Upload
firman-sahari
View
13
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Nama : Firman SahariKelas : 5P_AkNIM : 12140049MK : Perekonomian Indonesia
INDUSTRIALISASI DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI • A. Konsep dan Tujuan
Industrialisasi• Konsep industrialisasi dalam sejarah
pembangunan ekonomi berawal dari proses revolusi industri dengan serangkaian penemuan-penemuan baru yang inovativ. Industrialisasi merupakan proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, dan perdaganan antarnegara yang pada gilirannya sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong perubahan struktur ekonomi.
• Secara umum pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita hanya dapat terjamin lewat industrialisasi kecuali negara-negara yang sangat kaya akan SDA, seperti Kuwait dan Libya.
Tujuan industrialisasi itu sendiri adalah untukmemajukan sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap Negara,dengan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,dengan industrialisasi ini maka,Negara berkembanga yang mampu memanfaatkannya dengan baik,maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut.
• Riedel (1992) : Industrialisasi bukanlah tujuan tapi strategi untuk mendukung proses pembangunan untuk mencapai peningkatan perdapatan perkapita.
• Chenery (1992) : Industrialisasi merupakan tahapan logis dari perubahan struktur industri yang diujudkan melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja.
Industrialisasi Menurut Para Ahli
Sektor industri manufaktur di negara berkembang (LDCs) berkembang pesat. Pertumbuhan output yang tinggi ini terutama disebabkan oleh permintaan eksternal yang kuat dengan rata-rata pertumbuhan ekspor sebesar 9,3% pertahun pada periode 1970-1995. Bahkan kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dijuluki a miraculous economy karena kinerja ekonominya yang sangat menakjubkan pada periode 1970-1995, dengan pertumbuhan rata-rata PDB 7,4% (dunia = 2,9%, LDCs = 4,6%). Industri manufaktur menjadi kontributor utama pertumbuhan dengan rata-rata 9,4% pertahun. Pangsa manufaktur dalam PDB naik dari 17,2% menjadi 26,9%.
Indonesia masih berada pada tahap awal industrialisasi tapi dengan kecepatan yang sangat pesat. Sejak tahun 1983 hingga dekade 1990-an peran sektor-sektor primer cenderung menurun, sementara sektor-sektor sekunder (industri manufaktur, listrik, gas, dan air, serta konstruksi) dan sektor-sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, bank dan keuangan, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya) terus meningkat.
Berdasarkan nilai tambah sektor industri manufaktur (NTSIM) per kapita peringkat Indonesia pada tahun 1965 paling bawah dibanding LDCs lain. Negara-negara yang lebih awal memulai industrialisasinya seperti Meksiko, Brasil dan Turki memiliki NTSIM 15-30 kali NTSIM Indonesia. Pada dekade 1980-an dan 1990-an peringkat Indonesia naik hingga berada diatas Cina dan India. Sedangkan perbandingan dengan negara-negara Meksiko, Brasil, dan Turki tinggal menjadi 5-6 kali dibawahnya.
PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI MANUFAKTUR
Secara umum industri manufaktur di LDCs relatif masih terbelakang disebabkan faktor-faktor keterbatasan teknologi, kualitas SDM, Dana pemerintah dan swasta, intensitas kerja sama antar instittusi, dan lain-lain. Indikator keterbatasan teknologi salah satunya adalah tingkat produktifitas baik secara parsial ataupun keseluruhan yang disebut Total Faktor Productivity (TFP). Misal dalam kurun waktu 1968-1988 TFP Indonesia turun dari 5% menjadi 1%. Pada saat yang sama TFP Korea Selatan naik dari 3,4% menjadi 5%. Pada periode 1982-1988 TFP Indonesia hanya seperempat TFP Korsel.
Kelemahan-kelemahan Industri Manufaktur Indonesia (Studi UNIDO, 2000)
• I. Kelemahan-kelemahan Struktural
• II. Kelemahan-kelemahan organisasi
I. Kelemahan-kelemahan Struktural
1. BASIS EKSPOR DAN PASAR YANG SEMPIT
• Tergantung 4 produk: kayu lapis, pakaian jadi, tekstil, dan alas kaki dengan pangsa 50%. Sepuluh (10) produk menguasai 80% total ekspor.
• Pasar terbatas kepada negara-negara yang menerapkan kuota (the Multi-fibre Agreement, MFA) seperti USA, EC, Kanada, Norway, dan Turkey. Tiga negara menyerap 50% ekspor manufaktur, sementara 50% ekspor pakaian jadi dan tekstil diserap USA.
• Ekspor unggulan padat karya menurun akibat persaingan Cina dan Asia lainnya. Demand produk ekspor Indonesia di negara-negara maju inelastis.
• Faktor eksternal berpengaruh signifikan dalam penurunan daya saing ekspor.
2. KETERGANTUNGAN PADA IMPOR SANGAT TINGGI
• Karena terlalu besar bergantung pada
PMA, industri-industri berteknologi tinggi seperti farmasi, kimia, elektronik, barang-barang konsumsi, alat-alat listrik, dan otomotif, maka industri manufaktur indonesia tidak sebenarnya tapi hanya merupakan penggabungan, pengepakan, dan assembling.
3. Tidak adanya/kurangnya Industri berteknologi
mengengah
• Kontribusi industri-industri berteknologi menengah seperti industri karet dan plastik, semen, logam dasar, dan barang-barang sederhana dari logam terus menurun.. Kontribusi produk-produk padat modal seperti material plastik, pupuk, bubuk kertas dan kertas, besi dan baja turun. Kecendrungan ini berbeda dengan negara-negara lain dengan derajat industrialisasi yang relatif sama.
II. Kelemahan-kelemahan organisasi
1. Industri Kecil dan Menengah masih Underdeveloped
2. Konsentrasi Pasar. Pangsa output (concentration ratio/CR4) oleh 4 perusahaan besar mencapai 75%
3. Lemahnya kapasitas untuk menyerap dan mengembangkan teknologi. Memusatkan lobi dibanding teknologi/daya saing untuk membangun relasi dagang.
4. Lemahnya Sumber Daya Manusia