30
Latar Belakang Pada saat ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat mengalami peningkatan. Oleh karena itu banyak penelitian yang mengarah pada pemaanfaatan tumbuhan obat tersebut. Salah satunya adalah penelitian mengenai isolasi senyawa aktif dari tumbuhan obat. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat salah satunya adalah sambiloto (Andrographis paniculata Ness). Sambiloto adalah tanaman liar yang diduga berasal dari India. Tanaman yang sangat pahit ini dipatenkan sebagai obat antiHIV oleh sebuah perusahaan Farmasi Jerman. Sementara di Indonesia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI, menetapkan Sambiloto sebagai salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan yang sudah diuji secara klinis. ambiloto tumbuh liar di tempat terbuka seperti kebun, tepi sungai tanah kosong yang agak lembap atau dipekarangan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, bentuk laset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu,. Buah kapsul berbentuk jorong. Perbanyak dengan biji atau stek batang. Tanaman sambiloto berkembang baik dengan biji atau stek batang. Tinggi pohon dewasa bisa mencapai 50-90 cm. Batang dan cabangnya berbentuk segi empat, sedangkan daunnya berjenis tunggal dengan panjang sekitar 2-8 cm dan lebar 1-3 cm. Kandungan kimia yang terdapat pada Sambiloto, yaitu: 1

Sambiloto Murali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sambiloto Murali

Latar Belakang

Pada saat ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat mengalami

peningkatan. Oleh karena itu banyak penelitian yang mengarah pada

pemaanfaatan tumbuhan obat tersebut. Salah satunya adalah penelitian

mengenai isolasi senyawa aktif dari tumbuhan obat. Tumbuhan yang dapat

digunakan sebagai obat salah satunya adalah sambiloto (Andrographis

paniculata Ness).

Sambiloto adalah tanaman liar yang diduga berasal dari India. Tanaman

yang sangat pahit ini dipatenkan sebagai obat antiHIV oleh sebuah perusahaan

Farmasi Jerman. Sementara di Indonesia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI,

menetapkan Sambiloto sebagai salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan

yang sudah diuji secara klinis.

ambiloto tumbuh liar di tempat terbuka seperti kebun, tepi sungai tanah

kosong yang agak lembap atau dipekarangan. Daun tunggal, bertangkai pendek,

letak berhadapan bersilang, bentuk laset, pangkal runcing, ujung meruncing,

tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2-8 cm,

lebar 1-3 cm. Bunga berbibir berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih

bernoda ungu,. Buah kapsul berbentuk jorong. Perbanyak dengan biji atau stek

batang.

Tanaman sambiloto berkembang baik dengan biji atau stek batang. Tinggi

pohon dewasa bisa mencapai 50-90 cm. Batang dan cabangnya berbentuk segi

empat, sedangkan daunnya berjenis tunggal dengan panjang sekitar 2-8 cm dan

lebar 1-3 cm.

Kandungan kimia yang terdapat pada Sambiloto, yaitu:

Sambiloto mengandung senyawa flavonoid yang bersifat mencegah sekaligus

menghancurkan penggumpalan darah.

Sambiloto memiliki kadar kalium yang tinggi dan rendah kandungan natrium.

Kalium diperlukan untuk mengeluarkan air dan natrium dalam tubuh

sehingga bisa menurunkan tekanan darah. Sementara natrium harus di

hindari karena bisa meningkatkan tekanan darah.

1

Page 2: Sambiloto Murali

Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional di

Indonesia adalah sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang mempunyai

banyak sekali khasiat, diantaranya untuk penyakit kurap, sakit perut, demam

karena gigitan serangga/ular berbisa, tifus dan penyakit malaria (Heyne,

1987).Tanaman ini juga mengandung andrografin, androgafolid (zat pahit) dan

panikulin dimana sifat antibiotiknya mampu meningkatkan fungsi pertahanan

tubuh dan membantu menyembuhkan luka akibat kanker.

