Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 1
KRIMINOLOGI
Dosen:
Prof. Dr. Romli Atmasasmita, S.H., L.LM.
Yesmil Anwar, S.H., M.Si.
Lies Sulistiani, S.H., M.H.
Widati Wulandari, S.H., M.Crim.
MATERI PERKULIAHAN
1. Pengantar
2. Persepsi Publik dan Representasi Kejahatan
3. Teori-Teori Kriminologi
a. Individual
1) Classical Criminology
2) Positivism (Biological dan Physchological)
b. Situasional
1) Strain Theorie (Anomie, Differential Association)
2) Control Theorie
3) Labelling Perspectives
c. Social Cultural/ Conflict Theories
1) Marxist Criminology
2) Feminist Perspectives
3) New Right
4) Left Realism
5) Critical Criminology (Structural, Postmodernism)
PARADIGMA PERKEMBANGAN KRIMINOLOGI
Paradigma adalah satu kesepakatan untuk berpikir yang disepakati oleh para
ahli dalam menentukan batas-batas, tujuan dan hasil dari ilmu pengetahuan
tertentu.
What is a crime?
Legal definition : tindak pidana : politically constructed
Kejahatan;
Pelanggaran.
Criminological/sociological definition : sociological constructed
Kejahatan menurut persepsi publik;
Mala in se vs mala prohibita
Labelling (of The Criminal Justice System Personel)
Why people commite crime?
Spritual/ demonological?
Biological?
Physchological?
Ecological?
Economic?
Sociological?
Kriminologi…..
Studies of crime and criminal behavior
What is crime?
Why people commite crime?
Who is the criminal?
The search for the “criminal man”
People committing violation of law;
People committing violation of social norm;
People processed in the criminal justice system;
People punished by the court;
People in prison.
Theorizing…….
Involves a paradigm ( a window for looking at things)
Highly ideological
Influenced by intellectual and social heritage
May involevs only certain types of crimes
Thus…can not explain all kinds of crimes
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 2
Klasifikasi Teori
Sangat bergantung pada ideologi dan subjektifitas orang yang melakukan
teori
Pada umumnya membuat dikotomi
Seringkali membuat klasifikasi yang bersifat artifisial
Tidak satupun klasifikasi yang komprehensif dan ekhaustif
Dasar klasifikasi:
Aliran yang berkembang sejalan dengan waktu
Ide/ konsep dasar
Isu yang menjadi tema utama
Teoritisi utama/ dramatis personae
Teori Kejahatan
C. Lambrosso → Kejahatan= Bakat
Lacasagne → Kejahatan= Lingkungan Lahir
Ferry → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir
W. Bonger → Kejahatan= Bakat + Lingkungan Lahir + Lingkungan
Kejahatan Dilakukan
Indonesia → Kejahatan= Kesempatan + Niat
PENGANTAR KRIMINOLOGI
Kriminologi merupakan bagian dari sosiologi
Menurut Sutherland, kriminologi adalah kumpulan pengetahuan
mengenai kejahatan sebagai fenomena sosial.
Masuk dalam bahasannya : proses pembentukan hukum, proses
pelanggaran hukum, serta reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum.
Menurut Bonger, kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki kejahatan yang seluas-luasnya. Yang dimaksud
mempelajari kejahatan seluas-luasnya, termasuk mempelajari penyakit
sosial (pelacuran, kemiskinan, gelandangan dan alkoholisme).
Bonger memberikan perbedaan deviance (penyimpangan) dan crime
(kejahatan) adalah:
Deviance, setiap perbuatan yang melanggar aturan/ norma yang telah
ditetapkan oleh masyarakat atau keompok masyarakat tertentu.
Crime, setiap perbuatan yang melanggar hukum pidana dan oleh karenanya
merupakan subjek dari pemidanaan atau perbuatan yang tercela (anti sosial)
yang memperoleh tentangan secara sadar dari negara berupa pemberian
penderitaan.
Pendekatan dalam Mempelajari Kriminologi
Normatif;
Kriminologis/sosiologis.
SUTHERLAND
Proses Pembentukan Hukum
Mengapa suatu perbuatan ditentukan sebagai kejahatan sedangkan
perbuatan lain tidak?
Siapa dalam suatu masyarakat yang menentukan kapan atau dalam
kondisi seperti apa suatu perbuatan yang dianggap sebagai
penyimpangan tingkah laku harus dianggap sebagai kejahatan, dan oleh
karenanya itu harus dijatuhi hukuman?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, dikenal dua model yaitu:
1) Consensus Model
kejahatan→ konsepsi yang disepakati
kejahatan→ bila dinilai mengancam oleh masyarakat pada umumnya
asumsi: masyarakat memiliki kesepakatan mengenai nilai-nilai baik dan
buruk
hukum merupakan hasil kesepakatan masyarakat
2) Conflict Model
kejahatan→konsepsi yang ditentukan kelompok penguasa
norma yang berlaku di masyarakat→ norma the ruling class in a society
CJS→ sarana untuk mengatur kelompok masyarakat powerless
Proses Pelanggaran Hukum
Kriminologi mempelajari mengapa seseorang melakukan kejahatan
sedangkan orang lain tidak (criminology genesis)
Melahirkan teori-teori kriminologi: individual, situasional, social
structural
Reaksi Sosial terhadap Pelanggaran Hukum
Kriminologi juga mempelajari mengenai reaksi masyarakat terhadap
kejahatan (termasuk kejahatan pemerintah).
