54
Kelompok Athalia Phebe Hermanda Anggi Anggraeni Ajeng Septiana Nadeenka Natania Putri Elena Olyn Dianisha Lazuardi Imani Psikologi Sosial : SELF-KNOWLEDGE

SELF dari Sudut Pandang Psikologi Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

KelompokAthalia Phebe Hermanda

Anggi AnggraeniAjeng Septiana

Nadeenka NataniaPutri Elena

Olyn DianishaLazuardi Imani

Psikologi Sosial : SELF-KNOWLEDGE

BAB 5 SELF-KNOWLEDGE: Bagaimana Kita Memahami Diri Sendiri

Bagaimana kita memahami diri sendiri??a. Sifat/ ciri – ciri selfb. Mengenal diri sendiri melalui introspeksic. Mengenal diri sendiri dengan mengamati

perilaku kita sendirid. Menggunakan orang lain untuk mengenal dri

sendirie. Manajemen kesan

Dalam sebuah episode awal acara televisi Friends, karakter Ross menghadapi dilema. • Ia mencoba untuk memilih antara

Rachel yang akhirnya menunjukkan minat kepadanya dan Julie, pacar barunya,

• Ross membuat daftar hal-hal yang dia suka dan tidak suka tentang setiap wanita, mencoba untuk mengklarifikasi pikirannya.

• Apakah itu ide yang baik untuk membuat daftar untuk membantunya memahami perasaannya sendiri?

• Siapakah aku? • Bagaimana kita memahami diri

(self) kita sendiri?

Hakikat Diri

Siapa Diri Anda ?

Bagaimana Anda Bisa

Menjadi Diri Anda ?

Penemu Amerika Psikologi,

William James (1842-1910), menjelakan

dasar dualisme persepsi

tentang diri.

Sifat/ ciri ciri “the self”• Siapakah aku?• William James ( 1882-1910): seorang pendiri

psikologi Amerika, menjelaskan adanya dualitas persepsi terhadap diri sendiri

• Self terdiri dari pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan mengenai diri kita sendiri, yang oleh James (1890) disebut sebagai the “known” (yang diketahui) atau the “me” (aku yang diketahui

• Selain itu, self sebagai pemroses (processor) informasi yang aktif, disebut sebagai the ‘knower’ (yang mengetahui) atau “I” (aku yang mengetahui).

Dalam istilah modern, • - “Aku yang diketahui” disebut sebagai

konsep diri (self-concept), yaitu pengetahuan mengenai siapakah diri kita (isi dari self) ;

• - “Aku yang mengetahui” menunjuk pada istilah kesadaran diri (self-awareness), yaitu tindakan berpikir mengenai diri sendiri.

Kombinasi dari dua aspek diri ini menciptakan rasa identitas diri yang koheren (jelas, terintegrasi)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa binatang (simpanse, orang utan, lumba-lumba (dolphin) juga memiliki ”rasa aku” (sense of self). Dalam penelitian-penelitian itu simpanse, orang utan, dan lumba-lumba dibiasakan dengan cermin di sekelilingnya, Setelah terbiasa, saat mereka tidur bagian tubuh tertentu diberi warna. Hasilnya, setelah melihat ke cermin, mereka mengerti bahwa bagian tubuhnya telah berwarnaGallup dkk (2003) menyimpulkan bahwa binatang-binatang yang diteliti tersebut memiliki konsep diri yang belum sempurna. Mereka mengerti bahwa mahluk pada cermin itu adalah dirinya, dan mengerti bahwa dirinya nampak berbeda dari sebelumnya.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenalan akan diri (self recognition) dimulai pada usia sekitar 2 tahun. Konsep diri yang awalnya belum sempurna ini makin lama makin kompleks. Menjawab pertanyaan ”Siapakah aku?”, jawaban anak-anak masih bersifat kongkrit (menunjukkan jenis kelamin, usia, orang terdekat, hobi, dsb). Setelah lebih matang kita mengurangi fokus pada ciri-ciri fisik, melainkan kondisi psikologis (pikiran dan perasaan) dan mempertimbangkan bagaimana penilaian orang lain.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa self memiliki/melayani fungsi organisasional (mengorganisir) dan fungsi eksekutif. 1. Fungsi self• Fungsi Organisasional • Regulasi Diri (Self-Regulation): Fungsi Eksekutif 2. Perbedaan budaya dalam mendefinisikan self• independent view of the self• interdependent of view of the self3. Perbedaan Gender dalam melihat self• Konsep diri perempuan• Konsep diri laki - laki