Orang jawa biasa menyebutnya sebagai “obat segala obat”. Julukan ini

diberikan karena diangap mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Samiloto

yang memiliki nama ilmiah Andrographis paniculata Ness, diketahui dapat

mempertahankan kondisi dan imunitas tubuh, menanggulangi diabetes,

menurunkan tekanan darah tinggi, mengobati kanker prostat, hepatitis, penyakit

paru, disentri, tiroid, diare, amandel, influenza, radang ginjal, usus buntu,

malaria dan sebagainya.

Klasifikasi Simplisia

Tanaman sambiloto mempunyai nama latin Andrographis paniculata

Ness memiliki sinonim Justicia paniclata Burn; Justicia latebrosa Russ. Dengan

nama daerah : Papaitan, Ki peurat atau bidara. (Depkes, 1979)

Klasifikasi tanaman sambiloto adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub-kingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermahopyta

Divisio : Magnoliopyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales

Familia : Acanthaceae

2

Page 3: Sambiloto Murali

Genus : Andrographis

Species : Andrograpis paiculata Ness.

Kandungan Kimia

Sifat-sifat kimia yang dimiliki tanaman sambiloto (Andrographis

paniculata Ness ) antara lain rasa pahit, dingin, masuk meridian paru,

lambung, usus besar dan usus kecil. Daun dan percabangannya mengandung

laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit),

neoandrgrafolid, 14-deoksi-11-12-didehidroandrografolid, dan

homoandrografolid, flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalium,kalsium,

natrium). Asam kersik, damar. Flavonoid terbanyak diisolasi dari akar yaitu

polimetatoksivaflavon, andrografin, pan, ikkulin. Mono-0-metilwhitin dan

apigenin-7,4 dimetileter. Zak aktif andrografoid terbukti berkhasiat sebagai

hepatoprotektor (melindungi sel hati dari zat  toksin).

Daun Andrographis paniculata mengandung saponin, flavonoid, dan

tannin juga mengandung zat pahit andrografolida yang merupakan golongan

diterpenoid (Brooke et al., 2003).

3

Page 4: Sambiloto Murali

Khasiat dan Manfaat

Secara invitro tanaman sambiloto mempunyai khasiat antidiabetik

dengan cara mempengaruhi sekresi insulin dari pulau Langerhans. Daun atau

herba sambiloto digunakan pada pengobatan tradisional antara lain untuk

disentri, kencing manis, demam, sakit kepala, penawar bisa ular, tonikum,

penyakit kulit dan tifus (Brooke et al., 2003).

Pengujian Simplisia

Makroskopik

Tanamanan sambiloto merupakan terna tumbuhan tegak, tinggi 40 cm sampai 90

cm, percabangan banyak letak yang berlawanan, cabang berbentuk segi empat dan

tidak berambut. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam, tepi daun

rata, panjang daun 3 cm samapi 12 cm dan lebar 1 cm sampai 3 cm, panjang

tangkai 5 mm sampai 25 mm; daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung.

Perbungaan tegak bercaban-cabang, gagang bunga 3 mm samapi 7 mm., panjang

kelopak bunga 3 mm sampai 4 mm. Bunga berbibir tabung, panjang 6 mm, bibir

bunga bagian atas berwarna putih dengan warna kuning dibagian atasnya, ukuran 7

mm sampai 8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji, berwarna ungu dan

panjang 6 mm. Tangkai sari sempit dan melebar pada bagian pangkal, panjang 6

mm. Bentuk buah jorong dengan ujung yang tajam, panjang lebih kurang 2 cm, bila

tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Depkes, 1979)

