103
1 TEORI PERUNDANG- UNDANGAN Lies Ariany, SH.,MH http://liesahukum.edublogs.org

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN

  • Upload
    lynnea

  • View
    555

  • Download
    16

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN. 1. Lies Ariany, SH.,MH http://liesahukum.edublogs.org. PROSES. Ilmu Perundang-undangan (Epistemologi/Normatif). METODA. TEKNIK. Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif). ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN. Orientasi: - menjelaskan - memahamkan. - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

1

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN

Lies Ariany, SH.,MHhttp://liesahukum.edublogs.org

2

Teori Perundang-undangan(Ontologi/Kognitif)

PROSES METODA TEKNIK

Orientasi: - menjelaskan - memahamkan

Ilmu Perundang-undangan(Epistemologi/Normatif)

: melakukan perbuatan/ pengaturan

ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN

(Aksiologi/Kemanfaatan)

3

Pengertian Ilmu Pengetahuan Perundangan-undangan

Menurut Burkhardt Krems Ilmu Pengetahuan Perundangan-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) merupakan ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi.

Secara garis besar ilmu ini dapat dibagi dua, yaitu:Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungs theorie) dan Ilmu Perundang-undangan (Gesetzsgebungslehre).

Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren)Metode Perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode),

dan Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungs technik)

4

Jenis Norma:

• Norma Susila• Norma Sosial• Norma Agama• Norma Hukum

Teori Perundang-undangan –Lies A 5

6

Jenis Norma Hukum

Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual.Norma hukum dapat dibedakan dari segi alamat yang dituju (addressat) atau siapa yang dituju. Norma hukum umum ditujukan kepada orang banyak, sedangkan norma hukum individual ditujukan kepada seseorang, beberapa orang, atau banyak orang yang tertentu.

Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit.Norma hukum dapat dibedakan berdasarkan hal atau perbuatan yang diatur menjadi norma hukum abstrak dan norma konkrit. Norma hukum abstrak merumuskan suatu perbuatan secara abstrak, sedangkan norma hukum konkrit merumuskan perbuatan secara nyata.

7

Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum Dauerhaftig.Norma hukum einmahlig adalah norma yang berlaku sekali selesai, sedangkan norma hukum dauerhaftig adalah norma hukum yang berlaku terus-menerus.

Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan.Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri atau suatu norma hukum yang tidak diikuti norma hukum lain. Isi norma hukum ini hanya merupakan suatu suruhan (das Sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku, sedangkan norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma, norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum sekunder merupakan cara penanggulangan kalau norma hukum primer ternyata tidak dilaksanakan.

8

Norma Hukum

Menentukan Sikap/Hubungan Antar Pribadi;- Jangan mencuri- Membayar pajak

Rumusan Sanksi

Dalam rumusan Norma Hukum Primer & Sekunder, sering disatukan. Jadi norma hukum selalu mencerminkan dua norma (Primer & Sekunder)

Primer

Sekunder

9

Tertulis & berlaku umum:a. Peraturan Perundang-undanganb. Peraturan Kebijakan - Lingkup Administrasi Negara - Lingkup Mahkamah Agung - Lingkup Legislatif

Tertulis & berlaku khusus: beschikking (Ketetapan/Keputusan)

Tidak Tertulis:a. Hukum Adatb. Hukum Keagamaanc. Hukum Yurispudensid. Hukum Kebiasaan.

Ruang Lingkup Hukum Positif

10

Bagi Administrasi Negara:Peraturan Perundang-undangan memberikan landasan/dasar bertindak, sekaligus jaminan bahwa perbuatan administrasi negara itu tidak akan dituntut oleh masyarakat.

Bagi Warga Negara:Peraturan Perundang-undangan berfungsi memberi perlindungan akan hak-hak dari tindakan tidak sewenang-wenang oleh administrasi negara.

Arti Penting Peraturan Perundang-undangan

11

Fungsi Peraturan Perundang-undangan bagi Administrasi Negara

• Sarana membatasi kekuasaan (fungsi normatif)• Sarana untuk menggunakan kekuasaan (fungsi

instrumental)• Sarana perlindungan hukum bagi masyarakat

(fungsi jaminan)

12

Tujuan Peraturan Perundang-undangan

Primer: mengedepankan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat (kodifikasi)Sekunder: memberi arah kepada perubahan dalam masyarakat (modifikasi).

Nilai : - Sesuatu yang dianggap berguna/tidak berguna.

- Sesuatu yang dianggap baik/tidak baik.

- Sesuatu yang dianggap menyenangkan/tidak menyenangkan

- Sesuatu yang dianggap adil/tidak adil.

