23
BAB I PENDAHULUAN Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya, pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu 1

Aksiologi Sains

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aksiologi Sains

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan

ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan

mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban

manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia

seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah

kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa

merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,

komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk

membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.

Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan

penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu

pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,

pembuatan bom yang pada awalnya untuk memudahkan kerja manusia, namun

kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan

malapetaka bagi umat manusia itu sendiri, seperti yang terjadi di Bali dan Jakarta

baru-baru ini. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada

nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-

nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.

Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan

diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi

yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari si

ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan

pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika

keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggung jawab seorang

ilmuwan haruslah “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab

akademis, dan tanggung jawab moral.

Pernyataan diatas berkaitan  dengan wewenang penjelajahan sains, kaitan

ilmu dengan moral, nilai yang menjadi acuan seorang ilmuan, dan tanggung jawab

sosial ilmuan telah menempatkan aksiologi ilmu pada posisi yang sangat penting.

Karena itu, salah satu aspek pembahasan integrasi keilmuan ialah aksiologi ilmu.

1

Page 2: Aksiologi Sains

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi

Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan

logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah

kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai

khususnya etika.  Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian

yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian

yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran

dan kesucian. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata

sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang

bernilai, seperti nilainya atau nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam

ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat

ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti

sesuai atau wajar. 1

Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup

kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik,

sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang

diidamkan oleh setiap insan.

Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan

utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki

manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan

estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam

pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai

dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,

kawasan simbolik atau pun fisik material. Jadi, aksiologi adalah teori tentang

nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :

1 Rizal Mstansyir, Filsafat Ilmu, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)., hal. 26.

2

Page 3: Aksiologi Sains

1. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan

kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.2

2. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai

tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan

penggalian, serta penerapan ilmu.3

3. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai berikut.

Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar

tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu

suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.  

4. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama,

yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian

yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat

tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah

dan jelek.

5. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki

hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.4

B. Objek Kajian Filsafat Aksiologis

Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan bagi

kehidupan manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada setiap

dominannya. Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karena itu ia abstrak dan

tidak dapat disentuh oleh panca indra. Yang dapat ditangkap dari aspek aksiologis

adalah materi atau tingkah laku yang mengandung nilai. Karena itu nilai bukan

soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji . Ukurannya sangat subjektif dan

objek kajiannya adalah soal apakah suatu nilai dekehendaki atau tidak. Berbeda

dengan fakta yang juga abstrak namun dapat diuji dan argumentasi rasionaldapat

memaksa orang untuk menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah dari

suatu fakta dapat dilakukan secara objektif dan empiris.5

Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat

manusia. Persoalan utama yang mengedepan di sini adalah: ”Apa manfaat (untuk 2 Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer.(Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan. 1990), hal. 2343 Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara.

2007), hal. 1524 Kattsoff, Unsur-Unsur Filsafat, (Yokyakarta: Tiara Wacana, 2004), hal.3195 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978 ) hal. 471-472

3

Page 4: Aksiologi Sains

apa) ilmu bagi manusia?” (dalam psikologi, lihat juga ”The New Science of

Axiological Psychology” oleh Leon Pomeory). Dalam konteks ini, dapat

ditambahkan pertanyaan: ”Sejauh mana pengetahuan ilmiah dapat digunakan?”.

Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi kebenaran, melainkan kebaikan. Secara

epistemologis, persoalan ini berada di luar batas pengetahuan sains. Menurut

Bertens, pertanyaan ini menyangkutetika: ”Apakah yang bisa dilakukan berkat

perkembangan ilmu pengetahuan, pada kenyataannya boleh dipraktikkan juga?”.

Pertanyaan aksiologis ini bukan merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu

sendiri, melainkan harus dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabnya adalah

bahwa pengetahuan ilmiah harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan

oleh kesadaran moral manusia. Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan untuk

meneliti? Hal ini merupakan permasalahan yang pelik.6

Pedoman untuk menguji nilai dipengaruhi oleh psikologi maupun teori

logika. Para hedonis menemukan pedoman mengenai jumlah atu besarnya

kenikmatan yang dirasakan seseorang atau masyarakat sebagai barometer dari

sistem nilai. Kaum Idealis menjadikan sistem objektif mengenai norma-norma

rasional atau yang paling ideal sebagai kriteria. Dari berbagai corak aliran ini

maka hubungan antara nilai dan fakta dapat diselidiki melalui tiga hal. Pertama,

aliran naturalis potsitivisme yang menyatakan tidak ada kaitan antara pengalaman

manusia dengan sistem nilai. Kedua, objektifisme logis yang menyatakan bahwa

nilai merupakan esensi logis dan substnatif yang tidak ada kaitannya dengan status

atau tindakan eksistensi dalam realitas. Ketiga, aliran objektif metafisis yang

menyatakan nilai adalah norma ideal yang mengandung unsur integral objektif

dan aktif dari kenyataan metafisik.7

Dengan demikian dalam filsafat aksiologis pembicaraan utama terkait erat

dengan kaitan ilmu dan moral. Hal ini telah lama menjadi bahan pembahasan para

pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, dan pemikira lainnya. Pertanyaan

umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah itu itu

bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya, apakah itu itu terikat pada sistem

nilai?.8

6 Magnis-Suseno, F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995).,hal.49

7 Amyo, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990).,hal. 2258 Jujun S. Suriasumantri. Op. Cit.,hal. 2

4

Page 5: Aksiologi Sains

Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sama dari

para ilmuwan. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya pendirian

terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama menghendai ilmu harus bersifat

netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan

pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada

yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur. Kelompok kedua sebaliknya

berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan,

sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka

kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.9

Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hatihati

dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S

mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:10

1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan

moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih

terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor

sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu

dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.

