7/27/2019 Politik Perundang-undangan
1/23
M. Aliamsyah, S.Sos, S.H, M.H1
A. Pendahuluan
Peraturan perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem
dari sistem hukum. Oleh karena itu, membahas mengenai politik
peraturan perundang-undangan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dari membahas mengenai politik hukum. Istilah politik hukum atau politik
perundang-undangan didasarkan pada prinsip bahwa hukum dan/atau
peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari suatu produk
politik karena peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan
rancangan atau hasil desain lembaga politik (politic body).2 Sedangkan
pemahaman atau definisi dari politik hukum secara sederhana dapat
diartikan sebagai arah kebijakan hukum yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah.3 M. Mahfud MD
mengemukakan bahwa politik hukum meliputi:
1 Makalah disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan Perancangan Peraturan Perundang-undangan yang diselenggarakan oleh BPSDM Kementerian Hukum dan Ham, Jakarta, 16 Juli 2010.
2 HM. Laica Marzuki, Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-
Undang, Jurnal Legislasi Vol. 3 Nomor 1, Maret 2006, hal. 2. Lihat juga M. Mahfud MD, Politik Hukum di
Indonesia, cet. II (Jakarta: LP3ES, 2001), hal. 5. Mahfud MD menyebutkan bahwa hukum merupakan
produk politik yang memandang hukum sebagai formalitas atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik
yang saling berinteraksi dan saling bersanginan. Lebih jauh Mahfud MD mengemukakan bahwa hubungankausalitas antara hukum dan politik yang berkaitan dengan pertanyaan apakah hukum mempengaruhi
politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum, dapat dijawabPertama; hukum determinan atas politik
yaitu kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Kedua; politik
determinan atas hukum karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik
yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan. Ketiga; politik dan hukum sebagai subsistem
kemasyarakatan berada pada posisi yang sederajat determinasinya.
3 M. Mahfud MD,Politik Hukum di Indonesia, cet. II(Jakarta: LP3ES, 2001), hal. 9.
Politik Peraturan Perundang-undangan
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
2/23
Pertama; pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan
pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan
kebutuhan;
Kedua; pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk
penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. 4
Sebagaimana telah disebutkan, bahwa politik peraturan
perundang-undangan merupakan bagian atau subsistem dari politik
hukum, dengan demikian dapat dikatakan bahwa mempelajari atau
memahami politik hukum pada dasarnya sama dengan memahami atau
mempelajari politik perundang-undangan demikian pula sebaliknya,
karena pemahaman dari politik hukum termasuk pula di dalamnya
mencakup proses pembentukan dan pelaksanaan/penerapan hukum
(salah satunya peraturan perundang-undangan) yang dapat menunjukkan
sifat ke arah mana hukum akan dibangun dan ditegakkan. 5 Bagir Manan
mengartikan istilah politik perundang-undangan secara sederhana yaitu
sebagai kebijaksanaan mengenai penentuan isi atau obyek pembentukan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembentukan peraturan
perundang-undangan itu sendiri diartikan sebagai tindakan melahirkansuatu peraturan perundang-undangan.6 Sedangkan Abdul Wahid Masru
mengartikan politik peraturan perundang-undangan sebagai kebijakan
(beleids/policy) yang diterjemahkan sebagai tindakan
pemerintahan/negara dalam membentuk peraturan perundang-undangan
sejak tahap perencanaannya sampai dengan penegakannya
(implementasinya).7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa politik
perundang-undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara
mengenai pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam
4 Ibid. Lihat juga Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Nasional, makalah pada Kerja
Latihan Bantuan Hukum, Surabaya, September 1985.
5 Bagir Manan,Politik Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, Mei 1994, hal. 1.
6 Ibid, hal. 2.
7 Abdul Wahid Masru,Politik Hukum dan Perundang-undangan, Makalah, Jakarta, 2004.
2
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
3/23
peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) untuk mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, dimana dapat kita melihat gambaran mengenai politik
perundang-undangan yang sedang dijalankan oleh pemerintah/negara?
Untuk melihat perkembangan politik perundang-undangan yang berlaku
pada masa tertentu secara substansial dan sederhana sebenarnya dapat
dilihat dari:
1. produk peraturan perundang-undangan yang dibentuk pada masa
itu yang secara mudah dan spesifik lagi biasanya tergambar pada
konsiderans menimbang dan penjelasan umum (bila ada) dari
suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk; dan
2. kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara pada saat itu yang
merupakan garis pokok arah pembentukan hukum, seperti GBHN
pada masa pemerintahan orde baru atau Prolegnas dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang berlaku pada saat
ini.
