13
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD Kardoman Tumangger (110110060381) Page 1 KRIMINOLOGI Dosen: Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM. Yesmil Anwar, S.H., M.Si. Lies Sulistiani, S.H., M.H. Widati Wulandari, S.H., M.Crim. MATERI PERKULIAHAN 1. Pengantar 2. Persepsi Publik dan Representasi Kejahatan 3. Teori-Teori Kriminologi a. Individual 1) Classical Criminology 2) Positivism (Biological dan Physchological) b. Situasional 1) Strain Theorie (Anomie, Differential Association) 2) Control Theorie 3) Labelling Perspectives c. Social Cultural/ Conflict Theories 1) Marxist Criminology 2) Feminist Perspectives 3) New Right 4) Left Realism 5) Critical Criminology (Structural, Postmodernism) PARADIGMA PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI Paradigma adalah satu kesepakatan untuk berpikir yang disepakati oleh para ahli dalam menentukan batas-batas, tujuan dan hasil dari ilmu pengetahuan tertentu. What is a crime? Legal definition : tindak pidana : politically constructed Kejahatan; Pelanggaran. Criminological/sociological definition : sociological constructed Kejahatan menurut persepsi publik; Mala in se vs mala prohibita Labelling (of The Criminal Justice System Personel) Why people commite crime? Spritual/ demonological? Biological? Physchological? Ecological? Economic? Sociological? Kriminologi….. Studies of crime and criminal behavior What is crime? Why people commite crime? Who is the criminal? The search for the “criminal man” People committing violation of law; People committing violation of social norm; People processed in the criminal justice system; People punished by the court; People in prison. Theorizing……. Involves a paradigm ( a window for looking at things) Highly ideological Influenced by intellectual and social heritage May involevs only certain types of crimes Thus…can not explain all kinds of crimes

Kriminologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 1

KRIMINOLOGI

Dosen:

Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM.

Yesmil Anwar, S.H., M.Si.

Lies Sulistiani, S.H., M.H.

Widati Wulandari, S.H., M.Crim.

MATERI PERKULIAHAN

1. Pengantar

2. Persepsi Publik dan Representasi Kejahatan

3. Teori-Teori Kriminologi

a. Individual

1) Classical Criminology

2) Positivism (Biological dan Physchological)

b. Situasional

1) Strain Theorie (Anomie, Differential Association)

2) Control Theorie

3) Labelling Perspectives

c. Social Cultural/ Conflict Theories

1) Marxist Criminology

2) Feminist Perspectives

3) New Right

4) Left Realism

5) Critical Criminology (Structural, Postmodernism)

PARADIGMA PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI

Paradigma adalah satu kesepakatan untuk berpikir yang disepakati oleh para

ahli dalam menentukan batas-batas, tujuan dan hasil dari ilmu pengetahuan

tertentu.

What is a crime?

Legal definition : tindak pidana : politically constructed

Kejahatan;

Pelanggaran.

Criminological/sociological definition : sociological constructed

Kejahatan menurut persepsi publik;

Mala in se vs mala prohibita

Labelling (of The Criminal Justice System Personel)

Why people commite crime?

Spritual/ demonological?

Biological?

Physchological?

Ecological?

Economic?

Sociological?

Kriminologi…..

Studies of crime and criminal behavior

What is crime?

Why people commite crime?

Who is the criminal?

The search for the “criminal man”

People committing violation of law;

People committing violation of social norm;

People processed in the criminal justice system;

People punished by the court;

People in prison.

Theorizing…….

Involves a paradigm ( a window for looking at things)

Highly ideological

Influenced by intellectual and social heritage

May involevs only certain types of crimes

Thus…can not explain all kinds of crimes

Page 2: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 2

Klasifikasi Teori

Sangat bergantung pada ideologi dan subjektifitas orang yang melakukan

teori

Pada umumnya membuat dikotomi

Seringkali membuat klasifikasi yang bersifat artifisial

Tidak satupun klasifikasi yang komprehensif dan ekhaustif

Dasar klasifikasi:

Aliran yang berkembang sejalan dengan waktu

Ide/ konsep dasar

Isu yang menjadi tema utama

Teoritisi utama/ dramatis personae

Teori Kejahatan

C. Lambrosso → Kejahatan= Bakat

Lacasagne → Kejahatan= Lingkungan Lahir

Ferry → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir

W. Bonger → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir + Lingkungan

Kejahatan Dilakukan

Indonesia → Kejahatan= Kesempatan + Niat

PENGANTAR KRIMINOLOGI

Kriminologi merupakan bagian dari sosiologi

Menurut Sutherland, kriminologi adalah kumpulan pengetahuan

mengenai kejahatan sebagai fenomena sosial.

Masuk dalam bahasannya : proses pembentukan hukum, proses

pelanggaran hukum, serta reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum.

Menurut Bonger, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang

bertujuan menyelidiki kejahatan yang seluas-luasnya. Yang dimaksud

mempelajari kejahatan seluas-luasnya, termasuk mempelajari penyakit

sosial (pelacuran, kemiskinan, gelandangan dan alkoholisme).

Bonger memberikan perbedaan deviance (penyimpangan) dan crime

(kejahatan) adalah:

Deviance, setiap perbuatan yang melanggar aturan/ norma yang telah

ditetapkan oleh masyarakat atau keompok masyarakat tertentu.

Crime, setiap perbuatan yang melanggar hukum pidana dan oleh karenanya

merupakan subjek dari pemidanaan atau perbuatan yang tercela (anti sosial)

yang memperoleh tentangan secara sadar dari negara berupa pemberian

penderitaan.

