ISOLASI DAN SELEKSI AGEN ANTAGONIS PATOGEN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengembangan pestisida mikroba, tahap pertama yang harus dilakukan adalah
isolasi antagonis dari berbagai sumber. Sumber yang digunakan tergantung dari patogen yang
akan dikendalikan. Untuk patogen terbawa tanah, antagonis biasanya diisolasi dari rhizosfer
baik ari tanaman inang maupun tanaman liaar, tanah hutan atau dari bahan-bahan organik.
Guna pengendalian patogen tular udara, antagonis dapat diisolasi dari filoplan baik dari daun
tanaman inang maupun tanaman liar. Antagonis juga dapat diisolasi dari air rendaman
kompos atau MOL yang bisa disemprotkan di daun. Hasil isolasi harus dimurnikan agar
diperoleh biakan murni untuk diseleksi lebih lanjut.
Seleksi mikroba antagonis dapat dilakukan dengan metode dual culture atau
multiculture dimana mikroba antagonis dibiakkan bersama dengan patogen dalam satu
petridish. Isolat-isolat yang menunjukkan adanya indikasi antagonisme dapat diseleksi lebih
lanjut secara in vivo..
Mekanisme antagonisme dapat diduga dari pertumbuhan antagonis dan patogen dalam
dual culture. Mekanisme antibiosis diindikasikan adanya zona penghambatan di sekitar
antagonis. Antibiosis seringkali diindikasikan juga dengan adanya abnormaliti hifa pada
ujung koloni patogen, serta adanya melanisasi (perubahan warna) pada hifa patogen.
Mekanisme kompetisi dapat terlihat dari pertumbuhan antagonis yang lebih cepat dan
mendominasi media sehingga patogen terhambat pertumbuhannya. Mekanisme
hiperparasitisme dapaat diduga dari adanya pertumbuhan antagonis yang menumpuk pada di
atas koloni patogen. Apabila dilihat secara mikroskopis, terlihat adanya lilitan hifa dan
penetrasi antagonis pada hifa patogen.
1.2 Tujuan
Praktikum isolasi dan seleksi agens antagonis patogen ini bertujuan untuk :
Melakukan isolasi dan purifikasi jamur dan bakteri dari berbagai sumber (rhizosfer,
filoplan, fructoplan dan bahan organik), dan
Melakukan seleksi mikroba yang bersifat antagonistik terhadap patogen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia.
Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut
media. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrien yang diisyaratkan
oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi
pertumbuhannya (Anonim, 2011 dalam Kristianto, 2011).
Organisme hidup memerlukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Subtansi kimia organik
dan inorganik diperoleh dari lingkungan dalam berbagai macam bentuk. Nutrien diambil dari
likungan kemudian ditransformasikan melalui membran plasma menuju sel. Di sel beberapa
nutrisi diolah menghasilkan energi yang digunakan dalam proses seluler (Lim, 1998 dalam
Kristianto, 2011).
Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan
mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis
mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada
medium yang sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber
karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium
yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks
lainnya (Volk, 1993 dalam Kristianto, 2011).
Memformulasikan suatu medium atau bahan yang akan digunakan untuk
menumbuhkan mikroorganisme di dalamnya harus memperhatikan berbagi macam ketentuan
seperti jika yang ingin kita membuat medium untuk organisme bersel tunggal, biasanya air
sangat penting sebagai komponen utama protoplasmanya serta untuk masuknya nutrien ke
dalam sel. Pembuatan medium agar padat, digunakan agar-agar, gelatin atau gel silika) agar
merupakan media tumbuh yang ideal yang diperkenalkan melalui metode bacteriaological
(Hadioetomo, 1993 dalam Kristianto, 2011).
Isolasi mikroorganisme ialah proses pengambilan mikroorganisme dari
lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di laboratorium. Proses
isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi,
dan serologi. Sedangkan pengujian sifat-sifat tersebut di alam terbuka sangat mustahill untuk
dilakukan (Pelczar,1986 dalam Hermanto, 2012).
Isolasi merupakan tindakan karantina bagi tanaman yang terserang penyakit baik
cendawan, virus maupun jamur agar dapat diteliti dan praktikum isolasi patogen ini dilakukan
untuk mengetahui patogen penyebab penyakit pada tanaman dari golongan bakteri
(Anonymous, 2012 dalam Hermanto, 2012).