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 3
Representasi Kejahatan
Media;
Official Crime Statistic
Official crime statisctic dapat memberikan gambaran yang terdistorsi:
Error in data collector;
Error in presentation of crime statistic;
Error in interpretation.
Hal ini dapat menyebabkan dark number. Kejahatan dengan dark number
tinggi yaitu child sexual abuse/other child abuse, domestic violence, rape,
other sexual offences, abortion, driving offences, fraud dan corporate offences.
CLASSICAL CRIMINOLOGY THEORY
Berkembang pada pertengahan abad ke-18 dimana masa transisi dari
feodalisme ke kapitalisme di Eropa. Teori ini merupakan bentuk reaksi/protes
terhadap kebijakan yang sewenang-wenang (barbaric) pada masa sebelum
Revolusi Prancis (1789).
Latar Belakang
Hukum→ God given natural law;
Kejahatan→ pelanggaran terhadap ajaran agama dan perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan gereja→ perbuatan
melawan aturan-aturan aristrokrasi (kerajaan dan bangsawan);
Spritualistic arguments (St. Thomas Aquinas)→kejahatan=dosa, oleh
karenanya negara berwenang secara moral untuk menghukum atas nama
(mewakili) Tuhan.
Kejahatan dan bentuk-bentuk penghukuman ditentukan secara individual,
tidak limitatif→negara dapat melakukan penahanan/penghukuman tanpa
batas, negara amat royal dalam menjatuhkan hukuman mati dan
menggunakan kekuasaan yang berlebihan (draconian).
Pemikir Aliran Classical Criminology
Thomas Hobbes (1588-1678)
Pada dasarnya manusia cenderung untuk meraih kepentingan tanpa peduli
apakah perbuatannya merugikan orang lain atau tidak sehingga tidak
seorangpun merasa aman karena semua orang hanya memikirkan
kepentingannya;
Manusia cukup rasional, maka lahir “social contract” dimana setiap orang
setuju untuk merelakan sebagian haknya supaya orang lain melakukan hal
yang sama, dan juga menyerahkan kepada negara untuk menggunakan
kekuasaannya untuk melaksanakan kontrak tersebut (upaya penegakan
hukum a.l. melalui punishment).
Cessare Beccaria (1738-1794)
Dalam bukunya “On Crimes and Punishment”
Bagaimana membuat CJS yang adil dan efektif?
Peran legislator harus meliputi penetapan kejahatan dan penentuan
hukuman secara khusus bagi masing-masing kejahatan;
Peran hakim hanya menentukan kesalahan, setelah penentuan kesalahan
dilakukan selanjutnya hakim terikat untuk mengikuti undang-undang
dalam menjatuhkan hukuman;
Tingkat keseriusan kejahatan ditetapkan berdasarkan kerugian;
Hukuman yang dijatuhkan harus proporsional dan ditujukan untuk
mencegah kejahatan di masa yang akan datang;
Hukuman menjadi tidak adil ketika melebihi dari apa yang diperlukan
untuk mencapai tujuan pencegahan;
Hukuman berlebihan→gagal mencegah kejahatan dan dapat juga
meningkatkan angka dan kualitas kejahatan;
Penjatuhan hukuman oleh negara, harus pasti dan harus diumumkan;
Penyiksaan dan secret accusation harus dihapuskan;
Pidana mati harus diganti dengan pidana penjara;
Penjara harus lebih manusiawi;
Semua orang harus diperlakukan sama;
Tindakan pemerintah harus didasarkan konsep utilitarian.
Pemikiran Beccaria→landasan pembentukan French Code
Jeremy Bentham (1748-1832) Manusia→individu rasional, memiliki kehendak bebas (free will), sebagai
rights holders;
Manusia yang melakukan kejahatan→berbuat berdasarkan kehendak
bebasnya karena ia mempunyai pilihan untuk berbuat baik/jahat
Kejahatan adalah pilihan yang salah;
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 4
Manusia harus bertanggung jawab atas pilihannya;
Punishment harus berdasarkan pleasure and pain principle (keuntungan
karena kejahatan tidak boleh lebih besar dari kerugian karena hukuman).
Pengaruh Teori Klasik pada Praktik Kebijakan Hukum Modern
Kodifikasi dan asas legalitas;
Just desert principle:
Hanya orang yang bersalah yang dapat dihukum;
Orang yang terbukti bersalah harus dihukum atas dasar kesalahan yang
dilakukan;
Hukuman tidak boleh melebihi besarnya kerugian yang ditimbulkan
oleh kejahatan;
Hukuman tidak boleh kurang dari besarnya kerugian yang ditimbulkan
oleh kejahatan.
Kritik terhadap teori ini yaitu a.l.
Penjatuhan pidana yang tidak membedakan antara first offender dan
recedive, anak-anak dan dewasa, sehat mental atau tidak.
Reformasi (Neo Classical Era)
Tidak semua manusia dapat dipersamakan dalam hal pertanggungjawaban
pidana
Angka kejahatan tidak berkurang;
Kritik→ tidak mampu menjelaskan sebab-sebab orang melakukan
kejahatan;
Melahirkan Teori Kriminologi Positive yang terfokus pada hal tentang
sebab-sebab kejahatan.
POSITIVISM CRIMINOLOGY THEORY
Tokoh pelopor yaitu Cesare Lombrosso, Enrico Ferri, Raffaele Grafolo,
William Sheldon.
