Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Bab I
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bahwa infeksi kronis di daerah gigi yang tidak
mendapat perawatan adekuat, dapat kita curigai sebagai fokus infeksi yang dapat
menyebar ke bagian tubuh yang lain dan menyebabkan infeksi di daerah tersebut.
Penyebaran infeksi kronis gigi, khususnya penyebaran infeksi ke tempat yang jauh,
masih belum dapat dijelaskan dengan jelas dan masih merupakan hipotesa 1,2) .
Sejak jaman dahulu infeksi odontogenik termasuk salah satu penyakit yang
paling sering menyerang umat manusia. Hingga saat ini terutama di negara
berkembang, infeksi odontogenik masih tetap merupakan penyakit yang banyak
dijumpai pada praktek dokter gigi 3).
Berdasarkan pengamatan-pengamatan klinik, penderita dengan bermacam-
macam penyakit mengalami kesembuhan atau perbaikan keadaan umum setelah
dilakukan ekstraksi pada gigi-gigi yang rusak. Kenyataan yang ada tersebut memang
belum memiliki bukti-bukti ilmiah dengan data-data yang bernilai statistik. Tetapi
meskipun demikian dirasa perlu untuk menghilangkan atau menyembuhkan fokus
infeksi pada gigi, baik dengan ekstraksi gigi maupun tidak dengan ekstraksi gigi 4).
Salah satu penyebaran radang odontogenik adalah sinus maksilaris, dimana
terjadi radang apical pada molar dan premolar rahang atas, karena relasi topografisnya
yang erat diantara akar gigi dan sinus maksilaris. Kebanyakan dinding pemisahnya
hanya terdiri dari sebuah lamel tulang yang sangat tipis, atau hanya dari periost dan
sinus mukosa 3).
Nathaniel Highmore mengemukakan tentang membran tulang tipis yang
memisahkan gigi dari sinus. Ia menyatakan ‘Tulang yang membungkus antrum
maxilaris dan memisahkannya dari soket geligi tebalnya tidak melebihi kertas
pembungkus’. Bahkan terkadang dasar sinus maxilaris hanya berupa mukosa sinus 5).
Saluran-saluran limfe dari akar gigi, membran periodontal dan tulang rahang
juga saling beranastomosa. Dilihat dari segi anatomis seperti yang telah diterangkan
tersebut hingga menyebabkan peradangan berupa sinusitis maksilaris sangat mungkin
terjadi. Meskipun demikian penyebab terbanyak dari sinusitis tetap berasal dari
infeksi hidung 2).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 1
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendiagnosa sinusitis dari asal
ondotogenik tidak didefinisikan dengan jelas. Sering kali terjadi sinusitis pada satu
sisi, pengaliran pus yang berbau busuk, dan suatu kelainan apical atau periodontal,
yang jelas dapat ditunjukkan, dipakai sebagai sebagai kriteria diagnostik diferensial
terhadap sinusitis rinorgenik. Pengetahuan mengenai penyebaran dan penjalaran
infeksi ini tidak hanya penting bagi diagnosis tapi juga bagi penanggulangan yang jitu
terhadap infeksi odontogenik 3) .
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 2
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Bab II
Sinusitis
II.1 Definisi
Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus.
Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga
udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tengkorak di sekitar
wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tengkorak 6).
Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Sinus
frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris terletak di
belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak
agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus
maksilaris 6).
Gambar 2. Rongga sinus
II.2 Etiologi
Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau
kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun).
Penyebab sinusitis akut:
- Infeksi virus.
- Bakteri.
- Infeksi jamur.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 3
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
- Peradangan menahun pada saluran hidung.
Penyebab sinusitis kronis:
- Asma
- Penyakit alergi (misalnya rinitis alergika)
- Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi
maupun pembuangan lendir 7).
II.3 Gejala klinik
Gejala khas dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang
dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.
Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu
nyeri tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada
gejala tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena:
- Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di
bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.
- Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
- Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan
diantara mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan
sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila
pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera
penciuman dan hidung tersumbat.
