36
1 Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi sebagai Landasan Penelaahan Ilmu Oleh: Wa Ode Zainab Zilullah Toresano I. Pendahuluan Dalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa  berkembang. Hal itu dikarenakan pemikiran merupakan hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh manusia. Pemikiran filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk dari semua ilmu. Di antara corak pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang wujud, awal bermulanya hingga akhirnya. Oleh karena itu, buah pemikiran dari manusia melahirkan  berbagai macam aliran dalam filsafat yakni, aliran empirisme, rasionalisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, positivisme, vitalisme, strukturalisme,  post-strukturalisme dan lain-lain. Selain itu, permasalahan yang menjadi objek kajian (pembahasan) dalam filsafat mengalami perkembangan yang signifikan. Filsafat tidak hanya berhenti  pada permasalahan wujud, tetapi juga merambah pada pembahasan berkenaan dengan ilmu. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama  berkaitan dengan moral. Perkembangan tersebut merupakan implikasi logis dari  perkembangan pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut tidak lain merupakan upaya untuk menemukan “kebenaran”. Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu sendiri, yakni untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain, mengetahui segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis). Kemudian, timbul pertanyaan setelah mencari “Apa itu kebenaran?” yaitu “Bagaimana kita bisa mendapatkan pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang

Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 1/36

1

Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi sebagai Landasan

Penelaahan Ilmu

Oleh: Wa Ode Zainab Zilullah Toresano

I. Pendahuluan

Dalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa

 berkembang. Hal itu dikarenakan pemikiran merupakan hal yang paling mendasar

dalam kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia. Hal tersebut

tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh manusia. Pemikiran

filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk dari semua ilmu. Di antara

corak pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang wujud, awal bermulanya

hingga akhirnya. Oleh karena itu, buah pemikiran dari manusia melahirkan

 berbagai macam aliran dalam filsafat yakni, aliran empirisme, rasionalisme,

idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, positivisme, vitalisme, strukturalisme,

 post-strukturalisme dan lain-lain.

Selain itu, permasalahan yang menjadi objek kajian (pembahasan) dalam

filsafat mengalami perkembangan yang signifikan. Filsafat tidak hanya berhenti

 pada permasalahan wujud, tetapi juga merambah pada pembahasan berkenaan

dengan ilmu. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama

 berkaitan dengan moral. Perkembangan tersebut merupakan implikasi logis dari

 perkembangan pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut tidak lain merupakan

upaya untuk menemukan “kebenaran”.

Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu

sendiri, yakni untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain,

mengetahui segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis).

Kemudian, timbul pertanyaan setelah mencari “Apa itu kebenaran?” yaitu

“Bagaimana kita bisa mendapatkan pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang

Page 2: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 2/36

2

ada sebagaimana adanya (kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem

epistemologis. Selanjutnya, setelah kita mengetahui kebenran dan cara untuk

mendapatkannya, muncul pertanyaan untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan

kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan dengan pengaplikasian ilmu yang telah

didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut dengan problem aksiologis, artinya

apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa diterapkan untuk kemaslahatan

umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya dengan moralitas. Singkatnya,

wilayah ontologi  bertanya tentang “apa” wilayah epistemologi  bertanya tentang

“bagaimana” sedangkan, wilayah aksiologi  bertanya tentang “untuk apa”. 

Tiga problem filosofis inilah  — ontologi, epistemologi dan aksiologi —  

yang hingga kini masih menimbulkan perdebatan. Hal itu dikarenakan masing-

masing aliran filsafat memiliki sudut pandang tersendiri berkaitan dengan ketiga

hal tersebut. Oleh karena itu, pembahasan mengenai Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi topic penting pembahasan penting dalam dunia Filsafat. Hal inilah yang

menjadi alasan bagi penulis untuk mengetengahkan pembahasan tersebut dalam

makalah ini.

II. Pembahasan

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)

yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu

merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.

Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam

dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang

 bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam

atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing

 bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak

mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari

 pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang

Page 3: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 3/36

3

 prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya

mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.1 

Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab

 beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah

ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan

antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan

mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang

memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana

 prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan

 pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah

kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan

 pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-

kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-

 pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?

2

 

Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang  pertama 

adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis.  Kedua,

masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga  adalah

 problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini. Di

 bawah ini penulis akan memaparkan sekilas pembahasan mengenai Ontologi,

Epistemologi, dan Aksiologi.

A. Ontologi 

1 Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer (Jakarta, 2003), hlm.

33  2 Jujun S. Suriasumantri. hlm. 35 

Page 4: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 4/36

4

“Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau

ontos  yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”.3  Sedangkan secara

terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The 

theory  of   being   qua  being ). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan

 bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang

disebut sebagai ilmu metafisiska.4 Metafisika disebut sebagai “induk semua ilmu”

karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang

dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.5 

Mulla Shadra berpendapat „Tuhan sebagai wujud murni‟. Hal ini

dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan

manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya

adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the

universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya

saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales

 beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti

apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruhkehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah

 berakhir.6 

Adapun yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika,

matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah,

matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan

yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya

 berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda,

yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud

tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu

 benda yaitu metafisika.

3 Drs. Surajiyo. Filsafat   Ilmu (Jakarta, 2008), hlm. 158 

4 Prof. Dr. Mulyadhi Kartanegara. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul

Ihsan. 2006. hlm. 156. 5 Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan. 2003.

Hlm. 165. 6 Jostein Gaarder, Dunia Sophie, hal. 48.

Page 5: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 5/36

5

Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut

dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan.

Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat,

substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi,

keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita,

malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.7 

Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada

 pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang

meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi

ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang

niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani‟al wujud) yaitu wujud yang

mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin

al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas

ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.8 

Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang

filsafat, baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat

yang membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus

 pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan

 pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah

realitas yang tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita

itu; apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau

serba banyak (pluralisme).”9  Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan

tentang ontologi.

a.  Monisme

7 Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia, Filsafat dan Pendidikan 

(Jogjakarta, 2007), hlm. 126-127 8 Lihat Fazlur Rahman. The Philosophy of Mulla Shadra. Albany: State University of new

ayork Press. 1975. hlm. 10. 9 Jalaluddin dan Abdullah Idi. hlm. 127 

Page 6: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 6/36

6

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu

hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber

yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin

ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya

merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang

lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe.

Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan

idealisme.10 

Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah materi.

Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri sendiri

 bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan

salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan naturalisme

artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan yang di luar

alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para filosof pra-sokratik

seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan lainnya. Thales

misalnya beranggapan bahwa unsur dari semua makhluk hidup adalah air.Sedangkan Anaximandros beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari

apeiron artinya “yang tak terbatas” yaitu yang bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan

dan meliputi segalanya. Anaximenes beranggapan lain, bahwa prinsip yang

merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Dan Democritos menganggap

 bahwa alam ini tersusun dari atom-atom yang tak terhingga jumlahnya.

“Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti

 juga spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.

Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam j iwa. Aliran ini

 beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal

dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan

10 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 135 

Page 7: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 7/36

7

menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan

ruhani.”11 

“Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan

oleh George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling.

Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua “dunia”. Satu

“dunia” mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera.

Pada taraf ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang

kini bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh

 pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus diakui

 juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping “dunia”

inderawi itu terdapat satu “dunia” lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri

atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Semua ide

 bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang

 bagus, hanya ada satu ide “yang bagus”. Demikian halnya dengan ide-ide yang

lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali sempurna.”12 Oleh sebab itu, menurut

Plato yang benar-benar real itu hanyalah idea atau dunia ide sedangkan yangmateri merupakan pengejawantahan dari ide.

Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang

gua. Ia menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang

hanya mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak

mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar dari

gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang mereka lihat

selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan kepada panca

indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan begitu saja. Padahal

sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar bayang-bayang

semata.13 

11 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 138 

12

 K. Berten. Sejarah  Filsafat  Yunani (Yogyakarta, 2006), hlm. 131 13 K. Berten. hlm. 137 

Page 8: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 8/36

8

b. Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat

sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,

 jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda.

Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri

sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan

dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua

hakikat ini adalah dalam diri manusia.14 

Tokoh paham ini adalah Rene Descartes. Sebagai pendobrak filsafat

modern Descartes mempunyai concern yang jauh lebih rumit. Ia tidak lagi melihat

alam yang secara terus-menerus dijadikan objek kajian dalam ilmu pengetahuan.

Lebih jauh lagi ia melihat relasi antara subjek yang mengetahui dengan objek

yang diketahui. Dengan demikian ia memosisikan manusia tidak hanya sebagai

subjek saja tetapi sekaligus sebagai objek. Pertanyaannya adalah apakah

 pengetahuan yang kita miliki itu karena memang ada realitas di luar sana atau

 justru karena faktor keberadaan manusia sebagai subjek yang berpikir. Diktum

Descartes Cogito Ergo Sum “aku berpikir maka aku”  ada jelas sekali

memosisikan manusia sebagai subjek berpikir yang bebas. Karena saya berpikir

maka saya menjadi ada demikian realitas yang lain menjadi ada pula. Manusia

merupakan subjek yang sadar akan keberadaan dirinya. Paham inilah yang

kemudian menjadi cikal bakal aliran eksistensialisme.

c.  Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan

kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap

macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy

and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam

14 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 142 

Page 9: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 9/36

9

ini tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini

 pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan

 bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah,

air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James seorang filosof

dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa dunia ini terdiri dari

 banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan

suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak hal yang

 beraneka ragam atau pluralis.15 

d. Nihilisme

 Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing   atau tidak ada.

Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah

nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya  Fathers  and  

Children  yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov

sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerimanihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman

Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi

tentang realitas.  Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu

sebenarnya tidak ada.  Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini

disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu

meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung

oleh dilema subjektif.  Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan

dapat kita beritahukan kepada orang lain.16 

e.  Agnostisisme

15

 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 143-144 16 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 145-146 

Page 10: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 10/36

10

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat

 benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari

 bahasa Yunani yaitu agnostos  yang berarti “unknown”. A artinya not   dan no

artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal

dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri dan

dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu

kenyataan mutlak yang bersifat transcendent.”17  Beberapa tokoh aliran ini

misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper.

Masalah ontologi ini semakin lama semakin berkembang tidak hanya di

dunia filsafat Barat tetapi juga di dunia filsafat Islam. Misalnya dalam Islam kita

kenal ada aliran Isyraqi dengan tokohnya Suhrawardi dan Hikmah Mutaalliyah

oleh Mulla Sadra. Suhrawardi misalnya mendiskripsikan realitas ini bagaikan

cahaya yang mempunyai gradasi dari sumber cahaya itu sendiri yang paling

terang hingga yang paling lemah. Sumber cahaya itu adalah Tuhan dan cahaya

yang semakin meredup itu bagaikan ciptaan-Nya yang bermacam-macam dari

yang paling sempurna hingga yang paling rendah. Sedangkan Mulla Sadraterkenal dengan pandangan  Asalat   al -Wujud   dan Wahdat   al -Wujud . Sadra

 beranggapan bahwa yang primer itu adalah wujud. Tanpa wujud segala sesuatu

tidak akan pernah ada. Dan wujud dari semua hal adalah sama. Oleh sebab itu ia

meyakini kesatuan wujud (Wahdat  al -Wujud ). Sedangkan yang membuat sesuatu

itu berbeda dengan yang lain adalah karena aksidennya seperti warna dan lainnya.

Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam

filsafat ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh

sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata. Sebab

 penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah ontologi

 bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu mengetahui

kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid. Jadi,

 pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan dari

ketiadaan. Wujud dalam hal ini mencakup segala hal, mulai dari Dzat Ilahi,

17 Dr. Amsal Bakhtiar. hlm. 146-147 

Page 11: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 11/36

11

realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik

esensi maupun keadaan.18 

B.  Epistemologi

Jika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, apakah anda pernah

memikirkan apa itu pengetahuan? Pastinya anda menganggap bahwa saya orang

yang aneh. Kalau saya bertanya, apakah kita tahu? Pastinya kita semua tahu.

Tentang nama kita sendiri, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, Manusia terdiri

dari laki-laki dan perempuan, dan bahwa 2+2 = 4. Sebuah lompatan drastis yang

dilakukan Socrates pada zamannya, dan mungkin sampai sekarang ini masih,

dengan pernyataannya “apa yang saya ketahui adalah apa yang tidak saya ketahui”

 bagaimana akal kita bisa menerima pernyataan yang kontradiksi ini?

Akar permasalahan adalah pengetahuan yang rupanya menuntutut sejenis

kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh kepercayaan yang biasa. Tetapi sekali

saja anda bertanya, apa yang akan membenarkan kepastian ini, anda mulai

merasakan sangatlah sulit menemukan jawabannya.

Mudah mengetahui mengapa begitu banyak pemikir memperdebatkan

 pengetahuan yang menuntut adanya sebuah kepastian. “Mengetahui” bisa kita

sebut dengan kata yang sukses. Demikian dengan kata “belajar”. Untuk

mengetahui seseorang telah mempelajari sesuatu, sama denga mengatakan mereka

telah mempelajari sesuatu dengan sukses dan kini telah menyerap apa saja yang

telah mereka pelajari. (mengatakan mereka  sedang belajar  jelas tidak

menunjukkan bahwa mereka telah menguasai secara sempurna, hanya sedang

mengejar kesempurnaan itu. Misal; anda sedang mempelajari aritmatika, apakah

 bisa dikatakan anda menguasai aritmatika?). kita bisa mengatakan bahwa

seseorang telah sukses dengan apa yang telah mereka pelajari apabila mereka

dapat menyatakan kembali apa yang telah mereka peroleh di masa lalu.

18 Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Hlm. 177. 

Page 12: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 12/36

12

Epistemologi merupakan tahapan berikutnya setelah pembahasan ontologi

dalam filsafat. “Istilah epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang

maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan

ontologi (metafisika umum). Kalau dalam metafisika pertanyaannya adalah apa

yang ada itu? Maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah apa yang dapat

saya ketahui?”19 

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme dan logos. Episteme

 biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau

teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar

dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya

menjadi theory of knowledge.20 

Dengan kata lain, epistemologi adalah bidang ilmu yang membahas

 pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenarannya.21  Isu-isu

yang akan muncul berkaitan dengan masalah epistemologi adalah bagaimana

 pengetahuan itu bisa diperoleh? Jika keberadaan itu mempunyai gradasi

(tingkatan), mulai dari yang metafisik hingga fisik maka dengan menggunakan

apakah kita bisa mengetahuinya? Apakah dengan menggunakan indera

sebagaimana kaum empiris, akal sebagaimana kaum rasionalis atau bahkan

dengan menggunakan intuisi sebagaimana urafa‟ (para sufi)? Oleh sebab itu yang

 perlu dibahas berkaitan dengan masalah ini adalah tentang teori pengetahuan dan

metode ilmiah serta tema-tema yang berkaitan dengan masalah epistemologi.

Berbicara tentang asal-usul pengetahuan maka ilmu pengetahuan ada yang

 berasal dari manusia dan dari luar manusia. Pengetahuan yang berasal dari

manusia meliputi pengetahuan indera, ilmu (akal) dan filsafat. Sedangkan

 pengetahuan yang berasal dari luar manusia (berasal dari Tuhan) adalah wahyu.

