18
1 BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh di berbagai habitat, seperti pinggiran sawah, kebun atau hutan (Soejono, 1996). Komponen utama sambiloto adalah andrographolide yang terdapat pada seluruh bagian tanaman, namun bagian tanaman yang tertinggi mengandung andrographolide adalah bagian daun (sekitar 1%). Andrographolide merupakan diterpene lactone yang banyak digunakan dalam komposisi obat memiliki rasa pahit. Secara tradisional sambiloto telah dipergunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular atau serangga, demam, desentri, reumatik, tuberculosis, dan lain-lain. Sambiloto juga dimanfaatkan untuk antimikroba, antibakteri, antihperglikemik, anti sesak napas dan untuk memperbaiki fungsi hati. Berdasar Materia Medika Indonesia (MMI), standar mutu simplisia sambiloto adalah Kadar sari larut dalam air lebih dari 18%, Kadar sari larut dalam alkhohol minimal 9.7 %. Hasil seleksi dari pengumpulan plasma nutfah sambiloto dari Jawa Tengah dan Jawa Barat telah dipilih 5 nomor aksesi. Pengujian lima nomor harapan sambiloto hasil seleksi plasma nutfah telah dilakukan ditiga lokasi agroklimat yaitu Cimanggu dan Karanganyar selama dua musim tanam dan di Cileungsi selama satu musim tanam dan tambahan satu musim tanam pada musim kemarau. Dari kelima aksesi tersebut panen musim penghujan pertanaman di Cimanggu menghasilkan kadar andrographolide 0.365 0.620%, kadar sari larut air 22.265 - 23.255%, kadar sari larut alkhohol 18.750 21.565%, dan produksi terna basah 5.21 10.25kg/plot (12m2), sedang pada pertanaman yang dipanen musim kemarau pada lokasi yang sama mempunyai kadar andrographolide 0.811.45%, kadar sari larut air 23.74 26.01%, kadar sari larut alkhohol 17.26 22.76%, dan produksi terna basah kurang dari 50g/tanaman (Wahyuni, 2007 dalam Wahyuni dkk., 2010). Pada habitat sambiloto ditemukan ada 11 jenis pohon dan 20 herba (termasuk sambiloto). Indek Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis pohon: Tectona grandis L. (jati) dan jenis herba Andrographis paniculata Ness (sambiloto). Pola sebaran sambiloto mengelompok, sedangkan jenis herba lainnya seragam. Sambiloto pada umumnya tumbuh di bawah naungan pohon jati. Mutu simplisia sambiloto yang ditanam secara tumpang sari dengan jagung tidak berbeda jika dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur. Pola

Makalah Sambiloto

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Sambiloto

1

BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh di berbagai habitat, seperti

pinggiran sawah, kebun atau hutan (Soejono, 1996). Komponen utama sambiloto adalah

andrographolide yang terdapat pada seluruh bagian tanaman, namun bagian tanaman yang

tertinggi mengandung andrographolide adalah bagian daun (sekitar 1%). Andrographolide

merupakan diterpene lactone yang banyak digunakan dalam komposisi obat memiliki rasa

pahit. Secara tradisional sambiloto telah dipergunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular

atau serangga, demam, desentri, reumatik, tuberculosis, dan lain-lain. Sambiloto juga

dimanfaatkan untuk antimikroba, antibakteri, antihperglikemik, anti sesak napas dan untuk

memperbaiki fungsi hati. Berdasar Materia Medika Indonesia (MMI), standar mutu simplisia

sambiloto adalah Kadar sari larut dalam air lebih dari 18%, Kadar sari larut dalam alkhohol

minimal 9.7 %. Hasil seleksi dari pengumpulan plasma nutfah sambiloto dari Jawa Tengah

dan Jawa Barat telah dipilih 5 nomor aksesi. Pengujian lima nomor harapan sambiloto hasil

seleksi plasma nutfah telah dilakukan ditiga lokasi agroklimat yaitu Cimanggu dan

Karanganyar selama dua musim tanam dan di Cileungsi selama satu musim tanam dan

tambahan satu musim tanam pada musim kemarau. Dari kelima aksesi tersebut panen musim

penghujan pertanaman di Cimanggu menghasilkan kadar andrographolide 0.365 – 0.620%,

kadar sari larut air 22.265 - 23.255%, kadar sari larut alkhohol 18.750 – 21.565%, dan

produksi terna basah 5.21 – 10.25kg/plot (12m2), sedang pada pertanaman yang dipanen

musim kemarau pada lokasi yang sama mempunyai kadar andrographolide 0.81– 1.45%,

kadar sari larut air 23.74 – 26.01%, kadar sari larut alkhohol 17.26 – 22.76%, dan produksi

terna basah kurang dari 50g/tanaman (Wahyuni, 2007 dalam Wahyuni dkk., 2010).