Pendekatan dalam Mempelajari Kriminologi

Normatif;

Kriminologis/sosiologis.

SUTHERLAND

Proses Pembentukan Hukum

Mengapa suatu perbuatan ditentukan sebagai kejahatan sedangkan

perbuatan lain tidak?

Siapa dalam suatu masyarakat yang menentukan kapan atau dalam

kondisi seperti apa suatu perbuatan yang dianggap sebagai

penyimpangan tingkah laku harus dianggap sebagai kejahatan, dan oleh

karenanya itu harus dijatuhi hukuman?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, dikenal dua model yaitu:

1) Consensus Model

kejahatan→ konsepsi yang disepakati

kejahatan→ bila dinilai mengancam oleh masyarakat pada umumnya

asumsi: masyarakat memiliki kesepakatan mengenai nilai-nilai baik dan

buruk

hukum merupakan hasil kesepakatan masyarakat

2) Conflict Model

kejahatan→konsepsi yang ditentukan kelompok penguasa

norma yang berlaku di masyarakat→ norma the ruling class in a society

CJS→ sarana untuk mengatur kelompok masyarakat powerless

Proses Pelanggaran Hukum

Kriminologi mempelajari mengapa seseorang melakukan kejahatan

sedangkan orang lain tidak (criminology genesis)

Melahirkan teori-teori kriminologi: individual, situasional, social

structural

Reaksi Sosial terhadap Pelanggaran Hukum

Kriminologi juga mempelajari mengenai reaksi masyarakat terhadap

kejahatan (termasuk kejahatan pemerintah).

Page 3: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 3

Representasi Kejahatan

Media;

Official Crime Statistic

Official crime statisctic dapat memberikan gambaran yang terdistorsi:

Error in data collector;

Error in presentation of crime statistic;

Error in interpretation.

Hal ini dapat menyebabkan dark number. Kejahatan dengan dark number

tinggi yaitu child sexual abuse/other child abuse, domestic violence, rape,

other sexual offences, abortion, driving offences, fraud dan corporate offences.

CLASSICAL CRIMINOLOGY THEORY

Berkembang pada pertengahan abad ke-18 dimana masa transisi dari

feodalisme ke kapitalisme di Eropa. Teori ini merupakan bentuk reaksi/protes

terhadap kebijakan yang sewenang-wenang (barbaric) pada masa sebelum

Revolusi Prancis (1789).

Latar Belakang

Hukum→ God given natural law;

Kejahatan→ pelanggaran terhadap ajaran agama dan perbuatan-

perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan gereja→ perbuatan

melawan aturan-aturan aristrokrasi (kerajaan dan bangsawan);

Spritualistic arguments (St. Thomas Aquinas)→kejahatan=dosa, oleh

karenanya negara berwenang secara moral untuk menghukum atas nama

(mewakili) Tuhan.

Kejahatan dan bentuk-bentuk penghukuman ditentukan secara individual,

tidak limitatif→negara dapat melakukan penahanan/penghukuman tanpa

batas, negara amat royal dalam menjatuhkan hukuman mati dan

menggunakan kekuasaan yang berlebihan (draconian).

Pemikir Aliran Classical Criminology

Thomas Hobbes (1588-1678)

Pada dasarnya manusia cenderung untuk meraih kepentingan tanpa peduli

apakah perbuatannya merugikan orang lain atau tidak sehingga tidak

seorangpun merasa aman karena semua orang hanya memikirkan

kepentingannya;

Manusia cukup rasional, maka lahir “social contract” dimana setiap orang

setuju untuk merelakan sebagian haknya supaya orang lain melakukan hal

yang sama, dan juga menyerahkan kepada negara untuk menggunakan

kekuasaannya untuk melaksanakan kontrak tersebut (upaya penegakan

hukum a.l. melalui punishment).

Cessare Beccaria (1738-1794)

Dalam bukunya “On Crimes and Punishment”

Bagaimana membuat CJS yang adil dan efektif?

Peran legislator harus meliputi penetapan kejahatan dan penentuan

hukuman secara khusus bagi masing-masing kejahatan;

Peran hakim hanya menentukan kesalahan, setelah penentuan kesalahan

dilakukan selanjutnya hakim terikat untuk mengikuti undang-undang

dalam menjatuhkan hukuman;

Tingkat keseriusan kejahatan ditetapkan berdasarkan kerugian;

Hukuman yang dijatuhkan harus proporsional dan ditujukan untuk

mencegah kejahatan di masa yang akan datang;

Hukuman menjadi tidak adil ketika melebihi dari apa yang diperlukan

untuk mencapai tujuan pencegahan;

Hukuman berlebihan→gagal mencegah kejahatan dan dapat juga

meningkatkan angka dan kualitas kejahatan;

Penjatuhan hukuman oleh negara, harus pasti dan harus diumumkan;

Penyiksaan dan secret accusation harus dihapuskan;

Pidana mati harus diganti dengan pidana penjara;

Penjara harus lebih manusiawi;

Semua orang harus diperlakukan sama;

Tindakan pemerintah harus didasarkan konsep utilitarian.

Pemikiran Beccaria→landasan pembentukan French Code

Jeremy Bentham (1748-1832) Manusia→individu rasional, memiliki kehendak bebas (free will), sebagai

rights holders;

Manusia yang melakukan kejahatan→berbuat berdasarkan kehendak

bebasnya karena ia mempunyai pilihan untuk berbuat baik/jahat

Kejahatan adalah pilihan yang salah;

Page 4: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 4

Manusia harus bertanggung jawab atas pilihannya;

Punishment harus berdasarkan pleasure and pain principle (keuntungan

karena kejahatan tidak boleh lebih besar dari kerugian karena hukuman).