Isolasi patogen adalah proses mengambil patogen dari medium atau lingkungan
asalnya dan menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh biakan yang murni.
Patogen dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya harus menggunakan prosedur
aseptik. Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi terkontaminasi karena
mikroorganisme lain (Singleton dan Sainsbury, 2006 dalam Hermanto, 2012).
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau pemurnian dari
mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan mikrobiologis, misalnya telaah
dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan suatu populasi yang hanya terdiri dari satu
macam mikroorganisme saja. Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis
mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba.
Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan
membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sutedjo dalam Krisno, 2011,
Hermanto, 2012 ).
Isolasi secara definitif adalah memisahkan suatu mikroba dari lingkungannya di alam.
Kemudian ditumbuhkan sebagai bahan murni dalam media buatan dengan metode aseptis
(Nursyam, 1985 dalam Hermanto, 2012).
Isolasi mikroba berarti memisahkan satu jenis mikroba dari biakkan campuran
menjadi biakan murni. (populasi sel yang semuanya berasal dari satu sel individu) (Lim, 1998
Kristianto, 2011).
Dua mikroorganisme terdiri dari lima kelompok organisme; bakteri, protozoa, virus,
sera algae dan cendawan mikroskopis. Kita mempelajari banyak segi mengenai jasad-jasad
renik ini (juga dinanamakan mikrobe atau protista): di mana adanya, ciri-cirinya, kekerabatan
antara sesamanya seperti juga dengan kelompok organisme lainnya, pengandaliannya, dan
peranannya dalam kesehatan serta kesejahtaraan kita. Mikroorganisme sangat erat kaitannya
dengan kehidupan kita (Ferdias, 1992 dalam Saputra, 2011).
Prinsip kerja isolasi bakteri cukup sederhana yakni dengan menginokulasikan
sejumlah kecil bakteri pada suatu medium tertentu yang dapat menyusung kehidupan
bakteria. Sejumlah kecil bakteri ini didapat dari bermacam-macam tempat tergantung dari
tujuan inokulasi. Dalam kajian mikrobiologi yang berhubungan dengan sumber bakteri
adalah mikrobia tanah, air, makanan dan udara (Talaro,1999 dalam Saputra, 2011).
Apabila ingin mendapatkan kultur murni suatu mikrobia yang digunakan adalah
metode streak plate, karena hasil akhir metode ini adalah berupa kumpulan sel-sel yang
semakin jarang pada ujung streak sehingga dapat diambil bakteri pada jumlah seluler (satu
sel). Selain itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan bakteri yang memang ingin
dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan bakteri kontaminan, sebab yang
diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang berada di atas streak yang dibuat dan bukan di
luar streak. Kelebihan metode ini adalah dapat segera diketahui adanya kontaminasi.
Sedangkan kekurangannya metode ini sulit dilakukan dan hanya dapat digunakan untuk
menumbuhkan bakteri aerob saja (Burrrow,1959 dalam Saputra, 2011).
Ada bermacam-macam metode isolasi yang dapat digunakan. Macam-macam metode.
Isolasi tersebut antara lain:
1. isolasi tunggal merupakan metode isolasi dengan cara meneteskan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada suatu kaca penutup dengan menggunakan mikropipet,
yang kemudian diteliti dibawah obyektif mikroskop.
2. isolasi gores merupakan metode isolasi dengan cara menggeser atau menggoreskan
ujung jarum ose yang telah mengandung mikroorganisme dengan hati-hati di atas permukaan
agar secara zig zag yang dimulai dari dasar tabung menuju ke bagian atas tabung. 3.
3. isolasi tebar merupakan metode isolasi dengan cara menebarkan bahan yang
mengandung mikroorganisme pada permukaan atas tabung.
4. isolasi tuang merupakan metode isolasi dengan cara mengambil sedikit sampel
5. campuran bakteri yang telah diencerkan dan sampel tersebut kemudian disebarkan
didalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer ( Dwidjoseputro, 2003 dalam Saputra,
2011).
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Muhammad Deri. 2012. Identifikasi dan isolasi penyakit busuk buah pada tanaman
kakao.
Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/97114316/Deri-Isolasi pada 10 Desember
2013
Hermanto, Arif. 2012. Laporan praktikum ipt ” isolasi patogen tanaman”.
Diakses melalui http://ahahermanto.wordpress.com/2012/04/29/laporan-praktikum-ipt-
isolasi-patogen-tanaman/\ pada 10 Desember 2013
Istifadah, Noor. 2012. Pestisida bahan alam untuk pengendalian penyakit tanaman. Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran
Kristianto, Viyan. 2011. Isolasi dan pengamatan morfologi mikroorganisme.
Diakses melalui http://iandrumer.blogspot.com/2011/12/laporan-isolasi-dan-
pengamatan.html pada 10 Desember 2013
Kuswinanti, Tutik, Baharuddin dan Sri Sukmawati. 2013. Efektivitas isolat bakteri yang
berasal dari berbagai rhizosfer dan bahan organik terhadap patogen penyakit layu
secara in vitro.
Diakses melalui
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6615/Makalah
%20Padang.doc?sequence=2 pada 10 Desember 2013
Yulita, Anna dkk. 2011. Isolasi dan identifikasi patogen.
Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/74887971/Isolasi-Dan-Identifikasi pada 10
Desember 2013
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Virologi Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran Jatinangor pada hari Senin, 30
September 2013
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish, lampu spritus, shaker,
laminar air flow, tabung reaksi, sampel tanah rhizosfer, akuades steril, media Potato
Dekstrose Agar dan media Nutrient Agar, patogen
Cara Kerja
1. Sampel tanah rhizosfer dibuat serial dillution dengan perbandingan 1:10 dengan aor
steril. Campuran sampel dalam air dikocok selama 3 menit dengan shaker.
Penvenceran sampel tanah rhizosfer yang digunakan untuk isolasi adalah pengenceran
10-3 untuk jamur dan sampai 10-6 untuk isolasi bakteri.
2. Air dari suspensi sesuai dengan pengenceran yang dilakukan, diambil 1ml kemudian
dimasukkan ke dalam petridish, yang diikuti dengan menuang media hangat. Untuk
isolasi jamur, media yang digunakan adalah Potato Dekstrose Agar yang telah diberi
antibiotik, sedangkan untuk isolasi bakteri digunakan media Nutrient Agar.
3. Setelah 3 hari, bakteri yang terisolasi dimurnikan dalam media NA. Untuk jamur,
purifikasi dilakukan 5-7 hari setelah isolasi.
4. Mikroba hasil isoalasi diuji kemampuan antagonistiknya terhadap patogen dengan
metode dual culture (untuk jamur) atau multi culture (untuk bakteri). Jarak antara
potongan biakan antagonis dan patogen dalam dual culture adalah 3cm.
5. Untuk kontrol patogen dibiakkan sendiri tanpa antagonis. Letak biakan patogennya
disesuaikan dengan letak patogen dalam dual culture atau multi culture yang ada
antagonisnya
6. Setelah 7 hari, pertumbuhan patogen diamati dan dianalisis mekanisme
patogenesisnya
PENGUJIAN METABOLIT SEKUNDER MIKROBA ANTAGONIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu mekanisme antagonisme jamur dan bakteri antagonis adalah antibiosis yaitu
agen antagonis menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap patogen. Pada
dasarnya, metabolit sekunder dapat terdifusi ke dalam media tumbuh dari jamur dan bakteri
antagonis. Produksi metabolit sekunder biasanya meningkat apabila mikroba telah mulai
mencapai fase stasioner. Untuk jenis bakteri, metabolit sekunder sudah mulai dipanen pada
48-72 jam inkubasi, sedangkan untuk jenis jamur, metabolit sekunder dapat dipanen setelah
14 hari inkubasi.
Untuk menguji keefektifan dari metabolit sekunder, maka media tumbuh agen antagonis
harus dipisahkan dari sel bakteri/yeast atau dari hifa dan spora jamur misalnya melalui
penyaringan/filtrasi maupun sentrifugasi. Untuk menghindari adanya kontaminasi, maka
filtrate perlu disterilkan dengan mikrofilter misalnya yang berukuran pori 0.8 atau 0.4µm
(untuk mensterilkan dari spora jamur) atau yang berukuran pori 0.2µm untuk mensterilkan
dari sel bakteri.