Norma: aturan yang berisi perintah dan/atau larangan

misal: jangan membunuh, jangan mencuri.

13

Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI

UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

SUMBER HUKUM

Sumber HukumTertulis- Naskah Proklamasi- Pancasila

Sumber Hukum Tidak Tertulis:- Konvensi- Yurisprudensi- Nilai-nilai Hukum yang

hidup dalam masyarakat

HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. UUD 19452. UU/PERPU3. PP4. PERPRES5. PERDA (Prov,

Kab, Kota)6. Peraturan Desa/

Peraturan lain yang setingkat

14

Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan

pengayoman;kemanusiaan;kebangsaan;kekeluargaan;kenusantaraan;bhinneka tunggal ika;keadilan;kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;ketertiban dan kepastian hukum; dan/ataukeseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Asas PengayomanYang dimaksud dengan “asas pengayoman”

adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

Asas KemanusiaanDengan “asas kemanusiaan”, maka setiap

materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Asas Kebangsaan

Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Asas Kekeluargaan

Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

Asas KenusantaraanDengan “asas kenusantaraan”, bahwa setiap materi muatan

peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Asas Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity)Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah

bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Asas Keadilan (Justice, Gerechtigheid)Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa

setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan

Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum (Rechtsorde en rechrs zekerheid)

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan.

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Pentingnya asas-asas hukum dalam pembentukan perundang-undangan adalah untuk dapat melihat “benang merah” dari sistem hukum positif yang ditelusuri dan di teliti. Asas-asas hukum ini dapat dijadikan sebagai patokan bagi pembentukan undang-undang agar tidak melenceng dari cita hukum (rechtsidee) yang telah disepakati bersama. Namun secara teoritis asas-asas hukum bukanlah aturan hukum (rechtsregel), sebab asas-asas hukum tidak dapat diterapkan secara langsung terhadap suatu peristiwa konkrit dengan menganggapnya sebagai bagian dari norma hukum. Namun demikian, asas-asas hukum tetap diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan karena hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas hukum.

21

1. ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

1. ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Terminologi/sistematika yang benarTentang dapat dikenali Perlakuan yang sama dalam hukumKepastian Hukum Pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan

MATERIILMATERIIL

Tujuan yang jelasOrgan/lembaga yang tepatPerlunya peraturanDapat dilaksanakanKesesuaian antara jenis dan materi muatanKedayagunaan dan kehasilgunaanKejelasan rumusanKeterbukaanKonsensus

FORMALFORMAL

Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (yang Baik):

22

2. SYARAT PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

2. SYARAT PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Pertimbangan FilosofisPertimbangan YuridisPertimbangan PolitisPertimbangan SosiologisPertimbangan EkologisPertimbangan Ekonomis Pertimbangan Kultural

3. TEKNIK PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

3. TEKNIK PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Ketepatan StrukturKetepatan PertimbanganKetepatan Dasar HukumKetepatan Bahasa Hukum

23

4. ASAS TERTIB PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

4. ASAS TERTIB PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK

Kewenangan Berlaku Ke Depan/Tdk Berlaku Surut Peraturan Baru Kesampingkan yang LamaTata Urutan Peraturan Perundang-undangan Persamaan & Tidak MemihakKepastian, Kepatutan, & KeadilanKepentingan Umum

24

1. Syarat Materiil, antara lain:• Sesuai kewenangan Daerah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.• Tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.• Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang

berkembang.• Tidak bertentangan dengan peraturan lain yang sederajat.• Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

2. Syarat formal, antara lain:• Dibuat oleh Pejabat yang berwenang.• Mengikuti prosedur dan tata cara yang berlaku.• Bentuk dan jenisnya sesuai dengan pedoman yang

ditetapkan

PERSYARATAN PEMBENTUKAN PERDA

25

RAPERDA

PERDA

Evaluasi Perencanaan

SosialisasiPerancangan/Perumusan

Pengundangan

Penetapan

Pembahasan

Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Metode/Tahapan Pembentukan PERDA

26

Prakarsa Eksekutif Daerah1. Tahapan Perencanaan;

Diawali Penyusunan Program Legislasi Daerah. Didukung Program Penelitian/Riset Unggulan

“Model Pembuatan Perda Berbasis Riset”. Kerjasama dgn expert group untuk membuat

Naskah Akademik (NA).

27

2. Lanjutan;• Pemrakarsa adalah Perangkat Daerah

sesuai bidang tugasnya.• Pengumpulan data oleh Pemrakarsa

bersama Biro Hukum.• Persetujuan Prinsip dari Kepala Daerah,

berisi: Latar belakang dan tujuan penyusunan Sasaran yang ingin diwujudkan Pokok-pokok pikiran, lingkup, dan objek yang

diatur Jangkauan dan arah pengaturan.