Mengapa orang dewasa memiliki beraneka ragam definisi yang compleks tentang diri ?Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa self memiliki/melayani fungsi :

Fungsi Organisasional

Regulasi Diri (Self-Regulation): Fungsi Eksekutif

Menunjuk pada skema tentang diri (self-schemas)Digunakan orang untuk mengorganisasikan pengetahuannya mengenai diri sendiri dan mempengaruhi bagaimana bagaima seseorang mencatat, memikirkan, dan mengingat dirinya sendiri. Terdapat kecenderungan orang mengingat informasi secara lebih baik bila informasi itu berkaitan dengan dirinya sendiri. Ini disebut sebagai self-reference effect.

Mengintegrasikan informasi dengan skema diri, ini membantu kita mengorganisasikan informasi itu secara lebih baik dan menghubungkannya dengan informasi lain mengenai diri sendiri, dan memungkinkan kita lebih dapat mengingatnya pada waktu mendatang.

Fungsi Organisasional

REGULASI DIRIFUNGSI EKSEKUTIF• Fungsi ini mengatur perilaku, pilihan-pilihan, dan rencana

di masa mendatang yang menyerupai CEO perusahaan.

• Kita tampil sebagai satu-satunya spesies yang bisa:

- Mengimajinasikan kejadian yang belum terjadi- Menggunakan rencana dalam waktu panjang

Regulasi diri berkaitan erat dengan pengendalian diri (self-control). Misalnya diet (mengendalikan makan), mengatur perilaku belajar, dsb.

Self-regulatory resource model. Berdasarkan model tersebut, kontrol diri merupakan sumber daya yang terbatas, seperti suatu otot yang lelah karena sering digunakan, yang kemudian pulih kembali kekuatannya

Untuk menguji ide tersebut para peneliti meminta peserta untuk menggunakan kontrol diri pada satu tugas, untuk melihat apakah hal tersebut mengurangi kemampuan mereka untuk menggunakan kontrol pada tugas yang tidak bersangkutan.

Pada suatu studi, orang-orang diinstruksikan untuk menekan sebuah pikiran (jangan berpikir tentang beruang putih) yang lebih buruk dalam mengatur emosi mereka dalam tugas kedua (mencoba untuk tidak tertawa ketika menonton film komedi), dibandingkan dengan orang-orang yang awalnya tidak menekan pikiran mereka.

Perokok yang terlebih dahulu merokok berkemungkinan besar merokok lagi ketika mengalami stress.- Berhadapan dengan mengosongkan stress “sumber daya diri”, seperti itu terjadi karena kurang dihabiskan pada area lain.

Dengan cara yang sama, usaha pada kontrol diri kemungkinan besar gagal saat malam hari, ketika sumber daya diri telah terkuras seharian untuk membuat keputusan dan melawan godaan.- Orang yang diet kemungkinan besar akan menghentikan diet mereka saat malam hari.- Orang-orang memiliki kontrol diri terbaik ketika mereka cukup istirahat, seperti pagi hari setelah tidur malam yang nyenyak.

Suatu cara mendefinisikan diri sendiri dengan kerangka pikiran, perasaan, dan perilakunya sendiri, dan bukan dalam kerangka pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain.

Individu dalam berbagai budaya Barat memiliki pandangan mengenai diri yang independent (independent view of the self).

Masyarakat Barat belajar:mendefinisikan dirinya sendiri sebagai hal yang terpisah dari orang lain, dan menghargai kebebasan dan keunikan diri.

PERBEDAAN BUDAYA DALAM MENDEFINISIKAN SELF: independent of view of the self

Perbedaan budaya dalam mendefinisikan self: : interdependent of view of the self

Suatu cara mendefinisikan diri sendiri dengan kerangka relasi diri sendiri dengan orang lain; menghargai bahwa perilakunya sendiri sering ditentukan oleh pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain

• Budaya-budaya di Asia dan berbagai budaya non-Barat memiliki pandangan mengenai diri yang saling tergantung (interdependent view of the self).

