Upload
din-haidiati
View
5.838
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
INSTRUMENTASI DAN PENSKALAAN
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Metode Penelitian
Pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Dibimbing Oleh
Dr. Srikandi Kumadji, MS.
OLEH
ARINDA SASMITA R 125030200111012
DIN HAIDIATI 125030201111004
INDAH MUGI UTAMI 125030207111127
KELAS B, ADMINISTRASI BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemakaian sehari-hari, pengukuran terjadi bilamana suatu alat ukur
tertentu dipakai untuk memastikan tinggi, berat, atau ciri lain dari suatu objek fisik
(Cooper&Emory,1996:151). Dalam pengukuran, kita membentuk suatu skala dan
kemudian mentransfer pengamatan terhadap ciri-ciri kepada skala tersebut. Ada
berbagai kemungkinan skala; pilihan yang sesuai tergantung kepada anggapan
anda mengenai aturan pemetaan. Setiap skala mempunyai himpunan asumsinya
masing- masing yang melatarbelakangi hubungan angka-angka dengan praktek
sehari-hari (Cooper&Emory,1996:153).
Dari penskalaan tersebut, kita mendapatkan sebuah hasil yang bisa
disebut sebagai data. Menurut Arikunto dalam Taniredja&Mustafidah (2011:41)
Data merupakan hal yang penting dalam sebuah penelitian, karena data
merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis. Untuk mendapatkan sebuah data penelitian diperlukan
instrumen penelitian atau alat pengumpul data. Instrumen penelitian ini
merupakan salah satu tolak ukur benar atau tidaknya data penelitian. Semakin
baik instrumen pengumpul data, maka data yang terkumpul juga semakin baik
dan hasil penelitian juga akan semakin berkualitas. Oleh karena itu, dalam
makalah ini, penulis ingin membahas mengenai instrumentasi dan penskalaan
penelitian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis dari penskalaan?
2. Apakah yang dimaksud dengan skala nominal, ordinal, interval dan rasio?
3. Apa saja instrumen dalam penelitian?
4. Bagaimana cara menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian?
1.3 Tujuan Penyusunan
1. Untuk mengetahui jenis-jenis penskalaan
2. Untuk mengetahui skala nominal, ordinal, interval, dan rasio
3. Untuk mengetahui instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian
4. Untuk mengetahui cara pengujian validitas dan reliabilitas instrumen
penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 JENIS PENSKALAAN
Pembuatan skala (scaling) merupakan suatu prosedur pemberian angka-
angka (atau simbol-simbol lain) kepada sejumlah ciri objek-objek dengan maksud
untuk menyatakan karakteristik angka pada ciri-ciri tersebut (Phillips, 1971:205).
Dalam membuat skala, peneliti perlu mengasumsikan terdapatnya suatu
kontinum yang nyata dari sifat-sifat tertentu. Misalnya dalam warna. Selalu
terdapat kontinum dari warna putih, merah jambu, dan seterusnya sampai
dengan hitam. Dalam hal persetujuan terhadap sesuatu, terdapat suatu kontinum
dari “paling tidak setuju” sampai dengan “amat setuju”. Karena keharusan akan
adanya suatu kontinum dalam membuat skala, maka item-item yang tidak
berhubungan, tidak dapat dimasukkan dalam skala yang sama.
Jenis-jenis skala menurut Nazir (2003:328-329) adalah:
1. Skala jarak sosial (skala Bogardus dan sosiogram)
Yang dimaksud dengan jarak sosial adalah derajat pengertian atau
keintiman dan kekariban sebagai ciri hubungan sosial secara umum (Park,
1902:339-344), yang kontinumnya terdiri dari “sangat dekat”, “dekat”,
“indifferent”, “benci”, sampai kepada “menolak sama sekali”. Dalam skala ini,
skor yang tinggi diberikan kepada kualitas yang tinggi.
Dalam mengartikan skala Bogardus, ada dua asumsi yang harus diterima,
yaitu:
1. jarak sosial mempunyai suatu kontinum tertentu,
2. tiap titik dalam skala mempunyai jarak yang sama dengan titik-titik
lainnya, tetapi titik nolnya tidak ada.