28

3. Tahap Perancangan/Perumusan;a. Perumusan;

• Draf Naskah Akademik yang akan disulkan.• Hasil Naskah Akademik sebagai bahan

pembahasan dan Rapat Konsultasi.• Pemantapan konsepsi (perspektif yang

holistik).b. Pembentukan Tim asistensi;

• Menitikberatkan pembahasan pada materi.• Melaporkan perkembangan penyusunan

Raperda dan permasalahannya kepada Kepala Daerah.

c. Konsultasi Raperda dengan pihak-pihak yang terkait.

d. Persetujuan Raperda oleh Kepala Daerah.

29

5. Tahap Penetapan;a. Penetapan dan Persetujuan Raperda menjadi Perda oleh

DPRD dalam bentuk Keputusan DPRD.b. Penandatanganan Perda dilakukan oleh Kepala Daerah.c. Istilah “disahkan” pada PERDA oleh Pejabat tingkat lebih

atasnya, tidak dikenal lagi sejak UU No. 22 Tahun 1999.d. Sambutan Kepala Daerah.

30

6. Tahap Pengundangan;a. Pengundangan via Lembaran Daerah oleh Sekretaris

Daerah (Paling lambat 7 hari setelah Perda Ditetapkan, kemudian dikirim ke Pemerintah paling lambat 15 hari setelah tanggal penetapan Risalah Rapat Pembahasan Perda.

b. Penjelasan Perda dicatat dalam tambahan Lembaran Daerah (oleh Sekretaris Daerah)

31

7. Tahap Pengumuman (Sosialisasi);a. Pengumuman via Berita Daerah (oleh Kabiro. Hukum

Provinsi dan Kabag. Hukum Kabupaten/Kota).b. Sosialisasi oleh Biro/Bagian Hukum dan Unit Kerja

Pemrakarsa.c. Sosialisasi melalui Semiloka.d. Lewat E-Parliament.

Prakarsa Legislatif Daerah (DPRD)

321. Tata Cara Penyampaian Usul Inisiatif DPRD;a. Sekurang-kurangnya 5 Anggota DPRD yang tidak

hanya terdiri dari 1 Fraksi, berhak mengajukan Raperda sebagai usul inisiatif.

b. Usul inisiatif disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Raperda disertai penjelasan yg tertulis.

c. Usul inisiatif tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD.

d. Dalam Rapat Paripurna, pengusul diberikan kesempatan memberikan penjelasan.

e. Pembicaraan dilakukan dengan memberikan kesempatan pada;a. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan.b. Pengusul untuk memberikan jawaban atas pandangan DPRD.

f. Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi inisiatif DPRD.

g. Selama usul inisiatif belum diputuskan menjadi inisiatif DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menariknya kembali.

33

2. Penyusunan Raperda;a. Penyusunan Naskah Akademikb. Penyusunan Rancagan peraturan daerah, dan

seterusnya.

Materi Muatan Undang-Undang Dasar34

Struktur lembaga negaraKewenangan lembaga negaraHubungan antara lembaga negara dengan warga

negaraHubungan antara warga negara dengan warga

negaraHak asasi manusia Batas/wilayah negaraHubungan antar negara

35

Materi muatan Undang-Undang:

Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

hak-hak asasi manusia;hak dan kewajiban warga negara;pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta

pembagian kekuasaan negara;wilayah negara dan pembagian daerah;kewarganegaraan dan kependudukan;keuangan negara.

diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

36

Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

37

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

38

Bagan Alur Materi Muatan Perda

39

Bagan Alur Materi Muatan Perda Provinsi

40

Bagan Alur Materi Muatan Perda Kabupaten/Kota

41

Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

Landasan Filosofis:- Pemikiran terdalam yang harus terkandung dalam peraturan perundang-undangan.- Pandangan hidup yang mengarahkan pembuatan peraturan perundang-undangan, yaitu nilai-nilai

Proklamasi dan Pancasila. Landasan Yuridis:

- Ketentuan hukum yang harus diacu dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang dibedakan

menjadi:

42

a. Landasan Yuridis formal yaitu ketentuan yang menunjuk kewenangan pembuatan.

b. Landasan Yuridis Material yaitu ketentuan hukum yang menentukan isi peraturan perundang-undangan. Contoh:

Pasal 18 UUD’45 : Pemerintahan Daerah

Pasal 23 (2) UUD’45 : Pajak

Pasal 28 UUD’45 : Berserikat, berkumpul,

mengeluarkan pikiran, dsb

43

Landasan Politis: Keputusan-keputusan politik yang berisi arahan-arahan/kebijakan-kebijakan pembangunan. Misalnya: Kebijakan debirokratisasi, liberalisasi, moneter, dsb.

Landasan Sosiologis: Situasi dan kondisi masyarakat di mana peraturan perundang-undangan itu akan ditetapkan. Landasan ini berkatian dengan efektivitas pelaksanaannya. Jadi landasan yang dipikirkan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan setelah dibuat.

Landasan Ekologis: Pertimbangan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistemnya.

Landasan Ekonomis: Pertimbangan ekonomi mikro dan makro. Dan sebagainya (sesuai dengan materi peraturan yg diaturnya).

44

• Bentuk Dalam, meliputi:

- Pilihan Sistematika yang baku bagi penuangan ketentuan-ketentuan;

- Adanya definisi (pengertian umum)

- Menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung arti ganda.

- Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan dengan satu Bab, satu Pasal, satu Paragraf, atau satu Bagian.

• Ragam Bahasa, meliputi:

Perlunya penggunaan bahasa hukum yang sudah baku (baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan tanda baca).

Bentuk Bagian Dalam dan Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan

45

A. Bagian Judul, berisi:

• Keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Peraturan perundang- undangan.

• Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isinya.

• Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, di tengah marjin, dan tanpa diakhiri tanda baca.

• Pada bagian judul Peraturan Perundang-undangan Perubahan, ditamba frase Perubahan Atas… atau Pencabutan…..

Bentuk Bagian Luar Peraturan Perundang-undangan

46

B. Bagian Pembukaan, berisi:• Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa (huruf Kapital).

• Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan (huruf Kapital).

• Konsiderans: Menimbang, berisi uraian mengenai pokok pikiran yang melatarbelakangi pembuatan Peraturan perundang-undangan (Filosofis, sosiologis, politis, dll).

• Diawali kata; bahwa, dan diakhiri titik koma (;)

• Dasar hukum: Mengingat, berisi dasar yuridis formal dan material (pakai huruf Arab; 1, 2, 3, dst).

• Diktum; sebelum kata MEMUTUSKAN:, dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPR RI dan PRESIDEN RI setelah itu baru Menetapkan: diikuti Nama UU.

• Nama Peraturan;……. (dengan huruf Kapital).

47

C. Bagian Batang Tubuh, berisi:

• Semua substansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal

• Secara umum terdiri dari; Ketentuan Umum, Materi Pokok yang diatur, Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan), dan Ketentuan Penutup.

• Ketentuan Umum, berisi batasan pengertian, singkatan, akronim.

• Materi Pokok yang diatur diletakkan setelah Ketentuan Umum.

• Ketentuan Pidana, memuat: rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah. Rumusan Ketentuan Pidana harus tegas apakah bersifat: kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif (dan, atau, dan/atau).

48

Penyusunan Naskah Akademik:

N.A.: Naskah/Uraian yang berisi penjelasan tentang:

Perlunya sebuah peraturan harus dibuat.

Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat.

Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut.

Aspek-aspek teknis penyusunan.Bentuk Naskah Akademik

Tidak ada bentuk baku dari suatu naskah akademik, namun pada umumnya naskah akademik disusun secara sitematis dalam bab-bab.

Disarankan membuat naskah akademik ke dalam sistematika bab berikut:

49

NASKAH AKADEMIK

Berisi: uraian terperinci dasar pemikiran tentang pentingnya mengatur masalah (tertentu) dalam suatu UU, PP, PERPRES, PERDA, dsb.

Misalnya dalam N.A. PP tentang Otonomi Daerah.

BAB I. PENDAHULUAN

a. Pentingnya pelaksanaan otonomi untuk mendayagunakan potensi daerah.

b. Otonomi sangat menentukan peran serta masyarakat dalam pembangunan.

50

Banyak pertimbangan dasar yang dapat dikemukakan untuk suatu peraturan misalnya:

BAB II. PERTIMBANGAN DASAR PENGATURAN DALAM …..(UU, PP, PERPRES, PERDA, dst.)

a. Pertimbangan yuridis: pengaturannya belum jelas.

b. Pertimbangan operasional: Tidak bisa dilaksanakan karena belum ada PP-nya, dst. Seperti kasus otonomi daerah pada Kabupaten/Kota.

51

BAB III. ASPEK TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN

1. Tentang Nama dan Judul.

Nama/Judul apa yang akan dipakai sebaiknya diberi beberapa alternatip nama dengan penjelasan kelebihan dan kekurangan masing-masing nama/judul.

2. Tentang Pertimbangan.

Apa saja yang dimasukkan dalam pertimbangan karena kemungkinan banyaknya pertimbangan, perlu ditentukan aspek-aspek penting apa yang akan dijadikan pertimbangan.

Misalnya, tentang otonomi:

a. Aspek peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

b. Aspek daya guna dan hasil guna

c. Aspek demokratisasi, dsb.

52

3. Tentang Dasar Hukum

Sebutkan dasar hukumnya, baik formal maupun material yang digunakan.

Dasar Hukum. Material …….sesuai dengan isi/materi yang diatur.

53

4. Pemuatan Sanksi Pidana.

Perlu dijelaskan, pidana harus dimuat dalam UU, kecuali UU menguasakannya/mendelegasikan kepada peraturan lebih rendah.

Perlu dijelaskan: pidana kurungan dari Perda paling lama 6 bulan atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

54

Dalam bab ini, perlu dijelskan peraturan yang akan dibuat itu memuat materi apa saja. Biasanya isi muatan peraturan peraturan perundang-undangan terdiri dari:

BAB IV. ISI MUATAN PERATURAN

1. Ketentuan Umum: memuat pengertian-pengertian ada ketentuan umum ini, naskah akademik sudah harus memerinci apa saja yang perlu didefinisikan /diberi pengertian.

2. Materi yang akan diatur.

N.A. harus memerinci segi-segi apa saja yang diatur: contoh yang perlu diatur adalah sebagai berikut:

55

- Pelaksanaan Otonomi

- Isi rumah tangga

- Aspek keuangan

- Susunan organisasi

Pemda Kab/Kota.

- Dekonsentrasinya

Nantinya menjadibab-bab dalam rancangan

3. Ketentuan Pidana; Kalau peraturan yang akan dibuat memuat ketentuan pidana maka pidanya harus dirumuskan secara jelas.

Misalnya: Barang siapa ……..……diancam dengan hukuman …………..

56

4. Ketentuan Peralihan

Naskah akademik juga perlu menjelaskan bagaimana peraturan yang dibuat itu akan berlaku nanti, kapan akan efektif.

Jadi dapat meliputi

a. Ketentuan penerapan.

b. Cara-cara penerapan.

5. Lain-lain…

Misalnya tentang pedoman teknis penyusunan yang akan digunakan dst.

57

Contoh Sistematika

NASKAH AKADEMIKTENTANG

PERIZINAN

BAB I. PENDAHULUAN

1. Umum

2. Dasar

3. Maksud dan Tujuan

4. Ruang Lingkup

5. Tata Urutan

6. Referensi

7. Pengertian-pengertian

58

BAB II. LANDASAN PEMIKIRAN

1. Landasan Filosofis

2. Landasan Hukum

3. Landasan Politis Perizinan

4. Landasan Sejarah

5. Landasan Ekonomi

6. Landasan Ekologi

7. Prinsip-prinsip pembinaan dan pengertian perizinan

59

BAB III KONSEPSI: PERIZINAN

1. Umum

2. Pengertian dan indikator Perizinan

3. Para Pihak yang terkait dalam Perizinan

4. Kebijakan Perizinan

5. Sanksi pelanggaran terhadap Perizinan

6. Dan lain-lain.

60

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

Daftar Pustaka

61

Bahan Penunjang dari

Peraturan Perundang-undangan

• UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan • UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah• UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi• UU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No.14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung

62

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 10 TAHUN 2004

TENTANGPEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

63 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.

Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh

dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat adalah Peraturan Perundang-undangan yang

dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.

Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 5Asas Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan yang baik:64

• Kejelasan tujuan;• Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;• Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;• Dapat dilaksanakan;• Kedayagunaan dan kehasilgunaan;• Kejelasan rumusan; dan• Keterbukaan.

Pasal 6Materi Muatan

Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:65

pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Pasal 7Jenis dan hierarki

Peraturan Perundang-undangan:

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

66

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah meliputi:

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

67

Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;

Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;

Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Pasal 8Materi muatan Undang-Undang:

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

68

• Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi:

• hak-hak asasi manusia;• hak dan kewajiban warga negara;• pelaksanaan dan penegakan kedaulatan

negara serta pembagian kekuasaan negara;• wilayah negara dan pembagian daerah;• kewarganegaraan dan kependudukan;• keuangan negara.

• diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 9Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

69

Pasal 10Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi

materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.

Pasal 11Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan

Peraturan Pemerintah.

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

70

Pasal 12Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh

materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan

menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Pasal 13Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah

seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi.

Pasal 14Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya

dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.

BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

71

PERATURAN DAERAH PROVINSI... (Nama Provinsi)NOMOR...TAHUN...

