Referat
TOKOLITIK
Oleh
Dr. Yandi Jayaprana
Peserta PPDS Obsetri & Gienkologi
Pembimbing
Dr. Yusrawati, SpOG(K)
BAGIAN SMF OBSETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PERJAN RS. DR. M. DJAMIL PADANG
2005
0
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan atau partus adalah suatu proses fisiologi yang terjadi secara
teratur, dimana terasa nyeri saat kontraksi uterus, terjadi penipisan secara
progresif dan dilatasi serviks. Penipisan dan dilatasi ini menyebabkan keluarnya
janin dari uterus melalui jalan lahir.(1)
Sebab-sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori
yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus,
sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang
mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan fisika
telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya partus, antara lain
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Menurunnya kadar hormon
ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin
dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat, lebih-lebih sewaktu
partus.(2) Pada akhir masa kehamilan partus ditandai oleh munculnya kontraksi
uterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan didorongnya fetus melalui jalan
lahir.(3)
Persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari, terhitung
sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500
gram.(4) Persalinan preterm ini merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
1
morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara.
Kejadian persalinan preterm meliputi 6-8% dari seluruh kehamilan.(5)
Disamping keberhasilan hidup, masalah penting lainnya pada bayi
prematur adalah mutu hidup yang bisa dicapai dengan berat badan lahir yang
sangat rendah dan gangguan gangguan yang cukup bermakna baik pada jasmani
maupun intelektual anak nantinya.(4,6)
Tokolitik merupakan landasan dasar terapi farmakologi pada persalinan
preterm. Tokolitik berfungsi untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode
tertentu persalinan (first line therapy) atau memelihara relaksasi uterus setelah
episode akut (maintenance therapy). Tujuan yang diharapkan adalah dapat
memperpanjang umur kehamilan dan meningkatkan berat badan lahir atau
minimal untuk memperpanjang kehamilan bersamaan dengan pemberian
kortikosteroid yang berguna untuk pematangan paru janin. Keberhasilan terapi
dipengaruhi oleh variasi maternal dan efek samping terhadap neonatus.(7)
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. FISIOLOGI KONTRAKSI UTERUS
Protein utama dalam kontraksi otot adalah miosin. Molekul miosin
panjangnya kurang lebih 1600 A dan berbentuk monofilamen yang tebal. Secara
fungsional didapatkan bagian kepala dan bagian ekor dari miosin. Bagian kepala
yang berbentuk globuler merupakan :
Tempat dimana interaksi antara miosin dan aktin terjadi dan merupakan
tempat dimana kekuatan ditimbulkan
Tempat dimana didapatkan ATPase dimana ATP dihidrolisa dan energi
kimia diubah menjadi energi fisik
Tempat dari miosin rantai ringan dengan berat molekul rendah, dan bila
mengalami fosforilasi akan merupakan reaksi pokok yang mengatur
kontraksi, yaitu interaksi aktin miosin di otot polos
Interaksi aktin-miosin diatur oleh proses fosforilasi dan defosforilasi rantai ringan
miosin (myosin light-chain). Proses ini dimulai dari didudukinya reseptor
oksitosin pada uterus atau terpolarisasinya membran sel menyebabkan terbukanya
kanal kalsium, sehingga kalsium ekstrasel masuk ke dalam sel, meningkatkan
konsentrasi Ca2+ intra sel. Proses depolarisasi pada membran sel mengaktifkan
kanal kalsium sehingga terbuka dan terjadilah influks Ca2+ ke dalam sel. Kalsium
bebas intra sel akan berikatan dengan kalmodulin nonaktif, yaitu suatu protein
3
pengatur tergantung kalsium (calsium dependent), sehingga terbentuk kompleks
Ca2+ kalmodulin, yang akan mengaktifkan enzim kinase (miosin light-chains
kinase) di dalam proses kinase protein tergantung pada cAMP (cAMP dependent
protein kinase). Akibatnya, terjadilah fosforilasi kepala gelembung miosin yang
menyebabkan dilepaskannya gugus fosfat yang digunakan untuk menghasilkan
energi untuk berkontraksi. Sebaliknya, jika konsentrasi kalsium intrasel turun,
maka akan terjadi disosiasi enzim miosin kinase dan kalmodulin menjadi tidak
aktif sehingga terjadi proses defosforilasi yang menyebabkan relaksasi otot.(8)
B. MEKANISME PERSALINAN NORMAL(3)
Persalinan adalah semua proses yang berhubungan dengan kelahiran bayi
yang mencakup pendahuluan, persiapan persalinan, proses kelahiran dan
pemulihan ibu setelah persalinan. Secara perspektif biomolekuler, proses
persalinan meliputi peristiwa-peristiwa final kehamilan yang dimulai ketika
terjadi perubahan-perubahan morfologik dan biokimiawi tersendiri di dalam
jaringan-jaringan uterus yang mempersiapkan kontraksi-kontraksi yang kuat dan
terkoordinasi. Proses berlanjut dengan pengeluarkan janin, plasenta dan membran-
membran janin yang kemudian diakhiri dengan pembentukan identitas morfologi
dan biokimiawi uterus kembali ke identitas yang khas untuk keadaan tidak hamil.
Persalinan dibagi menjadi 4 fase yang berhubungan dengan masa transisi
fisiologi mayor pada miometrium dan serviks sewaktu kehamilan.
Fase 0 : miometrium berada dalam keadaan tenang
Fase 1 : persiapan uterus menghadapi persalinan
Fase 2 : persalinan aktif
Fase 3 : masa nifas
4
Fase 0: Uterus pada persalinan
Bermula sebelum implantasi, fase ini mempertahankan integritas struktur
serviks dengan adanya karakteristik otot polos miometrium yang inaktif. Di fase
inilah kecenderungan miometrium untuk kontraksi dikontrol. Selama fase
berlangsung, otot polos miometrium tidak memberikan respon terhadap stimulasi
normal dan paralisis kontraktilitas relatif terjadi terhadap host dengan perubahan
mekanis dan kimia yang jika tidak terjadi akan menyebabkan pengosongan uterus.