2. Skala penilaian (rating scales)
Pada skala penilaian, si penilai memberi angka pada suatu kontinum di
mana individu atau objek akan ditempatkan. Penilai biasanya terdiri dari
beberapa orang, dan penilai hendaklah orang-orang yang mengetahui
bidang yang dinilai. Penilaian oleh satu orang dianggap kurang
reliabilitasnya. (Bungin, 2005)
1. Skala penilaian grafik
Di sini, subjek diminta untuk menandai titik tertentu dari suatu kontinum
pada suatu garis tertentu. Contoh:
GAMBAR 2.1.1
Sumber: dikutip dari Cooper&Emory (1996:184)
2. Skala penilaian deskriptif
Penilai hanya akan diberikan titik awal dan titik akhir saja dari kontinum
dengan suatu angka absolut. Kemudian, rata-rata dari nilai untuk
masing-masing pekerjaan tersebut dicari dan dibuat ranking-nya.
3. Skala penilaian komparatif
Penilai diberikan suatu perbandingan dengan suatu populasi,
kelompok sosial ataupun sifat yang telah diketahui hasilnya secara
umum.
GAMBAR 2.1.2
Sumber: dikutip dari Sekaran (2006:38)
3. Skala membuat ranking
Pada skala urutan ini, subjek secara langsung membandingkan dua atau
lebih objek dan melakukan pemilihan terhadap berbagai objek tersebut.
Sering seorang responden diminta untuk memilih satu sebagai yang “terbaik”
atau yang “paling diinginkan”. (Cooper&Emory, 1996:187)
4. Skala konsistensi internal (skala Thurstone)
Skala ini pada awalnya dikembangkan oleh L.L. Thurstone, dari metode
psikofisikal yang bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan ciri
atau kriteria tertentu. Skala Thurstone disusun dalam interval yang
mendekati sama besar. Dalam memilih hal-hal tersebut, peneliti biasanya
mengikuti prosedur sebagai berikut. (Seltizet al., 1976:414-417)
1. Peneliti mengumpulkan beratus-ratus pernyataan yang dipikirkan
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2. Kemudian pernyataan yang beratus-ratus buah jumlahnya tersebut
dikumpulkan dan diminta untuk dinilai oleh 50-300 juri yang bekerja
secara independen.
3. Juri diminta untuk mengelompokkan pernyataan-pernyataan tadi dalam
11 kelompok, dan memberi skor antara 1 sampai 11. Yang paling
relevan diberi skor 1 dan yang paling tidak relevan diberi skor 11.
Dalam tumpukan pertama dikumpulkan pernyataan yang sangat baik,
tumpukan kedua yang baik, dan seterusnya tumpukan keenam yang
netral, dan seterusnya sampai tumpukan ke-11 yang paling tidak baik.
4. Pernyataan yang nilainya sangat menyebar dibuang, sedangkan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai nilai yang agak bersamaan
dari para penilai (juri) digunakan dalam membuat skala. Nilai skala dari
tiap pernyataan dihitung, yaitu median dari nilai-nilai yang telah
diberikan juri.
5. Skala Likert
Skala Likert didesain untuk menelaah seberapa kuat subjek setuju atau
tidak setuju dengan pernyataan pada skala 5 titik dengan susunan berikut:
GAMBAR 2.1.3
Sumber: dikutip dari Sekaran (2006:32)
Respons terhadap sejumlah item yang berkaitan dengan konsep atau
variabel tertentu kemudian disajikan kepada tiap responden. Ini adalah skala
interval dan perbedaan dalam respons antara dua titik pada skala tetap
sama.
GAMBAR 2.1.4
Sumber: dikutip dari Sekaran (2006:32)
6. Skala kumulatif Guttman
Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang mengiyakan
pertayaan atau pernyataan yang berbobot lebih berat, maka ia juga akan
mengiyakan pertanyaan atau pernyataan yang kurang berbobot lainnya.
Skala Guttman ingin mengukur satu dimensi saja dari suatu variabel yang
multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat unidimensional.
7. Semantic differential
Skala perbedaan semantik ini berkehendak untuk mengukur pengertian
suatu objek atau konsep oleh seseorang. Responden diminta untuk menilai
suatu konsep atau objek (misalnya kampus, dosen, kuliah, dan lain-lain)
dalam suatu skala bipolar dengan tujuh buah titik. Skala bipolar adalah skala
yang berlawanan seperti baik-buruk, besar-kecil, dan sebagainya.
Dalam menentukan alat ukur, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah:
1. Perlu dirumuskan sifat bipolar yang cocok dengan konsep, stimuli, atau
objek untuk memecahkan masalah penelitian
2. Sifat bipolar yang dipilih haruslah relevan dengan konsep, stimuli, atau
objek yang harus relevan pua dengan masala penelitian yang ingin
dipecahkan.
2.2 SKALA NOMINAL, ORDINAL, INTERVAL DAN RASIO
Pengelompokan skala memakai sistem bilangan nyata. Menurut
Cooper&Emory (1996:153) dasar yang paling umum untuk membuat skala
mempunyai tiga ciri:
1. Bilangannya berurutan. Satu bilangan adalah lebih besar daripada, lebih
kecil daripada, atau sama dengan bilangan yang lain.
2. Selisih antara bilangan-bilangan adalah berurutan. Selisih antara sepasang
bilangan adalah lebih besar daripada, lebih kecil daripada, atau sama
dengan selisih antara pasangan bilangan yang lain.
3. Deret bilangan mempunyai asal mula yang unik yang ditandai dengan
bilangan nol.
Kombinasi ciri-ciri urutan, jarak, dan asal mula menghasilkan
pengelompokan skala ukuran berikut yang umum dipakai:
TABEL 2.2.1
JENIS SKALA CIRI-CIRI SKALAOPERASI EMPIRIS
DASAR
NominalTidak ada urutan, jarak,
atau asal mulaPenentuan kesamaan
OrdinalBerurutan tetapi tidak ada jarak atau asal mula yang
unik
Penentuan nilai-nilai lebih besar atau lebih
kecil daripada
IntervalBerurutan dan berjarak tetapi tidak mempunyai
asal mula yang unik
Penentuan kesamaan interval atau selisih
RasioBerurutan, berjarak, dan
asal mula yang unikPenentuan kesamaan
rasioSumber: dikutip dari Cooper&Emory (1997:154)
Skala Nominal. Menurut Cooper&Emory (1996:154), ketika kita
menggunakan skala nominal berarti kita harus membuat partisi dalam suatu
himpunan ke dalam kelompok-kelompok yang mutually exclusive (harus mewakili
kejadian yang berbeda) dan collectively exhaustive (dapat menjelaskan semua
kejadian yang mungkin terjadi dalam kelompok tersebut). Skala nominal
merupakan skala yang paling lemah di antara keempat jenis skala. Di sini tidak
ada hubungan jarak dan tidak ada asal mula hitungan. Skala ini mengabaikan
segala informasi mengenai berbagai tingkatan dari ciri-ciri yang diukurnya.
Karena satu-satunya kuantifikasi adalah jumlah kasus yang dihitung dalam
setiap kelompok, maka peneliti terbatas pada penggunaan modus sebagai
ukuran tendensi sentral. Bagi skala nominal, tidak ada ukuran mengenai
sebaran. Meskipun skala nominal dianggap lemah, namun skala ini berguna
ketika skala lain tidak dapat dipakai dalam suatu himpunan ciri-ciri seperti status
perkawinan, jenis kelamin, afiliasi politik, dan sebagainya.
Skala Ordinal mencakup ciri-ciri skala nominal ditambah suatu urutan.