TENTANG(nama Peraturan Daerah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAGUBERNUR PROVINSI (Nama Provinsi),

Menimbang:a.bahwa...;b.bahwa...dan seterusnya...;Mengingat:1....;2....; dan seterusnya ...

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI

(Nama Provinsi)dan

GUBERNUR... (Nama Provinsi)MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG ... (nama Peraturan Daerah Provinsi).BAB I

KETENTUAN UMUMPasal IBAB II

...Pasal ...BAB ...

(dan seterusnya)Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi ... (Nama Provinsi).

Ditetapkan di....pada tanggal...GUBERNUR PROVINSI ... (Nama Provinsi)

(tanda tangan)(NAMA)

Diundangkan di ...pada tanggal ...

SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Provinsi)LEMBARAN DAERAH PROVINSI ... (Nama Provinsi) TAHUN ... NOMOR ...

BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

72

PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (nama kabupaten/kota)NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG(nama Peraturan Daerah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESABUPATI/WALIKOTA (nama kabupaten/kota),

Menimbang:a.bahwa...;b... dan seterusnyaMengingat:1....;2... dan seterusnya

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA...(nama kabupaten/kota)

danBUPATI/WALIKOTA.... (nama kabupaten/kota)

MEMUTUSKAN:Menetapkan:PERATURAN DAERAH TENTANG...(nama Peraturan Daerah Kabupaten/Kota).

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal I...

BAB II...

Pasal...BAB...

(dan seterusnya)Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten/Kota ... (nama kabupaten/kota).

Ditetapkan di....pada tanggal...BUPATI/WALIKOTA ... (nama kabupaten/kota)

(tanda tangan)(NAMA)

Diundangkan di ...pada tanggal ...

SEKRETARIS DAERAH ... (Nama Kabupaten/Kota)(tanda tangan)

(NAMA)LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ... (Nama kabupaten/Kota) TAHUN ... NOMOR ...

UU NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

73

Pasal  1

10. Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.

PEMERINTAH DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

74

Pasal 3

Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi;

Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kepala daerah dan perangkat daerah

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI URUSAN PEMERINTAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

75

Pasal 10 ayat (3)

politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional;  dan agama.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

76

Pasal 136

Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.

Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/kota dan tugas pembantuan.

Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Perda dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

77

Pasal 137

Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:

  kejelasan tujuan;  kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;  kesesuaian antara jenis dan materi muatan; dapat dilaksanakan;  kedayagunaan dan kehasilgunaan;   kejelasan rumusan; dan   keterbukaan.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

 78

Pasal 138Materi muatan Perda mengandung asas: pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhineka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas di atas, Perda dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Perda yang bersangkutan.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA

DAERAH79

Pasal 139

(1)  Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.

(2)  Persiapan pembentukan, pembahasan, dan pengesahan rancangan Perda berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH80

Pasal 140

(1)  Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota.

(2)  Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

(3)  Tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur atau Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA

DAERA

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

81

Pasal 141

(1)  Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

82

Pasal 142

(1)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD.

(2)  Penyebarluasan rancangan Perda yang berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota dilaksanakan oleh sekretariat daerah.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

83

Pasal  143

(1)  Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan.

(2)  Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3)  Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA

DAERA

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

84

 

Pasal 144(1)  Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur

atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda.

(2)  Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(3)  Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.

(4)  Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah.

(5)  Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, “Perda ini dinyatakan sah,” dengan mencantumkan tanggal sahnya.

(6)  Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA

DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

85

Pasal 145  (1)  Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah

ditetapkan.(2)  Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah.

(3)  Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)  Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.

(5)  Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung.

(6)  Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

(7)  Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

86

Pasal 146

(1)  Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan  kepala daerah.

(2)  Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

87

Pasal 147

(1)  Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah.

(2)  Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah.

(3)  Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan  dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

88

Pasal 148

(1)  Untuk membantu  kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja.

(2)  Pembentukan dan susunan organisasi Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

89

Pasal  149

(1)  Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3)  Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

Pengujian Peraturan Perundang-undangan

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

90

Mahkamah KonstitusiMahkamah Agung

UUD 1945 Pasal 24

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

91

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

UUD 1945 Pasal 24A

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

92 Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.

Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.

Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.

UUD 1945 Pasal 24 B

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

93

Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.

UUD 1945 Pasal 24C

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

94 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.

Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.

Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

95Pasal 10

(1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. (2)Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah  melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.   (3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

96

Pasal 31 Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

Mahkamah Agung menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pemberlakuannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung.

Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.

Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan

Represif Kebijakan Daerah

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

97Pasal 2Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan represif

terhadap Kebijakan Daerah tentang: Peraturan Daerah Propinsi; Keputsan Gubernur yang bersifat mengatur; Keputusan DPRD Tata Tertib DPRD Propinsi; Keputusan DPRD tentang Kedudukan Keuangan Anggota DPRD; Keputusan Pimpinan DPRD Propinsi; Peraturan Daerah Kabupaten/kota tentang Pajak dan Retribusi

Daerah; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pengelolaan Kawasan; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Penghapusan/Perubahan

asset daerah; Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang sumbangan Pihak Ketiga

kepada Pemerintah Daerah; Keputusan Bupati dan Walikota tentang Sumbangan Pihak Ketiga

kepada Pemerintah Daerah; Keputusan Bupati/Walikota tentang Penghapusan/Perubahan asset

daerah

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

98Pasal 3Gubernur selaku wakil Pemerintah melakukan pengawasan represif terhadap Kebijakan Daerah yang menyangkut:

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota selain yang tersebut dalam Pasal 2 huruf f, g, h, i, j dan k;

Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Tata Tertib DPRD;

Keputusan DPRD Kabupaten/Kota tentang Kedudukan Keuangan anggota DPRD;

Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota:

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

99

SUMBER BACAAN

A. Hamid S. Attamimi, Peranan Kepres Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi; Fakultas Pascasarjana, UI- Jakarta, 1990.

Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan; Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987.

Ann Seidman, dkk., Penyusunan RUU Dalam Perubahan Masyarakat Yang Demokratis, ELIPS, Jakarta, 2001.

Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.co, Jakarta, 1992._____, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan perundang-undangan Tingkat Daerah, LPPM-

UNISBA, Bandung, 1995._____, Course Material Hukum Perundang-undangan, Publikasi Terbatas, Jakarta, 2000._____, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, PSH – Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, 2001_____, Hukum Positif Indonesia (Suatu Kajian Teoretik), PSH – Fakultas Hukum UII, Yogyakarta,

2005..Budiman N.P.D Sinaga, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, UII Press, Yogyakarta, 2005._____, Hukum Konstitusi, Kalam Karunia, Yogyakarta, 2005.Dahlan Thaib, dkk., Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali, Jakarta, 2005.Djoko Prakoso, Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.Djulaeha, Teknik dan Praktik Perancangan Perda Di Jawa Barat, Makalah disampaikan pada

semiloka Pedoman Penyusunan Perda di bidang Lingkungan Hidup, Kerjasama; Fak. Hukum UNPAR dengan Kementrian Lingkungan Hidup RI, Bandung, 28 Januari 2003.

Jazim Hamidi, Legislative Drafting Daerah, Makalah disampaikan pada acara Pembekalan Pejabat dan Staf Provinsi Se-Indonesia, Diselenggarakan oleh Depdagri dan Otda, di Jakarta, 24-27 Juli 2002.

_____, Legislative Drafting Daerah (Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD), Makalah disampaikan pada acara Bimbingan Teknis bagi Pejabat dan Staf DPRD Provinsi Se-Indonesia, Diselenggarakan oleh Depdagri dan Otda, LAN, dan Forum Komunikasi Setwan Provinsi, di Hotel Milenium, Jakarta, 5-9 Mei 2003.

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

100

Jazim Hamidi & Budiman N.P.D Sinaga, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Tatanusa, Jakarta, 2005.

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1988._____, Kedudukan dan Materi Muatan PERPU, PP, dan Kepres Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara RI, Disertasi, UI, Jakarta, 2002.Rosjidi Ranggawidjaja, Pedoman Teknik Perancangan Peraturan Perundang-undangan, Cita Bhakti

Akademika, Bandung, 1996.Suprin Na’a, Ruang Lingkup Materi Muatan Perda Provinsi dan Kabupaten/Kota Dalam rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Tesis pada Program Pascasarjana UNPAD, Bandung, 2003.Tim CPPS, LSM dan Otonomi Daerah, CPPS-CSSP, Surabaya, 2001.

Peraturan Perundang-undangan:UUD 1945.UU No. 22 Tahun 1999 tetang Pemerintahan Daerah.

UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi PapuaUU No. 22 Tahun 2003 tentang Susuduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD.UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah KonstitusiUU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang MAUU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

101

Kepres No. 44 Tahun 1999 tentang Teknik penyusunan Peraturan Per-UU-an dan bentuk RUU, RPP, R. Kepres.

Kepmendagri & Otda No. 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi muatan Produk-produk Hukum Daerah.

Kepmendagri & Otda No. 22 tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah.Kepmendagri & Otda No. 23 tahun 2001 tentang Prosedur penyusunan Produk Hukum

Daerah.Kepmendagri & Otda No. 24 tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah.Kepmendagri & Otda No. 41 tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah.

