UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AKTIVITAS ANTIFERTILITAS EKSTRAK
ETANOL 70% DAUN PACING (Costus spiralis)
PADA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY JANTAN
SECARA IN VIVO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIANISA KARUNIA DEWI
NIM: 1111102000064
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MEI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
AKTIVITAS ANTIFERTILITAS EKSTRAK
ETANOL 70% DAUN PACING (Costus spiralis)
PADA TIKUS SPRAGUE-DAWLEY JANTAN
SECARA IN VIVO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
RIANISA KARUNIA DEWI
NIM: 1111102000064
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MEI 2015
ii
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Rianisa Karunia Dewi
Program Studi : Farmasi
Judul : Aktivitas Antifertilitas Ekstrak Etanol 70%
Daun Pacing (Costus spiralis) pada Tikus Sprague-
Dawley Jantan secara In Vivo
Tanaman pacing (Costus spiralis) termasuk genus costus yang merupakan salah
satu sumber senyawa diosgenin yang berpotensi sebagai agen antifertilitas.
Penelitian ini bersifat eksperimental. Hewan uji tikus Sprague-Dawley jantan
dibagi menjadi empat kelompok yaitu kontrol Na CMC 0,5%, dosis
12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB. Ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) diberikan selama 48 hari. Parameter antifertilitas yang dilakukan
adalah konsentrasi spermatozoa, morfologi spermatozoa, konsenterasi testosteron
dan jumlah spermatosit pakiten. Hasil penelitian mengunakan analisa data
ANOVA menunjukkan penurunan konsentrasi spermatozoa pada ketiga dosis
secara tidak bermakna (p≥0,05) terhadap kelompok kontrol. Abnormalitas
morfologi spermatozoa menunjukkan peningkatan secara bermakna (p≤0,05) pada
hewan uji yang diberikan ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
terhadap kelompok kontrol. Analisa data Paired-Sample T-Test untuk konsentrasi
testosteron mengalami peningkatan pada dosis 25mg/kgBB dan 37,5mg/kgBB dan
penurunan terjadi pada kelompok 12,5mg/kgBB pada hari ke-49 dibandingkan
pada hari ke-0, tetapi tidak bermakna (p≥0,05). Konsentrasi testosteron pada
penelitian ini masih dalam rentang konsentrasi serum testosteron normal pada
tikus. Jumlah spermatosit pakiten pada tahap VII-VIII mengalami penurunan
secara bermakna (p≤0,05) terhadap kontrol. Berdasarkan data di atas ekstrak
etanol 70% daun pacing (Cotus spiralis) berpotensi sebagai agen antifertilitas.
Kata Kunci : Antifertilitas, Costus spiralis, Ekstrak Etanol 70%, tikus Sprague-
Dawley jantan.
vi
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Rianisa Karunia Dewi
Programme of Study : Pharmacy
Title : Antifertility Activity of 70% Ethanol Extract of Pacing
Leaves (Costus spiralis) in Male Sprague- Dawley Rats
In Vivo
Pacing (Costus spiralis) belongs to costus genus which is one of the sources of
diosgenin that can potentially be an antifertility agent. This research on
experimental. Male Sparague-Dawley rats are divided into four groups such as
control Na CMC 0,5%, 12,5mg/kg body weight , 25mg/kg body weight, and
37,5mg/kg body weight. The 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus
spiralis) was given orally once a day in 48 days. Antifertility parameters such as
spermatozoa concentration, abnormalities of spermatozoa morphology,
testosterone concentration, and spermatocyte pachytene count are examined. The
results are analyzed by ANOVA. The result showed spermatozoa concentration
reduction was not significant (p≥0,05) against the control group. Abnormalities of
spermatozoa morphology were significantly increased (p≤0,05) in male Sprague-
Dawley rats which were given 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus
spiralis) orally against the control group. Paired- Samples T Test of testosterone
concentration serum was increased at 25mg/kg body weight and 37,5mg/kg body
weight and decreased at 12,5mg/kg body weight. The results showed the
difference of testosterone concentrations serum between 0 and 49 days were not
significant. Testosterone concentration serum in this research is still classified as
normal. Number of spermatocyte pachytene at stage VIII-VIII showed significant
reduction (p≤0,05) between control group and treatment group. Based on the
results, the 70% ethanol extract of pacing leaves (Costus spiralis) is a potentially
antifertility agent.
Keywords : Antifertility, Costus spiralis, 70% ethanol extract, male
Sprague-Dawley rats.
vii
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik an Hidayah-Nya, sehingga penullis dapat
menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Aktivitas
Antifertilitas Daun Pacing (Costus spiralis) pada Tikus Sprague-Dawley Jantan
secara In Vivo. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta Keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Azrifitria M.Si., Apt dan Puteri Amelia M.Farm., Apt sebagai dosen
pembimbing yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan,
bimbingan, dan dukungan kepada penulis.
2. Drs. Arif Sumantri., M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua dan Ofa Suzanti Betha, M.Si,
Apt. selaku Sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ayahanda Darto Yudhi P. dan Ibunda Siti Sawaliah yang selalu
memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan materi, dan
semangat yang tak terhingga disetiap langkah penulis.
5. Kakak dan Adiku Erlangga P.W. dan Sarah S. yang telah mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Teman seperjuangan penulis “Mamarons” Rian Destiyani, Fio Noviany,
Astri Dwi Z., Nurhafiza, Tia Monica, Maharani Pratiwi, dan Rifda Naulil
atas kebersamaan, bantuan dan motivasi sejak awal hingga
terselesaikannya skripsi ini.
8. Teman-teman yang sudah membantu selama proses penelitan dan skripsi
Sry Wardiah, Brasti Eka P., Meri Rahmawati, Umniyati Mufidah,
Vernanda, Rhesa Ramadhan, M. Reza, Sutar, M. Haidar Ali, M. Syahid
Ali, dan Aziz Iqbal.
9. Teman-teman Farmasi 2011 ABCD atas persaudaraan, kebersamaan telah
banyak membantu penulis baik selama pengerjaan skripsi ini maupun
selama dibangku perkuliahan.
viii
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Kak Tiwi, Kak Lisna, Kak Eris, Kak Rani sebagai laboran Farmas UIN
Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah membantu mempersiapkan alat dan
bahan selama penelitian.
11. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua
bantuan, dan dukungan yang diberikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan
pembaca. Amin Ya Rabbal’ alamiin.
Jakarta, Mei 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSYRATAN ORISINILITAS ................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 3
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 3
1.4 Hipotesis .......................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
2.1 Tinjauan Botani Tanaman Pacing ...................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Tanaman ....................................................... 5
2.1.2 Nama Daerah ................................................................. 6
2.1.3 Deskripsi Tanaman ......................................................... 6
2.1.4 Keanekaragaman Tanaman ............................................. 6
2.1.5 Kandungan Kimia Daun Pacing (Costus spiralis) ........... 6
2.1.6 Khasiat dan Kegunaan .................................................... 7
2.1.7 Penelitian Tanaman Pacing (Costus speciosus) ............... 7
2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan ........................................................ 8
2.2.1 Spermatozoa .................................................................. 9
2.2.2 Spermatogenesis .......................................................... 10
2.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis ............................... 12
2.4 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley ............................................... 15
2.5 Simplisia ......................................................................................... 15
2.5.1 Definisi Simplisia ......................................................... 15
2.5.2 Pengelolaan Simplisia .................................................. 16
2.6 Ekstrak dan Metode Ekstraksi ......................................................... 18
2.6.1 Definisi Ekstrak ............................................................ 18
2.6.2 Metode Ekstraksi .......................................................... 18
2.6.3 Proses Pembuatan Ekstrak ............................................ 20
2.7 ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) ................................ 21
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 24
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................... 24
3.2 Alat dan Bahan................................................................................ 24
3.2.1 Alat Penelitian .............................................................. 24
xi
3.2.2 Bahan Penelitian........................................................... 24
3.2.3 Hewan Uji .................................................................... 25
3.3 Rancangan Penelitian ...................................................................... 25
3.3.1 Besar Sampel ............................................................... 25
3.3.2 Dosis Perlakuan ............................................................ 25
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................ 26
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak ................ 26
3.4.2 Penapisan Fitokimia ..................................................... 27
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik............ 28
3.4.4 Penyiapan Hewan Uji ................................................... 29
3.4.5 Pembuatan Preparat ...................................................... 29
3.4.6 Pengukuran Parameter .................................................. 31
3.5 Analisa Data ................................................................................... 34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 35
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................... 35
4.1.1 Determinasi Tanaman ................................................... 35
4.1.2 Ekstraksi ...................................................................... 35
4.1.3 Penapisan Fitokimia ..................................................... 35
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak ........................................ 36
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .......................... 36
4.1.6 Perhitungan Morfologi Spermatozoa ............................ 38
4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Testosteron ............................ 39
4.1.8 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ..................... 40
4.2 Pembahasan ................................................................................... 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 51
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 51
5.2 Saran ............................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 52
LAMPIRAN ..................................................................................................... 58
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1. Rancangan Percobaan ................................................................................ 26
3.2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak Hitung .......................................... 31
3.3. Cara Pengenceran ........................................................................................ 31
3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa .............................................................. 32
4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................................ 36
4.2 Pengujian Parameter Ekstrak ........................................................................ 36
4.3 Konsentrasi Spermatozoa ............................................................................. 37
4.4 Morfologi Spermatozoa ................................................................................ 38
4.5 Konsentrasi Testosteron ............................................................................... 39
4.6 Jumlah Spermatosit Pakiten.......................................................................... 41
5.1 Rata-rata Berat Badan Tikus......................................................................... 73
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Daun, Pacing (Costus spiralis) ......................................................... 5
Gambar 2.2. Penampang Ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan ........................ 8
Gambar 2.3. Morfologi Sperma Tikus ................................................................ 10
Gambar 2.4. Spermatozoa pada Perbesaran 400x ............................................... 10
Gambar 2.5. Siklus Spermatogenesis pada Tikus ............................................... 12
Gambar 2.6. Testosteron ................................................................................... 13
Gambar 4.1 Konsentrasi Spermatozoa ................................................................ 37
Gambar 4.2 Morfologi Spermatozoa .................................................................. 38
Gambar 4.3 Konsentrasi Testosteron .................................................................. 40
Gambar 4.4 Jumlah Spermatosit Pakiten ............................................................ 41
Gambar 4.5. Proses Spermatogenesis ................................................................. 48
Gambar 5.1. Pohon pacing (Cotus spiralis) ........................................................ 67
Gambar 5.2. Serbuk daun pacing (Cotus spiralis) ............................................... 67
Gambar 5.3. Serbuk daun pacing (Cotus spiralis) dimaserasi ............................. 67
Gambar 5.4. Proses penyaringan hasil maserasi.................................................. 67
Gambar 5.5. Hasil maserasi daun pacing (Cotus spiralis) .................................. 67
Gambar 5.6. Pemekatan ekstrak dengan vacuum rotary evaporator .................... 67
Gambar 5.7. Pemekatan ekstrak dengan freeze dry ............................................. 67
Gambar 5.8. Ekstrak kental etanol 70% daun pacing (Cotus spiralis) ................. 67
Gambar 5.9 . Suspensi Na CMC 0,5% ................................................................ 67
Gambar 5.10. Suspensi dosis 12,5 mg/kgBB ...................................................... 67
Gambar 5.11. Suspensi dosis 25 mg/kgBB ......................................................... 67
Gambar 5.12. Suspensi dosis 37,5 mg/kgBB ...................................................... 67
Gambar 5.13. Hewan uji .................................................................................... 68
Gambar 5.14. Hewan uji ditimbang .................................................................... 68
Gambar 5.15. Penyondean ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) ..... 68
Gambar 5.16. Hewan uji dikorbankan ................................................................ 68
Gambar 5.17. Pembedahan hewan uji................................................................. 68
Gambar 5.18. Kauda epididimis ......................................................................... 68
Gambar 5.19. Pengambilan darah ....................................................................... 68
Gambar 5.20. Serum belum dipisahkan .............................................................. 68
Gambar 5.21. Serum dipisahkan......................................................................... 68
Gambar 5.22. Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis ........................... 68
Gambar 5.23. Spermatozoa diteteskan pada bilik Neubaurer .............................. 69
Gambar 5.24. Spermatozoa dihitung dalam 1 kotak besar................................... 69
Gambar 5.25. Pengenceran spermatozoa ............................................................ 69
Gambar 5.26. Pengenceran spermatozoa pada bilik Neubaurer ........................... 69
Gambar 5.27. Perhitungan konsentrasi spermatozoa ........................................... 69
Gambar 5.28. Spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis ........................... 70
Gambar 5.29. Pewarnaan dengan larutan Eosin Y 1% ........................................ 70
Gambar 5.30. Pembuatan preparat apus .............................................................. 70
Gambar 5.31. Flattened head ............................................................................. 70
Gambar 5.32. Normal ........................................................................................ 70
Gambar 5.33. Ekor patah ................................................................................... 70
Gambar 5.34. Leher patah .................................................................................. 70
xiv
Gambar 5.35. Tanpa Kepala ............................................................................... 70
Gambar 5.36. Kepala dua ................................................................................... 70
Gambar 5.37. Larutan standar ............................................................................ 71
Gambar 5.38 .Standar, kontrol, dan sampel dimasukkan ke masing-masing well 71
Gambar 5.39. Enzyme conjugate ditambahkan dan diinkubasi selama 60 menit . 71
Gambar 5.40. Proses pembuangan isi well .......................................................... 71
Gambar 5.41. Penambahan wash solution sebanyak 3x ...................................... 71
Gambar 5.42 .Proses pembuangan isi well .......................................................... 71
Gambar 5.43. Penambahan substrate solution dan diinkubasi selama 15 menit... 71
Gambar 5.44. Penambahan stop solution ............................................................ 71
Gambar 5.45. Pembacaan dengan ELISA Reader ................................................ 71
Gambar 5.46. Testis dipisahkan dari kauda epididimis ....................................... 72
Gambar 5.47. Testis dimasukkan dalam formalin ............................................... 72
Gambar 5.48 .Histologi testis dilihat di bawah mikroskop .................................. 72
Gambar 5.49. Perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten .................................. 72
Gambar 5.50. Berat Badan Tikus ....................................................................... 74
xv xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman ........................................................... 58
Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus .................................................................. 59
Lampiran 3. Alur Penelitian ............................................................................... 60
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Ekstrak Daun Pacing ......................................... 62
Lampiran 5 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing .......... 64
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen, Kadar Air dan Kadar Abu ......................... 66
Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian ........................................................... 67
Lampiran 8. Rerata Berat Badan Tikus ............................................................... 73
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa .................................. 75
Lampiran 10. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa .......................... 76
Lampiran 11. Perhitungan Morfologi Spermatozoa ............................................ 79
Lampiran 12. Analisis Statistik Data Morfologi Spermatozoa ............................ 80
Lampiran 13. Pengukuran Konsentrasi Testosteron ............................................ 84
Lampiran 14. Analisis Statistik Data Konsentrasi Testosteron ............................ 86
Lampiran 15. Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten ...................................... 94
Lampiran 16. Analisis Statistik Jumlah Spermatosit Pakiten............................... 95
xvi
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program yang digalakkan
pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Kondisi
kependudukan saat ini membutuhkan penurunan jumlah penduduk lebih besar dari
sebelumnya (Tuti Nuraini, 2012). Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2014),
diketahui bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2013 sejumlah 248,4
juta orang. Angka fertilitas atau total fertiity rate (TFR) di Indonesia yaitu 2,6
dimana Indonesia berada diatas rata-rata angka antifertilitas negara ASEAN yaitu
2,4. Keberhasilan KB sangat terkait dengan penggunaan kontrasepsi. Faktor
penyebab kurangnya keikutsertaan pria dalam kontrasepsi antara lain kurangnya
pilihan jenis kontrasepsi pria yang memenuhi persyaratan (Tuti Nuraini,2012).
Hasil penelitian Dahliana (2009), sebagian besar responden masih mempunyai
sikap negatif terhadap kontrasepsi pria khususnya kondom. Sebagian besar
responden mengatakan bahwa pemakaian kondom merupakan hal yang tidak
mudah, mudah bocor, dan menyebabkan alergi.
Sediaan antifertilitas yang bersumber dari alam yang pernah di uji adalah
pil kontrasepsi laki-laki dengan bahan dasar gandarusa (Justicia gendarussa Burm
F.) dan tablet ekstrak Gossypium herba (Handayani, 2007; Rudiawati , 2006).
Indonesia memiliki sumber daya alam yang luas. Sumber daya alam ini dapat
menunjang masyarakat Indonesia dalam bidang kesehatan. Obat herbal lebih
dipercayai oleh sebagian masyarakat Indonesia dibandingkan obat sintetik.
Keuntungan Indonesia yang memiliki banyak sumber daya alam yang luas
termasuk tanaman-tanaman yang dilaporkan memiliki efek antifertilitas yang
dapat dikembangkan sebagai obat kontrasepsi adalah Kapas (Countinho, 2002).
Di Indonesia beberapa tanaman juga diteliti sebagai calon obat kontrasepsi antara
lain Pepaya, Gandarusa, Pare dan Pacing (Sari, 2013).
Menurut Asosiasi Herbalis Nusantra (2015), tanaman pacing terdiri dari tiga
spesies yaitu Costus spiralis, Costus speciosus, dan Costus megalobrachtea.
Tanaman pacing Costus spiralis dimanfaatkan sebagai obat diare, obat perut
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kembung, antibakteri, dan antiurolithiatic (Perez, 2008). Berdasarkan
etnofarmakologi, tanaman pacing Costus speciosus secara empiris digunakan oleh
masyarakat sebagai kontrasepsi tradisional, contohnya di Pulau Wawonii
Sulawesi Tenggara. Daun pacing (Costus speciosus) digunakan untuk KB dan
perawatan pasca persalinan dengan cara direbus (Rahayu dkk, 2006).
Senyawa kimia yang diduga mampu bersifat antispermatogenesis adalah
diosgenin yang terdapat pada beberapa bagian tanaman pacing. Aglikon diosgenin
(saponin) merupakan bahan utama untuk memproduksi hormon steroid dan
merupakan prekusor hemisintetis pil kontrasepsi (P.S.Shajeela dkk, 2011).