Keefektifan metabolit sekunder untuk menekan patogen dapat dikaji dengan pengujian
kemampuannya utnuk menghambat perkecambahan dan pertumbuhan miselia patogen.
Pengujian terhadap pertumbuhan miselia jamur dapat dilakukan dengan well (sumuran) atau
filter paper method, dan juga poisonous food dimana media pertumbuhan jamur diberi
perlakuan dengan metabolit sekunder agen antagonis.
1.2 Tujuan
Praktikum pengujian metabolit sekunder mikroba antagonis ini bertujuan untuk :
Melakukan preparasi metabolit sekunder dari jamur dan bakteri antagonis
Melakukan pengujian metabolit sekunder jamur dan bakteri antagonis untuk menekan
pertumbuhan dan perkecambahan spora/konidia jamur patogen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan, menghambat
atau memusnahkan mikroba lainnya. Dengan demikian, mikroba antagonis berpeluang untuk
digunakan sebagai agen hayati dalam pengendalian mikroba penyebab penyakit tanaman.
Mikroba antagonis ini dapat berupa bakteri, jamur atau cendawan, actinomycetes atau virus.
Mikroba yang bermanfaat juga termasuk mikroba antagonis yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan aktif biopestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman.
Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh mikroba pada umumnya merupakan
metabolit sekunder yang tidak digunakan untuk proses pertumbuhan (Schlegel, 1993
dalam Arisanti, 2011), tetapi untuk pertahanan diri dan kompetisi dengan mikroba lain
dalam mendapatkan nutrisi, habitat, oksigen, cahaya dan lain-lain (Baker dan Cook, 1974
dalam Arisanti, 2011). Senyawa antimikroba tersebut dapat digolongkan sebagai antibakteri
atau antifungi (Pelczar dan Chan, 2005 dalam Arisanti, 2011). Beberapa senyawa
antimikroba adalah fenol, formaldehida, (Dwidjoseputro, 2003 dalam Arisanti, 2011),
antibiotik, asam, dan toksin (Verma et al., 2007 dalam Arisanti, 2011).
Penggunaan agen pengendali hayati (APH) dalam mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding
pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi
manusia, musuhalami; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk
tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pesti sida; (4) terdapat di sekitar pertanaman
sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5)
menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup dilakukan satu atau dua kali dalam satu
musim panen. Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan dievaluasi
keefektifannya sebagai APH tanaman.
Antagonisme merupakan hubungan mikroorganisme dengan organisme lain yang
saling menekan pertumbuhannya (Kusnadi dkk, 2003 dalam Pratiwi, 2009). Bentuk interaksi
ini merupakan hubungan asosial. Biasanya spesies yang satu menghasilkan suatu senyawa
kimia yang dapat meracuni spesies lain yang menyebabkan pertumbuhan spesies lainnya
terganggu. Senyawa kimia yang dihasilkan dapat berupa sekret atau metabolit sekunder.
Bentuk lain dari interaksi antagonisme di alam dapat berupa kompetisi, parasitisme,
amensalisme dan predasai. Biasanya bentuk interaksi ini muncul karena ada beberapa jenis
mikroorganisme yang menempati ruang dan waktu yang sama, sehingga mereka harus
memperebutkan nutrisi untuk tetap dapat tumbuh dan berkembangbiak. Akhir dari interaksi
semacam ini memberikan efek berupa salah satu atau beberapa mikroorganisme tumbuh
dengan optimal sementara organisme yang lainnya tertekan pertumbuhannya.
Metabolit Sekunder adalah salah satu cara organisme untuk mempertahankan
eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder ini
digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat
kompetisi, mencegah infeksi bakteri, membantu memproses reproduksi dan mencegah
sengatan sinar ultraviolet (Rahayu, 2012).
Mikroorganisme dapat memproduksi beberapa metabolit sekunder, diantaranya adalah
antibiotik yang pada kadar rendah sudah dapat berfungsi menghambat pertumbuhan dan
membunuh organisme secara spesifik dan mitotoksin yang merupakan metabolit sekunder
berupa senyawa toksik yang diproduksi oleh fungi. Menurut Setayningsih (2004) dalam
Rahayu (2012) senyawa kimia yang dihasilkan oleh bakteri simbion yang dapat menghalangi
organisme mikroba yang tidak diinginkan tersebut dikategorikan sebagai bahan antibiotik.