- Sinusitis sphenoidalis menyebabkan nyeri yang
lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di
puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau
kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
Gejala lainnya adalah:
- tidak enak badan
- demam (demam dan menggigil menunjukkan bahwa
infeksi telah menyebar ke luar sinus)
- letih, lesu
- batuk, yang mungkin semakin memburuk pada malam
hari
- hidung meler atau hidung tersumbat (Selaput lendir
hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 4
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau) 7).
II.4 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala, foto rontgen
sinus dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk menentukan luas dan beratnya
sinusitis, bisa dilakukan pemeriksaan CT scan. Pada sinusitis
maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui
adanya abses gigi 6).
Tanda khas yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik yaitu
adanya pus di meatus medius. Pada rhinosinusitis akut, mukosa edem
dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di
daerah kantus medius 6)
II.5 Pengobatan
Tujuan terapi sinusitis ialah untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis.
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM ( Kompleks
Osteo Meatal ) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami 8).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 5
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Bab III
Sinusitis Maksilaris Odontogenik
Sinusitis maksilaris adalah suatu radang pada salah satu rongga udara sekitar
hidung, yaitu pada sinus maksilaris. Sedangkan sinusitis maksilaris odontogenik
adalah sinusitis maksilaris yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari gigi ke arah
sinus maksilaris.
III.1. ANATOMI
III.1.1 Anatomi sinus maksilaris dan hubungannya dengan rongga mulut
Diantara 4 sinus paranasal yaitu sinus etmoidalis, sinus
frontalis, sinus sphenoid, dan sinus maksilaris. Sinus maksila
merupakan sinus paranasal yang terbesar. Sinus ini mempunyai
beberapa buah dinding. Dinding anterior adalah permukaan fasial os
maksila, yang disebut fosa kanina, dinding posterior adalah permukaan
infra temporal maksila, dinding medial adalah dinding lateral rongga
hidung, dinding superior adalah dasar orbita dan dinding inferior
adalah prosesus alveolaris dan palatum. Volume sinus maksilaris pada
orang dewasa kurang lebih 15 ml 3).
Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus
maksila adalah:
A. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi pada
rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2) dan molar (M1 dan M2)
dan kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3. bahkan
akar-akar gigi tersebut kadang-kadang menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi dari gigi mudah naik ke atas dan menyebabkan
sinusitis.
B. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi ke orbita.
C. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,
sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula
drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 6
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan
pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
sinusitis 3).
Gambar 1. Anatomi sinus
(dari : iqbalsandira.blogspot.com/ 2009)
III.1.2 Hubungan sinus maksilaris dengan gigi rahang atas
Pada waktu lahir, sinus maksilaris hanya merupakan ruang
yang kecil di sebelah lateral hidung, lebih tinggi dari dasar hidung.
Selama proses pertumbuhan rongga tersebut semakin melebar. Dengan
dimulainya erupsi gigi geligi, dasar sinus akan mengalami penurunan.
Kurang lebih pada usia 9 tahun dasar sinus menjadi setinggi
dasar hidung. Penurunan tersebut akan terus berlangsung sampai
pertumbuhan gigi permanen yang lengkap pada usia 18-45 tahun. Jadi
tinggi dasar sinus maksilaris terhadap dasar hidung akan bervariasi
sesuai usia.
Sesuai dengan proses turunnya dasar sinus maksila, akar gigi
dan dan dasar sinus akan saling mendekati, kadang-kadang diantara
keduanya hanya dipisahkan oleh tulang yang tipis bahkan hanya
mukosa sinus saja. Pada beberapa kasus, jarak antara apek akar gigi
dan dasar sinus maksila hanya beberapa milimeter saja dan bahkan
akar gigi yang lain menonjol ke dalam mukosa sinus. Nathaniel
Highmore menyatakan bahwa tulang yang membungkus antrum
maksilaris dan memisahkannya dari gigi geligi tebalnya tidak melebihi
kertas pembungkus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 7
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Penyelidikan Patero terhadap 22 tengkorak manusia
menunjukkan angka sebagai berikut :
M2 1,8 mm
M3 2,0 mm
M1 2,5 mm
P2 3,6 mm
P1 5,2 mm
C 6,4 mm
Angka-angka tersebut menguatkan penyelidikan Von Bonsdorf
dan Zuckeerkand yang menemukan urutan jarak apek akar gigi dengan
dasar sinus M2, M1, M3, P2, P1 dan C.