Menyangkal Teori Klasik→ crime as individual choice
Menerapkan metodologi dan pendekatan ilmu alam/ ilmu pasti
(scientific/positivistic)
Fokus analisis→karakteristik pelaku kejahatan
Penyimpangan tingkah laku→pathology/dieficiency
Teori ini dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Biological
Positivism dan Pshychologi Positivism.
Cesare Lombrosso (1911)
Dalam bukunya: l’uomo delinquente
Menggunakan teori Evolusi;
Membagi manusia ke dalam beberapa type dari klasifikasi berdasarkan ras
dan perbedaan biologis (atavistic approach);
Teori kejahatan dapat dikembangkan berdasarkan pengamatan perbedaan
fisik antara kriminal dan non-kriminal;
Physiognomy (bentuk wajah) dan Phrenology (mind knowledge-skull)
Masing-masing bagian pada otak berfungsi mengatur perilaku tertentu
(activity, mood, sentiment, intellectual);
Bentuk dan ukuran tengkorak mempengaruhi tingkah laku seseorang, gizi
mempengaruhi fungsi, perkembangan dan kemampuan otak;
Bentuk kepala berbeda (misalnya lebih kecil), perbedaan ciri-ciri fisik
lainnya: bentuk tubuh yang tidak simetris, tatoo, bulu yang berlebihan, dll.
Penjahat dilahirkan, bukan dibentuk;
Sehingga tidak dapat diobati, harus dicegah kelahirannya.
William Sheldon (1940)
Teori yang didasarkan pada bentuk tubuh;
Somatotype dibagi menjadi 3 jenis yaitu endomorphis, mesomorphis
(penjahat), dan ectomorphis.
Ernest Krechschner
Meneliti 4000 kriminal;
Membagi menjadi beberapa bentuk tubuh, yaitu:
1) leptosome asthenic→tall and thin→theft and fraud
2) athletic→well develop muscles→violence criminal
3) pyknic→short and fat→fraud
Teori XYY Chromosome
faktor genetik berpengaruh pada tingkah laku;
manusia yang memiliki kromosom XYY memiliki kecenderungan
berperilaku aggressive dan violence.
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 5
Conclusion:
manusia dilahirkan dengan kondisi biologis tertentu yang tidak dapat
diubah;
tidak ada upaya preventif bagi kejahatan
TEORI POSITIVISME MODERN
1. Teori Biologi Modern
Karakter biologis tertentu meningkatkan probabilitas orang bertingkah
tertentu.
2. Biological Theory
Karakter biologis tertentu memiliki damapk yang kecil terhadap
penyimpangan tingkah laku pada situasi tertentu, namun dapat
berdampak besar pada situasi yang lain.
3. Pschycological Positivism
Kejahatan merupakan faktor psikologis;
Faktor eksternal→pengalaman psikologis/trauma;
Faktor internal→mental illness, IQ, dsb.
Pelaku kejahatan dianggap orang yang sakit secara mental, memiliki
gradasi yang berbeda dan dapat disembuhkan.
Penggunaan pada CJS Modern
Penggunaan ahli dalam menentukan faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang;
Konsep treatment bagi pelaku kejahatan yang terbukti memiliki kelainan
mental.
STRAIN THEORY
Mid 19th Century, 1920-WW II, post WW II-1950
Kejahatan → fenomena sosial Kejahatan → segala bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan atas nilai-
nilai dan norma-norma dalam masyarakat Pelaku kriminal → manifestasi dari patologi sosial (the outcome of
something wrong in the structures of the society generally) - strain
generated by society
Durkheim - Anomie Theory
Division of Labour in Society (1893)
Different societes give rise to different structures, belief and behavioral
patterns
Society: - mechanical society
- organic society
Crimes is a normal and integral part of any society
Impossible to have a society totally devoid of crimes
A society without crime would be pathologically over controlled
Anomie → the breakdown of social norms or rules/ normlesness arising of
a corrupt change → the state of inadequate regulation
Unhealthy division of labour, unhealthy regulation of the collective
conscience→ greater likehood of crime
Suicide (bunuh diri) rate as well as crime increased during time of sudden
economic change.
Shaw and Mac Kay - Social Disorganization Theory
(Chicago School/ Ecological)
Links between a particular kind of urban environment and the extent of
crime associated with it.
Delinquence can be viewed as part of the natural process of migrant
settlement→social disorganization.
Crime related differentially distibuted
Human behavior is a product of their environment
Urbanization and industrialization breakdown and more cohesive patterns
of values, thus creating communities with competing norms and values
systems→culture conflict→social disorganization.
As values become fragmented, opposing definitions about proper behavior
arise and come into distance from the center
High delinquency areas were characterized by high percentage of
immigrants, non-whites and low income families.
Robert K. Merton – Oppurtunity Theory
Individuals desires/goals are largely defined by society
All individuals basically share the same cultural goals, but they have
different institutional mean available to them
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 6
Strain Theory→ everyone is pressured to succeed, but those into are
unable or least likely to succeed by legitimate means are under more strain
(tekanan psikologis) to use illegitimate or illegal oppurtinities.
Crimes→ disjunctive between the cultural goals and institutional means
More crimes committed by the lower class than any other strata in society
Individual reactions to the society in wihich they live:
a. Conformity; those who accept both societal goals and institutional
means of achieving the goals;
b. Innovation; those who accept socials goals, but who lack the
institutional means of achieving them, therefore turning to innovative
means to attain the goals;
c. Ritualism; those who accept the societal goals, but who know that the
can attain them. Neverthless they continuing persuing institutional
means regardless of the outcome;
d. Retreatism; those who reject with social defined goals and means of
achieving them. They retreat from society in varying ways.
e. Rebellion; those who rejects both socially defined goals and means, and
substitute them with their own goals and means.