Kontraktilitas miometrium yang tidak respon pada fase 0 adalah luar biasa,
sehingga pada akhir kehamilan miometrium harus dibangunkan dari masa istirahat
persalinan yang lama untuk menghadapi kelahiran.
Sewaktu fase 0, miometrium bertahan dalam keadaan tidak adanya
kontraksi, serviks dalam keadaan tegas dan kaku. Pemeliharaan integritas
struktural dan anatomis adalah penting untuk keberhasilan fase 0. Fase ini
berlanjut pada 95 % pertama kehamilan normal.
Fase 1: Uterus pada persalinan
Untuk mempersiapkan pasien dalam menghadapi persalinan, ketenangan
uterus harus berakhir. Perubahan morfologis dan fungsi miometrium dan serviks
yang mempersiapkan uterus untuk persalinan mungkin merupakan
penatalakasanaan alami untuk menghentikan fase 0, tapi apapun mekanisme yang
terjadi, kapasitas sel miometrium disusun ulang, sensitivitas uterotonin akan
berkembang dan terjadi hubungan inter seluler. Oleh karena kapasitas fungsional
5
otot polos miometrium untuk berkontraksi telah dilaksanakan dan serviks telah
matang, fase 1 berubah secara bertahap ke fase 2 yaitu pada fase aktif.
Fase 2: Persalinan aktif
Persalinan aktif dimulai dengan mulainya proses persalinan, yaitu
kontraksi-kontraksi uterus yang teratur, kuat dn terasa nyeri yang menghasilkan
dilatasi serviks dan turunnya janin, serta berakhirnya dengan kelahiran konseptus.
Fase 3: Masa nifas
Mulai setelah lahirnya konseptus, dengan kontraksi menetap uterus yang
menjamin hemostasis nifas, dan berlanjut sampai involusi lengkap uterus, suatu
proses yang mengembalikan organ ini ke keadaan tidak hamil.
C. PERSALINAN PRETERM
Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu negara.
Persalinan preterm menurut WHO adalah persalinan pada usia kehamilan kurang
dari 37 minggu atau kurang dari 259 hari, terhitung sejak hari pertama siklus haid
terakhir, atau dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.(4,6)
Di negara maju angka kejadian kelahiran bayi prematur ialah sekitar 6-7%.
Di Amerika Serikat angka kejadian bayi prematur adalah 12% atau 1 di antara 8
bayi yang dilahirkan. Dari 130 juta bayi yang dilahirkan setiap tahun di dunia,
28% meninggal dunia karena dilahirkan prematur, sementara di negara-negara
Asia Selatan 18 juta (14%) bayi dilahirkan dengan berat badan rendah setiap
tahun dan menjadi 60-80% penyebab kematian pada neonatus.(9) Di Indonesia
6
angka kejadian persalinan preterm dan berat badan lahir rendah 10-20%(10) telah
ikut berperan dalam meningkatkan mortalitas dan morbiditas neonatus yang
menurut catatan WHO tahun 2003 telah mencapai 29% dengan 94.500 kematian
neonatus pada tahun itu.(11)
Masalah penting yang dihadapi pada bayi prematur mencakup
keberhasilan hidup dan mutu hidup yang bisa dicapai karena tampak jelas bahwa
gangguan yang cukup bermakna baik pada keadaan jasmani maupun intelektual
akan mengenai banyak anak semacam itu. Gilstarp dkk. (1985) di San Antonio
melaporkan keberhasilan hidup dan morbiditas jangka pendek untuk 105 bayi
yang dilahirkan dari kehamilan 23 hingga 32 minggu di antara tahun 1979 dan
1984 adalah 82% namun delapan dari sembilan bayi yang dilahirkan dari
kehamilan 24 hingga 26 minggu mengalami perdarahan intrakranial ringan hingga
berat dan tujuh bayi juga menderita fibroplasia retrolental dengan intensitas yang
bervariasi. Yu dkk (1986) di Melbourne melaporkan keberhasilan hidup pada 343
bayi dengan berat badan lahir rendah antara tahun 1977 dan 1984 adalah masih
dimungkinkan pada bayi yang dilahirkan sampai usia 23 minggu, namun 50% di
antaranya akan mengalami gangguan cacat setelah 2 tahun berupa cerebral palsy,
retardasi, buta dan tuli neurosensorik. Hack dan Fanaroff (1986) di Cleveland
melaporkan hasil penelitian mereka terhadap bayi yang dilahirkan dengan berat
badan kurang dari 750 gram yaitu 56 bayi yang tidak mendapatkan perawatan
intensif meninggal sementara 11 dari 41 yang mendapat perawatan intensif tetap
hidup ketika pulang dari rumah sakit namun sepertiganya memiliki gangguan atau
cacat neurosensorik sedang hingga berat.(6)
7
Persalinan preterm berhubungan dengan banyak faktor resiko yang dapat
bermanifestasi pada waktu bersamaan. Faktor resiko tersebut adalah:(6,12)
1. Riwayat persalinan preterm sebelumnya atau abortus lanjut. Wanita yang
pernah melahirkan jauh sebelum aterm mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami hal yang sama meskipun tidak ditemukan faktor resiko lainnya.
2. Infeksi, misalnya korioamnionitis, bakterial vaginosis, penyakit menular
seksual, infeksi saluran kemih, bakteriuria asimptomatik, dan pielonefritis
akut. Meskipun insiden yang tepat mengenai persalinan preterm tidak
diketahui, terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
kemungkinan sepertiga dari kasus-kasus persalinan preterm berkaitan dengan
infeksi membran korioamnion. Kasus-kasus ini mempunyai hubungan dengan
ruptura preterm selaput ketuban di samping dengan persalinan preterm
idiopatik.
3. Faktor epidemiologi berupa usia ibu hamil <18 tahun atau >40 tahun, status
sosial ekonomi rendah, penyalahgunaan obat-obatan, merokok, konsumsi
alkohol, dan keadaan hidup penuh stress, misalnya kekerasan di rumah tanga,
kehamilan tidak diinginkan atau kematian keluarga dekat.
4. Ruptura spontan selaput ketuban. Persalinan spontan yang jauh sebelum aterm
umumnya didahului oleh ruptura spontan selaput ketuban. Penyebab ruptura
spontan ini jarang diketahui, tetapi infeksi setempat sering ditemui t erlibat
pada banyak persalinan preterm.