3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek

penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah

moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan

martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.

4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang

berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang

berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran,

tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi an

sich.

5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan

manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan

memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan /

9 Ibid., hlm. 231.10 Ibid., hlm. 15-16

5

Page 6: Aksiologi Sains

kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan

pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.

Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral tidak cukup

bila hanya dibahas dari tinjauan aksilogi semata. Tinjauan ontologis dan

epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku ilmuwan

dalam pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan kebenaran ilmiah. 

Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah moral.

Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar mengelilingi matahari,

yang kemudian diperkuat oleh Galileo (1564- 1642) yang menyatakan bumi

bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnya harus berakhir di pengadilan

inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir

di Eropa. Moral reasioning adalah proses dengan mana tingkah laku manusia,

institusi atau kebijakan dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral.

Kriterianya: Logis, bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian

haruslah tepat, konsisten dengan lainnya.

Moralitas sebagai persoalan penting dalam aksiologi sering juga dipahami

sebagai etika. Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular) yang berarti a

system of moral principles or rules of behavior. atau suatu sistem, prinsip moral,

aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang ethics (dengan tambahan

huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethics berarti the

branch of philosophy that deals with moral principles, suatu cabang filsafat yang

memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan maksud plural

(jamak) berarti moral principles that govern or influence a person’s behavior.

prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku pribadi. 11

Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam bentuk

tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat,

akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya

adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka

“etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat

kebiasaan.12 Arti inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah

11 Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 100-101.

12 K. Bertens, Etika (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 4

6

Page 7: Aksiologi Sains

“etika” yang oleh Aristoteles (384-322 SM.) sudah dipakai untuk menunjukkan

filsafat moral.  Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang

moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.  

C. Aksiologi Nilai Kegunaan Ilmu

Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan

estetika dimana makna etika memiliki dua arti yaitu merupakan suatu kumpulan

pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat

yang dipakai untuk membedakan perbuatan, tingkah laku, atau yang lainnya. Nilai

itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika

nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.

Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang

melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat

individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif,

apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi

tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan

berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan

mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Kenyataan yang

tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu

dan teknologi, sains dan teknologi dikembangkan untuk memudahkan hidup

manusia agar lebih mudah dan nyaman.

Peradaban manusia berkembang sejalan dengan perkembangan sains dan

teknologi karena itu kita tidak bisa dipungkiri peradaban manusia berhutang budi

pada sains dan teknologi. Berkat sain dan teknologi pemenuhan kebutuhan

manusia bisa dilakukan dengan lebih cepat dan mudah. Perkembangan ini baik

dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi telah

mempermudah kehidupan manusia.

Sejak dalam tahap-tahap pertama ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan

perang, disamping lain ilmu sering dikaitkan dengan faktor kemanusiaan, dimana

bukan lagi teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan

kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang akhirnya yang harus

menyesuaikan diri dengan teknologi.

7

Page 8: Aksiologi Sains

Menghadapi kenyataan ini ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam

sebagai mana adanya mulai mempertanyakan hal yang bersifat seharusnya, untuk

apa sebenarnya ilmu itu harus digunakan? Dimana batasnya? Kearah mana ilmu

akan berkembang? Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan.

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan berbagai

bentuk kemudahan bagi manusia.

Namun apakah hal itu selalu demikian? Bahwa ilmu pengetahuan dan

teknologinya merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari

kutuk yang membawa malapetaka dan kesengsaraan? Memang mempelajari

teknologi seperti bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai

sumber energi bagi keselamatan umat manusia, tetapi dipihak lain hal ini bisa juga

berakibat sebaliknya, yakni membawa mausia pada penciptaan bom atom yang

menimbulkan malapetaka.

Menghadapi hal yang demikian, ilmu pengetahuan yang pada esensinya

mempelajari alam sebagaimana adanya, mulai dipertanyakan untuk apa

sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan? Dihadapkan dengan masalah moral

dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para

ilmuan terbagi kedalam golongan pendapat yaitu golongan pertama yang

menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara

ontologis maupun aksiologi. Sebaliknya golongan kedua bahwa netralisasi

terhadap nilai- nilai hanyalah terbatas pada metavisis keilmuan sedangkan dalam

penggunaanya ilmu berlandaskan pada moral golongan kedua mendasarkan

pendapatnya pada beberapa hal yakni: Ilmu secara factual telah dipergunakan

secara destruktif oleh manusia yang telah dibuktikan dengan adanya dua perang

dunia yang mempergunakan teknologi- teknologi keilmuan.