Saponin pada Costus spiralis dapat terditeksi menggunakan pelarut etanol dan air
(Verma, 2012). Costus spiralis mengandung alkaloid, fenol, tanin, flavon, xanton,
flavonoid, flavonol, flavononols, flavonon, dan saponin (Britto,2011; Asmaliyah,
2010). Alkaloid dan tanin memiliki efikasi untuk antifertilitas dan ditemukan aktif
untuk aktivitas respon estrogen dan memiliki aktivitas kontrasepsi. Diosgenin
merupakan prekusor progesteron yang dapat meningkatkan level plasma
progesteron di dalam darah melalui mekanisme umpan balik negatif yang dapat
menghambat pertumbuhan folikel telur pada tikus betina. (Adnan dan Halifah P.,
2000).
Penelitian aktivitas antifertilitas daun pacing Costus spiralis belum pernah
dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian
aktivitas spermatozoa daun pacing Costus speciosus yang dilakukan Sari (2013)
menggunakan metode infusa 10%. Pada penelitian tersebut daun Costus speciosus
diberikan kepada mencit jantan dengan pemberian oral dosis 275, 550 dan
1.100mg/kg BB selama 14 hari. Penelitian Adnan (2000) tentang pengaruh
ekstrak etanol 50% rimpang pacing Costus speciosus terhadap antifertilitas
dengan dosis 25, 50, dan 75mg/kgBB pada mencit jantan selama 18 hari. Hasil
penelitian Sari (2013) telah menunjukkan bahwa infusa 10% daun pacing Costus
speciosus mampu menurunkan jumlah spermatozoa 16-38%, tetapi tidak
mengubah viabilitas maupun terjadinya abnormalitas morfologi spermatozoa
secara bermakna. Hasil penelitian Adnan (2000) menunjukan bahwa ekstrak
etanol 50% rimpang pacing Costus speciosus dapat menurunkan berat testis,
epididimis dan berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi sperma.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Peneliti mencoba untuk menggali dan memperlihatkan aktivitas
antifertilitas pada reproduksi tikus galur Sprague-Dawley jantan dengan
pemberian daun pacing (Costus spiralis) dengan metode maserasi etanol 70 %
dalam pengujian. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dilakukan selama 48 hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus
spiralis) terhadap konsentrasi testosteron, konsentrasi spermatozoa, morfologi
sperma, dan jumlah spermatosit pakiten pada tikus Sprague-Dawley jantan secara
in vivo?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menguji aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) pada tikus Sprague-Dawley jantan
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dapat menurunkan konsentrasi spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-
Dawley jantan
b. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dapat meningkatkan abnormalitas spermatozoa pada tikus pada tikus
Sprague-Dawley jantan
c. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dapat menurunkan konsentrasi testosteron pada tikus pada tikus Sprague-
Dawley jantan
d. Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten pada tikus Sprague-Dawley
jantan
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.4 Hipotesis
a. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan
konsentrasi spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan
b. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat meningkatkan
abnormalitas spermatozoa pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan
c. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan
konsentrasi testosteron pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan
d. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan
jumlah spermatosit pakiten pada tikus pada tikus Sprague-Dawley jantan
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian uji aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun
pacing (Costus spiralis) terhadap konsentrasi testosteron, konsentrasi
spermatozoa, morfologi sperma, dan jumlah spermatosit pakiten pada tikus jantan
dalam mempengaruhi efek antifertilitas pada tikus Sparague-Dawley jantan.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani Tanaman Pacing
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Menurut Asosiasi Herbalis Nusantara (2015), klasifikasi botani tanaman
pacing adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Costus
Spesies : Costus spiralis (Jacq) Roscoe.
Gambar 2.1. Daun Pacing (Costus spiralis) (Asosiasi
Herbalis Nusantara, 2015)
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Nama Daerah (Asosiasi Herbalis Nusantara, 2015)
Di Indonesia tanaman Costus spiralis dikenal dengan beberapa nama daerah
yaitu pacing (Jawa dan Sunda), dan sitawar (Sumatera).
2.1.3 Deskripsi Tanaman (Asosiasi Herbalis Nusantara (2015)
Habitus berupa semak tegak, tinggi 1-1,5m. Batang tegak, slindris, tidak
bercabang, lunak, batang dalam tanah membentuk rimpang, dan hijau pucat. Daun
tunggal, berseling, bulat telur, berpelepah, tepi rata, ujung meruncing, pangkal
tumpul, panjang 7-13cm, lebar 3,5-5 cm, pertulangan melengkung, dan hijau
pucat. Bunga majemuk, bentuk tandan, di ujung batang, kelopak lonjong, ungu,
benang sari panjang 3-5cm, putih, kepala putik bentuk corong, putih keunguan,
mahkota bentuk tabung, panjang ± 7cm, dan putih. Buah kotak, bulat, diameter +
1,5mm, dan merah. Biji persegi, diameter ± 0,5mm, dan hitam. Akar serabut,
putih.
2.1.4 Keanekaragaman Tanaman
Costus spiralis merupakan tanaman obat yang ditemukan di negara Amerika
Selatan (Britto, 2011). Zingeberaceae merupakan familia dari 52 jenis dan lebih
dari 1.300 spesies yang tersebar di Afrika, Asia, dan Amerika (Pawar,
2014).Menurut Djufri (2013), hasil penelitian yang berhasil ditemukan sebanyak
41 tumbuhan kelompok herba pada kawasan Rawa Gambut Tripa Provinsi Aceh
salah satunya adalah Costus spiralis.
2.1.5 Kandungan Kimia Daun Pacing (Costus spiralis)
Analisis fitokimia menunjukkan tanaman pacing (Costus spiralis)
mengandung alkaloid, fenol, tanin, flavon, xanton, flavonoid, flavonol,
flavononols, flavonon, dan saponin (Britto,2011; Asmaliyah, 2010).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.6 Khasiat dan Kegunaan
Berdasarkan Natural Standard (2015), genus Costus merupakan salah satu
sember penghasil diosgenin yang dapat mempengaruhi efek antifertilitas. Manfaat
tanaman pacing (Costus spiralis) menurut Perez (2008); Asosiasi Herbalis
Nusantara (2015) sebagai berikut:
1. Obat diare
2. Obat perut kembung
3. Antibakteri
4. Antiurolithiatic
2.1.7 Penelitian Tanaman Pacing (Costus speciosus)
Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian aktivitas spermatozoa
daun pacing Costus speciosus yang dilakukan Sari (2013) menggunakan metode
infusa 10%. Pada penelitian tersebut infusa 10% daun Costus speciosus diberikan
kepada mencit jantan dengan pemberian oral dosis 275, 550 dan 1.100mg/kg BB
selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa 10% daun pacing
Costus speciosus mampu menurunkan jumlah spermatozoa 16-38%, tetapi tidak
mengubah viabilitas maupun terjadinya abnormalitas morfologi spermatozoa
secara bermakna. Pada dosis 275 dan 375mg/kgBB infusa daun pacing (Costus
speciosus) dapat menurunkan motilitas spermatozoa sebesar 36-39%.
Kemampuan infusa daun pacing (Costus speciosus) bersifat reversibel (Sari,
2013). Penelitian Adnan (2000) tentang pengaruh ekstrak etanol 50% rimpang
pacing Costus speciosus terhadap antifertilitas dengan dosis 25, 50, dan
75mg/kgBB pada mencit jantan selama 18 hari. Hasil penelitian Adnan (2000)
menunjukan bahwa ekstrak etanol 50% rimpang pacing Costus speciosus dapat
menurunkan berat testis, epididimis dan berpengaruh nyata terhadap jumlah
produksi sperma
Penelitian Kariardi (1996), uji toksisitas akut dari infusa rimpang pacing
dilakukan melalui parameter LD50 pada mencit betina secara intraperitoneal.
Hasil penelitian dan perhitungan dengan Thompson dan Weil diperoleh harga
LD50 = 2,0561g/kgBB dan interval kepercayaan 1,6793 g/kgBB sampai
2,5176g/kgBB, dengan metode grafik diperoleh harga LD50 =2,05g/kgBB dan
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
interval kepercayaan 1,6025g/kgBB sampai 2,4975g/kgBB. Harga LD50 infusa
rimpang pacing masuk dalam kategori praktis tidak beracun.
2.2 Sistem Reproduksi Tikus Jantan
Tikus merupakan salah satu hewan penelitian yang paling banyak digunakan
dalam fisiologi reproduksi. Testis tikus jantan terdapat pada dua kantung skortum
yang dipisahkan oleh membran tipis yang terletak antara anus dan preputium.
Testis tersebut turun dari hari ke 30-40 masa hidupnya dari rongga perut ke
kantung skortum melalui kanalis inguinal terbuka. Jarak dubur kelamin pada tikus
jantan lebih jauh daripada betina (Suckow,2006). Testis terdiri dari tubulus
seminiferus yang panjang dan berkelok-kelok, yang pada epitelnya merupakan
tempat berlangsungnya spermatogenesis. Ujung dari tubulus seminiferus ini
kemudian bermuara menuju epididimis (Barret et al, 2010).
Gambar 2.2 Penampang Ventral Sistem Urogenital Tikus Jantan
(Suckow,2006)
Pada mamalia, spermatozoa setelah meninggalkan testis melalui saluran
panjang menuju epidididimis dimana terjadinya perkembangan motilitas secara
potensial dan terjadinya pembuahan ovum (Breed B., 2007). Epididimis terdiri
dari tiga bagian yaitu kaput epididimis yang membesar di ujung proksial pada
Kidney
Ureter
Coagulation Gland Vesicular Gland
Ampullary Gland Prostate Gland
Cowfers Gland Urinary Bladder
Preputial Gland Vas Deferens
Urethra
Corpus Epididymis
Caput Epididymis Testis
Penis Cauda Epididymis
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
testis, yang terdapat di sekitar dorsomedial testis serta kauda epididmis pada ujung
distal testis, merupakan tempat pematangan spermatozoa, yang kemudian
bermuara ke vas deferens (Suckow, 2006).
Menurut Harvad-MIT Division of Health Science and Technology (1979),
Sperma di dalam vas deferens yang diikuti dengan sekresi vesikel seminal karena
sperma keluar melalui prostat dengan bantuan saluran ejakulasi ke uretra. Tubulus
seminiferus terdiri atas sel Sertoli dan sel germinal. Tight junction antara sel
Sertoli membentuk barier blood-testis, dan memisahkan epitelium germinal
menjadi dua bagian yaitu kompartemen basal dan adluminal. Hanya sel germinal
yang belum berkembang terlihat pada kompartemen basal, sedangakan sel yang
sudah berkembang terdapat pada kompartemen adluminal. Fungsi sel Sertoli
termasuk memberikan nutrisi sel germinal, melepaskan sel germinal yang sudah
matang ke dalam lumen, translokasi perkembangan sel germinal pada adluminal
direction, sekresi ikatan protein androgen, transferin, penghambat, komunikasi
sel-sel melalui gap junctions untuk mengkoordinasikan spermatogenesis, dan
barier blood-testis. Sel Sertoli mengandung aromatase, yaitu enzim yang berperan
dalam perubahan androgen menjadi estrogen (Barret et al, 2010).
Menurut Harvad-MIT Division of Health Science and Technology (1979)
Sel Leydig pada interstinum testis antara tubulus seminiferus dan mempunyai
fungsi untuk memproduksi testosteron untuk tujuan lokal dan jauh (distant).
Distant effect dari testesteron yaitu termasuk pematangan jaringan reproduksi
internal dan eksternal (dengan bantuan metabolit DHT ataupun tidak), purbetas
yang mengubah suara menjadi rendah, bentuk rambut pada muka dan seterusnya,
dan aksi CNS mempengaruhi libido dan kegiatan seksual. Efek lokal muncul
untuk menstimulasi dan membantu fungsi sel Sertoli untuk mengembangkan sel
germinal. Testosteron berikatan dengan ikatan protein androgen yang disekresi
oleh sel Sertoli ke dalam testis, dan sirkulasi menggunakan afinitas plasma
globulin yang tinggi (testosteron berikatan dengan globulin).
2.2.1 Spermatozoa
Proses produksi spermatozoa di dalam testis disebut spermatogenesis.
Spermatozoa pada hewan pengerat lebih panjang dari spesies mamalia lain
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
termasuk manusia dan hewan domestik pada umumnya (Krinke, 2000).
Morfologi sperma tikus diperlihatkan pada gambar 2.3 Kepala sperma tikus
berbentuk kait, seperti pada hewan pengerat lainnya (Gambar 2.4).
Gambar 2.3 Morfologi Sperma Tikus (Fauzi,2009).
Gambar 2.4 Spermatozoa pada Perbesaran 400x
Sumber : Rat Sperm Morphological Assesment, Guideline Document
Ed.1. Oktober 2000.
2.2.2 Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses sel germinal yang belum matang
bediferensasi dan bermeoisis menjadi haploid. Spermatogenesis terjadi pada
tubulus seminiferus testis yang dinduksi dengan sel somatik epitelium sel
seminiferus, dan sel Sertoli. Hasil dari spermatogenesis, spermatid yang sudah
mengalami pematangan dikeluarkan oleh sel Sertoli ke dalam lumen tubulus
seminiferus (Knobil,2006). Spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase yaitu
mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Hess, 1999). Pada tikus perkembangan
spermatogenium, spermatosit atau spermatid saling terintergrasi dan terorganisasi
dengan baik pada daerah yang sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus
dengan asosiasi sel yang jelas disebut “stage of the cyle” yang dilambangkan
dengan huruf romawi I-XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke,
2000).
Spermatogenium secara garis besar diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: tipe
A, tipe intermediet dan tipe B. tipe spermatogonia tipe A ini dibagi menjadi tipe
AO (disebut juga sel induk) dan tipe A1-A4. Tipe spermatogonium AO tetap pada
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membran basal di tubulus seminiferus dan memiliki kemampuan untuk membelah
mejadi dua sel anak, salah satunya menjadi spermatogonium A1, yang seterusnya
lebih lanjut dalam proses spermatogenesis, sedangkan yang lainnya sebagai sel
induk. Pada tikus, spermatogonium AI kemudian memiliki enam pembelahan
mitosis, dan kemudian mereka menjadi spermatosit prelepton. Spermatosit dalam
fase meiosis, dimana berkembang menjado leptolene, zygoten dan pakiten untuk
menjadi spermatosit sekunder di komponen adluminal dari sel Sertoli dalam
tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, masing-masing spermatosit membelah
menjadi satu dari empat spermatid haploid, yang kemudian memasuki fase
akrosom. Kondensasi inti dan perpanjangan terjadi berikutnya, diikuti oleh fase
eliminasi dan pelepasan sitoplasma.
Pada tikus, 14 tahapan siklus spermatogenesis terjadi di dalam tubulus
seminiferus. Tubulus memiliki susunan ruas, dan setiap potongan melintang
tubula menunjukkan tahapan yang seragam yang melibatkan empat atau lima
generasi di sel germinal dengan sesuai. Tubulus seminiferus di tikus
dikarakterisasi oleh struktur ruas, sedangkan pada manusia dan hewan domestik
lainnya biasanya menunjukkan pola mosaik dibeberapa tahap. Pada tikus,
dibutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap.
Spermatogenium tikus membutuhkan empat siklus sampai akhirnya membentuk
spermatozoa, sehingga diperlukan 48 hari untuk menyelesaikan tahap
spermatogenesis (Krinke,2000).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.5 Siklus Spermatogenesis pada Tikus
Tahapan siklus sel dalam spermatogenesis tikus dimulai searah jarum jam
dan kiri bawah A, spermatogenium tipe A; In, spermatogenium tipe intermediate,
B, spermatogenium tipe B; R, resting spermatosit primer, L, Leptotene
sprmatosit; Z, zygotene sprmatosit; P (I), P (VII), P (XII), awal pertengahan dan
akhir spermatsit pakiten. Angka romawi menunjukkan tahap siklus dimana
mereka ditemukan; DI, diplotene; II, spermatosit sekunder; 1-19, langkah-
langkah spermatogenesis. Tabel di tengah memberikan komposisi seluler tahapan
siklus epitel seminiferus (I-XIV). M, superscipt mengindikasikan terjadinya
mitosis. Di adaptasi dari Clermount dengan sedikit modifikasi (1962)
(Krinke,2000).
2.3 Hormon yang Mempengaruhi Spermatogenesis
Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan
oleh hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Hormon yang terlibat adalah
testosteron, hormon lutein (LH), hormon perasang folikel (FSH: Folicle
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Stimulating Hormone), estrogen, dan hormon pertumbuhan lainnya. Testis selain
sebagai organ penghasil sperma juga menghasilkan hormon-hormon seperti
testosteron, dihidrotestosteron, estradiol, progesteron dan lain-lain (Speroff, Glaa
RH, Kase NG, 1999).
a. Testosteron
Sekresi hormon ini oleh sel-sel Leydig yang terletak di intersisium testis.
Hormon ini memegang peranan penting yaitu satu tahap penting dalam proses
pembelahan sel-sel germinal untuk pembentukan sperma, terutama pembelahan
miosis untuk membentuk spermatosit sekunder. Hormon ini mengontrol
perkembangan organ reproduksi pria dan tanda seks sekunder pada pria berupa
pembesaran laring, perubahan suara, pertumbuhan rambut ketiak, pertumbuhan
otot tulang dan sebagainya (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999).
Gambar 2.6 Testosteron (Goodman and Ghilman, 2006)
b. Hormon Lutein (LH)
Hormon ini disekresikan oleh sel bagian anterior. LH pada sel Leydig
menstimulasi sintesis androgen melaui jalur de novo, khususnya testosteron dari
kolesterol (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999; Goodman and Ghilman, 2006).
Reseptor LH dan FSH menunju Gs mengaktivasi siklus adenilil siklase melalui
AMP. Testosteron digunakan untuk gametogenesis. LH juga bekerja pada sel
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
theca unruk menstimulasi sintesis androstenedion melaui jalur de novo.
Androstenedion merupakan perekusor 17β-estradiol pada wanita premenopause
(Goodman and Ghilman, 2006).
c. FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Tempat kerja utama FSH pada epitel seminiferus ada di dalam sel Sertoli.
FSH dikirim ke daerah interstisial testis melalui arteriol kecil. Kemudian FSH
berdifusi melalui membran basal tubulus seminiferus dan berikatan dengan
reseptor membran plasma spesifik pada sel Sertoli. Aktivitas reseptor FSH
menyebabkan terjadinya sintetis reseptor androgen intraseluler dan protein
pengikat androgen (androgen binding protein, ABP). ABP disekresikan oleh sel
Sertoli dan mengikat androgen yang telah diproduksi oleh sel Leydig dan
berdifusi dari tempat produksinya di interstisial ke dalam tubulus seminiferus.