Pembahasan epistemologi meliputi sumber-sumber atau teori pengetahuan,

19 Drs. Surajiyo. hlm. 24

20

 Drs. Surajiyo. hlm. 24 21 Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Hlm. 83. 

Page 13: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 13/36

13

kebenaran pengetahuan, batasan dan kemungkinan pengetahuan, serta klasifikasi

ilmu pengetahuan.

1.  Sumber-Sumber Pengetahuan 

Salah satu pokok pembahasan epistemologi adalah mengenai sumber-

sumber pengetahuan. Dengan fakultas apa manusia mencapai pengetahuan?

Bagaimanakah nilai pengetahuan yang diperoleh manusia? Sampai batasan mana

manusia memeroleh pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini terkait erat dengan

sumber-sumber pengetahuan.

Apa saja sumber-sumber pengetahuan? Murtadha Muththahari

mengatakan bahwa sumber pengetahuan tidak hanya rasio dan hati, melainkan

alam dan sejarah.22  Sedangkan M. Taqi Mishbah Yazdi lebih menekankan

fakultas indriawi dan akal sebagai sumber pengetahuan. Adapun fakultas hati,

dalam mencapai pengetahuan, merupakan ranah „irfan bukan filsafat.23 Agaknya

karena alasan inilah bahwa fakultas hati (qalb, fu’ad)  merupakan pembahasan

„irfan  bukan filsafat, kita bisa memahami pandangan Yazdi yang tidak begitu

menekankan daya hati dalam epistemologi — yang merupakan cabang filsafat. Ada

 juga yang menganggap bahwa sumber pengetahuan yang hakiki (primer) adalah

wahyu sedangkan daya-daya lain lebih sebagai sumber sekunder.

Setidaknya ada tiga sumber pengetahuan yaitu 1) akal; 2) indriawi; dan 3)

hati (intusi, qalb, fu’ad ). Adapun wahyu, dalam hal ini wahyu yang

dikodifikasikan dalam bentuk teks (kitab suci), tidak dimasukkan sebagai sumber

 pengetahuan. Karena kitab suci merupakan teks, yang akan berbicara ketika

22 Lihat Murtadha Muththahari,  Mengenal Epistemologi, diterj. dari  Mas’ale-ye Syenokh 

oleh Muhammad Jawad Bafaqih (Jakarta : Lentera, 2003), bab Sumber-Sumber Epistemologi, hal.

80-109. 23

  Lihat Muhammad Taqi Mishbah Yazdi,  Buku Daras Filsafat Islam, diterj. dari

 Philosophical Instructions: An Introduction To Contemporary Islamic Philosophy oleh MusaKazhim dan Saleh Bagir (Bandung: Mizan, 2003), bab Epistemologi, hal.77-161. 

Page 14: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 14/36

14

seseorang membacanya, maka pemahaman seseorang atas teks-teks suci tersebut

yang dimasukkan sebagai sumber pengetahuan (Suteja, 2006).

Begitu juga dengan sejarah maupun alam. Sebab alam untuk

menyampaikan pengetahuan membutuhkan penafsiran dari sang pengamat,

walaupun struktur pengetahuan tersebut tidak memisahkan antara sang penahu

dengan yang diketahui, tetap saja ia meniscayakan kemampuan manusia untuk

menangkap pengetahuan tersebut. Alam sebagai alam luaran ditangkap dengan

fakultas indriawi, jadi, pemahaman fakultas indriawi yang dimasukkan sebagai

sumber pengetahuan atau pemahaman atasnyalah yang dimasukkan sebagai

sumber pengetahuan.24 

a.  Indera

Salah satu sumber ilmu pengetahuan adalah indera. Manusia bisa

mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan indera yang dimilkinya. Dengan

mata manusia bisa melihat, dengan hidung kita bisa mencium, dengan kulit kita

 bisa meraba, dengan telinga kita bisa mendengar dan dengan lidah kita bisa

merasakan. Jadi, yang bisa ditangkap oleh indera adalah benda-benda yang

sifatnya fisik. Di luar fisik indera tidak mampu menangkapnya atau

mengetahuinya.

24

 Muththahari mengartikan epistemologi sebagai sesuatu yang dapat memberikan padakita suatu kekuatan dan tenaga praktis, ataupun sesuatu yang dapat menunjukkan suatu hakikat.

Karenanya ia menganggap bahwa alam merupakan salah satu sumber pengetahuan. Masalahnya,

ada pemahaman dari sudut lain bahwa walaupun alam merupakan sesuatu yang dapat memberikan

suatu kekuatan dan suatu tenaga praktis, ia tetap membutuhkan kemampuan fakultas manusia

untuk menangkap sesuatu (realitas) itu. Sebagai misal, perkembangan fisika modern mutakhir,

dalam hal ini fisika mekanika-kuantum, membuktikan bahwa keterlibatan manusia sebagai penahumenentukan realitas. Terkadang subatom ketika diamati dengan cara tertentu oleh sang pengamat

menjadi gelombang, terkadang juga partikel. Hal ini disebut sebagai “teori ketidakpastian”

Heisenberg. Dunia fisika yang meyakini bahwa objek (yang diamati) mampu menyantirkan dirinya

sebagaimana adanya, tanpa dipengaruhi sang pengamat, telah diguncangkan oleh teori relativitas-

Einstein, teori ketidakpastian Heisenberg maupun mekanika kuantum. Dengan demikian, saya

menganggap bahwa pemahaman atas alam, dan sejarah (maupun kitab suci) yang dimasukkan

sebagai sumber   pengetahuan. Pembahasan mengenai fisika modern lebih lanjut lihat HusainHeriyanto, Paradigma-Holistik  (Bandung: Teraju-Mizan, 2002). 

Page 15: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 15/36

15

Aliran dalam filsafat yang mengatakan bahwa manusia memperoleh

 pengetahuan melalui indera disebut dengan empirisme. Aliran ini berpendapat,

 bahwa empirisme atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik

 pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan,

tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari

 pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Para Filosof empirisme

antara lain John Locke, David Hume dan William James. David Hume termasuk

dalam empirisme radikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada

sensasi-sensasi (rangsang indera). Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari

kenyataan. Wiliam James mengatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah

hubungan di antara benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang

diperoleh secara langsung dengan indera.25 

John Locke dengan teori tabula rasanya mengatakan bahwa manusia itu

ketika lahir bagaikan kertas putih tanpa goresan apa pun artinya ia sama sekali

 belum memiliki pengetahuan. Baru kemudian ia mendapatkan pengetahuan

dengan menggunakan panca inderanya untuk mengenali objek-objek yang ada disekelilingnya. Begitu seterusnya hingga semua pengalaman dalam hidupnya

tersimpan dalam memori pikirannya. Metode ilmiah yang dipakai untuk

memperoleh pengetahuan empiris ini adalah eksperimentasi atau kalau di dalam

Islam kita kenal metode tajribi.

b. Akal

Akal menjadi sumber ilmu pengetahuan selanjutnya setelah indera. Akal

semakin diperhitungkan sebagai sumber pengetahuan karena keterbatasan

kemampuan yang dimiliki oleh indera yang hanya sebatas pada benda-benda fisik

saja. Padahal di luar fisik masih terhampar luas samudera pengetahuan. Selain itu

 juga pengetahuan inderawi cenderung menempatkan antara subjek yang

mengetahui dengan objek yang diketahui sama-sama hadir artinya tidak bisa

25 Drs. Surajiyo. hlm. 33-34 

Page 16: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 16/36

16

dipisahkan satu sama lain. Jika demikian sungguh manusia akan mengalami

kerepotan. Misalnya jika kita tidak mengenal pengetahuan matematis — sebagai

salah satu produk ilmu akal — seseorang akan kesulitan dalam melakukan

 perhitungan. Tidak mungkin kita menghadirkan benda-benda dalam jumlah yang

 banyak karena hal itu akan menyulitkan. Maka cukuplah dengan menggantinya

dengan konsep-konsep angka dalam matematika.

