56
Filsafat – Aspek Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu March 29, 2012 · by Rhesi Elmia Ningsih · in Sastra Indonesia Dalam filsafat ilmu terdapat tiga aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu: 1. Aspek Ontologi Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan- landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika. Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan. 1. Aspek Epistemologi Aspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.

Ontologi, Epistemologi, Aksiologi Dalam Keilmuan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xd

Citation preview

Filsafat Aspek Ontologi, Epistemologi, dan AksiologiIlmuMarch 29, 2012 by Rhesi Elmia Ningsih in Sastra Indonesia Dalam filsafat ilmu terdapat tiga aspek yang juga perlu kita pelajari, yaitu:1. Aspek OntologiOntologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika.Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.1. Aspek EpistemologiAspek estimologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut.Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Dan pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor. Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan, kebenaran, dan kepastian. Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.Contohnya, premis mayor : semuaorang akhirnya akan mati.premis minor : Hasan adalah orang1. Aspek AksiologiAspek aksiologi merupakan aspek yang membahas tentang untuk apa ilmu itu digunakan. Menurut Bramel, dalam aspek aksiologi ini ada Moral conduct, estetic expresion, dan sosioprolitical. Setiap ilmu bisa untuk mengatasi suatu masalah sosial golongan ilmu. Namun, salah satu tanggungjawab seorang ilmuan adalah dengan melakukan sosialisasi tentang menemuannya, sehingga tidak ada penyalahgunaan dengan hasil penemuan tersebut. Dan moral adalah hal yang paling susah dipahami ketika sudah mulai banyak orang yang meminta permintaan, moral adalah sebuah tuntutan.Ilmu bukanlah sekadar pengetahuan (knowledge). Ilmu memang berperan tetapi bukan dalam segala hal. Sesuatu dapat dikatakan ilmu apabila objektif, metidis, sistematis, dan universal. Dan knowledge adalah keahlian maupun keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman maupun pemahanan dari suatu objek.Sains merupakan kumpulan hasil observasi yang terdiri dari perkembangan dan pengujian hipotesis, teori, dan model yang berfungsi menjelaskan data-data.PARADIGMA DALAM ILMU SOSIAL DAN HUMANIORAParadigma adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi sumber hukum, metode, dan penerapan ilmu yang menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma kemudian berkembang menjadi sebuah sumber nilai, kerangka berpikir, orientasi dasar, dan sumber asas. Singkatnya, paradigma adalah sesuatu yang dapat dibuktikan oleh panca ibdra manusiaPARADIGMA

Ilmu adalah pengertahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan tersebut. Ilmu biasanya mempelajari tentang aspek kehidupan manusia, hubungan namusia dan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat.Sedangkan Humaniora adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari apa yang diciptakan manusia dan dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan alam. Yang dimaksud dengan pertentangan disini adalah apabila kita mempelajari asal-usul manusia, kita akan mengatakan manusia itu berasal dari Tuhan atau manusia itu ciptaan dari Tuhan saat kita meninjau dari Humaniora, dan kita akan mengatakan manusia itu berasal dari revolusi kera saat kira meninjau dari ilmu pengetahuan alam. Pada dasarnya saat kita mempelajari sesuatu dengan humaniora tidak ada yang mampu menyangkal, karena humaniora dapat mempertanggungjawabkan hasil dari sebuah pernyataannya.Hubungan antara paradigma dan humaniora adalah paradigma merupakan dasar dari humaniora agar tidak melenceng..Humaniora dapat membagi manusia menjadi beberapa tahap, yaitu homo animal, homo erektus, homo safien, homo faber, homo luden, human, human being. Humaniora berfungsi meminimalis probabilitas negatif.Paradigma dan ilmu sosial saling berkaitan, ilmu sosial adalah sebuah kaidah yang mendasari setiap disoplin ilmu. Ilmu selalu bersifat empiris. Dan untuk membuktikan kebenaran sebuah ilmu tersebut dibutuhkan sebuah paradigma sebagai acuan dasar kebenarannya. Ilmu sosial dan humaniora pun juga mempunyai hubungan, yaitu keduanya sebagai kaidah dasar cara bernalar.ILMUWAN DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Asalkan sesuatu itu memenuhi syarat-syarat dan ketentuan orang-orang yang ada di wilayah tersebut, sesuatu itu langsung bisa diterima sebagai kumpulan ilmu pengetahuan. Penciptaan suatu ilmu bersifat individu, sedangkan komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Seorang yang menciptakan sebuah ilmu disebut ilmuwan. Seorang ilmuwan berperan penting dalam kelangsungan kehidupan suatu masyarakat. Dengan demikian, ilmuwan mempunyai tanggungjawab penting dalam dirinya karena setiap makhluk hidup tidak dapat lepas dari sebuah tanggungjawab. Tanggungjawab seorang ilmuwan lebih besar dari pada orang-oramg awam lainnya,karena seorang ilmuwan mempunyai ilmu yang cukup diatas orang awam lainnya. Tanggungjawab seorang ilmuwan ini tidak hanya mampu menelaah ilmu tetapi juga harus ikut bertanggungjawab atas kelangsungan sebuah ilmu tersebut digunakan, sehingga ilmu tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupannya.1. Pengertian ilmuMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ilmu ialah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerapkankan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan tersebut, seperti ilmu hukum, pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Menurut Mohammad Hatta ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan lam suatu hukum sebab-akibat dalam suatu golongan masalah yang sama sifatnya, baik menurut kedudukannya maupun menurut hubungannya. Dapat disimpulkan ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis dengan menggunakan metode-metode tertentu2. Pengertian ilmuwanIlmuan bermakna ahli atau pakar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmuwan bermakna orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu, atau orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan. Dari beberapa pendapat ilmuwan merupakan orang yang melakukan kegiatan atau aktivitas dalam kaitannya bidang keilmuwan. Istilah ilmuan dipakai untuk menyebut aktivitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada di pundaknya.Sikap sosial seorang ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan. Apabila dalam suatu masyarakat terdapat suatu masalah, seorang ilmuwanlah yang mempunyai peran imperatif karena seperti dikatakan diatas, dia mempunyai latar ilmu yang cukup untuk menempatkan masalah tersebut dalam proporsi yang sebenarnya. Namun dalam bidang lain, seorang ilmuwan juga akan dihadapkan dengan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat umum dan kehidupan yang akan datang. Tanggungjawab sosial seorang ilmuwan juga termasuk bagaimana menyelesaikan masalah dalam sebuah masyarakat.3. Ciri IlmuawanSeorang ilmuawan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi, kejujuran, jiwa terbuka, dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus pilihan juga sekaligus junjungan utama.4. Syarat-Syarat yang harus Dipatuhi Seorang IlmuwanSeorang ilmuwan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya:a. Prosedur ilmiahb. Metode ilmiahc. Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formalnya yang ditempuhKejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka profesionalitas keilmuannya.5. Pengertian Tanggung Jawab SosialDalam Bahasa inggris, responsibiliti; dari latin responsum (jawaban konsep tanggung jawab), berdasarkan ide-ide sebagai berikut:a. Kewajiban.Terdapat tindakan-tindakan yang harus dan dapat dijalankan oleh makhluk hrasional.b. Liabilitas atau impulabilitas ( kemungkinan untuk digugat).Kelalaian seseorang terhadap tindakan ini dapat dikenakan hukuman.c. Ketaatan seseorang terhadap tindakan-tindakan ini berkaitan dengan ganjaran (penghargaan, pujian).Aturan Dari ketiga ide di atas didasarkan pada pandangan bahwa. Motif-motif manusia merupaka sebab perilaku; Motif-motif itu dapat dikondisikan (dikontrol, dipengaruhi, dan disesuaikan) oleh hal-hal seperti: ganjaran dan hukuman. Motif- motif ini harus dan layak dikondisikan.Masalah yang kadang terjadi dalam kehidupan dewasa ini adalah demonstrasi yang dimana masyarakat mengekspresikan pendapatnya di depan umum, namun terkadang menimbulkan kerusuhan, atau remaja yang melakukan penyimpangan sosial dengan melakukan kenakalan-kenakalan remaja. Seorang ilmuwan harus mampu mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang berkembang berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat. Seorang ilmuwan harus mampu bekerjasama dengan masyarakat umum yang mana dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut dapat merumuskan jalan keluar yang akan dilakukan.Namun, bagaimana seorang ilmuwan harus bersikap ketika menghadapi sebuah pemikiran yang telah keliru dalam masyarakat? Seorang ilmuwan tidak akan menolak maupun menerima suatu pemikiran begitu saja sebelum dia meneliti dan mencermati pemikiran tersebut sebelumnya. Dan disinilah yang sangat membedakan orang awam dengan seorang ilmuwan. Dia akan berbicara kepada masyarakat saat dia mengetahui sebuah pemikiran yang salah tersebut. Dia akan menjelaskan dimana kesalah pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika menggunakan pemikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar.6. Hubungan Ilmu dengan IlmuwanIlmu dan ilmuwan merupakan satu kesatuan atau sebab akibat, yaitu ilmuwan mencari, menemukan, menerapkan pengetahuannya yang terbentuk dalam sebuah teori atau ilmu. Ilmuwan dan tanggung jawab sosial pemikiran tersebut, menjelaskan konsekuensi apa yang akan diterima jika mengguanakan pikiran tersebut, dan akan menjelaskan pula pemikiran apa yang benar. Ilmuwan bertanggung jawab dalam hal memberikan ramalan-ramalan berdasarkan pengetahuannya mengenai permasalahan-permasalahan yang sedang menggejala maupun yang tersimpan dalam kehidupan masyarakat. Ilmuwan dalam rangka itu bukan saja mengendalikan pengetahuan dan daya isinya, namun juga integritas kepribadiannya dalam suatu kehidupan sosial yang luas dan mendalam.Logika, Etika, dan Estetika1. Pengertian Logika, Etika, dan Estetika1.1 LogikaLogika merupakan cabang filsafat yang berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu,maka logika merupakan jembatan penghubung antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan.Logika adalah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetauan ini menguraikan tentang aturan aturan serta cara cara untuk mencapai kesimpulan.Berdasarkan proses penalaran dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, logika dibedakan atas logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Kesimpulan hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan pernyataan yang telah diajukan. Bagi logika deduktif ada perangkat aturan yang dapat diterapkan ampir ampir secara otomatis, sedangkan bagi logika induktif tidak ada aturan aturan yang demikian itu kecuali hukum hukum probabilitas. Sejarah Perkembangan Logika : Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles (384-322 SM), sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama analitika dan dialektika. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian. Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan demikian, logika menjadi tujuh bagian. Tokoh logika pada zaman Islam adalah Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu bagian baru sehingga menjadi delapan bagian. Petrus Hispanus (meninggal 1277 M) menyusun pelajaran logika berbentuk sajak, seperti All-Akhdari dalam dunia Islam, dan bukunya itu menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Dan kumpulan sajak Petrus Hispanus mengenai logika ini bernama Summulae. Francis Bacon (1561-1626 M) melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat, kemudian perhatian lebih ditujukan kepada penggunaan sistem induksi. Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh lain-lain penulis di antaranya adalah Gottfried Wilhem von Leibniz. Ia menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang terkenal dengan sebutan circle-Euler. John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal-pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi, kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu. Mill sendiri merumuskan metode-metode bagi sistem induksi, terkenal dengan sebutan Four Methods. Logika Formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan Logika-Simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz. Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi. Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venns diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Russell-Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik. Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika cuma dijumpai pada pesantren-pesantren Islam dan perguruan-perguruan Islam dengan mempergunakan buku-buku berbahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika di Indonesia sudah mulai berkembang sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan pada perkembangan teori himpunan.1.2 EtikaDalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.Etika marupakan cabang aksiologi yang pada intinya membicarakan predikat predikat nilai benar dan salah. Sebagai pokok bahasan yang khusus, etika membicarakan sifat sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bajik.Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :- Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalamberprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.- Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yangdapat ditentukan oleh akal.- Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.Etika lebih bersangkutan dengan pembicaraan mengenai prinsip prinsip pembenaran dibandingkan dengan pembicaraan yang bersangkutan dengan keputusan keputusan yang sungguh sungguh telah diambil. Etika tidak memberikan pedoman pedoman terperinci atau ketentuan ketentuan yang tegas serta tetap mengenai bagaimana caranya idup secara bijak.Istilah etika dipakai dalam dua macam arti. Arti pertama dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan perbuatan manusia. Arti kedua merupakan predikat yang dipakai untuk membedakan hal hal, perbuatan perbuatan, atau manusia manusia tertentu dengan hal hal, perbuatan perbuatan, atau manusia manusia yang lain.Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan.1.3 EstetikaEstetika adalah salah satu cabang filsafat. Hakikat keindahan dinamakan estetika. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, meskipun demikian, estetika mempersoalkan pula teori teori mengenai seni, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.2. Peran Logika,Etika, dan Estetika dalam Ilmu2.1 Peran Logika dalam IlmuUntuk menemukan suatu kebenaran kita menggunakan logika yang pada dasarnya terdiri dari angkah- langkah sebagai berikut.1. Perumusan masalah : yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas- batasnya, serta dapat diidentifikasikan faktor- faktor yang terkait di dalamnya.2. Penyusunan kerangka berfikir dalam mengajukan hipotesis : yang merupakan agumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis- premis ilmiah yang telah teruji kebenaannya dengan memperhatikan faktor- faktor empiris yang relefan dengan permasalahannya.3. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan.4. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang relefan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.5. Penarikan kesimpulan yang merupakan penelitian apakah sebuah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.Hipotesis yang diterima dianggar menjadi pengetahuan karena telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni telah teruji kebenarannya.Dapat disimpulkan bahwa ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya telah diuji secara empiris dengan tahapan- tahapan yang menggunakan logika. Ilmu tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolute melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu.2.2 Peran Etika dalam Ilmu1. Dari sudut multikulturalisme, pertanyaan tentang makna perilaku orang lain merupakan salah satu pertanyaan pertama yang harus disampaikan sebagaiman yang telah kita ketahui, ciri utama kepekaan multikultural adalah kesadaran bahwa orang lain melakukan sesuatu yang berbeda ari cara kita sendiri dan cara- cara kelompok kita dalam melakukan segala sesuatu. Anda tidak dapat mengasumsikan bahwa apa yang anda maksud dengan tutur atau isyarat atau praktik itu tidaklah sama dengan yang dimaksudkan orang lain. Akibatnya kaidah utama multikulturalisme adalah sesuatu dihadapkan pada perilaku orang lain. Janganlah memberikan pra anggapan bahwa perilaku itu memiliki maksut yang sama seperti saat anda memperlihatkan perilaku tersebut, hendaknya selalu menanyakan apa maksut perilaku itu/? Dengan pra anggapan bahwa makna ini kemungkinan berbeda dari apa yang tampak sekilas.2. Tindakan manusia merupakan gambaran sipa dirinya karena adanya makna yang diungkapkannya.3. Benarkah bahwa makin cerdas, maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia yang memilki penalaran tinggi lalu makin berbudi? Sebab moral mereka dilandasi analisis yang hakiki ataukah malah sebaliknya, makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta? Manusia sangat berhutang pada ilmu dan teknogi.4. Menurut faham yunani bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan. Bersama itu terlihat sikap etika. Di zaman yunani itu etika dan politik saling berjalan erat. Kebiksanaan politik mengajarkan bagaimana manusia harus mengalahkan Negara. Sebaliknya, ilmu tidak mengubah apa- apa. Nilai dari ilmu terletak pada penerapannya.2.3 Peran Estetika dalam IlmuEstetika merupakan nilai- nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman- pengalaman kita yang berhubunagn dengan seni. Hasil- hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip- prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.Adapun yang mendasari filsafat pendidikan dan estetika pendidikan adalah lebih menitikberatkan kepada Predikat keindahan yang diberikan pada hasil seni dalam dunia pendidikan sebagai mana diungkapkan oleh Rundall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni :1. Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman2. Seni sebagai alat kesenangan3. Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalamanNamun lebih jauh dari itu untuk dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembangan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estesis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarat luas. Ini berarti pendidikan diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni.3. Yang Mempengaruhi Logika, Etika, dan Estetika dalam Ilmu3.1 LogikaSeperti diketahui penalaran merupakan suatu proses yang menghasilkan pengetahuan, yang harus dipertanggungjawabkan, maka penarikan kesimpulan yang valit harus didapat dengan cara tertentu, Dalam berfikir kita memerlukan sebuah penalaran itu yang sejalan dengan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Hal demikianlah kata logika itu ada. Dalam usaha untuk memasarkan fikiran-fikirannya serta pendapat-pendapatnya. Filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menenjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Dengan adanya sebuah pemikiran hingga menghasilkan suatu penarikan kesimpulan yang disebut dengan logika tersebut, harus mempunyai kefaliditasan sebuah argumen yang ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti-bukti yang diberikan ( premis ). Di dalam mengahasilkan suatu kesimpulan terdapat dua cara yakni : penelaran diduktif dan penalaran induktif Penalaran Deduktif merupakan penalaran yang membangun atau mengefaluasi argument deduktif. Argument deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik/ merupakan konsekwensi logis dari premis-premisnya. Argument dinyatakan falid atau tidak falid, bukan benar atau salah. Dinyatakan falid, jika kesimpulannya merupakan konsekwensi logis dari premisnya.Contoh : 1. Setiap mamalia mempunyai sebuah jantung2. Semua kuda adalah mamalia3. Setiap kuda mempunyai sebuah jantung ( kesimpulan). Penalaran induktif merupakan penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umumContoh : 1. Kuda sumba mempunyai sebuah jantung2. Kuda Autralia mempunyai sebuah jantung3. Kuda Amerika mempunyai sebuah jantung4. Kuda Inggris mempunyai sebuah jantung5. Setiap kuda memiliki sebuah jantungBerikut yang mem bedakan penalaran deduktif dan induktifDeduktifInduktif

Jika semua benar, maka kesimpulan pasti benar Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekarang-sekarangnya secara implisit dalam premis Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tidak pasti. Kesimpulan memuat informasi yang tidak ada bahkan secara implicit, dalam premis.

Sebuah logika dipengaruhi dari kenyataan- kenyataan umum yang ada dalam kehidupan kita. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah merupakan koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan fakta- fakta tersebut. Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta- fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu, melainkan menekankan kepada struktur dasar yang menyangga ujud fakta tersebut.3.2 EtikaEtika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan juga mengenai hak dan kewajiban moral. Etika berlaku dalam kehidupan bermasyarakat ada sudah turun- temurun seperti sudah ada suatu ketetapan menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Penetapan dalam etika dipengaruhi oleh kebiasaan yang ada dalam masyarakat. Di mana kebiasaan itu merupakan suatu peristiwa fakta yang sering terjadi dansecara tidak langsung menjadi suatu etika.3.3 EstetikaEstetika mempunyai suatu pengertian keindahan yang mana setiap orang berbeda menyikapinya. Cabang ilmu filsafat ini sangatlah dekat dengan filosofi ini. Estetika ini bisa diwujudkan berupa suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian terhadap keindahan itu sendiri. Jadi yang mempengaruhi estetika bergantung pada individu masing- masing.4 Hubungan Logika, Etika dan Estetika dalam IlmuSebelum kita mengetahui dan mempelajari lebih jauh antara hubungan Logika, Etika dan Estetika dengan ilmu terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian ketiga unsur tersebut , dan beberapa pengertiannya adalah sebagai berikut. Logika :Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap shahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan tersebut dinamakan logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih.Oleh karena itu cukup jelas bahwa logika merupakan pengetahuan tentang kaidah berpikir dengan jalan pikiran yang masuk akal , dan logika merupakan suatu penalaran dimana setelah itu akan muncul suatu metafisis benar atau salah. Etika :Adalah perilaku terhadap kesantunan atau tata krama yang terikat oleh hukum sosial. Sesuatu yang dianggap baik atau buruk didalam etika sangat bergantung pada budaya masing-masing individu atau bisa dikatakan bahwa etika selalu bersikap normatif (sesuai dengan norma yang berlaku). Etika juga menjelaskan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Estetika :Cabang dari filsafat yang membahas dan menelaah tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya dalam kata lain yang indah atau yang jelek. Estetika berhubungan erat dengan proses timbal balik antara subyek dan obyek untuk memperoleh kesenangan. Estetika (keindahan) merupakan proses diakteki yang serasi antara beberapa unsur, yaitu diri kita, manusia lain, lingkungan dan alam. Untuk dapat memperoleh estetika yang dianggap benar ketiga unsur tersebut tidak dapat dilupakan.Dari ketiga definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa logika, etika, dan estetika saling berhubungan erat dalam pembentukan ide yang dituangkan dan dikelola berdasarkan logika . Dalam mempelajari ilmu-ilmu untuk mendapatkan kejelasan dan tidak ada keraguan landasan, logika harus diterapkan untuk dijadikan sebagai pedoman. Jika memang ilmu itu benar maka benar dan jika salah maka kita gunakan ilmu yang benar. Sehingga dalam prosesnya kita dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Yang kedua etika dlam proses mempelajari ilmu unsur etika sangat mendukung sebab etika berhubungan langsung dengan norma dan budaya . Dalam mempelajari ilmu kita harus memperhatikan perilaku kita dan jangan sampai ilmu yang kita miliki merugikan dan bahkan merusak norma dan kebudayaan yang kita miliki. Jika hal tersebut terjadi maka sanksi sosial lah yang akan kita terima. Dan yang terakhir adalah nilai estetika (keindahan). Ilmu akan lebih bermanfaat , jika bisa disebut ilmu itu indah, maksudnya ilmu dapat diterima dari beberapa unsur keindahan diri kita sendiri, manusia lain, dan alam serta lingkungan.A. OntologiCabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab akibat, dan kemungkinan.Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Dan pendekatan ontologi dalam filsafat mencullah beberapa paham, yaitu: (1) Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme; (2) Paham dualisme, dan (3) pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik.Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pascapengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar iimu. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.B. EpistemologiEpistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge). Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti pengetahuan, pengetahuan yang benar, pengetahuan ilrniah, dan logos = teori. Epistemologi dapat didefmisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas) pengetahuan.Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1) Apakah pengetahuan itu ?; 2) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ?; 3) Darimana pengetahuan itu dapat diperoleh ?; 4) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinitai ?; 5) Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan puma pengalaman) ?; 6) Apa perbedaan di antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan, gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induk-tif Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikurnpuikan se,belumnya Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilnuah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.C. AksiologiAksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah teori tentang nilai (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S. Suriasumantri, 2000: 105). Menurut Bramel dalam Amsal Bakhtiar (2004: 163) aksiologi terbagi dalam tiga bagian: Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika; Keduei,- esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu: 1) Nilai, sebagai suatu kata benda abstrak; 2) Nilai sebagai kata benda konkret; 3) Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai.Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya melahirkan sebuah polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai.Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi raja: Jika hitam katakan hitam, jika ternyata putih katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada kebenaratt yang nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan hams manrpu ntenilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36).Sikap inilah yang mengendalikan kekuasaan ilmu ilmu yang besar. Sebuah keniscayaan, bahwa seorang ilmuwan harus mempunyai landasan moral yang kuat. Jika ilmuan tidak dilandasi oleh landasan moral, maka peristiwa terjadilah kembali yang dipertontonkan secara spektakuler yang mengakibatkan terciptanya Momok kemanusiaan yang dilakukan oleh Frankenstein (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36). Nilai-nilai yang juga harus melekat pada ilmuan, sebagaimana juga dicirikan sebagai manusia modern: (1) Nilai teori: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai teori dicirikan oleh cara berpikir rasional, orientasinya pada ilmu dan teknologi, serta terbuka terhadap ide-ide dan pengalaman baru. (2) Nilai sosial : dalam kaitannya dengan nilai sosial, manusia modem dicirikan oleh sikap individualistik, menghargai profesionalisasi, menghargai prestasi, bersikap positif terhadap keluarga kecil, dan menghargai hak-hak asasi perempuan; (3) nilai ekonomi : dalam kaitannya dengan nilai ekonomi, manusia modem dicirikan oleh tingkat produktivitas yang tinggi, efisien menghargai waktu, terorganisasikan dalam kehidupannya, dan penuh perhitungan; (4) Nilai pengambilan keputusan: manusia modern dalam kaitannya dengan nilai ini dicirikan oleh sikap demokratis dalam kehidupannya bermasyarakat, dan keputusan yang diambil berdasarkan pada pertimbangan pribadi; (5) Nilai agama: dalam hubungannya dengan nilai agama, manusia modem dicirikan oleh sikapnya yang tidak fatalistik, analitis sebagai lawan dari legalitas, penalaran sebagai lawan dari sikap mistis (Suriasumantri, 1986, Semiawan,C 1993).2.3 Pengertian Epistemologi, Aksiologi, dan Ontologi A. OntologiMenurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentu jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.Term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wollf membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khhusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang iwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secra khusus membicarakan tuhan.B. EpistemologiEpistemologi secara etimologis berasal dari dua suku kata, yakni: epistem (Yunani) yang berarti pengetahuan atau ilmu (pengetahuan) dan logos yang berarti disiplin atau teori. Dalam KamusWebst er disebutkan bahwa epistemologi merupakan Teori ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas ilmu pengetahuan.Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan kesalihan pengetahuan. Persoalan dalam epistemologi adalah bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu? Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh? Dan bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Kumpulan data tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya proses dan prosedur yang memiliki standar ilmiah.C. AksiologiIlmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bias terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia? Untuk lebih mengenal apa yang dimaksud dengan aksiologi, akan diuraikan beberapa definisi tentang aksiologi, diantaranya:1. Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat didalalam bukunya Jujun S. Suriasumantri Filsafat Ilmu Sbuah Pengantr Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.3. Menurut Bramel, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct, yaitu tidakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua, esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, sosio-political life ,yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan sosio-politik.4. Dalam Enyclopedia of philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.a. Nilai, digunakan sebagai katabenda abstrak.b. Nilai sebagai katabenda konkret.c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai, dan dinilai.Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.2.3 Hubungan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Terhadap Kajian PAUDOntologiOntologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?Hubungan ontologi terhadap kajian PAUD antara lain adalah bagaimana wujud hakikat PAUD? Objek apa yang ditelaah PAUD?1. Hakikat PAUDPAUD adalah ilmu multi dan interdisipliner, artinya tersusun oleh banyak disiplin ilmu yang saling terkait. Ilmu Psikologi perkembangan, ilmu Pendidikan, ilmu Bahasa, ilmu Seni, ilmu Gizi, ilmu Biologi perkembangan anak, dan ilmu-ilmu terkait lainnya saling erintegrasi untuk membahas setiap persoalan PAUD. Untuk mengembangkan kemampan intelektual anak, diperlukan berbagai kegiatan yang dilandasi dengan ilmu psikologi, ilmu pendidikan, ilmu matematika untuk anak, sains untuk anak, dan seterusnya. Beberapa komponen yang terkait dengan PAUD adalah sebagai berikut:a. Kurikulum PAUDKurikulum PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai kultur, budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian, watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menenamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa.

b. PembelajaranPAUDPembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi(1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial- emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.

2. Objek telaah PAUDUsia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (golden age). Oleh karena itu, kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar anak. Rasa ingin tahu pada usia ini berada pada posisi puncak. Tidak ada usia sesudahnya yang menyimpan rasa ingin tahu anak melebihi usia dini, khususnya usia 3-4 tahun dan 4-6 tahun. Objek belajar anak usia dini bukan terfokus pada mengejar prestasi, seperti kemampuan membaca, menulis, berhitung dan penguasaan pengetahuan yang bersifat akademis. Namun objek belajarnya lebih diarahkan pada mengembangkan pribadi, seperti sikap dan minat belajar serta berbagai potensi dan kemampuan dasar anak. Orientasi anak lebih baik mengarah pada pengembangan sikap mental yang positif. Anak yang mampu mengembangkan sikap mental positif akan mengembangkan rasa ingin tahu yang tinggi, semangat belajar yang menyala, gemar membaca, mampu mengembangkan kreativitas diri dan memiliki dorongan yang kuat untuk terus mengembangka diri. Hal itu merupakan prestasi yang luar biasa bagi anak disbanding prestasi akademik yang saat ini dicapai.EpistemologiEpistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja?Hubungan epistemologi terhadap kajian PAUD diantaranya yaitu bagaimana proses atau prosedur PAUD tersebut? Apa saja kriteria PAUD itu?Bagaimana anak belajar? 1. Belajar visualAnak belajar melalui pengamatan, artinya anak belajar menggunakan media gambar seperti foto, lukisan, dan bemda-benda lain. Dari gambar-gambar atau foto-foto tersebut anak mengamati, sehingga anak menyerap informasi dan memperoleh sesuatu yang bernilai pembelajaran. Anak- anak yang belajar dengan tipe ini disebut belajar visual. Mereka menyerap informasi melalui mengamati objek-objek gambar, foto, dengan cara melihat.2. Belajar auditoriDiantara anak-anak usia dini ada yang belajar dengan cara auditori, artinya mereka belajar melalui mendengarkan informasi yang diterima berupa suara, seperti komunikasi lisan, bercakap-cakap, cerita, dongeng, dan tanya jawab. Dan biasanya anak suka mendengarkan apa yang disampaikan.3. Belajar kinestetikAnak yang belajar bertipe kinestetik biasanya mereka menyerap informasi sebagai proses belajar adalah melelui sentuhan. Anak senang menyentuh dan meraba seperti membalik-balik, membongkar dan memasang benda-benda yang menjadi objek belajar mereka. Sentuhan itu sebagai bentuk eksplorasinya (rasa memenuhi ingin tahunya) terhadap benda yang menjadi objek belajarnya.

Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini1. Berorientasi pada kebutuhan anak2. Kegiatan belajar dilakukan melalui bermain3. Merangsang munculnya kreativitas dan inovatif4. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar5. Mengembangkan kecakapan hidup anak6. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada dilingkungan sekitar7. Dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada prinsip perkembangan anak8. Rangsangan pendidikan mencakup semua aspek perkembanganKarakteristik anak usia dini1. Usia 0-1 tahunPada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai karakteristik anak bayi antara lain:a. Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalanb. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indera seperti melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulutc. Mempelajari komunikasi social2. Usia 2-3 tahunBeberapa karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain:a. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnyab. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasac. Anak mulai belajar mengembangkan emosi3. Usia 4-6 tahunAnak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain:a. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatanb. Perkembangan bahasa juga semakin baikc. Perkembangan kognitif (daya pikir) sanagt pesat, ditunjukkan dengan rassa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitard. Bentuk permainan anak masih bersifat individuAksiologiAksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan norma-norma moral/profesional?Masa kanak-kanak merupakan masa emas bagi pembentukan moral. Pada masa ini, jika suatu landasan moral yang baik telah berhasil ditanamkan, landasan moral tersebut selanjutnya akan menjadi penuntun individu dalam bertingkah laku seumur hidupnya. Pengembangan nilai moral dan budi pekerti pada anak menjadi sangat penting khususnya implikasinya bagi pendidikan guna menciptakan generasi penerus bangsa yang tidak hanya maju secara intelektual namun juga kokoh dalam nilai moral dan kepribadian yang berbudi pekerti.Usia dibawah lima tahun adalah usia yang paling kritis/paling menentukan dalam pembentukan karakter dan juga kepribadian seseorang. Kalau seseorang sudah terlanjur menjadi pencuri atau penjahat, maka pendidikan universitas bagi orang tersebut bisa dikatakan tidak berarti apa-apa. Sebagaimana halnya sebatang pohon bambu, setelah tua susah dibengkokkan. Mendidik anak usia dini ibarat membentuk ukiran dibatu yang tidak akan mudah hilang bahkan akan membekas selamanya. Artinya pendidikan anak usia dini akan membekas hingga anak dewasa. Pendidikan anak usia dini ini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Keberhasilan pendidikan usia dini adalah peletak dasar bagi pendidikan anak selanjutnya.Perkembangan nilai moral merupakan interaksi antara perkembangan psikis dan intelektual dengan pengalaman-pengalaman pada realitas keluarga, lingkungan dan masyarakat. Kemampuan berfikir dan bersikap akan menstimulus anak pada kemampuan menilai baik dan buruk serta salah dan benar terhadap suatu tatanan sosial. Perkembangan moral pada anak memiliki perbedaan tersendiri pada tiap individu berkait dengan kemampuan fisik, psikis dan kognitifnya serta keberadaan lingkungan di mana remaja tumbuh. Seorang anak yang berkembang pada lingkungan kondusif (lingkungan santri, terdidik, daerah aman, strata sosial baik) serta kemampuan fisik, psikis, dan kognitif yang baik akan memiliki standar nilai moral yang cukup tinggi, sebaliknya anak yang tumbuh pada lingkungan yang kurang kondusif (daerah kriminal, lokalisasi, daerah perjudian, lingkungan kumuh, dan lain-lain) serta aspek fisik, psikis dan intelektual rendah juga akan memiliki standar nilai moral yang rendah pula.Hal yang perlu dipahami bahwa perkembangan nilai moral akan selalu terkait erat dengan budi pekerti. Karena nilai-nilai yang terkandung dalam pesan moral adalah pembentuk budi pekerti secara keseluruhan.Tolok ukur keberhasilan penanaman moral. Keberhasilan dalam mendidik moral anak adalah ketika anak melakukan tindakan moral atas inisiatifnya sendiri dan tanpa pengawasan.

Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi sebagai Landasan PenelaahanIlmuLeave a comment January 20, 2013 by zainabzilullahOleh Wa Ode Zainab Zilullah ToresanoI. PendahuluanDalam perjalanan sejarah manusia, pemikiran filosofis senantiasa berkembang. Hal itu dikarenakan pemikiran merupakan hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia, bahkan merupakan ciri khas manusia. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari anugerah akal yang dimiliki oleh manusia. Pemikiran filosofis meniscayakan kelahiran filsafat sebagai induk dari semua ilmu. Di antara corak pemikiran manusia adalah pengetahuan tentang wujud, awal bermulanya hingga akhirnya. Oleh karena itu, buah pemikiran dari manusia melahirkan berbagai macam aliran dalam filsafat yakni, aliran empirisme, rasionalisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, positivisme, vitalisme, strukturalisme, post-strukturalisme dan lain-lain.Selain itu, permasalahan yang menjadi objek kajian (pembahasan) dalam filsafat mengalami perkembangan yang signifikan. Filsafat tidak hanya berhenti pada permasalahan wujud, tetapi juga merambah pada pembahasan berkenaan dengan ilmu. Selain itu, filsafat juga menyentuh tataran praktis, terutama berkaitan dengan moral. Perkembangan tersebut merupakan implikasi logis dari perkembangan pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut tidak lain merupakan upaya untuk menemukan kebenaran.Pencarian terhadap kebenaran seiring dengan tujuan dari filsafat itu sendiri, yakni untuk mencari kebenaran yang hakiki. Dengan kata lain, mengetahui segala sesuatu yang ada sebagaimana adanya (problem ontologis). Kemudian, timbul pertanyaan setelah mencari Apa itu kebenaran? yaitu Bagaimana kita bisa mendapatkan pengetahuan yang hakiki itu atau sesuatu yang ada sebagaimana adanya (kebenaran)? Persoalan ini merupakan problem epistemologis. Selanjutnya, setelah kita mengetahui kebenran dan cara untuk mendapatkannya, muncul pertanyaan untuk apa pengetahuan tersebut. Dengan kata lain, pemikiran selanjutnya berkaitan dengan pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan pada tataran praktis. Ini disebut dengan problem aksiologis, artinya apakah ilmu pengetahuan yang didapat itu bisa diterapkan untuk kemaslahatan umat atau justru sebaliknya, terutama kaitannya dengan moralitas. Singkatnya, wilayah ontologi bertanya tentang apa wilayah epistemologi bertanya tentang bagaimana sedangkan, wilayah aksiologi bertanya tentang untuk apa.Tiga problem filosofis inilah ontologi, epistemologi dan aksiologi yang hingga kini masih menimbulkan perdebatan. Hal itu dikarenakan masing-masing aliran filsafat memiliki sudut pandang tersendiri berkaitan dengan ketiga hal tersebut. Oleh karena itu, pembahasan mengenai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi topic penting pembahasan penting dalam dunia Filsafat. Hal inilah yang menjadi alasan bagi penulis untuk mengetengahkan pembahasan tersebut dalam makalah ini.II. PembahasanFilsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam atau ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, di mana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai tiga landasan ini. Di bawah ini penulis akan memaparkan sekilas pembahasan mengenai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. A. OntologiSecara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos yang berarti ada dan logos yang berarti ilmu. Sedangkan secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang ada (The theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud, terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai induk semua ilmu karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat wujud.Mulla Shadra berpendapat Tuhan sebagai wujud murni. Hal ini dibenarkan oleh Suhrawardi bahwa alam merupakan emanasi. Alam merupakan manifestasi (tajalli). Sedang Plato berpendapat bahwa cunia yang sebenarnya adalah dunia ide. Dunia ide adalah sebuah dunia atau pikiran univewrsal (the universal mind). Aristoteles tidak menyangsikan pendapat gurunya (Plato), hanya saja dia lebih percaya bahwa yang kita lihat adalah riil. Sedangkan Thales beranggapan bahwa sumber dari segala sesuatu adalah air. Kita tidak tahu pasti apa yang dimaksudkannya dengan itu, dia mungkin percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air dan seluruh kehidupan kembali ke air lagi ketika sudah berakhir.Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika, matematika dan Metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah, matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada kalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu benda yaitu metafisika.Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtanial wujud) yaitu wujud yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin (mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat, baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari filsafat yang membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah realitas yang tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik realita itu; apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur (dualisme) atau serba banyak (pluralisme). Di bawah ini adalah berbagai macam pandangan tentang ontologi. a. MonismePaham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan idealisme.Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah materi. Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri sendiri bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan naturalisme artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan yang di luar alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para filosof pra-sokratik seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan lainnya. Thales misalnya beranggapan bahwa unsur dari semua makhluk hidup adalah air. Sedangkan Anaximandros beranggapan bahwa alam semesta ini berasal dari apeiron artinya yang tak terbatas yaitu yang bersifat ilahi, abadi, tak terubahkan dan meliputi segalanya. Anaximenes beranggapan lain, bahwa prinsip yang merupakan asal usul segala sesuatu adalah udara. Dan Democritos menganggap bahwa alam ini tersusun dari atom-atom yang tak terhingga jumlahnya.Sedangkan sebagai lawan dari materialisme yaitu idealisme yang berarti juga spiritualisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.Perintis dari aliran ini adalah Plato yang selanjtunya akan dikembangkan oleh George Barkeley, kemudian oleh Kant, Fichte, Hegel hingga Schelling. Menurut Plato realitas seluruhnya seakan-akan terdiri dari dua dunia. Satu dunia mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada panca indera. Pada taraf ini diakui bahwa semuanya tetap berada dalam perubahan. Bunga yang kini bagus, keesokan harinya sudah layu. Lagi pula dunia inderawi ditandai oleh pluralitas. Selain bunga tadi, masih ada banyak hal yang bagus juga. Harus diakui juga bahwa di sini tidak ada sesuatu pun yang sempurna. Di samping dunia inderawi itu terdapat satu dunia lain, suatu dunia ideal atau dunia yang terdiri atas ide-ide. Dalam dunia ideal ini sama sekali tidak ada perubahan. Semua ide bersifat abadi dan tak terubahkan. Dalam dunia ideal tidak ada banyak hal yang bagus, hanya ada satu ide yang bagus. Demikian halnya dengan ide-ide yang lain. Dan setiap ide-ide bersifat sama sekali sempurna. Oleh sebab itu, menurut Plato yang benar-benar real itu hanyalah idea atau dunia ide sedangkan yang materi merupakan pengejawantahan dari ide.Dalam dialog Politeia yang sangat masyhur Plato bercerita mitos tentang gua. Ia menggambarkan kehidupan di dunia ini ibarat tahanan dalam gua yang hanya mempunyai pengalaman di dalam gua saja. Sebaliknya mereka tidak mengetahui realitas di luar gua yang nyata adanya. Baru ketika mereka keluar dari gua mereka baru percaya bahwa ada realitas selain pengalaman yang mereka lihat selama di dalam gua. Artinya gua itu adalah dunia yang disajikan kepada panca indera kita. Kita menerima semua pengalaman secara spontan begitu saja. Padahal sebenarnya pengalaman inderawi itu tak lebih dari sekedar bayang-bayang semata. b. DualismeAliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua hakikat ini adalah dalam diri manusia.Tokoh paham ini adalah Rene Descartes. Sebagai pendobrak filsafat modern Descartes mempunyai concern yang jauh lebih rumit. Ia tidak lagi melihat alam yang secara terus-menerus dijadikan objek kajian dalam ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi ia melihat relasi antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui. Dengan demikian ia memosisikan manusia tidak hanya sebagai subjek saja tetapi sekaligus sebagai objek. Pertanyaannya adalah apakah pengetahuan yang kita miliki itu karena memang ada realitas di luar sana atau justru karena faktor keberadaan manusia sebagai subjek yang berpikir. Diktum Descartes Cogito Ergo Sum aku berpikir maka aku ada jelas sekali memosisikan manusia sebagai subjek berpikir yang bebas. Karena saya berpikir maka saya menjadi ada demikian realitas yang lain menjadi ada pula. Manusia merupakan subjek yang sadar akan keberadaan dirinya. Paham inilah yang kemudian menjadi cikal bakal aliran eksistensialisme. c. PluralismePaham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James seorang filosof dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa dunia ini terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.d. NihilismeNihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternative yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima nihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. e. AgnostisismePaham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari bahasa Yunani yaitu agnostos yang berarti unknown. A artinya not dan no artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat transcendent. Beberapa tokoh aliran ini misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger, Sartre, dan Jasper.Masalah ontologi ini semakin lama semakin berkembang tidak hanya di dunia filsafat Barat tetapi juga di dunia filsafat Islam. Misalnya dalam Islam kita kenal ada aliran Isyraqi dengan tokohnya Suhrawardi dan Hikmah Mutaalliyah oleh Mulla Sadra. Suhrawardi misalnya mendiskripsikan realitas ini bagaikan cahaya yang mempunyai gradasi dari sumber cahaya itu sendiri yang paling terang hingga yang paling lemah. Sumber cahaya itu adalah Tuhan dan cahaya yang semakin meredup itu bagaikan ciptaan-Nya yang bermacam-macam dari yang paling sempurna hingga yang paling rendah. Sedangkan Mulla Sadra terkenal dengan pandangan Asalat al-Wujud dan Wahdat al-Wujud. Sadra beranggapan bahwa yang primer itu adalah wujud. Tanpa wujud segala sesuatu tidak akan pernah ada. Dan wujud dari semua hal adalah sama. Oleh sebab itu ia meyakini kesatuan wujud (Wahdat al-Wujud). Sedangkan yang membuat sesuatu itu berbeda dengan yang lain adalah karena aksidennya seperti warna dan lainnya.Masalah ontologis memang menjadi perhatian yang paling serius dalam filsafat ilmu. Sebab ia bertanggungjawab atas kebenaran dari suatu ilmu itu. Oleh sebab itu, ia tidak berbicara tentang apa yang tampak tapi apa yang nyata. Sebab penampakan itu belum tentu sesuai dengan kenyataannya.. Wilayah ontologi bukan berbicara pada tataran penampakan tapi kenyataan. Mampu mengetahui kenyataan yang hakiki itulah sebagai ilmu pengetahuan yang valid. Jadi, pembahasan wujud dalam ontologi merupakan realitas mutlak dan lawan dari ketiadaan. Wujud dalam hal ini mencakup segala hal, mulai dari Dzat Ilahi, realitas-realitas abstrak dan material, baik substansi maupun aksiden dan baik esensi maupun keadaan.B. EpistemologiJika kita berbicara tentang ilmu pengetahuan, apakah anda pernah memikirkan apa itu pengetahuan? Pastinya anda menganggap bahwa saya orang yang aneh. Kalau saya bertanya, apakah kita tahu? Pastinya kita semua tahu. Tentang nama kita sendiri, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, Manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan bahwa 2+2 = 4. Sebuah lompatan drastis yang dilakukan Socrates pada zamannya, dan mungkin sampai sekarang