Istilah antibiotik berasal dari kata antibios yang berarti substansi yang dihasilkan oleh
suatu mikroorganisme yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan dan
mematikan organisme lain.
Semua bahan kimia yang ada pada organisme yang berasosiasi dapat dikelompokan
dalam 2 kategori, yaitu :
1. Metabolit Primer. Adalah bahan kimia yang dibuutuhkan oleh organisme
hidup.
2. Metabolit Sekunder, adalah bahan kimia yang digunakan
untuk mempertahankan eksistensi organisme di lingkungannya. Metabolit
sekunder pada mulanya diasumsikan sebagai hasil samping atau limbah dari
organisme sebagai akibat produksi metabolit primer yang berlebihan. Namun
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terbukti bahwa metabolit
sekunder diproduksi oleh organisme sebagai respon terhadap
lingkungannya. (Muniarsih, 2005 dalam Rahayu, 2012).
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Virologi Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran Jatinangor pada hari Senin, 30
September 2013
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish, lampu spritus, shaker,
laminar air flow, tabung reaksi, tabung centrifuge,, centrifuge, jarum syringe, bor gabus,
filter paper, akuades steril, media Potato Dekstrose Agar dan media Nutrient Broth, patogen
Rhizoctonia solani, biakan Trichoderma, Papulospora, Bacillus, dam Pseudomonas.
Cara Kerja
Pengujian metabolit sekunder jamur
- Jamur antagonis dibiakan pada media potato dextrose agar diatas shaker atau secara
statis pada tabung reaksi yang dimiringkan, selama 10-14 hari
- Media kemudian dipisahkan dari miselia dan konidia dengan penyaringan
menggunakan filter paper
- Filtrate dimasukkan ke dalam tabung centrifuge (volume harus seragam) kemudian
disntrifugasi pada 6000 rpm selama 10 menit atau sampai pelet (bagian padat)
terpisah dari supernatant (cairannya)
- Supernatant kemudian diambil engan jarum syringe dan disterilkan sengan mikrofilter
ukuran 0.4µm yang diletakkan pada ujung syringe
- Filtrate steril kemudian diuji kemampuannya untuk menekan pertumbuhan miselia
dengan metode sumuran atau filter paper
- Pada well methode, pada media PDA dibuat lubang dengan bor gabus dengan jumlah
sesuai dengan perlakuan yang diuji (filtrate Trichoderma, Papulaspora dan air steril
sebagai kontrol). Pada setiap lubang dimasukkan 75-100µl filtrate steril atau air steril
(kontrol).
- Pada filter paper methods, filter paper yang telah dipotong bulat-bulat (diameter
0.8cm) dan sterilisasi, dicelupkan pada filtrate steril, kemudian diusahakan tidak ada
ccairan yang menetes lagi dari filter paper. Filter paper diletakkan sesuai dengan
perlakuan seperti pada well method
- Pada bagian tengah petridish diletakkan potongan biakan patogen Ralstonia dan
Sclerotinia
- Biakan diinkubasikan selama 7 hari. Pengamatan besarnya zona penghambatan
dilakukan pada 7 hari setelah inokulasi patogen.
Pengujian metabolit sekunder bakteri
- Bakteri antagonis dibiakan pada medium nutrient broth di atas shaker selama 48 jam
- Media kemudian dipisahkan dari masa bakteri dengan sentrifugasi pada 6000 rpm
selama 10 menit atau sampai pelet (bagian padat) terpisah dari supernatant
(cairannya)
- Supernatant kemudian diambil engan jarum syringe dan disterilkan sengan mikrofilter
ukuran 0.4µm yang diletakkan pada ujung syringe
- Filtrate steril kemudian diuji kemampuannya untuk menekan pertumbuhan miselia
dengan metode sumuran atau filter paper
- Pada well methode, pada media PDA dibuat lubang dengan bor gabus dengan jumlah
sesuai dengan perlakuan yang diuji (filtrate Bacillus, Pseudomonas dan air steril
sebagai kontrol). Pada setiap lubang dimasukkan 75-100µl filtrate steril atau air steril
(kontrol).