5. Anomali hasil pembuahan. Malformasi janin atau plasenta bukan hanya
merupakan faktor predisposisi terjadinya retardasi pertumbuhan janin tetapi
juga meningkatkan kemungkinan persalinan aterm.
8
6. Uterus yang overdistensi pada polihydramnion, khususnya kalau bersifat akut
akan meningkatkan resiko persalinan preterm.
7. Kematian janin yang terjadi sebelum aterm umumnya dapat diikuti oleh
persalinan preterm spontan.
8. Inkompetensi serviks. Pada wanita dengan kehamilan yang jauh dari aterm,
serviks yang inkompeten dapat menipis dapat menipis dan berdilatasi bukan
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas uterus melainkan akibat dari
kelemahan intrinsik serviks.
9. Kelainan pada fetus, misalnya intrauterine fetal death, intrauterine growth
retardation, dan anomali kongenital.
10. Retensio IUD, kemungkinan persalinan preterm meningkat secara nyata kalau
kehamilan terjadi sementara pasien menggunakan alat kontrasepsi dalam
rahim (IUD).
11. Kelainan maternal berupa kehamilan ganda atau penyakit sistemik seperti
hipertensi dan insulin dependent diabetes.
12. Induksi persalinan elektif. Perkiraan usia gestasional yang keliru dapat
menyebabkan kekhawatiran yang tidak semestinya mengenai kemungkinan
kehamilan postterm, atau menimbulkan desakan yang cukup besar dari pasien
agar dokter melakukan tindakan.
13. Anomali uterus, berupa abnormalitas saluran müller, fibroid uterus, namun hal
ini sangat jarang terjadi namun dapat ditemukan pada kasus-kasus persalinan
preterm.
14. Sebab-sebab yang tidak diketahui.
9
Dari keseluruhan faktor resiko tersebut, riwayat melahirkan sebelumnya
memegang peranan paling penting dan merupakan faktor resiko terkuat terhadap
persalinan preterm. Dengan resiko awal 8% terhadap kemungkinan terjadinya
persalinan preterm, resiko terhadap persalinan preterm beurlang setelah persalinan
preterm 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 15%, 30%, dan 45%. Beberapa dari resiko
di atas dapat bermanifestasi pada waktu bersamaan, seperti endocervicitis oleh
chlamydia dan perdarahan di trimester ketiga.(5,12)
Bayi prematur digolongkan atas:(10)
1. Prematuritas murni, apabila umur kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan sesuai dengan umur kehamilan.
2. Small for gestational age, apabila bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan semestinya menurut umur kehamilannya.
Diagnosa persalinan kurang bulan
Pada beberapa kasus persalinan preterm sulit untuk dibedakan secara dini
persalinan sebenarnya atau tidak, sebelum timbul kontraksi uterus yang
mengakibatkan penipisan dan pembukaan serviks yang progresif. Tanda-tanda
yang dipakai untuk mengidentifikasi persalinan preterm ialah: (2,6)
1. kontraksi uterus berlangsung setidaknya setiap 10 menit dan berlangsung
selama 30 detik dan berlangsung selama 30 detik atau lebih
2. adanya dilatasi serviks yang progresif, pada primigravida pembukaan 3 cm
atau lebih dan pada multigravida pembukaan 4 cm atau lebih keluarnya
cairan lendir bercampur darah dari kemaluan
3. penipisan serviks 80% atau lebih.
10
Penatalaksanaan persalinan preterm(6,12)
A. Penilaian awal terhadap pasien terhadap kemungkinan terjadinya persalinan
preterm
1. Kondisi janin (jumlahnya, letak/presentasi, taksiran berat janin,
hidup/gawat janin/mati, kelainan kongenital, dan sebagainya) dengan USG
2. Umur kehamilan, karena lebih bisa dipercaya untuk menentukan prognosis
dari pada berat janin
3. Fasilitas dan petugas yang mampu menangani calon bayi terutama adanya
seorang neonatalogis, bila dirujuk.
4. Kemungkinan terjadinya ruptur membran
5. Demam atau tidak
6. Letak plasenta untuk antisipasi irisan seksio sesarea
7. Dilatasi serviks
8. Vaginal bleeding
9. Aktivitas uterus
B. Mencari faktor resiko
C. Prinsip pentalaksanaan:
Coba hentikan kontraksi uterus/penundaan kelahiran
Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
D. Mempertimbangkan strategi penatalaksanaan, yaitu
a. Terapi tokolitik intravena (keputusan harus dipengaruhi oleh faktor
usia, penyebab persalinan preterm, dan kontraindikasi)
11
b. Jika terapi tokolitik digunakan, pasien harus diawasi terhadap efek
samping yang dapat terjadi
c. Terapi kortikosteroid, misalnya betamethasone dalam dosis 12 mg
intra muskuler setiap 24 jam dengan total dua dosis.
d. Terapi antibiotik jika infeksi spesifik ditemukan.
Terapi tokolitik(12)
Terapi tokolitik menawarkan keuntungan jangka pendek pada
penatalaksanaan persalinan preterm. Penundaan kelahiran dapat digunakan
dengan pemberian kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas paru-paru dan
mengurangi fetal respiratory distress syndrome, dan untuk mengurangi resiko
intraventricular hemoragi. Penundaan dapat juga digunakan untuk memfasilitasi
pemindahan pasien ke unit perawatan yang lebih ekstensif. Belum ada penelitian
yang menunjukkan perbaikan tingkat kelangsungan hidup, morbiditas atau
mortalitas perinatal jangka panjang, atau keberhasilan neonatal pada penggunaan
tunggal terapi tokolitik saja.
Ada beberapa golongan obat-obatan tokolitik yang sudah tersedia. Terapi
tokolitik juga dapat digunakan untuk komplikasi maternal. Obat-obatan ini hanya
digunakan jika lebih banyak keuntungan daripada resiko yang akan diperoleh.
Kontraindisi tokolitik termasuk eklampsia atau preeklampsia tingan, kematian
fetal, chorioamnionitis, gangguan pada maturitas fetal dan hemodinamik
maternal.