Pengaruh Teori Klasik pada Praktik Kebijakan Hukum Modern

Kodifikasi dan asas legalitas;

Just desert principle:

Hanya orang yang bersalah yang dapat dihukum;

Orang yang terbukti bersalah harus dihukum atas dasar kesalahan yang

dilakukan;

Hukuman tidak boleh melebihi besarnya kerugian yang ditimbulkan

oleh kejahatan;

Hukuman tidak boleh kurang dari besarnya kerugian yang ditimbulkan

oleh kejahatan.

Kritik terhadap teori ini yaitu a.l.

Penjatuhan pidana yang tidak membedakan antara first offender dan

recedive, anak-anak dan dewasa, sehat mental atau tidak.

Reformasi (Neo Classical Era)

Tidak semua manusia dapat dipersamakan dalam hal pertanggungjawaban

pidana

Angka kejahatan tidak berkurang;

Kritik→ tidak mampu menjelaskan sebab-sebab orang melakukan

kejahatan;

Melahirkan Teori Kriminologi Positive yang terfokus pada hal tentang

sebab-sebab kejahatan.

POSITIVISM CRIMINOLOGY THEORY

Tokoh pelopor yaitu Cesare Lombrosso, Enrico Ferri, Raffaele Grafolo,

William Sheldon.

Menyangkal Teori Klasik→ crime as individual choice

Menerapkan metodologi dan pendekatan ilmu alam/ ilmu pasti

(scientific/positivistic)

Fokus analisis→karakteristik pelaku kejahatan

Penyimpangan tingkah laku→pathology/dieficiency

Teori ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Biological

Positivism dan Pshychologi Positivism.

Cesare Lombrosso (1911)

Dalam bukunya: l’uomo delinquente

Menggunakan teori Evolusi;

Membagi manusia ke dalam beberapa type dari klasifikasi berdasarkan ras

dan perbedaan biologis (atavistic approach);

Teori kejahatan dapat dikembangkan berdasarkan pengamatan perbedaan

fisik antara kriminal dan non-kriminal;

Physiognomy (bentuk wajah) dan Phrenology (mind knowledge-skull)

Masing-masing bagian pada otak berfungsi mengatur perilaku tertentu

(activity, mood, sentiment, intellectual);

Bentuk dan ukuran tengkorak mempengaruhi tingkah laku seseorang, gizi

mempengaruhi fungsi, perkembangan dan kemampuan otak;

Bentuk kepala berbeda (misalnya lebih kecil), perbedaan ciri-ciri fisik

lainnya: bentuk tubuh yang tidak simetris, tatoo, bulu yang berlebihan, dll.

Penjahat dilahirkan, bukan dibentuk;

Sehingga tidak dapat diobati, harus dicegah kelahirannya.

William Sheldon (1940)

Teori yang didasarkan pada bentuk tubuh;

Somatotype dibagi menjadi 3 jenis yaitu endomorphis, mesomorphis

(penjahat), dan ectomorphis.

Ernest Krechschner

Meneliti 4000 kriminal;

Membagi menjadi beberapa bentuk tubuh, yaitu:

1) leptosome asthenic→tall and thin→theft and fraud

2) athletic→well develop muscles→violence criminal

3) pyknic→short and fat→fraud

Teori XYY Chromosome

faktor genetik berpengaruh pada tingkah laku;

manusia yang memiliki kromosom XYY memiliki kecenderungan

berperilaku aggressive dan violence.

Page 5: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 5

Conclusion:

manusia dilahirkan dengan kondisi biologis tertentu yang tidak dapat

diubah;

tidak ada upaya preventif bagi kejahatan

TEORI POSITIVISME MODERN

1. Teori Biologi Modern

Karakter biologis tertentu meningkatkan probabilitas orang bertingkah

tertentu.

2. Biological Theory

Karakter biologis tertentu memiliki damapk yang kecil terhadap

penyimpangan tingkah laku pada situasi tertentu, namun dapat

berdampak besar pada situasi yang lain.

3. Pschycological Positivism

Kejahatan merupakan faktor psikologis;

Faktor eksternal→pengalaman psikologis/trauma;

Faktor internal→mental illness, IQ, dsb.

Pelaku kejahatan dianggap orang yang sakit secara mental, memiliki

gradasi yang berbeda dan dapat disembuhkan.

Penggunaan pada CJS Modern

Penggunaan ahli dalam menentukan faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang;

Konsep treatment bagi pelaku kejahatan yang terbukti memiliki kelainan

mental.

STRAIN THEORY

Mid 19th Century, 1920-WW II, post WW II-1950

Kejahatan → fenomena sosial Kejahatan → segala bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan atas nilai-

nilai dan norma-norma dalam masyarakat Pelaku kriminal → manifestasi dari patologi sosial (the outcome of

something wrong in the structures of the society generally) - strain

generated by society

Durkheim - Anomie Theory

Division of Labour in Society (1893)

Different societes give rise to different structures, belief and behavioral

patterns

Society: - mechanical society

- organic society

Crimes is a normal and integral part of any society

Impossible to have a society totally devoid of crimes

A society without crime would be pathologically over controlled

Anomie → the breakdown of social norms or rules/ normlesness arising of

a corrupt change → the state of inadequate regulation

Unhealthy division of labour, unhealthy regulation of the collective

conscience→ greater likehood of crime

Suicide (bunuh diri) rate as well as crime increased during time of sudden

economic change.

Shaw and Mac Kay - Social Disorganization Theory

(Chicago School/ Ecological)

Links between a particular kind of urban environment and the extent of

crime associated with it.