• Keterhubungan (connectedness) dan saling ketergantungan antar orang sangat dihargai, sedangkan kemandirian dan keunikan disukai.

Dalam sebuah Kasus : Perbedaan Budaya dalam mendefinisikan self

Masako pada usia 29 tahun memutuskan menikah dengan Putera Mahkota Jepang, Naruhito. Padahal ia seorang diplomat karier yang terdidik di Universitas Harvard dan Oxford. Pilihannya ini tentu saja mengubur kariernya yang cemerlang.

• Dalam menilai keputusan Masako, masayarakat Barat cenderung menduga bahwa ia dipaksa menikah oleh masyarakat yang sexis (menganggap jenis kelamin tertentu lebih unggul) dan tidak menghargai kebebasan individu

• Bagi masyarakat Jepang dan Asia lainnya, pilihan Masako untuk berhenti berkarier merupakan konsekuensi alami dari pandangannya mengenai diri sendiri yang terkoneksi dan memiliki kewajiban atas orang lain (orang tua dan keluarga kerajaan).

Penjelasan mengenai perbedaan budaya mengenai konsep diri tersebut bukan berarti semua masyarakat Barat memiliki independent view of the self dan semua masyarakat Asia memiliki interdependent view of the self .

Di dalam tiap-tiap budaya terdapat perbedaan dalam konsep diri, dan perbedaan tersebut kemungkinan besar bertambah seperti kontak antar budaya bertambah.

PERBEDAAN BUDAYA DALAM MENDEFINISIKAN SELF

Apakah benar terdapat stereotip bahwa ketika wanita bersama, mereka membicarakan masalah

dan hubungan interpersonal, sedangkan pria membicarakan tentang hal yang mereka sukai (

biasanya olahraga) ?

Walaupun stereotip dari “clueless men” dilebih-lebihkan, hal tersebut mempunyai kebenaran dan mencerminkan perbedaan konsep diri dari wanita

dan pria.

PERBEDAAN GENDER DALAM MENDEFINISIKAN SELF

• Konsep diri perempuan lebih ke arah relational interdependent yang lebih memfokuskan pada hubungan yang terdekat dengan mereka, seperti pasangan dan anak-anaknya.

• Konsep diri laki laki lebih kepada collective interdependent, yaitu lebih fokus kepada keanggotaannya dalam kelompok yang besar.

Perbedaan Gender dalam Mendefinisikan Self

• Budaya dan gender dapat membentuk isi konsep diri, karena tiap orang memiliki motif dasar yang dapat menuntun bagaimana ia memandang dirinya.

• Tiap individu menghendaki:1. Pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri (self

assessment;self knowledge).2. Adanya konfirmasi tentang apa yang diyakini.3. Umpan balik yang positif (self enchance).

Perbedaan Gender dalam Mendefinisikan Self

Mengenal Diri Sendiri Melalui Introspeksi

Introspeksi adalah proses individu memandang pada dirinya dan menguji pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan motif-motifnya sendiri.

• Teori Self Awareness• Menceritakan Lebih Banyak daripada yang Kita

Ketahui” (Telling More Than We Can Know) • Konsekuensi Introspeksi Mengenai Alasan

Bertindak

Fokus Pada Diri Sendiri : Self-Awareness Theory

Gagasan ketika seseorang memusatkan perhatian kepada dirinya, mengevaluasi, dan membandingkan perilakunya dengan standar internal dan nilai nilai kita. Kita menjadi sadar diri, dalam arti menjadi objektif, menlai diri kita sendiri melalui pengamatan

Meskipun kita jarang berpikir tentang diri sendiri, namun kadang kadang kita mengubah arah perhatian menyadari diri kita sendiri. Terutama saat dalam situasi yang memacu kesadaran diri, misal pada saat melihat diri sendiri dalam video atau saat bercermin.

• Dengan refleksi diri kita menjadi sadar akan kesenjangan antara perilaku dengan standar internal kita

• Bila kita merasa tidak dapat mengubah perilaku kita, dalam keadaan sadar diri, kita akan merasa tidak nyaman karena berhadapan dengan umpan balik yang tidak menyetujui diri sendiri (Duval & Silvia, 2002). Karena merasa tidak nyaman,

• Terkadang orang lebih memilih lari dari kondisi sadar karena merasa tidak dapat mengubah perilakunya sesuai dengan standar internalnya. Misalnya dengan menyalahgunakan alkohol, pesta makanan, dan masokisme seksual.

• Orang orang melakukan hal yang berbahaya, meskipun beresiko, merupakan indikasi yang menandakan bahwa betapa tidak menyenangkan berada dalam kondisi sadar.

Dinamika Self-Awareness Theory

Namun bila kita merasa dapat mengubah perilaku sesuai dengan standar internal, kita akan melakukannya, dan merasa nyaman karenanya.

Self-Focus tidak selalu bersifat merusak dan tidak menyenangkan• Bila kita mengalami kesuksesan, maka fokus pada

diri sendiri akan terasa menyenangkan karena dapat memperjelas prestasi positif yang dimiliki.

• Fokus pada diri sendiri juga bisa menjauhkan dari masalah, yaitu dengan mengingatkan mana hal yang benar dan salah.

Dinamika Self-Awareness Theory

Meskipun sudah sadar akan diri sendiri dan melakukan introspeksi tapi sulit untuk mengetahui kenapa kita merasakan apa yang dilakukan.• Bagaimana seseorang membuat kita jatuh cinta?• Bagaimana tidur mempengaruhi pikiran anda?• Apa yang sesungguhnya mempengaruhi mood kitaNisbett & Wilson (Nisbett & Ross, 1980; Nisbet & Wilson, 1977; Wilson, 2002) menyebut fenomena ini sebagai ”telling more than we can know”,

Menilai Kenapa Kita Merasakan yang Kita Lakukan: Menceritakan Lebih Banyak daripada yang Kita KetahuiCausal Theories: Teori teori mengenai penyebab perasaan dan perilaku kita sendiri; dimana teori teori tersebut sering kita pelajari dari budaya kita.

• REASONS-GENERATED ATTITUDE CHANGE: perubahan sikap yang terjadi akibat seseorang berpikir mengenai alasan sikapnya; individu beranggapan bahwa sikapnya sesuai dengan alasan-alasan yang masuk akal dan mudah dikatakan.

• Tim Wilson, dkk berhasil menemukan bahwa dalam menganalisa alasan dari perasaan kita bukan strategi yang terbaik, dan dapat menyebabkan terjadi kesalahan.

Contoh: Ketika seseorang merasakan kedekatan dengan pasangannya, secara tidak sadar mereka sering mengubah perilakunya.

Konsekuensi Introspeksi Mengenai Alasan Bertindak

Mengenal diri sendiri melalui pengamatan terhadap perilaku sendiri • Teori persepsi diri (self-perception theory) dari Bem

(1972) menyatakan bahwa bila sikap dan perasaan kita tidak menentu atau kabur, kita mencoba menarik kesimpulan dengan mengamati perilaku kita sendiri dan situasi yang ada. Berikut ini diuraikan beberapa hal berkaitan dengan teori persepsi diri.

• Motivasi Intrinsik versus Ekstrinsik • Memahami Emosi Kita: Teori Emosi Dua Faktor• Menemukan Penyebab yang Salah: Kesalahan

Mengatribusi Arousal• Menginterpretasi Dunia Sosial: Teori-teori Penilaian

Emosi (apprisal theories of emotion)

Motivasi Intrinsik versus Ekstrinsik • Motivasi intrinsik, yaitu kebutuhan untuk

melakukan suatu aktivitas karena mereka menikmatinya atau menemukan bahwa aktivitas itu menarik, bukan karena ganjaran eksternal ataupun adanya tekanan. Alasan untuk melakukan aktivitas ada dalam diri anak itu sendiri, yaitu kesenangan dan kenikmatan bila melakukannya.

• Motivasi ekstrinsik, yaitu kebutuhan untuk melakukan aktivitas karena adanya ganjaran eksternal (dari luar diri) atau adanya tekanan, bukan karena menikmatinya atau menemukan bahwa aktivitas itu menarik.