Pada habitat sambiloto ditemukan ada 11 jenis pohon dan 20 herba (termasuk

sambiloto). Indek Nilai Penting (INP) tertinggi pada jenis pohon: Tectona grandis L. (jati)

dan jenis herba Andrographis paniculata Ness (sambiloto). Pola sebaran sambiloto

mengelompok, sedangkan jenis herba lainnya seragam. Sambiloto pada umumnya tumbuh di

bawah naungan pohon jati. Mutu simplisia sambiloto yang ditanam secara tumpang sari

dengan jagung tidak berbeda jika dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur. Pola

Page 2: Makalah Sambiloto

2

tanam sambiloto dengan jagung jarak tanam 90 cm x 20 cm, layak secara finansial dengan

pendapatan bersih mencapai Rp 1.188.360,00 dan B/C rasio 1,45 per 1.000 m2 lahan dan

memberikan sumbangan lebih dari 20% terhadap pendapatan petani sebagai manager

usahatani, serta mempunyai daya adaptasi yang cukup fleksibel terhadap perubahan biaya

produksi dan harga produk. Serta memberikan tambahan pendapatan bersih (keuntungan) Rp

51.675,00/1.000 m2 lahan dibandingkan pola monokultur.

B. Tujuan

1. Mengetahui karakteristik, teknik budidaya, dan penanganan pasca panen tanaman

sambiloto (Andrographis paniculata Ness).

2. Mengetahui khasiat dan prospek tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness).

Page 3: Makalah Sambiloto

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Nama Tanaman

Bahasa Indonesia : Sambiloto

Bahasa latin : Andrographis paniculata Ness

Bahasa daerah : ki oray atau ki peurat, bidara, sadilata, takila, papaitan, ampadu

Bahasa inggris : creat, green chiretta, halviva

Bahasa China : chuan xi lian ,yi jian xi, lan he lian

Bahasa Vietnam : xuyen tam lien, cong cong

Bahasa India dan Pakistan: kirata ,mahatitika

Nama simplisia : Andrographidis Herba (Herba Sambiloto) atau Andrographidis

Folium (Daun Sambiloto) (Purwanti, 2014)

B. Sifat Botani

Sambiloto merupakan tanaman semusim, hidup secara liar, dan sebagian ditanam di

halaman rumah sebagai tanaman obat, sekarang banyak orang secara khusus membudidayakan

tanaman yang memiliki rasa pahit ini karena khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai macam

penyakit. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran

sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto merupakan herba perenial, tinggi 30 - 100 cm. Sambiloto

memiliki batang berkayu berbentuk bulat telur dan segi empat serta memiliki banyak cabang

(monopodial). Daun tunggal saling berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk pedang (lanset)

dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau

muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm Bunga sambiloto berwarna putih keunguan, bunga

berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal dan ujung lancip. Bunga tumbuh dari ujung

batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki

buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam,

bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan

buahnya ditemukan sepanjang tahun (Purwanti, 2014).

Tumbuhan sambiloto memiliki daya adaptasi pada lingkungan ekologi setempat.

Tumbuhan tersebut terdapat di seluruh Nusantara karena dapat tumbuh dan berkembang baik

pada berbagai topografi dan jenis tanah. Tumbuh baik pada curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun,

suhu udara 25 – 32°C serta kelembaban yang dibutuhkan antara 70 – 90 %. Tumbuhan sambiloto

Page 4: Makalah Sambiloto

4

dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ialah yang subur, mengandung banyak humus, tata udara

dan pengairan yang baik. Sambiloto tumbuh optimal pada pH tanah 6 – 7 (netral). Pada tingkat

kemasaman tersebut, unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan mudah diserap

oleh tanaman. Kedalaman perakaran sambiloto dapat mencapai 25 cm dari permukaan tanah

(Anonymous, 2002 cit Anonymous, 2003 cit Pujiasmoro dkk, 2007).

Habitat alamiah sambiloto ialah di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, atau di

bawah tegakan pohon jati atau bambu. Sambiloto menghendaki banyak sinar matahari selama

pertumbuhannya. Namun, naungan 0 – 30 % masih memberi produksi baik (Yusron et al. 2005

cit Jufri dan Utami, 2012).

C. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Manolipsida

Ordo : Mamiales

Famili : Acanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Ness (Purwanti, 2014).

D. Persebaran

Tanaman dengan khasiat segudang ini diduga terdapat secara liar di India dan meluas ke

arah Selatan melalui Thailand ke Malaysia sebelah utara dan terus meluas ke Indonesia. Di Asia

tanaman ini terdapat di negera-negara India, Srilangka, Singapura, Bangladesh, Thailand, Brunai

Darussalam, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan Indonesia. Persebaran di Indonesia meliputi

hampir seluruh wilayah Nusantara.

Page 5: Makalah Sambiloto

5

III. BUDIDAYA TANAMAN SAMBILOTO

A. Syarat Tumbuh

a. Iklim: Curah hujan 2000-3000 mm/tahun, bulan basah (di atas 100 mm/bulan) sekitar 5 –7

bulan, bulan kering (di bawah 60 mm/bulan) sekitar 4 - 7 bulan suhu udara 25°C - 32°C.

b. Ketinggian tempat: Ketinggian tempat dari daerah pantai (1 mdpl) sampai ketinggian 600

m dpl.

c. Intensitas cahaya: Sambiloto menghendaki banyak sinar matahari. Namun demikian

tanaman ini masih tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kondisi ternaungi sampai

30%.

d. Jenis tanah: Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Pada habitat

alamnya, sambiloto ditemui hutan-hutan pada kondisi solum tanah yang dangkal. Namun

untuk hasi maksimal sebaiknya di tanah Andosol dan Latosol.

B. Teknik Budidaya

1. Bahan Tanam

Sambiloto dapat diperbanyak secara vegetatif (dengan setek) maupun generatif

(dengan biji). Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih

dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum disemai. Penyemaian dilakukan

pada bedeng dengan media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan

perbandingan 1 : 1 : 1. Perkecambahan akan terjadi sekitar tujuh hari kemudian. Setelah

mempunyai lima helai daun, benih kemudian dipindah ke polibag dengan media tanam

campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang. Benih dapat dipindah ke lapang setelah 21 hari.

Benih dari setek diambil dari tiga ruas pucuk tanaman yang sudah berumur satu

tahun. Benih setek siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 21 hari. Benih dari setek

lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.

2. Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur dengan cara

menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm. Tanah hendaknya dibersihkan dari

ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Saluran drainase harus

diperhatikan, terutama pada lahan yang datar jangan sampai terjadi genangan (drainase

Page 6: Makalah Sambiloto

6

kurang baik). Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari

berkembangnya penyakit tanaman.

3. Penanaman

Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal, jarak tanam yang

dianjurkan adalah 40 x 50 cm atau 30 x 40 cm disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah.

Penanaman dapat dilakukan pada bedengan maupun guludan yang disesuaikan dengan

kondisi lahan.

4. Pemupukan

Ketersediaan unsur hara seperti N, P, dan K juga menentukan produksi dan mutu

simplisia sambiloto. Pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman sambiloto meliputi pupuk

kandang, pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam.

Dosis pupuk kandang anjuran berkisar antara 10-20 ton/ha, disesuaikan dengan tingkat

kesuburan tanah. Pada tanah yang miskin dan kurang gembur, dianjurkan untuk

memberikan pupuk kandang lebih banyak. Dosis pupuk buatan yang dianjurkan adalah

100-200 kg Urea, 150 kg SP-36, 100-200 kg KCl per hektar. Pupuk SP-36 dan KCl

diberikan pada saat tanam, sedang Urea diberikan dua kali, yakni pada umur satu dan dua

bulan setelah tanam, masing-masing setengah dosis.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan

dilakukan seperlunya disesuaikan dengan kondisi perkembangan gulma. Disamping itu,

drainase perlu juga dipelihara untuk menghindari terjadinya genangan air.

Organisme pengganggu tanaman seperti hama dan penyakit yang ditemukan

menyerang pertanaman sambiloto adalah Aphis spp dan Sclerotium sp. Sclerotium sp

seringkali menyerang sambiloto khususnya pada musim hujan, dan menyebabkan tanaman

layu. Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol dapat mencegah penyebaran Sclerotium sp.

6. Pola tanam

Sampai saat ini sambiloto belum dibudidayakan secara luas. Rendahnya produktivitas

tanaman dan tingkat pendapatan yang diperoleh dari budidaya sambiloto secara

monokultur menyebabkan petani tidak tertarik untuk membudidayakan sambiloto.

