Upload
intan-permatasari
View
1.416
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
perencanaan pembangunan ekonomi
Citation preview
PAPER
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKSPOR
DI INDONESIADisusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Dosen Pengampu : Drs. Djoko Siswanto, MSi
Oleh Kelompok 3 :
Ema Muslimawati (105030600111012)
Rifky Ashabul Yamin (105030600111013)
Brian Maulana (105030600111014)
Robert Durianto (105030600111015)
Intan Nastiti P (105030600111016)
KONSENTRASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Perencanaan
Pembangunan Ekspor di Indonesia.”
Paper ini merupakan tugas kelompok yang diajukan untuk memenuhi syarat dari tugas
mata kuliah Perencanaan Pembangunan Ekonomi. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan paper ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan kami dukungan untuk
menyelesaikan tugas ini dan mendapatkan hasil yang terbaik.
2. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya.
3. Bapak Drs. Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
4. Bapak Dr. Hermawan, S.IP, M.Si selaku Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan.
5. Bapak Prof. Dr. Agus Suryono, MS dan Bapak Drs. Djoko Siswanto, MSi selaku
dosen mata kuliah Perencanaan Pembangunan Ekonomi yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penyusunan paper ini.
6. Teman-teman seperjuangan perencanaan pembangunan 2010 yang selalu memberikan
inspirasi bagi kelompok kami.
Demi kesempurnaan paper ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan. Semoga tugas paper ini bermanfaat dan memberikan sumbangan yang
berarti bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, 22 Desember 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL.....................................................................................................iKATA PENGANTAR...................................................................................................iiDAFTAR ISI..................................................................................................................iiiDAFTAR TABEL.........................................................................................................ivDAFTAR GAMBAR.....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Tujuan ..............................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
A. Teori ketergantungan (Dependency Theory)....................................................4
B. Teori Permintaan dan Penawaran.....................................................................6
C. Teori Good Governance...................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................12
A. Gambaran Umum Kondisi Ekspor di Indonesia...............................................12
1. Produk Ekspor di Indonesia..........................................................................15
2. Kendala Indonesia Dalam Melakukan Ekspor.............................................15
B. Analisis Hubungan Antara Ekspor Dengan Perspektif Teori Perencanaan
Pembangunan Ekonomi....................................................................................18
1. Analisis Data Ekspor di Indonesia ...............................................................19
C. Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan Ekspor di Indonesia .............20
1. Tahap-tahap Perencanaan.............................................................................21
2. Sasaran Strategis...........................................................................................21
3. Perencanaan Peningkatan Ekspor.................................................................22
BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................vi
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Sektor Migas dan Non Migas Tahun 2007-2011.................................12
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Indonesia Januari – Agustus 2013...............................13
Tabel 3. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor...........................................................14
Tabel 4. Perkembangan Volume Ekspor Indonesia .......................................................14
Tabel 5. Sasaran Strategis Perencanaan Pembangunan Ekspor......................................21
Tabel 6. Penentuan Alternatif Strategi dan Indikator Sasaran Ekspor............................22
Tabel 7. Skor Penilaian Strategi Kebijakan Untuk Penetapan Program Prioritas..........24
Tabel 8. Program Prioritas dan Tahapan Pencapaian Target Kinerja.............................26
Tabel 9. Perhitungan Pagu Program Prioritas.................................................................27
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kurva Permintaan Suatu Barang atau Komoditas.........................................6
Gambar 2. Kurva Penawaran Suatu Barang atau Komoditas.........................................8
Gambar 3. Hubungan Antar Sektor dalam Mewujudkan Good Governance.................9
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Keberhasilan pembangunan perekonomian di suatu negara sering kali diukur melalui
tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai oleh negara tersebut. Pertumbuhan
ekonomi dan kegiatan ekspor memiliki peranan yang penting dalam perekonomian suatu
negara. Peranan ekspor di negara-negara berkembang seperti di Indonesia dapat dikatakan
sebagai salah satu faktor penentu dan penggerak roda perekonomian di negara tersebut.
Ekspor merupakan kegiatan menjual dan mengirim barang atau komoditas dari suatu negara
ke negara lain. Salah satu sumber devisa Indonesia yang memberikan kontribusi yang besar
dalam pertumbuhan dan stabilitas perekonomian adalah kegiatan ekspor yang dilakukan
secara luas ke berbagai negara.
Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan sumber daya alam
yang melimpah. Hal ini terbukti dengan keadaan tanah Indonesia yang sangat subur. Negara
Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang mempunyai keunggulan komparatif
dibanding bangsa lain. Proses pembangunan yang ideal mampu menghasilkan produk-produk
yang memiliki keunggulan kompetitif terhadap bangsa lain. Kegiatan ekspor terdiri dari dua
yaitu ekspor migas dan ekspor non migas. Ekspor non migas di Indonesia lebih memberikan
kontribusi yang lebih terhadap jumlah ekspor Indonesia. Ekspor adalah proses transportasi
barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses
perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau
komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Namun, sangat disayangkan
dalam kenyataannya sebagai negara yang mempunyai kekayaan sumberdaya akan hasil alam
yang melimpah, Indonesia ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
pemerintah masih harus mengimpor dari negara lain. Indonesia terus dibanjiri produk impor
karena pemenuhan suplai dalam negeri terus berkurang akibat produksi yang rendah.
Faktor inovasi menjadi salah satu penyebab produktivitas selalu rendah. Tidak hanya
produktivitas rendah saja yang menjadi faktor penyebab ekspor rendah, melainkan dalam
mengekspor terdapat hambatan yang sering mengancam ekspor Indonesia yaitu regulasi
pemerintah dan tata niaga produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah seringkali
bertentangan dengan kondisi pasar, birokrasi yang panjang dan rawan pengenaan tarif tidak
resmi membuat biaya ekonomi sangat tinggi. Selain itu, biaya pengangkutan yang tinggi
sering membuat barang ekspor tidak terangkut. Kebijakan pemerintah tentang pembatasan
1
bahan bakar minyak mengakibatkan kenaikan ongkos angkut barang antar pulau atau negara.
Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia melakukan import non migas, padahal Indonesia
merupakan negara yang memiliki kekayaan yang melimpah. Dan dampaknya adalah
ketergantungan pada negara yang mengimport untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia.
Menurut Theotonio Dos Santos dalam Kuncoro (2011), Teori dependensi
(ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-negara tertentu
dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, di
mana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Dari teori
ketergantungan tersebut memang dapat membantu negara yang melakukan import dalam
memenuhi kebutuhan, namun menyebabkan negara tidak bisa mandiri dalam memenuhi
kebutuhan rakyatnya, padahal negara mempunyai potensi yang cukup baik. Inilah yang
terjadi pada Indonesia saat ini. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian tahun 2012 bahwa
jumlah ekspor Indonesia menurut sektor migas sebesar 20,38%, sedangkan sektor non migas
sebesar 79,62%. Dapat dilihat dalam tabel berikut jumlah ekspor dari sektor migas dan non
migas sebagai berikut :
Jumlah Sektor Migas dan Non Migas Tahun 2007-2011
Sumber : Data Statistik Kementrian Perindustrian, Tahun 2012
Berdasarkan pada data tersebut diketahui bahwa jumlah ekspor Indonesia baik dari
sektor migas maupun non migas setiap tahunnya mengalami jumlah yang tidak stabil.
Berbagai upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah agar angka ekspor dapat mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukannya perencanaan pembangunan yang
dapat memberikan suatu pengarahan untuk menggunakan sumber-sumber pembangunan
2
termasuk sumber ekonomi yang terbatas adanya, untuk dapat mencapai tujuan-tujuan
keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara efektif dan efisien (Tjokroamidjojo, 1985).
Dalam hal ini, tujuan dalam perencanaan berhubungan erat dengan perumusan kebijakan.
Maka, perlunya proses perencanaan pembangunan untuk dapat menstabilkan jumlah ekspor
di Indonesia baik dari sektor migas maupun sektor non migas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi ekspor di Indonesia?
2. Bagaimana kendala dalam peningkatan ekspor?
3. Bagaimana proses penyusunan perencanaan pembangunan ekspor migas dan non
migas di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui kondisi ekspor di Indonesia.
2. Mengetahui apa saja kendala dalam peningkatan ekspor di Indonesia
3. Megetahui proses penyusunan perencanaan pembangunan ekspor migas dan non
migas di Indonesia
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori ketergantungan (Dependency Theory)
Teori dependensi merupakan teori yang muncul sebagai tanggapan terhadap teori
modernisasi. Teori ini muncul karena didasari fakta akan lambatnya pembangunan pada
negara dunia ketiga (negara berkembang), khususnya Amerika Latin walaupun telah
diberikan modal investasi dari negara kaya (Amerika Serikat). Permodalan dari negara kaya
ternyata tidak mampu memberikan keuntungan bagi negara dunia ketiga, terutama dalam hal
pertumbuhan ekonomi, namun justru menambah kemiskinan di wilayah tersebut.
Menurut Theotonio Dos Santos dalam Kuncoro (2011), Dependensi (ketergantungan)
adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara- negara tertentu dipengaruhi oleh
perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara-negara lain, di mana negara-
negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja.Dos Santos dalam Kuncoro
(2011) menguraikan 3 bentuk ketergantungan:
1. Ketergantungan Kolonial
Ketergantungan ini ditandai dengan bentuk perdagangan luar negeri jaman penjajahan
yang bersifat monopoli yang diikuti dengan monopoli sumberdaya lainnya oleh
pemerintah penjajah.
2. Ketergantungan industri keuangan
Ketergantungan ini itandai dengan dominasi modal besar di negara-negara penjajah
melalui investasi produksi bahan mentah primer untuk tujuan konsumsi di negara
penjajah.
3. Ketergantungan Teknologi Industri
Bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa
ekspor bahan mentah untuk negara pusat. Perusahaan multinasional mulai
menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara
pinggiran.
Robert A. Packenham (1974), mengajukan kritik atas teori ketergantungan dengan
menyebutkan kekuatan teori ketergantungan dan kelemahan teori ketergantungan. Menurut
Packenham, kekuatan teori ketergantungan antara lain:
Menekankan pada aspek internasional.
Mempersoalkan akibat dari politik luar negeri (industri terhadap pinggiran).
4
Mengkaitkan perubahan internal negara pinggiran dengan politik luar negeri negara
maju.
Mengaitkan antara analisis ekonomi dengan analisis politik.
Membahas antarkelas dalam negeri dan hubungan kelas antarnegara dalam konteks
internasional.
Memberikan definisi yang berbeda tentang pembangunan ekonomi (tentang kelas –
kelas sosial, antardaerah dan antarnegara).
Sedangkan kelemahan teori dependensi antara lain:
Hanya menyalahkan kapitalisme.
Konsep kunci yang kurang jelas termasuk istilah “ketergantungan”.
Ketergantungan dianggap sebagai konsep yang dikotomis.
Tidak ada kemungkinan lepas dari ketergantungan.
Ketergantungan dianggap sebagai sesuatu yang negatif.
Ketergantungan tidak melihat aspek psikologis.
Ketergantungan menyepelekan konsep nasionalisme.
Teori Ketergantungan sangat normatif dan subyektif.
Hubungan antarnegara dalam teori ketergantungan bersifat zero-sum game (kalau
yang satu untung, yang lain rugi), padahal kenyataannya tidak ada hubungan yang
bersifat seperti itu.
Karena konsepnya tidak jelas maka tidak dapat diuji kebenarannya, sehingga teori ini
menjadi tautologies (selalu benar).
Menganggap aktor politik sebagai boneka dari kepentingan modal asing.
Kajian yang kurang rinci dan tajam akibatnya teori ini kurang dapat dipergunakan
untuk menganalisis dengan tajam.
Dalam pandangan teori ini, ada hubungan yang tidak seimbang antara negara maju
dan negara sedang berkembang (NSB) sehingga praktek eksploitatif terhadap NSB pun
senantiasa menyertai hubungan mereka. Namun disisi lain, hubungan tersebut juga
menimbulkan ketergantungan NSB terhadap negara-negara maju. Misalnya, NSB meruakan
produsen bahan mentah bagi kebutuhan industri negara-negara maju, dan sebaliknya mereka
merupakan konsumen barang-barang jadi yang dihasilkan industri-industri di negara-negara
maju tersebut. Pada intinya, pendekatan ini emandang bahwa NSB merupakan korban
kekakuan aneka faktor kelembagaan, politik dan ekonomi, baik yang berskala domestik
maupun global (Arsyad, 2010).
5
B. Teori Permintaan dan Penawaran
Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan
permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebutkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi
permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar riil, pendapatan dunia dan
kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor,
harga domestik, nilai tukar riil, kapasitas produksi yang bisa diproksi melalui investasi, impor
bahan baku, dan kebijakan deregulasi. Menurut Sukirno (2003), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah permintaan, yaitu:
1. Harga barang itu sendiri.
2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut.
3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat
4. Corak distribusi dalam pendapatan masyarakat.
5. Cita rasa masyarakat.
6. Jumlah penduduk.
7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
Dalam analisis permintaan paling sederhana, dapat digambarkan sebuah kurva (curve) yang
memuat hubungan antara harga sebuah barang dengan kuantitas yang diminta.
Gambar 1. Kurva Permintaan Suatu Barang atau Komoditas
Sebagaimana Gambar tersebut dapat dijelaskan, jika harga suatu barang pada P0 maka
jumlah yang diminta adalah Q0. Adanya perubahan harga sebesar P0P1 mengakibatkan
perubahan permintaan sebesar Q0Q1. Demikian sebaliknya, perubahan harga sebesar P0P2
mengakibatkan perubahan permintaan sebesar Q0Q2. Sifat dari kurva permintaan ini adalah
mempunyai arah kurva (slope) yang negatif. Artinya, semakin meningkat harga barang maka
6
jumlah barang yang diminta akan menurun. Demikian sebaliknya bila harga barang turun,
maka jumlah yang diminta akan menurun (Rosyidi, 2006).
Ada empat hal paling dominan yang menyebabkan terjadinya perubahan permintaan, yaitu:
a. Tingkat pendapatan per kapita (per capita income) masyarakat. Semakin besarnya
pendapatan selalu berarti semakin besarnya permintaan. Jika terjadi kenaikan
pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Namun
apabila terjadi penurunan pendapatan masyarakat, maka kurva permintaan akan
bergeser ke kiri.
b. Cita rasa atau selera (taste) konsumen terhadap barang itu. Cita rasa atau selera
masyarakat pada umumnya akan berubah dari waktu ke waktu. Selera
menggambarkan bermacam-macam pengaruh budaya dan sejarah. Selera mungkin
mencerminkan kebutuhan psikologis dan fisiologis sejati, selera mungkin mencakup
kecanduan yang terjadi secara artifisial dan selera mungkin juga mengandung sebuah
unsur yang kuat dari tradisi atau agama.
c. Harga barang lain yang berkaitan (prices of related goods), terutama barang
pelengkap (complementary goods) dan barang pengganti (substitution goods).
Kenaikan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan ke kanan, dan
penurunan harga barang subtitusi akan menggeser kurva permintaan ke kiri.
Sedangkan kenaikan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan
ke kiri dan penurunan harga barang komplementer akan menggeser kurva permintaan
ke kanan.
d. Harapan atau perkiraan konsumen (consumer expectation) terhadap harga barang
yang bersangkutan. Permintaan suatu barang akan berubah searah dengan ekspektasi
masyarakat terhadap harga barang yang bersangkutan. Maksudnya adalah ekspektasi
konsumen terhadap harga barang di masa mendatang, yakni apakah harga itu akan
naik, turun atau tetap. Perkiraan itu amat menentukan. Jika konsumen mengira bahwa
harga suatu barang akan naik bulan depan maka sebelum harga barang itu betul-betul
naik, kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika konsumen mengira
bahwa harga akan turun bulan depan, kurva permintaan akan bergeser ke kiri.
Berbeda dengan permintaan (demand), dari sisi penawaran (supply) para penjual
mempunyai sikap yang sebaliknya dari sikap para pembeli. Mereka berkecenderungan akan
menawarkan lebih banyak barang apabila harganya tinggi dan mengurangi jumlah harga yang
ditawarkannya apabila harganya bertambah rendah. Dengan menganggap hal lainnya tetap
(ceteris paribus), jumlah barang yang ditawarkan berhubungan positif dengan harga barang.
7
Gambar 2. Kurva Penawaran Suatu Barang atau Komoditas
Berdasarkan Gambar diatas dapat dijelaskan tentang hubungan jumlah barang atau
komoditas yang ditawarkan di pasar pada berbagai tingkat harga, yang diwakili oleh kurva
SS. Sifat dari kurva penawaran ini adalah mempunyai arah kurva (slope) yang positif.
Artinya, semakin meningkat harga barang atau komoditas maka jumlah barang atau
komoditas yang ditawarkan di pasar akan meningkat juga. Begitu sebaliknya bila harga
barang atau komoditas itu turun, maka jumlah barang atau komoditas yang ditawarkan di
pasar akan menurun. Misalkan pada kondisi awal harga barang atau komoditas di H 0 dan
jumlah yang ditawarkan adalah Q0. Jika harga naik dari H0 ke H1, maka jumlah barang atau
komoditas yang ditawarkan akan meningkat dari Q0 ke Q1. Demikian juga bila harga turun
dari H0 ke H2, maka jumlah yang ditawarkan akan menurun dari Q0 ke Q2 (Rosyidi, 2006).
Menurut pendapatnya dalam setiap perekonomian jarang sekali masalah kelebihan
produksi. Masalah kelebihan produksi, apabila hal itu terjadi, adalah masalah sementara.
Mekanisme pasar akan membuat penyesuaian-penyesuaian sehingga akhirnya jumlah
produksi akan turun di sektor-sektor yang mengalami kelebihan produksi dan akan naik di
sektor-sektor di mana permintaan ke atas produksi mereka sangat berlebihan. Berdasarkan
kepada pandangan yang seperti ini ahli-ahli ekonomi klasik berkeyakinan bahwa di dalam
suatu perekonomian sering sekali terwujud keadaan di mana jumlah keseluruhan penawaran
barang-barang dalam perekonomian(penawaran agregat) pada penggunaan tenaga penuh akan
selalu diimbangi oleh keseluruhan permintaan atas barang-barang tersebut (permintaan
agregat) yang sama besarnya.
C. Teori Good Governance
Pengertian good governance dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yaitu good
government governance dan good corporate governance. Good government governance
8
dilihat dari sudut pandang pemerintah sedangkan good corporate governance dilihat dari
sudut pandang korporasi atau perusahaan swasta. Dalam pembahasan ini, good governance
yang dimaksud adalah good government governance karena topik yang sedang dibahas lebih
condong kepada sudut pandang kepemrintahan.
Dari segi functional aspect : governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah
berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan, atau
sebaliknya? Ganie-Rochman memberikan definisi: Governance adalah mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan
sektor non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif. Governance sebagai praktek
penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan
pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Oleh karena itu,
governance mempunyai tiga hal yaitu ekonomi, politik, dan administratif.
Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang
memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara
ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap equity, proverty, dan quality
of life. Political governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi
kebijakan. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh
karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau
pemerintahan), private sector ( sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat),
yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan
berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta
menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi
sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat
untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, politik.
Gambar 3. Hubungan Antar Sektor dalam Mewujudkan Good Governance
Negara sebagai satu unsur governance, di dalamnya termasuk lembaga-lembaga
politik dan lembaga-lembaga sektor publik. Sektor swasta meliputi perusahaan-perusahaan
swasta yang bergerak diberbagai bidang dan sektor informal lain di pasar. Ada anggapan
9
bahwa sektor swasta adalah bagian dari masyarakat. Namun demikian sektor swasta dapat
dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan-kebijakan sosial, politik dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang
lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan-perusahaan itu sendiri.
Sedangkan masyarakat (society) terdiri dari individual maupun kelompok (baik yang
terorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan
aturan formal maupun tidak formal. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat,
organisasi profesi dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga dominan tersebut, good governance dapat didefiniskan kondisi
yang memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Ketiga domain (state, society, dan private sector) mengetahui, memahami, dan
menjalankan fungsinya masing-masing secara benar dan efektif.
2. Ketiga domain (state, society, dan private sector) memiliki hubungan yang pas, sesuai
proporsinya, tidak kurang dan tidak lebih (approprate relationship).
Selain pengertian-pengertian di atas, Akhmad Syakhroza (2003) menjelaskan arti
good governance sebagai tata kelola organisasi secara baik dengan prinsip-prinsip
keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam konteks mekanisme internal
organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah
dikihat dalam konteks mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi.
Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi mengatur
jalannya organisasi sesuai dengan ketiga prinsip diatas sedangkan mekanisme eksternal lebih
menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara
harmonis tanpa mengabaikan pencapaian tujuan organisasi.
Agar upaya good governance bisa diterapkan dalam suatu organisasi maka
dibutuhkan adanya aturan main yang membatasi/mengarahkan aktifitas maupun keputusan
top manajemen organisasi selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya aturan main apakah peraturan dan kebijakan internal organisasi ataupun hukum
dan perundang-undangan yang mengatur organisasi maupun perangkat pelaksanaannya
membuat top manajemen tersebut menjadi lebih independen dalam menjalankan roda
organisasi.
Dengan menegakkan sistim good governance dalam suatu organisasi diharapkan
terjadi peningkatan dalam hal:
10
Efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan
konstribusi kepada terciptaya kesejahteraan masyarakat, pegawai, dan stakeholder
lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi
ke depan.
Legitimasi organisasi yang kelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholder.
Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan
partisipasi organisasi secara legitimate.
Good Governance lebih ditekankan kepada proses, sistim, prosedur dan peraturan
yang formal ataupun informal yang menata organisasi dimana aturan main yang ada
diterapkan dan di taati. Good Governance berorientasi kepada penciptaan keseimbangan
antara tujuan ekonomis dan sosial atau antara tujuan individu dan masyarakat (banyak orang)
yang diarahkan kepada peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam hal pemakaian sumber
daya organisasi sejalan dengan tujuan organisasi. Good governance secara sederhana dengan
merujuk kepada pembangunan aturan main dan lingkungan ekonomi dan institusi yang
memberikan kebebasan pembangunan aturan main dan lingkungan ekonomi dan institusi
yang memberikan kebebasan kepada organisasi untuk secara ketat untuk meningkatkan nilai
jangka panjang pemilik, memaksimumkan pengembangan SDM, dan juga memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, lingkungan, dan masyarakat banyak.
BAB III
11
PEMBAHASAN
A. Kondisi Ekspor di Indonesia
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara
lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah
tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya
ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea
cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional, lawannya adalah impor.
Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat
itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan
berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri
promosi ekspor. Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri
membeli barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan sangat tajam antar
berbagai produk. Selain harga, kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing
suatu produk.
Berdasarkan data statistik dari Kementrian Perindustrian tahun 2012 bahwa jumlah
ekspor baik sektor migas dan non migas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah Sektor Migas dan Non Migas Tahun 2007-2011
12
Sedangkan untuk Bulan Januari-Agustus 2012 dan 2013, berdasarkan data Badan
Pusat Statistik tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Ekspor Indonesia pada Agustus 2013 mengalami penurunan sebesar 12,77 persen
dibanding Juli 2013, yaitu dari US$15.087,9 juta menjadi US$13.160,8 juta. Bila
dibandingkan dengan Agustus 2012,ekspor mengalami penurunan sebesar 6,31 persen.
Penurunan ekspor Agustus 2013 disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas
sebesar 18,88 persen dari US$12.805,3 juta menjadi US$10.387,4 juta, sebaliknya ekspor
migas naik sebesar 21,50 persen, yaitu dari US$2.282,6 juta menjadi US$2.773,4 juta. Lebih
lanjut peningkatan ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor minyak mentah
sebesar 22,62 persen menjadi US$963,9 juta dan ekspor hasil minyak sebesar 31,64 persen
menjadi US$415,8 juta, demikian juga ekspor gas meningkat sebesar 18,04 persen menjadi
US$1.393,7 juta. Volume ekspor migas Agustus 2013 terhadap Juli 2013 untuk minyak
mentah dan hasil minyak naik masing-masing sebesar 21,82 persen dan 33,09 persen,
demikian juga gas naik sebesar 0,42 persen. Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia
di pasar dunia naik dari US$103,12 per barel pada Juli 2013 menjadi US$110,78 per barel
pada Agustus 2013.
Tabel 2. Perkembangan Ekspor Indonesia Januari – Agustus 2013
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Ekspor Menurut Sektor
Ekspor produk industri menurun 3,64 persen, demikian juga ekspor produk
pertambangaan dan lainnya menurun 2,74 persen, sedangkan produk pertanian meningkat 2,3
persen. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Agustus 2013,
kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 61,97 persen, sedangkan kontribusi ekspor
produk pertanian adalah sebesar 2,99 persen, dan kontribusi ekspor produk pertambangan dan
13
lainnya adalah sebesar 17,12 persen, sementara konstribusi ekspor migas adalah sebesar
17,92 persen.
Tabel 3. Nilai Ekspor Indonesia Menurut Sektor
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Tabel 4. Perkembangan Volume Ekspor Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013
Dari sisi volume, ekspor Indonesia Agustus 2013 mengalami penurunan 5,49 persen
dibanding Juli 2013 yang disebabkan penurunan volume ekspor nonmigas sebesar 6,57
persen. Sebaliknya volume migas naik 11,66 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika
dibandingkan dengan Agustus 2012 volume ekspor meningkat 26,58 persen. Secara
kumulatif volume ekspor juga meningkat 18,20 persen dibanding periode Januari–Agustus
2012 yang disumbang oleh kenaikan ekspor nonmigas sebesar 21,31 persen. Sedangkan
volume ekspor migas justru turun 14,11 persen.
14
1. Produk ekspor Indonesia
Produk ekspor Indonesia meliputi hasil produk pertanian, hasil hutan, hasil perikanan,
hasil pertambangan, hasil industri dan begitupun juga jasa.
a. Hasil Pertanian
Contoh karet, kopi kelapa sawit, cengkeh,teh,lada,kina,tembakau dan cokelat.
b. Hasil Hutan
Contoh kayu dan rotan. Ekspor kayu atau rotan tidak boleh dalam bentuk kayu
gelondongan atau bahan mentah, namun dalam bentuk barang setengah jadi maupun
barang jadi, seperti mebel.
c. Hasil Perikanan
Hasil perikanan yang banyak di ekspor merupakan hasil dari laut. produk ekspor hasil
perikanan, antara lain ikan tuna, cakalang, udang dan bandeng.
d. Hasil Pertambangan
Contoh barang tambang yang di ekspor timah, alumunium, batu bara tembaga dan
emas.
e. Hasil Industri
Contoh semen, pupuk, tekstil, dan pakaian jadi.
f. Jasa
Dalam bidang jasa, Indonesia mengirim tenaga kerja keluar negeri antara lain ke
malaysia dan negara-negara timur tengah.
B. Kendala Indonesia Dalam Melakukan Ekspor
Kendala-kendala yang dihadapi oleh negara kita dalam melakukan ekspor, di antaranya
sebagai berikut:
Perekonomian negara kita dihadapkan pada ekonomi biaya tinggi (high cost
economy), yang ditandai dengan:
1. produktivitas dan kualitas tenaga kerja relatif rendah;
2. struktur industri dan teknis produksi tidak efisien dan rapuh;
3. struktur dan prosedur birokrasi sering menimbulkan biaya tambahan;
4. sistem transportasi dan jalur distribusi laut dan darat yang lamban dan kurang
memadai, serta sistem integrasi antarmodal yang lemah di hampir semua jenis
angkutan dan distribusi sehingga menganggu ketepatan waktu penyampaian barang
dan efisiensi biaya;
15
5. mekanisme keterkaitan industri hulu dan hilir yang tidak efisien;
6. banyaknya industri yang terkait dengan monopoli, oligopoli, dan konsentrasi rasio
yang tinggi pada kelompok tertentu, serta kolusi yang samar-samar yang
mengkonsentrasikan
diri pada pasar domestik;
7. kondisi moneter yang terlalu peka dan labil terhadap inflasi, nilai kurs, dan tingkat
bunga;
8. ketergantungan terhadap kandungan impor yang tinggi serta industri hulu dan
industri strategis;
9. proteksi yang berlebihan dan berkepanjangan pada industry hulu;
10. kesalahan struktural dalam kebijakan pemerintah serta kurangnya kemampuan dalam
bidang rekayasa dan rancang bangun;
11. tata niaga perdagangan dan jasa dalam negeri yang berlingkar pada kelompok
tertentu.
Kendala internal lainnya berupa:
1. lingkar proses bahan baku yang belum memadai untuk industri barang jadi;
2. rendahnya tingkat investasi untuk komoditas ekspor, baik investasi domestik maupun
asing;
3. keserasian proses dan mekanisme kerja antara birokrat dan pengusaha masih belum
selaras dan harmonis;
4. kelemahan dalam informasi pasar;
5. proses inovasi dan pengembangan teknologi yang rendah;
6. forum Indonesia Incorporated yang kurang berperan antif;
7. trading house yang belum berfungsi;
8. tingginya ketergantungan pada beberapa komoditas ekspor bahan-bahan pertanian
dan tambang (90% konsentrasi mata dagangan nonmigas hanya pada 23 komoditi);
9. term of trade beberapa komoditas pendukung cenderung merosot;
10. ekspor masih dalam komoditas pesanan, belum masuk dalam tahap daya saing dan
lemahnya respon terhadap permintaan pasar sehingga riskan terhadap perubahan
global;
11. rendahnya upaya strategi promosi ekspor dan budaya ekspor serta tumpulnya ujung
tombak atase dan wakil dagang di luar negeri, dan lemahnya kekuatan jangkauan
pasar yang hanya terbatas pada akses pasar dari pemiliki merek sebagai pemesan;
16
12. kecilnya peran konglomerat yang ikut bermain dalam pasar internasional, mereka
lebih melihat pasar domestik untuk melempar produknya;
13. lemahnya jaringan bisnis dan saluran distribusi perdagangan internasional;
14. mayoritas industri Indonesia hanya bertumpu pada hasil akhir, tanpa didukung oleh
akar industri yang kuat;
15. lemahnya infrastuktur pendukung dan lambatnya kesiapan kelembagaan pendukung,
seperti pelabuhan, listrik, telekomunikasi, dan tenaga ahli;
16. pasar luar negeri yang mendikte bahan baku produksi atau pun pelemparan output
produksinya.
Kendala eksternal berupa:
1. semakin ketatnya persaingan beberapa macam ekspor antarnegara;
2. proses substitusi barang impor meningkat di negara-negara pengimpor, sikap
proteksionis dari beberapa negara tujuan ekspor;
3. ketergantungan pada ekonomi dunia akibat strategi led growth;
4. daya serap negara maju rendah akibat resesi dan problem ekonomi yang masih terasa
dan upaya penghematan impor dari negara-negara pengimpor sehingga membuat
permintaan turun, yang berakibat merosotnya harga barangbarang tersebut;
5. lingkaran utama negara-negara berkembang ikut mempengaruhi lalu lintas impor-
ekspor internasional;
6. perubahan struktur produksi bagi negara-negara maju yang cenderung dan bertendensi
menjadi over supply bagi negaranegara pengekspor sehingga mendorong merosotnya
hargaharga dari produksi ekspor tersebut;
7. perubahan gerak nilai tukar internasional yang sulit dideteksi;
8. munculnya negara-negara pendatang baru yang memproduksi barang sejenis, seperti
Vietnam, Bangladesh, dan Cina yang bersamaan dengan pesaing-pesaing lama yang
memiliki jaringan internasional membanjiri pasaran dengan ciri dan pola strategi
pemasaran yang berbeda dengan harga yang lebih kompetitif;
9. semakin berkembangnya trading block, seperti pasar tunggal Eropa, NAFTA, AFTA,
dan forum APEC. Walaupun pada akhirnya semakin terarah menuju liberalisasi
perdagangan dan investasi, terutama setelah ditandatanganinya kesepakatan-
kesepakatan WTO untuk tahun 2010/2020.
17
C. Analisis Data
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA)
yang melimpah, yaitu migas dan non migas. Namun pada kenyatanyaannya, pemerintah
Indonesia masih mengalami dilema dalam pemenuhan kebutuhan di negara Indonesia.
Penyebabnya adalah karena permintaan kebutuhan di Indonesia tinggi akan tetapi pemerintah
belum mampu memaksimalkan SDA yang dimiliki. Sehingga pemerintah mengambil langkah
untuk melakukan impor kepada negara-negara tetangga untuk mencukupi permintaan yang
ada tersebut. Dampaknya, Indonesia menjadi negara yang bergantung dengan negara lain. Hal
ini sesuai dengan teori ketergantungan dari Theotonio Dos Santos. Menurut Theotonio Dos
Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara-
negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi
negara-negara lain, di mana negara-negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima
akibat saja.
Ketergantungan Indonesia kepada negara-negara lain memberikan dampak positif dan
negatif. Dampak positif dari ketergantungan Indonesia dengan negara-negara lain adalah
memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan cadangan devisa, dan memperluas pasar.
Sedangkan dampak negatif dari ketergantungan negara Indonesia dengan negara-negara lain
adalah menimbulkan kelangkaan barang di dalam negeri, menyebabkan eksploitasi besar -
besaran sumber daya alam dan menyebabkan negara Indonesia tidak bisa mandiri. Dari
keadaan alam yang dimiliki, Indonesia seharusnya mampu memanfaatkan SDA secara efektif
dan efesien. Dalam hal ini peran pemerintah sangatlah penting, karena pemerintah
mempunyai wewenang untuk memanfaatkan sumber daya yang ada dan meningkatkan
produk-produk dalam negri dengan tujuan supaya Indonesia mampu bersaing secara global.
Tidak hanya peran pemerintah saja, melainkan juga pemerintah harus mengikut sertakan
pihak swasta dan masyarakat. Dengan begitu, hal ini sesuai dengan teori good governance.
Pengertian good governance dapat ditinjau dari dua segi yang berbeda, yaitu good
government governanace dan good corporate governance. Good government governance
dilihat dari sudut pandang pemerintah sedangkan good corporate governance dilihat dari
sudut pandang korporasi atau perusahaan swasta. Dalam pembahasan ini, good governance
yang dimaksud adalah good government governance karena topik yang sedang dibahas lebih
condong kepada sudut pandang kepemerintahan. Governance sebagai praktek
penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan
pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Oleh karena itu,
governance mempunyai tiga hal yaitu ekonomi, politik, dan administratif. Economic
18
governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas
ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Economic
governance mempunyai implikasi terhadap equity, proverty, dan quality of life. Political
governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan.
Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu,
institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan),
private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling
berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan berfungsi
menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan
pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial,
ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk
berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, politik. Dari teori good governance tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa peran pemerintah, swasta dan masyarakat sangat
berpengaruh, karena dengan begitu tujuan dalam meningkatkan ekspor di Indonesia bisa
berjalan dengan baik. Peran ketiga stakeholder ini sangat berkaitan dan saling
berkesinambungan untuk melakukan proses perencanaan ekspor bagi negara Indonesia
Berdasarkan tampilan ringkasan perkembangan ekspor Indonesia Januari - Agustus
2013 bahwa kondisi ekspor Indonesia pada Agustus 2013 mengalami penurunan sebesar
12,77 persen terhadap Juli 2013, dimana turun US$15.087,9 juta menjadi US$13.160,8 juta
pada juli 2013. Secara total perkembangan ekspor Indonesia jika dibandingkan dengan
Agustus 2012, nampak jumlah prosentase total ekspor Indonesia mengalami penurunan
sebesar 6,31 persen. Penurunan ekspor pada tahun 2013 ini dipicu oleh menurunnya ekspor
nonmigas sebesar 18,88 persen dari US$12.805,3 juta menjadi US$10.387,4 juta pada 2013,
walaupun demikian ekspor migas naik dengan prosesntase cukup membanggakan. Sementara
itu jika melihat prosesntase total dengan memperbandingkan kedua tahun (2013 dan 2012)
maka nampak jelas terjadi penurunan dari kedua jenis ekspor. Prosentase ekspor migas turun
17,35 persen pada tahun 2013 ini, pada ekspor non-migas terjadi penurunan sebesar 3,25
persen. Hal ini perlu sekali koreksi bagaimana mungkin migas terjadi penurunan prosentase
lebih besar daripada non-migas. Idealnya migas dan non-migas menjadi pondasi bagi
keberlangsungan pembangunan Indonesia karena mengingat krisis di Eropa telah berangsur
mereda, maka keduanya dapat difungsikan seimbang saling mendukung, tidak memfokuskan
salah satu diantaranya. Oleh karenanya pemerintah bersama swasta dapat berupaya lebih
keras lagi memaksimalkan potensi alam serta prinsip public privat partnership (PPP).
19
Situasi menarik juga ditampilkan pada bagian ekspor Indonesia menurut sektor, sektor
industri dan pertambangan pada tahun 2013 sama-sama mengalami penurunan terhadap 2012
secara berurutan dapat dinyatakan sebesar sebesar 3,64 persen dan 2,74 persen. Sementara itu
sektor pertanian mengalami kenaikan sebesar 2,30 persen dari total ekspor US$ 3.485,8 juta
pada 2012 ke US$ 3.565,9 juta pada 2013, mengingat hasil pertanian Indonesia telah dilirik
dunia Internasional sebagai pemasok kebutuhan mereka, hal ini dibuktikan semakin
gencarnya kepala negara yang berdatangan ke Indonesia untuk melakukan kerjasama
perdagangan baik bileteral maupun multilateral. Pada sisi migas agaknya minyak mentah dan
gas mengalami penurunan, secara berurutan dapat dinyatakan sebesar 12,62 persen dan 18,20
persen. Sementara itu hasil minyak masih menunjukkan eksistensinya dibanding sektor migas
yang lain, dimana naik 3,30 persen pada 2013 ini. Secara khusus pada tahun 2013, migas
yang terdiri dai sektor minyak mentah, hasil minyak dan gas terkoreksi naik. Walaupun
demikian non-migas mengalami penurunan oleh karena turunnya ekspor industri dan
pertambangan.
Berdasarkan analisis data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ekspor total pada
tahun 2013 terhadap tahun 2012 mengalami penurunan, sementara itu disisi yang lain pada
tahun 2013 pada agustus terhadap juli mengalami peningkatan. Oleh karena itu jika dilihat
dari kedua tahun ini dimana ekspor Indonesia mengalami penurunan maka sebetulnya
pemerintah dan swasta telah mengalami kondisi yang disebut berupaya keras namun belum
mencapai target naik. Walau bagaimanapun kenaikan ekspor untuk tahun 2013 (juli-agustus)
tidak akan mencapai pencapaian tahun 2012. Dari paparan singkat tersebut diatas sangat
mungkin jika penerapan teori perencanaan pembangunan ekonomi dalam hal ekspor migas
dan non-migas sangat membantu dalam hal problematika ekspor secara umum.
D. Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan Ekspor Di Indonesia
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara
lain. Proses ini seringkali digunakan oleh perusahaan dengan skala bisnis kecil sampai
menengah sebagai strategi utama untuk bersaing di tingkat internasional Strategi ekspor
digunakan karena risiko lebih rendah, modal lebih kecil dan lebih mudah bila dibandingkan
dengan strategi lainnya.
20
1. Tahap-tahap Perencanaan
Dalam perencanaan ekspor perlu dilakukan berbagai persiapan, berikut ini 4 langkah
persiapannya :
1. Identifikasi pasar yang potensial
2. Penyesuaian antara kebutuhan pasar dengan kemampuan, analisis SWOT (strength,
weakness, opportunities, threat)
3. Melakukan Pertemuan, dengan eksportir, agen, dll
4. Alokasi sumber daya.
2. Sasaran Strategis
Sasaran strategis merupakan indikator kinerja yang ditetapkan untuk mencapai suatu
tujuan. Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam perencanaan pembangunan
ekspor di Indonesia ini yang tentunya atas dasar dari suatu misi. Berikut sasaran strategis
yang ingin dicapai dalam perencanaan pembangunan ekspor, yaitu :
Tabel 5. Sasaran Strategis Perencanaan Pembangunan Ekspor
Misi meningkatkan kinerja
ekspor non migas
secara berkualitas
menguatkan pasar
dalam negeri
menjaga ketersediaan
bahan pokokdan
penguatan jaringan
distribusi nasonal.
Tujuan 1. peningkatan akses
pasar ekspor dan
fasilitas ekspor
2. peningkatan daya
saing ekspor
1. peningkatan
pengawasan dan
perlindungan
konsumen
2. peningkatan kinerja
sektor perdagangan
besar dan eceran dan
ekonomi kreatif
1. penciptaan jaringan
distribusi
perdagangan yang
efisien
2. stabilisasi dan
penurunan disparitas
harga bahan pokok
Sasaran 1. pertumbuhan ekspor
non migas
2. diversivikasi pasar
ekspor
3. diversivikasi produk
ekspor
1. pertumbuhan PDB
sektor perdagangan
2.penyederhanaan
perizinan
perdagangan dalam
1. disparitas harga antar
provinsi
2. Gejolak harga bahan
pokok dalam negeri
21
4.keunggulan
komparatif produk
ekspor
negeri
3. kontribusi ekonomi
kreatif
Sasaran yang ingin dicapai dalam peningkatan akses pasar ekspor dan fasilitasi ekspor
adalah:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekspor nonmigas, sebagai salah satu sumber utama
pertumbuhan ekonomi nasional
2. Diversivikasi pasar tujuan ekspor yang semakin baik sebagai indikasi berkurangnya
ketegantungan ekspor pada suatu negara tertentu, sehngga berkelanjutan pertumbuhan
ekonomi semakin baik
3. Diversivikasi produk ekspor migas dan non migas yang semakin baik, sehingga
ketergantungan pada produk ekspor tertentu menjadi berkurang.
3. Perencanaan Peningkatan Ekspor
Tabel 6. Penentuan Alternatif Strategi dan Indikator Sasaran Ekspor
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Peluang:
1. Persaingan ekspor di
Indonsia semakin
meningkat
2. Munculnya inovasi-
inovasi baru dalam
menciptakan persaingan
produk ekspor
3. Meningkatkan akses
pasar ke luar negeri
4. Munculnya negara-
negara konsumen
industri baru
5. Sektor yang baru
dikembangkan
Indonesia dilirik oleh
dunia. Ex: kerajinan
Ancaman:
1. Banyak negara lain yang
kebijakannya lebih baik
dalam ekspor barang.
2. Sumberdaya manusia di
negara lain lebih kreatif
dalam mengembangkan
produk.
3. Produk dari luar negeri
lebih berkualitas dan
harga lebih terjangkau.
4. Teknologi semakin maju,
namun Indonesia belum
mampu mengembangkan
5. Euforia ekspor minyak
mentah besar-besaran,
tanpa memperhitungkan
produksi sendiri. Tak
22
mampu produksi
Kekuatan:
1. Sumberdaya Alam
yang melimpah
2. Memiliki Sumberdaya
Manusia yang banyak
3. Memiliki keragaman
budaya yang dapat
menghasilkan produk
ekspor
4. Memiliki Program
yang berbasis industri
kreatif
Alternatif Strategi:
1. Meningkatkan produk
unggulan untuk ekspor
2. Meningkatkan kreativitas
sumber daya manusia
3. Meningkatkan potensi-
potensi keragaman
budaya dengan produk
khas yang dimiliki
masing-masing daerah
Alternatif Strategi:
1. Meningkatkan kualitas
produksi ekspor
2. Kebijakan pemerintah
yang dapat
menguntungkan produsen
dalam negri agar mampu
bersaing dengan
maksimal
3. Peningkatan tenaga ahli
dalam mengembangan
teknologi agar mampu
mengikuti teknologi yang
semakin maju
Kelemahan:
1. produktivitas SDM
yang ada di Indonesia
masih rendah
2. Kurangnya kerativitas
pelaku industri local
3. Lemahnya
adminsitrasi dalam
melakukan ekspor
4. Lemahnya regulasi
pemerintah
5. Biaya transportasi
yang relative mahal
6. Kurang dukungan dan
pedulinya pemerintah
daerah dalam
mendampingi
Alternatif Strategi:
1. Memberikan penyuluhan
dan pelatihan kepada
sumber daya manusia
untuk menciptakan
kekreativitasan dalam
menciptakan sebuah
produk yang inovatif.
2. Melakukan pelatihan
kepada industri-industri
mikro
3. Memberikan kemudahan
perijinan kepada produsen
yang akan membuat usaha
produk baru
4. Pemerintah membantu
memasarkan produk-
Alternatif Strategi:
1. Memberikan pelatihan
kepada pelaku industri
untuk peningkatan
kualitas produk
2. Pemberian fasilitas untuk
meningkatkan daya saing
3. Memberikan kemudahan
untuk produsen dalam
mengurusi administrasi
saat melakukan ekspor
4. Memberikan keringanan
biaya transportasi saat
melakukan pengiriman
produk-prouk ekspor ke
luar negri
23
masyarakat lokal
7. Sistem ekspor-impor
yang tidak optimal.
Sering lolosnya
ekspor-impor ilegal
produk lokal ke ranah
internasional
Deskripsi Singkat :Berdasarkan analisis SWOT yang dipaparkan dalam tabel 6 tersebut diatas, kemudian
disederhanakan kedalam penilaian strategi kebijakan untuk penetaapan program prioritas,
alasannya dikarenakan untuk melihat sejauh mana dari 14 strategi kebijakan nantinya akan
dipilih sebagai program berdasarkan skor yang dibuat. Adapun penilaian dari strategi
kebijakan untuk penetapan program prioritas sebagai berikut :
Tabel 7. Skor Penilaian Strategi Kebijakan Untuk Penetapan Program PrioritasStrategi Kebijakan Skor Penilaian1. Meningkatkan produk unggulan untuk
ekspor
65
2. Meningkatkan kreativitas sumber daya
manusia
85
3. Meningkatkan potensi-potensi keragaman
budaya dengan produk khas yang dimiliki
masing-masing daerah
70
4. Meningkatkan kualitas produksi ekspor 70
5. Kebijakan pemerintah yang dapat
menguntungkan produsen dalam negri
agar mampu bersaing dengan maksimal
90
6. Peningkatan tenaga ahli dalam
mengembangan teknologi agar mampu
mengikuti teknologi yang semakin maju
75
7. Memberikan penyuluhan dan pelatihan
kepada sumber daya manusia untuk
menciptakan kekreativitasan dalam
menciptakan sebuah produk yang inovatif
70
8. Melakukan pelatihan kepada industri- 60
24
industri mikro
9. Memberikan kemudahan perijinan kepada
produsen yang akan membuat usaha
produk baru
80
10.Pemerintah membantu memasarkan
produk-produk lokal ke ranah
internasional
65
11. Memberikan pelatihan kepada pelaku
industri untuk peningkatan kualitas
produk
70
12. Pemberian fasilitas untuk meningkatkan
daya saing; seperti
90
13. Memberikan kemudahan untuk produsen
dalam mengurusi administrasi saat
melakukan ekspor
70
14. Memberikan keringanan biaya
transportasi saat melakukan pengiriman
produk-produk ekspor ke luar negri
85
Keterangan : Skor Interval = 50-100
Berdasarkan hasil skoring yang dilakukan, maka didapatkan 5 program prioritas.
Interval skor yang ditampilkan 50-100, artinya adalah nilai skor terendah sebesar 50
bermakna bahwa strategi kebijakan tersebut kurang begitu prioritas untuk dilakukan.
Sementara nilai skor tertinggi sebesar 100 bermakna strategi kebijakan tersebut dapat
dijadikan program prioritas. Pemilihan kelima program prioritas dari keseluruhan program
prioritas yang ada didasarkan atas subjektifitas penulis dengan melihat angka interval yang
muncul lebih dari 80. Adapun lima program prioritas yang dimaksud diantaranya adalah
(a) Meningkatkan kreativitas sumber daya manusia; (b) Kebijakan pemerintah yang dapat
menguntungkan produsen dalam negri agar mampu bersaing dengan maksimal; (c)
Memberikan kemudahan perijinan kepada produsen yang akan membuat usaha produk
baru; (d) Pemberian Fasilitas untuk meningkatkan daya saing ; dan (e) Memberikan
keringanan biaya transportasi saat melakukan pengiriman produk-produk ekspor ke luar
negri. Kemudian program prioritas tersebut agar dapat dipertanggungjawabkan dalam
25
pelaksanaannya, maka akan dilakukan identifikasi, penetapan standar keberhasilan serta
prosentase keberhasilan yang dijabarkan tiap tahun. Adapun tahapan peencapaian target
kinerja tersebut dibawah ini:
Tabel 8. Program Prioritas dan Tahapan Pencapaian Target Kinerja
Catatan:Indikator kinerja harus sesuai degan prog prioritas…..dan tahapan pencapaian target sesuaikan juga dan tidak harus %.....
No. Program
Prioritas
Permasalahan Faktor Penentu
Keberhasilan
Indikator Kinerja
Tahapan Pencapaian Target
(%)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Program
pelatihan
pengembang
an
kemampuan
masyarakat
kreatifitas
SDM masih
rendah
Kreativitas
para
produsen
/sumber daya
manusia
Jumlah
SDM yang
ikut
pelatihan
Tingkat
pertumbuha
n ekspor
70 77 80 85 90
2 Program
pengelolaan
sumber daya
migas dan
non migas
Potensi yang
dimiliki belum
terkelola
dengan baik
Terwujudnya
pengelolaan
yang baik
secara
maksimal
Jumlah
sumber
daya migas
dan non
migas
Tingkat
pertumbuha
n ekspor
70 75 75 80 85
3 Program
pembanguna
n penyediaan
infrastruktur.
Penyediaan
infrastruktur
akan
memudahkan
masyarakat
dalam
memperkuat
ekspor.
Tersedianya
infrastruktur
bagi
masyarakat
untuk
mempermudah
kegiatan
Jumlah
infrastrukt
ur yang
tersedia
Peningkata
n ekspor.
70 72 82 85 90
26
ekspor
4 Program
penguatan
instansi dan
administrasi.
Sulitnya
mendapatkan
perizinan
dalam ekspor
barang. Serta
lemahnya
sistem
adminisrasi
dalam kegitan
ekspor.
Sistem
operasionali-
sasi ekspor
dengan
jaminan
kekuatan
hukum yang
meningkat.
Jumlah
instansi
yang
diperkuat
Meningkat-
nya jumlah
eksportir
yang
terdata.
70 75 78 85 90
5 Program
penyediaan
sarana
transportasi
Mahalnya
biaya
akomodasi
pengiriman
barang,
seringnya pola
pengiriman
barang yang
menumpuk di
pelabuhan.
Jaminan dalam
akses
pelabuhan laut
ataupun udara.
Sarana
transporta
si yang
tersedia
Naiknya
jumlah
pengiriman
barang
ekspor.
75 78 80 83 90
Tabel 9. Perhitungan Pagu Program Prioritas
sesuaikan dengan tabel di atas yg direvisi …………….
Program Outcome Standar Belanja(Rp)
Pagu Program Prioritas (Rp)
Program pelatihan
pengembangan
kemampuan
masyarakat
Pembangunan
tempat pelatihan.
Rp. 6,800,000,000
Rp, 29,260,000,000Akomodasi para
ahli untuk
pelatihan.
Rp. 5,610,000,000
Pelestarian produk Rp. 9,600,000,000
27
unggulan.
Pembangunan
fasilitas untuk
mempermudah
kegiatan ekspor.
Rp. 2,000,000,000
Pembangunan
sarana dan
prasarana untuk
menunjang
produktivitas SDM
Rp. 3.500.000.000
Pelaksanaan
monitoring dan
evaluasi oleh tim
ahli perencanaan di
setiap sektor
Rp. 1.750.000.000
Program
optimalisasi
pengelolaan
sumber daya
migas dan non
migas
Pengadaan mesin
produksi sumber
daya unggulan.
Rp. 2,500.000.000
Rp, 14,447,000,000
Pendataan untuk
setiap sektor
sebagai evaluasi.
Rp. 4.437.000.000.
Pengadaan Sistem
informasi dan
teknologi
Rp 1.360.000.000.
Pembangunan
fasilitas sarana dan
prasarana dalam
mengelola SDA
Rp. 3.775.000.000
Pengadaan jumlah
produk ekspor yang
semakin bervariatif
Rp. 1.225.000.000
28
Peningkatan kerja
sama dengan luar
negeri
Rp 1.150.000.000
Program
pembangunan
penyediaan
infrastruktur.
Pembangunan jalan. Rp. 242.654.000.000
Rp. 284.454.000.000
Penyediaan listrik Rp 18.000.000.000
Pembangunan
irigasi
Rp 15.300.000.000.
Penyediaan
informasi seperti :
internet, telfon, dll.
Rp 8.500.000.000.
Program
penguatan instansi
dan administrasi.
Penambahan
jumlah tenaga kerja
administrasi.
Rp 3.060.000.000.
Rp. 13.090.000.000
Penyediaan
perlengkapan alat
kantor
Rp. 4.250.000.000.
Penyelenggaraan
pertemuan antar
stakeholder.
Rp. 5.780.000.000.
Program
penyediaan sarana
transportasi
Penambahan alat
transportasi.
Rp. 80.000.000.000
Rp 4.938.000.000.000
Pembangunan
pelabuhan.
Rp 4.800.000.000.000.
Renovasi
pelabuhan.
Rp 50.000.000.000
Subsidi untuk
eksportir barang.
Rp 8.000.000.000
29
Rincian :
1. Program Pelatihan Pengembangan kemampuan masyarakat
a. Pembangunan tempat pelatihan.
Untuk pembangunan tempat pelatihan di Indonesia, diperkirakan membutuhkan ± Rp.
200.000.000 untuk tiap provinsi, sedangkan di Indonesia memiki 34 provinsi.Total Rp
6.800.000.000.
b. Akomodasi para ahli untuk pelatihan.
Untuk para ahli yang melakukan pelatihan untuk pelaku industri, membutuhkan waktu
± 2 bulan waktu kerja dalam pelaksanaannya. Sedangkan di tiap gedung pelatihan
dibutuhkan 1 orang pelatih ahli dan 3 orang pelatih pembantu. Akomodasi yang
diberikan berupa honor, tidur dan konsumsi para pelatih. Honor pelatih ahli untuk 2
bulan ± Rp 10.000.000 sedangkan honor untuk pelatih pembantu untuk 2 bulan ± Rp
5.000.000. Jumlah honor yang diberikan untuk tiap gedung adalah sebesar Rp.
25.000.000. Untuk akomodasi, biaya sewa hotel sebesar Rp 600.000/hari. Jadi total
biaya untuk akomodasi sebesar Rp 144.000.000 untuk 4 orang dalam kurun waktu ± 2
bulan. Total akomodasi dan honor di tiap gedung sebesar Rp 165.000.000 x 34 = Rp
5.610.000.000.
c. Pelestarian produk unggulan.
Untuk pelestarian (konservasi) produk unggulan diperlukan biaya ± Rp300.000.000
untuk tiap provinsi.Total Rp9.600.000.000
d. Pembangunan fasilitas untuk mempermudah kegiatan ekspor.
Fasilitas yang dimaksud berupa : jalan, air, listrik dan lain-lain, diperkirakan
membutuhkan biaya sebesar ± 2.000.000.000 untuk tiap provinsi.
e. Pembangunan sarana dan prasarana untuk menunjang produktivitas SDM
Pemberian sarana dan prasarana seperti ruangan yang memadai, meja, kursi, dll untuk
dapat menunjang produktivitas SDM dalam mengembangkan produk unggulan yang
dapat di ekspor ke negara lain. Biaya yang dibutuhkan ± Rp. 3.500.000.000 karena
setiap provinsi memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.
30
f. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh tim ahli perencanaan di setiap sektor
Dalam pelaksanaan peningkatan jumlah ekspor di Indonesia diperlukannya tim
monitoring dan evaluasi dari setiap kegiatan yang dilakukan agar lebih terkoordinir
dengan baik sehingga perencanaan pembangunan jumlah ekspor di Indonesia dapat
stabil. Adapun untuk biaya pada saat monitoring maupun evaluasi berlangsung
sebesar Rp. 1.750.000.000.
2. Program optimalisasi pengelolaan sumber daya migas dan non migas
a. Pengadaan mesin produksi sumber daya unggulan.
Di tiap daerah di Indonesia memiliki sumber daya unggulan yang berbeda, untuk itu
dalam pembiayaannya diambil rata-rata dari semua daerah yang ada, dan didapat nilai
sebesar Rp 2.500.000.000 untuk tiap provinsi.
b. Pendataan untuk setiap sektor.
Untuk pendataan juga diperlukan tenaga manusia sebagai petugas dalam mendata
apapun yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya migas dan non-migas. Untuk
para ahli yang melakukan pendataan untuk evaluasi, membutuhkan waktu ± 3 bulan
waktu kerja dalam pelaksanaannya. Sedangkan di tiap gedung pelatihan dibutuhkan 1
orang pelatih ahli dan 1 orang pelatih pembantu. Akomodasi yang diberikan berupa
honor, tidur dan konsumsi para pelatih. Honor pelatih ahli untuk 3 bulan ± Rp
15.000.000 sedangkan honor untuk pelatih pembantu untuk 3 bulan ± Rp 7.500.000.
Jumlah honor yang diberikan untuk tiap gedung adalah sebesar Rp. 22.500.000. Untuk
akomodasi, biaya sewa hotel sebesar Rp 600.000/hari. Jadi total biaya untuk
akomodasi sebesar Rp 108.000.000 untuk 2 orang dalam kurun waktu ± 3 bulan. Total
akomodasi dan honor di tiap gedung sebesar Rp 130.500.000 x 34 = Rp
4.437.000.000.
c. Pengadaan sistem teknologi dan informasi
Diperlukannya sistem teknologi dan informasi yang menunjang dalam pendataan
sumber daya migas dan non-migas dan pelatihan sumber daya manusia.Untuk
menigkatkannya diperlukan anggaran 1 komputer/laptop terbaru seharga Rp
5.000.000 untuk 200 orang menjadi Rp 1.000.000.000 ditambah biaya maintance dan
upgrade sistem informasi sebesar Rp 360.000.000. Jadi total biaya yang diperlukan
1.360.000.00
d. Pembangunan fasilitas sarana dan prasarana dalam mengelola SDA
31
Untuk mengoptimalisasikan pengelolaan sumberdaya alam maka diperlukanya
pembangunan fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung guna tercapainya
peningkatan jumlah ekspor yang stabil. Adapun penyediaan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan baik dari sektor migas maupun non migas (pertanian, perkebunan,
dll). Anggaran yang berikan untuk pemberian fasilitas ini ± Rp. 3.775.000.000
e. Pengadaan jumlah produk ekspor yang semakin bervariatif
Pengadaan produk ekspor yang lebih bervariatif ini guna meningkatkan produk yang
akan diekspor ke negara lain. Peningkatan upaya diversifikasi produk unggulan yang
dapat diekspor agar semakin lebih bervariatif. Biaya yang dibutuhkan untuk
pengadaan jumlah produk ekspr ini sekitar ± Rp. 1.225.000.000 dari semua
sumberdaya alam yang ada.
f. Peningkatan kerja sama dengan luar negeri
Untuk pengolahan sumber daya migas dan non-migas diperlukan kerja sama bagi
Indonesia untuk menjual produk sumber daya migas dan non-migas oleh karena itu
deperlukan perwakilan/delegasi untuk mempromosikan sumber daya migas dan non-
migas yang dimiliki Indonesia. Dengan rincian biaya akomodasi perwakilan Rp
170.000.000/orang,sedangkan diperlukan 4 perwakilan menjadi Rp 170.000.000 x 4 =
Rp 680.000.000 ditambah biaya konsumsi dan keperluan sehari dengan Rp
470.000.000 untuk waktu 1 bulan. Total Rp 680.000.000 + Rp 470.000.000 = Rp
1.150.000.000
3. Program pembangunan penyediaan infrastruktur.
a. Pembangunan jalan.
Kondisi jalan yang berbeda sangatlah berbeda di tiap daerahnya, apalagi di Indonesia
merupakan negara kepulauan dan yang terjadi di Indonesia saat ini adalah terjadi
perbedaan pembangunan antara Indonesia bagian Barat dengan Timur. Untuk
pembangunan di bagian Barat hanya membutuhkan preservasi sepanjang ± 32 km
dengan biaya sekitar Rp. 62.654.000.000 sedangkan untuk Indonesia bagian Timur
yang masih banyak membutuhkan pembangunan jalan sekitar ± 600 km yang perlu
dibangun sedangkan untuk biaya pembangunan jalan sebesar Rp 300.000.000 per km
jadi biaya pembangunan untuk Indonesia bagian timur sebesar 180.000.000.000. Jadi
32
total biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan jalan di Indonesia sebesar Rp.
242.654.000.000.
b. Penyediaan Listrik.
Umumnya di Indonesia khususnya di pulau Jawa, ketersediaan listrik emang sudah
terlaksana dengan baik tapi masih ada daerah di salah satu porvinsi yang belum
terfasilitasi listrik, ada sekitar 30 provinsi yang kiranya masih membutuhkan adanya
penyediaan listrik. Sedangkan untuk biaya penyediaan listrik sebesar Rp
600.0000.000. Total biaya yang di keluarkan untuk penyediaan listrik sebesar Rp
18.000.000.000
c. Pembangunan irigasi
Pembangunan irigasi diperuntukkan untuk meningkatkan ekspor pada sektor
pertanian. Pembangunan irigasi di Indonesia sudah dilakukan sejak masa penjajahan,
jadi cuma diperlukan perawatan/ preservasi untuk peningkatannya. Biaya preservasi
di tiap provinsi sebesar Rp 450.000.000 dan dikalikan dengan seluruh provinsi di
Indonesia menjadi sebesar Rp 15.300.000.000.
d. Penyediaan sarana informasi (internet, telepon, dll)
Pembangunan informasi merupakan sektor yang sangat penting dalam memfasilitasi
masyarakat untuk meningkatkan ekspor. Karena masyarakat bisa menjadi mandiri
dalam memasarkan produknya melalui sistem informasi tersebut. Untuk
pembangunan informasi di satu provinsi dibutuhkan biaya sebesar Rp. 250.000.000
dan dikalikan dengan seluruh provinsi di Indonesia menjadi sebesar Rp
8.500.000.000.
4. Program penguatan instansi dan administrasi.
a. Penambahan jumlah tenaga kerja administrasi.
Penambahan jumlah tenaga kerja administrasi merupakan cara yang dinilai efektif
dalam memudahkan masyarakat dalam mengurus administrasi untuk kegiatan ekspor.
Dalam penambahan jumlah tenaga kerja di tiap provinsi dibutuhkan biaya sebesar Rp.
90.000.000 untuk penyelenggaraan seleksi masuknya tenaga kerja. Jadi total biaya
dalam penguatan tenaga kerja administrasi senilai Rp 3.060.000.000.
b. Penyediaan perlengkapan alat kantor.
Untuk penyediaan perlengkapan alat kantor di tiap provinsi membutuhkan biaya
sebesar Rp. 125.000.000. Total biaya nasional sebesar Rp. 4.250.000.000.
33
c. Penyelenggaraan pertemuan antar stakeholder.
Pertemuan antar stakeholder akan menjadikan kekuatan yang dimiliki oleh instansi
dalam melakukan suatu kegiatan dalam peningkatan ekspor akan membaik.
Sedangkan biaya yang dibutuhkan tiap provinsi dalam pertemuan tersebut antara lain
Rp. 50.000.000 untuk penyewaan tempat pertemuan, Rp 20.000.000 digunakan untuk
biaya pembuatan dan pengiriman undangan, Rp 100.000.000 untuk akomodasi para
undangan. Total biaya untuk provinsi sebesar Rp 170.000.000. Dan total biaya untuk
nasional sebesar Rp. 5.780.000.000.
5. Program penyediaan sarana transportasi
a. Penambahan jumlah alat transportasi.
Penambahan jumlah alat transportasi merupakan upaya dalam mempermudah industri
lokal untuk memudahkan dalam kegiatan ekspor. Untuk jalur laut dibutuhkan
penambahan 20 kapal laut sedangkan harga per kapal sebesar Rp 4.000.000.000, jadi
total biaya untuk kapal laut sebesar Rp. 80.000.000.000. Sedangkan untuk jalur udara,
sudah banyak dikelola oleh swasta, jadi pemerintah hanya bisa memberikan subsidi.
b. Pembangunan pelabuhan.
Pembangunan pelabuhan merupakan suatu cara dalam pengurangan biaya ekspor dan
menjadikan masyarakat mudah dalam melakukan ekspor. Masih ada beberapa
provinsi di Indonesia yang sangat strategis dalam potensi ekspor dan belum ada di
Indonesia. Ada sekitar 2 provinsi daerah yang perlu dibangun pelabuhan udara
internsaional dan total biayanya sebesar Rp 4.000.000.000.000.
Sedangkan untuk pelabuhan laut perlu dibangun sekitar 4 pelabuhan laut yang perlu
dibangun dan biayanya sebesar Rp 800.000.000.000.
c. Renovasi pelabuhan.
Sebenarnya banyak pelabuhan udara yang ada di Indonesia, namun pelabuhan tersebut
tidak digunakan dengan baik dalam penyelenggaraan ekspor karena statusnya yang
bukan pelabuhan internasional. Pelabuhan udara tersebut perlu dijadikan bandara
Internasional dan ada sekitar 5 pelabuhan yang harus di renovasi untuk menjadi
bandara Internasional. Biaya yang dibutuhkan untuk satu bandara menjadi bandara
Internasional sebesar Rp 10.000.000.000
d. Subsidi untuk eksportir barang.
34
Subsidi yang dimaksud adalah pengurangan biaya pengiriman barang yang
dikhususkan untuk kegiatan ekspor barang. Dan disubsidikan sebesar Rp
8.000.000.000
BAB IV
KESIMPULAN
Perlu dirumuskan kembali dengan melihat jumlah rumusan masalah tsb…kalau 3 ya…
3 point saja…. (jangan keluar dari permasalahan yg diajukan)…gunakan bahasa
teori/konsep, karena kesimpulan adalah abstrak dari masalah, data, analisis…….
1. ……….
2. ………..
3. ……..
Berdasarkan pemaparan yang penulis ambil tentang Perencanaan Pembangunan
Ekspor di Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Merujuk kepada teori good governance, teori ini berorientasi kepada penciptaan
keseimbangan antara tujuan ekonomis dan sosial yang diarahkan kepada peningkatan
efisiensi dan efektifitas dalam hal pemakaian sumber daya. Dalam ranah administrasi
organisasi maka teori ini merupakan cikap bakal tata kelola kepemerintahan yang
baik. Sektor swasta, pemerintah dan masyarakat adalah satu kesatuan yang seimbang
adalah ukuran keberhasilan pembangunan dengan memaksimalkan potensi yang
besar.
Salah satu sumber devisa Indonesia yang memberikan kontribusi yang besar dalam
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian adalah kegiatan ekspor yang dilakukan
secara luas ke berbagai negara. Namun, sangat disayangkan dalam kenyataannya
sebagai negara yang mempunyai kekayaan sumberdaya akan hasil alam yang
melimpah, Indonesia ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan
pemerintah masih harus mengimpor dari negara lain. Dalam pandangan teori
ketergantungan, terdapat hubungan yang tidak seimbang antara negara maju dan
35
negara sedang berkembang (NSB), praktek eksploitatif terhadap NSB juga menyertai
hubungan mereka, akibatnya Indonesia harus menerima kenyataan yang ada. Sebagai
negara berkembang tentunya Indonesia tidak akan menghindar dari kondisi
ketergantungan, ini sudah menjadi rumus eksploitasi negara maju / industri melalui
mekanisme Internasional.
Berdasarkan data statistik yang diperoleh bahwa terdapat ketidakstabilan dalam
jumlah ekspor di Indonesia setiap tahunnya, baik itu ekspor migas maupun non migas.
Penyebabnya adalah karena permintaan kebutuhan di Indonesia tinggi akan tetapi
pemerintah belum mampu memaksimalkan sumberdaya alam yang dimiliki. Sehingga
pemerintah mengambil langkah untuk melakukan impor kepada negara-negara
tetangga untuk mencukupi permintaan yang ada tersebut. Dampaknya, Indonesia
menjadi negara yang bergantung dengan negara lain. Maka diperlukannya sistem
pemerintahan good governance yang dapat menyeimbangkan peran antar stakeholder.
Semua stakeholder harus terlibat baik pemerintah, swasta, dan masyarakat agar
perencanaan pembangunan ekspor di Indonesia dapat berjalan dengan baik secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIM TKPN Yogyakarta.
Ayu, Maliana. 2012. Distribusi Pupuk Subsidi Kepada Petani Tebu dalam Perspektif
Manajemen Publik. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No. 1.
Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Ekspor Dan Impor Indonesia Agustus 2013.
Diakses melalui http://www.bps.go.id/?news=1041 pada tanggal 15 Desember 2013.
Bisnis Indonesia. 2012. Impor Pangan : 65% Kebutuhan Pangan dari Impor. Diakses
melalui http://industri.bisnis.com/read/20120905/99/93954/impor-pangan-65-percent-
kebutuhan-pangan-dari-impor pada tanggal 14 Desember 2013.
Iman, Yusnu. 2011. Kondisi Ekspor Indonesia Saat Ini. Diakses melalui
http://ekspor.org/info-ekspor/kondisi-ekspor-indonesia-saat-ini/ pada tanggal 15
Desember 2013.
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 2012. Perkembangan Ekspor Indonesia
Berdasarkan Sektor. Diakses melalui http://kemenperin.go.id/statistik/
peran.php?ekspor=1 pada tanggal 14 Desember 2013.
37
Kuncoro, Mudrajad. 2011. Dasar-dasar Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta : UPP STIM
YKPN.
Puspita, Indah. 2013. Kendala Indonesia dalam Melakukan Ekspor. Diakses melalui
http://indahpuspitapus.blogspot.com/2013/05/kendala-indonesia-dalam-melakukan-
ekspor.html pada tanggal 16 Desember 2013.
Rosyidi, Suherman. 2006. Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori Ekonomi
Mikro dan Makro. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1985. Perencanaan Pembangunan. Jakarta : Gunung Agung.
38