- Pada bagian tengah petridish diletakkan potongan biakan patogen Ralstonia dan
Sclerotinia
- Biakan diinkubasikan selama 7 hari. Pengamatan besarnya zona penghambatan
dilakukan pada 7 hari setelah inokulasi patogen.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Organisme pengganggu tanaman.
Diakses melalui http://kubaplanet.blogspot.com/2010/11/organisme-pengganggu-
tanaman.html pada 15 Desember 2013
Arifin, Zainal. 2013. Resume jurnal pengendalian hayati dan pengelolaan habitat (PHPH).
Diakses melalui http://zainalarifin-belillas.blogspot.com/2013/04/resume-jurnal-
pengendalian-hayati-dan.html pada 15 Desember 2013
Diyasti, Farriza dan Djayawarman Alamprabu. 2013. Mengenal (filoplan) lebih dekat.
Diakses melalui http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/berita-359-mengenal-filoplan-
lebih-dekat-.html pada 15 Desember 2013
Istifadah, Noor. 2012. Pestisida bahan alam untuk pengendalian penyakit tanaman. Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran
Rahayu, Sri. 2012. Bioassay produksi metabolit skunder mikroba antagonis dan pestisida
nabati.
Diakses melalui http://www.scribd.com/doc/124934372/Laporan-Praktikum-Pestisida-
Bahan-Alam-Bioassay-Metabolit-Sekunder-Mikroba-Antagonis-Dan-Tumbuhan pada
15 Desember 2013
Soenandar, Meidiantie dan R. Heru Tjachjono. 2012. Membuat pestisida organik. PT.
Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan
Soesanto, Loekas, Endang Mugiastuti dan Ruth Feti Rahayuniati. 2009. Keragaman hayati
mikroba antagonis utama pada lahan kentang.
Diakses melalui
http://www.researchgate.net/publication/210379977_Biological_diversity_of_main_ant
agonistic_microorganism_in_potato_land/file/79e4150503015da603.doc pada 15
Desember 2013
PENGUJIAN PESTISIDA NABATI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida nabati merupakan pestisida yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai
kelompok metabolit sekunder yang mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti alkaloid,
terpenoid, fenolik, dan zat-zat kimia sekunder lainnya (Kardinan, 1999 dalam Istifadah,
2012). Di dalam jaringan tumbuhan, metabolit sekunder disimpan dalam vakuola sel atau
dalam jaringan tertentu tergantung bentuk senyawa dan fungsinya untuk tumbuhan tersebut.
Metabolit sekunder dapat terkandung pada jaringan seperti sel parenkim pada daun, akar,
bunga, biji atau kulit batang atau kayu, rimpang atau bahkan di seluruh bagian tumbuhan
(Grainge dan Ahmed, 1988 1999 dalam Istifadah, 2012).
Berdasarkan sifat kepolarannya, sebagian besar (sekitar 90%) metabolit sekunder
merupakan senyawa-senyawa organik yang larut dalam air dan sebagian kecil (sekitar 10%)
tidak atau sukar larut dalam air. Sifat kepolaran ini merupakan bahan pertimbangan dalam
mengekstraksi atau pembuatan suatu pestisida nabati (Kardinan, 1999 1999 dalam Istifadah,
2012).
Keefektifan pestisida nabati untuk menekan patogen dapat dikaji dengan pengujian
kemampuannya untuk menghambat perkecambahan dan pertumbuhan miselia patogen.
Pengujian terhadap pertumbuhan miselia jamur dapat dilakukan dengan well (sumuran) atau
filter paper method, dan jufga poisonous food dimana media pertumbuhan jamur diberi
perlakuan dengan metabolit sekunder antagonis.