E.H. Sutherland - Differential Association Theory
Dikemukakan pertama kali oleh ahli Sosiologi Amerika Serikat, E.H.
Sutherland→terutama fokus pada masalah pengangguran;
Dikemukakan dalam bukunya:
1924→Criminology (1st ed.)
1934→2nd
ed.
1939→3rd
ed.
1947→4th ed.
Dalam edisi kedua (1934) menegaskan 3 hal sebagai berikut:
1. Any person can be trained to adopt any pattern of behavior which he is
able to execute;
2. Failure to folllow a prescribed pattern of behavior is due to the
inconsistencies and lack of harmony in the influences which direct to
individual;
3. The conflict of cultures is therefore the fundamental principle in the
explanation crime.
Culture conflict theory (Thorsten Sellin)
Differents groups have different conduct norms;
The conduct norms of one group may conflict with those of another;
Individuals may commit crimes by conformity to the norms of their
own group if that group if that group norms conflict with those of the
dominant society.
Dalam Edisi 4 (1947), Sutherland mengatakan:
Semua tingkah laku itu dipelajari;
Mengganti pengertian istilah social disorganization dengan differential
social organization;
Apa alasannya?
Social disorganization menggambarkan bahwa tidak ada keteraturan,
Padahal Sutherland menyatakan bahwa terdapat beberapa kelompok
yang terorganisir dengan perbedaan kepentingan dan tujuan. Dan
dalam kondisi ini tidak dapat dihindari bahwa beberapa kelompok
akan mengikuti pola tingkah laku kriminal, yang lainnya akan netral
dan yang lainnya anti kriminal atau taat hukum.
Bahwa dalam situasi disorganization, perbedaan perilaku termasuk ke
dalamnya perilaku kriminal karena differential associstion.
Selain itu, Sutherland mengetengahkan sembilan pernyataan berikut:
1. Tingkah laku kriminal dipelajari.
2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan
orang lain melalui suatu proses komunikasi.
3. Bagian penting dari mempelajari tingkah laku kriminal terjadi dalam
kelompok intim.
4. Mempelajari tingkah laku kriminal, termasuk di dalamnya teknik
melakukan kejahatan dan motivasi/dorongan atau alasan pembenar.
5. Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan
perundang-undangan: menyukai atau tidak menyukai.
6. Seseorang menjadi delinquent karena penghayatannya terhadap
peraturan perundang-undangan: lebih suka melanggar daripada
menaatinya.
7. Asosiasi differential ini bervariasi bergantung pada frekuensi, durasi,
prioritas dan intensitas.
8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melaui pergaulan dengan
pola kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang
berlaku dalam setiap proses belajar.
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 7
9. Sekalipun tingkah laku merupakan pencerminan dari kebutuhan-
kebutuhan umum dan nilai-nilai, tetapi tingkah laku kriminal tersebut
tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi
karena tingkah laku nonkriminal pun merupakan pencerminan dari
kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.
Definisi Sutherland tentang kejahatan dari George Herbert Mead:
Crimes is human beings act toward things on the basis of the meanings
that he things have for them.
Tanggapan/kritik terhadap Differential Association (DA):
Pernyataan DA yang kurang memperhatikan berbagai variasi dalam
kejahatan dan deliquent:
Tidak setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru
atau memilih atau mengakui pola-pola kriminal;
Pernyataan seseorang menjadi penjahat karena pergaulan yang intim
dengan penjahat tidak memperdulikan karakter orang-orang yang
terlibat dalam pergaulan tersebut.
Awalnya DA (1939) lebih menitikberatkan pada systematic criminal
behavior dan tidak merupakan penggolongan yang umum tentang
tingkah laku kriminal. Perkembangannya DA ditujukan pada semua
tingkah laku kriminal.
DA tidak memberikan penjelasan mengapa seseorang lebih suka
melanggar daripada menaatinya
Manfaat teori DA:
Dapat digunakan untuk menilai penyebaran tingkah laku kriminal dan
tingkah laku non kriminal, baik dalam kehidupan individu maupun
dalam statistik
Dapat memprediksi parole secara efisien.
CONTROL THEORY
Criminality is natural, conformity (orang taat) needs explain (not
natural)→result of special circumstances (keadaan-keadaan tertentu)
Each society makes rules and tries to restrict it‟s member to partalie only
in activities which are accpetive to the social order
Control theorie explain how societies persuade people to live within these
rules.
Personal Control - Reiss (1951)
Personal control→ seberapa kuat seseorang untuk mengendalikan dirinya
agar tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat
conformity→ individual accepts the rules and norms as his or her own,
or submits to them as a rational control of behavior in a social setting
(healthy super ego)
delinquency→ denote the opposite
social control is the ability of social groups or institution to makes
norms rules effective.
Containment Theorie – Reckless (1973)
adanya dorongan-dorongan yang membuat seseorang melakukan kejahatan
dibutuhkan pencegahan agar orang tersebut tidak melakukan kejahatan
baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari orang lain.
drive, pulls, and insulation could all arise either within the individual or
outside him
push factors→pschological desires such as agression (internal) and social
pressure such as poverty (kemiskinan), family conflict and lack of
oppurtinity (external).
pull factors (external)→ availibility of illegitimate oppurtunities, criminal
peer groups, media images.