12
Kriteria untuk menggunakan terapi tokolitik bervariasi untuk tiap-tiap ahli.
Kontraksi uterus regular dan perubahan serviks (dilatasi) dapat menjadi kriteria
utama yang banyak dipakai. Dilatasi kurang dari 3 cm berhubungan dengan hasil
efektifitas terapi yang minimal. Terbutaline oral (Bricanyl) yang diberikan setelah
tokolitik parenteral tidak berhubungan dengan perpanjangan masa kehamilan atau
mengurani kejadian dari persalinan preterm yang ada.
Terapi Kortikosteroid
Dexamethasone and betamethasone adalah pilihan kortikosteroid yang
digunakan pada terapi antenatal. Terapi kortikosteroid untuk maturitas fetal
mengurangi mortalitas, respiratory distress syndrome dan intraventricular
hemoragi pada infant di antara 24 dan 34 minggu masa gestasi. Bukti yang kuat
menunjukkan bahwa keuntungan neonatal dimulai pada 24 jam dan berakhir lebih
dari tujuh hari setelah pengobatan. Tidak ada data yang menyebutkan keuntungan
klinis tersebut bertahan lebih dari tujuh hari pengobatan. Keuntungan atau resiko
pemberian ulang kortikosteroid setelah tujuh hari masih belum diketahui.
Tidak terdapat efek samping jangka panjang terhadap maternal atau
neonatal yang telah dilaporkan sehubungan dengan terapi kortikosteroid. Maternal
pulmonary edema dapat terjadi jika kortikosteroid antenatal digunakan dalam
kombinasi dengan obat-obatan tokolitik. Komplikasi ini lebih sering berhubungan
dengan infeksi maternal, kelebihan cairan dan gestasi multiple. Pulmonary edema
belum dilaporkan ketika kortikosteroid digunakan secara tunggal.
13
Istirahat total
Meskipun istirahat total sering disarankan pada wanita dengan resiko
tinggi terhadap persalinan preterm, tidak ada penelitian yang membuktikan
keuntungan hal ini. Meta analisis terbaru menemukan tidak adanya keuntungan
terhadap istirahat total terhadap pencegahan persalinan preterm.
Bagan Penatalaksanaan Persalinan Preterm(13)
Kriteria Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu)
atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram
Penatalaksanaan
Polindes Konfirmasi umur kehamilan
Konseling
Berikan indomethasin per rektal
Rujuk
Puskesmas Konfirmasi umur kehamilan
Melakukan perkiraan berat badan janin
Menilai apa masih mungkin diberikan tokolitik
Konseling
Berikan tokolitik (IV/drip)
Rujuk
Rumah sakit Pemeriksaan ultrasonograsfi (umur kehamilan, presentasi,
malformasi, lokasi plasenta, kesejahteraan janin)
Penilaian apakah bisa dipertahankan (kontraksi uterus,
pembukaan serviks).
Tentukan adanya faktor komplikasi
Bisa dipertahankan Tidak bisa dipertahankan
Tirah baring Pemberian obat-
obatan tokolitik/ beta mimetik
Pemberian obat-obatan pematangan paru-paru janin
Deksametason, 5 mg
14
Evaluasi berkala
tiap 12 jam (IM) sampai 4 dosis atau
Betametason, 12 mg tiap 24 jam (IM) sampai 2 dosis
Monitor keadaan janin, evaluasi rencana persalinan.Bila ada fetal distress, letak sungsang-seksio sesarea.Bila janin baik, monitor persalinanMonitor persalinan, awasi pemberian analgesi, anastesiLakukan episiotomi yang cukup lebar.Konsultasi dengan neonatologisPerawatan intensif bayi
Termoregulasi/metoda kanguru
D. UPAYA MENGHENTIKAN KONTRAKSI UTERUS
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting
untuk dipakai memberikan kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia
gestosis kurang dari 34 minggu. Intervensi ini bertujuan untuk menunda kelahiran
sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran ini dilakukan bila :
1. Umur kehamilan kurang dari 35 minggu
2. Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
3. Tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif
4. Tidak ada gawat janin
Apabila pasien akhirnya masuk rumah sakit dan dirawat maka lakukan evaluasi
terhadap his dan pembukaan, lalu
a. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin
15
b. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis
deksamethason 5 mg IM selang 6 jam
c. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas
d. Pemberian antibiotik, mungkin berhasil pada kasus dengan resiko infeksi
tinggi. Organisme yang menyebabkan adalah bakteri golongan aerob gram (+)
dan (-), anaerob dan lain-lain yang berasal dari flora normal vagina/rektum,
dan terkadang faktor eksogen akibat tindakan-tindakan yang aseptik (yang
tersering grup A streptokokus).
Persalinan Berlanjut(6)
Bila tokolisis tidak berhasil, lakukan persalinan dengan upaya optimal. Jangan
menghentikan kontraksi uterus bila :
Umur kehamilan lebih dari 35 minggu
Serviks terbuka lebih dari 3 cm
Perdarahan aktif
Janin mati dan adanya kelainan kongenital yang memungkinkan hidup
kecil
Adanya khorioamnionitis
Preeklampsia
Gawat janin
Monitor kemajuan persalinan memakai partograf. Hindarkan pemakaian vakum
untuk melahirkan (sebab resiko perdarahan intrakranial pada bayi prematur cukup
tinggi). Persiapkan menolong bayi prematur, asfiksia bisa memperburuk penyakit
16
membran hialin dan komplikasi prematur dan lain-lain. Bila mungkin rujuk pada
tempat untuk perawatan yang lebih mampu.