Pembudidayaan sambiloto secara tumpangsari dengan tanaman pangan merupakan salah

satu cara untuk menarik minat petani mengembangkan sambiloto. Sambiloto

Page 7: Makalah Sambiloto

7

memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari karena tanaman ini mampu tumbuh dan

menghasilkan mutu yang baik pada kondisi ternaungi.

7. Panen

Panen sebaiknya segera dilakukan sebelum tanaman berbunga, yakni sekitar 2 - 3

bulan setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama sekitar 10 cm

diatas permukaan tanah. Panen berikutnya dapat dilakukan dua bulan setelah panen

pertama. Produksi sambiloto dapat mencapai 35 ton biomas segar per ha, atau sekitar 3 -

3,5 ton simplisia per ha. Biomas hasil panen dibersihkan, daun dan batang kemudian

dijemur pada suhu 40 - 50°C sampai kadar air 10 %. Penyimpanan ditempatkan dalam

wadah tertutup sehingga tingkat kekeringannya tetap terjaga.

C. Pasca Panen dan Pengolahan

Kegiatan pasca panen mencakup dua hal yaitu penanganan (handling) bahan mentah

dan pengolahan (processing) bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi.

Kendala yang sering dihadapi baik ditingkat petani maupun industri adalah teknologi pasca

panen sambiloto yang standar belum tersedia sehingga mutu produk hasil olahan yang

dihasilkan belum memenuhi standar.

Waktu pengangkutan mempengaruhi hasil panen yang akan dijadikan bahan baku.

Diusahakan bahan hasil panen tidak terkena panas yang berlebihan. Jika terkena panas secara

berlebihan, memungkinkan terjadinya fermentasi dan hal ini dapat menyebabkan bahan busuk

sehingga mutu simplisia kurang baik.

Mutu ekstrak dipengaruhi oleh beberapa hal, anatara lain mutu simplisia, peralatan

yang digunakan serta prosedur ekstraksi (ukuran, bahan, jenis pelarut, konsentrasi pelarut,

nisbah bahan dengan pelarut, suhu, lama ekstraksi, pengisatan, pemurnian, dan pengeringan

ekstrak). Ukuran partikel bahan yang digunakan dalam ekstraksi akan berpengaruh pada

bahan aktif ekstrak. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk memperbesar luar permukaan

pori-pori simplisia sehingga kontak antara partikel-partikel simplisia dengan pelarut semakin

besar. jaringan simplisia dapat mempengaruhi efektifitas ekstraksi. Simplisia yang memiliki

jaringan yang longgar akan lebih mudah diekstraksi dibandingan dengan bahan yang memiliki

jaringan yang kompak. Menurut Sumaryono (1996), simplisia yang memiliki jaringan yang

kompak sebelum diekstraksi perlu dibasahi atau dikembangkan terlebih dahulu. Untuk

Page 8: Makalah Sambiloto

8

sambiloto, menurut Sembiring et al. (2005), ukuran simplisia sambiloto untuk ekstraksi yang

optimal adalah ukuran 60 mesh.

Setelah panen, tanaman dibersihkan dan dicacah, dipanaskan dalam oven pada suhu 46

- 50°C selama delapan jam sampai benar-benar kering. Tanaman yang sudah dikeringkan lalu

di bungkus dengan plastik kedap udara supaya tetap terjaga kebersihan dan kualitasnya.

Disimpan pada tempat yang bersih dan sejuk. Pada sebuah jurnal menyatakan bahwa

penyimpanan lebih dari satu tahun akan menyebabkan penurunan pada kuantitas total dari

kandungan diterpene lactone sampai 25% (Benoy et al., 2012).

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan air dari

suatu bahan dengan menggunakan energi panas (Buckle et al., 1987). Tujuan dari

pengeringan yaitu untuk memperoleh bahan dengan masa simpan panjang. Menurut

Henderson dan Pery (1976) pengeringan dapat memberikan beberapa keuntungan antara lain,

memperpanjang masa simpan dan mengurangi penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut,

memudahkan dalam proses pengangkutan, menimbulkan aroma khas pada bahan tertentu dan

mutu hasil lebih baik serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Sambiloto yang baru dipanen

langsung disortir, kemudian dicuci sampai bersih dengan menggunakan air bersih. Pencucian

dilakukan secara berulang-ulang sampai bahan benar-benar bersih. Selanjutnya bahan

ditiriskan kemudian siap untuk dikeringkan/dijemur. Penjemuran sambiloto dapat dilakukan

dengan menggunakan sinar matahari, oven, fresh dryer maupun kombinasi matahari dengan

alat/blower. Menurut Rusli et al. (2004), pengeringan kombinasi antara matahari dengan alat

blower menghasilkan mutu simplisia yang lebih baik dibandingkandengan jenis pengering

matahari dan alat blower. Hal ini dilihat dari kadar sari air dan kadar sari alkohol yang

dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan alat pengering yang lain. Pada waktu

pengeringan yang perlu diperhatikan adalah suhu dan kadar air bahan, karena pengeringan

dengan menggunakan panas yang berlebihan dapat merusak mutu produk yang dihasilkan.

Mutu yang dimaksud adalah warna, tekstur, flavor dan karakteristik mutu produk. Suhu

pengeringan untuk tanaman sambiloto maksimum 50°C dan kadar air simplisianya maksimal

10%. Mutu simplisia merupakan salah satu faktor penentu utama untuk mendapatkan ekstrak

sambiloto yang berkualitas. Ciri-ciri simplisia yang baik adalah warna tidak jauh beda dengan

warna sebelum dikeringkan, yaitu warna hijau sesuai dengan warna aslinya.

Page 9: Makalah Sambiloto

9

Penggilingan

Penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran bahan sehingga mempermudah

dalam pengemasan dan lebih praktis dalam penggunaan. Penggilingan/penepungan dapat

dilakukan dengan menggunakan alat penggiling/penepung, seperti alat hummer mills. Dalam

penggilingan, ukuran bahan harus disesuaikan dengan keperluan penggunaan, misalnya jika

penggunaannya dengan cara diseduh atau digodok ukurannya cukup (20-40 mesh) karena

sebelum dikonsumsi disaring terlebih dahulu. Tetapi jika ingin dibuat produk kapsul, maka

ukuran serbuknya harus halus yaitu 80-100 mesh supaya jika dikonsumsi dapat larut semua

dalam tubuh. Selanjutnya untuk keperluan ekstraksi, menurut Sembiring, et al. (2005) ukuran

serbuk sambiloto yang baik untuk ekstraksi adalah 60 mesh. Menurut Purseglove (1981),

besar ukuran bahan yang dipakai untuk keperluan ekstraksi adalah 50 mesh dan yang terhalus

adalah ukuran 60 mesh.

Pengolahan sambiloto

Pengolahan sambiloto bertujuan untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah dari produk

serta mempermudah dalam pemakaian. Sambiloto dalam penggunaannya dapat berbentuk

segar, simplisia, serbuk, ekstrak baik ekstrak kental maupun ekstrak kering dan dalam bentuk

kapsul ataupun tablet.

Ekstrak kental/oleoresin

Ekstrak merupakan hasil pengolahan lanjutan dari serbuk sambiloto, dimana serbuk

dicampur dengan pelarut kemudian diaduk beberapa jam lalu didiamkan semalam besoknya

baru disaring. Hasil dari penyaringan diperoleh filtrat/sari yang selanjutnya diuapkan dengan

menggunakan alat rotavapor atau menggunakan wadah yang permukaannya luas sehingga

pelarut cepat menguap. Setelah pelarut menguap, maka yang tertinggal adalah sari sambiloto

yang berbentuk pasta dan sering disebut dengan nama ekstrak kental/oleoresin. Pemakaian

sambiloto dalam bentuk ekstrak akan lebih praktis pemakaiannya sebagai obat fitofarmaka

dan dosisnya lebih akurat. Menurut Sembiring et al. (2005), untuk mendapatkan ekstrak yang

bermutu, perlu dirperhatikan teknik ekstraksinya. Untuk sambiloto teknik ekstraksi yang

optimal yaitu menggunakan serbuk sambiloto berukuran 60 mesh, jenis pelarut etanol 70%,

perbandingan bahan dengan pelarut 1:10 dan lama ekstraksi 6 jam. Dari perlakuan tersebut

dihasilkan kadar andrograpolid ekstrak sebesar 6,86%. Selain faktor teknik ekstraksi, mutu

Page 10: Makalah Sambiloto

10

ekstrak juga dipengaruhi oleh faktor biologis, kimiawi, faktor internal, seperti senyawa aktif,

komposisi kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif (Sinambela, 2003).