1.2 Tujuan
Praktikum pengujian pestisida nabati ini bertujuan untuk :
Melakukan pembuatan pestisida nabati
Melakukan pengujian pestisida nabati untuk menekan pertumbuhan dan
perkecambahan spora/konidia jamur patogen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pestisida nabati merupakan pestisida yang digunakan untuk pengendalian hama dan
penyakit bagi tanaman yang terbuat dari bahan alami seperti organ tanaman, atau minyak
yang dihasilkan oleh tanaman. Pestisida nabati memiliki beberapa keunggulan seperti mudah
terurai oleh sinar matahari, tidak menyebabkan gangguan lingkungan dan lin-lain sedangkan
untuk kerugian bagi penggunaan pestisida nabati ini yaitu cara aplikasiannya harus berulang
kali karena mudah terurai oleh sinar matahari, harganya tidak terjangkau oleh petani karena
pembuatan pestisida ini menggunakan bahan dari alam yang memiliki stok yang tidak
mencukupi bagi pembuatan pestisida nabati secara masal. Pestisida memiliki beberapa jenis
menurut hama yang akan dikendalikan yaitu insektisida, nematisida, bakterisida dan lain-lain.
Pestisida nabati merupakan pestisida yang memiliki bahan aktif yang dihailkan dari
tanaman dan memiliki fungsi sebagai pengendalian hama dan penyakit yang menyerang
tanaman. Pestisida nabati merupakan pestisida yang dapat menjadi alternatif untuk
mengurangi penggunaan pestisida sintetis. Pestisida nabati adalah pestisida yang ramah
lingkungan serta tanaman-tanaman penghasilnya mudah dibudidayakan salah satunya seperti
sereh dapur, sereh wangi dan nimba yang dapat dibuat menjadi bentuk minyak tanaman
(Adnyana, dkk, 2012 dalam Fadhullah, 2013). Penggunaan pestisida nabati ini biasanya
mengunakan organ tanaman seperti daun, akar, biji dan buah tanaman yang menghasilkan
suatu senyawa tertentu yang dapat menghalau serangga untuk memakan atau bahkan
mematikan serangga tersebut.
Pestisida nabati memiliki banyak macamnya berdasarkan fungsi mengendalikan hama
seperti insektisisda, bakterisida, akarisida dan lain-lain. Penggunaan insektisida nabati
dilakukan sebagai alternatif untuk mengendalikan ham tanaman sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan seperti penggunaan pestisida kimia (Tohir, Ali M., 2010 dalam
Fadhullah, 2013). Pengendalian hama dilakukan untuk menghindarkan tanaman dari
penurunan produksi yang cuup signifikan sehingga terdapat kerugian yang berarti dialami
oleh petani. Penggunaan pestisida merupakan salah satu alternatif yang dilakukan selain
penggunaan pengendalian dengan metode mekanik dan pengendalian musuh alami.
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau
bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian
tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari
bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama
tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional,
petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk
mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di
Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan
daun sirsak untuk mengendalikan berbagai macam hama sehingga hama tanaman yang
menyerang dapat dikendalikan secara alami karena tidak menyebabkan racun bagi organisme
lain (Oka, 1995 dalam Fadhullah, 2013).
Fungisida adalah zat kimia yg dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan
cendawan/jamur, sedangkan nabati adalah tanaman/tumbuh-tumbuhan, sehingga fungisida
nabati adalah zat yang berasal atau terdapat pada tanaman atau tumbuhan yang dapat
mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan/jamur (Anonim, 2012)
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Virologi Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran Jatinangor pada hari Rabu, 2 Oktober
2013
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah mortar, pastel, timbangan, tabung
centrifuge, centrifuge, jarum syringe, petridish, filter paper, laminar air flow,lampu spritus,
mikrofilter akuades steril, media Potato Dextrose Agar, bawang putih, lengkuas, biakan
Colletotrichum sp.
Cara Kerja
Pembuatan pestisida nabati sederhana
- Bahan yang akan diuji (bawang putih dan lengkuas) dengan berat sesuai dengan
konsentrasi yang diuji, ditumbuk dengan mortar dan pastel, kemudian diberi air sesuai
dengan konsentrasi (3,5,7 dan 10%) dan disaring
- Cairan dimasukkan ke dalam tabung centrifuge (volume harus seragam) kemudian
disentrifugasi pada 6000 rpm selama 10 menit atau sampai pelet (bagian padat)
terpisah dari supernatant (cairannya)
- Supernatant kemudian diambil dengan jarum syringe dan disterilkan dengan
mikrofilter ukuran 0,4µm yang diletakkan pada ujung syringe.