B. Kebijakan Politik Hukum Nasional
Sebelum lebih jauh membahas politik perundang-undangan, makaterlebih dahulu perlu kita memahami politik hukum sebagai induk dari
politik perundang-undangan. Oleh karena itu, perlu disinggung secara
garis besar mengenai arah kebijakan politik hukum nasional yang sedang
dilaksanakan pada saat ini.
Arah kebijakan politik hukum nasional dilandaskan pada keinginan untuk
melakukan pembenahan sistem dan politik hukum yang dilandasikan pada
3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung oleh setiap warga negara yaitu:
1. supremasi hukum;
2. kesetaraan di hadapan hukum; dan
3. penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan
dengan hukum.
3
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
4/23
Ketiga prinsip dasar tersebut merupakan syarat mutlak dalam
mewujudkan cita-cita terwujudnya negara Indonesia yang damai dan
sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka
diharapkan kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang
rukun akan dapat terwujud. Untuk itu politik hukum nasional harus
senantiasa diarahan pada upaya mengatasi berbagai permasalahan
dalam penyelenggaraan sistem dan politik hukum yang meliputi
permasalahan yang berkaitan dengan substansi hukum, struktur hukum,
dan budaya hukum.
1. Substansi Hukum (Legal Substance)
Pembenahan substansi hukum merupakan upaya menata kembali
materi hukum melalui peninjauan dan penataan kembali peraturan
perundang-undangan untuk mewujudkan tertib perundang-
undangan dengan memperhatikan asas umum dan hirarki
perundang-undangan dan menghormati serta memperkuat kearifan
lokal dan hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan
peraturan melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari
upaya pembaruan materi hukum nasional. Hal ini yang akan
dibahas selanjutnya karena materi ini merupakan bagian dari politikperundang-undangan.
2 Struktur Hukum (Legal Structure)
Pembenahan terhadap struktur hukum lebih difokuskan pada
penguatan kelembagaan dengan meningkatkan profesionalisme
hakim dan staf peradilan serta kualitas sistem peradilan yang
terbuka dan transparan; menyederhanakan sistem peradilan,
meningkatkan transparansi agar peradilan dapat diakses oleh
masyarakat dan memastikan bahwa hukum diterapkan dengan adil
dan memihak pada kebenaran; memperkuat kearifan lokal dan
hukum adat untuk memperkaya sistem hukum dan peraturan
melalui pemberdayaan yurisprudensi sebagai bagian dari upaya
4
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
5/23
pembaruan materi hukum nasional. Dalam kaitannya dengan
pembenahan struktur hukum ini, langkah-langkah yang diterapkan
adalah:
a. Menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat pada sistem
hukum dan kepastian hukum.
Kurangnya independensi lembaga penegak hukum yang terjadi
selama kurun waktu silam membawa dampak besar dalam
sistem hukum. Intervensi berbagai kekuasaan lain terhadap
kekuasaan yudikatif telah mengakibatkan terjadinya partialitas
dalam berbagai putusan, walaupun hal seperti ini menyalahi
prinsip-prinsip impartialitas dalam sistem peradilan telah
mengakibatkan degradasi kepercayaan masyarakat kepada
sistem hukum maupun hilangnya kepastian hukum.
b. Penyelenggaraan proses hukum secara transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan (akuntabilitas).
Akuntabilitas lembaga hukum tidak dilakukan dengan jelas, baik
kepada siapa atau lembaga mana lembaga tersebut harus
bertanggung jawab maupun tata cara bagaimana yang harus
dilakukan untuk memberikan pertanggungjawabannya,sehingga memberikan kesan proses hukum tidak transparan.
Hal ini juga berkaitan dengan budaya para penegak hukum
dan masyarakatnya, sebagai contoh kurangnya informasi
mengenai alur atau proses beracara di pengadilan sehingga hal
tersebut sering dipakai oleh oknum yang memanfaatkan hal
tersebut untuk menguntungkan dirinya sendiri. Kurangnya
bahkan sulitnya akses masyarakat dalam melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan membuka
kesempatan terjadinya penyimpangan kolektif di dalam proses
peradilan sebagaimana dikenal dengan istilah mafia peradilan
yang sampai saat ini tiada kunjung dapat teratasi, oleh kerena
5
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
6/23
itu sangat diperlukan penetapan langkah-langkah prioritas
dalam pembenahan lembaga peradilan.
c. Pembenahan dan peningkatan sumber daya manusia di bidang
hukum.
Secara umum, kualitas sumber daya manusia di bidang hukum,
dari mulai para peneliti hukum, perancang peraturan
perundang-undangan sampai tingkat pelaksana dan penegak
hukum masih perlu peningkatan, termasuk dalam hal
memahami dan berperilaku responsif gender. Rendahnya
kualitas sumber daya manusia di bidang hukum juga tidak
terlepas dari belum mantapnya sistem pendidikan hukum yang
ada. Selain itu telah menjadi rahasia umum bahwa proses
seleksi maupun kebijakan pengembangan sumber daya
manusia di bidang hukum yang diterapkan banyak menyimpang
yang akhirnya tidak menghasilkan SDM yang berkualitas. Hal ini
pula yang memberikan berpengaruh besar terhadap
memudarnya supremasi hukum serta semakin menambah
ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang
ada.