Faktor-faktor penahan (Insulators):
a. External (seperti peran yang cukup berarti di masyarakat, rasa memiliki
dan identitas, hubungan-hubungan yang baik dalam masyarakat,
disiplin yang dibentuk oleh institusi).
b. Internal (seperti pengendalian ego, kemampuan untuk mencapai tujuan
dengan cara legal, dan komitmen pada norma-norma).
Individual Control – Gattfredson and Hirschi (1990)
aspects of criminality→lack of self control of the individual and the
oppurtunity for coming crimes
self control formed by early childhood socialization, especially in the
family (externally shaped→internal)
family→important peer progessive→conforming school→reinforce
teaching self control→essential pre condition for law ability
lack of self control without oppurtunity would not lead to criminality
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 8
oppurtunity→maximaze immediate pleasure; involve simple mental and
phsycal task; involve law level of risk and detection.
to prevent crime→remove oppurtunity (besides early childhood
socialization→monitoring and behavior, recognizing deviat behaviors and
punishing them).
Sociological Control - Hirschi (1969)
human beings are born with freedom to break the law and will only be
stopped by preventing any oppurtunity arising (imposible) or controlling
their behavior.
at birth people knew nothing about acceptable and acceptable
behavior→follow actual desires
in community people is socialized in to the activities which community
finds acceptable by use reward and punishment
law abiding (dipatuhi) people are seem to have:
attachment (ikatan yang kuat dengan orang lain ataupun institusi)
commitment (dan tanggung jawab terhadap keluarga dan pekerjaan)
involvement (keterlibatan dalam aktivitas-aktivitas konvensional)
beliefs (keyakinan pada aturan)
four elements interrelate and are given equal weight, each helps to prevent
criminality in most people.
Social Control and Drift – Matza & Sykes (1960)
individual drifting at will between – abiding and delinquent
how they justifies their delinquent act?
technique of neutralization:
1. denial of responsibility→anggapan di kalangan remaja nakal yang
menyatakan bahwa dirinya merupakan korban dari orang tua yang tidak
mengasihi, lingkungan pergaulan yang buruk, atau berasal dari tempat
tinggal yang kumuh.
2. denial of injury→suatu alasan dikalangan remaja nakal bahwa tingkah
laku mereka sebenarnya tidak merupakan suatu bahaya besar/ berarti.
3. denial of the victim→suau keyakinan diri pada remaja nakal bahwa
mereka adalah pahlawan sedangkan korban justru dipandang sebagai
mereka yang melakukan kejahatan.
4. condemnation of the condemners→suatu anggapan bahwa polisi
sebagai hipokrit sebagai pelaku yang melakukan kesalahan atau
memiliki perasaan tidak senang pada mereka.
5. appeal to higher loyalities→suatu anggapan di kalangan remaja nakal
bahwa mereka terperangkap di antara tuntutan masyarakat, hukum, dan
kehendak kelompok mereka (Hagan, 1987)
LABELLING PERSPECTIVES
Berkembang pada 1960s-1970s di United Kingdom dan USA.
Perbedaan kedudukan dalam masyarakat (kulit hitam, perempuan,
masyarakat miskin).
Menolak teori-teori yang memandang kejahatan dari karakterisitik pelaku
maupun struktur sosial kemasyarakatan, tapi kejahatan diakui sebagai
proses sosial.
Self image terbentuk terutama melalui proses interaksi
Reaksi sosial terhadap tingkah laku seseorang mempengaruhi orang
tersebut selanjutnya bertingkah laku.
Tanenbaum: “the person becomes the things he is describe as being”.
Pygmalion Experiment:
Proses: - Negative labelling
- Stigmazitation
- New identity formed in response to negatif labelling
- Commitment to new identity based on available roles and
relationships.
Lebih menekankan pada reaksi sosial terhadap terhadap penyimpangan
tingkah laku dibandingkan pada perbuatan pelakunya.
Howard Becker (1973)
Tidak ada perbuatan yang merupakan penyimpangan tingkah
laku/crime sampai dinyatakan menyimpang oleh sekelompok orang
atau masyarakat
Sekelompok masyarakat menciptakan konsep crime/penyimpangan
tingkah laku membuat aturan terhadap mana pelakunya dinyatakan
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 9
menyimpang/ jahat, menerapkan aturan tersebut pada orang-orang
tertentu dan melabel mereka sebagai outsiders.
Alasan orang-orang tersebut ditempatkan sebagai outsiders→tingkah
laku mereka dinilai, dianggap menyimpang oleh sekelompok orang
yang berkuasa dalam masyarakat.
Lemert (1951)
Primary deviation dan secondary deviation
Juvenile rentan terhadap proses labelling
Cause of crime→stigmatization and negative effect of labelling. Crime
ditentukan oleh aktivitas sistem peradilan pidana dan penegak
hukumnya (kriminalisasi, dll)→by those who have power.
Responses to crime→diversion from formal system e.g. Restorative
Justice
Kritik:
Tidak menjelaskan sebab kejahatan secara langsung
Ada kejahatan-kejahatan yang tidak dapat dipandang hanya sebagai
reaksi sekelompok masyarakat
Tidak dapat menjelaskan mengapa ada orang-orang yang mampu
menolak label (kebal terhadap label).
FEMINIST PERSPECTIVES
Berkaitan dengan isu kekuasaan, distribusi sumber daya ekonomi dan
sosial, dan perbedaan posisi/ kedudukan di dalam masyarakat
Social Context
Berkembang pada akhir tahun 1960an-1970an
Mempermasalahkan posisi struktural perempuan di dalam masyarakat
Sejarah menunjukkan bahwa perempuan telah demikian lama merupakan
kelompok yang tereksploitasi, hak-haknya diabaikan, dan menjadi korban
kekerasan.
Women‟s Liberation Movemen Agenda→perubahan sosial yang radikal,
a.l.:
Persamaan upah
Persamaan kesempatan pendidikan dan pekerjaan
Bebas dari intimidasi ancaman kekerasan dan pemaksaan seksual
Tidak ada lagi aturan-aturan, asumsi-asumsi, dan institusi-institusi yang
memberikan dominasi pada laki-laki serta membiarkan terjadinya “mens‟s
agression towards woman”.
Perspective dalam Feminisme
1. Liberal Feminism
Setiap individu adalah bagian penting dalam masyarkat dan masing-
masing individu memiliki hak, harga diri, dan kemerdekaan.
Masing-masing tidak boleh mendiskriminasikan yang lainnya
Hukum harus dapat menjamin persamaan hak perempuan dalam
masyarakat, penting untuk mengubah peraturan yang tidak memberikan
perlakuan/hak yang sama.
2. Marxist Feminism
Mempermasalahkan posisi struktural perempuan dalam masyarakat,
terkait dengan issue “paid and unpaid labor”.
Kategori pekerjaan bagi perempuan adalah pekerjaan rumah tangga,
yang tidak dibayar→exploitative
Apabila perempuan bekerja, mereka cenderung memperoleh upah yang
lebih kecil, dan mendapati posisi yang tidak aman seperti pekerjaan
“part time” dan “casual work”.
Dibutuhkan perubahan mendasar dalam struktur masyarakat misalnya
kapitalisme yang mengekploitasi pekerja perempuan.
3. Radical Feminism
Seluruh aspek dalam kehidupan perempuan berada dalam relasi
patriarkhal
Perempuan dipandang sebagai kelas yang tertekan, semua perempuan
merupakan korban dari struktur dominasi laki-laki
Kaum laki-laki untuk satu dan lain hal mendapatkan keuntungan dari
situasi tersebut.
Telah lama terjadi peminggiran kaum perempuan dalam wilayah politik,
sosial, dan ekonomi.
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 10
4. Socialist Feminism
Baik dalam wilayah privat maupun publik perempuan adalah kelas yang
tertekan dan tereksploitasi oleh kelompok kapitalis
Tubuh perempuan adalah objek kaum kapitalis e.g. pornography
industry.
5. Cultural Feminism
Perempuan dipandang berbeda dengan laki-laki
Perempuan dipandang memiliki “gender spesifik trait‟s” (memiliki sifat
yang caring and sharing→ Positive Feminisme Features) membuatnya
mereka secara moral lebih superior dibandingkan laki-laki.
Sifat laki-laki seperti violence/ egoism→bahaya yang bersifat konstan
bagi perempuan
Solusi→sedapat mungkin memisahkan perempuan dari kelompok laki-
laki sehingga kehidupan perempuan tidak di dominasi oleh laki-laki.
FEMINIST CRIMINOLOGY
Membahas: kejahatan perempuan, perempuan sebagai korban kejahatan,
dan perempuan dalam CJS.
Kritik terhadap pengabaian perempuan dalam disiplin kriminologi,
berkaitan dengan masalah dominasi kaum laki-laki, termasuk dalam CJS
(praktisi).
Angka kriminalitas laik-laki lebih tinggi dari perempuan→perlu penjelasan.
Basic Concepts
Terdapat perbedaan kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat
Perempuan secara struktural berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan di dalam masyarakat termasuk juga dalam CJS
Perempuan berbeda dengan laki-laki i.e. less risk-taking, less aggressive,
less violent→di didik sejak dini untuk lebih patuh, perempuan mendapa
kontrol lebih (domestikasi).
Pemberlakuan “standard ganda” dalam hal moralitas dan power perempuan
dalam CJS→perempuan diberlakukan berbeda dalam dan oleh CJS karena
adanya ekspektasi berbeda gender mengenai kepantasan dan femininitas
perempuan.
Kejahatan terhadap dan yang dilakukan oleh perempuan→merupakan
hasil dari dari tekanan social dan ketergantungan ekonomi tinggi pada
laki-laki.
Perempuan sebagai pelaku→perempuan yang melakukan pembunuhan
kerap merupakan korban dari kekerasan, kejahatan seperti pencurian,
penipuan dan pengutilan, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Perempuan sebagai korban→domestic violence, sexual harrasment, etc.
Solusi:
Pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, sosial, politik
Menentang dominasi kaum laki-laki di dalam masyarakat
Pelatihan anti sexist bagi para hakim dan sektor lain dalam CJS.
Kritik:
Feminist criminology seharusnya mampu memberikan kajian yang lebih
dari sekedar analisis yang woman centered
Penelitian menunjukkan bahwa emansipasi perempuan cenderung
memperbesar peluang bagi perempuan untuk melakukan kejahatan
Kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh perempuan oleh perempuan juga
dilakukan oleh laki-laki.