Akal dengan kemampuannya bisa membedakan antara mana yang salah

dan mana yang benar. Selain itu juga akal bekerja dengan menggunakan hukum-

hukum logika yang diakui kebenarannya. Akal dengan tegasnya bisa

menunjukkan kelemahan empiris sebagai sumber kebenaran. Misalnya ketika

sebatang kayu dicelupkan ke dalam air, kayu tersebut oleh indera akan tampak

membengkok. Tapi apakah benar kayu tersebut mengalami pembengkokan setelah

dicelupkan ke dalam air. Secara rasional tentu saja tidak mungkin melihat karakter

kayu itu bukan benda yang mudah bengkok apalagi hanya dicelupkan ke dalam

air. Di sinilah akal diakui sebagai sumber kebenaran. Dan tentu saja banyak bukti

yang lain. Faham filosofis yang yang menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan disebut rasionalisme.

Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang diperoleh melalui

akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu

mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman

hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat oleh akal. Akal

dapat menurunkan kebenaran dari pada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas

 pertama yang pasti. Metode yang diterapakan adalah deduktif. Teladan yang

dikemukakan adalah ilmu pasti. Di antara para filosof rasionalis adalah Rene

Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz.”26 Rasionalisme memakai prinsip koherensi

dalam pembenarannya. Jadi apa yang benar adalah apa yang koheren dengan akal.

Metode ilmiah yang dipakai adalah metode burhani.

26 Drs. Surajiyo. hlm. 33 

Page 17: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 17/36

17

Descartes merupakan filosof pendobrak dalam tradisi kefilsafatan Barat. Ia

dianggap sebagai bapak filosof modern. Gagasannya yang paling monumental

adalah Cogito  Ergo Sum “aku berpikir maka aku ada”. Sejak itulah akal benar -

 benar mendapatkan tempat yang agung sebagai sumber pengetahuan. Manusia

mempunyai posisi yang sangat dominan sebagai subjek yang berpikir karena ia

mempunayi akal. Ia adalah subjek yang sadar akan keberadaan dirinya sendiri dan

keberadaan dunia di sekitarnya.

Berawal dari kesangsian dirinya akan segala hal, ia berusaha membangun

landasan filososif tentang kebenaran yang tak kuat. Ia berpikir bahwa segala

sesuatu bisa kita sanksikan. Bahkan keberadaan dirinya sendiri ia meragukannya.

Tapi ada satu hal yang tidak mungkin bisa ia sanksikan bahwa ia dalam keadaan

sanksi itu sendiri. Semakin ia sanksi semakin ia yakin akan kebenaran kesanksian

atas dirinya dan semakin pula ia yakin akan keberadaan dirinya. Dari sinilah

kemudian Descartes baru mengakui akan keberadaan yang lain. Namun

 bagaimana jika manusia itu berhenti berpikir, ketika dalam keadaan tidur

misalnya? Descartes mengatakan bahwa masih ada Tuhan yang selalu hidup, yangtidak pernah berhenti dari semua aktivitasnya.

c.  Intuisi

Jika indera dan akal mampu digunakan untuk memperoleh pengetahuan

maka demikian halnya dengan intuisi. Bahkan pengetahuan yang berasal dari

intuisi inilah yang diakui kebenarannya. Sebab indera dan akal hanya mampu

mendiskripsikan, melukiskan dan menganalisa sedangkan intuisi bisa

menghadirkan pengetahuan secara langsung ke dalam diri seseorang. Maka

 pengetahuan inderawi dan akal bisa disebut sebagai pengetahuan ushuli  artinya

 pengetahuan perolehan yang didapat melalui perantara. Sedangkan pengetahuan

intuisi merupakan pengetahuan hudluri karena objek dari ilmu itu sendiri hadir ke

dalam diri subjek yang mengetahui tanpa sebuah perantara apapun. Sehingga

 pengetahuan hushuli  cenderung rentan terhadap kesalahan. Misalnya saja ketika

Page 18: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 18/36

18

ada yang tidak benar dengan indera maupun akal kita. Sebaliknya pengetahuan

intuisi tidak diragukan lagi kebenarannya.

Pengetahuan intuisi itu sifatnya penyingkapan atas sebuah realita. Jadi

seorang subjek benar-benar merasakan secara langsung apa yang ia alami. Tidak

ada pengenalan secara langsung terhadap sebuah realita selain melalui intuisi. Di

sinilah letak kevalidan pengetahuan intuisi berbeda dengan pengetahuan inderawi

dan akal yang hanya memperlihatkan penampakannya saja.

Di antara para filosof intusionisme — sebuah aliran yang menjadikan intuisi

sebagai sumber pengetahuannya — adalah Henry Bergson seorang filosof Perancis.

Pengetahuan intuisi ini juga sangat familiar di kalangan para mazhab irfani (kaum

sufi). Metode yang dipakai kita kenal dengan metode irfani.

d. Wahyu

Satu-satunya sumber pengetahuan yang tidak bisa diusahakan olehmanusia adalah wahyu. Artinya ia benar-benar bersumber dan pemberian dari

Tuhan. Sehingga kebenarannya tidak perlu disanksikan lagi. Biasanya

 pengetahuan ini disampaikan melalui orang-orang pilihan dan utusan Tuhan

dalam bentuk kitab suci.

Dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan dan menjadi salah satu pilar

keyakinan beragama. Orang yang beragama harus meyakini kebenaran semua isi

kandungan kitab suci. Di dalam kitab suci biasanya terkandung cerita-cerita masa

lalu. Berita tentang surga, neraka, pahala dan dosa. Tentu saja yang tak kalah

 pentingnya adalah kebenaran akan keberadaan Tuhan pencipta alam. Dan masih

 banyak berita-berita yang lainnya. Wahyu merupakan sumber pengetahuan yang

kaya. Metode yang dipakai adalah metode bayani.

2. 

Kebenaran Pengetahuan 

Page 19: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 19/36

19

Sebelum membahas tentang teori kebenaran terlebih dahulu penting

kiranya untuk mendefinisikan apa arti kebenaran itu sendiri. Kebenaran menjadi

isu sentral dalam ilmu pengetahuan karena tujuan dari ilmu pengetahuan adalah

untuk mencari kebenaran.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadaminta

ditemukan arti kebenaran, yakni keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok

dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya).27  Menurut William James yang

dikutip oleh Titus dkk (1984: 344), kebenaran (truth) adalah yang menjadikan

 berhasil cara kita berpikir dan kebenaran adalah yang menjadikan kita berhasil

cara kita bertindak. Sedangkan menurut Louis Kattsoff (1992: 178) „kebenaran‟

menunjukkan bahwa makna sebuah „ pernyataan‟  artinya, proposisinya sungguh-

sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan merupakan halnya, maka

kita mengatakan bahwa proposisi itu “sesat”.28 Selanjutnya berkaitan dengan teori

kebenaran ada beberapa macam.

a.  Teori Koherensi 

Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz,

Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya Elements

of Philosophy, teori koherensi dijelaskan “….suatu proposisi cenderung benar jika

 proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi

lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling

 berhubungan dengan pengalaman kita.29 

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi,

suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifat koheren atau

konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila

kita menganggap bahwa “semua manusia pasti mati” adalah suatu pernyataan

27 Drs. Surajiyo. hlm. 122 

28

 Mulyana dalam Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung  (Bandung, 2001), hlm. 3 29 Drs. Surajiyo. hlm. 105 