ABP mentransfer androgen-androgen ini ke sel germinal. Androgen akan ditahan
di dalam sel germinal promeiotik yang mengandung reseptor androgen. Setelah
FSH memulai spermatogenesis, proses ini akan berlangsung terus selama
persediaan testosteron cukup dan terus-menerus (Heffner, 2006). FSH juga
mengatur aktivitas aromatase pada sel granulosa yang menstimulasi produksi 17β-
estradiol (Goodman and Ghilman, 2006).
d. Estrogen
Dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika sedang di stimulasi oleh FSH. Hormon
ini kemungkinan diperlukan pada proses spermiasi. Sel-sel Sertoli juga
mengekskresikan suatu protein androgen. Yang mengikat baik testosteron dan
estrogen maupun keduanya ke dalam cairan tubulus seminiferus, yang diperlukan
untuk maturasi sperma (Speroff, Glaa RH, Kase NG, 1999).
e. Hormon pertumbuhan lainnya
Seperti juga pada sebagian hormon lainnya diperlukan untuk mengatur latar
belakang fungsi metabolisme testis. hormon pertumbuhan secara khusus
meningkatkan pembelahan awal spermatogenesis (Speroff, Glaa RH, Kase NG,
1999).
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Karakteristik Tikus Sprague-Dawley
Sprague Dawley adalah sejenis spesies tikus. Tikus Sprague Dawley dipilih
karena ia mempunyai sifat yang tenang dan mudah dikendalikan dibandingkan
dengan jenis-jenis lain (Fauzi Mohd, 2009). Jumlah anak rata-rata 6-12 ekor
dengan berat 5-6 gram saat lahir (SAGE®Labs, 2015). Berat tikus adalah 250-300
gram (betina); 450-520 gram (jantan). Rentang hidup 2,5-3,5 tahun. Laju
pernafasan: 70-115 nafas/menit. Denyut jantung: 250-450 denyut/ menit. Gigi seri
open-rooted dan tumbuh terus-menurus. (SAGE®Labs, 2015).
Rekomendasi diet: DietLab #5R24 (RMH2500) tikus sebaiknya diberi
makanan tikus atau rodent komersial dan air ad lib. Pola diet ini adalah nutrisi
lengkap dan tidak memerlukan suplemen. Asupan makanan sekitar
5g/100gBB/hari, asupan air sekitar 10-12 ml/100 BB/ hari (SAGE®Labs, 2015).
2.5 Simplisia
2.5.1 Definisi Simplisia (Depkes RI, 2000)
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum
mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya
beruapa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan
baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai bahan obat atau produk.
Berdasarkan hal tersebut maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral.
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan
eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau isi sel dikeluarkan dari selnya dengan cara tertentu atau zat yang
dipisahkan dari tanaman dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia
murni.
2. Simplisia Hewani
Simplisia hewani adalah simplisia hewan utuh, bagian hewan, atau belum
berupa zat kimia murni.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Simplisia mineral
Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah atau
belum, tidak berupa zat kimia murni.
2.5.2 Pengelolaan Simplisia (Agoes, 2007; T.E. Wallis, 1960)
a. Pengumpulan Sampel
Tahap pengumpulan atau tahap pemanenan terkadang dianggap sebagai
suatu hal yang dihiraukan. Padahal, tahap ini merupakan tahap yang sangat
menentukan untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas yang memenuhi
standar. Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanenan suatu
simplisia nabati:
i. Bagian tanaman yang dipanen
ii. Waktu pemanenan
iii. Cara pemanenan
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan unuk memisahkan cemaran dan kotoran dari
simplisia yang baru dipanen. Sortasi ini dapat mengurangi jumlah kontaminasi
mikroba.
c. Pencucian
Dilakukan dengan menggunakan air yang bersih (air sumur, PDAM, air dari
mata air). Pencucian secara signifikan mampu mengurangi mikroba yang terdapat
dalam simplisia. Penggunaan air harus diperhatikan . Beberapa mikroba lazim
terdapat di air yaitu: Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus,
Streptococcus, Enterobacter, serta E.coli pada simplisia akar, batang, atau buah.
Untuk mengurangi jumlah mikroba awal dapat dilakukan pengupasan kulit luar
terlebih dahulu.
d. Perajangan
Dilakukan untuk mempermudah dalam proses pengeringan, pengepakan,
dan penggilingan. Perajangan harus memperhatikan senyawa yang terkandung
dalam simplisia. Untuk lebih amannya, gunakan pisau atau pemotong yang terbuat
dari stainless steel.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Pengeringan
Setelah suatu simplisia nabati dipanen, umumnya simplisia tersebut akan
dikeringkan, jika memang tidak akan digunakan secara segar. Pengeringan
merupakan suatu hal yang sangat krusial karena beberapa metabolit sangat rentan
terhadap sinar matahari. Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air
hingga kada tertentu, umumnya tidak boleh lebih dari 10%. Dengan berkurangnya
kadar air, diharapkan akan lebih tahan terhadap pertumbuhan kapang serta
kemungkinan reaksi kimia yang diperantarai oleh air, contoh reaksi redoks atau
reaksi enzimatis. Proses pengeringan yang baik dilakukan pada suhu 30°C-90°C
(terbaik 60°C). Namun pada kondisi bahan aktif tidak tahan terhadap panas atau
mengandung bahan yang mudah untuk menguap, dilakukan pada suhu 30°C-45°C
atau dilakukan dengan menggunakan oven vakum. Umumnya, senyawa-senyawa
yang berwarna memiliki kerentanan terhadap sinar matahari.Terdapat beberapa
metode pengeringan yaitu:
a. Pengeringan secara langsung di bawah sinar matahari
Pengeringan dengan metode ini dilakukan pada tanaman yang tidak sensitif
terhadap cahaya matahari. Pengeringan terhadap sinar matahari sangat umum
untuk bagian daun, korteks, biji, serta akar. Bagian tanaman yang mengandung
flavonoid, kuinon, kurkuminoid, karotenoid, serta beberapa alkaloid yang cukup
mudah terpengaruh cahaya, umumnya tidak boleh dijemur di bawah sinar
matahari secara langsung. Kadangkala suatu simplisia dijemur terlebih dahulu
untuk mengurangi sebagian besar kadar air, baru kemudian dikeringkan dengan
panas atau digantung di dalam ruangan. Pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari secara langsung memiliki keuntungan yaitu ekonomis. Namun lama
pengeringan sangat bergantung pada kondisi cuaca.
b. Pengeringan di ruangan yang terlindung dari cahaya matahari namun
tidak lembab
Umumnya dipakai untuk bagian simplisia yang tidak tahan terhadap cahaya
matahari. Pengeringan dengan metode ini harus memperhatikan sirkulasi udara
dari ruangan. Sirkulasi yang baik akan menunjang proses pengeringan yang
optimal. Pengeringan dengan cara ini memiliki keuntungan yaitu ekonomis, serta
untuk bahan yang tidak tahan panas atau cahaya matahari cenderung lebih aman.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Namun demikian, pengeringan dengan cara ini cenderung membutuhkan waktu
yang lama dan jika tidak dilakukan dengan baik, akan mengakibatkan tumbuhnya
kapang.
c. Pengeringan dengan menggunakan oven
Pengeringan menggunakan oven, umumnya akan menggunakan suhu antara
30°-90°C. Terdapat berbagai macam jenis oven, tergantung pada sumber panas.
Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki keuntungan berupa: waktu
yang diperlukan relatif cepat, panas yang diberikan relatif konstan. Kekurangan
dari teknik ini adalah biaya yang cukup mahal.
2.6 Ekstrak dan Metode Ekstraksi
2.6.1 Definisi Ekstrak
Ekstrak menurut Farmakope Edisi III adalah sediaan kering, kental atau
cair dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di
luar pengaruh cahaya langsung.
2.6.2 Metode Ekstraksi (BPOM RI, 2010; Depkes RI, 2000)
Cara Panas
a. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.
b. Dekokta
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal
dengan air pada 90 oC selama 30 menit.
c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
d. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditempatkan dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini
pelarut akan terus direfluks, alat soklet akan mengkosongkan isinya ke dalam labu
dasar bulat setelah pelarut mencapai kadat tertentu. Setelah pelarut segar melewati
alat ini melalui pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dean
senyawa dari biomasa secara efektif ditarik ke dalam pelarut karena konsentrasi
awalnya rendah dalam pelarut.
e. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-
50oC.
f. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu
sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang
memisah sempurna atau memisah sebagian.
Destilasi uap, bahan simplisia benar-benar tidak tercelup ke air yang
mendidih, namun dilewati uap air sehingga senyawa kandungan menguap ikut
terdestilasi. Destilasi uap dan air, bahan (simplisia) bercampur sempurna atau
dengan air mendidih, senyawa kandungan menguap tetap kontinu ikut terdestilasi.
Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat brkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI, 2000).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel
rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan
dari sel yang masih utuh (Voight,1995).
Kerugian metode maserasi yaitu pengerjaanya lama dan penyarian kurang
sempurna. Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama, dan seterusnya
(Depkes RI, 2000; Depkes RI 1995).
b. Perkolasi (Depkes RI, 2000)
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurana
(Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Prinsip perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana
slinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Proses terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2.6.3 Proses Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Pembasahan (Depkes RI 2000)
Pembasahan serbuk dilakukan pada penyarian, dimaksudkan memberikan
kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki pori-pori dalam
simplisia sehingga mempermudah penyarian selanjutnya.
b. Penyari/ Pelarut (Depkes RI 2000)
Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah
penyari yang baik untuk senyawa kandungan berkhasiat atau aktif. Penyari
tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya. Faktor
utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah
selektifitas, ekonomis, kemudahan bekerja, ramah lingkungan dan aman. Sampai
saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air, alkohol
(etanol) atau campuran (air dan alkohol).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Pemisahan dan Pemurnian (Depkes RI, 2000)
Tujuannya adalah untuk menghilangkan senyawa yang ridak dikehendaki
semaksimal mungkin tanpa pengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki,
sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahap ini adalah
pengendapan, pemisahan dua cairan tak bercampur, sentrifugasi, dekantasi,
filtrasi, serta poses absropsi dua penukar ion.
d. Pemekatan/penguapan (Depkes RI, 2000)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solut (senywat terlarut)
dengan cara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kering tetapi ekstrak hanya
menjadi kental/pekat.
2.7 ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay)
ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay) merupakan suatu tes yang
cepat untuk menditeksi dan kuantifikasi antibodi atau antigen against viruses,
bakteri, dan bahan lainnya. Metode ini dapat digunakan untuk menditeksi infeksi
yang memiliki efek poultry dan livestock (Idexx, 1986).
Teknologi ELISA menggunakan fase padat yang mengandung plat
polistiren 96-well, walaupun penggunaan bahan lain dapat digunakan. Kegunaan
fase padat untuk imobilisasi antigen atau antibodi pada sampel dimana keduanya
dapat terikat pada fase padat. Setelah inkubasi, plate dicuci untuk menghilangkan
bahan yang tidak berikatan. Pada beberapa assay konjugat ditambahkan ke dalam
plate dan diperbolehkan untuk diinkubasi (Idexx, 1986).
Konjugat mengandung antigen atau antibodi yang telah diikat dengan
enzim. Pengikatan konjugat degan fase padat atau sampel tergantung pada format
assay. Bagian enzim pada konjugat dapat diditeksi. Plate dicuci kembali dan
substrat enzim (hidrogen peroksida dan kromogen) ditambahkan dan
diperbolehkan untuk dinkubasi. Warna akan terlihat pada ikatan enzim dan
densitas optik dibaca dengan ELISA plate reader (Idexx, 1986). Prinsip-prinsip
ELISA yaitu (Walker, 2008):
a. Penempelan protein terhadap plastics secara pasif.
b. Membersihkan protein yang tidak berikatan.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Penambahan antibodi spesifik untuk berikatan dengan enzim pada
beberapa tahap.
d. Penggunaan competing inert protein untuk pencegahan reaksi
nonspesifik dengan plastics.
e. Tahap pencucian untuk memisahkan reagen yang berikatan dengan yang
tidak berikatan.
f. Penambahan substrat spesifik yang memberikan perubahan warna dengan
katalis enzim atau substrat dan colorless chromophore (larutan pewarna)
yang menunjukan pembentukan warna pada katalis enzim.
g. Tahap inkubasi untuk proses reaksi imunologi.
h. Pemberhentiaan katalis enzim.
i. Pembacaan warna dengan spektrofotometer
ELISA terdiri dari tiga sistem yaitu direct ELISA, inderect ELISA,dan
sandwich ELISA. Semua sistem ini dapat digunakan untuk memperlihatkan
kompetisi pengahambatan ELISA (Walker, 2008). Tahap-tahap masing-masing
sistem ELISA yaitu:
a. Direct ELISA (Crowter, 2009)
1. Antigen ditambahkan pada fase padat dan adsorbsi secara pasif pada saat
inkubasi.
2. Setelah inkubasi, antigen yan tidak berikatan dibersihkan dari fase padat.
3. Spesifik antibodi ditambahkan untuk antigen dan berikatan dengan enzim
(konjugat) dan inkubasi.
4. Ikatan konjugasi dengan antigen pada fase padat. Kemudian konjugat
yang tidak berikatan dibersihkan.
5. Substrat atau larutan kromofor dan reaksi katalis enzim ditambahkan
untuk memberikan produk yang berwarna. Reaksi diakhiri pada waktu
yang tepat dan kuantifikasi warna dibaca menggunakan spektrofotmeter.
b. Indirect ELISA (Walker, 2008)
1. Lapiskan wells dengan antigen kemudian diinkubasi.
2. Wells dibersihkan untuk menghilangkan antigen yang tidak berikatan.
3. Antibodi yang berlawanan dengan antigen ditambahkan dan kemudian
diinkubasikan.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Antibodi yang tidak bereaksi dibersihkan.
5. Konjugat anti-species ditambahkan dan kemudian diinkubasi.
Substrat / kromofor ditambahkan dan kemudian pembacaan warna yang
tebentuk.
c. Sandwich ELISA (Walker, 2008)
Sandwich direct
1. Wells dilapisi dengan antibodi
2. Wells dicuci
3. Antigen ditambahkan dengan imobilisasi antibodi dan kemudian
diinkubasi
4. Antigen yang tidak bereaksi dibersihkan
5. Antibodi yang sama berikatan dengan enzim atau antibodi yang bebeda
yang berikatan dengan enzim tetapi antibodi yang masih spesifik untuk
mengenali antigen ditambahkan. Dan kemudian diinkubasi.
6. Substrat / kromofor ditambahkan dan kemudian diinkubasi.
Sandwich Inderect
1. Wells dilapisi dengan antibodi.
2. Antibodi yang berlebih dicuci.
3. Antigen ditambahkan dimana antigen dikenali oleh antibodi dan
kemudian diinkubasi. Antibodi yang tidak berikatan dengan antigen
dicuci.
4. Antibodi dari spesies berbeda ditambahkan untuk menghasilkan reaksi
dengan antigen. Kemudian diinkubasi. Antibodi yang tidak berikatan
dengan antigen dicuci.
5. Tambahkan konjugat antispesies spesifik yang tidak mengikat antibodi
kedua, dimana hal ini tidak terjadi reaksi dengan antibodi yang ada di
well. Kemudian di inkubasi. Konjugat antispesies yang tidak berikatan
dicuci.
6. Sistem substrat / kromofor ditambahkan.
7. Terbentuk warna merah.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2014 hingga April 2015.
Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia,
penapisan fitokimia di Laboratorium Kimia Obat, pengujian parameter di
Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Riset, pemeliharaan dan perlakuan
hewan uji di Animal House (AH) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pembuatan histologi di
Laboratorium Histologi Universitas Indonesia serta pemakaian freeze dry di
Laboratorium Fitokimia Universitas Indonesia.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips),
timbangan analitik (AND GH-202 dan Wiggen Hauser), botol maserasi, vacum
rotary evaporator (EYELA), erlenmeyer, beaker glass, batang pengaduk, spatula,
kertas saring, kapas, corong gelas, tabung reaksi, pipet tetes, cawan penguap,
botol timbang, kurs silikat, oven (Memmert), tanur (Thermo Scientific), freeze
dry, alumunium foil, timbangan, kandang tikus beserta tempat makanan dan
minuman, sonde oral, syringe, wadah pembiusan, alat bedah minor, kaca objek
dan cover glass, mikropipet (Eppendrof Research Plus), Effendrof tube,
centrifuge, vortex, mikroskop cahaya (Motic dan Epson), Hemositometer
Improved Neubaurer (NESCO), Freezer, water bath, desikator, dan ELISA
reader.
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak daun pacing
(Costus spiralis). Daun pacing yang digunakan diperoleh dari Mega Mendung
Cisarua, Bogor. Sebelum dilakukan peneitian, daun pacing terlebih dahulu
24
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dideterminasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor untuk
menentukan kebenaran bahan uji.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian adalah etanol70%, pereaksi
untuk penapisan fitokimia (HCl 2N, HCl pekat, Aquadest, Pereaksi Libermann-
Bouchard, Pereaksi Bouchard LP, Pereaksi Mayer LP, Pereaksi Dragendorf LP,
Etil Asetat, asam sulfat (H2SO4) pekat, Asam Asetat Anhidrat, Serbuk Magnesium
P, Kit ELISA, FeCl3 0,1%, Kloroform, dan eter). Natrium kabonil metil selulosa
untuk penyiapan suspensi zat aktif. Penyiapan sperma (normal saline water);
larutan George; NaCl fisiologis; larutan Eosin Y 1%, larutan Xilol, Larutan Bouin
(asam pikrat, formaldehid 4%, asam asetat), larutan benzoil, benzoat, dan Larutan
Hematoksilin.
3.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
jantan strain Sprague Dawley yang sehat dan fertil 2,5-3 bulan dengan berat badan
250-350 gram yang diperoleh dari Animal Facility and Modeling Provider Insitut
Pertanian Bogor (IPB).
3.3 Rancangan Peneiltian
3.3.1 Besar Sampel
Penelitian ini bersifat eksperimental yang terbagi dalam 4 kelompok
perlakuan yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan
strain Sparague Dawley (WHO,2000).
3.3.2 Dosis Perlakuan
Dosis yang digunakan 12,5mg/kgBB, 25mg/KgBB, dan 37,5mg/KgBB.