17
BAB III
TOKOLITIK
Tokolitik berasal dari kata toco yang berarti kontraksi dan lytic yang
berarti penghilangan. Tokolitik merupakan sekelompok obat-obatan yang
digunakan untuk menekan persalinan preterm.(14) Sejauh ini tokolitik mempunyai
andil yang besar dalam mengurangi kematian perinatal dari 60% menjadi 40%
pada bayi prematur yaitu bayi yang dilahirkan melalui persalinan yang terjadi
lebih cepat dari 37 minggu dari kehamilan lengkap atau pada bayi dengan berat
badan 2500 gram kebawah.(12)
Obat-obat tokolitik belum terbukti efektif digunakan untuk mencegah
terjadinya kelahiran prematur atau menurunkan mortalitas dan morbiditas
neonatus. Namun hasil terbaik dari kelompok obat-obatan ini adalah dapat
menunda kelahiran untuk 48 jam agar manfaat maksimal dari glukokortikoid
terhadap paru-paru fetus dapat tercapai. Kebanyakan tokolitik dapat memberikan
efek ini apabila membran paru dalam keadaan intak. Bagaimanapun juga, pada
beberapa penelitian, efektifitas dari tokolitik hanya sedikit lebih baik daripada
istirahat total dan hidrasi, keduanya lebih sedikit menimbulkan efek samping
daripada tokolitik.(15)
Persalinan preterm kadangkala sulit untuk didiagnosa. Penggunaan obat-
obat tokolitik harus digunakan secara selektif dan disertai dengan monitoring
karena merupakan lethal medications. Keputusan untuk menggunakan tokolitik
harus memperhitungkan manfaat yang didapat fetus. Mortalitas dan morbiditas
18
neonatus sangat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Sampai usia kehamilan 23
minggu, neonatus tidak memiliki kelangsungan hidup dan hanya sedikit
kemungkinan untuk bertahan dengan adanya komplikasi klinis yang lain. Resiko
mortalitas dan morbiditas neonatus menjadi lebih rendah setelah kehamilan
lengkap 34 minggu dimana tokolitik tidak dianjurkan pada usia kehamilan lebih
dari 34 minggu. Di antara minggu ke 24 dan 33 kehamilan, neonatus memiliki
kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup. Berikut ini dapat dilihat
kelangsungan hidup, morbiditas mayor jangka pendek, dan intak survival jangka
panjang oleh usia kehamilan.(5,6)
Table. Morbiditas dan mortalitas neonatus oleh usia kehamilan.(5)
Gestasi Usia,
Minggu
Kelangsungan hidup
Respiratory Distress
Syndrome
Hemoragi Intraventricular
Sepsis Enterocolitis Nekrotikan
Intak
24 40% 70% 25% 25% 8% 5%25 70% 90% 30% 29% 17% 50%26 75% 93% 30% 30% 11% 60%27 80% 84% 16% 36% 10% 70%28 90% 65% 4% 25% 25% 80%29 92% 53% 3% 25% 14% 85%30 93% 55% 2% 11% 15% 90%31 94% 37% 2% 14% 8% 93%32 95% 28% 1% 3% 6% 95%33 96% 34% 0% 5% 2% 96%34 97% 14% 0% 4% 3% 97%
Terapi tokolitik berdasarkan efektifitas terapinya berfungsi untuk menghentikan
kontraksi uterus selama episode tertentu persalinan (first line therapy) atau
memelihara relaksasi uterus setelah episode akut (maintenance therapy). Ada lima
kelas terapi tokolitik untuk mengatasi kontraksi uterus pada persalinan preterm
19
yaitu mimetik, calsium channel blocker, magnesium sulfat, nonsteroid anti-
inflammatory drugs (NSAIDs), dan ethanol.(7)
I. mimetik(16)
Golongan ini merupakan tokolitik yang pertama kali digunakan dalam
perawatan persalinan preterm. Preparat β mimetik atau disebut juga agonis β
adrenergik terbagi dua yaitu β1 dan β2 adrenergik. β1 dominan kerja dalam otot
jantung dan intestinum. β2 adrenergik bekerja dominan dalam myometrikum,
pembuluh darah dan bronchiolus. Kerja βmimetik ini meningkat konversi ATP
menjadi AMP siklik dalam sitoplasma yang selanjutnya akan memicu sejumlah
reaksi yang menurunkan kadar ion Ca intra sel sehingga menghambat aktivitas
protein kontraktil. β mimetik merupakan obat yang paling efektif untuk
menghambat kontraksi utreus pada persalinan kurang bulan.
β mimetik yang banyak digunakan adalah
1. Isoksuprinol (duvadilan)
Diberikan perinfus dengan tetesan 0,25-0,5 mg/mnt. Setelah 2 jam kontraksi
menghilang dilanjutkan dengan pemberian intramuskular 10 mg tiap 3-6 jam
selama 24 jam. Kemudian dilanjutkan dengan peroral 10-20 mg setiap 6 jam
selama 3 hari.
2. Terbutalin (bricasma)(17)
Terbutalin merelaksasi uterus. Dapat diberikan dalam bentuk oral atau
injeksi subkutan. Efek samping penggunaan terbutalin berupa peningkatkan
denyut jantung menjadi 90-110 denyut permenit, peningkatan kadar gula
darah, palpitasi, nausea, konstipasi, dan sakit kepala.
20
3. Orciprenalin (alupent)
4. Feniterol (berotec)
5. Hexoprenalin (ipradol)
6. Ritrodine (delaprem)(18)
Digunakan pada persalinan preterm dengan usia kehamilan 20-34
minggu, dan dapat digunakan pada keadaan darurat persalinan preterm.
Dosis awal 0,1 mg/menit (0,33mL/menit atau 20 tetes/menit) kemudian
dosis ditingkatkan 0,05 mg/menit (0,17mL/menit) setiap 10 menit
sampai efek terapi yang diinginkan tercapai kemudian dilanjutkan
dengan pemberian oral dengan dosis 1 tablet (10 mg) tepat 30 menit
sebelum pemberian intravena dihentikan. Dosis anjuran untuk pemberian
24 jam pertama adalah 1 sampai 2 tablet setiap 2 jam. Setelah itu 1-2
tablet (10-20 mg) setiap 4-6 jam. Dosis maksimal tidak boleh melewati
120 mg.
Efek samping yang dapat ditimbulkan dapat berupa sedikit peningkatan
denyut jantung, palpitasi, tremor, nausea, kemerahan pada kulit, dan
aritmia jantung (1%). Gangguan hati yang menetap pernah dilaporkan
pada <1% kasus pada penggunaan ritordine.
7. Salbutamol (albuterol)
Obat-obatan ini sangat efektif dengan pemakaian secara intravena maupun oral.