3. Budaya Hukum (Legal Culture)
Unsur yang ketiga dalam arah kebijakan politik hukum nasional
adalah meningkatkan budaya hukum antara lain melalui pendidikan
dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini
bertujuan untuk menumbuhkan kembali budaya hukum yang
sepertinya semakin hari semakin memudar (terdegradasi).
Apatisme dan menurunnya tingkat appresiasi masyarakat pada
hukum dewasa ini sudah sangat mengkhawatirkan, maraknya
kasus main hakim sendiri, pembakaran para pelaku kriminal,
pelaksanaan sweepingoleh sebagian anggota masyarakat bahkan
di depan aparat penegak hukum merupakan gambaran nyata
6
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
7/23
semakin menipisnya budaya hukum masyarakat. Sehingga konsep
dan makna hukum sebagai instrumen untuk melindungi
kepentingan individu dan sosial hampir sudah kehilangan
bentuknya yang berdampak pada terjadinya ketidakpastian hukum
yang tercipta melalui proses pembenaran perilaku salah dan
menyimpang bahkan hukum sepetinya hanya merupakan
instrumen pembenar bagi perilaku salah, seperti sweeping yang
dilakukan oleh kelompok masa, oknum aparat yang membacking
orang atau kelompok tertentu, dan lain sebagainya.
Tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak, kewajibannya, dan
hukum sangat berkaitan dengan (antara lain) tingkat pendidikan
dan proses sosialisasi terhadap hukum itu sendiri. Di lain pihak
kualitas, profesionalisme, dan kesadaran aparat penegak hukum
juga merupakan hal mutlak yang harus dibenahi. Walaupun tingkat
pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun
dengan kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan
pendekatan dan penyuluhan hukum oleh para praktisi dan aparatur
ke dalam masyarakat, sehingga pesan yang disampaikan kepada
masyarakat dapat diterima secara baik dan dapat diterapkanapabila masyarakat menghadapi berbagai persoalan yang terkait
dengan hak dan kewajibannya serta bagaimana menyelesaikan
suatu permasalahan sesuai dengan jalur hukum yang benar dan
tidak menyimpang.
Untuk mendukung pembenahan sistem dan politik hukum tersebut,
telah ditetapkan sasaran politik hukum nasional yaitu terciptanya suatu
sistem hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif
(termasuk bias gender); terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah, serta tidak
bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi, dan
kelembagaan peradilan dan penegak hukum yang berwibawa, bersih,
7
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
8/23
profesional dalam upaya memulihkan kembali kepercayaan hukum
masyarakat secara keseluruhan.
Untuk mewujudkan sasaran tersebut, maka disusun suatu program
pembangunan politik hukum, antara lain dengan melakukan:
1. program perencanaan hukum;
2. Program pembentukan hukum;
3 program peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga
penegakan hukum lainnya;
4. program peningkatan kualitas profesi hukum; dan
5 program peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia.
C. Politik Perundang-undangan
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa politik
perundang-undangan merupakan arah kebijakan pemerintah atau negara
mengenai arah pengaturan (substansi) hukum yang dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) untuk mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa hanya menggambarkan
keinginan atau kebijakan pemerintah atau negara? Dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwakewenangan atau organ pembentuk peraturan perundang-undangan
adalah hanya negara atau Pemerintah.8 Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan bentuk monopoli negara yang absolut, tunggal, dan tidak
dapat dialihkan pada badan yang bukan badan negara atau bukan badan
pemerintah. Sehingga pada prinsipnya tidak akan ada deregulasi yang
memungkinkan penswastaan pembentukan peraturan perundang-
undangan. Namun demikian dalam proses pembentukannya sangat
mungkin mengikutsertakan pihak bukan negara atau Pemerintah.9 Hal
tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa peraturan perundang-
8 Hal ini disebut sebagai asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat yang terdapat
dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
8
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
9/23
undangan, baik langsung maupun tidak langsung akan selalu berkenaan
dengan kepentingan umum, oleh karena itu sangat wajar apabila
masyarakat diikutsertakan dalam penyusunannya.
Keikutsertaan tersebut dapat dalam bentuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai prakarsa
dalam mengusulkan/memberikan masukan untuk mengatur sesuatu atau
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menilai, memberikan
pendapat atas berbagai kebijaksanaan negara atau Pemerintah di bidang
perundang-undangan. Dalam praktek, pengikutsertaan dilakukan melalui
kegiatan seperti pengkajian ilmiah, penelitian, berpartisipasi dalam forum-
forum diskusi atau duduk dalam kepanitiaan untuk mempersiapkan suatu
rancangan peraturan perundang-undangan.