Ilmu telah berkembang pesat dan makin eksetoris sehingga ilmuan telah

mengetahui apa yang mungkin terjadi apabila adanya penyalahgunaan.Ilmu dapat

mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus

revolusi genetika dan tehnik perubahan sosial. Berkenaan dengan nilai guna ilmu,

tak dapat dibantah lagi bahwa ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat

manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan dengan

hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri

8

Page 9: Aksiologi Sains

yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah kekuasaan itu merupakan

berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi

malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa

itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi

manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat

netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan tergantung pada

pemilik dalam menggunakannya.13

D. Kegunaan Aksiologi  Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan

Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu

agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi

seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.

Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh

Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa “pengetahuan adalah kekuasaan” apakah

kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia.

Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh ilmu, bahwa kita

tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu, karena ilmu itu

sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya, lagi

pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk

melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.

Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk

apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat

sebagai tiga hal, yaitu:

1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia

pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung

suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem

kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya

mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori

filsafat ilmu.

2. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua

teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan.

13 Masri Elmasyar Bidin, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, (Jakarta: UIN Jakarta Press) hal. 75-77

9

Page 10: Aksiologi Sains

Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam

menjalani kehidupan.

3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita

menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari

pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani

lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara

menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling

rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak

terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat

mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.14

E. Kaitan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan

objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.

Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang

melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat

individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif,

apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi

tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan

berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan

mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.15

Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan

diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu

faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah

terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris

dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya.

Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik penelitian. Ketika

seorang ilmuan bekerja dia hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan

tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai objektif hanya menjadi

tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.16

F. Beberapa Penjelasan Aksiologi

14 Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009), hal. 16315 Salam Burhanuddin, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reneka

Cipta, 1997), hal .10916 Jujun S. Suriasumantri., Op. Cit., hlm. 333.

10

Page 11: Aksiologi Sains

1. Ilmu dan Moral

Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan

kebenaran, makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia

mempunyai penalaran tinggi, lalu makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi

oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya makin cerdas maka makin pandai pula

kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan, maka dalam

tahap manipulasi ini masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan

pengetahuan ilmiah.

Ontologi diartikan sebagai pengkajian mengenai hakikat realitas dari objek

yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan sebagai teori

nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Sokrates

minum racun, John Huss dibakar sebagai contoh betapa ilmuan memiliki landasan

moral, jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual.

2. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan saja

karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung

dengan di masyarakat yang yang lebih penting adalah karena dia mempunyai

fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia.

Sampai ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten

dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan bahwa ilmu

itu bebas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netraldan para ilmuanlah yang

memberikannya nilai.

3. Nuklir dan Pilihan Moral

Seorang ilmuan secara moral tidak akam membiarkan hasil penemuannya

dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu

adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan tidak boleh berpangku tangan, dia

harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral memang

terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang terjadi

pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah

negaranya.

11

Page 12: Aksiologi Sains

Seorang ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun

juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan

terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan

temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran

yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena

bertentangan dengan fakta-fakta pengujian

4. Revolusi Genetik

Revolusi Genetik merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan

manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek

penelaah itu sendiri. Hal ini buka berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada

penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali,

namun penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan

teknologi.

Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak

lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi

yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang

menjadi objek penelaah yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang

memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu

sendiri. Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset

genetika akan dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuruan manusia.17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

17 Ibid., hlm. 230-236.

12

Page 13: Aksiologi Sains

Jika Ilmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi,

epistemologi dan aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti

atau hal yang pokok atau intisari atau dasar atau kenyataan yang benar dari ilmu

tersebut.Contohnya :Membangun Filsafat Teknologi Pendidikan perlu menelusuri

dari aspek : Ontologi  eksistensi (keberadaan) dan essensi (keberartian) ilmu-lmu

Teknologi Pendidikan.Epistemologi   metode yang digunakan untuk membuktikan

kebenaran  ilmu-ilmu Teknologi Pendidikan.Aksiologi  manfaat dari ilmu

Teknologi Pendidikan. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada

masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat

bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah

pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik-baiknya.

Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuwan

Ilmu memiliki fungsi yang bersifat estetik, yang kalau kita konsumsikan

dengan baik, memberikan kenikmatan batiniah atau kepuasan jiwa. Jiwa kita

tergetar, terharu, tersenyum oleh komunikasi aristik, menyebabkan dunia makna

yang tak terjangkau kasat mata. Jiwa kita bertambah kaya, persepsi kita bertambah

dewasa, yang selanjutnya akan mengubah sikap dan kelakuan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. Filsafat Ilmu.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2009.

13

Page 14: Aksiologi Sains

Amyo, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1990.

Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan. 1990.

K. Bertens, Etika Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Kattsoff, Unsur-Unsur Filsafat, Yokyakarta: Tiara Wacana, 2004.

Magnis-Suseno, F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran

kritis ,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Masri Elmasyar Bidin, dkk, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, Jakarta: UIN

Jakarta Press.

Rizal Mstansyir, Filsafat Ilmu, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Salam Burhanuddin, Logika Materil, Filsapat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Reneka

Cipta, 1997.

Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1978

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi

Aksara. 2007.

Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995.

14