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

102

BIOGRAFI PENYUSUN:Jazim Hamidi dilahirkan di Kota Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Sarjana Hukum (Universitas Islam Indonesia), Magister Hukum (Universitas Padjadjaran), Doktor Ilmu Hukum (Hukum Tata Negara) Universitas Padjadjaran. Selain berprofesi sebagai dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, aktif juga melakukan kegiatan riset, menulis, konsultan dan tutor legislative drafting, pengabdian masyarakat, dan kegiatan dakwah yang lain.

Beberapa buku yang sudah berhasil diterbitkan antara lain: “Penerapan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak (AAUPPL) Di Lingkungan Peradilan Administrasi”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999; “Mengenal Badan Penyelesaian Sengketa Pajak Di Indonesia Berdasarkan UU No. 17 Tahun 1997”, Tarsito, Bandung, 1999; “Otonomi Luas dan Mandiri Menuju Indonesia Baru”, Tarsito, Bandung, 1999 (sebagai Editor); “Yurisprudensi Penerapan AAUPPL”, Tatanusa, Jakarta, 2000; “Amandemen UUD 1945 Antara Teks dan Konteks Dalam Negara Yang Sedang Berubah”, Sinar Grafika, Jakarta , 2000 (sebagai Anggota Tim Penulis); “Intervensi Negara Terhadap Agama (Studi Konvergensi Atas Politik Aliran Keagamaan dan Reposisi Peradilan Agama Di Indonesia,” UII-Press, Yogyakarta, 2001; “Teori dan Hukum Konstitusi”, Rajawali Press, Jakarta, 2003 (Edisi Revisi); “Memerdekakan Indonesia Kembali (Perjalanan Bangsa dari Soekarno ke Megawati)”, IRCiSoD, Yogyakarta, 2004; “Anotasi Terhadap Putusan Kasasi Akbar Tanjung dalam Perspektif AAUPPL” dalam S.F Marbun, Akuntabilitas Putusan Kasasi Akbar Tanjung, UII Press, Yogyakarta, 2005; “Hermeneutika Hukum (Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi Teks)”, UII Press, Yogyakarta, 2005; dan “Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Tatanusa, Jakarta, 2005. E-mail: [email protected] sebagai sarana silaturrahmi di antara kita sehingga para pembaca dapat memberikan saran, kritik, dan informasi.

Pembentukan Perda Jazim Hamidi & Budiman NPDS

103

Buku yang telah ditulis antara lain: Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, Yogyakarta: UII Press, 2004; "Memaknai Putusan Kasasi Akbar Tanjung" dalam S.F Marbun, Akuntabilitas Putusan Kasasi Akbar Tanjung, Yogyakarta: UII Press 2004; Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Dalam Sorotan, Jakarta: Tatanusa, 2005; Hukum Konstitusi, Yogyakarta: Kalam Karunia, 2005; Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Dari Perspektif Sekretaris, Jakarta: Rajawali, 2005.

Sejak tamat sebagai Sarjana Hukum sampai sekarang bekerja sebagai dosen. Dalam rangka memperluas pelayanan kepada masyarakat, selain tetap sebagai dosen, sejak tahun 2001 memberikan konsultasi dan bantuan hukum serta pendidikan dan pelatihan kepada perorangan, perusahaan, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi pemerintah melalui kantor hukum Budiman Sinaga & Partners dengan kekhasan secara sengaja menyediakan pelayanan di bidang Hukum Tata Negara disamping pelayanan yang umum diberikan sebuah kantor hukum.

Website: www.geocities.com/budiman_npds

E-mail: [email protected]

 

Budiman N.P.D Sinaga, menempuh pendidikan di SD Negeri Sosial 1 Cimahi, SMP Negeri 1 Cimahi, SMA Negeri 4 Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Sarjana Hukum), Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Magister Hukum), dan Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran (Kandidat Doktor Ilmu Hukum).

Sejak SMP berminat menulis, dimulai dari Majalah Dinding (MADING) sekolah, media massa lokal, nasional, hingga beberapa tulisan dapat dibaca dari seluruh dunia melaui internet. Berbagai tulisan, terutama berupa opini, antara lain telah dimuat di Analisa, Berita Buana, Berita Yudha, Bisnis Indonesia, Horas Indonesia, Jayakarta, Jurnal Keadilan, Media Indonesia, Tabloid Ombudsman, Pelita, Pikiran Rakyat, Republika, Sinar Harapan, Suara GKPI, Surabaya Post, SWAsembada, Warta Kesuakaan, Waspada.