4

Page 5: Sambiloto Murali

Mikroskopik

Daun : epidermis atas terdiri dari satu lapis sel berbentuk segi empat, kutikula tipis,

pada penampang tangensial tampak berbentuk polygonal, dinding samping lurus,

tidak terdapat stomata.pada lapisan epidermis terdapat banyak sel litosiis yang

berisi sistolit ; sistolit mengandung banyak kalsium karbonat. Selitosis umumnya

lebih besar daripada sel epidermis, bentuk jorong atau bulat telur memanjang. Sel

epidermis bawah lebih kecil dari sel epidermis atas, pada penampang tangensial

tampak dinding samping bergelombang. Stomata sangat banyak tipe bidiasitik dan

diasitik, mumnya dibiasitik.rambut kelenjar dan litosis lebih banyak terdapat di

epidermis bawah daripada epidermis atas jaringan palisade umumnya terdiri dari

satu lapis sel jarang yang dua lapis. Naringan unga karang terdiri dari beberapa

lapis sel bunga karang, tersusun renggang dengan rongga udara yang besar ;

diantara sel bunga karang terdapat juga sel litosis serupa degan yang terdapat di

epidermis (MMI, 1979).

Perameter Simplisia

Dilakukan dengan menentukan karakterisasi simplisia dari

Andrographis paniculata Ness, yaitu :

Kadar abu tidak lebih dari 12%

Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2,2%

Kadar sari yang larut dalam air tidak kurang dari 18%

Kadar sari yang larut dalam etanol tidak kurang dari 9,7%

Bahan organic asing tidak lebih dari 2%

(MMI, 1979)

5

Page 6: Sambiloto Murali

Metode

Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan

menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara

ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium

pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula.

Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh

sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”.

Micelle ini dapat diubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair

dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat

diproses menjadi ekstrak kering. (Agoes.G,2007).

Pelarut untuk ekstraksi terdiri atas :

Pelarut Non polar : N-heksan, Diklorometan, Kloroform, Benzena, dietil eter,

dll.

Pelarut polar : Air, metanol, etanol, dll. Pelarut Semipolar : Aseton, etil

asetat, dll.

Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah

maserasi, perkolasi dan sokletasi (Depkes RI, 1979).

6

Page 7: Sambiloto Murali

A. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus

menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Hasil ekstraksi disebut

maserat, dan digunakan untuk senyawa kimia termolabil.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan

ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya

1-5 kali bahan.

B. Cara panas1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Sokletasi

7

Page 8: Sambiloto Murali

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan

kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan

(kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50◦ C.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98◦C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30◦C) dan

temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

Fraksinasi

Fraksinasi adalah pengelompokkan berdasarkan sifat-sifat kimia.

Setelah dipekatkan, ekstrak pekat ditambahkan larutan eter untuk

memisahkan senyawa polar, semi polar dan non polar.

Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan

kimia dari senyawa yaitu kecenderungan dari molekul untuk melarut

dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap

(keatsiriaan) kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan

serbuk labus (adsorpsi, penyerapan).

8

Page 9: Sambiloto Murali

Salah satu pemisahan adalah kromatografi cair vakum,

kromatografi vakum adalah kromatografi kolom yang dipercepat dan

bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan terdiri dari corong G-

3, sumbat karet, penghisap yang dihubungkan dengan pompa vakum

serta wadah penampung fraksi.

Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Pemakaian utama KCV adalah untuk fraksinasi atau

penyederhanaan komponen ekstrak, meskipun dari pengalaman sering

diperoleh langsung senyawa tunggal dalam bentuk kristal.

Merupakan kromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja

pada kondisi vakum, fase gerak digerakkan dengan kondisi vakum

sehingga prosesnya berlangsung cepat. Kolom kromatografi dikemas

kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum.

Alat yang digunakan terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap

yang dihubungkan dengan pompa vakum serta wadah penampung

fraksi. Walaupun KCV memerlukan jumlah sampel yang lebih banyak

dari pada kromatografi lapis tipis (KLT), KCV tetap ekonomis dalam sisi

biaya.

Prinsip dasar KCV adalah meningkatkan laju aliran dengan

mengurangi tekanan di dalam labu penampung fraksi, sedangkan

tekanan di atas kolom adalah tekanan atmosfir biasa (bukan diberi

tekanan khusus).

