Transcript
Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL

ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP KONSUMEN

(Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen)

Disusun Oleh :

Benny Ismail

1112048000019

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437H/2016

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP
Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP
Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP
Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

ABSTRAK

Benny Ismail NIM 1112048000019 PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB”

TERHADAP KONSUMEN (Kajian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi

Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

1437 H/2016 M. x + 83 halaman.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen. Pertanggung jawaban produsen obat tradisional

terhadap produk yang dikeluarkan adalah tanggung jawab mutlak yang harus

dipikul oleh produsen obat tradisional (Product Liability) yang tercantum pada

Pasal 19 UUPK. Lebih dari itu tanggung jawab produsen obat tradisional karena

kaitannya dengan hak fundamental dari konsumen yakni kesehatan maka

diwajibkan baginya untuk melakukan serangkaian khusus sebelum mengedarkan

produknya sesuai dengan Peraturan Pepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor hk.03.1.23.06.11.5629 tahun 2011 tentang persyaratan

teknis cara pembuatan obat tradisional yang baik.

Penelitian ini menggunakan metode Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif

adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dimana

yang dikaji adalah aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang, norma,

ataupun kaidah lainnya Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif

yaitu tentu merupakan pendekatan undang-undang (statute approach), karena

dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi perundang-undangan

sebagai pendekatannya seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan,

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi dari penegakan

hukum Perlindungan Konsumen Bidang Kesehatan tidak diatur secara tegas di

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen

melainkan penegakan hukum (Law Enforcement) terdapat pada Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 72

Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Presiden

Republik Indonesia, hal ini menandakan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen masih tidak tegas dalam penegakan hukum perlindungan konsumen

dalam bidang kesehatan.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban, Produsen, Obat Tradisional,

Konsumen.

Dosen Pembimbing : Dr. Yayan Sofyan SH. MA. MH

Elviza Fauzia SH. MH

Daftar Pustaka : Tahun 1978 Sampai Tahun 2013

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah هلالج لج yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT TRADISIONAL

ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP KONSUME (Kajian

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen. Sholawat serta salam tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad

. yang telah membawa kita kepada jalan yang lurus dan diridhai Allah ملسو هيلع هللا ىلص

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini, Namun demikian penulis tetap berusaha menyelesaikan

dengan kesungguhan dan kerja keras. Selanjutnya, dalam kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar M.A. Phd, Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,

M.Hum., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

3. Bapak Dr.Yayan Sofyan SH. MA. MH, dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan

nasihat, kritik, dan saran untuk membimbing penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

4. Ibu Elviza Fauzia SH. MH., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat,

kritik, dan saran untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen serta segenap staff Fakultas Syariah dan Hukum

yang telah ikhlas mengajarkan ilmu, nasihat, bantuan dan pengalamannya

kepada penulis.

6. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas cinta, doa, semangat, kedua

orang tuaku tercinta Mama Nelti, SE. dan Bapak Ismail Zainur, SE. yang

telah memberikan segala dukungan baik materiil maupun immaterial

sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1 juga kepada

Muhammad Thariq Badrawi SE., adiku yang telah banyak membantu

dalam perjalanan menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga Pesantren Luhur Sabilussalam dan segenap asatidz yang selalu

sabar dan ikhlas dalam memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat

dan keluarga istiqomah angkatan 2013 atas semua masa-masa indah yang

sudah dilalui selama 3 tahun ini.

8. Keluarga KKN STARS untuk segalanya dalam menjalani tugas di Desa

Situ Ilir Bogor untuk Milzam, Didin, Fadhli, Ilham Fuady, Rizky, Asep,

Farid, Ghina Rofahiyah, Ghina Ashila, Lina Shobrina, Neng Ayu, Fanny,

Iind, Liza Nur Amalia, Mba Githa, Zulfa

9. Kepada seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum

Angkatan 2012, Hukum Bisnis maupun Hukum Kelembagaan Negara.

Terimakasih atas berbagai kisah indah yang telah dilalui bersama-sama.

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga ALLAH

SWT memberikan berkah dan karunia-NYA serta membalas kebaikan

meraka Aamiin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-

besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang

berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta 8 Oktober 2016

Penulis

Benny Ismail

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. I

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................... II

LEMBAR PERNYATAAN......................................................................... III

ABSTRAK.................................................................................................... IV

KATA PENGANTAR.................................................................................. V

DAFTAR ISI................................................................................................ VI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah................................................... 1

B. Identifikasi Masalah......................................................... 9

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah................................. 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................10

E. Kajian Studi Terdahulu.................................................... 11

F. Kerangka Konseptual....................................................... 15

G. Metode Penelitian............................................................ 16

H. Sistematika Penulisan...................................................... 21

BAB II : PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG

KESEHATAN

A. Hak Mendapatkan Layanan Kesehatan........................... 23

B. Hak Perlindungan Konsumen.......................................... 27

C. Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Bidang

Kesehatan......................................................................... 33

BAB III: PENGATURAN TENTANG SEDIAAN FARMASI

TERKAIT “CPOTB”

A. Tinjauan Umum BPOM Nasional.................................... 36

1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM...................... 36

2. Fungsi dan Wewenang BPOM.................................. 37

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

3. Prinsip Dasar SisPOM............................................... 39

4. Visi Dan Misi BPOM................................................ 40

5. Struktur Organisasi.................................................... 40

B. Syarat-Syarat Izin Edar Sediaan Farmasi........................ 41

C. Pengaturan Terkait Cara Pembuatan Obat Tradisional

Yang Baik (CPOTB)........................................................47

BAB IV: ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM

PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS

KESALAHAN PROSES CPOTB

A. Tanggung Jawab Hukum Atas Kesalahan CPOTB Yang

Dilakukan Produsen Obat Tradisional..... ....................... 53

1. Pertanggungjawaban Hukum Produsen obat

tradisional dan Etika Usaha....................................... 57

2. Tanggung Jawab Hukum Produsen Obat Tradisional

Atas Kesalahan CPOTB Menurut Undang-

Undang Kesehatan dan Peraturan Lainnya............... 61

3. Penyelesaian sengketa melalui Jalur Litigasi............ 65

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................... 68

B. Saran................................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 72

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dilema dan tantangan penegakan hak konsumen di Indonesia

tampaknya senantiasa mengalami jalan yang berliku-liku dan penuh

rintangan. Persoalan penegakan hak dalam belantara struktur masyarakat

Indonesia masih merupakan hal yang dilematis, meskipun ada banyak

harapan dan tantangan. Susunan dan warna dasar masyarakat yang

berwujud institusi sosial, politik dan ekonomi merupakan rambu-rambu

yang menjadi perintang dalam penegakan hak seseorang.

Sebab, sistem sosial tersebut mempunyai pengaruh yang sangat

mendasar terhadap prospek kehidupan seseorang1. Setelah kemerdekaan

Republik Indonesia hingga tahun 1999, Undang-Undang Indonesia belum

mengenal istilah perlindungan konsumen2. Namun peraturan perundang-

undangan di Indonesia berusaha untuk memenuhi unsur-unsur

perlindungan konsumen. Kendatipun demikian, peraturan perundang-

undangan tersebut belum memiliki ketegasan tentang hak-hak konsumen.

Berbagai upaya yang dilakukan antara lain merancang Undang-undang

yang khusus menitik beratkan pada perlindungan konsumen melalui

rancangan naskah akademik oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

1 Andi Baso Zohra, Langkah Perempuan Menuju Tegaknya Hak-Hak Konsumen,

(Makasar: Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan, 2000), h. 2.

2 Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2003), h. 7.

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

2

Pada tahun 1999 lahirlah Undang-Undang perlindungan konsumen

yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yang bertujuan untuk memberikan kepastian dan keadilan

hukum bagi konsumen untuk memperjuangkan serta menjaga hak-hak

yang menempel pada diri konsumen. Perihal tanggung jawab produsen

dalam memenuhi hak-hak konsumen yang mana pada pokoknya harus

diatur agar para pelaku usaha dan/atau produsen tidak melakukan hal-hal

yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu lahirnya Undang-Undang

Tentang Perlindungan Konsumen telah membawa angin segar untuk dunia

bisnis Indonesia.

Dalam beberapa kasus banyak ditemukan tindakan curang atau

pelanggaran produsen yang merugikan konsumen bukan hanya dari segi

kualitas barang namun juga efek buruk untuk kesehatan hingga

menyebabkan kematian. Kesadaran hukum sebagai kontrol, mengambil

andil besar dalam permasalahan kesadaran hukum yang bukan merupakan

masalah baru, tetapi menjadi permasalahan hampir diseluruh pelaksanaan

politik negeri ini, mulai pada masa Orde Lama, Orde Baru maupun masa

transisi “Reformasi”.

Kesadaran hukum tidak hanya ditujukan kepada masyarakat yang

dikatakan kurang sadar hukum, tetapi juga aparat penegak hukum3.

Kesadaran hukum pada dasarnya merupakan kontrol agar hukum dibuat

dan dilaksanakan sebaik mungkin. Oleh karena itu perlu adanya usaha-

3Nur Rohim Yunus, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, (Jakarta:

Jurisprudence press, 2012), h. 94.

Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

3

usaha kearah pembinaan kesadaran hukum yang berorientasi kepada

penanaman pemasyarakatan nilai-nilai yang mendasar dari sebuah aturan.

Berikut adalah beberapa kasus pelanggaran yang dilakukan produsen.

1. Sebanyak 1,5 ton mi kuning mengandung formalin ditemukan di Pasar

Bulak Klender, Jakarta Timur. Temuan ini merupakan hasil

penelusuran adanya jajanan mengandung zat berbahaya ketika

menggelar razia makanan pada Ramadan beberapa waktu lalu.4

2. Sebuah pabrik Tahu yang terletak di Jl Raya Hankam Gang Sunter RT

007/005 Jatimurni, Pondok Melato, Bekasi, digerebek aparat Subdit

Industri dan Perdagangan (Indag) Ditrreakrimsus Polda Metro Jaya.

pengolahan Tahu di pabrik milik SM (30) itu menggunakan formalin.

Petugas kemudian melakukan pengujian bersama BPOM "Hasil

pengujian ternyata Tahu di pabrik 'NJM' ini positif mengandung

formalin.5.

3. Kasus penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy6

(Bupivacaine HCl) produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma Tbk.

Karena telah terjadi kelalaian dalam hal CPOB (Cara Pembuatan Obat

4 http://metro.sindonews.com/read/1127287/170/1-5-ton-mi-kuning-berformalin-beredar-

di-pasar-bulak-klender-1469789770 Artiker Ini Di Akses Pada Tanggal 6 Agustus 2016 Pukul

23:00

5 http://news.detik.com/berita/3087904/polisi-gerebek-pabrik-tahu-berformalin-di-bekasi,

Artikel Ini DI Akses Pada Tanggal 7 Agustus 2016 Pukul 16:00.

6 http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/256/Penjelasan-Badan-POM-Tentang-

Kejadian-Tidak-Diinginkan-Yang-Serius-Terkait-Injeksi-Buvanest-Spinal.html, Artikel Ini Di

Akses Pada Tanggal 7 Agustus 2016, Pukul 16:10.

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

4

yang Baik) yang menyebabkan meninggalnya dua pasien setelah

disuntikan obat bius tersebut, Kata Menteri Kesehatan Nila Djuwita

4. Obat tradisional hwang di dong chong xia cao kapsul produksi dari PT

Multi Usaha Sentosa yang telah dicabut izin edarnya oleh BPOM,

mengandung bahan kimia obat berbahaya yang disebabkan tidak sesuai

dosis atau anjuran dokter yang menyebabkan trombositopenia

(kekurangan trombosit) mengakibatkan muntah darah, pendarahan

pada lambung, urin dan feses berdarah.7

Perkembangan ekonomi yang pesat merupakan faktor pendukung

yang harus dipertimbangkan secara serius karena telah menghasilkan

beragam jenis dan variasi barang dan/atau jasa. Dengan dukungan

teknologi dan informasi, perluasan ruang, gerak, dan arus transaksi barang

dan/atau jasa yang ditawarkan menjadi lebih variatif. Konsumen dituntut

agar lebih cermat dalam memilih dan memilah mana produk yang baik dan

mana yang tidak, selain itu tidak semua konsumen mempunyai

kemampuan yang baik dalam menyeleksi produk terutama pada produk

tertentu.

Ketidakberdayaan konsumen dalam menghadapi produsen jelas

sangat merugikan kepentingan rakyat8. Pada umumnya produsen

berlindung dibalik informasi semu yang diberikan oleh produsen kepada

konsumen dalam produk yang disajikan. Hal tersebut bukan menjadi

7 Lampiran Public Warning Badan POM RI, Tahun 2013

8 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013), h. 11.

Page 15: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

5

gejala regional saja, tetapi sudah menjadi persoalan global yang melanda

seluruh konsumen dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini menjadikan

betapa pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen sebagai dasar hukum

dalam menjaga dan membela hak-hak konsumen.

Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen

berperan aktif dalam melindungi hak-hak konsumen, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang di inginkan

3. Hak atas informasi yang benar, Jelas dan jujur dan mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa

4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakannya

5. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen sesuai

dengan amanat Undang-Undang

7. Hak diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur secara tidak

diskriminatif.

Page 16: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

6

8. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang lainnya selama

tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia disingkat YLKI

adalah organisasi non-pemerintah dan nirlaba yang didirikan di Jakarta

pada tanggal 11 Mei 1973) menambahkan satu hak dasar lagi sebagai

pelengkap hak-hak dasar konsumen tersebut diatas yaitu hak mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat sehingga keseluruhannya dikenal

sebagai “Panca Hak Konsumen” yang berarti pemerintah Indonesia

melalui regulasinya melakukan suatu upaya perlindungan terhadap

konsumen dari perilaku produsen yang dapat merugikan konsumen pada

hal-hal tertentu.9

Meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,

kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang

sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate

governance10

(Tata Kelola Perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan,

kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,

pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata

kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku

9 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000),

h.16.

10

https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan, artikel ini diakses pada tanggal

22 Maret 2016, pukul 14:30

Page 17: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

7

kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan

perusahaan Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah

pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi.

Demi tercapainya pengawasan produk yang sesuai dengan standar

“CPOTB”

Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang baik, perusahaan

dan/atau produsen obat dituntut lebih teliti dalam memproduksi maupun

memasarkan produknya sesuai dengan 11

Peraturan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011

Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.

Produsen obat diharuskan memenuhi hak atas informasi mengenai produk

yang di produksi dan hak lainnya secara lebih detil. Menurut Prof. Hans

W.Micklitz12

, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat

ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat

komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha

memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas

informasi). Kedua, kebijakan kompensatoris yaitu kebijakan yang

berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas

keamanan dan kesehatan). 13

11

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2010),h. 1.

12

RUUPK di mata Pakar Jeman, Warta Konsumen Tahun XXIV No.12 (Desember, 1998),

h. 33-34.

13

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), h.

49.

Page 18: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

8

Saat ini di Indonesia khususnya perihal pengawasan obat-obatan

yang beredar di masyarakat maupun rumah sakit dan produsen obat masih

kurang, oleh karenanya pemerintah bersama lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat, dituntut lebih aktif lagi dalam proses

pengawasan. Juga terkait kehalalan produk sampai dengan keamanan

pemakaian oleh konsumen. Tidak sedikit konsumen yang berkeinginan

untuk mendapatkan keadaan lebih baik, justru mengalami sebaliknya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

dan Peraturan-kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Terkait dengan

pengaturan obat tradisional dalam penerapannya harus lebih ditingkatkan,

dari proses pelaksanaan maupun aplikasinya yang kurang maksimal, atau

dengan kata lain peraturan yang ada di dalam Undang-Undang belum

sesuai dengan implementasi yang ada.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis ingin

mengetahui lebih dalam mengenai pengaturan terkait perlindungan

konsumen tentang kesalahan “CPOTB” oleh produsen obat serta upaya

hukum apakah yang dapat dilakukan konsumen untuk mendapatkan

perlindungan terhadap hak-haknya yang didasari oleh UUPK Nomor 8

Tahun 1999, penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan hasil tulisan

berbentuk skripsi maupun sebuah karya ilmiah yang berjudul

“PERTANGGUNGJAWABAN PRODUSEN OBAT TRADISIONAL

ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

Page 19: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

9

KONSUMEN (Kajian Terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen).

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah cara produsen obat tradisional dalam menjamin hak

kesehatan mengkonsumsi obat tradisional.?

2. Bagaimanakah tanggung jawab hukum produsen obat tradisional

terhadap produk yang mengandung BKO setelah diterbitkannya public

warning ?

3. Perlindungan seperti apakah yang akan didapatkan oleh konsumen

dalam mengkonsumsi obat tradisional.?

4. Bagaimanakah peranan pemerintah dalam mengedukasi masyarakat

untuk lebih mengutamakan unsur kehati-hatian dalam mengkonsumsi

obat tradisional.?

5. Bagaimanakah mekanisme pembuatan obat tradisional yang baik dan

tidak membahayakan konsumen ?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat cukup luasnya pembahasan mengenai perlindungan

konsumen, maka dalam penelitian skripsi ini penulis membatasi hanya

membahas perlindungan konsumen dalam hal pertanggungjawaban

hukum produsen obat tradisional atas kesalahan “CPOTB” yang di atur

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Page 20: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

10

Kesehatan. Serta Peraturan Kepala BadanPOM RI Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang dan pembatasan masalah

yang telah dijelaskan penulis, permasalahan yang sedang melanda

Indonesia dewasa ini adalah lemahnya perlindungan terhadap hak-hak

konsumen yang seolah-olah hanya menjadi perahan laba untuk

produsen tanpa memperhatikan keamanan, kenyamanan, dan

keselamatan konsumen terutama dibidang obat dan makanan.

Minimnya pengetahuan konsumen perihal produk obat yang nantinya

dikonsumsi. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis

menyajikan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimanakah Tanggung jawab hukum produsen obat tradisional

atas produk cacat yang membahayakan ?

b. Bagaimakah mekanisme tanggung jawab hukum produsen obat

tradisional menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas adapun tujuan dari penelitian

ini adalah:

Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum produsen obat

tradisional atas kesalahan dalam proses “CPOTB”

Page 21: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

11

Untuk mengetahui mekanisme pertanggungjawaban hukum

produsen obat tradisional menurut Undang-Undang Perlindungan

Konsumen

Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis.

1. Untuk lebih memperkaya ilmu penulis baik di bidang hukum

maupun di bidang bisnis terkait bidang kesehatan.

2. Untuk mengeleborasikan ilmu yang diperoleh penulis di

perkuliahan dengan fakta hukum yang terjadi di masyarakat.

3. Untuk menambah khasanah keilmuan di bidang hukum bisnis

bagi pembacanya.

b. Manfaat Praktis.

1. Penelitian ini bermanfaat bagi praktisi hukum, pengamat, dan

mahasiswa ilmu hukum khususnya tentang hukum

perlindungan konsumen yang berkaitan dengan obat tradisional

2. Agar penelitian ini menjadi perhatian dan dapat digunakan bagi

semua pihak khususnya yang hidup di lingkungan hukum

bisnis.

E. Kajian Studi Terdahulu

Pernah ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan fenomena

perlindungan konsumen khususnya terkait kesehatan konsumen dengan

hal yang akan di teliti oleh penulis, beberapa karya tersebut antara lain :

Page 22: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

12

No. Judul Tentang Perbedaan

1. Skripsi Berjudul: Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen

Produk Pangan Dalam

Kemasan Tanpa Label Halal

Pada Usaha Kecil. Disusun

oleh Inayatul Aini.

NIM : 109048000075

Tahun: 1435 H/ 2015 M

Skripsi tersebut membahas

tentang keharusan

pencatuman label halal pada

setiap produk pangan yang

diperdagangkan khususnya

produk industri rumahan

tanpa label dan informasi

pada kemasan, dengan

menggunakan Teori Caveat

Emptor sebagai konsep

dengan metode penelitian

yuridis normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup

kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridis empiris

Page 23: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

13

2. Skripsi yang berjudul:

“Perlindungan Hukum.. Bagi

Pasien Korban.. Malpraktek

(Analisis….Putusan Pengadil

an Negeri Jakarta Pusat Nomor

287/PDT.G/2011). Disusun

oleh Verina Pradita Agusti

NIM : 1111048000082

Tahun : 1436 H/2015 M.

Skripsi tersebut membahas

tentang Perlindungan

Hukum bagi

Konsumen/Pasien Koban

Malpraktek dan perbedaan

dengan resiko medis.

Penelitian ini menggunakan

Teori kausalitas Dengan

menggunakan metode

penelitian yuridis normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup

kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridemp

Page 24: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

14

3. Buku yang berjudul “Proses

Penyelesaian Sengketa

Konsumen Ditinjau dari

Hukum Acara Serta Kendala

Implementasinya14

Buku ini membahas tentang

dilema penegakan hukum

sengketa konsumen tentang

objek halal suatu produk

juga tentang gugatan yang

diajukan konsumen. Dengan

menggunakan teori

efektifitas dan dengan

menggunakan metode

penelitian yuridis normatif.

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup

kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridis empiris

14

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum

Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 15.

Page 25: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

15

4. Jurnal Perlindungan Hukum

Terhadap Konsumen Atas

Penjualan Obat Obatan Ilegal

Secara Online. Oleh : Rizka

Annisa Ilham

Jurnal ini membahas tentang

peredaran obat-obatan

illegal secara online yakni

kegiatan E-Commerce, yang

mana obat-obatan tersebut

selain illegal juga banyak

ditemukan pemalsuan obat

yang berbahaya bagi

konsumen. Teori yang

digunakan adalah relatifitas

dengan metode penelitian

normatif

Sedangkan perbedaan

dengan Skripsi Penulis

membahas Pertanggung

jawaban produsen obat

tradisional pada lingkup

kesalahan “CPOTB” oleh

produsen untuk produk

BKO berdasarkan

Undang-undang Nomor 8

Tahun 1999 dengan

menggunakan teori

efektifitas dan teori caveat

venditor dengan metode

penelitian yuridis empiris

F. Kerangka Konseptual

Untuk lebih memahami isi daripada penelitian ini, maka akan

diuraikan beberapa istilah yang akan digunakan dalam penulisan penelitian

ini agar tidak terjadinya interpretasi, sebagai berikut :

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen

Page 26: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

16

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia

dalam masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum

Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai

bidang ekonomi

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik yang selanjutnya

disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat

tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi mutu yang ditetapkan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

Industri Obat Tradisional adalah industri yang membuat semua bentuk

sediaan obat tradisional.

Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan

kosmetika

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual,

maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara social dan ekonomis.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian.

Page 27: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

17

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dimana yang dikaji

adalah aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun

kaidah lainnya.15

2. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu

tentu merupakan pendekatan undang-undang (statute approach), karena

dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa regulasi perundang-

undangan sebagai pendekatannya seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Kepala BadanPOM RI Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik dan peraturan-peraturan terkait.16

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber penelitian pada skripsi ini antara lain mencakup bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum (tertier).

a. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan acuan bidang hukum atau rujukan hukum syakni

aturan perundang-undangan terkait perlindungan konsumen,

15

Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, cet 1 ( Jakarta : Tim Pengajar, 2005), h. 9. 16

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Cet II ( Jakarta : PT RINEKA CIPTA, 1998), h. 21.

Page 28: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

18

yurisprudensi, perjanjian Internasional, traktat, dan peraturan lain

terkait dengan penelitian ini. Sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen.

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998

Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Presiden Republik Indonesia

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001

Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001

Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007

Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.

7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia No. 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001 Tentang

Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen

8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor

Hk.03.1.23.02.12.1248 Tahun 2012 Tentang Kriteria Dan Tata

Cara Penarikan Obat Tradisional Yang Tidak Memenuhi

Persyaratan.

Page 29: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

19

9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor

Hk.04.1.33.02.12.0883 Tahun 2012 Tentang Dokumen Induk

Industri Farmasi Dan Indurstri Obat Tradisional

10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 28

Tahun 2013 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan

Obat Tradisional Bahan Suplemen Kesehatan, Dan Bahan Pangan

Ke dalam Wilayah Indonesia

11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan

Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan

b. Bahan Hukum Sekunder

hukum sekunder erat kaitannya dengan bahan hukum primer

demi kepentingan analisis penarikan kesimpulan dan pengelompokan

data seperti pendapat dan doktrin-doktrin para sarjana hukum, jurnal

hukum, hasil karya tulisan para ahli hukum, artikel, surat kabar,

majalah hukum, makalah atau karya ilmiah dibidang hukum dan

sebagainya yang berguna bagi penelitian.

c. Bahan Non Hukum (Tertier)

Yakni bahan hukum yang membantu penulis dalam hal

pengumpulan data dapat berupa kamus, ensiklopedi, berita, catatan,

ataupun yang dapat menjelaskan bahan hukum primer.

d. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Page 30: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

20

Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi

ini, maka penulis menggunakan cara penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu suatu metode pengumpulan dengan cara membaca

atau merangkai buku-buku, peraturan perundang-undangan dan

sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan objek

penelitian., sebagaimana kita telah ketahui bahwa dalam penelitian

paling sedikit tiga jenis alat pengumpulan data yakni studi dokumen

bahan pustaka, observasi, dan wawancara. Penulis menggunakan studi

dokumen bahan pustaka dalam penelitian yaitu bahan yang

diperuntukan sebagai acuan analisis dan pembahasan terkait kesalahan

proses CPOTB oleh pelaku usaha dalam hal ini adalah produsen

obat.17

e. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

Berbagai bahan hukum yang penulis peroleh dalam melakukan

penelitian hukum melalui pendekatan normatif, aturan perundang-

undangan, serta dari buku, surat kabar, website resmi, tentang

tanggung jawab produsen obat tradisional terkait hal yang

menyebabkan obat tradisional mengandung bahan berbahaya

difokuskan kepada rumusan masalah yang akan diteliti setelah itu di

analisa secara mendalam dengan mengaitkan segala data yang didapat

dari hasil studi dokumen dan peraturan-perundang-undangn terkait,

tentang masalah-masalah yang akan di teliti, kemudian dijabarkan dan

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI

Press), 1986), h. 21.

Page 31: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

21

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan

yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang timbul dan

dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum ini dilakukan

secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari permasalahan yang

bersifat umum terhadap masalah yang di khususkan oleh penulis.

sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan untuk pertimbangan

hukum dalam mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atau produsen

obat tradisional.

4. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “petunjuk penulisan skripsi

Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2012” dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing

bab terdiri dari beberapa subbab sesuai pembahasan, berikut perinciannya :

Bab pertama, penulis menguraikan mengenai alasan dalam

pemilihan judul atau latar belakang masalah. Selain itu, diuraikan juga

mengenai latar belakang masalah, dilanjutkan dengan batasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan terdahulu,

(Review) kajian studi terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis akan melakukan pembahasan umum mengenai

Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Kesehatan yang menguraikan

mengenai teori perlindungan konsumen terkait hak mendapatkan

kesehatan dan lingkungan yang sehat, keharusan adanya perlindungan bagi

Page 32: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

22

konsumen, perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan, hak dan

kewajiban konsumen, hukum perlindungan konsumen dalam bidang

kesehatan.

Bab ketiga, penulis akan menjelaskan mengenai pengaturan

tentang sediaan farmasi juga Badan Pengawas Obat dan Makanan yang

menguraikan beberapa hal penting seperti dasar hukum industri farmasi di

Indonesia, syarat mendirikan industi farmasi di Indonesia, dasar hukum

terbentuknya BPOM, tujuan dan manfaat dibentuknya BPOM, struktur

organisasi BPOM, dan pengaturan terkait cara pembuatan obat tradisional

yang baik “CPOTB”

Bab keempat, yaitu tentang Analisis Terkait Pertanggungjawaban

Produsen Obat Tradisional Atas Kesalahan Proses “CPOTB” yang

menguraikan analisa akibat hukum bagi produsen dan atau industri farmasi

dalam hal terjadi kesalahan “CPOTB”, Peran pemerintah dalam

mengawasi dan mencegah beredarnya obat tradisional yang tidak sesuai

“CPOTB” serta mekanisme apa saja yang bisa dilakukan oleh produsen

dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Bab kelima, yaitu penutup Penulis akan menguraikan kesimpulan

yang diambil dari penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan

masalah yang telah disusun sebelumnya, dan juga saran-saran yang

dibagikan penulis dengan para pembaca.

Page 33: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

23

BAB II

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM BIDANG

KESEHATAN

A. Hak Mendapatkan Layanan Kesehatan.

Definisi dari hukum perlindungan konsumen dapat dimaknai

secara keseluruhan maupun dalam artian terpisah yang akan disatukan

kemudian. Perlindungan hukum bila diartikan secara harfiah bisa

menimbulkan banyak pengertian seperti perlindungan hukum yang berarti

perlindungan terhadap suatu hukum tertentu agar tidak di tafsirkan secara

berbeda dan terpisah-pisah dari tujuan hukum itu sendiri guna

implementasinya yang optimal atau perlindungan hukum dalam artian

bahwa perlindungan yang diberikan oleh hukum akan sesuatu hal atau

seseorang.

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer

(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari

consumer atau consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada.

Secara harfiah arti kata consumer itu adalah”(lawan dari produsen) setiap

orang yang menggunakan barang”. Tujuan penggunaan barang atau jasa

itu nanti menentukan termasuk konsumen mana pengguna tersebut.18

Kata

konsumen juga sering dipergunakan dalam percakapan sehari-hari.

18

AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, cet. II, (Jakarta :

Diadit Media, 2002), h. 3.

Page 34: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

24

Berbagai pengertian tentang “konsumen” yang dikemukakan baik dalam

rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Maupun dalam

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat ditemukan pada kedua hal

tersebut.19

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 Angka 2

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersebut dalam masyarakat , baik bagi kepentingandiri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

Secara lengkap pengertian dari perlindungan konsumen yang terdapat pada

kutipan UUPK Pasal 1 Angka 1 yaitu Perlindungan Konsumen adalah

segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi

perlindungan kepada konsumen, secara jelas merupakan aturan yang

mewakili sebagian besar hak konsumen

Kesehatan adalah hak yang melekat pada manusia karena

kelahirannya sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bukan sebagai

pemberian negara namun karena kelahirannya sebagai manusia. Dalam

konteks religius hak-hak ini merupakan karunia Tuhan. Definisi Kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial

yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis (Pasal 1 Point 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan)

Pelayanan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan baik perorangan maupun kelompok atau

kelompok masyarakat secara keseluruhan. Pelayanan kesehatan adalah

19

Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, cet.

II, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 19.

Page 35: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

25

setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan/atau msyarakat.20

Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai

kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain yang telah diakui

secara Internasional. Hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan

kehidupan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan

perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal

Declaration of Human Right menyatakan hal itu sebagai berikut:

Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya

Perkembangan konsepsi hak asasi manusia telah menempuh tiga

tahap, sehingga hak asasi manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga

kategori, yaitu hak asasi manusia generasi pertama, generasi kedua, dan

generasi ketiga. Hak asasi manusia generasi pertama adalah hak-hak asasi

manusia dalam bidang sipil dan politik, yang oleh T. Koopmans disebut

sebagai de klassieke grondrechten (hak-hak dasar yang klasik). Karakter

hak asasi manusia generasi pertama tersebut adalah negatif, Hak asasi

20

Abdul Bari Syaifudin, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan

Neonatal, (Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2002), h. 17.

Page 36: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

26

manusia generasi kedua yang disebut oleh T.Koopmans21

sebagai de

sociale grondrechten (hak-hak dasar sosial), sedangkan hak asasi manusia

generasi ketiga ialah yang dikenal dengan sebutan “solidarity rights”, yang

memaknai hak asasi manusia bagi pembangunan kesejahteraan masyarakat

Meskipun pada masa itu hak asasi manusia terpusat hak-hak sipil dan

politik tetapi diakui tigak yang sangat mendasar yaitu hak hidup (Life),

hak Kemerdekaan (Liberty) , dan kepemilikan (Property)22

Hak atas kesehatan dalam hubungannya dengan kategori hak asasi

manusia tersebut, sering dimasukkan dalam hak asasi manusia generasi

kedua dan hak asasi manusia generasi ketiga. Apabila hak atas kesehatan

tersebut dikaitkan dengan “kesehatan individu”, dia masuk ke dalam hak-

hak ekonomi, sosial dan budaya, tetapi jika terkait dengan “kesehatan

masyarakat”, dia masuk ke dalam hak atas pembangunan.

Menurut

Muladi, kategori hak asasi manusia generasi ketiga diberikan kepada hak-

hak kolektif atas dasar solidaritas antar umat manusia berlandaskan rasa

persaudaraan dan solidaritas yang sangat dibutuhkan. Hak asasi manusia

ini mencakup the right development, right to peace and the right to

healthy. 23

21

Sri Soemantri, Refleksi HAM di Indonesia, Makalah Penataran Hukum Humanoiter

Internasional dan Hukum HAM, kerjasama Fakultas Hukum UGM dan ICRC, Juni 1998, h. 5.

22

James W.Nickel, Making Sense Of Human Rights, Terjemahan Titis Eddy

Arini,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1996), h. 5.

23

Muladi, Sumbang Saran Perubahan UUD 1945, (Yayasan Habibie Center, 2004), h. 63.

Page 37: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

27

Indonesia mengakomodir hak kesehatan atas setiap warga negara

yang terdapat dalam, Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

menyatakan : bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak atas

kesehatan, artinya kesehatan sebagai kebutuhan dasar manusia merupakan

hak bagi setiap warga negara. ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-undang

Nomor-36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.24

B. Hak Perlindungan Konsumen

Hak perlindungan konsumen dimaknai dengan kepentingan para

pihak yang berada dalam ruang lingkup hukum perlindungan konsumen,

namun dalam hal ini konsumen adalah pihak yang berada pada posisi

tawar rendah, berikut adalah penjabaran mengenai hak dan kewajiban

konsumen :Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy25

, pernah

mengemukakan empat hak dasar konsumen, yaitu:

1. The right to safe product

2. The right to be informed about product

3. The right to definite choices in selecting product

4. The right to be heard regarding consumer interest

Setelah itu, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248

Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, (Guide Lines For

24

http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/kesehatan sebagai hakasasi-

manusia .pdf Artikel Ini Di Akses Pada Tanggal 5 Mei 2016, Pukul 11:00.

25 John F. Kennedy, Declaration Of Consumer Right, 15 Maret 1962.

Page 38: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

28

Consumer Protection) juga merumuskan berbagai kepentingan

konsumen yang perlu dilindungi, yaitu meliputi:

a. Perlindungangan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap

kesehatan dan keamanannya

b. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat

sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;

d. Pendidikan konsumen

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau

organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan

kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya

dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut

kepentingan mereka.26

Hak dan kewajian konsumen terdapat pula pada Undang-Undang

Perlindungan Konsumen pada pasal 4 sebagai berikut: Pada Pasal 4 “Hak

konsumen, adalah:

Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa;

26

Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan

Perkembangan Pemikiran, (Bandung: Nusa Media, 2008), h. 22.

Page 39: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

29

Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai

dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan

Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan

lainnya.

Hak-hak konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUPK

lebih luas daripada hak-hak dasar konsumen sebagaimana pertama kali

dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F Kennedy27

di depan

kongres pada tanggal 15 Maret 1962, sedangkan dalam Rancangan

Akademik Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen yang

27

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 40.

Page 40: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

30

dikeluarkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Departemen

Perdagangan dikemukakan enam hak dasar konsumen, yaitu empat hak

dasar yang disebut pertama, ditambah dengan hak untuk mendapatkan

barang sesuai dengan nilai tukar dan hak mendapat penyelesaian hukum.

a. Hak atas keamanan dan keselamatan

Hak atas keamananan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk

menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan

barang atau jasa yang diperolehnya.

b. Hak untuk memperoleh informasi

Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya

informasi yang disampaikan kepada konsumen ini dapat juga

merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan

cacat instruksi atau cacat karena informasi yang tidak memadai.

c. Hak untuk memilih

Hak untuk memilih dimaksudkan untuk memberikan kebebasan

kepada konsumen untuk memilih produk-produk tertentu sesuai

dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan pihak dari luar. Berdasarkan

itu maka ketentuan yang dapat membantu penegakan hak tersebut

dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik

dalam pasal 19 maupun Pasal 25 ayat (1). Pasal 19 Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 Menentukan bahwa

Page 41: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

31

“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik

sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

berupa:

1. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk

melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang

bersangkutan

2. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya

untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya itu

3. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa

pada pasar yang bersangkutan

4. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu

5. Hak untuk didengar

d. Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak

dirugikan lebih lanjut, atau hak untuk menghindarkan diri dari

kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang

berkaitan dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang

diperoleh tentang produk tertentu kurang memadai.

e. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup Hak ini merupakan hak yang

sangat mendasar, karena menyangkut hak untuk hidup. Dengan

demikian, setiap orang (konsumen) berhak untuk memperoleh

kebutuhan dasar (barang atau jasa) untuk mempertahankan hidupnya

Page 42: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

32

(secara layak). Hak-hak ini terutama yang berupa hak atas pangan,

sandang, papan, serta hak-hak lainnya yang berupa hak untuk

memperoleh pendidikan, kesehatan, dan lain lain.

f. Hak untuk memperoleh ganti kerugian

Hak atas ganti kerugian ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan

yang telah menjadi rusah (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan

barang atau jasa yang tidak memenuhi harapan konsumen. Hak ini

sangat terkait dengan penggunaan produk yang telah merugikan

konsumen, baik yang berupa materi, maupun yang menyangkut diri

(sakit, cacat, bahkan kematian) konsumen.

g. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar

konsumen memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang

diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan

produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut, konsumen

akan dapat menjadi lebih kritis dalam memilih suatu produk yang

dibutuhkan.

h. Hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat;Hak atas

lingkungan yang bersih dan sehat ini sangat penting bagi setiap

konsumen hak ini ada dalam Pasal 5 UU Nomor 23 Tahun 1997.

i. Hak untuk mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar yang

diberikannya Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari

kerugian akibat permainan harga secara tidak wajar. Karena dalam

Page 43: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

33

keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar harga suatu barang

yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas

barang atau jasa yang diperolehnya. Penegakan konsumen ini

didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.28

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai Penyeimbang

(balance), konsumen juga diwajibkan untuk: 29

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut. Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri

memperoleh perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya.

C. Hukum Perlindungan Konsumen Bidang Kesehatan

Perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan yang dimaksud

adalah perlindungan terhadap manusia agar kesehatannya tidak menurun

28

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 41-45.

29

Abdul Halim Barakatullah, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian Teoritis dan

Perkembangan Pemikiran, (Bandung : Nusa Media, 2008), h. 28.

Page 44: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

34

atau hilang sebagai akibat penggunaan produk. Perlindungan konsumen

bidang kesehatan ini sangat penting bagi konsumen, sehingga perlu bagi

setiap konsumen. Begitu pentingnya hal ini, maka dalam WTO dijadikan

suatu bahasan tersendiri, yaitu persetujuan tentang Pelaksanaan Tindakan

Perlindungan Kesehatan Manusia, Hewan dan Tumbuh-tumbuhan

(selanjutnya disebut perlindungan kesehatan manusia), yang mana salah

satu ketentuan yang terkandung didalamnya adalah perlindungan

kesehatan manusia yang didasarkan pada bukti Ilmiah.30

Ketentuan yang menghendaki perlindungan kesehatan manusia

didasarkan pada bukti ilmiah dimaksudkan agar suatu Negara anggota

tidak memperlakukan secara berlebihan terhadap produk Negara lain

dengan dalih tindakan perlindungan kesehatan manusia. Apabila dikaitkan

dengan UUPK, maka dalam UUPK tidak ditemukan ketentuan khusus

menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan konsumen, dan hanya

menyebutkan kata keamanan dan keselamatan konsumen pada uraian

tentang asas perlindungan konsumen dan hak konsumen tanpa uraian lebih

lanjut.31

Ketentuan mengenai perlindungan kesehatan bagi konsumen diatur

lebih khusus pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan, berdasarkan ketentuan yang ada, pengawasan terhadap produk

yang berkaitan langsung dengan kesehatan manusia, baik yang berupa

30

Lampiran IA persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.

31

Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 184.

Page 45: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

35

makanan/minuman maupum sediaan farmasi (obat-obatan, kosmetik dan

alat kesehatan) 32

dilakukan dalam berbagai tahap, baik mengenai bahan,

cara produksi, lingkungan produksi, pengangkutan, dan lain-lain, sehingga

apabila berbagai ketentuan tersebut dilaksanakan dengan baik maka

konsumen akan terlindungi.

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam

pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial.

Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan

melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan

secara menyeluruh yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.

.33

32

Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 193

33

Cecep Triwibowo, Etika & Hukum Kesehatan, (Yoyakarta: Nuha Medika, 2014), h. 13.

Page 46: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

36

BAB III

PENGATURAN TENTANG SEDIAAN FARMASI TERKAIT

CPOTB

A. Tinjauan Umum BPOM Nasional

1. Pengertian dan Latar Belakang BPOM

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan

yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia,

makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan

teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi

dalam skala yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan

cakupan yang sangat luas. Dengan dukungan kemajuan teknologi

transportasi dan penghalang yang makin tipis dalam perdagangan

internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang amat

singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi

yang sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud

cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup

masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan

masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan

menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan

dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk

mengkonsumsi secara berlebihan dan seringkali tidak rasional.

Page 47: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

37

Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan

internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya

meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan

keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau

terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan

berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.

Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat

dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu

mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud

untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya

baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM

yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan

penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. 34

2. Fungsi Dan Wewenang BPOM

Berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun

2001, BPOM mempunyai fungsi :

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

pengawasan Obat dan Makanan.

b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan

Makanan.

c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.

34

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/latarbelakang Artikel Ini Diakses Pada

Tanggal 15 Juli 2016, Pukul 11:00.

Page 48: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

38

d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap

kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan

Makanan.

e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di

bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata

laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian,

perlengkapan dan rumah tangga.

3. Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)

Berasarkan Pasal 3 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun

2014, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM mempunyai fungsi:

a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.

b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat

adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan

bahan berbahaya.

c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian

mutu produk secara mikrobiologi.

d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi

tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM.

Page 49: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

39

f. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.

h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

i. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala

BadanPengawas Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang

tugasnya.35

4. Prinsip Dasar SisPOM

a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.

b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis

bukti-bukti ilmiah.

c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh

siklus proses.

d. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja

internasional.

e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat

yang berkolaborasi dengan jaringan global.

g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.36

5. Visi: Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat

dan Daya Saing Bangsa.

35

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/fungsi. artikel ini diakses pada tanggal 15

Juli 2016, pukul 11:00.

36

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/prinsipdasar. artikel ini diakses pada

tanggal 15 Juli 2016, pukul 11:00.

Page 50: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

40

Misi

a. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis

risiko untuk melindungi masyarakat

b. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan

keamanan Obat dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan

pemangku kepentingan.

c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM.37

6. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan

Strukturisasi organisasi pada BPOM diawali dengan Kepala

BPOM selaku pimpinan membawahi beberapa bagian yang

mempunyai porsi khusus dalam tugas dan fungsinya sebagai pejabat

BPOM gambaran struktur organisasi yang terdapat pada BPOM

Republik Indonesia yang bersumber dari laman resmi BPOM dengan

data dan informasi yang bersumber dari staf fungsional Badan POM RI

dapat dilihat melalui website (http ://www.pom.go.id).

B. Syarat-Syarat Izin Edar Sediaan Farmasi

Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi

kriteria menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor

007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

37

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/visimisi. artikel ini diakses pada tanggal 15

Juli 2016, pukul 11:00.

Page 51: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

41

2. Dibuat dengan menerapkan CPOTB

3. Memenuhi persyaratan farmakope herbal Indonesia atau persyaratan

lain yang diakui

4. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun menurun, dan/atau

secara ilmiah

5. Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak

menyesatkan

Dalam upaya mendapatkan izin edar sediaan farmasi, produsen

obat tradisional harus mendaftarkan produknya ke Badan Pengawas Obat

dan Makanan dengan melakukan berbagai prosedur yang diperlukan agar

obat tradisional atau sediaan farmasi yang di produksi menjadi aman,

bermanfaat, dan bermutu saat diedarkan di masyarakat luas, dibawah ini

adalah skema prosedur pendaftaran / registrasi obat tradisional yang dapat

dilakukan produsen obat tradisional melalui Badan POM Republik

Indonesia diawali dengan pembagian jenis layanan terhadap obat

tradisional / suplemen kesehatan / obat kuasi38

:

1. Pendaftaran / registrasi baru

2. Pendaftaran ulang

3. Pendaftaran / registrasi variasi

4. Konsultasi

38

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Standar Pelayanan

Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, (Jakarta: Badan

POM RI, 2013), h. 108.

Page 52: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

42

Maksud penetapan standar pelayanan ini adalah sebagai acuan bagi

pemohon dalam mengajukan permohonan pendaftaran/registrasi obat

tradisional, suplemen kesehatan, obat kuasi dan pedoman bagi

penyelenggaraan pelayanan pendaftaran/registrasi obat tradisional,

suplemen kesehatan dan obat kuasi. Untuk obat tradisional low risk,

permohonan pra-registrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik.

Beberapa definisi terkait dengan pendaftaran / registrasi obat tradisional,

a. fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan uji

klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

b. Izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat

herbal terstandar, fitofarmaka, suplemen kesehatan dan obat kuasi yang

diberikan oleh kepala badan untuk dapat diedarkan di wilayah

Indonesia

c. Jamu adalah obat tradisional Indonesia

d. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji

praklinik dan bahan baku telah distandarisasi.

e. Obat kuasi adalah obat yang telah lama dikenal dan digunakan untuk

keluhan ringan dan tidak memiliki efek farmakologi dengan

kandungan bahan tunggal maupun kombinasi.

f. Obat tradisional adalah bahan baku atau ramuan bahan yang berupa

bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (glenik)

Page 53: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

43

atau campuran dari bahan tersebut secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku di masyarakat.

g. Suplemen kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk

melengkapi kebutuhan zat gizi, memelihara, meningkatkan dan

memperbaiki fungsi kesehatan, mengandung satu atau lebih bahan

berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari

tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau

efek fisiologis, yang tidak dimaksudkan sebagai pangan.39

6. Kerangka Prosedur Pendaftaran/Registrasi

Standar operasi pelayanan yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha atau

produsen obat tradisional untuk pra registrasi obat tradisional

dilakukan 1-20 hari dengan tarif disesuaikan, dilanjutkan dengan

permohonan pendaftaran / registrasi dengan penyelesaian paling lama

90 hari untuk mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) dan bila ingin

melakukan pendaftaran ulang tanpa perubahan jenis dan konten dari

obat tradisional hanya perlu memperpanjang sebelum berakhirnya

masa berlaku.

Tidak termasuk produk obat tradisional/suplemen kesehatan/obat

kuasi yang harus menyesuaikan dengan peraturan terbaru. Pengajuan

permohonan registrasi ulang dilakukan paling cepat 60 (enam puluh) Hari

dan paling lambat 10 (sepuluh) Hari sebelum berakhir masa berlaku izin

39

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Standar Pelayanan

Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, (Jakarta: Badan

POM RI, 2013), h. 55.

Page 54: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

44

edar Apabila terdapat data terbaru terkait keamanan, khasiat dan/atau

kerasionalan formula, maka perpanjangan persetujuan izin edar dapat

ditinjau kembali.

Keterangan:

1. Sistem perhitungan waktu adalah clock on dan clock off, di mana

jangka waktu terhitung sejak diterimanya formulir Pendaftaran dengan

bukti bayar Bank;

2. Dalam hal hasil penilaian lebih lanjut memerlukan tambahan data dan

atau kajian lebih lanjut, maka penghitungan waktu dihentikan

sementara (off) terhitung setelah tanggal surat permintaan tambahan

data; dan40

3. Penghitungan waktu yang dihentikan sementara akan dilanjutkan sejak

tanggal diterimanya surat pemenuhan tambahan data (on).

4. Prosedur pelayanan permohonan pendaftaran registrasi obat

tradisional (jamu, OHT, Fitofarmaka), Suplemen kesehatan dan Obat

Kuasi

pendaftaran/registrasi secara elektronik (e-Registration) Obat Tradisional

tahap I

a. Pendaftaran Akun Perusahaan

Dokumen Pendukung: Lokal Izin industri, Sertifikat cara pembuatan

yang baik, NPWP, Berita Acara Hasil Pemeriksaan sarana Balai, Surat

persetujuan fasilitas bersama untuk industri farmasi.

40

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Standar Pelayanan

Permohonan Pendaftaran / Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan Dan Obat Kuasi,

(Jakarta: Badan POM RI, 2013), h. 105.

Page 55: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

45

Impor Surat izin Usaha Perdagangan (SIUP), Angka Pengenal Importir

(API), Importir terdaftar (IT) Berita Acara Hasil Pemeriksaan sarana

untuk importir baru, NPWP.

b. Pendafataran/Registrasi Produk

Persyaratan Permohonan Pendaftaran/Registrasi Baru

Dokumen Administratif

1. Form Pendaftaran berisi Identitas produk & produsen/perusahaan

2. Registrasi obat tradisional, suplemen kesehatan dan obat kuasi

dalam negeri

3. Izin Industri

Obat Tradisional : Industri di Bidang Obat Tradisional

Suplemen Kesehatan : Industri Farmasi, Industri Obat

Tradisional dan Industri Pangan

Obat Kuasi : Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional

4. Persetujuan penggunaan fasilitas bersama, Sertifikat CPOB/CPOTB/CPPB,

Industri pangan hanya boleh mendaftar produk dengan, sediaan serbuk yang

dilarutkan, cairan (COD), Surat perjanjian kerjasama/ toll manufacturing

untuk produk yang dibuat berdasarkan kontrak

c. Registrasi obat tradisional, suplemen kesehatan dan obat kuasi impor dan lisensi

Izin Importir

1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Kementerian

Perdagangan dengan kategori usaha: Suplemen kesehatan, suplemen

kesehatan, obat-obat tanpa resep, kesehatan kesehatan atau dari

Page 56: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

46

BKPM untuk distribusi di bidang obatobatan atau suplemen

kesehatan dan obat tradisional

2. Angka Pengenal Importir (API-U dan API-P), Importir Terdaftar

(IT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan

Untuk pendaftar baru :

2.1.Akta Notaris Pendirian Perusahaan, Hasil Audit Sarana dari

Direktorat Insepeksi dan Sertifikasi atau Balai POM setempat

2.2.Certificate of Free Sale (CFS) atau Certificate of

Pharmaceutical Products (CPP) yang diterbitkan oleh instansi

kesehatan atau instansi pemerintah yang berwenang di negara

asal dan telah disahkan oleh pejabat perwakilan Pemerintah

Republik Indonesia setempat

2.3.Surat penunjukkan keagenan dari industri di negara asal yang

mencantumkan masa berlaku penunjukan, Surat kerjasama

lisensi untuk produk lisensi, Sertifikat CPOB untuk penerima

lisensi, GMP certificate yang dikeluarkan oleh pemerintah

d. Permohonan Pendaftaran/Registrasi Ulang41

Membutuhkan dokumen sebagai berikut :

1. Surat permohonan registrasi ulang, Formula produk;

2. Desain kemasan berwarna yang terbaru dan SK Persetujuan serta

semua jenis variasi yang pernah disetujui beserta desain kemasan

terakhir yang disetujui;

41

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Standar Pelayanan

Permohonan Pendaftaran / Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan Dan Obat Kuasi,

(Jakarta: Badan POM RI, 2013), h. 115.

Page 57: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

47

3. Surat pernyataan bermaterai bahwa pendaftaran ulang yang

diajukan tidak disertai perubahan;

4. Surat pernyataan bahwa produk masih diedarkan. Untuk produk

lokal dinyatakan dengan nomor bets terakhir sedangkan untuk

produk impor mencantumkan surat keterangan impor (SKI)

terakhir;

5. Desain kemasan berwarna yang terbaru dan SK Persetujuan serta

semua jenis variasi yang pernah disetujui beserta desain kemasan

terakhir yang disetujui;

6. Untuk produk impor atau kontrak/ lisensi agar melampirkan surat

penunjukan atau surat perjanjian kontrak/ lisensi yang masih

berlaku.

C. Pengaturan Terkait Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

(CPOTB) 42

.

CPOTB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan

bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk

mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan

dipersyaratkan dalam izin edar dan Spesifikasi produk. CPOTB mencakup

produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi

yang telah ditetapkan dan memenuhi standar CPOTB yang menjamin

senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi ketentuan izin

pembuatan dan izin edar. Persyaratan dasar dari CPOTB adalah:

42

Katalog Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, (Jakarta: Badan POM RI, 2011), h. 73.

Page 58: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

48

a) semua proses pembuatan obat tradisional dijabarkan dengan jelas, dikaji

secara sistematis berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara

konsisten menghasilkan obat tradisional yang memenuhi persyaratan

mutu dan spesifikasi yang telah ditetapkan;

b) tahap proses yang kritis dalam proses pembuatan, pengawasan dan

sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan divalidasi

c) tersedia semua sarana yang diperlukan untuk CPOTB termasuk:

1. personil yang terkualifikasi dan terlatih;

2. bangunan dan sarana dengan luas yang memadai;

3. peralatan dan sarana penunjang yang sesuai;

4. bahan, wadah dan label yang benar;

5. prosedur dan instruksi yang disetujui; dan

6. tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

d) prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa

yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik

pada sarana yang tersedia;

e) operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar;

f) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama

pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang

dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-

Page 59: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

49

benar dilaksanakan dan jumlah serta mutu produk yang dihasilkan

sesuai dengan yang diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara

lengkap dan diinvestigasi;

g) catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan

penelusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara

komprehensif dan dalam bentuk yang mudah diakses;

h) penyimpanan dan distribusi obat tradisional yang dapat memperkecil

risiko terhadap mutu obat tradisional;

i) tersedia sistem penarikan kembali bets obat tradisional mana pun dari

peredaran; dan

j) keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu

diinvestigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan

pencegahan pengulangan kembali keluhan.

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan

dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan

organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa

pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan

yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan

tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi

syarat.43

43

Katalog Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, (Jakarta: Badan POM RI, 2011), h. 77.

Page 60: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

50

Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi

pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain.

Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan

bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara

efektif dan dapat diandalkan. Persyaratan dasar dari pengawasan

mutu adalah bahwa:

a) sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan

prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel,

pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk

pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOTB;

b) pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk

antara, produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil

dengan metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;

c) metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu);

d) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat

selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah

yang dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel,

inspeksi dan pengujian benar-benar telah dilaksanakan Tiap

penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;

Page 61: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

51

e) produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa

bahan nabati, bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian

(galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut dengan

komposisi kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui

pada saat pendaftaran, serta dikemas dalam wadah yang sesuai

dan diberi label yang benar;

f) dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan

pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara

formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan

g) sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam

jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu.

Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk

kemasan yang besar.

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas

lain, antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua

prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan

menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran label wadah

bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan

produk jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan

yang terkait dengan mutu produk, dan ikut mengambil bagian dalam

Page 62: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

52

pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah

dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.44

Serangkaian CPOTB tersebut secara umum adalah upaya untuk

45mencegah terjadinya kontaminasi obat kedalam suatu jenis obat

yang pada hal ini adalah obat tradisional. Hak konsumen yang

dilanggar adalah hak mendapatkan informasi yakni hak untuk

memperoleh fakta yang diperlukan untuk menentukan pilihan atas

produk dan dilindungi pada setiap ketidak sesuaian antara informasi

dengan fakta produk

44

Katalog Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, (Jakarta: Badan POM RI, 2011), h. 83.

45

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 72.

Page 63: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

53

BAB IV

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN

OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES CPOTB

A. Tanggung jawab Hukum Atas Kesalahan CPOTB Yang Dilakukan

Produsen Obat Tradisional

Tanggung jawab pada kesalahan produk cacat adalah sebuah istilah

hukum yang digunakan sebagai alih bahasa dari “product liability”.

Berbeda dari tanggung jawab sesuatu hal atau peristiwa yang telah kita

kenal, maka tanggung jawab produk, barang dan/atau jasa, yang

meletakkan beban tanggung jawab produk itu kepada pelaku usaha

pembuat produk (produsen) itu (strict liability). Kerugian yang diderita

seorang pemakai produk cacat atau membahayakannya, bahkan juga bukan

pemakai yang turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak

dari pelaku usaha pembuat produk itu atau mereka yang dipersamakan

dengannya.46

Dengan penerapan tanggung jawab mutlak produk ini, pelaku

usaha pembuat produk atau yang dipersamakan dengannya, dianggap

bersalah atas terjadinya kerugian pada konsumen pemakai produk itu,

kecuali apabila ia dapat membuktikan keadaan sebaliknya, yaitu bahwa

kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya (onus of proof

reversed). Tanggung jawab produk tanpa kesalahan merupakan doktrin

46

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit

Media, 2002), h. 247.

Page 64: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

54

hukum yang masih baru dan merupakan perluasan dari tanggung jawab

melawan hukum. Perkembangan pesat kegiatan dunia usaha berkat

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tampaknya merupakan

pendorong utama dari doktrin baru ini. Di samping hal-hal yang telah

dikemukakan diatas, makin canggih proses pembuatan produk, tumbuhnya

sistem produk massal, makin maju sistem pemasaran yang digunakannya

dan/atau penggabungan-penggabungan usaha yang dilakukan, makin

terasa tidak mengertinya konsumen akan semua hal itu.

Dari batasan ini terlihat bahwa pihak yang bertanggung jawab

adalah pelaku usaha pembuat produk tersebut (produsen), tanpa kesalahan

dari pihaknya. Perlkembangan ini dipicu juga oleh tujuan yang ingin

dicapai doktrin ini, yaitu:

1. Menekan lebih rendah tingkat kecelakaan karena produk cacat yang

tidak dapat dihindari

2. Menyediakan sarana hukum ganti rugi bagi (korban) produk cacat

yang tidak dapat dihindari.

Cacat produk adalah keadaan produk yang umumnya dibawah

tingkat harapan konsumen. Atau dapat pula cacat itu demikian rupa

sehingga dapat membahayakan harta bendanya, kesehatan tubuh atau jiwa

konsumen. Misalnya, setiap orang mengharapkan air minum dalam botol

tidak berisi butir-butir pasir, seperti juga tepung gandum tidak berisi

potongan-potongan kecil besi, saus tomat tidak terbuat dari labu siam di

tambah dengan zat pewarna atau dapat pula biskuit seharusnya dibuat di

Page 65: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

55

samping bahan baku terdiri dari tepung terigu, garam, dan tidak bercampur

dengan NANO yang beracun. Cacat yang demikian termasuk kedalam

cacat desain, sebab kalau desain produk itu dipenuhi sebagaimana

mestinya, tidaklah kejadian merugikan konsumen tersebut dapat terjadi,

ceperti halnya standarisasi CPOTB dalam produksi obat tradisional yang

dilakukan oleh produsen. 47

Cacat peringatan atau instruksi juga merupakan dari cacat produk

yang mana adalah cacat produk karena tidak dilengkapi dengan

peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu.

Misalnya, peringatan produk harus disimpan pada suhu kamar atau suhu

lemari pendingin (makanan dalam kemasan). Atau dapat pula peringatan

agar dalam penggunaannya harus menggunakan voltase listrik tertentu

(televisi), larangan memakai kendaran bermotor selama menggunakannya

(Jamu Nostresa), atau pengguna ang biasa minum minuman keras melebihi

ukuran tertentu harus meminta nasihat dokter (Obat Tylenol), dan

sebagainya.

Jadi tanggung jawab produk cacat ini berbeda dari tanggung jawab

pelaku usaha produk pada umumnya. Tanggung jawab produk cacat

terletak pada tanggung jawab cacatnya produk berakibat pada orang, orang

lain atau barang lain, sedang tanggung jawab pelaku usaha karena

perbuatan melawan hukum adalah tanggung jawab atas rusaknya,

47

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit

Media, 2002), h. 248.

Page 66: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

56

tercemarnya, berbahaya atau tidak berfungsinya produk itu sendiri yang

berakibat kerugian bagi konsumen secara langsung saat mengkonsumsi

produk tersebut.

Ketentuan yang mengatur hal tersebut, yaitu perbuatan-perbuatan

pelaku usaha yang berakibat menimbulkan kerugian dan atau

membahayakan konsumen diatur dalam Pasal 5,6,7 sampai dengan Pasal

17, Pasal 19 sampai Pasal 21 dan Pasal 24 Sampai dengan Pasal 28.

Pasal 19, Misalnya berbunyi :

(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku

(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi.

(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat

(2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana

Page 67: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

57

berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur

kesalahan

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen

Dari ketentuan termuat di atas, pertama, tentang tanggung jawab

pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yang

dirugikan akibat mengkonsumsi produk yang dihasilkan atau

diperdagangkannya; kedua, tentang bentuk-bentuk ganti rugi berupa

pengembalian uang pembelian, atau penggantian produk, atau perawatan

kesehatan dan/atau santunan (dari asuransi), ketiga, ganti rugi harus

diberikan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, dan keempat, pembelana diri

dari pelaku usaha dengan pembuktian terbalik. Ternyata pelaku usahalah

yang menaggung beban pembuktian bersalah tidaknya pelaku usaha

tersebut (Pasal 22 jo. Pasal 19). Sekalipun demikian, sekiranya pelaku

usaha “segan: melakukan pembuktian tidak bersalahnya dia, maka terbuka

kemungkinan kejaksaan untuk membuktikannya. 48

1) Pertanggungjawaban Hukum Produsen Obat Tradisional dan Etika

Usaha

Menelusuri asal-usul etika tak lepas dari asli kata etbos dalam

bahasa Yunani yang berarti kebiasaan atau karakter. Dalam kata lain

48

Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit

Media, 2002), h. 252.

Page 68: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

58

seperti dalam pemaknaan kamus webster berarti “the distinguishing

character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of person,

group, or institution. “(karakter istimewa, sentimen, tabiat moral, atau

keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok, atau institusi.

Sementara ethics yang menjadi padanan dari etika, secara

etimologis berarti „the discipline dealing with what is good and bad

and moral duty and obligation‟, „a set of moral principles or values‟,

„a theory or system of moral values. Definisi lain tentang etika

mengatakan sebagai philosophical inquiry into the nature and grounds

of morality‟. Dalam makna yang lebih tegas yaitu kutipan dalam buku

Kuliah Etika mendefinisikan etika secara berikut : The systematic

study of nature or value concepts, good, bad, ought, right wrong, etc.

Bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai,

baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip

umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa

saja, disini etika dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan

di saat yang bersamaan juga sebagai filosofinya dalam berperilaku.49

Dari uraian diatas, di sini kita mendefinisikan etika bisnis

sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam

dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti

lain etika bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma di mana para

49

Faisal Badroen, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 4.

Page 69: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

59

pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku,

berelasi, dan berproduksi agar tujuan-tujuan bisnis atau usaha tercapai.

Dasar-dasar kode etik islami bagi para pelaku usaha dan/atau

bisnis berupa penamaan, makna, manfaat, sasaran, prinsip-prinsip dan

sumber yang menjadi sandaran dalam mengembangkan motivasi bisnis

guna mematuhi kode-kode etik tersebut. Penamaan dan makna kode

etik islami bagi para pelaku usaha adalah Mitsaq secara bahasa berarti

perjanjian, perserikatan, dan kesetiaan hal ini di gambarkan dengan

firman ALLAH,

نعمة الله عليكم وميثاقه الذي واثقكم بهواذكروا

“Dan ingatlah akan karunia Allah kepadamu dan perjanjiannya yang

telah di ikatkanNya dengan kamu (QS. Al-Maidah : 7)

Yang dimaksud kode etik islami adalah perjanjian yang

diambil oleh para pelaku usaha terhadap dirinya sendiri mengenai

sejumlah etika, contohnya etika hukum, etika moral, etika perilaku,

etika seni, dan lain-lain, yang berlaku sebagai petunjuk mereka dalam

berusaha dan menjadi sebuah standar dalam mengevaluasi perbuatan

mereka, juga menghukum mereka ketika mereka lalai atau melanggar

peraturan.50

50

Husain Shahatah, Transaksi & Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Visi Insani Publishing,

2005), h. 31.

Page 70: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

60

Tanggung jawab pengusaha sesuai dengan hukum positif yang

berlaku di Indonesia. Seorang konsumen bila dirugikan dalam

mengkonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak yang

menimbulkan kerugian itu. Pihak tersebut bisa berarti

produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/penjual

ataupun pihak yang memasarkan produk, bergantung dari siapa yang

melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan

kerugian bagi konsumen, bahkan kematian pada konsumen.

Kualifikasi gugatan yang lazim digunakan di berbagai negara,

termasuk Indonesia, adalah wanprestasi (default) atau perbuatan

melawan hukum (tort) 51

Apabila ada hubungan kontraktual antara konsumen dengan

pengusaha/perusahaan, maka kualifikasi gugatannya adalah

wanprestasi. Kerugian yang dialami konsumen, tidak lain karena tidak

dilaksanakannya prestasi oleh pengusaha. Dalam Ilmu Hukum disebut

Doktrin Privity Of Contract. 52

Dalam doktrin ini tidak ada hubungan

kontraktual, tidak ada tanggung jawab” (no privity no liability

principle). Jika gugatan konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan

melawan hukum (tort), hubungan kontraktual tidaklah disyaratkan.

51

A Zen Umar Purba, Kesederajatan Kedudukan Antara Konsumen Dan Pengusaha,

(Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1994)

52

Yusuf Sofie, Perindunan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Jakarta:

PT.Citra Aditya Bakti Bandung, 2003), h. 250.

Page 71: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

61

Dengan kualifikasi gugatan ini, konsumen sebagai penggugat harus

membuktikan unsur-unsur:

1. Adanya perbuatan melawan hukum

2. Adanya kesalahan/kelalaian pengusaha/perusahaan

3. Adanya kerugian yang diderita konsumen

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum

dengan kerugian yang dialami konsumen.

Jadi konsumen dihadapkan pada beban pembuktian (burden of

prover) karena harus membuktikan keempat unsur tersebut. