16
1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan ruang Dalam konsep pengelolaan pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya : Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni : - faktor fisik, - sosial-ekonomi, dan - budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah. Sumber : http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR_STTNASYogya Efektivitas Individu : Pandangan dari segi individu menekankan hasil karya karyawan / pegawai atau anggota tertentu dari organisasi. Tugas yang harus Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 1

Pengelolaan Pembangunan Ruang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ditujukan untuk pengerjaan tugas dan menambah wawasan, oleh Fauzan Barnanda

Citation preview

Page 1: Pengelolaan Pembangunan Ruang

1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan ruang

Dalam konsep pengelolaan pengembangan wilayah di Indonesia, terdapatbeberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya :Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni :

- faktor fisik, - sosial-ekonomi, dan- budaya.

Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarizationeffect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayahtidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development).Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antarawilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash andspread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan padapembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yangkemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an)yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages)dalam pengembangan wilayah.

Sumber : http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/DirjenPR_STTNASYogya

Efektivitas Individu :

Pandangan dari segi individu menekankan hasil karya karyawan / pegawai atau anggota tertentu dari

organisasi. Tugas yang harus dilaksanakan biasanya ditetapkan sebagai bagian dari pekerjaan atau

posisi dalam organisasi. Prestasi kerja individu dinilai secara rutin lewat kenaikan gaji, promosi dan

imbalan lain yang tersedia didalam organisasi.

Efektivitas Kelompok :

Jarang sekali individu bekerja sendirian atau terpisah dari orang-orang lain didalam organisasi.

Dalam kenyataannya individu biasanya bekerja bersama-sama dengan kelompok kerja, jadi

pandangan kedua ini menitik beratkan pada masalah dari segi efektivitas kelompok. Dalam beberapa

hal efektivitas kelompok adalah jumlah kontribusi dari semua anggotanya. Misalnya, bagi kelompok

ilmuan yang mengerjakan proyek-proyek individual, yang tidak saling berhubungan maka besarnya

efektivitas dari tiap-tiap individu. Dalam beberapa hal lain, efektivitas kelompok adalah besar dari

jumlah kontribusi tiap-tiap individu. Contoh semacam ini adalah lini perakitan yang menghasilkan

produk jadi sebagai hasil sumbangan khusus tetapi komulatif dari kontribusi tiap-tiap individu.

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 1

Page 2: Pengelolaan Pembangunan Ruang

Efektivitas Organisasi :

Organisasi terdiri dari individu dan kelompok, karena itu efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas

individu dan kelompok. Serta efektivitas organisasi dapat dinyatakan pula sebagai tingkat

keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.

Richard M. Steers (1985;209) menyebutkan ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi efektivitas

yaitu;

Karakteristik Organisasi;

Karakteristik Lingkungan;

Karakteristik Pekerja;

Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan ruang diantaranya :1. Waktu

Faktor ini merupakan yang paling umum karena jika kita mengelola suatu ruang dengan mengabaikan pengelolaan waktu maka tahap pembangunan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan

2. BiayaBila biaya yang dikeluarkan tidak sesuai dengan jumlah pengeluaran yang telah di kalkulasikan baik di harga lapang maupun harga barang, maka hasil pembangunan tidak akan efektif

3. Jumlah partisipanBila waktu dan biaya sudah terpenuhi, namun jumlah partisipannya kurang mencukupi dari target akan terjadi ketidakefektifan rencana yang sudah dibuat dalam pengelolaan ruang

4. Tingkat kesadaranDalam melakukan rencana pengelolaan, tentu ada saja dalam pelaksanaannya ada yang kurang setuju dengan apa yang kita rencanakan. Akibatnya, pengelolaan menjadi tidak efektif bahkan tidak efisien. Maka dari itu perlu ada kesadaran dalam diri masing-masing bagi seorang perencana dan masyarakat itu sendiri.

5. Kuantitas dan KualitasDalam aspeknya, kuantitas dan kualitas dapat menjadi suatu faktor dalam pengelolaan ruang, dimana masyarakat pasti mengotoritaskan kenyamanan dan kebersihan dalam suatu ruang

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 2

Page 3: Pengelolaan Pembangunan Ruang

2. Tentukan strategi pengelolaan berdasakan aspeknya (POAC) untuk rencana :

Pengelolaan Angkutan Umum Massal Kota

2.1 Planning : merencanakan (melakukan kegiatan suatu rancangan) Visi : Mengelola volume kendaraan agar tertibMisi : Menertibkan volume kendaraan khususnya angkutan umum demi

kelancaran lalu lintas di masa kini maupun masa mendatang. Sasaran / Tujuan : agar lalu lintas di jalan lebih teratur dan tidak menimbulkan

kemacetan.

Strategi : berdasarkan prinsip SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, Threat)1. Strategi S-O

Peningkatan moda transportasi massal yang terintegrasi dengan pelayanan publik sebagai fokus utama dengan dukungan dari stakeholder

Pengoptimalan SDM dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya didukung kerjasama dengan kepolisian lalulintas

Pengoptimalan sarana dan prasarana pengelolaan angkutan umum jalan raya 2. Strategi S-T

Pengoptimalan kerjasama sektor swasta dalam peningkatan kesadaran akan penyelenggaraan pelayanan publik sehingga dapat meningkatkan keinginan masyarakat untuk menggunakan angkutan umum

3. Strategi W-O Penggunaan efisiensi anggaran sehingga anggaran evaluasi setiap tahunnya dapat

diperkecil b. Peningkatan pengawasan dan evaluasi pengelolaan angkutan umum jalan raya dengan mengoptimalkan SDM dan kerjasama stakeholder serta dukungan masyarakat

4. Strategi W-T Peningkatan keterlibatan PO dan masyarakat dalam pengelolaan angkutan umum jalan

raya terutama dalam tahap penyusunan kebijakan angkutan umum agar sesuai dengan kondisi lapangan

5. Strategi Simpatisan Memberikan kenyamanan optimal bagi para penumpang Selalu meningkatkan mutu kualitas angkutan missal

2.2 Organizing

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 3

Page 4: Pengelolaan Pembangunan Ruang

Tugas-tugasnya:1. Kepala Dinas

a. Sebagai Pengambil Keputusan

b. Sebagai orang yang bertanggung jawab .

2. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis administrasi kepada

seluruh satuan organisasi dalam lingkungan Dinas Perhubungan.

Untuk melaksanakan tugas, Sekretariat fungsi :

a. Pengelolaan administrasi umum dan urusan umum

b. Pengelolaan administrasi kepegawaian dan kesejahteraan pegawai

c. Pengelolaan administrasi keuangan dan gaji pegawai

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 4

Page 5: Pengelolaan Pembangunan Ruang

d. Pengelolaan administrasi perlengkapan perkantoran dan mengurus

pemeliharaan, kebersihan dan keamanan kantor

e. Pengelolaan urusan rumah tangga

f. Penyiapan bahan unuk penyusunan anggaran dan pelaporan

pertanggungjawaban keuangan

g. Pelaksanaan tugas-tugas hubungan kemasyarakatan

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas

3. Sub Bagian

3.1 Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

a. Mengumpulkan bahan dan data dalam rangka penyusun ketatausahaan dan

kearsipan

b. Melaksanakan analisiskebutuhan perlengkapan kantor dan perbekalan serta

melaksanakan pemeliharaan perlengkapan dan peralatan kantor

c. Melaksanakan dan mengurus pemeliharaan kebersihan dan keamanan kantor

serta keprotokolan

d. Menyiapkan data dan pengelolaan administrasi kepegawaian

e. Menyiapkan proses upaya peningkatan kemampuan pegawai

f. Menyiapkan bahan unrtuk penyusunan dan penyempurnaan organisasi taat

laksana

g. Melaksanakan tugas-tugas hubungan kemasyarakatan

h. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretariat sesuai dengan

tugas dan fungsinya

3.2 Sub Bagian Keuangan

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 5

Page 6: Pengelolaan Pembangunan Ruang

a. Mengumpulkan dan mengolah bahan dalam rangka penyusunan anggaran

b. Melaksanakan pengelolaan penatausahaan keuangan dan administrasi

keuangan

c. Melaksanakan pembayaran gaji dan pembayaran keuangan laiinya

d. Melaksanakan analisis, evaluasi serta pengendalan terhadap pelaksanakan

pengelolaan keuangan

e. Meyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan

3.3 Sub Bagian Perencanaan Evaluasi & Laporan

a. Melaksanakan tugas lapangan.

b. Memantau gerak lajunya pekerjaan di lapangan.

c. Merencanakan seluruh kegiatan bersama departemen terkait.

d. Mengumpulkan data kegiatan dan membuat laporan hasil kegiatan.

4. Kabid Teksar

a. Bertanggung jawab mengenai sarana dan prasana angkutan masal

b. Mengepelai divisi KASI Teknik Kendaraan dan KASI Uji Kendaraan

5. Kabid Angkutan

a. Mengkordinir Angkutan Masal dan Angkutan Barang

b. Mengepalai Kasi Angkutan Masal dan Kasi Angkutan Barang

6. UPTD Terminal

a. Melaksanakan tugas lapang yaitu mengatur trayek

b. Menarik iuran dari angkutan masal

c.

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 6

Page 7: Pengelolaan Pembangunan Ruang

7. UPTD Perparkiran

a. Mengkordinir Juru Parkir.

b. Melaksanakan Penertiban parkir di area terlarang

Actuating

Adalah proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam

organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan

tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi. Kegiatan dalam

Fungsi Pengarahan dan Implementasi antara lain :

Mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan pemberian

motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam

pencapaian tujuan.

Memberikan tugas dan penjelasan rutin mengenai pekerjaan dan menjelaskan

kebijakan yang ditetapkan.

2.4 Controlling

Faktor yang menjadi pendukung dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya di kota didapatkan dari kekuatan organisasi dan peluang yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Kesesuaian visi dan misi dengan kondisi 2. Pelaksanaan misi guna pencapaian visi 3. Ada arah penyelenggaraan pelayanan publik 4. Kuantitas SDM cukup memadai 5. Sarana dan Prasarana cukup memadai 6. Pemerintah Kota dan DPRD cukup mendukung 7. Adanya kerjasma dengan kepolisian lalulintas 8. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat 9. Banyaknya pusat perbelanjaan (mall), ruko-ruko dan industri 10. Adanya kerjasama dengan pihak swasta yaitu Perusahaan Otobus untuk mengelola angkutan 11. Masyarakat sangat kritis dalam menyikapi kondisi pengelolaan angkutan .

Sedangkan faktor yang menjadi penghambat dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya di kota didapatkan dari kelemahan organisasi dan ancaman yang ada yaitu sebagai berikut:

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 7

Page 8: Pengelolaan Pembangunan Ruang

1. Dishubkominfo kurang optimal dalam melakukan pengawasan, maka dalam tindakan controlling disini yaitu melakukan tindakan yang lebih tegas agar badan dishub lebih optimal dalam pengawasan.

2. Pemberian perijinan oleh Dishubkominfo kurang melihat kondisi lapangan. 3. Kualitas SDM kurang memadai 4. Anggaran kurang mencukupi, terbatas. Maka tindakan dalam controlling ini adalah

mengadakan iuran /biaya retribusi oleh pihak DLLLA kepada supir angkutan massal5. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kurang mendukung kebijakan yang lain 6. Kurangnya kesadaran PO dalam penyelenggaraan pelayanan publik 7. Kemudahan kredit dari perbankan dan lembaga lain 8. Masyarakat selalu ingin yang cepat dan cenderung kurang sabar. 9. Masyarakat semakin banyak yang menggunakan kendaraan bermotor , maka solusi dalam

tindakan ini adalah pemerintah harus meminimalisir masuknya kendaraan baru ke kota dengan membuat perda mengenai kepemilikan kendaraan

10. Kondisi wilayah yang naik turun

Setelah melakukan identifiksi mengenai faktor pendukung dan penghambat mengenai

pengelolaan angkutan umum jalan raya di kota, selanjutnya menentukan isu – isu strategis

yang ada dalam pengelolaan angkutan umum jalan raya . Isu – isu strategis ini diperoleh dari

hasil interaksi antara lingkungan internal dan eksternal dalam matriks SWOT. Berikut hasil

identifikasi isu – isu strategis pengelolaan angkutan umum jalan raya di suatu kota: \

Objek kontrol : beberapa personil dari polantas, masyarakat yang sadar akan tingkat kenaikan jumlah angkutan umum, serta pemerintah yang berkaitan akan pengelolaan angkutan umum di kota.

Alur kinerja Aktual :o Pertama, sebagai dasar, kesadaran dari para supir lah yang harus ditingkatkan agar

kondisi di jalan tidak terjadi kemacetan.o Kedua, bila perlu, ruas jalan yang sempit / rusak sebaiknya di lebarkan dan

diperbaiki sesegera mungkin agar kondisi di jalan lebih kondusif o Ketiga, tentukan unit kendaraan umum untuk satu trayeknya. Misalkan dalam 1

trayek ditargetkan 100 unit angkutan umumo Keempat, meningkatkan kualitas angkutan umum agar masyarakat lebih tertarik dan

merasa nyaman menggunakan angkot daripada menggunakan kendaraan prbadi sehingga angkutan umum banyak peminatnya

3. Apakah rencana pembangunan diatas merupakan sektor publik/barang publik atau non-publik ? JELASKAN !

DefinisiPublik : Barang publik murni (disediakan pemerintah dan swasta yang harus melakukan dan

mengatur distribusi barang tersebut): barang yang dari aspek penggunaanya non

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 8

Page 9: Pengelolaan Pembangunan Ruang

rivalry yaitu tidak ada persaingan dan non exclusive yaitu tidak ada pengorbanan untuk mendapatkannya. Misalnya : pertahanan, peradilan, dan perlindungan.

Semi-Publik : Barang semi publik (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang dari aspek penggunaanya non rivalry tetapi biaya namun ketika konsumen mengkonsumsi secara berlebihan maka akan timbul kebosanan, misalnya : laut, padang gembala taman, klub olah raga.

Semi-Private : Barang publik semi privat (disediakan oleh pemerintah maupun swasta): barang yang penggunaannya bersifat rivalry, tetapi pemanfataan tidak bersifat exlusive. Misalnya : rumah sakit, pemancar radio, rumah sakit swasta, sekolah swasta, dan siaran televisi khusus.

Private : Barang privat (disediakan oleh swasta murni): bersifat rivalry yaitu adanya persaingan penggunaan (konsumsi) dan exlusive yaitu adanya pengorbanan untuk mendapatkannya. Misalnya : mobil, pakaian, kesehatan untuk orang miskin.

Sumber : http://encyptc.blogspot.com/2012/10/barang-publik-dan-eksternalitas.html

Dari permasalahan yang diteliti, rencana tentang pengelolaan angkutan umum secara massal ini tergolong pada sektor semi-publik. Disebut demikian karena angkutan umum ini pada dasarnya disubsidi oleh pemerintah sehingga upah supir pada angkutan umum ini tetap. Dan masyarakat juga membayar supir tersebut karena menggunakan jasanya untuk mengantar ke suatu tempat dengan kendaraanya. Sektor barang yang digunakan ini yaitu barang publik karena masyarakat tentu bisa menikmati pula fasilitas yang diberikan dari pemerintah. Masyarakat bisa menikmati fasilitas angkutan umum yang disubsidi oleh pemerintah.

4. Bagaimana peran serta publik dalam pengelolaan/penataan ruang

Sesuai dengan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa peran serta masyarakat disebutkan pada bagian konsideran butir d yang menyatakan bahwa “keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.” Seperti kita ketahui bersama bahwa tujuan utama dalam penyelenggaraan penataan ruang berkelanjutan pada akhirnya akan bermuara kembali kepada kesejahteraan masyarakat sehingga dalam prosespembangunanberkelanjutan (sustainable development) peran serta masyarakat dengan kearifan lokalnya perlu diberikan tools dan mekanisme yang jelas agar bisa berinteraksi dalam penyelenggaraan penataan ruang. Kebutuhan akan peran serta masyarakat muncul di Indonesia dan di berbagai negara disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan yang paling utama adalah keterbatasan sistem demokrasi perwakilan (representative democracy) yang kurang mampu mewaklili keragaman kepentingan masyarakat,terutamakelompok-kelompok minoritas, miskin, atau kelompok yang memiliki keterbatasan akses terhadap proses pengambilan keputusan politik. Kebijakan publik menjadi arena tertutup dan menjadi ajang kepentingan pribadi dan kelompok-kelompok yang memiliki akses terhadap proses pengambilan keputusan politik.Sehingga untuk memperbaiki hal tersebut, maka suara masyarakat perlu diperkuat dengan cara melibatkan secara langsung masyarakat dalam proses penentuan kebijakan publik.