Delinquence can be viewed as part of the natural process of migrant

settlement→social disorganization.

Crime related differentially distibuted

Human behavior is a product of their environment

Urbanization and industrialization breakdown and more cohesive patterns

of values, thus creating communities with competing norms and values

systems→culture conflict→social disorganization.

As values become fragmented, opposing definitions about proper behavior

arise and come into distance from the center

High delinquency areas were characterized by high percentage of

immigrants, non-whites and low income families.

Robert K. Merton – Oppurtunity Theory

Individuals desires/goals are largely defined by society

All individuals basically share the same cultural goals, but they have

different institutional mean available to them

Page 6: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 6

Strain Theory→ everyone is pressured to succeed, but those into are

unable or least likely to succeed by legitimate means are under more strain

(tekanan psikologis) to use illegitimate or illegal oppurtinities.

Crimes→ disjunctive between the cultural goals and institutional means

More crimes committed by the lower class than any other strata in society

Individual reactions to the society in wihich they live:

a. Conformity; those who accept both societal goals and institutional

means of achieving the goals;

b. Innovation; those who accept socials goals, but who lack the

institutional means of achieving them, therefore turning to innovative

means to attain the goals;

c. Ritualism; those who accept the societal goals, but who know that the

can attain them. Neverthless they continuing persuing institutional

means regardless of the outcome;

d. Retreatism; those who reject with social defined goals and means of

achieving them. They retreat from society in varying ways.

e. Rebellion; those who rejects both socially defined goals and means, and

substitute them with their own goals and means.

E.H. Sutherland - Differential Association Theory

Dikemukakan pertama kali oleh ahli Sosiologi Amerika Serikat, E.H.

Sutherland→terutama fokus pada masalah pengangguran;

Dikemukakan dalam bukunya:

1924→Criminology (1st ed.)

1934→2nd

ed.

1939→3rd

ed.

1947→4th ed.

Dalam edisi kedua (1934) menegaskan 3 hal sebagai berikut:

1. Any person can be trained to adopt any pattern of behavior which he is

able to execute;

2. Failure to folllow a prescribed pattern of behavior is due to the

inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct to

individual;

3. The conflict of cultures is therefore the fundamental principle in the

explanation crime.

Culture conflict theory (Thorsten Sellin)

Differents groups have different conduct norms;

The conduct norms of one group may conflict with those of another;

Individuals may commit crimes by conformity to the norms of their

own group if that group if that group norms conflict with those of the

dominant society.

Dalam Edisi 4 (1947), Sutherland mengatakan:

Semua tingkah laku itu dipelajari;

Mengganti pengertian istilah social disorganization dengan differential

social organization;

Apa alasannya?

Social disorganization menggambarkan bahwa tidak ada keteraturan,

Padahal Sutherland menyatakan bahwa terdapat beberapa kelompok

yang terorganisir dengan perbedaan kepentingan dan tujuan. Dan

dalam kondisi ini tidak dapat dihindari bahwa beberapa kelompok

akan mengikuti pola tingkah laku kriminal, yang lainnya akan netral

dan yang lainnya anti kriminal atau taat hukum.

Bahwa dalam situasi disorganization, perbedaan perilaku termasuk ke

dalamnya perilaku kriminal karena differential associstion.

Selain itu, Sutherland mengetengahkan sembilan pernyataan berikut:

1. Tingkah laku kriminal dipelajari.

2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan

orang lain melalui suatu proses komunikasi.

3. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi dalam

kelompok intim.

4. Mempelajari tingkah laku kriminal, termasuk di dalamnya teknik

melakukan kejahatan dan motivasi/dorongan atau alasan pembenar.

5. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan

perundang-undangan: menyukai atau tidak menyukai.

6. Seseorang menjadi delinquent karena penghayatannya terhadap

peraturan perundang-undangan: lebih suka melanggar daripada

menaatinya.

7. Asosiasi differential ini bervariasi bergantung pada frekuensi, durasi,

prioritas dan intensitas.

8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melaui pergaulan dengan

pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang

berlaku dalam setiap proses belajar.

Page 7: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 7

9. Sekalipun tingkah laku merupakan pencerminan dari kebutuhan-

kebutuhan umum dan nilai-nilai, tetapi tingkah laku kriminal tersebut

tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi

karena tingkah laku nonkriminal pun merupakan pencerminan dari

kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.

Definisi Sutherland tentang kejahatan dari George Herbert Mead:

Crimes is human beings act toward things on the basis of the meanings

that he things have for them.

Tanggapan/kritik terhadap Differential Association (DA):

Pernyataan DA yang kurang memperhatikan berbagai variasi dalam

kejahatan dan deliquent:

Tidak setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru

atau memilih atau mengakui pola-pola kriminal;

Pernyataan seseorang menjadi penjahat karena pergaulan yang intim

dengan penjahat tidak memperdulikan karakter orang-orang yang

terlibat dalam pergaulan tersebut.

Awalnya DA (1939) lebih menitikberatkan pada systematic criminal

behavior dan tidak merupakan penggolongan yang umum tentang

tingkah laku kriminal. Perkembangannya DA ditujukan pada semua

tingkah laku kriminal.

DA tidak memberikan penjelasan mengapa seseorang lebih suka

melanggar daripada menaatinya

Manfaat teori DA:

Dapat digunakan untuk menilai penyebaran tingkah laku kriminal dan

tingkah laku non kriminal, baik dalam kehidupan individu maupun

dalam statistik

Dapat memprediksi parole secara efisien.

CONTROL THEORY

Criminality is natural, conformity (orang taat) needs explain (not

natural)→result of special circumstances (keadaan-keadaan tertentu)

Each society makes rules and tries to restrict it‟s member to partalie only

in activities which are accpetive to the social order

Control theorie explain how societies persuade people to live within these

rules.

Personal Control - Reiss (1951)

Personal control→ seberapa kuat seseorang untuk mengendalikan dirinya

agar tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat

conformity→ individual accepts the rules and norms as his or her own,

or submits to them as a rational control of behavior in a social setting

(healthy super ego)

delinquency→ denote the opposite

social control is the ability of social groups or institution to makes

norms rules effective.

Containment Theorie – Reckless (1973)

adanya dorongan-dorongan yang membuat seseorang melakukan kejahatan

dibutuhkan pencegahan agar orang tersebut tidak melakukan kejahatan

baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari orang lain.

drive, pulls, and insulation could all arise either within the individual or

outside him

push factors→pschological desires such as agression (internal) and social

pressure such as poverty (kemiskinan), family conflict and lack of

oppurtinity (external).

pull factors (external)→ availibility of illegitimate oppurtunities, criminal

peer groups, media images.

Faktor-faktor penahan (Insulators):

a. External (seperti peran yang cukup berarti di masyarakat, rasa memiliki

dan identitas, hubungan-hubungan yang baik dalam masyarakat,

disiplin yang dibentuk oleh institusi).

b. Internal (seperti pengendalian ego, kemampuan untuk mencapai tujuan

dengan cara legal, dan komitmen pada norma-norma).

Individual Control – Gattfredson and Hirschi (1990)

aspects of criminality→lack of self control of the individual and the

oppurtunity for coming crimes

self control formed by early childhood socialization, especially in the

family (externally shaped→internal)

family→important peer progessive→conforming school→reinforce

teaching self control→essential pre condition for law ability

lack of self control without oppurtunity would not lead to criminality

Page 8: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 8

oppurtunity→maximaze immediate pleasure; involve simple mental and

phsycal task; involve law level of risk and detection.

to prevent crime→remove oppurtunity (besides early childhood

socialization→monitoring and behavior, recognizing deviat behaviors and

punishing them).

Sociological Control - Hirschi (1969)

human beings are born with freedom to break the law and will only be

stopped by preventing any oppurtunity arising (imposible) or controlling

their behavior.

at birth people knew nothing about acceptable and acceptable

behavior→follow actual desires

in community people is socialized in to the activities which community

finds acceptable by use reward and punishment

law abiding (dipatuhi) people are seem to have:

attachment (ikatan yang kuat dengan orang lain ataupun institusi)

commitment (dan tanggung jawab terhadap keluarga dan pekerjaan)

involvement (keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas konvensional)

beliefs (keyakinan pada aturan)

four elements interrelate and are given equal weight, each helps to prevent

criminality in most people.

Social Control and Drift – Matza & Sykes (1960)

individual drifting at will between – abiding and delinquent

how they justifies their delinquent act?

technique of neutralization:

1. denial of responsibility→anggapan di kalangan remaja nakal yang

menyatakan bahwa dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak

mengasihi, lingkungan pergaulan yang buruk, atau berasal dari tempat

tinggal yang kumuh.

2. denial of injury→suatu alasan dikalangan remaja nakal bahwa tingkah

laku mereka sebenarnya tidak merupakan suatu bahaya besar/ berarti.

3. denial of the victim→suau keyakinan diri pada remaja nakal bahwa

mereka adalah pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai

mereka yang melakukan kejahatan.

4. condemnation of the condemners→suatu anggapan bahwa polisi

sebagai hipokrit sebagai pelaku yang melakukan kesalahan atau

memiliki perasaan tidak senang pada mereka.

5. appeal to higher loyalities→suatu anggapan di kalangan remaja nakal

bahwa mereka terperangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum, dan

kehendak kelompok mereka (Hagan, 1987)

LABELLING PERSPECTIVES

Berkembang pada 1960s-1970s di United Kingdom dan USA.

Perbedaan kedudukan dalam masyarakat (kulit hitam, perempuan,

masyarakat miskin).

Menolak teori-teori yang memandang kejahatan dari karakterisitik pelaku

maupun struktur sosial kemasyarakatan, tapi kejahatan diakui sebagai

proses sosial.

Self image terbentuk terutama melalui proses interaksi

Reaksi sosial terhadap tingkah laku seseorang mempengaruhi orang

tersebut selanjutnya bertingkah laku.

Tanenbaum: “the person becomes the things he is describe as being”.

Pygmalion Experiment:

Proses: - Negative labelling

- Stigmazitation

- New identity formed in response to negatif labelling

- Commitment to new identity based on available roles and

relationships.

Lebih menekankan pada reaksi sosial terhadap terhadap penyimpangan

tingkah laku dibandingkan pada perbuatan pelakunya.

Howard Becker (1973)

Tidak ada perbuatan yang merupakan penyimpangan tingkah

laku/crime sampai dinyatakan menyimpang oleh sekelompok orang

atau masyarakat

Sekelompok masyarakat menciptakan konsep crime/penyimpangan

tingkah laku membuat aturan terhadap mana pelakunya dinyatakan

Page 9: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 9

menyimpang/ jahat, menerapkan aturan tersebut pada orang-orang

tertentu dan melabel mereka sebagai outsiders.

Alasan orang-orang tersebut ditempatkan sebagai outsiders→tingkah

laku mereka dinilai, dianggap menyimpang oleh sekelompok orang

yang berkuasa dalam masyarakat.

Lemert (1951)

Primary deviation dan secondary deviation

Juvenile rentan terhadap proses labelling

Cause of crime→stigmatization and negative effect of labelling. Crime

ditentukan oleh aktivitas sistem peradilan pidana dan penegak

hukumnya (kriminalisasi, dll)→by those who have power.