Pemakaian skala ordinal mengungkapkan suatu pernyataan mengenai “lebih
daripada” atau “kurang daripada” tanpa menyatakan berapa lebih besar atau
kurang. Contoh-contoh mengenai skala ordinal mencakup skala pendapat, skala
preferensi, dan skala Likert. Teknik perbandingan berpasangan yang dipakai
secara luas memakai skala ordinal. Karena angka-angka dari skala ini hanya
mempunyai pengertian secara urutan, ukuran tendensi sentral yag tepat adalah
median. Ukuran persentil atau kuartil menyatakan sebarannya. Korelasi dibatasi
kepada berbagai metode urutan. Ukuran uji nyata secara statistik secara teknis
dimasukkan kepada metode-metode yang dikenal sebagai metode non-
parametrik (Cooper&Emory, 1996:156)
Skala Interval memiliki keampuhan skala nominal dan ordinal ditambah
lagi skala ini mencakup konsep kesamaan interval (jarak antara 1 dan 2 adalah
sama dengan jarak antara 2 dan 3). Contohnya adalah waktu kalender, skala
suhu Celcius dan Fahrenheit. Keduanya mempunyai titik nol yang ditetapkan
secara arbitrer.
Dalam skala interval, rata-rata hitung dipakai sebagai ukuran nilai sentral,
simpangan baku sebagai ukuran nilai sebaran. Prosedur-prosedur statistik yang
dapat dipakai adalah korelasi product moment, uji t, dan uji F dan lain-lain uji
parametrik.
Skala-skala yang tergolong dalam skala interval atara lain:
1. Skala Bogardus
2. Skala Thurstone
3. Skala Semantik
4. Skala Multi Titik
5. Skala Likert
Skala Rasio mencakup semua keampuhan dari skala nominal, ordinal,
interval ditambah dengan adanya titik nol yang absolut. Skala rasio
mencerminkan jumlah-jumlah yang sebenarnya dari suatu variabel seperti berat,
tinggi, jarak, luas, nilai uang, jumlah populasi, jarak, periode waktu, dan
sebagainya.
Semua teknik statistika yang telah disebutkan sebelumnya dapat dipakai
dalam skala rasio. Rata-rata geometris dan rata-rata harmonis merupakan
ukuran tendensi sentral, dan koefisien variasi juga dapat dihitung
(Cooper&Emory, 1996:157)
2.3 INSTRUMEN PENELITIAN
Pengertian dasar dari instrumen penelitian adalah 1) Instrumen penelitian
menempati posisi teramat penting, dalam hal bagaimana dan apa yang harus
dilakukan untuk memperoleh data di lapangan; 2) Instrumen penelitian adalah
bagian paling rumit dari keseluruhan proses penelitian, oleh karena itu kerumitan
dan kerusakan instrumen penelitian pada dasarnya tidak terlepas dari peranan
desain penelitian yang telah dibuat itu; 3) bahwa pada dasarnya penelitian
kuantitatif memiliki dua fungsi yaitu sebagai “subtitusi” dan sebagai “suplemen”
(Bungin, 2005).
Pada beberapa instrumen, umpamanya angket, instrumen menjadi wakil
peneliti satu-satunya di lapangan. Oleh karena itu, kehadiran instrumen
penelitian di depan responden (khususnya untuk instrumen angket), adalah
benar-benar berperan sebagai pengganti (substitusi) dan bukan suplemen
penelitian. Sebagai suplemen, instrumen penelitian hanyalah pelengkap dari
sekian banyak alat-alat bantu penelitian yang diperlukan oleh peneliti pada
pengumpulan data yang menggunakan instrumen penelitian.