Hubungan rongga mulut dengan sinusitis maksilaris semakin
erat dengan adanya anastomose saluran limfe dari akar gigi, membran
periodontal dan tulang rahang. Karena hubungan yang erat antara sinus
dengan gigi rahang atas tersebut, adanya infeksi pada gigi atas
memungkinkan untuk terjadinya sinusitis maksilaris 10).
III.2 GIGI SEBAGAI FOKUS INFEKSI
III.2.1 Definisi
Pengertian fokus infeksi perlu dibedakan dengan fokal infeksi.
Fokus infeksi adalah daerah lokal jaringan yang terinfeksi oleh
mikroorganisme patogen, biasanya terletak dekat permukaan mukosa
atau kulit. Sedangkan fokal infeksi adalah penyebaran mikroorganisme
ataupun toksinnya yang berasal dari suatu fokus infeksi 1,2) .
III.2.2 Mekanisme Penyebaran Infeksi
Penyebaran kuman atau toksinnya dapat menempuh berbagai
cara. Pertama, mikroorganisme dari suatu fokus infeksi menyebar
melalui darah atau aliran limfe. Kedua, toksin yang diproduksi oleh
mikroorganisme melalui aliran darah atau limfe menuju ke tempat-
tempat yang jauh dan mendorong terjadinya reaksi hipersensitifitas
pada suatu jaringan 1,2).
Terjadinya fokal infeksi ke tempat yang jauh sebenarnya masih
merupakan hipotesa dan mekanismenya masih menjadi perdebatan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 8
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
para ahli. Banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi kemungkinan
terjadinya fokal infeksi, seperti fokus infeksi, daya tahan tubuh
penderita, berat ringannya infeksi, jumlah dan virulensi kuman, sistem
sirkulasi darah dan limfe, faktor pencetus maupun faktor penghambat
lain yang belum dapat diterangkan 1).
Rongga mulut merupakan tempat yang potensial sebagai
sumber terjadinya fokal infeksi. Infeksi daerah mulut, khususnya
infeksi gigi, dapat berasal dari rongga pulpa yang meluas melalui
saluran akar menuju jaringan periapikal, atau dapat berasal dari
jaringan periodontal dan menyebar melalui tulang spongiosa.
Penyebaran ke tempat-tempat lain dari suatu fokus infeksi gigi dapat
menempuh banyak cara, antara lain : 1,2)
- Secara hematogen dan limfogen
- Tertelan ke dalam saluran pencernaan
- Terhirup ke dalam saluran pernafasan
- Perluasan secara langsung
Infeksi odontogenik umumnya bermula dari infeksi periapikal
gigi non vital, hanya sebagian kecil saja yang berasal dari infeksi
jaringan periodontal, atau akibat infeksi sekunder pada tulang. Infeksi
odontogenik dapat berlokasi hanya sekitar apeks gigi, atau menyebar
ke tulang sekitarnya, atau bahkan menembus korteks dan selanjutnya
menyebar ke jaringan lunak sekitarnya, atau pada kasus yang gawat,
proses infeksi dapat sampai ke daerah yang jauh letaknya dari infeksi
primer 3).
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan penyebaran
infeksi odontogenik :
- Jenis dan virulensi kuman penyebab. Beberapa jenis kuman
cenderung menetap pada fokus infeksi primer, sedangkan jenis
lainnya cenderung menyebar secara cepat ke jaringan
sekitarnya.
- Daya tahan penderita. Penderita dengan diabetes mellitus yang
tidak terkontrol, dan penderita dengan efek sistem imunitas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 9
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
rendah, maka penyebaran infeksi terjadi lebih cepat dan
ekstensif.
- Faktor anatomi juga sangat mempengaruhi penyebaran dan
perluasan infeksi 3).
III.2.3 Macam Fokus Infeksi Gigi
Infeksi gigi yang memegang peranan penting sebagai fokus
infeksi adalah infeksi-infeksi yang kronis yang biasanya berupa :
A. Pulpitis Kronis
Pulpitis Kronis merupakan suatu peradangan pulpa yang
bersifat kronis akibat invasi kuman atau toksinnya melalui
karies gigi atau kerusakan gigi lainnya.