Responses to crime→diversion from formal system e.g. Restorative

Justice

Kritik:

Tidak menjelaskan sebab kejahatan secara langsung

Ada kejahatan-kejahatan yang tidak dapat dipandang hanya sebagai

reaksi sekelompok masyarakat

Tidak dapat menjelaskan mengapa ada orang-orang yang mampu

menolak label (kebal terhadap label).

FEMINIST PERSPECTIVES

Berkaitan dengan isu kekuasaan, distribusi sumber daya ekonomi dan

sosial, dan perbedaan posisi/ kedudukan di dalam masyarakat

Social Context

Berkembang pada akhir tahun 1960an-1970an

Mempermasalahkan posisi struktural perempuan di dalam masyarakat

Sejarah menunjukkan bahwa perempuan telah demikian lama merupakan

kelompok yang tereksploitasi, hak-haknya diabaikan, dan menjadi korban

kekerasan.

Women‟s Liberation Movemen Agenda→perubahan sosial yang radikal,

a.l.:

Persamaan upah

Persamaan kesempatan pendidikan dan pekerjaan

Bebas dari intimidasi ancaman kekerasan dan pemaksaan seksual

Tidak ada lagi aturan-aturan, asumsi-asumsi, dan institusi-institusi yang

memberikan dominasi pada laki-laki serta membiarkan terjadinya “mens‟s

agression towards woman”.

Perspective dalam Feminisme

1. Liberal Feminism

Setiap individu adalah bagian penting dalam masyarkat dan masing-

masing individu memiliki hak, harga diri, dan kemerdekaan.

Masing-masing tidak boleh mendiskriminasikan yang lainnya

Hukum harus dapat menjamin persamaan hak perempuan dalam

masyarakat, penting untuk mengubah peraturan yang tidak memberikan

perlakuan/hak yang sama.

2. Marxist Feminism

Mempermasalahkan posisi struktural perempuan dalam masyarakat,

terkait dengan issue “paid and unpaid labor”.

Kategori pekerjaan bagi perempuan adalah pekerjaan rumah tangga,

yang tidak dibayar→exploitative

Apabila perempuan bekerja, mereka cenderung memperoleh upah yang

lebih kecil, dan mendapati posisi yang tidak aman seperti pekerjaan

“part time” dan “casual work”.

Dibutuhkan perubahan mendasar dalam struktur masyarakat misalnya

kapitalisme yang mengekploitasi pekerja perempuan.

3. Radical Feminism

Seluruh aspek dalam kehidupan perempuan berada dalam relasi

patriarkhal

Perempuan dipandang sebagai kelas yang tertekan, semua perempuan

merupakan korban dari struktur dominasi laki-laki

Kaum laki-laki untuk satu dan lain hal mendapatkan keuntungan dari

situasi tersebut.

Telah lama terjadi peminggiran kaum perempuan dalam wilayah politik,

sosial, dan ekonomi.

Page 10: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 10

4. Socialist Feminism

Baik dalam wilayah privat maupun publik perempuan adalah kelas yang

tertekan dan tereksploitasi oleh kelompok kapitalis

Tubuh perempuan adalah objek kaum kapitalis e.g. pornography

industry.

5. Cultural Feminism

Perempuan dipandang berbeda dengan laki-laki

Perempuan dipandang memiliki “gender spesifik trait‟s” (memiliki sifat

yang caring and sharing→ Positive Feminisme Features) membuatnya

mereka secara moral lebih superior dibandingkan laki-laki.

Sifat laki-laki seperti violence/ egoism→bahaya yang bersifat konstan

bagi perempuan

Solusi→sedapat mungkin memisahkan perempuan dari kelompok laki-

laki sehingga kehidupan perempuan tidak di dominasi oleh laki-laki.

FEMINIST CRIMINOLOGY

Membahas: kejahatan perempuan, perempuan sebagai korban kejahatan,

dan perempuan dalam CJS.

Kritik terhadap pengabaian perempuan dalam disiplin kriminologi,

berkaitan dengan masalah dominasi kaum laki-laki, termasuk dalam CJS

(praktisi).

Angka kriminalitas laik-laki lebih tinggi dari perempuan→perlu penjelasan.

Basic Concepts

Terdapat perbedaan kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat

Perempuan secara struktural berada dalam posisi yang tidak

menguntungkan di dalam masyarakat termasuk juga dalam CJS

Perempuan berbeda dengan laki-laki i.e. less risk-taking, less aggressive,

less violent→di didik sejak dini untuk lebih patuh, perempuan mendapa

kontrol lebih (domestikasi).

Pemberlakuan “standard ganda” dalam hal moralitas dan power perempuan

dalam CJS→perempuan diberlakukan berbeda dalam dan oleh CJS karena

adanya ekspektasi berbeda gender mengenai kepantasan dan femininitas

perempuan.

Kejahatan terhadap dan yang dilakukan oleh perempuan→merupakan

hasil dari dari tekanan social dan ketergantungan ekonomi tinggi pada

laki-laki.

Perempuan sebagai pelaku→perempuan yang melakukan pembunuhan

kerap merupakan korban dari kekerasan, kejahatan seperti pencurian,

penipuan dan pengutilan, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

keluarga.

Perempuan sebagai korban→domestic violence, sexual harrasment, etc.

Solusi:

Pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, sosial, politik

Menentang dominasi kaum laki-laki di dalam masyarakat

Pelatihan anti sexist bagi para hakim dan sektor lain dalam CJS.

Kritik:

Feminist criminology seharusnya mampu memberikan kajian yang lebih

dari sekedar analisis yang woman centered

Penelitian menunjukkan bahwa emansipasi perempuan cenderung

memperbesar peluang bagi perempuan untuk melakukan kejahatan

Kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh perempuan oleh perempuan juga

dilakukan oleh laki-laki.

CONFLICT/ MARXIST THEORY

Conflict/ Critical/ Marxist Theory→ kritik terhadap konsensus (state

doesn‟t represent common interests, instead represents interests of those

with sufficient power)

Early conflict theory→ Thorsten Sellin (1938)→ cultural conflict→

hukum mencerminkan norma perilaku kultur yang dominan

Marxist Criminology→ Teori kriminologi yang menggunakan pemikiran

Karl Marx mengenai pemisahan kekuasaan dalam masyarakat (Bonger,

Taylor, Walton, Young, Chambliss, dll)

Kritik terhadap masyarakat kapitalis

Masyarakat bukan satu kesatuan homogen

Masyarakat terbagi ke dalam kelas-kelas→ konflik kepentingan

Page 11: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 11

Masyarakat terbagi dalam capitalist class/ruling class dan working

class→ powerful dan less powerful

Kekuasaan cenderung untuk semakin terpusat pada sekelompok kecil

orang yaitu kaum kapitalis

Kelompok yang berkuasa terdiri dari those who own the means of

production

Pemerintah tidak netral

Kejahatan→ refleksi dari adanya perbedaan kelas di dalam

masyarakat

Marx→ crime bukan “willful violation of common good” melainkan “the

struggle of the isolated individual against the prevaling conditions”→

primitive rebellion thesis

Letak/posisi individu dalam struktur kelas di masyarakat akan

mempengaruhi atau menentukan jenis kejahatan yang akan dilakukannya.

Crimes of the powerful (penipuan/penyuapan, pelanggaran aturan

tentang kerja/keselamatan kerja, perusakan lingkungan, korupsi,

monopoli, pelanggaran HAM, kejahatan politik)

Crimes of the less powerful (pencurian, vandalism, mengganggu

ketertiban umum, penganiayaan, pembunuhan).

Bonger – Criminality and Economic Condition, 1916

Working class crime→ atas dasar kebutuhan hidup, capitalis crime→

karena keserakahan, untuk melindungi kepentingannya, mempertahankan

kekuasaannya (karena kekuasaan yang dimilikinya memberikan

kesempatan dan kekebalan pada mereka untuk melakukan hal tersebut).

Kejahatan terkonsentrasi pada lower class karena Sistem Peradilan Pidana

(SPP) mengkriminalisasikan “the hunger of the poor” sementara membuka

kesempatan legal bagi orang-orang kaya untuk mencapai “their selfis h

desire”

Working class crime lebih visible, mereka lebih mudah terjangkau hukum

1920→ criminals were engaged in crime as an unconscius form of

rebellion against the capitalist economy system

1970-1980→ criminals behavior are the result of social learning by normal

individual in situasional structured by the social relations of capitalism

Kejahatan kaum kapitalis memiliki dampak sosial dan ekonomi lebih

buruk (lebih merugikan) dibandingkan dengan street crimes.

Kaum kapitalis dengan powernya memiliki pengaruh yang besar dalam

proses kriminalisasi sementara banyak socialist injuries behavior yang

tidak dikriminalisasi karena oleh the powerful agaist the powerless.

Hukum adalah alat negara untuk melindungi kaum kapitalis

Quinney→ solusi bagi masalah kejahatan masyarakat hanya dapat

diperoleh melalui kehancuran kaum kapitalis dan dengan terbentuknya

suatu tatanan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialis

Untuk mencegah terjadinya kejahatan harus dilakukan pemerataan

kekuasaan, kepemilikan modal, pemberdayaan akuntabilitas publik,

reformasi hukum yang berpihak pada working class

Kritik: Terlalu menitikberatan pada “harmful effect” dari kejahatan kelas kapitalis,

melupakan harmful effect dari kejahatan kelas bawah

Membuat simplikasi dengan membedakan kejahatan kelas bawah dan kelas

atas

Ada kejahatan yang tidak dapat dibagi dalam kelas-kelas.

CRITICAL CRIMINOLOGY

Pelaksanaan CJS tidak adil, bias dan menguntungkan sekelompok

orang/golongan

→ critical criminology hendak mengungkap relasi kekuasaan yang

menentukan bagaimana masing-masing kelompok di perlakukan oleh

CJS

Dibagi dua yaitu Structuralism dan Post Modernisme

STRUCTURALIST CRIMINOLOGY

Perbedaan distribusi kekuasaan dalam masyarakat berpengaruh pada

masalah kejahatan

Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat adalah kelompok yang

sangat rentan tekanan dan pada gilirannya melakukan kejahatan yaitu kelas

pekerja perempuan, ethnic minority group, indigenous people

Page 12: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 12

Memandang kejahatan dikaitkan dengan proses-proses politik ekonomi

secara luas yang memberi pengaruh berbeda pada kelompok powerful &

less powerful

Crime of the powerful→ untuk mempertahankan kekuasaan dan

kepentingan

Crime of the less powerful→ terkait marjinalisasi, kriminalisasi, dan

rasisme dalam kebijakan penegakan hukum e.x. kelompok tertentu lebih

disorot oleh media dan polisi→ police target

Respons:

Social empowerment (direct participation democracy) pendistribusian

sumber daya kepada masyarakat berdasrkan kebutuhan sosial & keadilan

Akuntabilitas penyelenggaraan negara

Propoganda anti rasist dan sexist

POSTMODERNISME

Premodernism→ spiritualistic approach

Modernisme→ suatu pandangan dalam kriminologi yang melakukan

pendekatan bahwa science merupakan proses yang objektif dalam

menemukan suatu masalah→ naturalistic approach

Pendekatan sains→ melihat hubungan sebab akibat

Postmodernisme→ mempelajari hubungan antara manusia dan bahasa

dalam menciptakan arti, identitas, kebenaran, keadilan, kekuasaan, dan

pengetahuan.

