilihan kata dan pernyataan. Pemilihan kata yang dimaksud dapat diamati

pada berita#3, dimana Kompas Online mengutip secara langsung kata-kata yang

bernuansa mengarahkan, seperti “Ma’ruf mengatakan, sebagai sesama manusia,

masyarakat juga wajib memperlakukan kaum LGBT dengan manusiawi” pemilihan kata

“wajib” menunjukkan penekanan atau pengarahan (insist) dengan pesan yang dapat

ditangkap oleh publik harus toleran tidak menolak keberadaan LGBT. Demikian pula

terlihat dalam berita#2, pemilihan kata seperti, “…mengambil langkah positif untuk

mencari dan menggali akar penyebab seseorang enjadi LGBT…” yang ada dibagian lead

memberikan pesan bahwa bila langkah yang dilakukan oleh publik tidak seperti yang

diungkapkan dalam lead tersebut maka hal tersebut bukanlah langkah positif, melainkan

negatif. Tautan berita yang mengarahkan untuk memahami realitas LGBT seperti

“Neurolog: LGBT Bukan Kelainan atau Penyakit”, “LGBT Sudah Terbentuk Sejak Janin”,

memberikan penguatan terhadap alasan publik harus bersikap menerima terhadap

LGBT.

Arus utama isu LGBT adalah diskriminatif dan marjinalisasi, dimana ada

sekelompok masyarakat yang memiliki orientasi seksual berbeda dengan masyarakat

secara umum. Keberadaan mereka, bila dikaitkan dengan konteks demokrasi, tidak saja

harus diakui namun juga hak-hak dasarnya dilegalkan. Meski wacana LGBT ini tidak

mengarah kepada pelegalan pernikahan sejenis, namun bila melihat caption foto yang

diturunkan untuk menguatkan berita tersebut nampaknya tuntutan wacana tersebut

akan diarahkan kepada pelegalan pernikahan sejenis. Prinsip-prinsip demokrasi liberal

yang diadopsi negara Barat dengan mengedepankan isu kebebasan dan hak asasi

manusia inilah yang nampaknya disuarakan oleh Kompas Online. Ideologi kebebasan

nampak terdeteksi dari pemilihan pernyataan dan retoris dalam 3 (tiga) berita yang

dipilih tersebut, meski perlu diakui Kompas Online mengungkapkan tidak secara

eksplisit.

PENUTUP

Dapat disimpulkan dengan menggunakan model analisis pembingkaian berita

Pan dan Kosicki, Kompas Online nampak mendukung wacana minoritas dalam

pemberitaan LGBT, baik dengan pemiihan judul (Headline), lead, retoris. Namun posisi

mendukung Kompas Online ini tidak dilakukan secara terang dan lugas melainkan secara

tersembunyi (latent). Berdirinya Kompas Online diposisi mendukung wacana minoritas

ini tidak dilakukan dengan menabrak prinsip-prinsip etika jurnalisme, melainkan dengan

menampilkan berbagai macam wacana minoritas untuk membujuk (persuading)

pembaca.

Referensi

Bungin, B, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001.Creswell, John W. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches, Sage Publications, Inc., 1994.Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiSEriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiSGerot, Linda and Wignel, Peter. 1994. Making Sense of Functional Grammar. Sydney: AEEHall, Stuart. 1982. The Rediscovery of Ideology: Return of the Repressed in Media Studies. Dalam Michael Gurevitch, Bennet, James Curran dan James Wollacott (ed.), Culture, Society and the Media. London: Methuen.Moleong, Lexy J. Metodologi Peneleitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995.Newman, W Lawrence. Social Research Methods – Qualitative & Quantitative Approaches, Boston: A and B, Pearson Education Inc., 2003.Sobur, Alex, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika dan Analisa Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.Wimmer, Roger D & Joseph R Dominick, Mass Media Research: An Introduction 3rd (ed.), Bellmont California: Wadsworth Publishing Company, 1991.

Lampiran

MUI dan Ormas Islam: LGBT Haram

Rabu, 17 Februari 2016 | 14:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sejumlah organisasi masyarakat Islam mengeluarkan pendapat terhadap kelompok masyarakat lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

MUI dan sejumlah ormas menilai, komunitas LGBT bertentangan dengan konstitusi dan hukum agama.

"Pendapat ini didasarkan pada aktivitas LGBT yang diharamkan Islam," ujar Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).