Isolasi

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Merupakan salah satu metode yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen dari sutau senyawa, berdasarkan

9

Page 10: Sambiloto Murali

perbedaan adsorpsi atau partisi fase diam (adsorben) dengan pelarut

pengembang (fase gerak).

Pemilihan pelarut pengembang dipengaruhi oleh jenis dan

polaritas komponen-komponen kimia dipisahkan.

Walaupun silika gel banyak digunakan, lapisan dapat pula dibuat

dari aluminum oksida, “celite” kalsium hidroksida, damar penukar ion,

magnesium fosfat, poliamida, “ sephadex “, polifinil pirolidon, selulosa,

dan campuran dua bahan diatas atau lebih. Kecepatan KLT yang lebih

besar disebabkan oleh sifat penyerap yang lebih padat bila disaputkan

pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa

labil. Kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat

dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran g.

Dalam Kromatografi Lapis Tipis (KLT), pemisahan yang baik

adalah berupa bercak yang bundar yang merupakan tiap-tiap komponen

terpisah dari suatu senyawa. Pengekoran dapat terjadi disebabkan oleh

hal-hal sebagai berikut :

Pemisahan yang tidak baik

Terlalu tingginya konsentrasi komponen yang ditutulkan.

Tidak jenuhnya wadah/chamber oleh uap fasa gerak (larutan

pengembang) sehingga fasa gerak yang mengelusi plat KLT segera

menguap.

Ketidaktepatan pemilihan fasa gerak terhadap jenis fasa diam

(absorben) dan sampel yang digunakan.

Identifikasi dan Karakterisasi Isolat

Identifikasi dan karakterisasi isolat dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-visible adalah pengukuran dan

interpretasi radiasi elektromagnetik (cahaya) yang diabsorpsi atau diemisikan

10

Page 11: Sambiloto Murali

oleh molekul pada daerah panjang gelombang 180-780 nm. Prinsip dasar dari

pengukuran spektrofotometri UV-Visible adalah hukum Lambert Beer.

Karakterisasi simplisia

Penetapan kadar air

Penetapan kadar air adalah suatu pengukuran kandungan air yang berada didalam

bahan (simplisia). Prinsip penetapan kadar air dilakukan dengan cara

yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetric. Tujuan dari

penetapan kadar air, yaitu ; memberikan batasan minimal atau rentang

tentan besarnya kandungan air didalam bahan (DitJen POM, 2000)

Penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi, yaitu dengan

memasikkan sejumlah 5 gr serbuk simplisia, lalu ditambahkan sejumlah sampel

200mL taluoen jenuh air ke dalam labu yang telah berisi sampel uji lalu dididihkan

sampai toluene mendidih. Kemudian dilakukan penyulingan dengan kecepatan

kurang lebih 2 tetes perdetik. Penyulingan dihentikan setelah seluruh air telah

tersuling. Untuk mengantisipasi masih adanya air yang belum tersuling, maka

dilakukan penyulingan kembali selama 5 menit. Setelah air dan toluene pada

tabung penerima memisah, maka dilaukan perhitungan kadar air dengan cara

menghitung volume air terhadap bobot kering simplisia (Depkes, 1989).

Penentuan kadar abu

Penentuan kadar abu merupakan metode pengukuran adar abu

terhadap yang dipanaskan pada temperature tertent dimana senyawa

organic dan turunanya terdestruksi dan menguap sehingga yang

tertinggal hanya unsure mineral dan anorganik dengan tujuan untuk

memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang

11

Page 12: Sambiloto Murali

berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (DitJen POM,

2000).

Simplisia uji yang ditimbang sebanya 2,5 gr dan digerus halus, dimasukkan

ke dalam cawan krus. Kemudian dipijarkan hingga arangnya habis, didinginkan dan

ditimbang, Jika arang tidak dapat hilang, maka dilakukan penyaringan dengan

kertas saring bebas abu, sisa dan kertas saring dipijarkan pada cawan krus yang

sama. Filtratnya dimasukkan pada cawan krus, diuapkan dan dipijar samapi

bobotnya tetap, kemudian ditimbang. Kadar abu totoal dihitung terhadap simplisia

yan telah dikeringkan diudara (Depkes, 1989).

Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan

25 ml asam klorida encer P selama 5 menit, kemudian mengumpulkan

bagian yang tidak larut dalam asam, saring melalui krus kaca masir atau

kertas saring bebas abu. Cuci dengan air panas dan pijarkan selama 15

menit pada suhu tidak lebih dari 450o, hingga bobot tetap. Hitung kadar

abuyang larut dalam air terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes, 1979).

Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, dididihkan

dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit, dikumpulkan

bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui krus kaca

masir atau kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas,

dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu yang

12

Page 13: Sambiloto Murali

tidak larut dalam asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara (Depkes, 1979)

Penetapan Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap. Kecuali

dinyatakan lain, suhu penetapan 105o. Susut pengeringan ditetapkan

sebagai berikut : Timbang saksama 1 g sampai 2 g zat dalam botol

timbang dangkal bertututup yang sebelumnya telah dipanaskan pada

suhu penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika suhu lebur zat

lebih rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu

antara 5o dan 10o dibawah suhu leburnya selama 1 jam sampai 2 jam,

kemudian pada suhu penetapan selama waktuyang ditentukan atau

hingga bobot tetap (Depkes, 1979)

Penentuan kadar sari larut air

Penentun kadar sari larut air bertujuan untuk mengetahui kadar

sari dari bahan yang terlarut di dalam pelarut air. Serbuk simplisia

kering terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5gr serbuk

simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100mL air

kloroform P (1000: 2,5), dalam labu bersumbat sambil berkali-kali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudia dibiarkan selama 18 jam.

Kemudian disaring dan 20 mL filtrate diuapakan hingga kering dalam

cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara, kemudian dihiitung

terhadap bobot bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1989).

Penentuan kadar sari larut etanol

13

Page 14: Sambiloto Murali

Penentuan kadar sari larut etanol bertujuan untuk mengetahui

kadar sari dari yang terlarut di dalam pelarut etanol. Serbuk simplisia

kering terlebih dahulu dikeringkan diudara, kemudian 5 gr serbuk

simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan menggunakan 100 mL

etanol 95% dalam labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6

jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian

disaring dan 20mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal

berdasarkan rata yang telah ditara, kemudian panaskan residu pada

suhu 105oC hingga bobot tetap, kemudian dihitung terhadap bobot

bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).

Skrining

Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam

pegagan, maka dilakukan penapisan fitokimia berdasarkan metode pada

Materia Medika Indonesia dan metode Fransworth yang dimodifikasi

terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol, fraksi n-heksana, dan fraksi etil

asetat,sebagai berikut :

Alkaloid

Sejumlah sampel dalam mortir, dibasakan dengan amonia sebanyak 1 mL,

kemudian ditambahkan kloroform dan digerus kuat. Cairan kloroform

disaring, filtrat ditempatkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan

14

Page 15: Sambiloto Murali

HCl 2 N, campuran dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi pemisahan.

Dalam tabung reaksi terpisah:

Filtrat 1 : Sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendorff diteteskan ke

dalam filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya

endapan atau kekeruhan berwarna hingga coklat.

Filtrat 2 : Sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam

filtrat, adanya alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya

endapan atau kekeruhan berwarna putih.

Filtrat 3 : Sebagai blangko atau kontrol negatif (MMI V, 1989).

Flavonoid

Sejumlah sampel digerus dalam mortir dengan sedikit air, pindahkan dalam tabung

reaksi, tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl 2 N, seluruh

campuran dipanaskan selama 5–10 menit. Setelah disaring panas–panas

dan filtrat dibiarkan dingin, kepada filtrat ditambahkan amil alkohol, lalu

dikocok kuat–kuat, reaksi positif dengan terbentuknya warna merah pada

lapisan amil alkohol (MMI V, 1989)

Tanin dan Polifenol

Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan

selama 5 menit kemudian saring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, ditambahkan pereaksi besi (III) klorida, timbul warna

hijau biru kehitaman, dan ditambahkan gelatin akan timbul endapan

putih, bila ada tanin (MMI V, 1989).

Monoterpen dan Sesquiterpen

Serbuk pegagan digerus dengan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam

cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi larutan

vanilin sulfat atau anisal dehid sulfat. Terbentuknya warna-warni

menunjukkan adanya senyawa monoterpen dan sesquiterpen (MMI V,

1989).

15

Page 16: Sambiloto Murali

Steroid dan Triterpenoid

Serbuk simplisia digerus dengan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam

cawan penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi Lieberman-

Burchard. Terbentuknya warna ungu menunjukkan kandungan

triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau biru menunjukkan

adanya senyawa steroid (Fransworth, 1966).

Kuinon

Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit

kemudian disaring dengan kapas. Pada filtrat ditambahkan larutan NaOH

1 N. Terjadinya warna merah menunjukkan bahwa dalam bahan uji

mengandung senyawa golongan kuinon (Fransworth, 1966).

Saponin

Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian

dikocok. Terbentuknya busa yang konsisten selama 5-10 menit ± 1 cm,

berarti menunjukan bahwa bahan uji mengandung saponin (MMI V, 1989).

Ekstraksi dengan Metode dekoktasi

Prosedur :

1. Simplisia yang terdiri atas sambiloto disortasi dahulu untuk dipisahkan

dari pengotornya. Kemudian simplisia diserbukkan lalu di timbang 500g

simplisia yang akan diekstraksi. Setelah ditimbang masing-masing

simplisia dilakukan dekoktasi menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit (Rakesh, at al., 1994).

16

Page 17: Sambiloto Murali

2. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian di kentalkan dengan pemanasan

hingga diperoleh ekstrak kental.

3. Berat ekstrak kental ditetapkan, kemudian dikonversikan terhadap

volume ekstrak total yang diperoleh. Rendemen ekstrak ditetapkan

dengan perumusan :

Rendemen (%) = Berat Ekstrak Total / Berat Simplisia x 100 %.

4. Dengan menggunakan ekstrak cair dilakukan dinamolisis dengan cara

sebagai berikut :

Kertas saring Whatman diameter 10 cm titik pusatnya dilubangi

kemudian dipasang sumbu yang terbuat dari kertas saring.

Kertas saring bersumbu kemudian ditutupkan pada cawan petri

yang berisi maserat. Lalu dibiarkan terjadi proses difusi sirkulasi

selama beberapa saat (sekurang-kurangnya 10 menit). Lalu

gambaran dinamolisis diamati.

1. Dengan menggunakan ekstrak kental, dilakukan analisis bobot jenis

sebagai berikut :

Ditimbang piknometer volume tertentu dalam keadaan kosong,

kemudian piknometer diisi penuh dengan air, dan dilakukan

penimbangan ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan, kemudian

pikno dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu

ditimbang. Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume

tertentu dapat ditetapkan kerapatan ekstrak. Bobot jenis ekstrak

ditetapkan dengan rumusan :

Bobot jenis ekstrak = Kerapatan Ekstrak / Kerapatan Air.

Fraksinasi

Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Prosedur :

17

Page 18: Sambiloto Murali

1. Alat kromatografi cair vakum dirangkaikan.

2. Silika gel dimasukkan pada kolom kaca yang dihisap dengan pompa

vakum setinggi 2,5-3 cm, kemudian permukaan fasa diam diratakan.

3. Ekstrak yang akan difraksinasi dikeringkan dengan cara digerus bersama-

sama dengan silika gel (1:1).

4. Ditaburkan diatas permukaan kolom dengan ketebalan setipis mungkin

dan ditutup kertas saring.

5. Elusi dengan menggunakan campuran pelarut non polar : polar dengan

berbagai tingkat perbandingan 10:0, 9:1, 8:2,

7 :3, 6:4, .... 0:10. Masing-masing sebanyak 50 mL.