Seluruh pemikiran dan pengetahuan difasilitasi oleh bahasa dan bahasa

itu sendiri tidak pernah netral

Bahasa dapat mendukung/ menguntungkan satu sudut pandang dan

tidak menguntungkan bagi yang lain

Tidak ada kebenaran yang objektif, hanya perbedaan cara mengungkap

dan menggambarkan realitas sosial

Bahasa amat relatif dan ditentukan oleh perspektif tertentu

Kejahatan merupakan produk linguistik dan hubungan kekuasaan

yang merupakan faktor yang menentukan.

Contoh: Kasus Raju, yang bermula dari perkelahian→ penganiayaan

Mereka yang mempunyai sarana untuk mengekspresikan dialah yang

mempunyai kekuasaan

Bahasa resmi yang mendominasi peserta dalam proses CJS sering

memarginalkan, mengalienasi, dan menekan→ pencocokan rumusan

delik terhadap kejahatan

Metode untuk mengurangi kejahatan→ membangun/ menggantikan

wacana atau bahasa yang dipergunakan yang sifatnya inklusif dan dapt

diterima, tujuannya untuk menetralisir power/ kekuasaan bahasa yang

dominan yang mengatur kehidupan mereka yang diasingkan.

REPUBLICAN THEORY

Kejahatan adalah “denial of personal dominion” (pengabaian atau

pelanggaran atas wilayah/ otoritas personal)

Kejahatan tidak hanya mengancam individu tapi juga mengancam

masyarakat secara keseluruhan

Karena setiap kejahatan dianggap sebagai ancaman terhadap dominion

maka penghukuman (sebagai reaksi atas kejahatan) harus ditujukan untuk

memulihkan kerusakan/kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penjatuhan hukuman:

Pelaku harus mengetahui personal liberty korban dalam rangka

memperbaiki status/ kondisi korban

Untuk memulihkan kondisi korban harus ada bentuk-bentuk ganti

kerugian

Harus ada jaminan bagi masyarakat luas

Equilibrium model of criminal justice→ CJ bertujuan untuk memperbaiki/

memulihkan otoritas korban sehingga korban sebagai bagian dari

masyarakat dapat kembali menikmati wilayah/ otoritas personalnya

Sebab-sebab kejahatan adalah terletak pada faktor-faktor sosial dan

psikologis, antara ketiadaan self sanctionary conscience (kesadaran untuk

menghukum diri sendiri).

Restorative Justice – John Braithwite

Respons terhadap kejahatan oleh karenanya harus didasarkan pada

reintrogative shaming

Pelaku dipermalukan atas tindakannya tapi tidak dibuang/diasingkan,

melainkan dikembalikan lagi kepada masyarakat (korban dilibatkan dalam

proses ini sehingga merasa status otoritasnya terpulihkan)

Page 13: Kriminologi

Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD

Kardoman Tumangger (110110060381) Page 13

Tujuannya agar pelaku memperbaiki kesalahannya sehingga dapat

menumbuhkan/ memulihkan kepercayaan korban dan masyarakat luas

Restorative Justice Model:

Victim-offender mediation

Family group conferences

Circle

Reparative board – korban dilibatkan dalam penentuan hukuman

Persamaan:

Fokus pada korban, pelaku dan masyarakat

Dimaksudkan untuk merespon kerugian yang ditimbulkan oleh

kejahatan

Republican perspective→ to maximize personal dominionl

Tujuan Penghukuman:

Retributivist: pembalasan

Republican theorist: pemulihan otoritas korban

Focus:

Retributivist→ menghukum pelaku proporsional dengan kejahatan

Republican Theory→ pemulihan (to put harm right), memberikan efek

positif bagi semua pihak

Reintrogative Shaming vs Stigmatization:

Stigmatization→ shaming yang negatif, pelaku memperoleh label

sebagai penjahat sehingga terasing dari masyarakat;

Reintegrative Shaming→ shaming yang positif, terbatas secukupnya,

pelaku diberi kesempatan untuk kembali ke masyarakat dengan cara

mengakui kesalahannya, meminta maaf dan bertobat untuk mencegah

kejahatan.

Budaya „self sanctionary conscience‟ (pelaku akan malu untuk

melakukan perbuata yang bertentangan dengan norma yang berlaku di

masyarakat)

External process of shaming (official institutional intervention)

Internal „self sanctionary conscience‟ forms of shaming (control theory)

Communitarism:

Ikatan kuat antar individu dalam masyarakat

Saling percaya yang melahirkan tanggung jawab dan komitmen

Kesetiaan pada kelompok bukan semata untuk kenyamanan individu.

Kritik:

Tidak menjelaskan sebab-sebab kejahatan

Tingkat communitarism tidak akan berdaya dalam menghadapi pelaku

yang termarginalisasi di dalam

masyarakat dan tidak menyesali perbuatannya

Kesulitan membedakan reintegrative shaming dan stigmatization.

Terimakasih Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat Dunia, karena

memberkati anak-Mu ini.

Terima kasih Papaku, N. Tumangger, dan Ibuku, R. Nainggolan dan

seluruh keluarga atas dukungan dan doa kalian sehingga aku bisa kuliah

di Fakultas Hukum UNPAD seperti sekarang ini.