B. Penyakit Periapikal kronik
Periapikal adalah daerah lokal di sekitar apek akar gigi.
Penyakit periapikal ini dapat merupakan lanjutan dari
pulpitis maupun periodontitis. Penyakit periapikal antara
lain meliputi granuloma periapikal, kista periapikal dan
abses periapikal.
C. Penyakit periodontal kronik
Periodontitis kronik dapat dimulai dengan suatu
gingivitis marginalis. Infeksi secara kronik berjalan ke arah
apikal disertai kerusakan membran periodontal dan resorbsi
procesus alveolaris yang menyebabkan terbentuknya saku
periodontal, dimana eksudat dan pus terkumpul dalam saku
tersebut 11).
III.3 GAMBARAN KLINIS
A. Sinusitis odontogenik akut
Gejala klinis sinusitis odontogenik akut terjadi dalam beberapa hari
dan menunjukkan gejala umum suatu radang akut. Gejala klasik lokal
adalah rasa penuh dibawah mata pada sisi yang terlibat pada gerakan
kepala, ingus yang keluar baunya mirip pus, rasa tidak enak di mulut dan
penyumbatan sisi dari lubang hidung.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 10
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Disamping itu sinusitis didahului oleh sakit gigi yang singkat dan
jelas, dan dapat dirasakan sakit tumpul dan menjalar ke rahang atas dan
keluhan sakit saraf dari seluruh bagian wajah. Jarang sekali bengkak pipi
dan pelupuk mata bawah, kedua-duanya termasuk gejala periotitis yang
berasal dari gigi penyebab 3).
B. Sinusitis odontogenik subakut dan kronis
Pada sinusitis subakut dan kronis sering tidak terdapat gejala
radang yang jelas. Dalam menentukan diagnosa harus dipertimbangkan
dulu apakah benar-benar terdapat sinusitis dan selanjutnya apakah berasal
dari odontogenik. Kebanyakan penderita ini menunjukkan sedikit banyak
keluhan jelas, yang khas bagi sinusitis. Dilihat dalam waktu yang lama,
saat-saat gejala klinisnya meningkat dapat menunjukkan adanya
eksasebarsi periodik suatu kronis.
Hampir semua penderita sedikit banyaknya ada gangguan, ada
perasaan sakit yang sedang sampai berat pada separuh bagian wajah, dan
perasaan penuh dibawah mata pada saat membungkuk atau telah lama
mempunyai keluhan sakit kepala, Kadang-kadang terdapat obstruksi nasal,
yang memberikan perasaan pilek yang membandel terhadap pengobatan.
Pada kebanyakan penderita terdapat aliran pus yang berbau busuk dan juga
merasakan perasaan tidak enak pada mulut, yang disebabkan pus dari
nasofarings.
Dimasa lalu hampir semua penderita mengaku pernah menderita
sakit gigi pada gigi penyebabnya, kadang-kadang diiringi dengan bengkak
pada wajah. Pada pemeriksaan intra oral giginya dapat terasa sakit ringan
pada perkusi 3).
III.4 INSIDEN
Beberapa kepustakaan sebagian besar menyebutkan bahwa penyebab
sinusitis maksilaris terutama adalah faktor rinogen. Sedangkan infeksi gigi
bertanggung jawab pada sekitar 8%-20% sinusitis maksilaris. Tetapi penelitian
yang dilakukan oleh ahli bedah mulut dan THT menghasilkan presentase yang
sangat jauh berbeda. Perbedaan hasil penelitian dari para ahli dapat dilihat
dibawah ini : 10,11)
a. Ellis Douek (THT) 10%
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 11
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
b. Hayek (THT) 8%
c. Para ahli THT jerman 6%
d. Mead (bedah mulut) 75%
Pada penelitian yang dilakukan di poliklinik THT RSUP dr Kariadi
pada tahun 1974-1978 oleh Aswin Rahardja, kasus sinusitis maksilaris karena
ondotogen sebanyak 21,7%. Gigi yang paling banyak menyebabkan infeksi
sinus adalah M2 sebanyak 42,5%, M1 30%, M3 17,5%, P2 7,5%, dan P1 2,5% 10).