Page 20: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 20/36

20

yang benar, maka pernyataan, “si polan adalah manusia dan si polan pasti mati”

adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang

 pertama.30 

b. Teori Korespondensi 

Teori korespondensi biasanya dianut oleh para pengikut realisme, dan

mereka berpegang pada pendirian fakta-fakta. Dan teori ini yang diterima secara

luas oleh kelompok realis. Menurut paham ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada

realita objektif. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan

fakta itu sendiri.31 

Kebenaran teori korespondensi berdasarkan pengalaman inderawi

sehingga ada atau tidak adanya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung

terhadap kebenaran atau kekeliruan. Misalnya pernyataan “Kota Bandung berada

di wilayah Jawa Barat” bukan karena pernyataan ini berguna atau apa, tapi karena

secara geografis dan berdasarkan pengalaman maupun bukti empiris memang

demikian.

c.  Teori Kebenaran Pragmatis

Teori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914)

dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make

Our Ideas Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh  beberapa ahli filsafat

yang kebanyakan berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering

dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini misalnya William James,

John Dewey, George Herbert Mead dan C. I. Lewis.32 

Teori pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu itu dianggap benar jika

secara fungsional ia memberikan manfaat. Jadi ukurannya adalah hasil yang

didapatkannya. Jika hasilnya menguntungkan maka ia baik dan benar dan

sebaliknya jika hasilnya merugikan maka ia buruk dan salah.

30 Mulyana. hlm. 55

31

Mulyana. hlm. 6 32 Jujun S. S. hlm. 57

Page 21: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 21/36

21

Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah

 penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam

konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian

yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu adalah benar. Misalnya

 pengetahuan naik bus berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri,

 penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat

karena bus berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat

karena berhenti di posisi kiri.33 

3.  Batasan Pengetahuan

Berbicara tentang masalah ontologi memang sangat luas sekali

cakupannya. Ia tidak hanya berbicara soal keberadaan yang sifatnya materi tetapi

 juga immateri. Kalau wujud yang materi bisa diketahui dengan menggunakan

 pendekatan empiris maka wujud immateri hanya kita yakini keberadaannya begitu

saja. Paling kita percaya karena wujud yang immateri itu — seperti keberadaanTuhan, surga, neraka dan lainnya — diterangkan dalam kitab suci (wahyu) bagi

kalangan yang beragama. Bagi para penganut paham ateisme tentu saja mereka

tidak memercayai hal-hal yang bersifat immateri tersebut.

Lantas apakah batas yang merupakan ruang lingkup penjelajahan ilmu? Di

manakah ilmu berhenti dan menyerahkan pengkajian selanjutnya kepada

 pengetahuan lain? Apakah yang menjadi karakteristik objek ontologis ilmu yang

membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan yang lain? Jawaban dari semua

 pertanyaan itu sangat sederhana. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman

manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal

ihwal surga dan neraka? Jawabnya adalah tidak sebab surga dan neraka berada di

luar jangkauan pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari sebab musabab

kejadian terciptanya manusia? Jawabnya juga adalah tidak sebab kejadian itu

 berada di luar jangkauan pengalaman kita. Baik hal yang terjadi sebelum hidup

33Drs. Surajiyo. hlm. 106 

Page 22: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 22/36

22

maupun yang terjadi setelah kematian kita, semua itu berada di luar penjelajahan

ilmu.34 

Dengan demikian yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah pengetahuan

yang hanya bisa dijangkau oleh akal manusia dan bahkan yang bisa diuji

kebenarannya secara empiris. Sebuah ilmu harus memenuhi standar metodologis

dan bisa diuji dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Jika suatu ilmu itu

 berada di luar jangkauan pengalaman manusia bagaimana kita bisa menguji

kebenarannya dengan standar metodologis dan metode-metode ilmiah.

Pembatasan ruang lingkup ilmu yang seperti ini nampaknya sangat sempit

sekali. Memang hal ini tidak bisa dilepaskan dari tradisi keilmuan yang

 berkembang di Barat. Ilmu yang dalam bahasa Barat disebut dengan  science 

merupakan suatu pengetahuan yang tidak diragukan lagi kebenarannya karena ia

memenuhi standar-standar ilmiah. Ia bisa dibuktikan secara empiris dan bisa di

eksperimentasi. Sehingga suatu ilmu yang tidak memenuhi kualifikasi itu

 bukanlah merupakan ilmu. Oleh sebab itu sesuatu hal yang sifatnya immateri

 bukan termasuk objek kajian ilmu dan bahkan ia dianggap tidak ada. Seperti

itulah asumsi para saintis tentang ilmu terutama yang berkembang di dunia Barat.

4.  Klasifikasi Ilmu Pengetahuan 

Ada berbagai macam kalsifikasi ilmu pengetahuan yang diberikan oleh

 para ahli. Tapi dalam kesempatan ini saya hanya akan memberikan gambaran

klasifikasi ilmu yang disusun oleh Ibn khaldun dalam kitab al - Muqaddimah. Ia

memberikan gambaran yang sangat komprehensif mulai dari yang paling utama — 

dalam arti mencapai tingkat kematangannya — hingga yang paling bawah yaitu

ilmu fisik. Ia membagi ilmu ke dalam dua kategori besar yaitu:

I. 

Ilmu-ilmu Naqliyyah (Transmitted Science) yang terdiri dari:

34 Jujun S. S. hlm. 91 

Page 23: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 23/36

23

(1) 

Tafsir al-Qur‟an dan Hadits 

(2) 

Ilmu fiqih yang meliputi fiqh, fara‟id dan ushul fiqh 

(3) Ilmu Kalam

(4) Tafisr-tafsir ayat Mutasyabihat

(5) 

Tasawuf

(6) Tabir Mimpi (ta‟bir al-Ru‟yah) 

II. 

Ilmu-ilmu Aqliyyah (Rational Science)

(1) Ilmu logika, yang terdiri dari

a. 

Burhan (Demonstrasi)

 b. 

Jadal (Dialektika)

c.  Khitbah (Retorik)

d.  Syi‟r (Puitik) 

e.  Safsathah (Sofistik)

(2) 

Fisika, yang terdiri dari:

a.  Minerologi

 b.  Botani

c.  Zoologi

d. 

Kedokteran

e. 

Ilmu Pertanian

(3) Matematika, yang terdiri dari:

a.  Aritmetika

Page 24: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 24/36

24

Kalkulus

Aljabar

 b.  Geometri

-  Figur Sferik

Kerucut

-  Mekanika

Surveying

-  Optik

c. 

Astronomi

(4) 

Metafisika

a.  Ontologi

 b.  Teologi

c.  Kosmologi

d. 

Eskatologi

Selain itu, ada kelompok ilmu-ilmu praktis yang meliputi etika,

ekonomi dan politik. Ibn Khaldun juga terkenal sebagai bapak sosiologi

Islam yang telah melahirkan sebuah disiplin ilmu sosial yang disebut ilmu budaya atau yang biasa kita sebut “sosiologi” yang meliputi: 

1.  Sosiologi secara umum

2.  Sosiologi politik

3.  Sosiologi ekonomi

4. 

Sosiologi kota

Page 25: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 25/36

25

5. 