Perhitungan dosis yang diberikan dapat dilihat dari lampiran 3. Pemberian ekstrak
dilakukan selama 48 hari sesuai dengan tikus (Krinke, 2000).
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan
Kelompok Jumlah
tikus
Perlakuan Lama
pemberian
Pengukuran/Bagian yang
digunakan
I (Kontrol) 5 Tikus diberikan suspensi
Natrium CMC 0,5%
sebanyak ±1ml
48 hari i. Darah dari vena
lateral ekor
(testosteron serum)
ii. Sperma dikeluarkan
dari Kauda
epididimis
II (Dosis
Rendah)
5 Tikus diberikan ekstrak
daun pacing (Costus
spiralis) sebanyak
12,5mg/KgBB
48 hari i. Darah dari vena
lateral ekor
(testosteron serum)
ii. Sperma dikeluarkan
dari Kauda
epididimis
III (Dosis
sedang)
5 Tikus diberikan ekstrak
daun pacing (Costus
spiralis) sebanyak
25mg/KgBB
48 hari i. Darah dari vena
lateral ekor
(testosteron serum)
ii. Sperma dikeluarkan
dari Kauda
epididimis
IV Dosis
tinggi)
5 Tikus diberikan ekstrak
daun pancing (Costus
spiralis) sebanyak
37,5mg/KgBB
48 hari i. Darah dari vena
lateral ekor
(testosteron serum)
ii. Sperma dikeluarkan
dari Kauda
epididimis
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Sebanyak 8 kg daun pacing (Costus spiralis) dikumpulkan dan kemudian
dicuci bersih dengan air mengalir dan dikering anginkan. Daun pacing yang telah
kering di haluskan dengan blender hingga menjadi serbuk sebanyak 1 kg dan
diayak dengan ukuran 40 mesh. Kemudian serbuk daun pacing ditimbang dan
dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% selama 72 jam kemudian disaring
dengan kapas dan kemudian dengan kertas saring. Proses maserasi ini diulang
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hingga dihasilkan maserat yang berwarna pucat (mendekati tidak berwarna).
Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dengan suhu
40oC sampai diperoleh ekstrak kental. Apabila ekstrak kental belum didapatkan,
maka dapat dilanjutkan dengan freeze dry dan kemudian ekstrak kental ditimbang.
3.4.2 Penapisan Fitokimia
Pengujian golongan metabolit sekunder dilakukan terhadap golongan:
a. Alkaloid (Depkes RI, 1995)
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol
70% kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9ml aquades, dipanaskan
di penangas air selama 2 menit, dan didinginkan. Kemudian disaring dan
ditampung filtratnya. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya:
i. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendrof, terbentuk
endapan jingga coklat (positif alkaloid).
ii. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk
endapan menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol
(positif alkaloid).
b. Identifikasi Flavonoid (Arifin Helmi, 2006)
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70%
kemudian ditambahkan serbuk Mg, lalu ditambahkan asam klorida pekat. Apabila
terbentuk warna orange, merah, atau kuning, berarti positif flavonoid.
c. Identifikasi Terpen (Famsworth,1966)
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam cawan penguap ditambahkan 1ml etanol
70% kemudian dilarutkan dalam 5ml eter. Kemudian diuapkan hingga kering.
Larutan pereaksi yang terdiri dari campuran 10 tetes asam asetat anhidrat, dan 5
tetes asam sulfat pekat disiapkan. Kemudian, larutan pereaksi ditambahkan ke
dalam residu. Ekstrak mengandung terpen apabila terbentuk warna merah-hijau-
violet-biru.
d. Identifikasi Tanin (Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh, 2012)
Sebanyak 500 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 2ml etanol 70%
kemudian ekstrak ditambahkan 0,1% FeCl3. Apabila terbentuk warna hijau
kecoklatan mengidentifikasikan tanaman mengandung tanin.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Identifikasi Saponin (Depkes RI, 1995)
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70%
kemudian ditambahkan 10ml air panas dan didinginkan. Kemudian dikocok
vertikal selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Terbentuk buih setinggi
1 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang.
f. Identifikasi Steroid dan Triterpenoid (Fransworth, 1996)
Sebanyak 100 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1ml etanol 70%
kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard, adanya steroid menunjukan
warna biru-kehijauan sedangkan triterpenoid menunjukkan warna merah, merah
muda, atau ungu.
3.4.3 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik
1. Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)
a. Identitas
Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan, nama tumbuhan Indonesia) dan dapat mempunyai
senyawa identitas. Tujuannya untuk memberikan identitas objektif dari nama dan
spesifik dari senyawa identitas.
b. Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk mendeskripsikan bentuk (padat,
serbuk-kering, kental, cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau (aromatic, tidak
berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan tujuan untuk pengenalan awal
yang sederhana.
2. Parameter Non Spesifik Ekstrak (Farmakope Herbal, 2009; Depkes
RI,2000)
a. Parameter Kadar Air
Pengukuran kandungan air yang berada didalam bahan, dilakukan dengan
cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetrik. Cara kerja
menggunakan gravimetri yaitu masukan 1,5 gram ekstrak dan ditimbang saksama
dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105oC selama 5 jam dan
ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang setelah 1 jam sampai perbedaan
(selisih) antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
% Kadar air = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 −𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙𝑥 100%
b. Kadar abu
Bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya
terdestruksi dan menguap, sehingga menyisakan unsur mineral dan anorganik.
Ditimbang 2 gram ekstrak dengan seksama ke dalam krus yang telah ditara,
dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, diinginkan dan ditimbang. Jika
dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring
melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan
dalam krus yang sama. Masukan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga
bobot tetap, timbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji.
% Kadar Abu Total = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙𝑥 100%
3.4.4 Penyiapan Hewan Uji
Tikus jantan galur Sprague-Dawley diaklimatisasi di Animal House
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta selama 1 minggu.
Diberikan makan dan minum ad libitum. Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus
spiralis) diberikan secara oral menggunakan sonde sekali setiap hari selama 48
hari dengan dosis seperti tertera pada tabel rancangan percobaan (Tabel 3.1).
Dosis yang tertera merupakan hasil konversi dosis 25,50, dan 75 mg/kgBB pada
mencit ke tikus (Adnan, 2000).
1. Kelompok I diberikan suspensi Natrium CMC 0,5%.
2. Kelompok II ekstrak etanol 70% daun pacing 12,5mg/kgBB yang
disuspensikan ke dalam Natrium CMC 0,5%.
3. Kelompok III ekstrak etanol 70% daun pacing 25mg/kgBB yang disuspensikan
ke Natrium CMC 0,5%.
4. Kelompok IV ekstrak etanol 70% daun pacing 37,5mg/kgBB yang
disuspensikan ke dalam Natrium CMC 0,5%.
3.4.5 Pembuatan Preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil
organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kauda epididimis dan dihitung jumlah spermatozoa kemudian bagian testis
diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat. Untuk mendapatkan sperma di
dalam sekresi epididimis dilakukan dengan cara sebagai berikut: kauda epididimis
diambil dan diletakkan ke dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Kemudian
epididimis di plurut dalam wadah yang berisi NaCl fisiologis 0,9% tersebut
disebut sebagai larutan stok yang digunakan untuk mengetahui kualitas dan
kuantitas spermatozoa. Suspensi sperma dari epididimis yang telah diperoleh
dapat digunakan untuk pengamatan konsentrsi spermatozoa (Hartini, 2011).
Untuk jaringan testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan Bouin dan
dibiarkan selama kurang lebih 24 jam. Kemudian dilakukan pencucian, yaitu
mencuci organ dengan alkohol 70% yang dilakukan berulang-ulang selama
kurang lebih 30 menit. Hal ini bertujuan agar warna kuning (larutan Bouin)
berkurang atau tampak jernih. Jaringan didehidrasi dalam larutan alkohol
bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 96% dan alkohol absolut selama kurang lebih 1
jam untuk menarik molekul air yang keluar dari jaringan. Selanjutnya, jaringan
dijernihkan dengan larutan benzil benzoat selama 24 jam, lalu dalam benzil
sebanyak 2 kali 15 menit sampai jaringan tampak jernih atau transparan (Ilyas,
2007).
Setelah itu, dilakukan infiltrasi dengan parafin dalam beberapa tahap, yaitu
jaringan direndam dalam parafin I selama 30 menit, parafin II selama 60 menit,
dan parafin III selama 90 menit. Infiltrasi dilakukan dalam oven dengan suhu
56oC-58
oC. Perlakuan berikutnya adalah penanaman jaringan dalam parafin cair
lalu diletakkan dalam kotak kertas sesuai dengan ukuran masing-masing jaringan
yang akan ditanam. Kotak kertas yang telah berisi jaringan dimasukkan dalam
lemari es dan dibiarkan membeku (Kusmana, 2001).
Selanjutnya, pemotongan jaringan setebal 3-6µm dengan menggunakan
pisau mikrotom putar dan hasil irisam ditempelkan pada kaca objek. Preparat pada
kaca objek dipanaskan sampai jaringan mengembang dengan sempurna. Sebelum
jaringan diwarnai, sediaan direndam dalam xilol selama 5 menit sebanyak 2 kali.
Hal tersebut bertujuan agar sisa parafin yang masih merekat pada jaringan dapat
dihilangkan. Xilol dihilangkan dengan merendam jaringan pada larutan alkohol
bertingkat dari konsentrasi tinggi turun secara bertahap (100%, 90%, 80%, dan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
70%) masing-masing selama 3 menit. Untuk perwarnaan dilakukan dengan
hematoksilin dan eosin (HE). Jaringan yang telah diwarnai dijernihkan dengan
xilol selama 5 menit agar jaringan tampak lebih cerah. Pada tahap akhir, jaringan
testis pada kaca objek diberi entelan dan ditutup dengan kaca penutup sehingga
dapat dilakukan pengamatan.
3.4.6 Pengukuran Parameter
1. Perhitungan konsentrasi spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil
spematozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakan dalam
cawan penguap yang berisi cairan NaCl sebanyak 500µl. Spermatozoa
dimasukkan ke dalam kamar Neubauer (Hemasitometer) sampai kamar Neubaurer
terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung
Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan
jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2) (Ilyas, 2007).
Tabel 3.2. Pengenceran yang Dilakukan dan Kotak yang Dihitung
No Jumlah Spermatozoa dalam 1
kotak
Faktor
Pengenceran
Kotak Kecil
yang Dihitung
1. > 40 50 kali 5
2. 15-40 20 kali 10
3. ≤15 10 kali 25
Dari jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran
spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung (Ilyas, 2007).
Tabel 3.3. Cara Pengenceran
No Pengenceran Pembuatan Pengenceran
1. 50 kali a. 980µL larutan George + 20µL spermatozoa
b. 2.450µL Larutan George + 50µL spermatozoa
2. 20 kali 950µL larutan George + 50µL spermatoza
3. 10 kali a. 900 µL larutan George + 100µL spermatozoa
b. 450 µL larutan George + 50µL spermatozoa
Setelah pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah
kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada tabel 3.3. Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi spermatozoa sesuai
rumus dibawah ini (Ilyas, 2007).
Konsentrasi spermatozoa = n x 10.000x Fp x 25
𝑘x vNaCl (3.2)
Keterangan :
N = jumlah spermatozoa yang dihitung
10.000 = volume kamar hitung Neubauer
Fp = Faktor pengenceran
25 = total kotak kecil yang terdapat alam kamar hitung
Neubauer
K = kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan
vNaCl = volume NaCl fisiologis (ml) yang digunakan untuk
membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis.
Perhitungan konsentrasi spermatozoa (juta/ml) dapat terlihat dari tabel 3.4
berikut.
Tabel 3.4. Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No Jumlah kotak yang dihitung Rumus Konsentrasi
Spermatozoa
1. 5 nx 10.000x 50x5x0,5
2. 10 nx 10.000x 20x2,5x0,5
3. 25 nx 10.000x 10x1x0,5
2. Konsentrasi testosteron
Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak
etanol 70% daun pacing per oral. Pada hari ke- 0 dan 49 dilakukan pengambilan
darah melalui vena lateral ekor sebanyak ±1ml, kemudian dimasukkan ke dalam
tube. Darah dalam tube disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm untuk
memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur konsentrasi testosteron
tikus. Serum kemudian disimpan dalam freezer suhu -20oC sampai hari ke-49.
Pengukuran konsentrasi hormon testosteron serum dilakukan di laboratorium
dengan menggunakan ELISA testosteron dari DRG international pada hari ke-49.
Kadar hormon minimal yang terdeteksi pada kit adalah 0,086 ng/ml. Prosedur
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengukuran hormon dilakukan berdasarkan intruksi manual yang disertakan
dalam kit (Krishna, 2012).
Prosedur pengukuran kadar testosteron menggunakan kit ELISA, larutan
standar, kontrol dan sampel, dipipet masing-masing sebanyak 25µL ke dalam
wells. Enzyme conjugate dipipet sebanyak 200µL ke dalam setiap wells, kemudian
dicampurkan selama 10 detik. Hal yang penting adalah larutan tahap pencampuran
hingga selesai. Campuran tersebut kemudian dinkubasi selama 60 menit pada
suhu ruangan (tanpa penutup plate), wells kemudian digoyangkan dengan cepat.
Wells diteteskan dengan wash solution (400µL), wells diletakan di atas kertas
penyerap untuk menghapus sisa tetesan. Substrate solutions sebanyak 200µL
ditambahkan ke dalam wells. Setelah itu diinkubasi selam 15 menit pada suhu
ruangan. Penghentian reaksi enzimatik dilakukan dengan penambahan stop
solution sebanyak 100µL ke dalam setiap wells. Tentukan nilai absorbansi setiap
wells pasda 450 ±10nm dengan microtiter plate reader dengan waktu yang
direkomendasikan untuk membaca absorbansi setiap wells adalah 10 menit setelah
penambahan stop solution.
3. Pengamatan Morfologi (Inversk Research et al, 2000)
Morfologi sperma dapat diamati pada sediaaan apus dengan perwarnaan
eosin Y 1%. Suspensi sperma sebanyak 50µL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 300µL eosin Y 1% kemudian dikocok perlahan.
Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama 45-50 menit kemudian
diresuspensikan dengan pipet tetes.
Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan bentuk
sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan
dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400-1000 kali.
4. Jumlah Spermatosit Pakiten
Pada tubulus seminiferus diukur diameter tubulus seminiferus dan sel
germinal dari tahapan I sampai XI yang dikelompokan pada tahapan (Stage) I-VI,
VII-VIII, 1X-XI dan XII-XIV dari epitel seminiferus. Pengamatan dilakukan di
bawah mikroskop optik. Tahapan I-VI dilihat dari membran menuju lumen
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terdapat spermatogonium, fase transisi, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan
cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19). Tahapan VII-VIII terdapat
spermatogonium, pakiten, spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti sel) dan
spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen. Tahapan IX-
XI terdapat spermatogonium, pakiten dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head
cap dan nukleus mulai memanjang. Tahapan XII-XIV terdapat spermatogonium,
pakiten dan diaknesis, spermatid fase akrosom (12-14) terlihat nukleus
memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma (Azrifitria,2012). Analisis kuantitatif
perhitungan jumlah spermatosit pakiten hanya dilakukan pada tubulus seminiferus
yang mengalami spermatogenesis pada tahap VII-VIII pada testis bagian kanan.
3.5 Analisa Data
Hasil percobaan yang dianalisis untuk melihat adanya perbedaan yang nyata
pada konsentrasi testosteron, konsentrasi spermatozoa, jumlah spermatosit
pakiten, dan morfologi spermatozoa dari masing-masing kelompok tikus
perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas,
uji parametrik (one-way ANOVA, Paired Sample T-Test), atau uji non-
parametrik (Kruskal Wallis).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasai dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI
Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman
pacing (Costus spiralis) suku Zingeberaceae. Surat pernyataan hasil determinasi
dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Penyiapan simplisia dilakukan di Ballitro, Bogor. Sebanyak 8 kg daun
pacing (Costus spiralis) segar dirajang dan dihaluskan hingga didapat 1 kg serbuk
daun pacing (Costus spiralis) yang diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor
pada 31 Oktober 2014. Serbuk daun pacing (Costus spiralis) dimaserasi sebanyak
9 kali berulang dengan menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 8 L hingga
dihasilkan maserat yang berwana lebih bening daripada maserat awal.. Ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang diperoleh kemudian dipekatkan
dengan vcuum rotary evaporator. Ekstrak etanol 70% daun pacing yang didapat
belum menjadi ekstrak kental sehingga dilakukan freeze dry di Laboratorium
Fitokimia Universitas Indonesia selama 10 hari. Ekstrak kental yang diperoleh
sebanyak 77 gram dengan rendemen 7,7%. Perhitungan rendemen dapat dilihat
pada Lampiran 7.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder. Hasil penapisan
fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) ditunjukkan pada tabel
4.1.
35
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1 Hasil Penapisan Fitokimia ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis)
Penapisan Fitokimia Hasil
Alkaloid 1. Tidak terbentuk endapan putih dengan
penambahan reagen Meyer (negatif)
2. Tidak terbentuk endapan kuning dengan penambahan
reagen Dragendrof (negatif)
Tanin Terbentuk warna hijau kecoklatan (positif)
Saponin Terbentuk buih yang tidak hilang (positif)
Flavonoid Terbentuk warna kuning (positif)
Terpen Terbentuk warna hijau (positif)
Steroid
Triterpenoid
1. Tidak terbentuk warna biru-kehijauan (negatif)
2. Tidak terbentuk warna merah, merahmuda atau ungu
(negatif)
4.1.4 Pengujian Parameter Ekstrak
Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol 70%
daun pacing (Costus spiralis) dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Pengujian Parameter Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis)
Parameter Hasil
Parameter Spesifik Identitas ekstrak
a. Nama latin tumbuhan
b. Bagian tumbuhan
yang digunakan
c. Nama Indonesia
tumbuhan
Costus spiralis
Daun
Pacing
Organoleptik
a. Bentuk
b. Warna
c. Bau
Kental
Coklat kehitaman
Khas
Parameter Nonspesifik Kadar air 18,667 %
Kadar abu 22,327%
4.1.5 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) menggunakan kamar hitung Neubauer. Data hasil perhitungan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
konsentrasi spermatozoa ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat
dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing
(Costus spiralis) Kelompok Rerata Konsentrasi Spermatozoa (10
6/ml) ±SD
Kontrol 15,12± 1,83
Dosis 12,5 mg/kgBB 15,00± 1,45
Dosis 25 mg/kgBB 14,95 ±3,95
Dosis 37,5 mg/kgBB 12,6 2± 2,50
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa menunjukkan adanya penurunan
konsentrasi seiring dengan peningkatan dosis ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) yang diberikan pada hewan uji (gambar 4.1).