Pada forum Dewan Perwakilan Rakyat juga dilakukan pemberian
sarana partisipasi yang dilakukan melalui pranata "dengar pendapat" atau
"public hearing". Berbagai sarana untuk berpartisipasi tersebut akan lebih
efektif bila dilakukan dalam lingkup yang lebih luas bukan saja dari
kalangan ilmiah atau kelompok profesi, tetapi dari berbagai golongan
kepentingan (interest groups) atau masyarakat pada umumnya. Untuk
mewujudkan hal tersebut biasanya diperlukan suatu sistem desiminasirancangan peraturan perundang-undangan agar masyarakat dapat
mengetahui arah kebijakan atau politik hukum dan perundang-undangan
yang dilaksanakan. Sehingga pembangunan dan pembentukan peraturan
perundang-undangan dapat mengarah pada terbentuknya suatu sistem
hukum nasional Indonesia yang dapat mengakomodir harapan hukum
yang hidup di dalam masyarakat Indonesia yang berorientasi pada
terciptanya hukum yang responsive. Berkaitan dengan hal tersebut
Mahfud MD juga menyatakan:
Hukum yang responsive merupakan produk hukum yang lahir daristrategi pembangunan hukum yang memberikan peranan besardan mengundang partisipasi secara penuh kelompok-kelompok
9 Ibid, Psl 53. Pasal 53 merumuskan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan
atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan
daerah.
9
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
10/23
masyarakat sehingga isinya mencerminkan rasa keadilan danmemenuhi harapan masyarakat pada umumnya.10
Dari yang telah diuraikan tersebut, maka seharusnya peraturan
perundang-undangan dapat diformulasikan sedemikian rupa yaitu sedapatmungkin menampung berbagai pemikiran dan partisipasi berbagai lapisan
masyarakat, sehingga produk hukum yang dihasilkan dapat diterima oleh
masyarakat. Pemahaman mengenai hal ini sangat penting karena dapat
menghindari benturan pemahaman antara masyarakat dan pemerintah
atau negara yang akan terjebak ke dalam tindakan yang dijalankan diluar
jalur atau landasan hukum. Bila hukum yang dihasilkan adalah hukum
yang responsif, maka tidak akan ada lagi hukum siapa yang kuat (punya
kekuasaan) akan menguasai yang lemah atau anggapan rakyat selalu
menjadi korban, karena lahirnya hukum tersebut sudah melalui proses
pendekatan dan formulasi materi muatannya telah menampung berbagai
aspirasi masyarakat. Pada dasarnya penerimaan (resepsi) dan apresiasi
masyarakat terhadap hukum sangat ditentukan pula oleh nilai, keyakinan,
atau sistem sosial politik yang hidup dalam masyarakat itu sendiri.11
Dalam sejarah perkembangan peraturan perundang-undangan di
Indonesia pernah terjadi bahwa selama lebih dari 30 tahun sebelum
reformasi tahun 1998, konfigurasi politik yang berkembang di negara
Indonesia dibangun secara tidak demokratis sehingga hukum kita menjadi
hukum yang konservatif dan terpuruk karena selalu dijadikan sub ordinat
dari politik. Sedangkan ciri atau karakteristik yang melekat pada hukum
konservatif antara lain:
1. Proses pembuatannya sentralistik (tidak partisipatif) karena
didominasi oleh lembaga-lembaga negara yang dibentuk secara
10M. Mahfud MD, Demokratisasi Dalam Rangka Pembangunan Hukum Yang Responsif,
Makalah, FH UNDIP, Semarang, 1996, hlm 1.
11 Iskandar Kamil, Peradilan Anak, Makalah, Disampaikan pada Workshop (Round Table
Discussion) mengenai Pedoman Diversi untuk Perlindungan Bagi Anak Yang Berhadapan dengan Hukum,
Jakarta, 1 Juni 2005.
10
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
11/23
tidak demokrastis pula oleh negara. Di sini peran lembaga
peradilan dan kekuatan-kekuatan masyarakat sangat sumir.
2. Isinya bersifatpositivist-instrumentalistik (tidak aspiratif) dalam arti
lebih mencerminkan kehendak penguasa karena sejak semula
hukum telah dijadikan alat (instrumen) pembenar yang akan
maupun (terlanjur) dilakukan oleh pemegang kekuasaan yang
dominan.
3. Lingkup isinya bersifat open responsive (tidak responsif) sehingga
mudah ditafsir secara sepihak dan dipaksakan penerimanya oleh
pemegang kekuasaan negara.
4. Pelaksanaannya lebih mengutamakan program dan kebijakan
sektoral jangka pendek dari pada menegakkan aturan-aturan
hukum yang resmi berlaku.
5. Penegakannya lebih mengutamakan perlindungan korp sehingga
tidak jarang pembelokan kasus hukum oleh aparat dengan
mengaburkan kasus pelanggaran menjadi kasus prosedur atau
menampilkan kambang hitam sebagai pelaku yang harus
dihukum.12
Sejalan dengan M. Mahfud MD, mengenai ciri tersebut, Satya
Arinanto memberikan pendapatnya bahwa produk hukum yang konservatif
mempunyai makna:
Produk hukum konservatif/ortodoks/elitisadalah produk hukumyang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, keinginanpemerintah, dan bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alatpelaksanaan ideologi dan program negara. Ia lebih tertutupterhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok maupun individu-
individu dalam masyarakat. Dalam pembuatannya, peranan danpartisipasi masyarakat relatif kecil.
Sedangkan produk hukum responsif/populistik adalah produkhukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan
12 M. Mahfud MD, Langkah Politik dan Bingkai Paradikmatik Dalam Penegakan Hukum Kita,
Makalah, Bahan Kumpulan Perkuliahan Pasca Sarjana FH UI, 2004, hal 3-5.
11
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
12/23
masyarakat. Dalam proses pembuatannya memberikan perananbesar dan partisipasi penuh kelompok-kelompok sosial atauindividu-individu dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsifterhadap tuntutan-tuntutan kelompok-kelompok sosial atauindividu-individu dalam masyarakat.13
Dari pengalaman sejarah hukum14 tersebut seharusnya perlu
dirancang suatu skenario politik perundang-undangan nasional yang
berorientasi pada pemahaman konsep sistem hukum nasional yang
diwujudkan dalam bentuk penyusunan peraturan perundang-undangan
secara komprehensif dan aspiratif. Penyusunan atau pembentukan
peraturan perundang-undangan yang aspiratif tersebut merupakan
rangkaian dari langkah-langkah strategis yang dituangkan dalam program
pembangunan hukum nasional yang dilaksanakan untuk mewujudkan
negara hukum yang adil dan demokratis serta berintikan keadilan dan
kebenaran yang mengabdi kepada kepentingan rakyat dan bangsa di
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D. Landasan Politik Perundang-undangan
Sebagai bagian dari suatu konsep pembangunan, politik
perundang-undangan sudah pasti bertumpu pada suatu landasan
(yuridis), yaitu antara lain:
1. Pancasila.
Pancasila ladasan awal dari politik hukum dan peraturan
perundang-undangan hal ini dimaksudkan agar kebijakan dan
strategi (politik) hukum dan peraturan perundang-undangan sejalan
sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia
13 Satya Arinanto, Kumpulan Materi Pendukung (Transparansi) Politik Hukum dan Politik
Perundang-undangan (Dihimpun dari Berbagai Sumber), Disampaikan pada Pendidikan dan Pelatihan
Perancangan Perundang-undangan Bagi Legislative DrafterSekretariat Jenderal DPR RI, tanggal 14 April2003, hal. 8.
14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 107. Satjipto
Rahardjo mengutip Paul Scholten yang mengemukakan konsep bahwa hukum merupakan suatu kesatuan
norma-norma yang merupakan rangkaian perjalanan sejarah yang memandang kebelakang kepada
peraturan perundang-undangan yang ada dan memandang kedepan untuk mengatur kembali.
12
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
13/23
dengan tetap membuka diri terhadap berbagai hal-hal yang baik
yang merupakan hasil perubahan yang terjadi dalam berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik
di lingkungan pergaulan nasional maupun internasional.
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan formal dan materiil
konstitusional dalam politik hukum dan peraturan perundang-
undangan sehingga setiap kebijakan dan strategi di bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan mendapatkan legitimasi
konstitusional sebagai salah satu bentuk penjabaran negara
berdasar atas hukum (rechtsstaat) dan asas konstitusionalisme.15
3. Peraturan atau Kebijakan implementatif dari politik peraturan
perundang-undangan.
Yang dimaksud disini adalah peraturan atau kebjikan yang memuat
aturan-aturan yang berkaitan dengan politik hukum dan peraturan
perundang-undangan yang bersifat implementatif dari landasan
filosofis, konstitusional, operasional, formal, dan prosedural,misalnya antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005, Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005, Program Legislasi Nasional
(Prolegnas), Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan lain
sebagainya.