Sosiologi ilmu35 

5.  Metode Ilmiah 

Proses kegiatan ilmiah, menurut Ritchie Calder, dimulai ketika manusia

mengamati sesuatu. Tentu saja hal ini membawa kita kepada pertanyaan lain,

mengapa manusia mulai mengamati sesuatu? Kalau kita telaah lebih lanjut

ternyata bahwa kita mulai mengamati objek tertentu kalau kita mempunyai

 perhatian tertentu terhadap objek tersebut. Perhatian tersebut dinamakan John

Dewey sebagai suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita

menemukan sesuatu dalam pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.36 

Selanjutnya setelah seseorang mendapatkan suatu permasalahan, tahapan

selanjutnya adalah berusaha mencoba menyelesaikan permasalahan itu. Hanya

saja dalam penyelesaian suatu masalah itu seseorang mempunyai cara yang

 berbeda-beda. Mungkin itu hanyalah kenyataan yang sering terjadi di dalam

kehidupan sehari-hari.

 Namun dalam tradisi keilmuan kita mengenal apa yang disebut dengan

metode ilmiah. Metode ilmiah ini merupakan langkah-langkah yang harus

ditempuh supaya mendapatkan ilmu pengetahuan yang valid. Oleh sebab itu

metode ilmiah ini terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui mulai dari

awal — yaitu perumusan masalah — hingga tahap yang paling terakhir yaitu

 penarikan kesimpulan. Jika suatu ilmu didapatkan dengan melalui tahapan-

tahapan ini kepastian kebenarannya tidak diragukan lagi.

Metode ilmiah pada dasarnya sama bagi semua disiplin keilmuan baik

yang termasuk dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Bila pun terdapat

 perbedaan dalam kedua kelompok ilmu ini maka perbedaan itu sekedar terletak

35 Lihat Mulyadi Kartanegara dalam Reaktualisasi Tradisi  Ilmiah  Islam, 2006, hlm. 65-

67. 36 Jujun S. S. hlm. 121 

Page 26: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 26/36

26

 pada aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek

metodologisnya.37 

Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam

 beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah.

Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logic-hypothetico  verifikasi  ini

 pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris

yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang

terkait di dalamnya

(2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan

argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara

 berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi

 permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan

 premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan

memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.

(3) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan

terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan

dari kerangka berpikir yang dikembangkan

(4) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang

relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah

terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak

(5) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apkah sebuah hipotesis

yang diajukan itu diterima atau ditolak. Kiranya dalam proses pengujian

terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu

diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta

yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis

yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari ilmu pengetahuan

37 Jujun S. S. hlm. 132 

Page 27: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 27/36

27

ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai

kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah

sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran di sini

harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum

terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.38 

Semua itu adalah langkah-langkah yang harus ditempuh dalam

mendapatkan pengetahuan ilmiah. Meskipun antara langkah yang satu dengan

yang lain saling terkait dan langkah yang awal menjadi dasar bagi langkah yang

selanjutnya tapi dalam praktiknya bisa berbeda. Seorang peneliti bisa memulainya

dengan menemukan fakta-fakta di lapangan kemudian merumuskannya dan

mengambil kesimpulan secara umum (induksi) atau membuktikan premis-premis

yang sudah ada kemudian disesuaikan dengan fakta (deduksi).

Dalam sebuah tradisi keilmuan, ilmu bisa berkembang bila dilakukan

sebuah proses falsifikasi. Artinya kita sesuaikan antara teori-teori yang ada

dengan kenyataan yang ada di lapangan (mencari pembuktian). Artinya jika teori

yang kita miliki tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan maka kewajiban kita

adalah merumuskan teori baru. Demikian proses itu berlangsung secara terus

menerus hingga dicapai kesesuaian antara teori dengan fakta. Dari sinilah sebuh

ilmu itu akan selalu mengalami perkembangan. Bukan sebaliknya mencari

 pembenaran terhadap teori yang sudah ada. Artinya teori yang sudah ada tersebut

dianggap sudah benar sehingga tinggal mencari pembenaran fakta-faktanya di

lapangan. Jika tidak sesuai antara fakta dengan teori fakta tersebut disingkirkan

sampai menemukan fakta yang sesuai dengan teori. Jika demikian maka suatu

ilmu itu tidak akan mengalami perkembangan.

C.  Aksiologi

38 Jujun S. S. hlm. 128 

Page 28: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 28/36

28

Jika ontologi berbicara tentang hakikat yang ada (objek ilmu) dan

epistemologi berbicara tentang bagaimana yang ada itu bisa diperoleh (cara

memperoleh ilmu) maka aksiologi berkaitan dengan manfaat dari pada ilmu itu

sendiri atau kaitan penerapan ilmu itu dengan kaidah-kaidah moral.

Dalam Wikipedia aksiologi  berasal dari bahasa Yunani yaitu axion  yang

 berarti “nilai” dan logos  yang berarti “ilmu” atau “teori”. Jadi, aksiologi adalah

ilmu tentang nilai. Adapun Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya  Filsafat   Ilmu 

mengatakan bahwa aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang

nalai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa

 pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara

 penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek

yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik

 prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma

moral atau profesional?

Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam aksiologi.

Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus

yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang melahirkan

estetika. Ketiga,  socio-political life, kehidupan sosio-politik. Bidang ini

melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.39 

1.  Teori Nilai (Etika)

Problem aksiologis yang pertama berhubungan dengan nilai. Berkaitan

dengan masalah nilai sebenarnya telah dikaji secara mendalam oleh filsafat nilai.

Oleh sebab itu dalam kesempatan kali ini akan dibahas beberapa hal saja yang

kiranya penting untuk dipaparkan berkaitan dengan masalah nilai. Tema-tema

yang muncul seputar masalah ini misalnya apakah nilai itu subjektif atau objektif.

39

 Abdullah Idi dan Jalaluddin. hlm. 129 dalam Muhammad Noor Syam. 1986, hlm. 34-36 

Page 29: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 29/36

29

Perdebatan tentang hakikat nilai, apakah ia subjektif atau objektif selalu

menarik perhatian. Ada yang berpandangan bahwa nilai itu objektif sehingga ia

 bersifat universal. Di mana pun tempatnya, kapanpun waktunya, ia akan tetap dan

diterima oleh semua orang. Ambil misal mencuri, secara objektif ini salah karena

hal itu merupakan perbuatan tercela. Siapa pun orangnya, di mana pun dan

kapanpun pasti akan sepakat bahwa mencuri dan perbuatan tercela lainnya adalah

salah. Jadi nilai objektif itu terbentuk jika kita memandang dari segi objektivitas

nilai.40 

Sementara jika kita melihat dari segi diri sendiri terbentuklah nilai

subjektif. Nilai itu tentu saja bersifat subjektif karena berbicara tentang nilai

 berarti berbicara tentang penilaian yang diberikan oleh seseorang terhadap

sesuatu. Tentunya penilaian setiap orang berbeda-beda tergantung selera, tempat,

waktu, dan juga latar belakang budaya, adat, agama, pendidikan, yang

memengaruhi orang tersebut. Misalnya bagi orang Hindu tradisi Ngaben

(membakar mayat orang mati) merupakan suatu bentuk penghormatan terhadap

orang mati dan bagi mereka hal itu dianggap baik dan telah menjadi tradisi. Namun bagi orang Islam hal itu diangap tidak baik. Berhubungan seksual di luar

nikah asal atas dasar suka sama suka hal ini tidak menjadi masalah dan biasa di

Barat. Tapi bagi orang Islam hal itu jelas hina, jelek, dan salah. Bagi orang-orang

terdahulu, ada beberapa hal yang dianggap tabu, tidak boleh dilakukan dan tidak

 pantas tapi hal-hal tersebut tidak lagi bermasalah bagi orang-orang sekarang ini.

Dari sini bisa dilihat bahwa nilai itu bersifat subjektif tergantung siapa yang

menilai, waktu dan tempatnya.

Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang baik dan buruk bukan

salah dan benar. Apa yang baik bagi satu pihak belum tentu baik pula bagi pihak

yang lain dan sebaliknya. Apa yang baik juga belum tentu benar misalnya lukisan

 porno tentu bagus — setiap orang tidak mengingkarinya kecuali mereka yang pura-

 40

 Drs. Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori Nilai (Jakarta, 1978),hlm. 490 

Page 30: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 30/36

30

 pura dan sok bermoral — tapi itu tidak benar. Membantu pada dasarnya adalah

 baik tapi jika membantu orang dalam tindakan kejahatan adalah tidak benar.

Jadi, persoalan nilai itu adalah persoalan baik dan buruk. Penilaian itu

sendiri timbul karena ada hubungan antara subjek dengan objek. Tidak ada

sesuatu itu dalam dirinya sendiri mempunyai nilai. Susuatu itu baru mempunyai

nilai setelah diberikan penilaian oleh seorang subjek kepada objek. Suatu barang

tetap ada, sekalipun manusia tidak ada, atau tidak ada manusia yang melihatnya.  

“Bunga-bunga itu tetap ada, sekalipun tidaak ada mata manusia yang

memandangnya. Tetapi nilai itu tidak ada, kalau manusia tidak ada, atau manusia

tidak melihatnya. Bunga-bunga itu tidak indah, kalau tidak ada pandangan

manusia yang mengaguminya. Karena, nilai itu baru timbul ketika terjadi

hubungan antara manusia sebagai subjek dan barang sebagai objek.”41 

 Namun yang paling penting dari masalah etika adalah implikasi

 praksisnya. Artinya sesuatu yang buruk itu seharusnya ditinggalkan sedangkan

yang baik seharusnya dilaksanakan. Dengan demikian ilmu pengetahuan akan

memberikan manfaat bagi kehidupan manusia bukan justru malah mengancam

eksistensi manusia itu sendiri.

Jika kita melihat fenomena yang ada sekarang ini — dunia modern — 

 bagaimana sebuah ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) banyak yang

disalahgunakan untuk tujuan-tujuan kejahatan. Misalnya saja dalam kejahatan

 perang. Banyak kasus yang bisa kita utarakan berkaitan dengan masalah ini

seperti Perang Dunia, Perang Teluk, Perang Vietnam hingga perseturuan antara

Palestina dan Israel yang tidak ada henti-hentinya. Mereka yang secara

 persenjataan lebih maju seolah dengan alasan pembelaan membenarkan tindakan

 pengeboman dan pembantaian masal di mana seringkali korbannya adalah warga

sipil. Tindakan seperti ini tentu tidak bisa dibenarkan, tak berperikemanusiaan dan

amoral. Selain itu juga misalnya pembuatan senjata nuklir dan senjata pemusnah

masal yang jelas sekali mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Itu adalah

41 Drs. Sidi Gazalba. hlm. 186-187 

Page 31: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 31/36

31

sekedar contoh dari pemanfaatan teknologi yang tidak tepat guna. Tentunya masih

 banyak yang lainnya. Oleh sebab itu aksiologi dalam hal ini berfungsi untuk

memberikan tuntunan bagaimana suatu hal itu bisa digunakan secara tepat guna.

Memang segala sesuatu itu — termasuk implikasi kemajuan di bidang ilmu

 pengetahuan — mempunyai dampak negatif dan positif. Tapi sebenarnya dampak

yang negatif itu bisa dihindari atau setidaknya diminimalisir. Semua itu adalah

demi kepentingan kehidupan manusia itu sendiri.

2.  Estetika

Estetika (aesthetica) mula-mula berarti teori tentang pencerapan

 penghayatan pengalaman indera, sesuai dengan istilah Kant dengan

transzendentale  asthetik   (teori tentang susunan penghayatan panca-indra dalam

ruang dan waktu, berlawanan dengan transzendentale logic: pengetahuan rasional

dan penuturan). Perlawanan yang dikemukakan oleh Kant itu juga dinyatakan

oleh Baumgarten42.

Ia menempatkan logika sebagai teori pemakaian pemikiran yang benar dan

estetika sebagai teori tentang penghayatan sempurna panca-indera. Masalah yang

timbul tentang estetika yang dihadapi oleh banyak ahli pikir semenjak Plato dan

Aristoteles ialah pernyataan tentang hakikat keindahan dan seni. Dengan demikian

seluruh lapangan nilai, dalam mana keindahan dan seni merupakan bagiannya,

dinamakan lapangan estetika, dikordinasikan dengan logika dan estetika. Estetika

dalam pengertian baru itu diapakai oleh Kant dan Schiller sehingga menjadi

umum di Jerman, meluas ke dalam pemakaian internasional.”43 

Perdebatan lain yang menarik perhatian berkaitan dengan masalah estetika

adalah tentang keindahan, apakah keindahan itu sesuatu yang sifatnya objektif

atau subjektif? Jika teori tentang nilai mengatakan bahwa persoalan nilai itu

adalah masalah yang subjektif maka sebaliknya dengan persoalan estetika.

42 Alexander Gottlieb Baumgarten (1714-1762): filofof Jerman, guru besar di Frankurt,

yang mula-mula mempergunakan estetika untuk teori keindahan. 43 Drs. Sidi Gazalba. hlm. 567 

Page 32: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 32/36

32

Persoalan estetika lebih berpihak pada pandangan objektivisme. Artinya bahwa

keindahan itu merupakan sifat yang objektif yang dimiliki oleh suatu benda. Ia

 bukanlah penilain subjektif seseorang. Diantara yang berpandangan seperti ini

adalah Hegel. Hegel menganggap bahwa seluruh alam adalah manifestasi dari

Cita Mutlak, Absolut Idea. Keindahan adalah pancaran Cita Mutlak melalui

saluran indera. Ia adalah sejenis pernyataan ruh. Seni, agama dan filsafat

merupakan tingkat-tingkat tertinggi dari perkembangan ruh.44 

Sedangkan Kant memberikan arah yang baru sama sekali dalam mencari

keterangan tentang estetika. Dengan Kant dimulailah studi ilmaih dan psikologi

tentang teori estetika. Ia mengatakan dalam The  Critique  of   Judgement   bahwa

akal memiliki indera ketiga di atas pikiran dan kemauan. Itulah inder rasa. Yang

khas pada rasa atau kesenangan estetika ialah ia tidak mengandung kepentingan.

Ini membedakannya daripada kesenangan-kesenangan yang lain yang

mengandung unsur keinginan atau terlibat dalam kepentingan pribadi atau hayat.

Gula misalnya tidaklah indah tapi dikehendaki. Kita menginginkannya untuk

menikmatinya. Demikian pula tindakan moral tidal indah. Ia adalah baik. Kitamenyetujuinya karena kepadanya kita mempunyai kepentingan. Sebaliknya

dengan keindahan. Selalu Ia merupakan objek kepuasan yang tidak mengandung

kepentingan, berbeda dari keinginan-keinginan yang lain. Indah, sekalipun

ruhaniah adalah objektif. Karena itu ia selalu merupakan objek penilaian. Kita

mengatakan: “Barang ini indah”. Hal ini menunjukkan  bahwa keindahan itu

merupakan sifat objek, tidak hanya sekedar selera yang subjektif. Demikianlah

teori Kant.45 

Di dalam Islam sendiri konsep “keindahan” itu sangat jelas sekali. Sumber

keindahan itu bahkan bersumber dari Ilahi. Dikatakan bahwa “Allah itu Maha

Indah dan menyukai keindahan”. Demikian juga alam sebagai ciptaannya

merupakan sesutau yang indah dan menakjubkan. Bagaimana kita seringkali

mengagumi keindahan alam yang ada di sekitar kita. Hal ini merupakan sebuah

44

 Drs. Sidi Gazalba. hlm. 570 45 Drs. Sidi Gazalba. hlm. 571-572 

Page 33: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 33/36

33

ekspresi nyata yang sering kali kita ungkapkan. Artinya suatu nilai estetika benar-

 benar merupakan sesuatu yang objektif bukan subjektif sebagaimana nilai etika.