Gambar 4.1. Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus
spiralis)
Data hasil perhitungan menggunakan one-way ANOVA. Hasil varian
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara bermakna (p≥0,05) antara dosis
12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Hasil analisis
statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.
11.000
11.500
12.000
12.500
13.000
13.500
14.000
14.500
15.000
15.500
Kontrol Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB
Dosis 37,5mg/kgBB
Ko
nse
ntr
asi S
per
mat
ozo
a (1
06 /
mL)
Kelompok Uji
Konsentrasi Spermatozoa
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.6 Perhitungan Morfologi Spermatozoa
Perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa ekstrak etanol 70%
daun pacing (Costus spiralis) menggunakan preparat apus. Data hasil perhitungan
morfologi spermatozoa dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Perhitungan Mofologi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing
(Costus spiralis) Kelompok Rerata Abnormalitas Morfologi Spermatozoa (%) ±SD
Kontrol 12,22± 0,58
Dosis 12,5 mg/kgBB 27,15± 2,15
Dosis 25 mg/kgBB 23,12 ±1,56
Dosis 37,5 mg/kgBB 25,72± 0,92
Hasil perhitungan abnormalitas morfologi spermatozoa menunjukkan
adanya peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa terhadap kontrol.
Peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa tidak sebanding dengan
peningkatan dosis ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang
diberikan pada hewan uji (gambar 4.2).
Gambar 4.2. Abnormalitas Morfologi Spermatozoa Ekstrak Etanol70% Daun
Pacing (Costus spiralis)
Data hasil perhitungan morfologi spermatozoa abnomal kemudian diolah
menggunakan Kruskal-Wallis yang menunjukkan terjadi perbedaan secara
0
5
10
15
20
25
30
Kontrol Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB
Dosis 37,5mg/kgBB
% m
orf
olo
gi
sper
mat
ozo
a ab
norm
al
Kelompok Uji
Abnormalitas Morfologi Spermatozoa
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermakna (p≤0,05). Hasil dari Kruskal Wallis dilanjutkan uji LSD yang
menunjukkan terjadi perbedaan bermakna (p≤0,05).antara masing-masing dosis
yaitu 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Hasil
perbandingan antara dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB tidak
menunjukkan perbedaan secara bermakna (p≥0,05). Peningkatan abnormalitas
morfologi spermatozoa menunjukkan adanya gangguan pada proses
spermatogenesis. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 11.
4.1.7 Perhitungan Konsentrasi Testosteron
Perhitungan konsentrasi testosteron serum pada hari ke-0 dan ke-49
dilakukan menggunakan ELISA kompetitif. Data hasil perhitungan konsentrasi
testosteron pada hari ke-0 dan ke-49 dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Perhitungan Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing
(Costus spiralis) Kelompok Rerata Konsentrasi Testosteron (ng/ml)±SD
H-0 H-49
Kontrol 3,79±0,70 2,39±0,77
Dosis 12,5 mg/kgBB 4,49±1,93 2,63±0,41
Dosis 25 mg/kgBB 1,83±0,32 4,25±0,98
Dosis 37,5 mg/kgBB 3,51±0,86 4,96±1,54
Hasil perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan 49 pada
masing-masing kelompok uji mengalami penurunan dan peningkatan konsentrasi
testosteron (gambar 4.3).
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.3. Perhitungan Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun
Pacing (Costus spiralis)
Hasil data perhitungan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan 49 diuji
menggunakan Paired-Sample T-Test. Pada kelompok kontrol dan dosis
12,5mg/kgBB terjadi penurunan konsentrasi testosteron antara hari ke-0 dan hari
ke-49 secara tidak bermakna (p≥0,05) yang diuji menggunakan Paired-Sample T-
Test. Kelompok uji 25mg/kgBB dan 37,5 mg/kgBB mengalami peningkatan
konsentrasi testosteron antara hari ke-0 dan hari ke-49. Kelompok uji 25mg/kgBB
dan dosis 37,5 mg/kgBB terjadi peningkatan konsentrasi testosteron secara tidak
bermakna (p≥0,05) yang diuji dengan menggunakan Paired-Sample T-Test.
Penurunan dan peningkatan konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke 49
masih memperlihatkan dalam rentang normal konsentrasi testosteron serum. Hasil
analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.
4.1.8 Perhitungan Jumlah Spermatosit pakiten
Perhitungan jumlah spermatosit pakiten ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) dilihat dari histologi testis bagian kanan dengan melihat lima
tubulus seminiferus tahap VII-VIII per tikus. Data hasil perhitungan jumlah
spermatosit pakiten dapat dilihat pada tabel 4.6.
0
1
2
3
4
5
6
Kontrol Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB Dosis 37,5mg/kgBB
Ko
nse
ntr
asi T
esto
ster
on
(ng/
mL)
Kelompok Uji
H-0
H-49
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun
Pacing (Costus spiralis) Kelompok Uji Rerata jumlah Spermatosit pakiten ±SD
Kontrol 50,12 ± 1,42
Dosis 12,5 mg/kgBB 32,52 ± 1,40
Dosis 25 mg/kgBB 32,72 ± 1,31
Dosis 37,5 mg/kgBB 36,68 ± 2,34
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) mempengaruhi jumlah
spermatosit pakiten. Hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten pada kelompok
hewan uji mengalami penurunan terhadap kontrol (gambar 4.3).
Gambar 4.4. Perhitungan Jumlah Spermatosit pakiten Ekstrak Etanol 70% Daun
Pacing (Costus spiralis)
Data hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten kemudian diolah
menggunakan ANOVA yang menunjukkan terjadi perbedaan secara bermakna
(p≤0,05). Hasil dari ANOVA dilanjutkan uji LSD yang menunjukkan terjadi
perbedaan bermakna (p≤0,05) antara masing-masing dosis yaitu 12,5mg/kgBB,
25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Penurunan jumlah spermatosit
pakiten menunjukkan adanya gangguan pada proses spermatogenesis. Hasil
analisa statistik jumlah spermatosit pakiten dapat dilihat pada Lampiran 16.
0
10
20
30
40
50
60
Kontrol Dosis 12,5 mg/kgBB
Dosis 25 mg/kgBB
Dosis 37,5 mg/kgBB
Sp
em
ato
sit
Pa
kit
en
Kelompok Uji
Spermatosit Pakiten
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Tanaman pacing (Costus spiralis) memiliki potensi sebagai efek
antifertilitas. Bagian yang digunakan dalam penelitian adalah daun pacing (Costus
spiralis). Daun pacing diperoleh dari Mega Mendung Cisarua, Bogor. Daun
pacing (Costus spiralis) diserbukkan di Ballitro. Determinasi tanaman dilakukan
di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI Bogor, menunjukan bahwa
tanaman yang digunakan adalah Costus spiralis.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Pemilihan pemakaian
metode maserasi karena mudah, dan sederhana dalam proses pembuatan ekstrak.
Metode maserasi digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang tidak tahan
panas. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70%. Etanol 70% digunakan untuk
menarik senyawa-senyawa semi polar dan polar. Filtrat hasil maserasi yang
didapat kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator untuk
menguapkan pelarut 70% yang untuk menghasilkan ekstrak kental. Pemekatan
ekstrak dengan vacuum rotary evaporator menghasilkan ekstrak yang masih cair,
sehingga dilanjutkan menggunakan freeze dry di Universitas Indonesia dengan
suhu -41oC sampai memperoleh ektrak kental. Parameter ekstrak kental pada
ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah tidak adanya pelarut dan
ekstrak tidak bisa dituangkan pada saat wadah dibalikan.
Penyiapan simplisia dilakukan di Ballitro, Bogor. Sebanyak 8 kg daun
pacing (Costus spiralis) segar dirajang dan dihaluskan hingga didapat serbuk
daun pacing (Costus spiralis) sebanyak 1 kg yang selanjutnya dimaserasi
menggunakan etanol 70 %. Ekstrak kental yang didapat sebanyak 77 gram. Hasil
rendemen ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah 7,7%.
Pemeriksaan parameter spesifik dan non spesifik dilakukan pada ekstrak
etanol70% daun pacing (Costus spiralis). Pemeriksaan paramater spesifik berupa
identitas dan organoleptis. Parameter non spesifik yang dilakukan adalah kadar air
dan kadar abu. Tujuannya untuk memberikan batasan minimal atau rentang
tentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes RI, 2000). Kadar air
yang dihasilkan adalah 18,667%. Kadar air pada ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) melebihi persyaratan yaitu >10%. Kadar air yang tinggi
kemungkinan tanaman pacing (Costus spiralis) yang tumbuh di sekitar rawa
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan tumbuhan ini menarik lebih banyak air. Pemeriksaan kadar abu
bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuk ekstrak (Depkes RI, 2000). Hasil
penetapan kadar abu ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) adalah
22,327%. Kadar abu pada ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
memiliki kadar yang tinggi dimana hasil ini menunjukkan kemungkinan
kandungan mineral juga tinggi. Mineral yang mempengaruhi proses
spermatogenesis adalah Zn, Se, Mn, Cr, dan Fe. Mineral Zn berhubungan dengan
stimulasi hormon androgen (Suharyati, 2006). Pemberian Zn >25mg/kg per hari
pada tikus dapat menyebabkan gangguan fertilitas (IRIS, 2005). Konsentrasi Se
yang tinggi pada testis merupakan hal yang esensial untuk mempengaruhi fungsi
testis. Mineral Mn diperlukan untuk sintesis steroid seperti progesteron, estrogen
dan testosteron. Chromium (Cr) dapat berpengaruh secara signifikan terhadap
pematangan folikular dan pengeluaran LH (Kumar,2011). Mineral besi (Fe)
memiliki peran dalam perkembangan sel germinal (Griswold, 1998). Pada
penelitian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) tidak dilakukan
pengukuran kadar mineral lebih lanjut sehingga belum diketahui mineral yang
mempengaruhi proses spermatogenesis.
Tikus yang digunakan sebagai bahan uji adalah tikus Sprague-Dawley
jantan berumur 2,5-3 bulan. Pemilihan strain Sprague-Dawley karena strain ini
paling sering digunakan untuk penelitian dan memiliki karakteristik sistem
reproduksi yang paling baik, memliki sifat yang tenang dan mudah dikontrol .
Hewan uji coba dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol Na
CMC 0,5%, dosis rendah (12,5mg/kgBB), dosis sedang (25mg/kgBB), dan dosis
tinggi (37,5 mg/kgBB). Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Berat badan
hewan uji coba diukur setiap hari sekali untuk menghitung volume ekstrak yang
akan diberikan.
Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya saponin, tanin, dan flavonoid
yang diduga memiliki efek antifertilitas. Menurut Asmaliyah (2010), daun pacing
(Costus spiralis) juga mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid,
akan tetapi pada penapisan alkaloid menghasilkan hasil yang negatif. Hasil
penapisan fitokima yang negatif diduga karena perbedaan tempat tumbuh tanaman
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pacing (Costus spiralis). Saponin yang terkandung pada ekstrak etanol 70% daun
pacing adalah diosgenin. Menurut Natural Standard (2015) genus Costus
merupakan sumber diosgenin. Diosgenin merupakan prekusor dari sintetis
kontrasepsi oral, hormon seks (progesterone dan estrogen), dan steroid lainnya
(Crabbe, 1979; Pazhanichamy et al, 2012). Tanin dapat menyebabkan
penggumpalan sperma. Data sel spermatogenesis memperlihatkan bahwa
pembentukan sel spermatogonia menjadi spermatosit, spermatid menjadi
spermatozoa mengalami penghambatan (Susetyarini, 2009). Efek dari senyawa
metabolit sekunder dapat terlihat pada pengamatan uji ekstrak etanol 70% daun
pacing (Costus spiralis) yang dilakukan terhadap konsetrasi spermatozoa,
konsentrasi testosteron, morfologi spermatozoa, dan jumlah spermatosit pakiten.
Spermatozoa diperoleh dari kauda epididimis. kauda epididimis merupakan
tempat pematangan spermatozoa sebelum diejakulasikan. Kauda epididimis yang
diambil kemudian diletakkan di dalam larutan NaCl 0,9%. Larutan NaCl 0,9%
berfungsi untuk mempertahankan daya hidup (viabilitas) spermatozoa di luar
tubuh tikus. Larutan NaCl fisiologis digolongkan sebagai bahan pengencer
(extender) yang sering digunakan karena larutan ini dapat memberikan sifat
buffer, mempertahankan pH semen dalam suhu kamar, bersifat isotonis dengan
cairan sel, melindungi spermatozoa terhadap cold shock dan penyeimbang
elektron yang sesuai (Simbolon, 2013).
Aktivitas fertilitas tergantung pada kualitas sperma seperti konsentrasi sel
sperma, motilitas, viabilitas, dan juga morfologi spermatozoa. Epididimis
berperan aktif dalam perkembangan dan maturasi spermatozoa (Ghosal, 2013).
Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan kamar hitung Neubauer.
Berdasarkan hasil data parametrik One-Way ANOVA terlihat adanya penurunan
konsentrasi spermatozoa seiring peningkatan dosis walaupun penurunannya tidak
bermakna secara statistik (p≥0,05). Penurunan jumlah spermatozoa yang
dihasilkan pada tikus Sprague-Dawley jantan tergantung pada besarnya gangguan
yang terjadi selama spermatogenesis yang dapat dipengaruhi oleh dua faktor (i)
faktor endogen yaitu hormonal, psikologis dan genetik, dan (ii) faktor eksogen
meliputi suhu, vitamin dan gizi (Gupta, 2005). Konsentrasi spermatozoa dapat
dipengaruhi oleh faktor usia tikus Sprague-Dawley jantan yang digunakan. Pada
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tikus kontrol konsentrasi spermatozoa adalah 15,125 juta/ml. Konsentrasi pada
kelompok kontrol masih dapat dikatakan fertil. Menurut Guzick (2001),
konsentrasi 13,5-48,0 x 106/ ml termasuk intedeterminate range fertile .
Konsentrasi spermatozoa yang jumlahnya sedikit kemungkinan pada pembelian
tikus yang dipilih adalah tikus berusia 2,5-3 bulan, akan tetapi perlakuan untuk
pemberian ekstrak pada tikus dilakukan pada tikus berusia ± 5 bulan. Menurut
Lucio et al (2013), perbandingan usia pada tikus berusia 3 bulan, 12 bulan, dan 24
bulan mengalami penurunan konsetrasi spermatozoa yang bermakna (p≤0,05).
Hasil data diatas menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) tidak mempengaruhi konsentrasi spermatozoa pada tikus
Sprague-Dawley jantan. Hasil penelitian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus
spiralis) dibandingkan dengan hasil penelitian Sari (2013) dimana pemberian
infusa 10% daun pacing (Costus speciosus) yang dapat menurunkan jumlah
spermatozoa pada mencit selama 14 hari. Konsentrasi spermatozoa yang tidak
dipengaruhi kemungkinan waktu pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis) pada tikus Spargue-Dawley jantan membutuhkan waktu yang
lebih lama.
Pengamatan kedua yaitu morfologi spermatozoa abnormal pada tikus
Sprague-Dawley jantan. Morfologi spermatozoa dikatakan abnormal apabila
preparat yang dlihat di bawah mikroskop terdiri dari tanpa kepala, leher patah,
kepala pipih (flattened head), dan ekor patah (Inversk, 2000). Berdasarkan hasil
non-parametrik uji Kruskal-Wallis adanya perbedaan secara bermakna (p≤0,05)
antara dosis kontrol dengan dosis 12,5 mg/kgBB, 25 mg/kgBB, dan
37,5mg/kgBB. Dosis yang efektif memberi peningkatan morfologi spermatozoa
abnormal yaitu dosis 12,5 mg/kgBB. Hasil tersebut dapat dilihat adanya
perbedaan mean pada tabel LSD antara dosis 12,5 mg/kgBB paling tinggi
terhadap kontrol dibandingkan dosis 25 mg/kgBB dan 37,5 yang dibandingkan
terhadap kontrol. Kelompok kontrol memiliki abnormalitas morfologi
spermatozoa sebesar 12,225%. Karakteristik morfologi pada tikus normal
memiliki abnormalitas yaitu 10-20% (Davies, 2014). Dari data abnormalitas
morfologi spermatozoa pada kelompok kontrol masih masuk dalam rentang
karakteristik normal. Menurut Saba (2009);Widiyani (2006), peningkatan
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
abnormalitas morfologi spermatozoa dapat disebabkan adanya kerusakan di dalam
tubulus seminiferus serta pada saat spermatozoa meninggalkan tubulus
seminiferus dan selama perjalannya melalui epididimis. Peningkatan morfologi
spermatozoa abnormal dapat menurunkan angka fertilitas (Ghasol,2013). Setiap
sperma yang mempunyai morfologi spermatozoa abnormal tidak dapat membuahi
ovum (Widiyani, 2006).
Pada penelitian Sari (2013), infusa 10% daun pacing (Costus speciosus)
pada mencit jantan tidak mempengaruhi persentase abnormalitas morfologi
spermatozoa, sedangkan pada penelitian yang dilakukan dengan pemberian
ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) meningkatkan abnormalitas
morfologi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley jantan. Pada penelitian
metoda infusa 10% kemungkinan senyawa saponin yang terkandung pada daun
pacing (Costus speciosus) berkurang karena saponin merupakan senyawa yang
labil terhadap panas (Chaturvedi, 2012). Perbedaan lamanya pemberian ekstrak
juga dapat mempengaruhi aktivitas antifertilitas dimana pemberian infusa 10%
daun pacing (Costus speciosus) dilakukan selama 14 hari.
Jumlah spermatozoa yang dihasilkan testis tidak cukup untuk mendiagnosa
fertil atau infertil. Jumlah spermatozoa adakalanya yang normal tetapi bila
memiliki morfologi dan kecepatan yang kurang baik akan bisa menyebabkan
seseorang infertil. Jumlah spermatozoa yang sedikit tapi memiliki morfologi dan
kecepatan normal kemungkinan masih dapat dikatakan fertil (Guyton 1997).
Parameter ketiga yang dilakukan adalah perhitungan konsentrasi testosteron
menggunakan ELISA. Penurunan dan peningkatan testosteron dapat terlihat pada
masing-masing kelompok uji antara hari ke-0 dan 49. Menurut Alpco Dignostics
(2013), rentang konsentrasi testosteron serum normal pada tikus adalah 0,66-5,4
ng/ml. Pada kelompok kontrol mengalami penurunan konsentrasi testosteron yang
tidak bermakna (p≤0,05). Kelompok uji 12,5mg/kgBB mengalami penurunan
konsentrasi testosteron yang tidak bermakna (p≤0,05). Peningkatan konsentrasi
testosteron terjadi pada kelompok uji 25mg/kgBB secara tidak bermakna
(p≤0,05). Pada kelompok uji 37,5mg/kgBB mengalami peningkatan yang tidak
bermakna (p≤0,05). Hasil analisa diuji dengan Paired-Sample T-Test.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat menurunkan dan
meningkatan konsentrasi testosteron serum, akan tetapi penurunan dan
peningkatan konsentrasi testosteron serum yang terjadi masih dalam rentang tikus
normal. Testosteron disekresikan dari kolesterol di Sel Leydig di bawah pengaruh
luteinizing hormone (LH) (Mc.Lachlan, 1996). Penghambatan sekresi
gonadotropin pitutiari dapat mengannggu proses spermatogenesis yang meliputi
penurunun diameter tubulus seminiferus dan nuklear sel Leydig serta perubahan
jumlah sel yang bermakna (Kachhawa, 2012). Hasil penelitian pemberian ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) pada tikus Sprague-Dawley jantan
menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan libido yang dilihat dari hasil
testosteron serum yang normal.
Peningkatan dan penurunan konsentrasi testosteron diduga dipengaruhi oleh
senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid dan saponin (diosgenin). Flavonoid
menghambat enzim aromatase yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen
menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron (Susetyarini,
2009). Diosgenin dapat meningkatakan sintetis progesteron dan estrogen dalam
tubuh. Progesteron memiliki efek fisiologis terhadap frekuensi pelepasan LH yaitu
menurunkan frekuensi pulsa hipotalamik. Efek umpan balik steroid ini, bersama
dengan aktivitas intrinsik pembangkit pulsa GnRH hipotalamik, menghasilkan
pulsa LH yang kecil dan menyebabkan penurunan FSH yang akan menghambat
sel Sertoli mensintesis ABP (Androgen Binding Protein) (Crabbe, 1979;
Goodman and Gilman, 2003; Rafiqa, 2013).
Peningkatan kadar hormon testosteron juga dapat menimbulkan efek umpan
balik negatif pada hipotalamus dan hipofisis anterior. Produk FSH yang terhenti
atau berkurang karena efek umpan balik negatif tersebut maka spermatogenesis
menjadi terhenti dan akibatnya jumlah sel-sel spermatogenik menjadi berkurang
(Widiyani, 2006). Mekanisme umpan balik negatif merupakan cara kerja
kontrasepsi hormonal yang dapat menghambat pematangan spermatogonia
(Nuraini, 2012).
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5. Proses Spermatogenesis (Matthiesson, 2006)
Parameter keempat yang diuji adalah perhitungan jumlah spermatosit
pakiten pada tahap VII-VIII. Pengamatan jumlah sel spermatosit pakiten
dilakukan dengan melihat lima tubulus seminiferus setiap tikus, sehingga dalam
satu kelompok diamati 25 tubulus seminiferus. Tahap VII-VIII dipilih karena
pada tahap ini memiliki protein yang paling besar dalam proses spermatogenesis
(Delmas, 1993). Sel germinal pada tahap VII juga dipengaruhi oleh hormon
(O’Donnell, 1996).
Spermatosit pakiten memodulasi sekresi faktor protein sel Sertoli yang
menstimulasi streoidogenesis pada sel Leydig (Cook, 1997). Hasil uji ANOVA
untuk spermatosit pakiten terjadi penurunan secara bermakna (p≤0,05) antara
dosis 12,5mg/kgBB, 25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB terhadap kontrol. Penurunan
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jumlah spermatosit pakiten menunjukkan adanya gangguan pada proses
spermatogenesis (Kalla, 1996). Penurunan jumlah spermatosit pakiten dapat
dipengaruhi oleh penurunan konsentrasi testosteron (Haschek, 2013), akan tetapi
pada penelitian ini tidak terjadi penurunan konsentrasi testosteron yang bermakna.
Hubungan topografi yang erat antara sel Leydig dengan tubulus seminiferus
sangat penting untuk memperoleh konsentrasi hormon androgen dalam tubuh. Sel
Sertoli diduga menghasilkan androgen binding protein (ABP) yang
mempertahankan konsentrasi androgen setempat tinggi di epitel tubulus
(Susetyarni, 2009). Hasil penurunan jumlah spermatosit pakiten kemungkinan
adanya penurunan jumlah androgen binding protein (ABP) sehingga terjadi
penurunan konsentrasi testosteron intratestiskular pada tubulus seminiferus.
Menurut Susetyarni (2009), bahwa obat-obatan antifertilitas pria
dikelompokan menjadi 3 berdasarkan aktifitasnya yaitu mempengaruhi fungsi
testis, menghambat spermatogenesis dengan cara mempengaruhi secara langsung
fungsi testis dan mempengaruhi daya fertilisasi spermatozoa. Penurunan jumlah
gonadotropin mempengaruhi konsentrasi testosteron intratestiskular yang dapat
menunjukkan terjadinya gangguan pada pematangan spermatogonia A menjadi B
dan proses pelepasan sperma dari epitelium seminiferus (O’Donnell, 1996).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kandungan ekstrak etanol 70%
daun pacing (Costus spiralis) dapat mempengaruhi proses spermatogenesis.
Terjadinya penurunan aktivitas spermatogenesis menyebabkan terjadinya
penurunan jumlah spermatosit pakiten dan peningkatan abnomalitas morfologi
spermatozoa.
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat berpotensi sebagai
agen antifertilitas yang dapat dikembangkan. Mekanisme terjadinya penurunan
aktivitas spermatogenesis ini diduga efek dari kandungan diosgenin pada ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus spiralis). Pada penelitian ini konsentrasi
testosteron dan spermatozoa tidak mengalami penurunan, akan tetapi adanya
peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa dan penurunan jumlah
spermatosit pakiten kemungkinan dapat terjadi akibat mekanisme kerja dari
ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) yang menekan sekresi FSH
untuk menghasilkan androgen binding protein (ABP). Ekstrak etanol 70% daun
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pacing (Costus spiralis) kemungkinan memiliki mekanisme kerja juga pada
penghambatan spermatogenesis dengan cara mempengaruhi secara langsung
fungsi testis.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya:
1. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat
menurunkan konsentrasi spermatozoa pada tikus Sprague-Dawley
jantan secara tidak bermakna (p≥0,05).
2. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
meningkatkan abnormalitas morfologi spermatozoa pada tikus
Sprague-Dawley jantan secara bermakna (p≤0,05).
3. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) dapat
menurunkan dan meningkatkan konsentrasi testosteron serum pada
tikus Sprague-Dawley jantan secara tidak bermakna (p≥0,05).
4. Pemberian ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis)
menurunkan konsentrasi jumlah spermatosit pakiten pada tikus
Sprague-Dawley jantan secara bermakna (p≤0,05).
Ekstrak etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) berpotensi sebagai agen
antifertilitas.
5.2 Saran
Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai potensi ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus spiralis) sebagai antifertilitas dengan
menambahkan paramater perhitungan kadar FSH dan LH .
51
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan Halifah Pagarra. 2000. Pengaruh Ekstrak Rimpang Tumbuhan Pacing
(Costus speciosus, J.E. Smith) terhadap Fertilitas Mencit (Mus muculus )
ICR Jantan. Makasar: Universitas Negeri Makasar.
Agoes, Goeswin. 2007. Teknologi Bahan Alam. Bandung: Penerbit ITB,
pp.10-20.
Alpco Diagnostics. 2013. Mouse/Rat Testosterone ELISA for Quantitative
Determination of Testosterone in Rat and Mouse Serum and Plasma.
United States.
Arifin, Helmi dkk. 2006. Standarisasi Ekstrak Etanol Daun Eugenia cumini
Merr. Padang: Universitas Andalas.
Arini, W.D. 2012. Uji Fertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji jarak Pagar (Jatropha
curcas L.) pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley secara In Vivo. UIN
Jakarta. Skripsi.
Asmaliyah dkk. 2010.Pengenalan Tumbuhan Penghasil Pestisida Nabati dan
Pemanfaataannya secara Tradisional . Kementerian Kehutanan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Produktivitas Hutan.
Azrifitria., Puteri A., Susanti Ofa Betha. 2012. Pemanfaatan Limbah Biji dan
Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Kontrasepsi Pria dan
Suplemen Minuman yang Kaya Antioksidan. Laporan Akhir Pertais.
BPOM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Volume Kelina Edisi Pertama. Jakarta.
Direktorat OAI.
Barrett, K.E, dkk. 2010. Ganong’s Review of Medical Physiology 23rd ed. USA:
McGraw Hill, pp. 519-569.
Britto, Raquel Moreira et al. 2011. Aqueous fraction from Costus spiralis (Jacq)
Roscoe Leaf Reduces Contractility by Impairing Th Calcium Inward
Current in The Mammalian Myocardium. Brazil: Universidade Federal de
Sergipe. Journal of Etnopharmacology.
Brunton, L. Laurence et al. 2006. Goodman & Gilman’s The Pharmacological
Basis of Therapeutics Elventh Edition.USA: The McGraw Hill.
Chaturvedi, Shivani et al. 2012. Effect of Processing Conditions on Saponin
Content and Antioxidant Activity of Indian Varieties of Soybean (Glycine
max Linn). India: Indian Institute Technology. Annals of Phytomedicine
An International Journal.
Cook, C. Edger et al. Hexahydroindenopyridine Compounds Having
Antispermatogenic Activity. US.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Countinho, Elsimar Metzker. 2002. Review Article Gossypol: A Contraceptive for
Men. Brazil: University of Bahia. J. Contraception.
Crabbe, P. 1979. Some Aspects of Steroid Research Based on Natural Product
from Plant Origin. Belgium. J.Soc.Chim.
Crowter, John R. 2009. The ELISA Guidebook Second Edition. UK: Human Press.
Dahliana. 2009. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Akseptor KB Kondom di
Wilayah Kerja Puskesmas Sekip RT. 08 dan RT. 09 Kelurahan Sekip Jaya
Palembang Tahun 2009.
Davies, Olufunke Ola et al. 2014. Spermatozoa Morphology and Characteristics
of Spondias mombin L. (Anacardiaceae) Protected Male Wistar Rats
Exposed to Sodium Arsenite. Nigeria: University of Ibadan. Journal of
Veterinary Medicine and Animal Health.
Delmas V. et al. 1993. Induction Of CREM Activator Proteins In Spermatid:
Down Stream Targets And Impication For Haploid Germ Cell
Differentation. Perancis. J.Mol.Endocrinol.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materi Medika Indonesia Jilid
VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Jakarta: Direktorat Jendral POM-Depkes RI.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Diktorat
Jendral POM-Depkes RI.
Djufri dkk. 2013. Biodiversitas. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences, 55 (3), pp. 225-276.
Fauzi Mohd. 2009. Pengklasifikasian Sperma Normal dan Abnormal daripada
Suspensi Sperma Tikus Sprague-Dawley. USM. Tesis.
Ghosal, Subhasish et al. 2013. Jussiaea repens (L) induced Morphological
Alterations in Epididymal Spermatozoa of Rat. India: Presidency
University.
Goodman and Gilman. 2003. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta: EGC.
Griswold, Michael D. 1998. The Central Role of Sertoli Cells in Spermatogenesis.
USA: Academic Press.
Gupta S. et al. 2005. Lipid Peroxide Levels and Antioxidant Status in Alcoholic
Liver Disease. India. Ind. J. Clinic Biochem.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Guyton, AC, Hall JE. 1997. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Guzick, David S. et al. 2001. Sperm Morphology, Motility, and Concentration
Fertile and Infertile Men. England. The New England Journal of Medicine.
Handayani, Lestari. Pil Kontrasepsi Laki-laki dengan Bahan Dasar Gandarusa
(Justicia gendarusa Burm.F). Pusat Penilitian dan Pengembangan Sistem
dan Kebijakan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia.
Hartini. 2011. Pengaruh Dekok Daun Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)
terhadap Jumlah Kecepatan dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih
Jantan (Rattus norvegicus). Tesis Program Studi Ilmu Biomedik.
Haschek et al. 2013. Haschek and Rousseaux’s Handbook of Toxicologic
Pathology Third Edition. US: Elsevier.
Heffner, Linda J. Dan Danny J. Schust. 2006. At A Glance Sistem Reproduksi.
Jakarta: Erlangga.
Http://www.herbalisnusantara.com/tanamanobat/2-077.pdf. 22 Februari 2015.
Http://loadbalanced.naturalstandard.com/index-abstract.asp?create-
abstract=costus.asp&title=Costus%20spp. 3 April 2015.
Http://www.sageresearchlabs.com/research-models/outbred-rats/sprague-dawley-
outbred-rat. 3 Februari 2015
Hess, R. A. 1999. Spermatogenesis Overview. Encyclopedia of Reproduction
Volume 4. Urbona: Academic Press.
Ilyas, S. 2007. Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel
Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU &
MPA. Disertasi.
Inveresk Research, Huntingdon Life Sciences., Sequani., Glaxo Wellcome. 2000.
Rat Sperm Morphogical Assesment Guidline Document.
IRIS. 2005. Toxicological Review of Zinc and Compounds. US: EPA.
Jagtap, Sanjay dan Rajendra Satpute. 2014. Phytochemical Screening and
Antioxidant Ativity of Rhizome Extracts of Costus spieciosus (Koen.)
J.E.Smith. India: Journal of Academia and industrial Research (JAIR).
Kachhawa, J.B.S et al. 2012. Screening of Isolated Fraction of Dendrophtoe
falcata Methanol Stem Extract for its Effects on Reproductive Function of
Male Rats International. India. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Drug Research.
Kalla, N. R. et al. 1996. Regulation of Male Fertility by Pyrimenthamine in Adult
mice. India: Springer-Verlag. Journal of Experimental Medicine.
Kariardi, Ismu. 1996. Uji Toksisitas Akut (LD50) Infusa Rimpang Pacing (Costus
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
speciosus (Koen.) J.E. Smith) pada Mencit Betina secara Intraperitoneasl.
Surabaya: Universitas Surabaya. Skripsi.
Krinke, J.G. 2000. The Labratory Rat 1st Edition. United States: Academic Press.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatatin: Situasi dan Analisis Keluarga
Berencana. Jakarta.
Kusmana, D. 2001. Pengaruh Penyutikan Kombinasi Hormon Testosteron dan
Enathat (TE) dan Depot Medroksiprogesteron Asetat terhadap
Spermatogenesis Beruk Jantan (Macaca nemestrina) yang Diberi Pakan
Berkadar Protein Lemak, Karbohidrat Berbeda. Disertasi. Program Pasca
Sarjana FKUI.
Kumar, Sudhir. 2011. Importance of Micro Minerals in Reproductive
Performance of Livestock. India. J.Veterinary World.
Krishnam Tanga Kumari. 2012. Antifertility Ativity of Whole Plant Extract of
Sarcostemma secamone L Bennet on Male Albino Rats. International
Research Journal of Pharmacy.
Lucio, Rosa Angelica et al. 2013. Sperm Count and Sperm Motility Decrease in
Old Rats. Mexico: Elsevier. Journal Phsiology&Behavior.
Matthiesson, Kati L. et al. 2006. Male Hormonal Contraception: Concept Proven
Product in sight?. Oxford University Press. Journal of Human
Reproduction Update Vol. 12.
Mclachlan, R.I. et al. 1996. The Endocrine Regulation of Spermatogenesis:
Independent Roles for Testosterone and FSH. Journal of Endocrinology.
Nuraini, Tuti dkk. 2012. Penyuntikan Ektrak Biji Carica papaya L. Varietas
Cibinong pada Macaca fascicularis L. Dan Kualitas Spematozoa serta
Kadar Hormon Testosteron. Indonesia: Universitas Indonesia.
O’Donnel, Liza et al. 1996. Testosterone Withdrawal Promote Stage Specific
Detachment Of Round Spermatid From The Rat Seminiferous Epitelium.
Australia. Biology of Reproduction.
Pawar, V.A dan P.R. Pawar. 2014. Costus speciosus: An Important Medical Plant.
India: Departement of Biotechnology, Padmashri Vikhe Patil College,
Loni, Pravaranagar, Ahmednagar,Maharashtra. International Journal of
Science and Research (LISR).
Pazhanichamy, Kalailingam et al. 2012. Isolation, Characterization and
Quantification of Diosgenin from Costus Igneus. Budapest: Akademia
Klado. Journal of Planar Chromatography.
Perez, Celno et al. 2008. Antibacterial Effect of Costus spiralis Leaves Extract on
Pathogenic Strains of Vibrio cholerae. Portugal. Revista CENIC Ciencias
Biologicas, Vol.39.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rafiqa dkk. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Terung Belanda (Solanum
battacerum) terhadap Morfologi dan Motiitas Spermatozoa Mencit (Mus
musculus) Galur Ddy. Sulawesi Tengah: Universitas Tadulako. e-JipBiol.
Ramya, B. Shiney dan P. Ganesh. 2012. Phytochemical Analysis and
Comparative Effect Of Cinnamomum Zeylanicum, Piper Nigrum and
Pimpinella Anisum With Selected Antibiotics and Its Antibacterial
Activity against Enterobacteriaceae Family. India: Departement of
Microbiology, Annamalai University, Annamalai Nagar.International
Journal of Pharmaeutical&Biological Archives.
Rahayu, Mulyati, dkk.2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional oleh
Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Bogor:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Rudiawati, Ika, S. dkk. 2006. Formulasi Sediaan Tablet Ekstrak Gossypium
herba sebagai Alternatif Kontrasepsi Pria. Jember: Universitas Jember.
Saba, Adebowale Bernard et al. 2009. Spermatozoa Morphology and
Characteristics of Male Wistar Rats Adminstered with Ethanolis Extract of
Lagenaria breviflora Roberts. Nigeria: University of Ibadan. African
Journal of Biotechnology.
Sari, Ika Puspita, dkk. 2013. Infusa Daun Pacing Costus speciosus (Koen.) J.E
Smith Sebagai Penghambat Jumlah dan Kualitas Spermatozoa pada
Mencit Jantan BALB/C. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Trad.Med.J.