6. Fraksi ditampungsetiap 50 mL.

7. Masing-masing fraksi kemudian di kromatografi Lapis Tipis

Isolasi

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Prosedur :

1. Chamber pengembang kromatografi lapis tipis disiapkan yang berisi

campuran larutan pengembang. Biarkan hingga bagian dalam tangki

pengembang jenuh dengan uap larutan.

18

Page 19: Sambiloto Murali

2. Lempeng kromatografi lapis tipis pra lapis disiapkan dengan penyerap

silika gel GF 254.

3. Lalu ditandai batas bawah (garis awal) pada lempeng kromatografi

dengan jarak lebih kurang 1 cm dari tepi bawah lempeng. Garis awal ini

merupakan garis tempat penetolan.

4. Ditotolkan ekstrak pada garis awal, dibiarkan kering. Penotolan dilakukan

berulang pada tempat yang sama untuk memperoleh kadar senyawa yang

diperkirakan cukup.

5. Lempeng dimasukkan secara hati-hati dan tegak lurus ke dalam chamber

pengembangan yang berisi larutan pengembang. Pastikan bahwa garis

awal tidak terendam oleh larutan pengembang. Biarkan terjadi proses

pengembangan selama beberapa saat hingga larutan pengembang

mencapai batas rambat lebih kurang 1 cm dari tepi atas lempeng.

6. Angkat lempeng, keluarkan dari chamber pengembang, dan dibiarkan

mengering diudara terbuka.

Identifikasi dan Karakterisasi Isolat

Spektrofotometri UV-VIS

Prosedur :

19

Page 20: Sambiloto Murali

1. Isolate yang sudah kering diamati dibawah sinar UV 254 nm. Tandai

bercak yang teramati. Setelah itu lempeng disemprot dengan penampak

bercak asam sulfat pekat 10 % dalam metanol. Diamati warna dan jumlah

bercak. Dibandingkan dengan jumlah bercak yang teramati pada

penyinaran dengan UV.

2. Ditetapkan nilai Rf dari bercak yang teramati dengan cara mengukur jarak

rambat bercak dan dibandingkan dengan jarak rambat larutan

pengembang.

3. Fraksi yang mempunyai pola kromatogram yang sama digabungkan.

Hasil Ekstraksi

Ekstrak air herba sambiloto dan batang brotowali diperoleh dengan cara

dekoktasi karena efisiensi waktu dan cepat sehingga mempercepat reaksi

penarikan senyawa kimia dalam simplisianya selain itu juga jika dilihat dari literatur

senyawa kimia yang terkandung di dalam herba sambiloto dan batang brotowali

merupakan senyawa kimia termostabil. Hasil ekstraksi herba sambiloto dan batang

brotowali dapat dilihat pada Tabel IV.1 dan Tabel IV.2

Tabel IV.1 Hasil Ekstraksi Herba Sambiloto

Simplisia(g)

Ekstrak kering(g)

Randemen terhadap simplisia (%)

300 22,41 7,47

20

Page 21: Sambiloto Murali

Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia

Karakteritik simplisia yang diukur adalah kadar air, kadar sari larut air, dan

kadar sari larut etanol, kadar abu, kadar abu yang tidak larut asam. Penetapan

kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal besarnya kandungan air

dalam simplisia, sedangkan kadar sari memberikan gambaran awal jumlah senyawa

kandungan, dan kadar abu untuk memberikan gambaran kandungan mineral

internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak

dan hasilnya menunjukkan bahwa simplisia herba sambiloto dan batang brotowali

yang digunakan memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia. Hasil penetapan

karakteristik simplisia dan ekstrak herba sambiloto dan brotowali dapat dilihat pada

Tabel IV.3 dan Tabel IV.4.