Menurut Ma'ruf, aktivitas LGBT bertentangan dengan sila kesatu dan kedua Pancasila. Selain itu, LGBT bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 29 ayat 1 dan Pasal 28 J. (Baca: Menteri Agama: Kita Tak Boleh Memusuhi LGBT)

Selain itu, menurut Ma'ruf, aktivitas LGBT tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Ma'ruf mengatakan, MUI sendiri telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan. (Baca: Luhut: LGBT Juga WNI, Punya Hak Dilindungi Negara)

Dalam fatwa ini, MUI menyatakan bahwa aktivitas LGBT diharamkan karena merupakan suatu bentuk kejahatan.

"Aktivitas seksual LGBT juga dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan dan sumber penyakit menular seperti HIV/AIDS," kata Ma'ruf. (Baca: LGBT Sudah Terbentuk sejak Janin)

Menteri Agama: Kita Tak Boleh Memusuhi LGBT

Rabu, 17 Februari 2016 | 13:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghimbau lembaga-lembaga keagamaan perlu mengambil langkah positif untuk mencari dan menggali akar penyebab seseorang menjadi lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), serta melakukan upaya penanggulangan yang berbasis pendekatan agama dan ilmu jiwa.

"Kita tidak boleh memusuhi dan membenci mereka sebagai warga negara, tapi bukan berarti kita membenarkan dan membiarkan gerakan LGBT menggeser nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa," kata Lukman dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/2/2016).

Menag memandang munculnya fenomena LGBT sebagai masalah sosial yang mengancam kehidupan beragama, ketahanan keluarga, kepribadian bangsa, serta menjadi ancaman potensial bagi sistem hukum perkawinan di Indonesia yang tidak membenarkan perkawinan sesama jenis.

Mayoritas masyarakat Indonesia pun, kata dia, menolak legalisasi komunitas LGBT di negeri ini. (baca: Neurolog: LGBT Bukan Kelainan atau Penyakit)

"Sejumlah organisasi keagamaan telah menyampaikan pernyataan sikap menolak LGBT dan berupaya mencari solusi dalam menemukan jalan untuk merehabilitasi diri," ucap Lukman.

Lukman memandang, penguatan kerja sama lembaga-lembaga keagamaan dan elemen masyarakat, serta peran aktif pers dan media massa lainnya yang peduli pada masalah ini perlu dikembangkan sebagai satu dari sekian banyak strategi. (baca: LGBT Sudah Terbentuk Sejak Janin)

Selain itu, Kementerian Agama juga mendorong upaya penguatan lembaga keluarga sebagai benteng pertahanan. (baca: Luhut: LGBT Juga WNI, Punya Hak Dilindungi Negara)

"Kami sedang mengembangkan optimalisasi kursus pranikah bagi pasangan-pasangan yang mau menikah, konsultasi dan pembimbingan bagi keluarga, dan usaha mediasi bagi problem-problem keluarga," ucap politisi Partai Persatuan Pembangunan ini.

Ketua MUI: LGBT Tak Boleh Diperlakukan DiskriminatifRabu, 17 Februari 2016 | 15:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin mengimbau agar masyarakat tidak berlaku diskriminatif terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

Menurut Ma'ruf, komunitas LGBT adalah masyarakat yang memerlukan bimbingan agar tidak kembali menyimpang.

"Kita mengimbau umat agar tidak melakukan cara-cara diskriminatif atau langkah kekerasan. Mereka (komunitas LGBT) harus dikasihani, bukan dimusuhi," kata Ma'ruf Amin dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).

Ma'ruf mengatakan, sebagai sesama manusia, masyarakat juga wajib memperlakukan kaum LGBT dengan manusiawi.

Hal itu berarti tidak membedakan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, menurut Ma'ruf, perilaku LGBT tetap bertentangan dengan ajaran Islam karena dinilai sebagai perilaku seks menyimpang.

Tak hanya itu, aktivitas LGBT dinilai tak sesuai dengan konstitusi dan Pancasila.

MUI mendesak agar pemerintah melakukan upaya rehabilitasi bagi anggota komunitas LGBT. Ia menyatakan, MUI siap untuk memberikan sosialiasi dan dakwah untuk menghindari masyarakat terpengaruh dengan perilaku LGBT.

"Kalau soal manusia, kita perlakukan sebagai manusia, tetapi perilakunya harus diluruskan," kata Ma'ruf