Shajeela, P.S, et al. 2011. Antifertility of Ethanol Extract of Dioscorea seculenta
(L.) Schott on Male Albino Rats. International Journal of PharmaTech
Research 3 (2), pp. 946-954.
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (edisi ke-2). Jakarta :
EGC.
Simbolon, Indra dkk. 2013. Persentase Spermatozoa Hidup pada Tikus Wistar
dan Sprague-Dawley. Banda Aceh: Universita Syiah Kuala.
Speroff L, Glass RH, Kase NG. 1999. Clinical Endocrionology and Infertility.
Edition 6. Philadelphia, Wiliam and Wilkins L:1075-1076.
Suckow, M.A, Weisbroth, S.H., Franklin, C.L. 2006. The laboratory Rat (Second
Edition). USA: Elsevier Inc., pp. 113.
Suharyati. 2006. Pengaruh Penambahan Vitamin E dan Mineral Zn terhadap
Kualitas Semen serta Fertilitas dan Daya Tetas Telur Kalkun Lokal.
Bandar Lampung: Universitas Lampung. J. Indon.Trop.Anim.Agric.
Susetyarini, Eko. 2009. Efek Senyawa Daun Beluntas terhadap Kadar Testosteron
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan. Malang: Universitas
Muhamadiyah Malang.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Verma, Nitin dan R.L. Khosa. 2012. Development of standardization parameters
of Costus spiralis Rhizomes with Special Reference to Its
Pharmacological and HPTLC Studies. India: Asian Pacific Journal of
Tropical Biomedicine.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Alih Bahasa Drs. Soendani
Noerono Soewandhi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, pp. 577-578.
Walker, John M. dan Ralph Rapley. 2008. Molecular Biomethods Handbook. UK:
Human Press.
Widiyani, Tetri. 2006. Efek Antifertiltas Ekstrak Akar Som Jawa (Talinum
paniculatum Gaertn) pada Mencit (Mus musculus L.) Jantan. Solo: UNS.
World Health Organization. 2000. General Guidelines for Methodologies on
Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health
Organization, pp. 28.
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Pacing (Costus spiralis)
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Hewan
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daun pacing
Daun pacing segar sebanyak 8kg dikumpulkan
Daun pacing disortasi basah
Daun pacing dicuci
Daun pacing dirajang
Daun pacing dikeringkan
Serbuk simplisia daun pacing yang didapat
sebanyak 1kg
Daun pacing dimaserasi dengan 8L etanol 70% berulang sebanyak 9x
Ekstrak cair
Ekstrak kental yang didapat 77 gram
Pembuatan suspensi ekstrak dengan konsentrasi
Lampiran 3. Alur Penelitian
Alur Kerja Pembuatan Ekstrak
Dideterminasi
Dihaluskan
menggunakan
blender dan
diayak terhadap
ukuran 40 mesh
Dipekatkan dengan
rotary evaporator
kemudian
dipekatkan kembali
dengan freeze dry
Penapisan fitokimia
dan uji parameter
spesifik dan non
spesifik
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Alur Kerja Uji Antifertilitas
Dua puluh tikus jantan strain Sprague-Dawley
Aklimitasi selama 1 minggu
Dikelompokan secara acak (@dosis 5 ekor)
Kelompok kontrol (Na CMC 0,5%)
Pemberian larutan Na CMC pada tikus peroral selama 48
hari
Pada hari ke-49 tikus dikorbankan dan
diambil organ reproduksinya
Kauda epididimis
pengukuran spermatozoa
Pengukuran Morfologi
Spermatozoa
Kelompok dosis 12,5mg/kgBB, kelompok dosis 25 mg/kgBB, dan
kelompok dosis 37,5 mg/kgBB
Pemberian ekstrak pada tikus peroral
selama 48 hari
Pada hari ke-0 dan 49 tikus diambil darahnya 1 ml dari vena lateral ekor
Sentrifugasi
Serum, disimpan dalam freezer - 20oC
Hari ke 49 tikus dikorbankan dan
diambil organ reproduksinya
Serum diukur konsentrasi
testosteron dengan kit ELISA
Testis
Dibuat preparat histologi
Pengamatan tahapan
spermatogenesis
Analisa Data
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus
spiralis)
Perhitungan konversi dosis dari mencit ke tikus
Human Equivalent Dose (HED) = Dosis hewan (Dh) x 𝑘𝑚 ℎ𝑒𝑤𝑎𝑛
𝑘𝑚 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎
a. Dosis Tinggi (37,5 mg/kgBB)
Dosis mencit = 75mg/kgBB
HED = 75 x 3
37= 6,081 mg/kgBB
Dosis tikus
6,081 = Dh x 6
37
Dh = 37,5 mg/kgBB
b. Dosis Sedang ( 25mg/kgBB)
Dosis mencit = 50 mg/kgBB
HED = 50 x 3
37= 4,054 mg/kgBB
Dosis tikus
4,054 = Dh x 6
37
Dh = 25 mg/kgBB
c. Dosis Rendah (12 mg/kgBB)
Dosis mencit = 25 mg/kgBB
HED = 25 x 3
37= 2,027 mg/kgBB
Dosis tikus
2,027 = Dh x 6
37
Dh = 12,5 mg/kgBB
Perhitungan Volume Administrasi Oral (VAO)
VAO (mL) =Dosis
mg
kgBB 𝑥 𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔
𝑚𝐿)
a. Dosis Tinggi (37,5 mg/kgBB)
1 mL = 37,5
mg
kgBB 𝑥 0,25 (𝑘𝑔)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔
𝑚𝐿)
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konsentrasi = 9,375 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 9,375 mg/mL x 50 mL
= 468,75 mg
b. Dosis Sedang (25 mg/kgBB)
1 mL = 25
mg
kgBB 𝑥 0,25(𝑘𝑔)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (𝑚𝑔
𝑚𝐿)
Konsentrasi = 6,25mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 6,25mg/mL x 50 mL
= 312,5 mg
c. Dosis Rendah (12,5 mg/kgBB)
1 mL = 12 ,5
mg
kgBB 𝑥 0,25(𝑘𝑔)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠 𝑖 (𝑚𝑔
𝑚𝐿)
Konsentrasi = 3,125mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x Volume (mL)
Ekstrak = 3,125 mg/mL x 50 mL
= 156,25 mg
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing
(Costus spiralis)
No Identifikasi
Golongan
Senyawa
Perlakuan Gambar Hasil
Uji
Keterangan
1 Alkaloid 100 mg ekstrak+
1ml etanol 70%+
1 mL HCl 2N +
9mL aquades dipanaskan
selama 2 menit,
dinginkan,
kemudian
disaring filtrat
dibagi menjadi 2
tabung
ditambahkan
masing-masing
reagen Meyer
dan Dragendrof
- Tidak
terbentuk
endapan
putih ada penambahan
reagen
Meyer dn
endapan
kuning pada
penambahan
reagen
Dragendrof
2 Tanin 500mg ekstrak+ 2ml etanol 70%
2mL ekstrak
+ 0,1% FeCl3
+ Terbentuk warna hijau
kecoklatan
3 Flavonoid 100 mg ekstrak+
1ml etanol 70%+
+ serbuk Mg+
HCl pekat tetes demi tetes
+ Terbentuk
warna
kuning
4 Saponin 100 mg ekstrak+
1ml etanol 70%+
10 mL air
panas
didinginkan
kocok 10 detik didiamkan
selama 10
menit
terbentuk buih
+1 HCl 2N
+ Terbentuk
buih yang
tidak hilang
sebesar 1 cm
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
triterpenoid
100 mg ekstrak+
1ml etanol 70%+
+ Pereaksi
Libermann-
Boucard
- Tidak
terbentuk
warna biru-
kehijauan
atau warna
merah
6 Terpen 100 mg ekstrak+
1ml etanol 70%
dilarutkan
dalam 1mL eter
pada plate tetes
diuapkan
hingga kering
diteteskan
larutan pereaksi (2 tetes asam
asetat anhidrat+
1 tetes H2SO4)
+ Terbentuk
warna hijau
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen, Kadar Air, dan Kadar Abu Ekstrak
Etanol70% Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Perhitungan rendemen
Berat Ekstrak = 77 g
Berat Simplisia = 1000 g
% Rendemen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎x 100%
= 77 𝑔
1000 𝑔x 100%
= 7,7 %
2. Perhitungan Kadar Air
W1 = Berat ekstrak = 1,0735 g
W2 = Berat ekstrak setelah di oven = 0,8731 g
% Kadar Air = 𝑊1−𝑊2
𝑊1x 100%
= 1,0735−0,8731
1,0735x 100%
= 18, 667%
3. Perhitungan Kadar Abu
W1 = Bobot Cawan + Ekstrak setelah Pemanasan (g) = 25,5218 g
W0 = Bobot Cawan Kosong (g) = 25,1832 g
B = Bobot Sampel Awal (g) = 1,5174 g
% Kadar Abu = 𝑊1−𝑊0
𝐵x 100%
= 25,5218−25,183
1,5174x 100%
= 22, 327%
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Gambar Kegiatan Penelitian
Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak Etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis)
Gambar 5.1
Pohon pacing
(Costus spiralis)
Gambar 5.2
Serbuk daun pacing (Costus
spiralis)
Gambar 5.3
Serbuk daun pacing
(Costus spiralis)
dimaserasi
Gambar 5.4
Proses penyaringan
hasil maserasi
Gambar 5.5
Hasil maserasi
daun pacing
(Costus spiralis) sebelum di
evaporasi
Gambar 5.6
Pemekatan ekstrak
etanol 70% daun pacing (Costus
spiralis) terhadap vacuum
rotary evaporator
Gambar 5.7
Pemekatan ekstrak
etanol 70% terhadap
Freeze dry
Gambar 5.8
Ekstrak kental etanol
70% daun pacing
(Costus spiralis)
Gambar 5.9
Suspensi Na
CMC0,5%
Gambar 5.10
Suspensi Na CMC 0,5% dan
ekstrak daun pacing dosis 12,5 mg/kgBB
Gambar 5.11
Suspensi Na CMC
0,5% dan ekstrak
daun pacing dosis 25 mg/kgBB
Gambar 5.12
Suspensi Na CMC 0,5% dan ekstrak
daun pacing dosis
37,5 mg/kgBB
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penyiapan Hewan Coba
Gambar 5.13
Hewan uji
Gambar 5.14
Hewan uji ditimbang
Gambar 5.15
Penyondean ekstrak
Etanol 70% daun pacing
(Costus spiralis)
Gambar 5.16
Hewan uji dikorbankan
Gambar 5.17
Pembedahan hewan uji
Gambar 5.18
Kauda epididimis
Pengambilan Darah
Gambar 5.19
Pengambilan darah dari vena lateral
ekor
Gambar 5.20
Serum belum dipisahkan. Serum darah yang
berwarna kuning bening
Gambar 5.21
Serum dipisahkan
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Gambar 5.22 Spermatozoa dikeluarkan dari
kauda epididimis
Gambar 5.23 Spermatozoa diambil sedikit
dari kauda epididimis kemudian
diteteskan pada bilik Neubaurer
Gambar 5.24
Spermatozoa dihitung dalam 1 kotak
besar sebelum dilakukan pengenceran
terhadap mikroskop perbesaran 400x
Gambar 5.25
Pengenceran spermatozoa
terhadap Larutan George
Gambar 5.26
Pengenceran spermatozoa
diteteskan ke bilik Neubaurer
Gambar 5.27
Perhitungan kotak yang dihitung
untuk konsentrasi spermatozoa
disesuaikan terhadap pengenceran
yang dilakukan dan dilihat di bawah
mikroskop 400x
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan Morfologi Spermatozoa
Gambar 5.28
Spermatozoa dikeluarkan dari
kauda epididimis
Gambar 5.29 Pewarnaan 50µL spermatozoa
terhadap 300µL Larutan Eosin
Y 1% dan diinkubasi selama 45
menit
Gambar 5.30
Pembuatan preparat apus
Gambar 5.31
Flattened head
Gambar 5.32
Normal
Gambar 5.33
Ekor patah
Gambar 5.34
Leher patah
Gambar 5.35
Tanpa kepala
Gambar 5.36
Kepala dua
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Gambar 5.37
Larutan Standar
Gambar 5.38
Standar, kontrol,
sampel serum
dimasukkan ke
masing-masing well
Gambar 5.39
Masing-masing well
ditambahkan enzyme
conjugate dan
diinkubasi selama 60 menit
Gambar 5.40
Proses
pembuangan isi
well
Gambar 5.41 Masing-masing well
ditambahkan wash
solution sebanyak 3x
pengulangan
Gambar 5.42
Proses pembuangan
isi well
Gambar 5.43
Masing-masing well
ditambahkan substrate solution dan diinkubasi
selama 15 menit
Gambar 5.44
Masing-masing well ditambahkan
stop solution
Gambar 5.45
Pembacaan terhadap
ELISA Reader terhadap
panjang gelombang 450
nm
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan Jumlah Spematosit Pakiten
Gambar 5.46
Testis
dipisahkan dari
kauda
epididimis
Gambar 5.47
Testis dimasukkan
dalam botol yang
berisi formalin
untuk pembuatan
histologi
Gambar 5.48
Histologi testis dilihat di
bawah mikroskop
Gambar 5.49
Perhitungan jumlah spermatosit pakiten pada tahap VII-VIII
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Rerata Berat Badan Tikus
Data berat badan tikus disajikan dalam tabel berikut
Tabel 5.1 . Rata-Rata Berat Badan Tikus
Tanggal
Tikus
Rerata Berat
Kontrol Dosis 12,5
mg/kgBB
Dosis 25
mg/kgBB
Dosis 37,5
mg/kgBB
24 /2/2015 1 302 361,86 276 288,14
2 348 342,29 273,86 256,86
3 299,43 221,86 328,29 228,71
4 221,29 303 273,43 304,71
5 330,29 319 232,86 310
Rerata ±
SD
300,20±21,70 300,34±23,28 278,89±15,17 294,60±20,73
3 /3/2015 1 298 365,86 273,43 291,57
2 348,71 324,86 267,14 351
3 296,29 221,57 328,43 228
4 223,29 307,43 272 293,71
5 291,14 319,29 231,43 310,43
Rerata ±
SD
291,49±19,99 307,80±23,96 274,49±15,53 294,94±19,84
10/3/2015 1 295,29 365 276,57 274
2 349,14 325 267,14 335
3 296,14 215,71 339,29 230,29
4 226,86 305,29 274 282,86
5 330,86 320,71 236,14 302
Rerata ±
SD
299,66±20,92 306,34±24,71 278,63±16,80 284,83±17,19
17/3/2015 1 288,29 369,57 270,57 265
2 343 331,86 255,29 338,14
3 294,86 222,14 31,14 226,14
4 226,43 307,57 265,86 282
5 332,71 310,86 242,86 279
Rerata
±SD
297,06±20,56 308,40±24,23 275,14±17,17 278,06±18,02
24 /3/2015 1 252,29 351,57 253,14 277,43
2 311,29 331,29 226,71 346,71
3 289,86 221,14 329,57 223,71
4 208,29 298,14 245,57 291,71
5 327,86 281,14 245,29 294,86
Rerata ±
SD
277,91±21,51 294,24±22,41 260,06±17,92 286,89±19,68
31/3/2015 1 258,71 354,71 263,57 287,14
2 302,86 336,43 230,14 341,29
3 288,43 227,71 334 223
4 201,43 305 255,14 289,14
5 321,43 279,14 245,57 298,57
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rerata
±SD
274,57±20,96 300,60±22,36 265,69±17,96 288,00±18,94
7 /4/2015 1 257,83 344,33 267,17 295,83
2 308,17 342,33 241,67 347,83
3 289,67 234,50 340,33 218,83
4 214,5 313 263,17 290,83
5 330,67 299,83 248,17 306,17
Rerata
±SD
283,77±19,61 306,80±19,98 272,10±17,69 290,92±20,85
Gambar 5.50. Berat Badan Tikus
Dari pengamatan di atas terlihat terjadi peningkatan dan penurunan berat
badan tikus selama 48 hari.
230
240
250
260
270
280
290
300
310
320
Bera
t B
ad
an
Tanggal
Kontrol
Dosis 12,5mg/kgBB
Dosis 25mg/kgBB
Dosis 37,5mg/kgBB
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70%
Daun Pacing (Costus spiralis)
No
Dosis Tikus Pengenceran Jumlah
Spermatozoa
Konsentrasi
Spermatozoa
(Juta/mL)
Rata-rata
Konsent-
rasi Setiap
Tikus
(Juta/mL)
Rata-Rata
Konsente-
rasi Setiap
Kelompok
(Juta/mL)
±SD
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
1 Kontrol Tikus 1 50x 50x 11 14 13,75 17,50 15,62 15,13
±
1,84
Tikus 2 50x 50x 15 20 18,75 25,00 218,75
Tikus 3 50x 50x 12 11 15,00 13,75 14,37
Tikus 4 50x 50x 9 10 11,25 12,50 11,87
Tikus 5 50x 50x 8 11 10,00 13,75 11,87
2 Dosis
Rendah
(12,5m
g/kgBB
)
Tikus 1 50x 50x 9 12 11,25 15,00 13,12 15,00
±
1,45
Tikus 2 50x 50x 15 13 18,75 16,25 17,50
Tikus 3 50x 50x 9 7 11,25 8,75 10,00
Tikus 4 50x 50x 12 19 15,00 23,75 19,37
Tikus 5 50x 50x 19 5 23,75 6,25 15,00
3 Dosis
Sedang
(25mg/
kgBB)
Tikus 1 50x 50x 23 8 28,75 10,00 19,37 14,95
±
3,95
Tikus 2 20x 20x 88 16 22,00 4,00 13,00
Tikus 3 20x 20x 15 37 3,75 9,25 6,50
Tikus 4 50x 50x 26 21 32,50 26,25 29,37
Tikus 5 20x 20x 14 38 3,50 9,50 6,50
4 Dosis
Tinggi
(37,5m
g/kgB)
Tikus 1 20x 20x 16 53 4,00 13,25 8,62 12,62
±
2,51
Tikus 2 20x 20x 24 40 6,00 10,00 8,00
Tikus 3 20x 20x 20 21 5,00 5,25 5,12
Tikus 4 20x 20x 26 49 6,50 12,25 9,37
Tikus 5 20x 50x 63 15 15,75 18,75 17,25
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Analisis Statistik Data Konsentrasi Spermatozoa Ekstrak
Etanol70% Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-
Dawley jantan.