ini masih, dengan pernyataannya apa yang saya ketahui adalah apa yang tidak saya ketahui bagaimana akal kita bisa menerima pernyataan yang kontradiksi ini?Akar permasalahan adalah pengetahuan yang rupanya menuntutut sejenis kepastian tertentu yang tidak dimiliki oleh kepercayaan yang biasa. Tetapi sekali saja anda bertanya, apa yang akan membenarkan kepastian ini, anda mulai merasakan sangatlah sulit menemukan jawabannya.Mudah mengetahui mengapa begitu banyak pemikir memperdebatkan pengetahuan yang menuntut adanya sebuah kepastian. Mengetahui bisa kita sebut dengan kata yang sukses. Demikian dengan kata belajar. Untuk mengetahui seseorang telah mempelajari sesuatu, sama denga mengatakan mereka telah mempelajari sesuatu dengan sukses dan kini telah menyerap apa saja yang telah mereka pelajari. (mengatakan mereka sedang belajar jelas tidak menunjukkan bahwa mereka telah menguasai secara sempurna, hanya sedang mengejar kesempurnaan itu. Misal; anda sedang mempelajari aritmatika, apakah bisa dikatakan anda menguasai aritmatika?). kita bisa mengatakan bahwa seseorang telah sukses dengan apa yang telah mereka pelajari apabila mereka dapat menyatakan kembali apa yang telah mereka peroleh di masa lalu.Epistemologi merupakan tahapan berikutnya setelah pembahasan ontologi dalam filsafat. Istilah epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F. Feriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu epistemologi dan ontologi (metafisika umum). Kalau dalam metafisika pertanyaannya adalah apa yang ada itu? Maka pertanyaan dasar dalam epistemologi adalah apa yang dapat saya ketahui?Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.Dengan kata lain, epistemologi adalah bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan ukuran kebenarannya. Isu-isu yang akan muncul berkaitan dengan masalah epistemologi adalah bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh? Jika keberadaan itu mempunyai gradasi (tingkatan), mulai dari yang metafisik hingga fisik maka dengan menggunakan apakah kita bisa mengetahuinya? Apakah dengan menggunakan indera sebagaimana kaum empiris, akal sebagaimana kaum rasionalis atau bahkan dengan menggunakan intuisi sebagaimana urafa (para sufi)? Oleh sebab itu yang perlu dibahas berkaitan dengan masalah ini adalah tentang teori pengetahuan dan metode ilmiah serta tema-tema yang berkaitan dengan masalah epistemologi.Berbicara tentang asal-usul pengetahuan maka ilmu pengetahuan ada yang berasal dari manusia dan dari luar manusia. Pengetahuan yang berasal dari manusia meliputi pengetahuan indera, ilmu (akal) dan filsafat. Sedangkan pengetahuan yang berasal dari luar manusia (berasal dari Tuhan) adalah wahyu. Pembahasan epistemologi meliputi sumber-sumber atau teori pengetahuan, kebenaran pengetahuan, batasan dan kemungkinan pengetahuan, serta klasifikasi ilmu pengetahuan. 1. Sumber-Sumber PengetahuanSalah satu pokok pembahasan epistemologi adalah mengenai sumber-sumber pengetahuan. Dengan fakultas apa manusia mencapai pengetahuan? Bagaimanakah nilai pengetahuan yang diperoleh manusia? Sampai batasan mana manusia memeroleh pengetahuan? Pertanyaan-pertanyaan ini terkait erat dengan sumber-sumber pengetahuan.Apa saja sumber-sumber pengetahuan? Murtadha Muththahari mengatakan bahwa sumber pengetahuan tidak hanya rasio dan hati, melainkan alam dan sejarah. Sedangkan M. Taqi Mishbah Yazdi lebih menekankan fakultas indriawi dan akal sebagai sumber pengetahuan. Adapun fakultas hati, dalam mencapai pengetahuan, merupakan ranah irfan bukan filsafat. Agaknya karena alasan inilah bahwa fakultas hati (qalb, fuad) merupakan pembahasan irfan bukan filsafat, kita bisa memahami pandangan Yazdi yang tidak begitu menekankan daya hati dalam epistemologiyang merupakan cabang filsafat. Ada juga yang menganggap bahwa sumber pengetahuan yang hakiki (primer) adalah wahyu sedangkan daya-daya lain lebih sebagai sumber sekunder.Setidaknya ada tiga sumber pengetahuan yaitu 1) akal; 2) indriawi; dan 3) hati (intusi, qalb, fuad). Adapun wahyu, dalam hal ini wahyu yang dikodifikasikan dalam bentuk teks (kitab suci), tidak dimasukkan sebagai sumber pengetahuan. Karena kitab suci merupakan teks, yang akan berbicara ketika seseorang membacanya, maka pemahaman seseorang atas teks-teks suci tersebut yang dimasukkan sebagai sumber pengetahuan (Suteja, 2006).Begitu juga dengan sejarah maupun alam. Sebab alam untuk menyampaikan pengetahuan membutuhkan penafsiran dari sang pengamat, walaupun struktur pengetahuan tersebut tidak memisahkan antara sang penahu dengan yang diketahui, tetap saja ia meniscayakan kemampuan manusia untuk menangkap pengetahuan tersebut. Alam sebagai alam luaran ditangkap dengan fakultas indriawi, jadi, pemahaman fakultas indriawi yang dimasukkan sebagai sumber pengetahuan atau pemahaman atasnyalah yang dimasukkan sebagai sumber pengetahuan. a. InderaSalah satu sumber ilmu pengetahuan adalah indera. Manusia bisa mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan indera yang dimilkinya. Dengan mata manusia bisa melihat, dengan hidung kita bisa mencium, dengan kulit kita bisa meraba, dengan telinga kita bisa mendengar dan dengan lidah kita bisa merasakan. Jadi, yang bisa ditangkap oleh indera adalah benda-benda yang sifatnya fisik. Di luar fisik indera tidak mampu menangkapnya atau mengetahuinya.Aliran dalam filsafat yang mengatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui indera disebut dengan empirisme. Aliran ini berpendapat, bahwa empirisme atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman batiniah maupun lahiriah. Akal bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi. Para Filosof empirisme antara lain John Locke, David Hume dan William James. David Hume termasuk dalam empirisme radikal menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada sensasi-sensasi (rangsang indera). Pengalaman merupakan ukuran terakhir dari kenyataan. Wiliam James mengatakan bahwa pernyataan tentang fakta adalah hubungan di antara benda, sama banyaknya dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara langsung dengan indera.John Locke dengan teori tabula rasanya mengatakan bahwa manusia itu ketika lahir bagaikan kertas putih tanpa goresan apa pun artinya ia sama sekali belum memiliki pengetahuan. Baru kemudian ia mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan panca inderanya untuk mengenali objek-objek yang ada di sekelilingnya. Begitu seterusnya hingga semua pengalaman dalam hidupnya tersimpan dalam memori pikirannya. Metode ilmiah yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan empiris ini adalah eksperimentasi atau kalau di dalam Islam kita kenal metode tajribi. b. AkalAkal menjadi sumber ilmu pengetahuan selanjutnya setelah indera. Akal semakin diperhitungkan sebagai sumber pengetahuan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh indera yang hanya sebatas pada benda-benda fisik saja. Padahal di luar fisik masih terhampar luas samudera pengetahuan. Selain itu juga pengetahuan inderawi cenderung menempatkan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui sama-sama hadir artinya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Jika demikian sungguh manusia akan mengalami kerepotan. Misalnya jika kita tidak mengenal pengetahuan matematissebagai salah satu produk ilmu akalseseorang akan kesulitan dalam melakukan perhitungan. Tidak mungkin kita menghadirkan benda-benda dalam jumlah yang banyak karena hal itu akan menyulitkan. Maka cukuplah dengan menggantinya dengan konsep-konsep angka dalam matematika.Akal dengan kemampuannya bisa membedakan antara mana yang salah dan mana yang benar. Selain itu juga akal bekerja dengan menggunakan hukum-hukum logika yang diakui kebenarannya. Akal dengan tegasnya bisa menunjukkan kelemahan empiris sebagai sumber kebenaran. Misalnya ketika sebatang kayu dicelupkan ke dalam air, kayu tersebut oleh indera akan tampak membengkok. Tapi apakah benar kayu tersebut mengalami pembengkokan setelah dicelupkan ke dalam air. Secara rasional tentu saja tidak mungkin melihat karakter kayu itu bukan benda yang mudah bengkok apalagi hanya dicelupkan ke dalam air. Di sinilah akal diakui sebagai sumber kebenaran. Dan tentu saja banyak bukti yang lain. Faham filosofis yang yang menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan disebut rasionalisme.Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran dari pada dirinya sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang pasti. Metode yang diterapakan adalah deduktif. Teladan yang dikemukakan adalah ilmu pasti. Di antara para filosof rasionalis adalah Rene Descartes, B. Spinoza, dan Leibniz. Rasionalisme memakai prinsip koherensi dalam pembenarannya. Jadi apa yang benar adalah apa yang koheren dengan akal. Metode ilmiah yang dipakai adalah metode burhani.Descartes merupakan filosof pendobrak dalam tradisi kefilsafatan Barat. Ia dianggap sebagai bapak filosof modern. Gagasannya yang paling monumental adalah Cogito Ergo Sum aku berpikir maka aku ada. Sejak itulah akal benar-benar mendapatkan tempat yang agung sebagai sumber pengetahuan. Manusia mempunyai posisi yang sangat dominan sebagai subjek yang berpikir karena ia mempunayi akal. Ia adalah subjek yang sadar akan keberadaan dirinya sendiri dan keberadaan dunia di sekitarnya.Berawal dari kesangsian dirinya akan segala hal, ia berusaha membangun landasan filososif tentang kebenaran yang tak kuat. Ia berpikir bahwa segala sesuatu bisa kita sanksikan. Bahkan keberadaan dirinya sendiri ia meragukannya. Tapi ada satu hal yang tidak mungkin bisa ia sanksikan bahwa ia dalam keadaan sanksi itu sendiri. Semakin ia sanksi semakin ia yakin akan kebenaran kesanksian atas dirinya dan semakin pula ia yakin akan keberadaan dirinya. Dari sinilah kemudian Descartes baru mengakui akan keberadaan yang lain. Namun bagaimana jika manusia itu berhenti berpikir, ketika dalam keadaan tidur misalnya? Descartes mengatakan bahwa masih ada Tuhan yang selalu hidup, yang tidak pernah berhenti dari semua aktivitasnya.c. IntuisiJika indera dan akal mampu digunakan untuk memperoleh pengetahuan maka demikian halnya dengan intuisi. Bahkan pengetahuan yang berasal dari intuisi inilah yang diakui kebenarannya. Sebab indera dan akal hanya mampu mendiskripsikan, melukiskan dan menganalisa sedangkan intuisi bisa menghadirkan pengetahuan secara langsung ke dalam diri seseorang. Maka pengetahuan inderawi dan akal bisa disebut sebagai pengetahuan ushuli artinya pengetahuan perolehan yang didapat melalui perantara. Sedangkan pengetahuan intuisi merupakan pengetahuan hudluri karena objek dari ilmu itu sendiri hadir ke dalam diri subjek yang mengetahui tanpa sebuah perantara apapun. Sehingga pengetahuan hushuli cenderung rentan terhadap kesalahan. Misalnya saja ketika ada yang tidak benar dengan indera maupun akal kita. Sebaliknya pengetahuan intuisi tidak diragukan lagi kebenarannya.Pengetahuan intuisi itu sifatnya penyingkapan atas sebuah realita. Jadi seorang subjek benar-benar merasakan secara langsung apa yang ia alami. Tidak ada pengenalan secara langsung terhadap sebuah realita selain melalui intuisi. Di sinilah letak kevalidan pengetahuan intuisi berbeda dengan pengetahuan inderawi dan akal yang hanya memperlihatkan penampakannya saja.Di antara para filosof intusionismesebuah aliran yang menjadikan intuisi sebagai sumber pengetahuannyaadalah Henry Bergson seorang filosof Perancis. Pengetahuan intuisi ini juga sangat familiar di kalangan para mazhab irfani (kaum sufi). Metode yang dipakai kita kenal dengan metode irfani.d. WahyuSatu-satunya sumber pengetahuan yang tidak bisa diusahakan oleh manusia adalah wahyu. Artinya ia benar-benar bersumber dan pemberian dari Tuhan. Sehingga kebenarannya tidak perlu disanksikan lagi. Biasanya pengetahuan ini disampaikan melalui orang-orang pilihan dan utusan Tuhan dalam bentuk kitab suci.Dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan dan menjadi salah satu pilar keyakinan beragama. Orang yang beragama harus meyakini kebenaran semua isi kandungan kitab suci. Di dalam kitab suci biasanya terkandung cerita-cerita masa lalu. Berita tentang surga, neraka, pahala dan dosa. Tentu saja yang tak kalah pentingnya adalah kebenaran akan keberadaan Tuhan pencipta alam. Dan masih banyak berita-berita yang lainnya. Wahyu merupakan sumber pengetahuan yang kaya. Metode yang dipakai adalah metode bayani. 2. Kebenaran PengetahuanSebelum membahas tentang teori kebenaran terlebih dahulu penting kiranya untuk mendefinisikan apa arti kebenaran itu sendiri. Kebenaran menjadi isu sentral dalam ilmu pengetahuan karena tujuan dari ilmu pengetahuan adalah untuk mencari kebenaran.Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadaminta ditemukan arti kebenaran, yakni keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya). Menurut William James yang dikutip oleh Titus dkk (1984: 344), kebenaran (truth) adalah yang menjadikan berhasil cara kita berpikir dan kebenaran adalah yang menjadikan kita berhasil cara kita bertindak. Sedangkan menurut Louis Kattsoff (1992: 178) kebenaran menunjukkan bahwa makna sebuah pernyataan artinya, proposisinya sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan merupakan halnya, maka kita mengatakan bahwa proposisi itu sesat. Selanjutnya berkaitan dengan teori kebenaran ada beberapa macam.a. Teori KoherensiTeori koherensi dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya Elements of Philosophy, teori koherensi dijelaskan .suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita.Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori koherensi, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita menganggap bahwa semua manusia pasti mati adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan, si polan adalah manusia dan si polan pasti mati adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.b. Teori KorespondensiTeori korespondensi biasanya dianut oleh para pengikut realisme, dan mereka berpegang pada pendirian fakta-fakta. Dan teori ini yang diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut paham ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita objektif. Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri.Kebenaran teori korespondensi berdasarkan pengalaman inderawi sehingga ada atau tidak adanya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Misalnya pernyataan Kota Bandung berada di wilayah Jawa Barat bukan karena pernyataan ini berguna atau apa, tapi karena secara geografis dan berdasarkan pengalaman maupun bukti empiris memang demikian.c. Teori Kebenaran PragmatisTeori kebenaran pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul How to Make Our Ideas Clear. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini misalnya William James, John Dewey, George Herbert Mead dan C. I. Lewis.Teori pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu itu dianggap benar jika secara fungsional ia memberikan manfaat. Jadi ukurannya adalah hasil yang didapatkannya. Jika hasilnya menguntungkan maka ia baik dan benar dan sebaliknya jika hasilnya merugikan maka ia buruk dan salah.Kattsoff (1986) menguraikan tentang teori kebenaran pragmatis ini adalah penganut pragmatisme meletakkan ukuran kebenaran dalam salah satu macam konsekuensi. Atau proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman, pernyataan itu adalah benar. Misalnya pengetahuan naik bus berhenti di posisi kiri. Dengan berhenti di posisi kiri, penumpang bisa turun dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan dilihat karena bus berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.3. Batasan PengetahuanBerbicara tentang masalah ontologi memang sangat luas sekali cakupannya. Ia tidak hanya berbicara soal keberadaan yang sifatnya materi tetapi juga immateri. Kalau wujud yang materi bisa diketahui dengan menggunakan pendekatan empiris maka wujud immateri hanya kita yakini keberadaannya begitu saja. Paling kita percaya karena wujud yang immateri ituseperti keberadaan Tuhan, surga, neraka dan lainnyaditerangkan dalam kitab suci (wahyu) bagi kalangan yang beragama. Bagi para penganut paham ateisme tentu saja mereka tidak memercayai hal-hal yang bersifat immateri tersebut.Lantas apakah batas yang merupakan ruang