Berikut ini adalah kaitan antara metode dan instrumen pengumpulan data
TABEL 2.3.1
NO. JENIS METODE JENIS INSTRUMEN1. Angket (questionnaire) Angket (questionnaire)
Daftar cocok (checklist) Skala (scale) Inventori (inventory)
2. Wawancara (interview) a. Pedoman wawancara (interview)b. Daftar cocok (checklist)
3. Pengamatan/Observasi (observation)
a. Lembar pengamatanb. Panduan pengamatanc. Panduan observasi (observation sheet
atau observation schedule)d. Daftar cocok (checklist)
4. Ujian atau tes (test) a. Soal ujian (soal tes)b. Inventori (inventory)
5. Dokumentasi a. Daftar cocok (checklist)b. Tabel
Sumber: dikutip dari Riduwan (2002:25)
Jenis-jenis instrumen penelitian, yaitu:
1. Angket
Angket (questionnaire) merupakan suatu daftar pertanyaan tentang topik
tertentu yang diberikan kepada subjek, baik secara individual atau kelompok,
untuk mendapatkan informasi tertentu, seperti preferensi, keyakinan, minat dan
perilaku. Untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan angket ini, peneliti
tidak harus bertemu langsung dengan subyek, tetapi cukup dengan mengajukan
pertanyaan atau pernyataan secara tertulis untuk mendapatkan respon (Hadjar,
1999:181). Dalam penelitian kuantitatif, angket yang digunakan adalah angket
tertutup yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal
memilih.
Arikunto (1998:229) berpendapat, bahwa sebelum menyusun angket,
peneliti hendaknya:
a) Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner/angket
b) Mengidentifikasi variabel yang yang akan dijadikan kuesioner
c) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub variabel yang lebih spesifik dan
tunggal
d) Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan
teknik analisisnya.
Memperoleh kuesioner atau angket dengan hasil yang baik membutuhkan
sebuah proses uji coba. Sampel yang diambil untuk keperluan ujicoba haruslah
dari populasi sampel penelitian. Situasi sewaktu uji coba harus sama dengan
situasi penelitian yang sesungguhnya dilaksanakan. Dalam uji coba, responden
diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran perbaikan bagi kuesioner
yang diujicobakan itu, sehingga hasil penelitian akan lebih baik.
2. Observasi
Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan
mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Data yang diperoleh
dalam observasi dicatat dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan
dalam hal ini merupakan bagian dari kegiatan pengamatan (Nurkanca dan
Sumartana, 1986:46). Dalam penelitian kuantitatif, observasi yang dilakukan
adalah observasi langsung, yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti
mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa alat) terhadap responden
yang diamati, baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya
maupun dilakukan dalam situasi buatan yang khusus diadakan (Surakhmad,
1994:162).
Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan
untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan
yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi buatan.
(Sudjana, 2001:84). Observasi dilakukan bila belum banyak keterangan yang
dimiliki tentang masalah yang diteliti. Observasi berfungsi untuk menjajaki dan
eksplorasi ini akan menghasilkan gambaran yang lebih jelas tentang masalah
yang diteliti dan mungkin petunjuk – petunjuk tentang cara memecahkannya.
Observasi sebagai alat pengumpul data dilakukan secara sistematis dan
diusahakan mengamati keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa ada
usaha untuk mempengaruhi, mengatur, atau memanipulasikannya sampai
memperoleh data yang meyakinkan. Untuk memperlancar proses observasi,
peneliti sebaiknya membentuk pedoman observasi yang berisi kisi – kisi
(indikator) penelitian yang akan diteliti sebagai pegangan pengamat saat
melakukan observasi. Setelah itu baru membuat formulir atau blangko
pengamatan sebagai instrumen, sesuai dengan pendapat Arikunto (1998:234)
bahwa, dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan form atau blango pengamatan instrumen. Format yang
disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan
akan terjadi. Di samping mencatat, peneliti juga perlu mengadakan
pertimbangan, kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat.
3. Wawancara
Menurut Subana (Riduwan 2002:29), wawancara adalah suatu cara
pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari
sumbernya. Biasanya digunakan bila ingin mengetahui hal-hal dari responden
secara lebih mendalam serta jumlah responden sedikit. Beberapa faktor penting
dalam wawancara adalah pewawancara, responden, pedoman wawancara dan
situasi wawancara.
4. Ujian atau tes
Menurut Riduwan (2002:30) tes adalah serangkaian pertanyaan atau
latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Beberapa
macam tes instrumen pengumpul data antara lain tes kepribadian, tes bakat, tes
prestasi, tes intelegensi dan tes sikap.
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah ditujukan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan
kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan dengan penelitian
(Riduwan, 2002:31).