Ekstrak kering

Ekstrak kering merupakan hasil pengolahan lanjutan dari ekstrak kental/oleoresin.

Pembuatan ekstrak kering dapat dilakukan dengan cara mengeringkan ekstrak kental.

Pengeringan dapat dilakukan baik menggunakan sinar matahari, oven, frezee dryer maupun

spray dryer. Menurut Sembiring et al. (2005), pengeringan ekstrak sambiloto dengan

menggunakan sinar matahari memakan waktu yang lama dan hasilnya kurang higienis.

Selanjutnya pengeringan menggunakan oven, freeze dryer dan spray dryer menghasilkan

ekstrak kering yang lebih higienis. Dari semua jenis pengering yang lebih higienis adalah alat

frezee drayer dan ekstrak yang dihasilkan lebih baik mutunya. Tetapi alat pengering tersebut

memiliki kelemahan yaitu memerlukan waktu yang lama untuk mengeringkan ekstrak yaitu

minimal 15 jam karena alat tersebut suhunya rendah sekali yaitu - 67°C. Untuk menghasilkan

ekstrak kering bermutu, dalam pembuatan ekstrak kering perlu ditambahkan bahan pengisi

yang bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan dan tekstur serbuk yang dihasilkan

lebih baik dan lebih kering. Pengeringan ekstrak kental tanpa penambahan bahan pengisi

dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengering frezee dryer tetapi hasilnya cepat

higroskopis. Penambahan bahan pengisi (amilum) kedalam ekstrak kental lebih kurang 30-

50%. Penambahan amilum pada konsentrasi tersebut dapat mempersingkat waktu

pengeringan yaitu 2-3 hari pada suhu 40-50°C.

Dari semua jenis pengering yang lebih aman terhadap resiko terjadinya degradasi

senyawa dalam ekstrak yang relatif termolabil adalah alat pengering frezee dryer (pengering

beku) (Sumaryono, 1996). Ekstrak sambiloto yang sudah kering digiling kemudian diayak

sehingga diperoleh serbuk ekstrak yang seragam ukurannya. Selanjutnya serbuk yang sudah

diayak siap untuk disimpan atau diolah lebih lanjut baik untuk produk kapsul maupun tablet

ataupun dicampur dengan bahan lain.

Penyimpanan

Simplisia atau serbuk yang dihasilkan sebelum diolah lebih lanjut dapat disimpan untuk

sewaktu-waktu diperlukan. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian adalah adanya

kemungkinan perubahan kimiawi selama penyimpanan. Penyimpanan bahan yang telah diolah

Page 11: Makalah Sambiloto

11

baik dalam bentuk simplisia maupun serbuk, sering terkontaminasi baik oleh bakteri maupun

kapang sehingga terjadi penurunan berat, mutu bahkan dapat menghasilkan toksin (beracun).

Untuk mengatasi masalah tersebut sebelum penyimpanan perlu dilakukan pengawetan

terhadap bahan yang disimpan. Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan

bahan tanpa merubah mutu produk. Berbagai cara untuk mengawetkan produk makanan salah

satunya adalah menggunakan bahan kimia. Tetapi cara ini memiliki kelemahan yaitu dapat

meninggalkan toksik pada produk, juga diperlukan karantina dalam waktu yang lama untuk

menurunkan toksiknya baru boleh dikonsumsi.

Selanjutnya melalui pemanasan pada suhu tinggi, ini dapat merusak zat aktif yang

terkandung di dalam produk karena sebagian zat yang terkandung dalam produk sensitif

terhadap panas, sehingga dapat menurunkan mutu. Cara yang lain adalah melalui iradiasi dan

ini merupakan jenis pengawetan yang baik untuk saat ini. Teknologi ini telah banyak

diaplikasikan untuk pengawetan produk makanan, kosmetik, obat maupun alat-alat

kedokteran yang embutuhkan sterilisasi tinggi. Proses iradiasi merupakan proses fisika

sederhana hanya melewatkan sinar gamma yang dihasilkan oleh Cobalt 60 atau Cesium 137.

Sinar gamma dikatakan memiliki kemampuan mereduksi mikroba karena dapat menyerang

molekul Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) sehingga pembelahan molekul akan dihambat dan

akibatnya sel tidak dapat berkembang biak.