Pengujian pestisida nabati untuk menghambat pertumbuhan miselia
- Cairan pesnab steril diuji kemampuannya untuk menekan pertumbuhan miselia
patogen dengan metode filter paper dan media beracun
Metode filter paper method
- Pada filter paper methods, filter paper yang telah dipotong bulat-bulat (diameter
0.8cm) dan sterilisasi, dicelupkan pada filtrate steril, kemudian diusahakan tidak ada
ccairan yang menetes lagi dari filter paper. Filter paper diletakkan sesuai dengan
perlakuan seperti pada well method
- Pada bagian tengah petridish diletakkan potongan biakan jamur Colletotrichum sp.
Agen antagonis ini dicoba diuji karena ingin diketahui apakah pesnab yang diuji
kompatibel dengan aplikasi agen biokontrol di lapangan.
- Biakan diinkubasikan selama 7 hari. Pengamatan besarnya zona penghambatan
dilakukan pada 7 hari setelah inokulasi patogen.
Metode media beracun
- Cairan pesnab steril ccebanyak 1ml dimasukkan ke dalam petridish kemudian
dituangkan PDA hangat dan agar dicampur, maka petridish digoyang perlahan
- Setelah dingin, potongan biakan jamur yang diuji diletakkan di tengah petridish
- Untuk kontrol, media PDA langsung diberi potongan biakan jamur (tanpa diberi
perlakuan)
- Biakan diinkubasikan selama 7 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan
mengukur jari-jari pertumbuhan biakan
- Persentase penghambatan dihitung dengan membandingkan antara pertumbuhan
jamur pada perlakuan dibandingkan dengan kontrol
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bumbu sebagai antimikroba.
Diakses melalui http://kutankrobek.wordpress.com/2010/08/23/bumbu-sebagai-
antimikroba/ pada 15 Desember 2013
Anonim. 2012. Fungisida nabati.
Diakses melalui http://mkrplkotajogja.blogspot.com/p/fungisida-nabati.html pada 15
Desember 2013
Damaraasri, Priscilla D A, Sri Winarsih dan Purwani Tirahiningrum. 2013. Efektivitas
ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L. WILLD) sebagai antimikroba
terhadap bakteri Salmonella typhi secara in vitro.
Diakses melalui
http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/kedokteran/MAJALAH_0910710105.pdf
pada 15 Desember 2013
Fadhullah, Vian. 2013. Laporan pembuatan ekstrak pestisida nabati.
Diakses melalu http://semuatentangpertanian.blogspot.com/2013/05/laporan-
pembuatan-ekstrak-pestisida.html pada 15 Desember 2013
Istifadah, Noor. 2012. Pestisida bahan alam untuk pengendalian penyakit tanaman. Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran
Maria, Ananta. 2011. Antimikroba pada rempah-rempah.
Diakses melalui http://ananta02.wordpress.com/2011/08/08/antimikroba-pada-rempah-
rempah/ pada 15 Desember 2013
Pamungkas, Ratih Nila dkk. 2010. Pemanfaatan lengkuas (Lenguas galanga L.) sebagai
bahan pengawet pengganti formalin.
Diakses melalui http://kemahasiswaan.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/04/PKM-AI-
10-UM-Ratih-Pemanfaatan-Lengkuas-Sebagai-.pdf pada 15 Desember 2013
Ramadanti, Irmudita Ari. 2008. Uji aktivitas antibakteri ekstrak bawang putih ( Allium
sativum Linn ) terhadap bakteri Escherichia coli in vitro.
Diakses melalui http://eprints.undip.ac.id/23957/1/Irmudita.pdf pada 15 Desember
2013
Sefran. 2012. Rempah - rempah sebagai antimikroba.
Diakses melalui http://sefran-serbaserbikuliah.blogspot.com/2012/06/rempah-rempah-
sebagai-antimikroba.html pada 15 Desember 2013
Tambun. 2010. Aktivitas antimikroba bawang putih.
Diakses melalui http://napoleontambun.blogspot.com/2010/11/aktivitas-antimikroba-
bawang-putih.html pada 15 Desember 2013
Yasni, Sedarnawati. 2013. Teknologi pengolahan dan pemanfaatan produk ekstraktif rempah.
IPB Press. Bogor