CONFLICT/ MARXIST THEORY
Conflict/ Critical/ Marxist Theory→ kritik terhadap konsensus (state
doesn‟t represent common interests, instead represents interests of those
with sufficient power)
Early conflict theory→ Thorsten Sellin (1938)→ cultural conflict→
hukum mencerminkan norma perilaku kultur yang dominan
Marxist Criminology→ Teori kriminologi yang menggunakan pemikiran
Karl Marx mengenai pemisahan kekuasaan dalam masyarakat (Bonger,
Taylor, Walton, Young, Chambliss, dll)
Kritik terhadap masyarakat kapitalis
Masyarakat bukan satu kesatuan homogen
Masyarakat terbagi ke dalam kelas-kelas→ konflik kepentingan
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 11
Masyarakat terbagi dalam capitalist class/ruling class dan working
class→ powerful dan less powerful
Kekuasaan cenderung untuk semakin terpusat pada sekelompok kecil
orang yaitu kaum kapitalis
Kelompok yang berkuasa terdiri dari those who own the means of
production
Pemerintah tidak netral
Kejahatan→ refleksi dari adanya perbedaan kelas di dalam
masyarakat
Marx→ crime bukan “willful violation of common good” melainkan “the
struggle of the isolated individual against the prevaling conditions”→
primitive rebellion thesis
Letak/posisi individu dalam struktur kelas di masyarakat akan
mempengaruhi atau menentukan jenis kejahatan yang akan dilakukannya.
Crimes of the powerful (penipuan/penyuapan, pelanggaran aturan
tentang kerja/keselamatan kerja, perusakan lingkungan, korupsi,
monopoli, pelanggaran HAM, kejahatan politik)
Crimes of the less powerful (pencurian, vandalism, mengganggu
ketertiban umum, penganiayaan, pembunuhan).
Bonger – Criminality and Economic Condition, 1916
Working class crime→ atas dasar kebutuhan hidup, capitalis crime→
karena keserakahan, untuk melindungi kepentingannya, mempertahankan
kekuasaannya (karena kekuasaan yang dimilikinya memberikan
kesempatan dan kekebalan pada mereka untuk melakukan hal tersebut).
Kejahatan terkonsentrasi pada lower class karena Sistem Peradilan Pidana
(SPP) mengkriminalisasikan “the hunger of the poor” sementara membuka
kesempatan legal bagi orang-orang kaya untuk mencapai “their selfis h
desire”
Working class crime lebih visible, mereka lebih mudah terjangkau hukum
1920→ criminals were engaged in crime as an unconscius form of
rebellion against the capitalist economy system
1970-1980→ criminals behavior are the result of social learning by normal
individual in situasional structured by the social relations of capitalism
Kejahatan kaum kapitalis memiliki dampak sosial dan ekonomi lebih
buruk (lebih merugikan) dibandingkan dengan street crimes.
Kaum kapitalis dengan powernya memiliki pengaruh yang besar dalam
proses kriminalisasi sementara banyak socialist injuries behavior yang
tidak dikriminalisasi karena oleh the powerful agaist the powerless.
Hukum adalah alat negara untuk melindungi kaum kapitalis
Quinney→ solusi bagi masalah kejahatan masyarakat hanya dapat
diperoleh melalui kehancuran kaum kapitalis dan dengan terbentuknya
suatu tatanan masyarakat baru berdasarkan prinsip-prinsip sosialis
Untuk mencegah terjadinya kejahatan harus dilakukan pemerataan
kekuasaan, kepemilikan modal, pemberdayaan akuntabilitas publik,
reformasi hukum yang berpihak pada working class
Kritik: Terlalu menitikberatan pada “harmful effect” dari kejahatan kelas kapitalis,
melupakan harmful effect dari kejahatan kelas bawah
Membuat simplikasi dengan membedakan kejahatan kelas bawah dan kelas
atas
Ada kejahatan yang tidak dapat dibagi dalam kelas-kelas.
CRITICAL CRIMINOLOGY
Pelaksanaan CJS tidak adil, bias dan menguntungkan sekelompok
orang/golongan
→ critical criminology hendak mengungkap relasi kekuasaan yang
menentukan bagaimana masing-masing kelompok di perlakukan oleh
CJS
Dibagi dua yaitu Structuralism dan Post Modernisme
STRUCTURALIST CRIMINOLOGY
Perbedaan distribusi kekuasaan dalam masyarakat berpengaruh pada
masalah kejahatan
Kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat adalah kelompok yang
sangat rentan tekanan dan pada gilirannya melakukan kejahatan yaitu kelas
pekerja perempuan, ethnic minority group, indigenous people
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 12
Memandang kejahatan dikaitkan dengan proses-proses politik ekonomi
secara luas yang memberi pengaruh berbeda pada kelompok powerful &
less powerful
Crime of the powerful→ untuk mempertahankan kekuasaan dan
kepentingan
Crime of the less powerful→ terkait marjinalisasi, kriminalisasi, dan
rasisme dalam kebijakan penegakan hukum e.x. kelompok tertentu lebih
disorot oleh media dan polisi→ police target
Respons:
Social empowerment (direct participation democracy) pendistribusian
sumber daya kepada masyarakat berdasrkan kebutuhan sosial & keadilan
Akuntabilitas penyelenggaraan negara
Propoganda anti rasist dan sexist
POSTMODERNISME
Premodernism→ spiritualistic approach
Modernisme→ suatu pandangan dalam kriminologi yang melakukan
pendekatan bahwa science merupakan proses yang objektif dalam
menemukan suatu masalah→ naturalistic approach
Pendekatan sains→ melihat hubungan sebab akibat
Postmodernisme→ mempelajari hubungan antara manusia dan bahasa
dalam menciptakan arti, identitas, kebenaran, keadilan, kekuasaan, dan
pengetahuan.