2.4 PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN
Sebelum dibagikan kepada responden, instrumen penelitian ini harus diuji
dulu untuk mengantisipasi kendala yang mungkin muncul, selain itu agar
instrumen penelitian memenuhi 2 syarat penting yaitu valid dan reliabel.
1. Validitas
Suatu alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mengukur apa yang harus
diukur oleh alat itu. Meter itu valid karena memang mengukur jarak. Demikian
pula timbangan valid karena mengukur berat. Bila timbangan tidak mengukur
berat tetapi hal yang lain, maka timbangan tidak valid untuk hal yang diukur itu
(Nasution, 2007:74)
Arikunto (1995:219) mengemukakan, bahwa secara mendasar, validitas
adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan
mampu mengukur apa yang diukur. Suatu instrumen yang valid atau sah
mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas rendah.
(Taniredja&Mustafidah, 2011:42) Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkap data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh
mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel
yang dimaksud.
2. Reliabilitas
Suatu alat pengukur dikatakan reliabel bila alat itu dalam mengukur suatu
gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama.
Jadi alat yang reliable secara konsisten memberi hasil ukuran yang sama
(Nasution, 2007:77). Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan
dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila data yang diambil
memang sesuai dengan fakta di lapangan, maka berapa kalipun data diambil,
hasil yang diperoleh akan tetap relatif sama (Sudjana, 2001:16)
Uji realibilitas dapat dilakukan dengan mengadakan tes ulang (retest), yaitu
dengan cara penggunaan instrumen penelitian tersebut terhadap subjek yang
sama, dilakukan dalam waktu yang berlainan. Instrumen penelitian yang telah
diuji validitas sebelumnya, dibagikan lagi seminggu kemudian kepada subjek
yang sama. Untuk uji coba ini diambil dari bagian populasi yang tidak menjadi
sampel dalam penelitian atau yang setingkat dengan populasi penelitian. Hasil
penilaian pertama dikorelasikan dengan hasil penilaian kedua untuk memperoleh
koefisien korelasinya (r).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebenarnya, jenis dari penskalaan banyak sekali. Namun, mengutip
pendapat dari Nazir (2003:328-329), jenis-jenis skala yaitu skala jarak
sosial (skala Bogardus dan sosiogram), skala penilaian (rating), skala
membuat ranking, skala konsistensi internal (skala Thurstone), skala
Likert, skala kumulatif Guttman dan skala perbedaan semantik.
Menurut Cooper&Emory (1996:154), ketika kita menggunakan skala
nominal berarti kita harus membuat partisi dalam suatu himpunan ke
dalam kelompok-kelompok yang mutually exclusive (harus mewakili
kejadian yang berbeda) dan collectively exhaustive (dapat menjelaskan
semua kejadian yang mungkin terjadi dalam kelompok tersebut). Skala
Ordinal mencakup ciri-ciri skala nominal ditambah suatu urutan.
Pemakaian skala ordinal mengungkapkan suatu pernyataan mengenai
“lebih daripada” atau “kurang daripada” tanpa menyatakan berapa lebih
besar atau kurang. Skala Interval memiliki keampuhan skala nominal
dan ordinal ditambah lagi skala ini mencakup konsep kesamaan interval
(jarak antara 1 dan 2 adalah sama dengan jarak antara 2 dan 3). Skala
Rasio mencakup semua keampuhan dari skala nominal, ordinal, interval
ditambah dengan adanya titik nol yang absolut.
Instrumen-instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian adalah
angket (questionnaire), daftar cocok (checklist), skala (scale), inventori,
pedoman wawancara (interview), lembar pengamatan, panduan
pengamatan, panduan observasi (observation sheet atau observation
schedule), soal ujian (soal tes), tabel.
Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang
bersangkutan mampu mengukur apa yang diukur. Sedangkan instrumen
yang reliabel akan secara konsisten memberi hasil ukuran yang sama
(Nasution, 2007:77). Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang
reliabel akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Cooper, D. R. & Emory, C. W. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Erlangga
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba
Empat
Taniredja T. & Mustafidah H. 2011. Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar).
Bandung: Alfabeta