Gambar 2. Anatomi Gigi (dari : www. paruliansinaga.files.wordpress.com)
III.5 TERAPI SINUSITIS MAKSILARIS
Tujuan terapi sinusitis ialah untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip
pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.
Bila sudah kronis, cara terbaik untuk menangani sinusitis maksila
adalah dengan melakukan operasi. Pengobatan medikamentosa (terapi
konservatif) ditujukan untuk menurunkan faktor predisposisi, mengobati
serangan infeksi berulang, mengurangi edem jaringan sinus, serta
memfasilitasi drainase sekresi sinus.
Terapi sinusitis maksila kronis secara umum dapat dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu :
1. Terapi konservatif
2. Terapi radikal dan Non radikalKepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 12
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
3. Terapi obliteratif
Dikaitkan dengan perubahan mukosa yang dapat timbul, terapi
konservatif diindikasikan pada sinusitis maksila kronis dengan perubahan
mukosa yang reversible sedangkan terapi radikal dan obliteratif diindikasikan
pada sinusitis maksila kronis dengan perubahan mukosa ireversible 12).
III.5.1 Terapi Konservatif
Terapi ini diberikan pada sinusitis maksila kronis dengan
perubahan mukosa yang reversible. Prinsip dari pengobatan ini adalah
upaya untuk memberantas infeksi, menyelenggarakan drainase dan
memperbaiki fungsi silia.
Harapan dari terapi konservatif ini adalah terjadinya regenerasi
dari mukosa sehingga fungsi silia menjadi baik dan drainase serta
aerasi menjadi normal 13). Secara praktis terapi konservatif sinusitis
maksila kronis meliputi :12)
1. Pemakaian Antibiotika
Pemakaian antibiotika sebaiknya didahului dengan pemeriksaan
bakteri, kultur dan tes sensitivitas. Antibiotika diberikan selama 10-
14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
2. Pemberian nasal dekongestan
Nasal dekongestan digunakan untuk mencegah/ mengatasi edem
mukosa sehingga ostium akan terbuka dan drainase sinus menjadi
lancar. Cara pemberian obat dapat diminum atau semprotan.
3. Pemberian Antihistamin
Antihistamin pada penderita sinusitis maksila kronik karena alergi
diberikan dalam jumlah besar untuk menghilangkan gejala-gejala
alergi, kecuali bila terjadi efek samping dosisnya dikurangi
4. Pemberian steroid
Pemberian steroid dimaksudkan sebagai anti udem mukosa,
sehingga ostium terbuka dan selanjutnya memperbaiki drainase.
Steroid hendaknya diberikan bersama antibiotika dan jangan pada
penderita anak-anak untuk jangka waktu lama.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 13
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
5. Pemberian analgesik
Analgesik bersifat simptomatis, mengurangi rasa nyeri
6. Irigasi Antrum
Irigasi antrum merupakan prosedur bedah paling sederhana yang
dianjurkan bagi kasus sinusitis maksila kronis yang telah mendapat
terapi medikasi tetapi tidak sembuh/ mengalami kegagalan.
III.5.2 Terapi Radikal dan Non Radikal
Yang dimaksud terapi radikal di sini adalah operasi Caldwell-
Luc. Indikasi terapi radikal pada sinusitis maksila kronis adalah :
1. Jelas terlihat perubahan mukosa yang ireversibel
2. Perubahan mukosa menunjukkan reversibilitas, tapi dengan terapi
konservatif tidak membawa hasil, atau terapi berhasil tetapi
kambuh lagi.
3. Penyebabnya odontogen
III.5.3 Terapi Obliteratif
Operasi obliterasi, yaitu menghilangkan bangunan sinus sama
sekali, merupakan alternatif terakhir bila terapi radikal gagal atau
mengalami rekurensi. Di sini setelah mukosa sinus diangkat sempurna,
ruang sinus ditimbun dengan lemak yang diambil dari dinding ventral
abdomen.
III.6 TERAPI ODONTOGEN
Sinusitis maksilaris yang dicurigai disebabkan oleh infeksi gigi, sebaiknya
disarankan untuk mengatasi kerusakan gigi terlebih dahulu. Infeksi pada gigi
yang tidak segera ditangani bisa menyebabkan abses dengan penimbunan nanah
karena infeksi bakteri. Abses pada rahang atas inilah yang bila tidak segera
ditangani bisa mengakibatkan sinusitis.