Tabel IV.3 Hasil Penetapan Karakteristik Simplisia Sambiloto

Karakteristik Hasil Persyaratan MMI

Simplisia

(%)

Simplisia

(%)

Ekstrak

(%)

Kadar air 8 6,2 < 10

Kadar sari larut etanol

15 18 > 9,7

Kadar sari larut air 24 27 > 18

Kadar Abu 3,18 1,3 < 12

Kadar Abu yang tidak larut asam

1,5 1,07 < 2,2

Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak

Tujuan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui senyawa metabolit

sekunder yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak herba sambiloto serta

21

Page 22: Sambiloto Murali

batang brotowali, dan dari hasil skrining pada penelitian ini diketahui bahwa

simplisia herba sambiloto dan batang brotowali mengandung alkaloid,

flavonoid, tanin, fenolat, kuinon, saponin, monoterpena dan seskuiterpena.

Sedangkan ekstrak herba sambiloto dan batang brotowali mengandung

alkaloid, flavonoid, fenolat, kuinon, saponin, monoterpena dan

seskuiterpena. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak herba sambiloto

dan batang brotowali dapat dilihat pada Tabel IV.5 dan Tabel IV.6

Tabel IV.5 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Sambiloto

Golongan Senyawa

Hasil

Simplisia Ekstrak air

Alkaloid- Mayer- Dragendorff

++

++

Flavonoid + +Tanin + -Fenolat + +Monoterpen dan Seskuiterpen

+ +

Steroid danTriterpenoid

- -

Kuinon + +Saponin + +

Keterangan : (+) = terdeteksi ( - ) = tidak terdeteksi

Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Air

Kromatografi lapis tipis dilakukan terhadap ekstrak air sambiloto dengan pelat

silika gel 60 GF254 menggunakan pengembang butanol : asam asetat : air (4:1:5)

(lapisan atas) menunjukkan adanya tiga spot dengan masing-masing Rf 0,5 ; 0,56 ;

22

Page 23: Sambiloto Murali

0,6, kemudian spot-spot tersebut dideteksi dengan penampak bercak vanilin- H2SO4.

Salah satu spot dengan Rf 0,56 membentuk warna ungu pada sinar UV 254 nm.

Menurut literatur warna tersebut kemungkinan besar merupakan senyawa

andrografolida (Ervonita, 1993). Sedangkan ekstrak air brotowali pada kromatografi

lapis tipis menggunakan pengembang butanol : asam asetat : air (4:1:5) (lapisan

atas) menunujukkan adanya satu spot dengan Rf 0,59 menggunakan penampak

H2SO4 : air (7:3) yang menghasilkan warna hijau-kuning. Menurut literatur warna

tersebut kemungkinan merupakan senyawa golongan diterpen (Harbone, 1987).

Hasil KLT ekstrak air herba sambiloto dapat dilihat pada Gambar IV.1, Gambar

IV.2.

Gambar IV. 1 Kromatogram KLT ekstrak air herba sambiloto

Keterangan : Fase diam : Silika gel GF 254

Fase gerak : butanol – as.asetat- air (4 : 1 : 5)

23

Rf = 3,0 cm

6,0 cm

Rf = 3,8 cm

6,0 cm

Rf = 3,4cm

6,0 cm

Page 24: Sambiloto Murali

Gambar IV.2 Kromatogram KLT ekstrak air herba sambiloto

Keterangan : Fase diam : Silika gel GF 254

Fase gerak : butanol – as.asetat- air (4 : 5 : 1)Penampak bercak : vanilin – H2SO4 , berwarna unguRf : Perbandingan jarak perambatan zat (bercak) dengan jarak

perambatan fasa gerak.

DAFTAR PUSTAKA

24

Rf = 3,3 cm

6,0 cm

Page 25: Sambiloto Murali

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press

Anonim, 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Anonim.2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. 3 – 5.

Jakarta : Depkes RI

Harborne, J.B,1996. Metode Fitokimia, Edisi 2. Bandung: ITB Press

Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy.9th Edition. 187 – 188. Phiadelphia : Lea

& Febiger

25