Menurut Ma’mun et al. (2005), penyimpanan ekstrak sambiloto baik dalam bentuk

ekstrak kental/oleoresin maupun kering tahan disimpan sampai penyimpanan umur 6 bulan

tanpa merubah mutu dari ekstrak. Menurut Amin (1993) dalam Subandrio dan Danur (1996),

membuktikan bahwa iradiasi dengan sinar gamma dengan dosis 3 kGy, 5 kGy dan 7 kGy

tidak berpengaruh terhadap kestabilan struktur kurkuminoid serbuk utuh, serbuk tanpa minyak

atsiri dan oleoresin temulawak.

Page 12: Makalah Sambiloto

12

D. Manfaat dan Khasiat Sambiloto

Manfaat sambiloto memang tak sedikit. Ekstraknya ternyata mampu melawan

Plasmodium berghei parasit penyebab malaria dengan menghambat perkembangbiakannya.

Zat neoandrografolid dan deoksandrografolid memegang peranan penting. Bahkan, ekstrak

herba ini terbukti mampu mengatasi diare yang disebabkan bakteri Eschericia coli.

Andrografolid dan neoandrografolid menunjukkan kemampuan setara dengan ioperamide

(Imodium), obat diare paling top. Pada penelitian Deng pada 1978 sambiloto digunakan untuk

mengobati 1.611 pasien disentri bakteri dan 955 kasus diare. Hasilnya tingkat kesembuhan

mencapai 91,3%. Sambiloto ternyata berkhasiat pula untuk mencegah penyakit jantung dan

penyempitan pembuluh darah. Para peneliti menemukan bahwa ekstrak sambiloto berkhasiat

antihipertensi. Noradrenalin, hormon hasil sekresi otak, menyebabkan pengerutan pembuluh

darah dan menambah detak jantung, tekanan darah, dan kadar gula darah. Sambiloto mampu

menghambat peningkatan tekanan darah yang diakibatkan hormon tersebut. Herba itu

Page 13: Makalah Sambiloto

13

melemaskan otot-otot dinding pembuluh darah agar tak mengerut. Peredaran darah lancar dan

oksigen tetap mengalir ke otak.

Di India, sambiloto digunakan sebagai obat ampuh untuk mengatasi gigitan ular.

Gigitan serangga pun mampu disembuhkan. Ia juga digunakan untuk mengatasi penyakit

liver. Pada sebuah penelitian, beberapa penderita epatitis diberi rebusan atau infus sambiloto.

Pada hari kelima, warna kuning pada mata dan kulit berkurang. Lalu hilang dalam 24 hari.

Andrografolid memang memiliki efek farmakologis hebat. Penyakit amandel, infeksi

pernapasan, dan tuberkolosa tak luput disembuhkan. Di Cina, ujicoba yang dilakukan pada

129 penderita radang amandel akut, 65% menunjukkan respons positif. Ujicoba juga

dilakukan pada 49 pasien peumonia. Hasilnya 35 orang di antaranya membaik dan 9 sembuh.

Sebanyak 111 penderita bronkhitis kronis dan infeksi paru-paru mengalami perlakuan

sama. Ternyata demam 72% pasien mereda dalam tiga hari dan infeksi berkurang pada 40%

pasien dalam seminggu.

Rifampin biasa digunakan dalam terapi TBC. Namun, tingkat kematian pasien 22,5%.

Dengan infus andrografolid, hasilnya membaik. Pada 70 pasien TBC meningitis di Shantou,

Cina, 30% dinyatakan sembuh dengan tingkat kematian 8,6%.Selain pahit, sambiloto juga

bersifat dingin. Oleh karena itu ia berkhasiat membersihkan dan menghilangkan panas dalam,

menghilangkan lembab, menawarkan racun, menghilangkan bengkak dan sakit.

E. Analisis SWOT

1. STRENGTH

Kekuatan dari budidaya tanaman sambiloto adalah sifat dari tanaman tersebut yang tidak

memerlukan syarat istimewa untuk tumbuh. Hal tersebut dikarenakan sambiloto adalah

tumbuhan liar yang dibudidayakan. Selain itu, simplisia sambiloto (daun) dapat

dikeringkan sehingga bias bertahan lama jika disimpan.

2. WEAKNESS

Kelemahan budidaya tanaman sambiloto adalah karena simplisia yang diambil adalah

daun maka pemupukan yang dilakukan harus benar-benar tepat dosis agar

pertumbuhannya baik. Selain itu, hama dan penyakit rentan menyerang sambilto seperti

kutu aphis sehingga membutuhkan perlakuan untuk mencegah atau mengendalikan

serangan tersebut.