Seluruh pemikiran dan pengetahuan difasilitasi oleh bahasa dan bahasa
itu sendiri tidak pernah netral
Bahasa dapat mendukung/ menguntungkan satu sudut pandang dan
tidak menguntungkan bagi yang lain
Tidak ada kebenaran yang objektif, hanya perbedaan cara mengungkap
dan menggambarkan realitas sosial
Bahasa amat relatif dan ditentukan oleh perspektif tertentu
Kejahatan merupakan produk linguistik dan hubungan kekuasaan
yang merupakan faktor yang menentukan.
Contoh: Kasus Raju, yang bermula dari perkelahian→ penganiayaan
Mereka yang mempunyai sarana untuk mengekspresikan dialah yang
mempunyai kekuasaan
Bahasa resmi yang mendominasi peserta dalam proses CJS sering
memarginalkan, mengalienasi, dan menekan→ pencocokan rumusan
delik terhadap kejahatan
Metode untuk mengurangi kejahatan→ membangun/ menggantikan
wacana atau bahasa yang dipergunakan yang sifatnya inklusif dan dapt
diterima, tujuannya untuk menetralisir power/ kekuasaan bahasa yang
dominan yang mengatur kehidupan mereka yang diasingkan.
REPUBLICAN THEORY
Kejahatan adalah “denial of personal dominion” (pengabaian atau
pelanggaran atas wilayah/ otoritas personal)
Kejahatan tidak hanya mengancam individu tapi juga mengancam
masyarakat secara keseluruhan
Karena setiap kejahatan dianggap sebagai ancaman terhadap dominion
maka penghukuman (sebagai reaksi atas kejahatan) harus ditujukan untuk
memulihkan kerusakan/kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penjatuhan hukuman:
Pelaku harus mengetahui personal liberty korban dalam rangka
memperbaiki status/ kondisi korban
Untuk memulihkan kondisi korban harus ada bentuk-bentuk ganti
kerugian
Harus ada jaminan bagi masyarakat luas
Equilibrium model of criminal justice→ CJ bertujuan untuk memperbaiki/
memulihkan otoritas korban sehingga korban sebagai bagian dari
masyarakat dapat kembali menikmati wilayah/ otoritas personalnya
Sebab-sebab kejahatan adalah terletak pada faktor-faktor sosial dan
psikologis, antara ketiadaan self sanctionary conscience (kesadaran untuk
menghukum diri sendiri).
Restorative Justice – John Braithwite
Respons terhadap kejahatan oleh karenanya harus didasarkan pada
reintrogative shaming
Pelaku dipermalukan atas tindakannya tapi tidak dibuang/diasingkan,
melainkan dikembalikan lagi kepada masyarakat (korban dilibatkan dalam
proses ini sehingga merasa status otoritasnya terpulihkan)
Catatan Kuliah Kriminologi Fakultas Hukum UNPAD
Kardoman Tumangger (110110060381) Page 13
Tujuannya agar pelaku memperbaiki kesalahannya sehingga dapat
menumbuhkan/ memulihkan kepercayaan korban dan masyarakat luas
Restorative Justice Model:
Victim-offender mediation
Family group conferences
Circle
Reparative board – korban dilibatkan dalam penentuan hukuman
Persamaan:
Fokus pada korban, pelaku dan masyarakat
Dimaksudkan untuk merespon kerugian yang ditimbulkan oleh
kejahatan
Republican perspective→ to maximize personal dominionl
Tujuan Penghukuman:
Retributivist: pembalasan
Republican theorist: pemulihan otoritas korban
Focus:
Retributivist→ menghukum pelaku proporsional dengan kejahatan
Republican Theory→ pemulihan (to put harm right), memberikan efek
positif bagi semua pihak
Reintrogative Shaming vs Stigmatization:
Stigmatization→ shaming yang negatif, pelaku memperoleh label
sebagai penjahat sehingga terasing dari masyarakat;
Reintegrative Shaming→ shaming yang positif, terbatas secukupnya,
pelaku diberi kesempatan untuk kembali ke masyarakat dengan cara
mengakui kesalahannya, meminta maaf dan bertobat untuk mencegah
kejahatan.
Budaya „self sanctionary conscience‟ (pelaku akan malu untuk
melakukan perbuata yang bertentangan dengan norma yang berlaku di
masyarakat)
External process of shaming (official institutional intervention)
Internal „self sanctionary conscience‟ forms of shaming (control theory)
Communitarism:
Ikatan kuat antar individu dalam masyarakat
Saling percaya yang melahirkan tanggung jawab dan komitmen
Kesetiaan pada kelompok bukan semata untuk kenyamanan individu.
Kritik:
Tidak menjelaskan sebab-sebab kejahatan
Tingkat communitarism tidak akan berdaya dalam menghadapi pelaku
yang termarginalisasi di dalam
masyarakat dan tidak menyesali perbuatannya
Kesulitan membedakan reintegrative shaming dan stigmatization.
Terimakasih Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat Dunia, karena
memberkati anak-Mu ini.
Terima kasih Papaku, N. Tumangger, dan Ibuku, R. Nainggolan dan
seluruh keluarga atas dukungan dan doa kalian sehingga aku bisa kuliah
di Fakultas Hukum UNPAD seperti sekarang ini.