Di samping landasan tersebut, dalam melaksanakan politik
peraturan perundang-undangan, seharusnya perlu diperhatikan pula
15 Abdul Wahid Masru, Op. Cit., hal. 4.
13
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
14/23
mengenai pola pikir pembentukan peraturan perundang-undangan
(hukum) yang harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip:
1. Segala jenis peraturan perundang-undangan merupakan satu
kesatuan sistem hukum yang bersumbar pada Pancasila dan UUD
NRI Tahun 1945. Oleh sebab itu, tata urutan, kesesuaian isi antara
berbagai peraturan perundang-undangan tidak boleh diabaikan
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
2. Tidak semua aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara
harus diatur dengan peraturan perundang- undangan. Berbagai
tatanan yang hidup dalam masyarakat yang tidak bertentangan
dengan cita hukum, asas hukum umum yang terkandung dalam
Pancasila dan UUD 1945 dapat dibiarkan dan diakui sebagai
subsistem hukum nasional dan karena itu mempunyai kekuatan
hukum seperti peraturan perundang-undangan.
3. Pembentukan peraturan perundang-undangan, selain mempunyai
dasar-dasar yuridis, harus dengan seksama mempertimbangkan
dasar-dasar filosifis dan kemasyarakatan tempat kaidah tersebut
akan berlaku.
4. Pembentukan peraturan perundang-undangan selain mengaturkeadaan yang ada harus mempunyai jangkauan masa depan.
5. Pembentukan peraturan perundang-undangan bukan hanya
sekedar menciptakan instrumen kepastian hukum tetapi juga
merupakan instrumen keadilan dan kebenaran.
6. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan
pada partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak
langsung (peran serta masyarakat).
7. Pembentukan peraturan perundang-undangan harus didasarkan
asas dan materi muatan peraturan perundang-undangan.
E. Langkah Strategis Politik Perundang-undangan Nasional (Jangka
Menengah)
14
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
15/23
Sehubungan dengan politik pembangunan hukum dan politik
peraturan perundang-undangan nasional, paling tidak pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat telah menetapkan dua langkah strategis, yaitu
dengan menetapkan Program Legislasi Nasional 2010-2014 dan
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014.
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2010-2014.
Dalam rangka pembenahan sistem dan politik hukum nasional,
pada tanggal 20 Januari 2010 ditetapkan Peraturan Presiden
Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014. Satya Arinanto dalam
pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum
Universitas Indonesia menyatakan bahwa Peraturan Presiden
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini
dapat dikatakan sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang pernah ada dalam Era Orde Lama dan Orde Baru.16
Bila dilihat dari beberapa hal yang berkaitan dengan pembenahan
substansi hukum, maka dapat dikatakan bahwa politik hukum atau
politik peraturan perundang-undangan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional ini diarahkan pada
permasalahan terjadinya tumpang tindih dan inkonsistensi
peraturan perundang-undangan dan implementasi undang-undang
yang terhambat peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan adanya
permasalahan tersebut, maka politik hukum nasional akan diarah
pada terciptanya hukum nasional yang adil, konsekuen, dan tidakdiskriminatif serta menjamin terciptanya konsistensi seluruh
16 Satya Arinanto, Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Era Pasca Reformasi, Pidato
Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar tetap pada FH-UI, Jakarta, 18 Maret 2006, hal. 14 16. Alasan
menyebut sama dengan GBHN dalam era Orde Lama dan Orde Baru, karena sebagai akibat proses
perubahan UD 1945, dimana salah satu dasar pemikiran perubahannya adalah tentang kekuasaan tertinggi
di tangan MPR, maka semenjak tahun 2004, MPR hasil pemilihan umum pada tahun tersebut tidak lagi
menetapkan produk hukum yang berupa GBHN.
15
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
16/23
peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dan daerah
serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya.
Untuk itu dalam rangka mengimplementasikan politik
pembangunan hukum nasional17 maka dengan Peraturan Presiden
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tersebut ditetapkan suatu landasan politik perundang-undangan
nasional yang sejak tahun 2005 telah menetapkan kebijakan untuk
memperbaiki substansi hukum melalui peninjauan dan penataan
kembali peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan
asas umum dan hierarki peraturan perundang-undangan.
Peninjauan dan penataan kembali peraturan pundang-undangan
tersebut adalah merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
melakukan peninjauan dan penataan peraturan perundang-
undangan termasuk didalamnya melakukan kegiatan
pengharmonisasian berbagai rancangan peraturan perundang-
undangan dengan rancangan peraturan perundang-undangan yang
lain maupun terhadap peraturan perundang-undangan yang telah
ada, juga melakukan pengharmonisasi peraturan perundang-undangan yang sudah ada dengan peraturan perundang-undangan
yang lain. Hal ini dimaksudkan agar peraturan perundang-
undangan yang tumpang tindih, inkonsistensi, bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(disharmonis) dapat ditinjau kembali untuk dilakukan perubahan
atau revisi.