Page 14: Makalah Sambiloto

14

3. OPORTUNITY

Kebutuhan sambiloto untuk obat namun belum banyak masyarakat yang

membudidayakan menjadikan peluang terbuka lebar. Petani dapat membudidayakan

sambiloto dengan didukung sosialisasi oleh penyuluh pertanian mengenai tanaman

sambiloto. Jadi, apabila muncul kesinergisan antara petani dengan pemerintah makan

bukan hal yang tidak mungkin apabila sambiloto menjadi tanaman priooritas yang

dibudidayakan.

4. TRHEATMENT

Hambatan dalam budidaya sambiloto adalah lemahnya pasar sambiloto saat ini sehingga

minat budidaya sambiloto sangat kecil. Selain itu, budidaya tanaman lain yang bermanaat

sama dengan sambiloto lebih digemari daripada budidaya tanaman sambiloto itu sendiri.

Page 15: Makalah Sambiloto

15

IV. KESIMPULAN

1. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran

sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi

empat serta memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal saling berhadapan,

berbentuk pedang (lanset) dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau. Bunga

sambiloto berwarna putih keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan panjang) dengan

pangkal dan ujung lancip. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan buahnya ditemukan

sepanjang tahun.

2. Menurut analisis SWOT, budidaya tanaman sambiloto masih sangat menguntungkan.

3. Sambiloto dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal, yaitu: mampu melawan

Plasmodium berghei parasit penyebab malaria, mengatasi diare yang disebabkan bakteri

Eschericia coli, mencegah penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah, mengatasi

gigitan ular, mengatasi penyakit liver

Page 16: Makalah Sambiloto

16

LAMPIRAN

(sumber: http://puspa-

notes.blogspot.co.id/2010_05_01_archive.html)

(sumber: http://www.tipssehatalami.com/2013/12/25-

khasiat-dan-manfaat-sambiloto.html)

(sumber: http://health.kompas.com/read/2009/11/17/

08261750/Sambiloto.Tingkatkan.Daya.

Tahan.Tubuh)

(sumber: http://obatkankermanjur.com/khasiat-

sambiloto/)

Page 17: Makalah Sambiloto

17

DAFTAR PUSTAKA

Benoy, G. K., D. K. Animesh., M. Aninda, D. K. Priyanka, H. Sandip. 2012. An overview on

Andrographis paniculata (burm. F.). IJRAP 3(6) Nov-Des

Jufri, A. dan Utami, N. 2012. Budidaya sambiloto di antara tegakan tanaman tahunan pada

wilayah perkebunan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia vol. 14: 1-5.

Pujiasmoro, B., J. Moenandir. Syamsulbahri, dan Kuswanto. 2007. Kajian agroekologi dan

morfologi sambiloto (Andrographispaniculata Ness.) pada Berbagai Habitat.

Biodiversitas 8: 326-329.

Purwanti, S. 2014. Penanaman sambiloto. <http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/

7218>. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2015.

Sembiring, B. Br. 2008. Status Teknologi Pasca Panen Sambiloto (Andrographis paniculata

Needs). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pp 134-144

Sulistijo, T.D., dan B. Pujiasmanto. 2007. Identifikasi sambiloto (Andrographis paniculata Ness)

sebagai dasar pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Biodiersitas 8 (3) : 218-222.

Suhesti, Amalia, Nursalam, W. Haryudin, R. Bakti, dan S. Aisyah. 2010. Persiapan pelepasan

varietas pegagan, sambiloto, purwoceng, menthe dengan produktivitas > 15%.

<http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/laptek/2010/persiapan%20pel

epasan%20varietas%20pegagan,%20mentha%20dan%20sambiloto.pdf>. Diakses pada

25 Oktober 2015.

Wahyuni, S., N. Bermawie, E. Hadipoentyanti, O. Rostiana, C. Syukur, S. Purwiyanti, S. Benoy,

G. K., D. K. Animesh., M. Aninda, D. K. Priyanka, H. Sandip. 2012. An overview on

Andrographis paniculata (burm. F.) nees. IJRAP 3(6) Nov-Des

Page 18: Makalah Sambiloto

18

MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN BERKHASIAT OBAT

Budidaya Tanaman Sambiloto

(Andrographis paniculata Ness)

Disusun oleh:

Kelompok VI

Tegar Sataria Sakti (12889)

Dhimas Iksan Prakoso (12896)

Adelina Rachma A. (12920)

Muh. Eko Riyo Bayu P. (12946)

Dosen Pengampu : Ir. Rohlan Rogomulyo, M.P.

Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta

201