Efek dari Pembenaran yang Berlebihan (Overjustification).• Menurut teori persepsi diri, hadiah dapat

menurunkan motivasi intrinsik. Bila sebelumnya anak telah menyukai aktivitas membaca karena memang menikmatinya, setelah ada program pemberian hadiah ia membaca sedemikian rupa untuk mendapatkan hadiah. Mengganti motivasi intrinsik dengan motivasi ekstrinsik, hasilnya sungguh tidak menguntungkan, membuat orang kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati. Hasil seperti inilah yang disebut sebagai overjustivication effect

Melestarikan Minat Intrinsik.• Bagaimana kita dapat melindungi motivasi

intrinsik dari bahaya masyarakat yang menggunakan sistem ganjaran?

• Untunglah, kondisi overjustivication effect dapat dihindari. Ganjaran akan merusak minat (interest) hanya jika minat tersebut semula tinggi (Calder & Staw, 1975; Tang & Hall, 1995).

• Bila seorang anak tidak memiliki minat membaca, kemudian ditawari hadiah agar ia mebaca, hal ini tidak menjadi masalah, karena tidak ada minat awal yang dirusak.

Dua jenis ganjaran yang dimaksudkan adalah:

• Ganjaran bergantung pada tugas (Task-contingent rewards)

adalah ganjaran yang diberikan setelah tugas diselesaikan, tanpa memperhatikan kualitas penyelesaian tugasnya. • - Ganjaran bergantung pada kinerja

(Performance-continent rewards)adalah ganjaran yang diberikan berdasarkan kualitas kinerja dalam suatu tugas.

• Ganjaran yang bergantung pada kinerja, lebih kecil kemungkinannya menurunkan minat, bahkan memungkinkan terjadinya peningkatan minat. Mengapa? Karena ganjaran seperti itu membawa pesan ”Kamu bagus dalam melakukan tugasmu” (Deci & Ryan, 1985; Sansone & Harackiewicz, 1997).

• Namun demikian, perlu diketahui bahwa meskipun orang menyukai adanya umpan balik positif, namun mereka tidak suka bila menemukan dirinya sedang dievaluasi (Harackiewicz, 1989; Harackiewicz dkk, 1984). Jadi, pemberian ganjaran yang bergantung pada kinerja memiliki efek positif, asalkan tidak membuat individu merasa tegang karena mengetahui dirinya dievaluasi.

• Bagaimana kita memahami emosi yang sedang kita alami (senang, marah, takut, dsb)?

• Pertanyaan ini mungkin terdengar konyol, kita tidak tahu bagaimana kita merasa tanpa harus berpikir tentang hal itu?

• Terjadinya hal tersebut memiliki banyak kesamaan dengan proses persepsi diri yang telah dibahas di atas.

Memahami Emosi Kita:Teori Emosi Dua Faktor

Memahami Emosi Kita:Teori Emosi Dua Faktor

Stanley Schachter (1964) mengemukakan teori emosi yang menyatakan bahwa kita menyimpulkan emosi kita dengan cara yang sama seperti menyimpulkan orang seperti apakah diri kita atau bagaimana kita tertarik berada dalam permainan matematika. Dalam tiap-tiap kasus kita mengamati perilaku kita, dan kemudian menjelaskan mengapa kita berperilaku seperti itu. Satu-satunya perbedaan adalah dalam jenis perilaku yg kita amati.

Memahami Emosi Kita:Teori Emosi Dua Faktor

TWO-FACTOR THEORY OF EMOTION: gagasan bahwa pengalaman emosi adalah hasil dari dua langkah

proses persepsi diri, di mana individu pertama-tama mengalami gejolak fisiologis (arousal) dan kemudian

mencari penjelasan yang tepat untuk gejolak fisiologis tsb.

Sejauh mana hasil yang ditemukan oleh Schachter dan Singer (1962) generalisasi untuk kehidupan sehari-hari?

Apakah orang-orang membentuk emosi keliru dalam cara yang sama seperti peserta dalam studi yang

melakukan?

Dalam kehidupan sehari-hari, orang mungkin berpendapat, orang biasanya tahu mengapa mereka

bergairah.