Politik perundang-undangan yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional ditujukan untuk
menciptakan persamaan persepsi dari seluruh pelaku
pembangunan khususnya di bidang hukum dalam menghadapi
berbagai isu strategis dan global yang secara cepat perlu diantipasi
17 Satya Arinanto, Op.Cit., hal. 25.
16
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
17/23
agar penegakan dan kepastian hukum tetap berjalan secara
berkesinambungan yang diharapkan akan dihasilkan
kebijakan/materi hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat dan
dapat menjadi sarana untuk mewujudkan perubahan-perubahan di
bidang sosial kemasyarakatan18.
Oleh karena itu, sasaran politik perundang-undangan nasional saat
ini harus mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) sebagai arah dan prioritas pembangunan secara
menyeluruh yang dilakukan secara bertahap dan juga Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2010-2014.
Acuan tersebut sangat penting karena politik peraturan perundang-
undangan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka
pembangunan hukum nasional secara keseluruhan yang
merupakan suatu proses yang dinamis, mengalami perubahan
sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat dan politik yang
tidak terlepas dari:
a. keadaan masa lalu yang terkait dengan sejarah perjuangan
bangsa;b. keadaan saat ini yang berkaitan dengan kondisi obyektif yang
terjadi; serta
c. cita-cita atau keinginan yang ingin diwujudkan di masa yang
akan datang.19
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yang telah
ditetapkan juga telah mengarahkan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang harus dilakukan melalui proses yang
benar dengan memperhatikan tertib perundang-undangan serta
18 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional,
jilid III, No. 4, (Bandung: Padjadjaran), 1970, hal. 5-16, dalam Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan
Sosial, (bandung: Penerbit Alumni), 1979, hal. 161.19 Prolegnas: instrumen perencanaan perundang-undangan,
17
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
18/23
asas umum peraturan perundang-undangan yang baik. Adapun
pokok-pokok politik perundang-undangan yang akan dilaksanakan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dapat
dikelompokkan antara lain meliputi kegiatan:
a. Penegakkan dan Kepastian Hukum yang meliputi antara lain:
1) Penguatan dan Pemantapan Hubungan Kelembagaan Antar
Penegak Hukum;
2) Peningkatan Kinerja Lembaga Bidang Hukum;
3) Peningkatan Pemberantasan Korupsi;
4) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik;
5) Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Aparat Hukum;
6) Inventarisasi dan Penyelarasan Peraturan Perundang-
undangan yang menghambat pembangunan;
7) Peningkatan Penghormatan, Pemajuan, dan Penegakan
HAM
1 b. Pelaksanaan berbagai pengkajian hukum dengan
mendasarkan baik dari hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis yang terkait dengan isu hukum, hak asasi manusia dan
peradilan;2 c. Pelaksanaan berbagai penelitian hukum untuk dapat lebih
memahami kenyataan yang ada dalam masyarakat;
3 d. Harmonisasi di bidang hukum (hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis/hukum adat) terutama pertentangan antara
peraturan perundang-undangan pada tingkat pusat dengan
peraturan perundang-undangan pada tingkat daerah yang
mempunyai implikasi menghambat pencapaian kesejahteraan
rakyat;
4 e. Penyusunan naskah akademis rancangan undang-undang
berdasarkan kebutuhan masyarakat;
5 f. Penyelenggaraan berbagai konsultasi publik terhadap hasil
pengkajian dan penelitian sebagai bagian dari proses pelibatan
18
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
19/23
masyarakat dalam proses penyusunan rekomendasi yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
6 g. Penyempurnaan dan perubahan dan pembaruan berbagai
peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dan tidak
sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan, serta
yang masih berindikasi diskriminasi dan yang tidak memenuhi
prinsip kesetaraan dan keadilan;
h. Penyusunan dan penetapan berbagai peraturan perundang-
undangan berdasarkan asas hukum umum, taat prosedur serta
sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah bagian dari
manajemen dan politik pembentukan peraturan perundang-
undangan yang merupakan instrument perencanaan program
pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana,
terpadu, dan sistematis20 yang ditetapkan untuk jangka waktu
panjang, menengah, dan tahunan berdasarkan skala prioritaspembentukan Rancangan Undang-Undang. Prolegnas sangat
diperlukan untuk menata sistem hukum nasional secara
menyeluruh dan terpadu yang didasarkan pada cita-cita Proklamasi
dan landasan konstitusional negara hukum Indonesia. Dasar
hukum penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) saat
ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan
Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan
dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.
Prolegnas memuat program pembentukan Undang-Undang dengan
pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan
20 Republik Indonesia,Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005, Psl. 1 angka 1 lihat pula Pasal
1 angka 9 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
19
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
20/23
peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan
penjelasan secara lengkap mengenai konsep Rancangan Undang-
Undang yang meliputi:
a. latar belakang dan tujuan penyusunan;
b. sasaran yang akan diwujudkan;
c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur;
dan
d. jangkauan dan arah pengaturan.21
Penyusunan Prolegnas di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat
dikoordinasikan oleh Badan Legislasi dan Penyusunan Prolegnas
di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Hasil penyusunan Prolegnas di lingkungan
Dewan Perwakilan Rakyat oleh Badan Legislasi dikoordinasikan
dengan Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM dalam
rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas.