Akan mencapai efektifitas penuh dalam beberapa menit sesuai dengan konsentrasi
darah. Dalam pengobatan dianjurkan pemberian secara intravena sampai his
menghilang dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian intramuskular dan
peroral.
21
II. Calsium channel blocker(16,17)
Aktifitas myometrium tergantung sekali dengan kadar ion Ca dalam
sitoplasma. Dimana kerja ion Ca dalam sitoplasma mengaktifkan aktin dan
myosin. Masuk kedalam sitoplasma melewati suatu pintu membran khusus.
Kalsium antagonis yang dikenal dengan preparat nifedipin bekerja menghambat
masuknya ion Ca melewati pintu membran sitoplasma. Sehingga dengan
penurunan kadar ion Ca akan menghambat timbulnya kontraksi myometrium.
Farmakologi nifedipine:
- Nifedipine akan mencapai puncak konsentrasi dalam plasma setelah 30
sampai 60 menit setelah pemberian secara oral, namun pemberian
sublingual dapat memberikan hasil yang lebih cepat dalam darah.
- Pemberian nifedipine sublingual dengan dosis awal 10 mg harus diulangi
setelah 20 menit pemberian dan diulangi lagi 20 menit kemudian apabila
kontraksi uterus masih berlangsung. Pemberian oral dimulai dari 10
sampai 20 mg setiap 4 sampai 6 jam.
- Pada sebuah penelitian Ulmsten et al (1980) penggunaan nifedipine dapat
memperlambat persalinan sampai 3 hari.
Efek samping yang ditimbulkan:
Pada ibu hamil dapat menimbulkan penurunan tekanan darah, kemerahan
pada kulit, nausea, dan sakit kepala
Pada fetus dapat menyebabkan penurunan PO2 dalam arteri
III. Magnesium sulfat(16,17,19)
Selain digunakan sebagai pengobatan pre eklamsia, magnesium sulfat juga
telah digunakan sebagai tokolitik sebagai first line therapy selama dua dekade
22
terakhir ini dan sedang banyak diteliti efektifitas terapinya di berbagai pusat
penelitian di Eropa dan Amerika Serikat.
Mekanisme tokolitik yang ditimbulkan kelompok ini berupa:
Bersaing dengan calsium untuk mendapatkan celah di luar membran
retikulum sarkoplasma yang akan mecegah peningkatan pemakaian
calsium intraselular untuk kontraksi
Meningkatkan pengeluaran cAMP intraseluler
Mempengaruhi neuromuskuler junction untuk mengurangi pelepasan
asetilkolin dan sensitivitas dari endplate pada neuromuskuler junction
tersebut
Farmakologi magnesium sulfat:
- Dosis awal 4-6 gr selama 15-20 menit (1 gr MgSO4 = 98 mg = 8.12 mEq
= 4.06 mmol) yang diikuti dengan dosis maintenance 1-3 gr/jam
- Pemberian dengan infus 1 sampai 4 gr/jam
- Tingkat terapi serum dicapai pada 2 sampai 2.8 mmol/L (5.0 sampai 7.0
mg/100 ml)
- Jika telah berhasil, kurangi dosis atau ganti dengan obat-obatan oral
Efek samping yang ditimbulkan:
Lebih sedikit dan lebih ringan dibandingkan golongan beta adrenergik,
jika MgSO4 ditambahkan pada ritodrine dapat menurunkan angka
kejadian.
Pada ibu hamil dapat menimbulkan kemerahan pada kulit, nyeri dada,
palpitasi, hipotensi, edema paru, nausea, penglihatan kabur, sedasi,
23
hipotermia, dan hipermagnesemia apabila telah ada gangguan ginjal
sebelumnya.
Toksisitas tingkat serum:
o 8 - 10 mg/100 ml : kehilangan refleks tendon
o 10 – 15 mg/100 ml : depresi pernafasan
o > 15 mg/100 ml : pelebaran gelombang QRS dan mempertinggi
interval PR dan menyebabkan cardiac arrest
Pada fetus dan neonatus penggunaan magnesium sulfat untuk tokolitik
menyebabkan depresi pernafasan pada konsentrasi magnesium di
umbilical cord 4 dan 11 mg/100 ml (Liphitz and English, 1967). Terapi
magnesium sulfat yang lebih dari 7 hari dapat menyebabkan
demineralisasi tulang panjang pada 50% fetus (Holocomb et al, 1991).
IV. Nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs)(16,20)
Yaitu indometasin yang merupakan derivat asam asetat indol atau disebut
juga sebagai antiprostaglandin. Obat ini bekerja menghambat pembentukan
prostaglandin sehingga mekanisme kerja prostaglandin untuk meningkatkan
konsentrasi ion Ca dalam sel-sel myometrium dan memacu aktifitas kerja enzim
myosinase kinase (MLCK) terjadi dalam “gap junction” sel myometrium juga
terhambat dan akan menyebabkan aktifitas kontraksi sel-sel otot uterus menjadi
lebih lama.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini berupa penutupan cepat dari
duktus arteriosus dan penurunan dari perfusi ginjal yang akanb mengarah pada
penurunan cairan amnion pada fetus. Karena itu penggunaannya dibatasi untuk
24
terapi tokolitik pada persalinan preterm. Namun demikian pada penelitian
Teixeira dkk. (1994) menyebutkan bahwa aktivitas prostaglandin yang melibatkan
enzim siklooksigenase ternyata dapat diidentifikasi melalui dua jalur yaitu
siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Penghambatan
aktivitas prostaglandin pada COX-2 oleh NSAIDs dipercaya dapat meminimalisir
efek samping di atas. Preparat NSAIDs yang selektif inhibitor ini adalah
nimesulide dan telah dibuktikan dapat menghambat persalinan preterm (Sawdy,
1997). Namun pada penelitian Lim dkk. (1997) dengan objek percobaan tikus
melaporkan adanya gangguan reproduksi termasuk proses ovulasi, fertilisasi,
implantasi dan desidualisasi. Efek samping selektif inhibitor COX-2 pada manusia
sampai sekarang masih diteliti.
Farmakologi indometasin:
Diserap dan mencapai konsentrasi plasma pada 1 sampai 2 jam setelah
pemberian oral dan rektal.
Melewati sawar plasenta dan konsentrasi serum di arteri umbilical dan
konsentrasi materbal tercapai setelah 5 jam pemberian oral.
Lebih dari 90% obat ini mengikat protein pada neonatus.
Dapat menghambat persalinan 24-48 jam namun pernah dilaporkan 72
jam oleh Duedly dan Hardie (1985)
Dosis awal dengan pemberian rektal 100mg yang dikuti dengan dosis
maintenance 25 mg oral setiap 6 jam.
Efek samping yang ditimbulkan:
- Pada ibu hamil dapat menyebabkan hemoragi post partum, gangguan
gastrointestinal, sakit kepala, depresi dan psikosis.
25
- Pada fetus dan neonatus dapat menyebabkan konstriksi duktus arteriosus
yang mengarah pada hipertensi pulmonal pada neonatus.
V. Ethanol
Banyak teori yang menjelaskan etanol dapat menghentikan persalinan
preterm. Pada mulanya etanol sebabkan merintangi pelepasan oksitosin dari
neurohipofise. Sebagian para ahli menjelaskan fungsi etanol mungkin memiliki
efek depresi langsung pada myometrium. Tapi preparat ini tidak baik untuk ibu
maupun janin dapat menyebabkan mabuk.(16)
Preparat tokolitik lain yang digunakan sekarang ini:
1. Progesteron(16)
Progesteron dan preparat progestin sintetik, diduga oleh para ahli
menghambat rangsangan kontraksi sel-sel myometrium. Tapi sejauh ini preparat
tersebut belum meyakinkan efektif digunakan secara klinis.
Penggunaan progesteron pada kehamilan preterm masih merupakan
kontroversi dimana pada meta analisis literatur diindikasikan progesteron agent
meningkat pada kelahiran preterm. Efek tokolitik progesteron diduga merupakan
efek antagonis prostaglandin F2α dari stimulasi α adrenergik dan mempunyai
peran memblok perkembangan gap junction yang penting untuk aktivitas otot.
Secara natural progesteron terdapat pada ibu dan bayi. Pemberiannya sangat
mudah yaitu 50 mg tiap 8-12 jam.
2. Oksitosin Antagonis (Atosiban)(14,16)
26
Merupakan tokolitik baru, dimana dalam penelitian awal disebutkan
bekerja menghambat aktifitas oksitosin reseptor dalam sel myometrium.
Tabel. Pemakaian obat tokolitik untuk menghentikan kontraksi
Obat Dosis awal Dosis selanjutnyaEfek samping dan hal yang harus diperhatikan
Salbutamol 10 mg dalam larutan NaCl atau ringer laktat. Mulai infus 10 tetes per menit
Bila kontraksi masih ada, tingkatkan tetesan infus 10 tetes per menit setiap 30 menit sampai kontraksi stop atau nadi ibu melebihi 120/menit.Bila kontraksi stop, jaga tetesan tersebut paling tidak 12 jam setelah kontraksi uterus terakhir. Maintenance ventolin per oral 3X4 mg/hari. Paling sedikit 7 hari.
Takhikardi ibu: kurangi tetesan bila nadi 120/menit, hati pemakaian pada ibu anemia.
Edema paru ibu: dapat terjadi bila memakai steroid bersamaan dengan salbutamol. Batasi air, jaga keseimbangan cairan dan hentikan obat.
MgSO4 Berikan dosis awal 6 g
Diikuti dosis selanjutnya 2 g/jam
Hati-hati untuk hipermagnesia untuk janin dan ibu. Lakukan kontrol dengan pemeriksaan refleks dan respiratory rate dan produksi urin
Nifedipin 20 mg oral 3 X 20 mg Lemas, hipotensi
Nitrat 10 mg sublingual 20 mg oral Pusing/sakit kepala, mual
Bila his tak bisa dihentikan pertimbangkan melakukan rujukan pada tempat yang
mampu merawat neonatal dengan berat < 2000 gram
Tabel. Penggunaan tokolitik pada persalinan preterm(22)
Jenis Tokolitik Tipe Mekanisme kerja
β mimetik, nilidrin,
ritrodin, salbutamol,
terbutalin
Fenoterol, hexoprenalin,
Isoksuprin
Menghambat reseptor β1
dan β2, meningkatkan
cAMP intrasel, peningkatan
reduksi initial cAMP dalam
kalsium intrasel,
menghambat kontraksi otot
Ca Bloker Nicardipin, nifedipin Mencegah masuknya
27
kalsium pada otot polos
dengan memblok chanel
kalsium dan meningkatkan
pengeluaran kalsium
intrasel
Magnesium
Magnesium glukonat,
magnesium sulfat
Magnesium oksida
Magnesium klorida
Pada dosis tinggi
menggantikan kalsium
pada retikulum
sarkoplasmik dengan
meningkatkan waktu
depolarisasi antara
kontraksi dan menurunkan
kekuatan kontraksi
NSAID Indometasin Menghambat produksi
prostaglandin
Penggunaan tokolitik yang dianjurkan
Berikan obat-obat tokolitik tidak lebih dari 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu
(nadi, tekanan darah, tanda distress nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan
ketuban atau darah pervaginam, djj, balans cairan, gula darah)
Syarat-syarat pemberian tokolitik:(6)
1. Usia kehamilan 28-37 minggu
2. Pembukaan serviks tidak lebih dari 4 cm
3. Adanya kontraksi uterus dua kali dalam 15 menit
4. Janin dalam keadaan baik
5. Tidak ada kontraindikasi pemberian obat agonis adrenergik β
Kontra indikasi pemberian tokolitik:(6,21)
Umur kehamilan kurang 28 minggu
Solusio plasenta dan plasenta previa
28
Infeksi intra uterin
Febris yang tak diketahui sebabnya
Pertumbuhan janin terhambat
Penyakit jantung
Hipertensi dalam kehamilan
Penyakit paru, hipertiroid, diabetes mellitus
Untuk menyingkirkan kontra indikasi tersebut perlu pemeriksaan khusus seperti :
- hematokrit, lekosit, gula darah sewaktu
- EKG, foto torak
Kerugian terapi tokolitik(22)
Kerugian terapi tokolitik meliputi efek samping yang muncul dengan
pemberian obat-obat tokolitik yang dapat berdampak pada ibu hamil, fetus dan
neonatus nantinya.
Kerugian maternal
1. Gangguan kardiovaskuler
Gangguan kardiovaskuler termasuk aritmia, gagal jantung, infark miocard
dapat muncul pada pemberian mimetik.
2. Gangguan metabolik
Gangguan metabolisme dapat muncul pada pasien yang mendapatkan tokolitik
golongan mimetik seperti hiperglikemia dan hipokalemia.
29
3. Gangguan gastrointestinal
Pemberian mimetik, calcium channel blocker, magnesium sulfat, dan
ethanol dapat berdampak terhadap keluhan-keluhan gastrointestinal.
4. Gangguan psikologis
Pada pemberian mimetik dapat menimbulkan gangguan psikologis berupa
depresi.
Kerugian fetus dan neonatus
1. Takikardia
Pada ibu yang mendapatkan mimetik dapat berdampak pada peningkatan
denyut jantung fetus yang menyebabkan takikardia.
2. Konstriksi duktus/regusgitasi trikuspidal
Yaitu pada ibu yang mendapatkan NSAIDs. Kelainan ini tidak muncul
pada pemberian mimetik.
30
KESIMPULAN
Persalinan atau partus adalah suatu proses fisiologi yang terjadi secara
teratur, dimana terasa nyeri saat kontraksi uterus, terjadi penipisan secara
progresif dan dilatasi serviks. Penipisan dan dilatasi ini menyebabkan
keluarnya janin dari uterus melalui jalan lahir.
Persalinan preterm menurut definisi WHO adalah persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu lengkap atau kurang dari 259 hari,
terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir, atau dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram.
Persalinan preterm ini merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas pada bayi dan merupakan gambaran tingkat kesehatan suatu
negara.
Kejadian persalinan preterm meliputi 6-8% dari seluruh kehamilan.
Tokolitik merupakan landasan dasar terapi farmakologi pada persalinan
preterm.
Tokolitik berfungsi untuk menghentikan kontraksi uterus selama episode
tertentu persalinan (first line therapy) atau memelihara relaksasi uterus
setelah episode akut (maintenance therapy)
Ada lima kelas terapi tokolitik untuk mengatasi kontraksi uterus pada
persalinan preterm yaitu mimetik, calsium channel blocker, magnesium
sulfat, nonsteroid anti-inflammatory drugs (NSAIDs), dan ethanol
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh variasi maternal dan efek samping
terhadap neonatus.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG et al. Parturition. Williams Obstetrics 21st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 251-290
2. Wiknjosastro H. Fisiologi dan Mekanismen Persalinan Normal. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 1999 : 180-181
3. Cunningham FG. Persalinan dan Kelahiran Spontan. Williams Obsetrics 21st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 372-385
4. Keirse M. The History of Tocolysis. Diakses dari: http:/www./oblink.com/display.asp?page=ON-TRAC_issue4_sat-29-june. Juni, 2004
5. Newton Edward R. Preterm Labor. Diakses dari: http://www.emedicine.com/med/topic3245.htm. September, 2004.
6. Cunningham FG. Kehamilan Preterm serta Postterm dan Pertumbuhan Janin yang Tidak Sesuai. Williams Obsetrics 21st Edition. New York: McGraw Hill Companies, 2001 : 881-903
7. Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartman KE, Gavin NI, Hasselblad V, Indicula AE. Tocolytic treatment for the management of preterm labor: A review of the evidence. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=12825006&query_hl=3
8. Fuchs AR, Fuchs F. Physiology and endocrinology of Parturition. Obstetrics, Normal and Problem Pregnancies 3rd Edition. New York, Churchill Livingstone Inc, 1996 : 111-136
9. World Health Organization. 4 million nenatal deaths: When? Where? Why? Diakses dari: http://www.who.int/child-adolescent-health/New_Publications/NEONATAL/The_Lancet/Neonatal_paper_1.pdf. Februari, 2005
10. Wahidayat I. Perinatologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika, 1997 : 1051 -1053
11. World Health Organization. Health of The Newborn. Diakses dari: http://w3.whosea.org/meeting/rc/rc56/pdf/RC56-9.pdf. Juli, 2003.
12. Weismiller DG. Preterm Labor. Diakses dari: http://www.aafp.org/afp/990201ap/593.html. Juli, 2004
32
13. Buku Pedoman Nasional. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan bina Pustaka.
14. Ensiklopedia kesehatan. Diakses dari: http://encyclopedia.thefreedictionary.com/tocolytic
15. Journal of Obstetrics and Gynaecology Sunnybrook and Women's College Health Sciences Centre, Toronto, Ontario, Canada. Diakses dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&dopt=Abstract&list_uids=10546776&itool=iconabstr&query_hl=5. November, 1999 : 869-877
16. Creasy RK, Resnik R. Disorders of Parturition. Maternal and Fetal Medicine, Principles and Practise. Philadelphia. W.B. Saunders Company, 1994 : 504-512
17. Fetal Surgery. Diakses dari: http://www.fetus.ucsf.edu/patient_center/your_fetal_surgery.html
18. DeCherney AH, Pernoll ML. Late Pregnancy Complications. Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment. Houston. Lange medical book, 1994: 331-335
19. Chesnut DH. Magnesium Sulfate for Tocolytic. Diakses dari: http://www.anesthesia.org/resident/program/obstetrics/ipcomp/PD_MagSulf.html
20. Sakai M, tanabe K, Sasaki Y, Momma K, Yoneda S, Saito S. Evaluation of the tocolytic of a selective cyclooxygenase-2 inhibitor in a mouse model of lipopolysacaride-induced preterm delivery. Jounal of Molecular Human Reproduction Vol. 7, No. 6, 2001 : 595-602
21. Tocolytic. Diakses dari: http://www.fpnotebook.com/OB140.htm
22. Berkman ND, Thorp JM, Lohr KN, Carey TS, Hartman KE, Gavin NI, Hasselblad V, Indicula AE. Tocolytic treatment for the management of preterm labor: A review of the evidence. American Journal of Obstetrics and Gynecology Volume 188. No 6. Juni 2003.
33