Tujuan : Untuk melihat Data konsentrasi spermatozoa
terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal
b. Ha : Data konsetrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-
Dawley jantan terdistribusi normal
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
konsentrasi_sper
matozoa
N 20
Normal Parametersa Mean 13.68750
Std. Deviation 6.005138
Most Extreme Differences Absolute .087
Positive .087
Negative -.077
Kolmogorov-Smirnov Z .390
Asymp. Sig. (2-tailed) .998
a. Test distribution is Normal.
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji Homogenitas
Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus Galur
Sprague-Dawley
Tujuan : untuk melihat Data konsentrasi spermatozoa homogen
atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa bervariasi homogen
b. Ha : Data konsentrasi spermatozoa tidak bervariasi
homogen
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak.
Hasil uji homogenitas Data konsentrasi spermatozoa tikus Sprague-
Dawley jantan.
Test of Homogeneity of Variances
konsentrasi_spermatozoa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.581 3 16 .090
Keputusan: Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-Dawley
bervariasi homogen
3. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
konsentrasi spermatozoa
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara
bermakna
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
Hasil uji ANOVA Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-
Dawley jantan
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus Sprague- Dawley jantan
tidak berbeda secara bermakna.
ANOVA
konsentrasi_spermatozoa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 107.416 3 35.805 .992 .422
Within Groups 577.756 16 36.110
Total 685.172 19
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Morfologi Spermatozoa Ekstrak Etanol 70%
Daun Pacing (Costus spiralis)
No Kelompok Hewan
Uji
Jumlah
Spermatozoa
Abnormal
(dalam 2x
pengulangan)
%Sperma
Abnormal
(dalam 2x
pengulangan)
Rerata
Spermato-
zoa
Abnormal
Tiap
Tikus (%)
Rerata
Spermatozoa
Abnormal
Tiap
Kelompok
(%) ± SD Kanan Kiri Kanan Kiri
1 Kontrol
Tikus 1 17 36
8,5 18 13,25
12,22±0.59
Tikus 2 20,5 20 10,25 10 10,125
Tikus 3 30 19 15 9,5 12,25
Tikus 4 23,5 31,5 11,75 15,75 13,75
Tikus 5 22,5 24,5 11,25 12,25 11,75
2
Dosis
Rendah
(12,5mg/
kgBB)
Tikus 1 59,5 68 29,75 34 31,875
27,15±2,15
Tikus 2 53,5 48 26,75 24 25,375
Tikus 3 72,5 56 36,25 28 32,125
Tikus 4 28,5 52,5 14,25 26,25 20,25
Tikus 5 42,5 62 21,25 31 26,125
3
Dosis
Sedang
(25mg/
kgBB)
Tikus 1 60 47,5 30 23,75 26,875
23,12±1,56
Tikus 2 65 40 32,5 20 26,25
Tikus 3 41,5 45,5 20,75 22,75 21,75
Tikus 4 44,5 56 22,25 28 25,125
Tikus 5 32 43 16 21,5 18,75
4
Dosis Tinggi
(37,5mg/
kgBB)
Tikus 1 Tikus 1 67 38 33,5 19
25,72±0,93
Tikus 2 Tikus 2 48,5 42,5 24,25 21,25
Tikus 3 Tikus 3 46,5 53 23,25 26,5
Tikus 4 Tikus 4 47,5 66 23,75 33
Tikus 5 Tikus 5 57 48,5 28,5 24,25
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Analisis Statistik Data Morfologi Spermatozoa Abnormal Ekstrak
Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Uji Normalitas
Hasil uji normalitas Data morfologi spermatozoa abnormal tikus Sprague-
Dawley jantan
Tujuan : Untuk melihat Data morfologi spermatozoa
abnormal terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data morfologi spermatozoa abnormal terdistribusi
normal
b. Ha : Data morfologi spermatozoa abnormal tidak terdistribusi
normal
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
morfologi_sperm
a
N 20
Normal Parametersa Mean 22.21250
Std. Deviation 6.748306
Most Extreme Differences Absolute .203
Positive .145
Negative -.203
Kolmogorov-Smirnov Z .910
Asymp. Sig. (2-tailed) .380
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data morfologi spermatozoa abnormal tikus
Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas Data morfologi spermatozoa abnormal tikus
Sprague-Dawley jantan
Tujuan : untuk melihat Data morfologi spermatozoa abnormal
homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data morfologi spermatozoa abnormal bervariasi
homogen
b. Ha : Data morfologi spermatozoa abnormal tidak
bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak.
Hasil uji homogenitas morfologi spermatozoa abnormal tikus galur
spragu- dawley.
Keputusan : Data morfologi spermatozoa abnormal tikus galur
Sprague-Dawley tidak bervariasi homogen
3. Uji Kruskal-Wallis
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
morfologi spermatozoa abnormal
Hipotesis :
a. Ho : Data morfologi spermatozoa abnormal tidak
berbeda secara bermakna
b. Ha : Data morfologi spermatozoa abnormal berbeda
secara bermakna
Test of Homogeneity of Variances
morfolgi_sperma
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.333 3 16 .046
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat
perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Morfologi Spermatozoa Abnormal Tikus
Galur Sprague-Dawley
Test Statisticsb
morfologi_sperm
a
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.611
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Dosis
Keputusan : Data konsentrasi spermatozoa tikus galur Sprague-
Dawley berbeda secara bermakna.
4. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference)
Tujuan : Untuk menentukan Data konsentrasi spermatozoa
kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda
secara bermakna terhadap kelompok lainnya
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda
secara bermakna
b. Ha : Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara
bermakna
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan keputusan:
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Multiple Comparisons
morfologi_sperma
LSD
(I) Dosis (J) Dosis
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Dosis 0 Dosis 12.5 -14.925000* 2.068212 .000 -19.30941 -10.54059
Dosis 25 -11.525000* 2.068212 .000 -15.90941 -7.14059
Dosis 37.5 -13.500000* 2.068212 .000 -17.88441 -9.11559
Dosis 12.5 Dosis 0 14.925000* 2.068212 .000 10.54059 19.30941
Dosis 25 3.400000 2.068212 .120 -.98441 7.78441
Dosis 37.5 1.425000 2.068212 .501 -2.95941 5.80941
Dosis 25 Dosis 0 11.525000* 2.068212 .000 7.14059 15.90941
Dosis 12.5 -3.400000 2.068212 .120 -7.78441 .98441
Dosis 37.5 -1.975000 2.068212 .354 -6.35941 2.40941
Dosis 37.5 Dosis 0 13.500000* 2.068212 .000 9.11559 17.88441
Dosis 12.5 -1.425000 2.068212 .501 -5.80941 2.95941
Dosis 25 1.975000 2.068212 .354 -2.40941 6.35941
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan : Konsentrasi spermatozoa kelompok dosis 12,5 mg/kgBB,
25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB berbeda secara bermakna
dibandingkan terhadap kelompok dosis kontrol (p≤0,05).
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Pengukuran Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70% Daun
Pacing (Costus spiralis)
Data hasil pengukuran standar testosteron didapatkan Data sebagai berikut:
Konsentrasi
ng/mL
Absorbansi Rerata
Absorbansi
1/ Rerata
Absorbansi I II
0 2,927 2,764 2,8455 0,351
0,2 2,834 2,486 2,6600 0,376
0,5 2,487 2,232 2,3595 0,424
1 2,096 1,926 2,011 0,497
2 1,629 1,697 1,663 0,601
6 0,95 0,942 0,946 1,057
16 0,489 0,58 0,5345 1,871
Dari Data di atas didapatkan kurva kalibrasi sebagai berikut :
Persamaan regeresi telah didapatkan, untuk menghitung konsentrasi testosteron
dalam sampel nilai 1/ Absorbansi dimasukkan sebagai nilai x
y = 2.4245x2 + 5.127x - 2.0851R² = 0.9999
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 0.5 1 1.5 2
Konsentrasi
Konsentrasi
Poly. (Konsentrasi)
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari persamaan tersebut didapatkan konsentrasi sampel sebagai berikut:
Kelompok Absorbansi Konsentrasi
Testosteron
Rerata Konsentrasi ±
SD
H-0 H-49 H-0 H-49 H-0 H-49
Abs 1/abs Abs 1/Abs
Kontorol
1,88 0,53 1,15 4,21 1,33 4,21
3,80±0,70 2,39±0,77
1,21 0,82 1,10 4,54 3,80 4,54
1,08 0,93 1,30 3,27 4,77 3,27
0,10 1,00 2,10 0,90 5,49 0,90
1,24 0,80 1,84 1,42 3,60 1,42
Dosis
12,5mg/kgBB
1,68 0,59 1,36 0,73 1,83 2,97
4,50±1,93 2,63±0,42
1,45 0,69 1,40 0,72 2,61 2,83
1,18 0,85 1,83 0,55 4,01 1,45
1,63 0,61 1,61 0,62 1,98 2,03
0,63 1,58 1,20 0,83 12,06 3,88
Dosis
25mg/kgBB
1,63 0,615 0,93 1,07 1,98 6,32
1,83±0,32 4,254±0,978
2,18 0,46 1,17 0,85 0,78 4,07
1,73 0,58 0,94 1,07 1,69 6,16
1,42 0,71 1,19 0,84 2,74 3,94
1,64 0,61 2,12 0,47 1,94 0,87
Dosis
37,5mg/kgBB
1,68 0,60 1,40 0,72 1,83 2,83
3,51±0,86 4,96±1,54
1,27 0,79 0,66 1,50 3,45 11,11
0,88 1,13 1,24 0,81 6,80 3,63
1,42 0,70 1,26 0,79 2,71 3,50
1,42 0,70 1,22 0,82 2,72 3,73
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Analisis Statistik Konsentrasi Testosteron Ekstrak Etanol 70%
Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Kelompok Kontrol
1.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat Data konsentrasi testosteron
terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok kontol tikus
Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
1.2 Paired- Samples T-Test
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kontrol_0 Kontrol_49
N 5 5
Normal Parametersa Mean 3.79660 2.87040
Std. Deviation 1.573654 1.637210
Most Extreme Differences Absolute .251 .211
Positive .142 .211
Negative -.251 -.197
Kolmogorov-Smirnov Z .561 .473
Asymp. Sig. (2-tailed) .911 .979
a. Test distribution is Normal.
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Data konsentrasi testosteron berbeda secara
bermakna
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok kontrol tikus Sprague-
Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna.
2. Kelompok Dosis 12,5 mg/kgBB
2.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat Data konsentrasi testosteron
terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Kontrol_0 -
Kontrol_49
.9262
00 2.853427 1.276091
-
2.616797 4.469197 .726 4 .508
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 12,5mg/kgBB
tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
2.2 Paired- Samples T-Test
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Data konsentrasi testosteron berbeda secara
bermakna
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Rendah_0 Rendah_49
N 5 5
Normal Parametersa Mean 4.49840 2.64120
Std. Deviation 4.317140 .932247
Most Extreme Differences Absolute .345 .198
Positive .345 .161
Negative -.268 -.198
Kolmogorov-Smirnov Z .771 .442
Asymp. Sig. (2-tailed) .592 .990
a. Test distribution is Normal.
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 12,5 mg/kgBB tikus
Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna
3. Kelompok Dosis 25 mg/kgBB
3.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat Data konsentrasi testosteron
terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Rendah_0 -
Rendah_49
1.857
200E0 3.799922 1.699377 -2.861026 6.575426 1.093 4 .336
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
K
e
p
u
t
u
s
a
n
:
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis
25mg/kgBB tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi
normal.
3.2 Paired- Samples T-Test
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Data konsentrasi testosteron berbeda secara
bermakna
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Rendah_0 Rendah_49
N 5 5
Normal Parametersa Mean 4.49840 2.64120
Std. Deviation 4.317140 .932247
Most Extreme Differences Absolute .345 .198
Positive .345 .161
Negative -.268 -.198
Kolmogorov-Smirnov Z .771 .442
Asymp. Sig. (2-tailed) .592 .990
a. Test distribution is Normal.
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 25 mg/kgBB tikus
Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna
4. Kelompok Dosis 37,5mg/kgBB
4.1 Uji Normalitas
Tujuan : Untuk melihat Data konsentrasi testosteron
terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron terdistribusi normal
b. Ha : Data konsentrasi testosteron tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Sedang_0 -
Sedang_49
-
2.4266
00E0
2.344413 1.048454 -5.337574 .484374 -2.314 4 .082
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 25mg/kgBB
tikus Sprague-Dawley jantan terdistribusi normal.
4.2 Paired- Samples T-Test
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
konsentrasi testosteron pada hari ke-0 dan hari ke-49
Hipotesis :
a. Ho : Data konsentrasi testosteron tidak berbeda secara
bermakna
b. Ha : Data konsentrasi testosteron berbeda secara
bermakna
Pengambilan Keputusan :
a. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
b. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tinggi_0 Tinggi_49
N 5 5
Normal Parametersa Mean 3.50540 4.96080
Std. Deviation 1.931323E
0 3.453753
Most Extreme Differences Absolute .310 .439
Positive .310 .439
Negative -.193 -.269
Kolmogorov-Smirnov Z .694 .981
Asymp. Sig. (2-tailed) .721 .291
a. Test distribution is Normal.
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Keputusan : Data konsentrasi testosteron kelompok dosis 37,5mg/kgBB tikus
Sprague- Dawley jantan tidak berbeda secara bermakna
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Tinggi_0 -
Tinggi_49
-
1.4554
00E0
3.895901 1.742300 -6.292800 3.382000 -.835 4 .451
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Hasil Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak Etanol 70%
Daun Pacing (Costus spiralis)
No Kelompok Tikus Rata-Rata Tiap
Tikus
Rata-Rata Tiap
Kelompok ± SD
1 Kontrol Tikus 1 45
50,12± 1,42
Tikus 2 53,4
Tikus 3 50,6
Tikus 4 49,8
Tikus 5 51,8
2 Dosis 12,5 mg/kgBB Tikus 1 30
32,52 ± 1,40
Tikus 2 37
Tikus 3 34,4
Tikus 4 29,6
Tikus 5 31,6
3 Dosis 25 mg/kgBB Tikus 1 30,4
32,72 ± 1,31
Tikus 2 29,6
Tikus 3 33,8
Tikus 4 32,8
Tikus 5 37
4 Dosis 37,5 mg/kgBB Tikus 1 41,4
36,68± 2,34
Tikus 2 34,8
Tikus 3 30,4
Tikus 4 42,8
Tikus 5 34
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16.Analisis Statistik Perhitungan Jumlah Spermatosit Pakiten Ekstrak
Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis)
1. Uji Normalitas
Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten Tikus Galur
Sprague-Dawley
Tujuan : Untuk melihat data perhitungan jumlah
spermatosit pakiten terdistribusi normal atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
terdistribusi normal
b. Ha : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tidak
terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
S_pakiten
N 20
Normal Parametersa Mean 38.01000
Std. Deviation 8.132708
Most Extreme Differences Absolute .203
Positive .203
Negative -.151
Kolmogorov-Smirnov Z .910
Asymp. Sig. (2-tailed) .379
a. Test distribution is Normal.
Keputusan : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tikus putih
Sprague- Dawley jantan terdistribusi normal.
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten tikus
Sprague-Dawley Jantan
Tujuan : untuk melihat perhitungan jumlah spermatosit pakiten
homogen atau tidak
Hipotesis :
a. Ho : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
bervariasi homogen
b. Ha : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
tidak bervariasi homogen
Pengambilan Keputusan :
c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima.
d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak.
Hasil uji homogenitas Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
tikus Sprague- Dawley jantan.
Keputusan: Data konsentrasi spermatozoa tikus Sprague-Dawley jantan
bervariasi homogen
3. Uji ANOVA
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan Data
perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten
Hipotesis :
a. Ho : Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten
tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten
berbeda secara bermakna
Test of Homogeneity of Variances
S_pakiten
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.700 3 16 .207
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengambilan Keputusan :
c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima, berarti tidak
terdapat perbedaan.
d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak, berarti terdapat
perbedaan
Hasil uji ANOVA Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten tikus
Sprague-Dawley jantan
Keputusan : Data perhitungan jumlah sel spermatosit pakiten
Sprague- Dawley jantan berbeda secara bermakna.
4. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference)
Tujuan : untuk menentukan Data perhitungan jumlah sel
spermatosit pakitenkelompok mana yang memberikan nilai
yang berbeda secara bermakna terhadap kelompok lainnya
Hipotesis :
a. Ho : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
tidak berbeda secara bermakna
b. Ha : Data perhitungan jumlah spermatosit pakiten
berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan:
c. Jika nilai signifikasi ≥0,05, maka Ho diterima
d. Jika nilai signifikasi ≤0,05, maka Ho ditolak
ANOVA
S_pakiten
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1032.726 3 344.242 24.594 .000
Within Groups 223.952 16 13.997
Total 1256.678 19
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
S_pakiten
LSD
(I) dosis (J) dosis
Mean
Difference (I-
J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
kontrol dosis 12,5
mg/kgBB 17.600000
*
2.36617
8 .000 12.58393 22.61607
dosis 25
mg/kgBB 17.400000
*
2.36617
8 .000 12.38393 22.41607
dosis 37,5
mg/kgBB 13.440000
*
2.36617
8 .000 8.42393 18.45607
dosis 12,5
mg/kgBB
kontrol -17.600000
*
2.36617
8 .000 -22.61607 -12.58393
dosis 25
mg/kgBB -.200000
2.36617
8 .934 -5.21607 4.81607
dosis 37,5
mg/kgBB -4.160000
2.36617
8 .098 -9.17607 .85607
dosis 25
mg/kgBB
kontrol -17.400000
*
2.36617
8 .000 -22.41607 -12.38393
dosis 12,5
mg/kgBB .200000
2.36617
8 .934 -4.81607 5.21607
dosis 37,5
mg/kgBB -3.960000
2.36617
8 .114 -8.97607 1.05607
dosis 37,5
mg/kgBB
kontrol -13.440000
*
2.36617
8 .000 -18.45607 -8.42393
dosis 12,5
mg/kgBB 4.160000
2.36617
8 .098 -.85607 9.17607
dosis 25
mg/kgBB 3.960000
2.36617
8 .114 -1.05607 8.97607
*. The mean difference is significant at the 0.05
level.
Keputusan : Konsentrasi spermatozoa kelompok dosis 12,5 mg/kgBB,
25mg/kgBB, dan 37,5mg/kgBB berbeda secara bermakna
dibandingkan kelompok dosis kontrol (p≤0,05).