Menemukan Penyebab yang Salah: Kesalahan Mengatribusi Arousal

Implikasi yang menarik dari teori Scachter dan Singer adalah bahwa emosi manusia merupakan sesuatu yang sewenang-wenang, tergantung penjelasan yang paling masuk akal terhadap arousal yang dialaminya. Schachter & Singer (1962) melakukan eksperimen untuk lebih memperjelas hal tersebut dengan dua cara: 1. Mereka menunjukkan bahwa kemarahan partisipan dapat

dicegah dengan cara memberitahukan kepada partisipan yang diinjeksi epinephrin.

2. Mereka dapat membuat partisipan mengalami emosi yang sangat berbeda, dengan mengubah penjelasan yang paling masuk akal terhadap arousal yang mereka alami.

Memahami Emosi Kita:Teori Emosi Dua Faktor

Menemukan Penyebab yang Salah: Kesalahan Mengatribusi Arousal

MISSATRIBUTION OF AROUSAL: proses di mana orang-orang membuat kesalahan dalam menyimpulkan

penyebab dari apa yang mereka rasakan.

Terdapat dua jenis penilaian (penilaian kognitif terhadap emosi) yang penting, yaitu: 1. Apakah kejadian/peristiwa yang ada memiliki

implikasi (pengaruh) yang baik atau buruk bagi kita?

2. Bagaimana penjelasan kita mengenai penyebab peristiwa tsb

Menginterpretasi Dunia Sosial: Teori-teori Penilaian Emosi (apprisal theories of emotion)

APPRISAL THEORIES OF EMOTIONS: teori-teori yang menyatakan bahwa emosi merupakan hasil dari interpretasi dan penjelasan individu terhadap kejadian-

kejadian, bahkan ketika dalam keadaan tidak ada arousal fisiologis.

Teori ini memiliki kesamaan dengan salah satu faktor dari teori dua faktornya Schachter, yaitu bagian yang

menjelaskan bahwa individu mencoba menjelaskan penyebab kejadian dan reaksinya terhadap hal itu.

Perbedaannya, menurut teori penilaian kognitif, arousal (faktor lain dalam teori dua faktor) tidak selalu ada;

penialian kognitif itu sendiri telah cukup menjadi penyebab terjadinya reaksi emosi.

Menginterpretasi Dunia Sosial: Teori-teori Penilaian Emosi (apprisal theories of emotion)

Kontak sosial sangat penting untuk pengembangan konsep-diri• Mengetahui Diri Sendiri melalui

Perbandingan Diri Sendiri Dengan Orang Lain

• Mengetahui Diri Sendiri Dengan Mengadopsi Pandangan Orang-orang Lain

MENGGUNAKAN ORANG LAIN UNTUK MENGENAL DIRI SENDIRI

Bagaimana cara kita menggunakan orang lain untuk mendefinisikan diri kita? Salah satu caranya adalah mengetahui kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap kita dengan melihat bagaimana kita dibanding dengan orang lain (perbandingan sosial).

Mengetahui Diri Sendiri melalui Perbandingan Diri Sendiri Dengan Orang Lain

Mengenali Diri Sendiri melalui Perbandingan Diri dengan Orang Lain• Teori Perbandingan Sosial• Merupakan suatu gagasan yang mengatakan bahwa kita belajar

mengenali kemampuan dan sikap diri sendiri dengan cara membandingkan diri kita dengan orang lain.

• Teori tersebut berkisar pada 2 pertanyaan penting, yaitu:1. Kapan kita melakukan perbandingan sosial?2. Dengan siapa kita harus membandingkan diri kita?

Saat tidak ada standar objek untuk mengukur diri sendiri dan saat mengalami beberapa ketidakpastian tentang diri sendiri dalam suatu lingkungan tertentu.Contoh: saat ada dalam suatu acara amal dan setiap anggota dimintai sumbangan, maka kita akan berusaha mengukur seberapa baik hati diri kita dengan cara membandingkan jumlah sumbangan kita dengan orang lain.

Kapan anda memutusan terlibat dalam perbandingan sosial?

Dengan siapa kita harus membandingkan diri anda?• Kebanyakan orang akan membandingankan dirinya

dengan orang- orang yang ada di lingkungan sekitarnya• Perbandingan tersebut berlangsung secara cepat dan

otomatis

Strategi Perbandingan Sosial• Perbandingan sosial ke bawah (downward), yaitu membandingkan

diri dengan orang yang memiliki ciri-ciri atau kemampuan tertentu lebih buruk daripada diri kita sendiri. Hal ini merupakan strategi untuk meningkatkan diri (self enhancing), perlindungan bagi diri sendiri, mendorong ego kita sendiri. Misalnya, bila membandingkan diri dengan orang yang tidak sepandai kita, maka perasaan mengenai diri kita sendiri akan lebih baik. Kita juga merasa lebih baik bila membandingkan diri sendiri di masa sekarang dengan diri di masa lalu.