3.  Sosio Politik  

Bagian ketiga dari aksiologi adalah tentang sosio-politik. Sosio-politik ini

merupakan ilmu praksis. Yang pertama mengenai ilmu sosial, dalam hal ini ia

 berfungsi sebagai ilmu yang mengatur bagaimana manusia hidup bermasyarakat.

Hanya saja ia mempunyai concern  yang lebih spesifik yaitu berkaitan dengan

masalah tindakan manusia atau bagaimana manusia itu harus bergaul, berinteraksi

antara yang satu dengan yang lain. Manusia sebagai makhluk sosial pasti tidak

 bisa dilepaskan dari manusia yang lain untuk mempertahankan hidup. Artinya

mereka saling membutuhkan satu sama lain. Dalam perkembagannya, ilmu sosial

ini nantinya akan menjadi disiplin ilmu trsendiri yaitu sosiologi.

Berbicara tentang ilmu sosial tentu juga tidak bisa dilepaskan dari yang

namanya ilmu ekonomi karena masalah sosial juga mencakup masalah ekonomi.

Misalnya bagaimana manusia membutuhkan keberadaan manusia yang lain untuk

memenuhi kebutuhan ekonominya.

Ekonomi dalam tradisi ilmiah Islam, sebagaimana dipahami juga di dalam

tradisi Yunani, harus dipahami sebagai manajemen rumah tangga ( tadbir   al -

manzil ), yang tujuannya adalah memberi bimbingan kepada semua anggota

keluarga — terutama anggota keluarganya — tentang berbagai masalah yang

 berkaitan dengan pengelolaan rumah tangga. Jadi bukan dalam arti ekonomi

makro atau ekonomi perusahaan seperti yang layaknya dipelajari pada masa

sekarang di sekolah-sekolah. Karena itu sebagaimana etika memberikan petunjuk-

 petunjuk praktis bagaimana bertindak sebaik mungkin sebagai individu, demikian

Page 34: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 34/36

34

 juga ekonomi memberikan bimbingan praktis bagaimana bertindak sebaik

mungkin sebagai anggota keluarga.”46 

Berkaitan dengan masalah manajemen rumah tangga juga adalah

 bagaimana caranya mencari nafkah yang halal, cara menyimpannya,

membelanjakannya dan sebagainya. Bahkan juga dibahas bagaimana mencari

 pembantu yang baik, apa kriteria pembantu yang baik dan bagaimana sikap kita

terhadapnya. Yang tidak kalah pentingnya dalam membangun sebuah rumah

tangga adalah bagaimana mencari istri yang baik. Karena istri merupakan tiang

dari sebuah rumah tangga itu sendiri. Demikian juga dibahas alasan-alasan apa

yang menyebabkan seseorang butuh rumah tangga. Apa prinsip-prinsipnya dan

hal apa saja yang diperlukan dalam pengelolaan sebuah rumah tangga.

Selanjutnya adalah masalah politik. Sebagaimana etika dan ekonomi,

 politik juga dipandang dalam tradisi ilmiah Islam, sebagai ilmu praktis, yang

tujuannya member bimbingan kepada manusia, bagaimana menjadi manusia

sebaik-baiknya sebagai seorang anggota masyarakat atau dengan kata lain

sebagai makhluk sosial. Ilmu politik ini terutama penting sekali bagi para

 pemimpin masyarakat ataupun pemerintah, karena Ia juga memberi kita arahan

tentang bagaimana memerintah atau mengelola masyarakat yang dipimpinnya.47 

Masalah politik juga menyangkut masalah kenegaraan sehingga ia juga

 berbicara tentang bagaimana mencari seorang pemimpin yang baik dan adil.

Apakah kualifikasinya. Demikian juga dibahas tipe-tipe negara. Misalnya ada

negara utama dan tidak utama. Negara utama hanya punya satu jenis saja

sedangkan negara tidak utama ada yang disebut negara bodoh, negara yang

durjana dan negara yang keliru.

III. Penutup

46

 Mulyadi Kartanegara , Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam (Jakarta, 2006), hlm. 167 47 Mulyadi K. hlm. 169 

Page 35: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 35/36

35

Dari uraian di atas kita bisa mengetahui betapa luasnya objek kajian

filsafat mulai dari masalah ontologis, epistemologis hingga aksiologis. Tiga

cabang utama filsafat tersebut merupakan masalah yang paling fundamental dalam

kehidupan. Ia memberikan sebuah kerangkan berpikir yang sangat sistematis. Hal

itu dikarenakan ketiganya merupakan proses berpikir yang diawali dengan

 pembahasan “Apa itu kebenaran?”, “Bagaimana mendapatkan kebenaran?”, dan

“Untuk apa kebenaran tersebut (aplikasinya) dalam kehidupan sehari-hari?” 

Hal tersebut mengindikasikan bahwa filsafat layak dikatakan sebagai

induk dari semua ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu-ilmu lain akan

mengalami hambatan tanpa peranan filsafat. Hal itu dikarenakan semua

 permasalah mendasar dari seluruh ilmu adalah problem filosofis. Hal tersebut

harus segera dipecahkan sebagai langkah awal untuk menyelesaikan

 permasalahan-permasalahan sekunder. Dengan kata lain, pada dasarnya semua

ilmu pengetahun tidak terlepas dari tiga problem filosofis tersebut (ontologis,

epistemologis dan aksiologis). Artinya semua ilmu pengetahuan pasti berbicara

tentang apa yang menjadi objek kajiannya, bagaimana cara mengetahuinya danapa manfaatnya buat kehidupan manusia.

Demikianlah makalah singkat, yang mengangkat tema fundamental dalam

dunia filsafat, ini. Kami mengharapkan tulisan ini bisa menjadi bahan

 pertimbangan demi perkembangan pemikiran manusia. Sehingga, buah pemikiran

tersebut dapat melahirkan peradaban besar. Perbedaan pendapat berkaitan dengan

Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi di kalangan filosof semata karena

 berdasaekan pada aliran filsafat yang mereka anut. Tetapi, semua itu harus kita

apresiasi karena merupakan tahapan pencarian “kebenaran yang hakiki”. Hal itu

dikarenakan ilmu pengetahun berbicara tentang peluang dan prediksi. Walaupun,

sesungguhnya terdapat kebenaran absolut, tetapi hanya Realitas Absolut yang

mengetahui hal itu. Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan hati nurani

hanya berupaya mencapai kebenaran tersebut sampai akhir hayat dan

mengaplikasikannya untuk kemaslahatan umat manusia.

Page 36: Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

8/10/2019 Ontologi Epistemologi Dan Aksiologi Sebagai Landasan Penelaahan Ilmu

http://slidepdf.com/reader/full/ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-sebagai-landasan-penelaahan-ilmu 36/36

Daftar Pustaka

Bakar, Osman. Tauhid  dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah. 2008

Bakhtiar, Amsal. Filsafat   Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2004

Berten, K. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. 2006

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat, Pengantar Kepada Teori nilai. Jakarta: Bulan

Bintang. 1978

Idi, Abdullah dan Jalaluddin. Filsafat Pendidika:Manusia, Filsafat dan

 Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007

Kartanegara, Mulyadi. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan.

2006.

Mishbah Yazdi, Muhammad Taqi. Buku Daras Filsafat Islam. Bandung: Mizan.

2003.

Mulyana. Filsafat Agama, Diktat Kuliah Filsafat Agama UIN Bandung . Bandung:

Fak Ushuluddin. 2001

Surajiyo. Filsafat   Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat   Ilmu, Sebuah  Pengantar   Populer . Jakarta: PT

Total Grafika Indonesia. 2003