Gigi dengan infeksi saluran akar gigi atau dengan kantong-kantong
periodontal harus diekstraksi sebab kerusakan tulang yang terjadi pada sinusitis
odontogenik akan menyembuh kembali bila fokus infeksi dihilangkan 4)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 14
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
Bab IV
Ringkasan
Infeksi gigi terutama yang bersifat kronis, dicurigai sebagai infeksi yang dapat
menyebar ke bagian tubuh yang lain dan menyebabkan infeksi di tempat tersebut.
Salah satu infeksi sekunder yang dapat berasal dari fokus infeksi gigi adalah
infeksi sinus maksilaris karena tempatnya sangat dekat dengan rongga mulut.
Dipandang dari segi anatomisnya, perluasan infeksi dari gigi ke arah sinus tersebut
hingga menyebabkan peradangan berupa sinusitis maksilaris sangat mungkin terjadi
hanya sekitar 8%-20% dari seluruh kasus sinusitis maksilaris, sedangkan penyebab
terbanyak adalah infeksi hidung.
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jenis gigi yang berfungsi sebagai fokus infeksi berturut-turut dari yang paling
banyak adalah M2, M3, M1, P1 dan P2
2. Diagnosa kelainan gigi yang dapat menyebabkan sinusitis maksilaris antara
lain periodontitis kronik oleh sebab gangren radiks, periodontitis kronik oleh
sebab gangren pulpa, periodontitis marginalis kronik
3. Ekstraksi gigi bermanfaat bagi kesembuhan penderita sinusitis maksilaris
dengan fokus infeksi gigi yang tidak memiliki riwayat penyakit saluran
pernafasan
4. Riwayat penyakit saluran pernafasan menyebabkan kekambuhan pada
penderita sinusitis maksilaris dengan fokus infeksi gigi yang diberikan
tindakan berupa ekstraksi gigi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 15
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams GL, Lawrence R, Boeis, Hillger PH, Boeis : Buku Ajar THT. Alih
Bahasa : Caroline Wijaya. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC 1994.
241 : 4
2. Iskandar HN. Buku Ajar THT Edisi Ketiga Penerbit FK. UI 1998 : 116 :
25
3. Hadimartana L. Pengaruh Infeksi Odontogen Pada Sinus Maksilaris. 2009.
Available at :
http://www.geocities.com/rangkinariwebsite/pengaruh_infeksi.html
4. Rahardja A. Sinusitis Maksilaris Odontogen dalam Kumpulan Karya
Ilmiah. FK UNDIP, Semarang 1997
5. Higer PA. Penyakit Hidung dalam BOIES Buku Ajar Penyakit Tht Edisi 6.
EGC 1997. BAB 12 ; 200 : 239
6. Sinusitis. Available at :
http://thetransferfactorindonesia.com/2009/07/10/sinusitis/
7. Kumpulan artikel tentang Sinusitis. Available at :
http://puskesmassimpangempat.wordpress.com/2009/07/22/kumpulan-
artikel-tentang-sinusitis/
8. Munir, D., dkk, Terapi sinusitis Maksila Kronis. Available at : http://
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk 155 tht.pdf/.
9. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus Paranasal dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi Keenam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2007. Bab V ; 145 :
149
10. Foster TD. Buku Ajar Ortodonsi. Penerbit Buku Kedokteran EGC 1999 :
10 : 2.
11. Daud ME. Infeksi Fokal Gigi dan Kemungkinan Terjadinya Infeksi
Sekunder dalam : Simposium Gigi Sebagai Fokus Infeksi. FK UNDIP
Semarang. 16 : 83.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 16
Sinusitis Maksilaris Odontogen ik Angeline Barbara ( 406091060 )
12. Mangunkusumo, et al. Sinus Paranasal dalam Buku Ajar Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 5. Balai Penerbit FK UI
Jakarta. 2007 : 149 : 52
13. Bellenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th.
Philadelphia : Lea and Febiger Co. 1991. 184-6
14. Damayanti, et al. Kuliah Stomatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara Jakarta. 1998
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Gigi & MulutFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 16 Agustus 2010 - 25 september 2010 17