• b. Perbandingan sosial ke atas (upward), yaitu membandingkan diri dengan orang yang memiliki ciri-ciri atau kemampuan tertentu lebih baik daripada diri kita sendiri. Hal ini kita lakukan bila kita ingin mengetahui siapa yang posisinya ”best of the best”, yang dapat kita jadikan aspirasi untuk mengembangkan diri.

• Bila kita ingin mengukur secara akurat kemampuan dan pandangan-pandangan kita, seringkali akan lebih bermanfaat bila kita membandingkan diri dengan orang yang memiliki latar belakang sama dengan diri kita.

Charles Cooley (1902) menggambarkan “the looking glass self” dengan maksud bahwa kita melihat diri kita sendiri dan dunia sosial lewat mata orang lain dan sering kali kita megikuti pandangan tersebut.

Pembentukan sosial

Merupakan suatu proses dimana seseorang mengikuti sikap orang lain.

Mengetahui Diri Sendiri Dengan Mengadopsi Pandangan Orang-orang Lain

• Kadang-kadang kita menggunakan orang lain sebagai tolok ukur untuk menilai kemampuan kita sendiri. Pandangan kita tentang dunia sosial, seringkali kita adopsi dari pandangan teman-teman kita. Orang cenderung berpegang pada pandangan umum. Mengapa?

Manajemen Kesan merupakan suatu usaha seseorang untuk membuat orang lain melihat dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan.Manusia memiliki banyak strategi manajemen kesan:1. Ingratiation merupakan suatu proses dimana seseorang merayu, menyanjung, memuji, dan umumnya mencoba membuat dirinya disukai oleh orang lain, hal tersebut kebanyakan dilakukan kepada orang yang berstatus lebih tinggi. 2. Self-Handicapping merupakan suatu strategi dimana seseorang membuat suatu rintangan / hambatan dan alasan untuk dirinya sendiri, jadi jika suatu saat dirinya melakukan kesalahan dalam pekerjaannya maka mereka dapat menghindari kesalahannya

Manajemen Kesan: Dunia Sebagai Panggung

Terdapat 2 cara utama seseorang melakukan self-handicapping, yaitu:

1. Orang tersebut membuat rintangan yang dapat mengurangi kemungkinan mereka untuk sukses dalam melakukan tugas, jadi saat mereka gagal mereka dapat menutupi kegagalan tersebut dengan alasan adanya rintangan daripada memfokuskan pada kekurangmampuannya dalam menyelesaikan tugas.

2. Orang tersebut telah merencanakan diri untuk membuat suatu alasan jika ia gagal menutupi rasa malunya, kecemasannya, mood yang buruk, gejala-gejala fisik yang tampak, serta peristiwa kurang baik yang pernah ia alami.

SELF-ENHANCEMENT: kecenderungan untuk berfokus pada informasi positif dan menampilkan informasi positif mengenai diri sendiri, dan meminimalkan informasi negatif.

• Orang dari budaya manapun menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai orang yang baik yang bertindak dengan cara yang tepat.

• Orang dari budaya manapun peduli untuk melakukan manajemen kesan, namun sifat kepedulian dan strategi yang dipilih berbeda-beda, dipengaruhi oleh budaya

Budaya, Manajemen Kesan dan Perbaikan Diri

Budaya, Manajemen Kesan, dan Self-Enhancement • Orang Asia lebih memiliki pandangan

interdependent terhadap dirinya bila dibanding orang Barat. Konsekuensinya, dalam budaya Asia, menyelamatkan muka (safing face) atau menghindari malu di hadapan publik, merupakan hal yang penting.

• Bagaimanapun, kebutuhan untuk melakukan manajemen kesan pada budaya Barat juga kuat. Orang dari budaya manapun menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai orang yang baik yang bertindak dengan cara yang tepat (Heine, 2005).