Di lingkungan pemerintah, Menteri Hukum dan HAM sebagai
koordinator dalam pelaksanaan pengharmonisasian, pembulatan,
dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang dilingkungan pemerintah. Upaya pengharmonisasian, pembulatan,
dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang diarahkan
pada perwujudan keselarasan dengan falsafah Negara, tujuan
nasional berikut aspirasi yang melingkupinya, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang
lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya dan
kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang diatur dalam
Rancangan Undang-Undang tersebut.
Prolegnas merupakan acuan dalam proses perencanaan
penyusunan peraturan perundang-undangan sekaligus sebagai
bagian dari proses persiapan pembentukan peraturan perundang-
21 Ibid, Psl. 4.
20
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
21/23
undangan memiliki peran yang sangat penting dalam
pembangunan hukum secara keseluruhan. Prolegnas dapat pula
dikatakan sebagai gambaran politik perundang-undangan
Indonesia yang berisi rencana pembangunan peraturan
perundang-undangan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang terarah melalui
Prolegnas diharapkan dapat mengarahkan pembangunan hukum,
mewujudkan konsistensi peraturan perundang-undangan, serta
menghindari adanya disharmonis peraturan perundang-undangan
baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Dengan disusunnya
Prolegnas diharapkan akan dihasilkannya suatu kebijakan yang
sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkeadilan, mengandung
perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,
serta mempunyai daya laku yang efektif dalam masyarakat.
Selain sebagai instrumen mekanisme perencanaan hukum yang
menggambarkan sasaran politik hukum atau polotik perundang-
undangan secara mendasar, Prolegnas juga memuat daftar
Rancangan Undang-Undang yang dibentuk selaras dengan tujuan
pembangunan hukum nasional yang tidak dapat dilepaskan darirumusan pencapaian tujuan negara sebagaimana dimuat dalam
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
a. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
b. mencerdaskan kehidupan bangsa; memajukan kesejahteraan
umum; dan
c. ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Berdasarkan hal tersebut, Program Legislasi Nasional Tahun
20102014 yang berlaku saat ini disusun sebagai politik
perundang-undangan yang merupakan implementasi dari
substansi politik pembentukan hukum nasional untuk rentang waktu
21
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
22/23
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Di dalam Prolegnas dimuat
rencana peraturan perundang-undangan yang akan dibuat selama
kurun waktu lima tahun tersebt yang dituangkan dalam Keputusan
Dewan perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Berdasarkan
Keputusan DPR RI Nomor 41A/DPR RI/I/2009-2010 dan
Keputusan DPR RI Nomor 41B/DPR RI/I/2009-2010 terdapat
sebanyak 247 (dua ratus empat puluh tujuh) RUU yang disepakati
dalam Prolegnas 2010-2014 untuk disusun dan beberapa RUU
Kumulatif Terbuka. Dari rencana tersebut, saat ini 70 RUU telah
ditetapkan menjadi prioritas pembahasan tahun 2010 dan
kemungkinan penambahan dari 5 jenis RUU yang bersifat
Kumulatif Terbuka.22
F. Penutup
Dari beberapa kebijakan yang menjadi landasan politik hukum dan
politik peraturan perundang-undangan sebagaimana yang telah diuraikan
di atas menggambarkan betapa penting dan strategisnya fungsi
perencanaan pembangunan dan politik peraturan perundang-undangan(hukum) sebagai salah satu wujud pembangunan substansi hukum ( legal
substance) untuk mencapai tujuan dan mewujudkan penyusunan
peraturan perundang-undangan yang efektif, responsif, dan demokratif
dalam kerangka pembangunan sistem hukum nasional secara
keseluruhan yang meliputi pembangunan berbagai subsistem hukum yang
saling terkait yaitu pembangunan substansi hukum, kelembagaan hukum,
serta budaya atau kesadaran hukum masyarakat dan menempatkan
supremasi hukum secara strategis sebagai landasan dan perekat
pembangunan di bidang lainnya. Pembentukan peraturan perundang-
22RUU Kumulatif Terbuka: 1) RUU tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, 2) RUU
tentang Pengesahan Perjanjian Internasional, 3) RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
4) RUU tentang Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota , 5) RUU Kumulatif Terbuka tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Menjadi Undang-Undang.
22
7/27/2019 Politik Perundang-undangan
23/23
undangan yang baik, berkualitas, dan sejalan dengan sosio-kultur
masyarakat hanya dapat diwujudkan bila dilakukan secara terancana,
sistematis, dan terpadu.
23