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 9

Page 10: Pengelolaan Pembangunan Ruang

Bila kita cermati perkembangan politik pada beberapa negara barat yang telah mengalami sejarah panjang demokrasi, akan terlihat kematangan sistem demokrasi perwakilan dengan partisipasi masyarakat. Semakin baik proses dan sistem demokrasi perwakilan maka akan semakin mengurangi kebutuhan peran serta masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan publik. Sebaliknya, pada sistem demokrasi perwakilan yang baru mengalami perubahan dan transisi ketika kepercayaan belum terbangun cukup kuat antara wakil rakyat dan konstituennya maka kebutuhan peran serta masyarakat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan politik semakin kuat. Dalam konteks penataan ruang, maka peran serta masyarakat dapat didefinisikan sebagai proses keterlibatan masyarakat yang memungkinkan mereka dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan penataan ruang yang meliputi keseluruhan proses sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang nomor 26/2007 pasal 1 yaitu: pengaturan penataan ruang (ayat 9), pembinaan penataan ruang (ayat 10), pelaksanaan penataan ruang (ayat 11), dan pengawasan penataan ruang (ayat 12) Bila pengertian peran serta masyarakat lebih pada proses mempengaruhi pengambilan keputusan dalam keseluruhan proses penataan ruang, maka tujuan utama peran serta masyarakat mencakup dua hal pokok: pertama, melahirkan output rencana yang lebih baik daripada dilakukan hanya melalui proses teknokratis, dan kedua, mendorong proses capacity building masyarakat dan pemerintah. Output rencana tata ruang yang dihasilkan melalui proses partisipasi diharapkan dapat memperkecil derajat konflik antar berbagai stakeholders terutama pada tahap pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Disamping itu, peran serta masyarakat dapat memberikan kontribusi agar menghasilkan rencana tata ruang yang lebih sensitif dan lebih mampu mengartikulasikan kebutuhan berbagai kelompok masyarakat yang beragam dengan tidak mengenyampingkan kearifan lokal. Disamping memperbaiki kualitas rencana tata ruang, peran serta masyarakat dimaksudkan sebagai proses pembelajaran masyarakat dan pemerintah yang secara langsung dapat memperbaiki kapasitas mereka dalam mencapai kesepakatan. Tidak dipungkiri bahwa rencana tata ruang pada dasarnya merupakan kesepakatan berbagai stakeholders yang dilahirkan melalui serangkain dialog yang konstruktif dan berkelanjutan. Melalui proses dialog yang terus menerus sepanjang keseluruhan proses penataan ruang, maka akan terjadi proses pembelajaran bersama dan pemahaman bersama (mutual understanding) berbagai pihak tentang penataan ruang. Sehingga proses ini secara langsung akan berkontribusi terhadap proses pembinaan penataan ruang. Mekanisme Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Berkelanjutan Bila kita cermatibersama bahwa peran serta masyarakat yang sejalan dengan UU 26/2007 didalamnya mencakup empat kegiatan utama yaitu : pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Keempat ruang lingkup tersebut lebih luas dari ruang lingkup yang disebutkan dalam PP 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang yang hanya mencakup empat hal yaitu perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian penataan ruang serta pembinaan masyarakat.Mekanisme peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan tahapan kegiatan penataan ruang. Secara umum mekanisme tersebut dapat berbentuk penyampaian informasi, usul dan saran lisan maupun tulisan melalui berbagai media informasi sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada (media cetak dan elektronik, seminar, workshop, konsultasi publik, brosur, kegiatan budaya, website, kegiatan pameran, public hearing dengan masyarakat) kepada lembaga-lembaga yang berwenang; dan keterlibatan secara langsung dalam kegiatan penataan ruang, misalnya sebagai salah satu wakil masyarakat yang terlibat dalam penyusunan rencana tata ruang. Selain upaya-upaya yang bersifat individual, mekanisme peran serta dapat dilakukan oleh kelompok dan organisasi masyarakat serta organisasi profesi yang melakukan advocacy planning kepada lembaga-lembaga yang berwenang.

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 10

Page 11: Pengelolaan Pembangunan Ruang

peran serta masyarakat dilakukan bisa melalui lokakarya atau konsultasi publik untuk menjaring aspirasi masyarakat yang dilakukan secara bertahap. Tahap pertama lokakarya bisa dilakukan lebih dari satu kali untuk setiap daerah Kabupaten/Kota. Pada tahap ini setiap warga Kabupaten/Kota dapat menghadiri acara lokakarya/konsultasi tersebut yang diselenggarakan oleh Pemda. Output workshop pertama adalah serangkaian isu-isu yang terkait pengaturan penataan ruang. Pada tahap ini juga ditentukan wakil-wakil masyarakat yang dapat mengikuti tahap kedua. Tahap kedua merupakan lokakarya atau konsultasi publik pada skala propinsi yang akan mendiskusikan lebih lanjut hasil-hasil diskusi pada tahap pertama. Bila pada tahap pertama, masyarakat mengemukakan masalah pengaturan penataan ruang pada skala yang lebih kecil, maka pada tahap kedua, isu yg akan dibicarakan akan meliputi masalah-masalah pada skala yang lebih luas (propinsi). Pada tahap kedua ini , peserta dapat dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan isu-isu spesifik yang telah dihasilkan pada tahap pertama untuk mempertajam isu dan memperoleh informasi dan tanggapan dari pihak eskekutif dan legislatif. Lokakarya bisa dilakukan lebih dari satu kali tergantung kebutuhan.

Sumber : http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=176

Modul 3 Pengelolaan Pembangunan Ruang Halaman 11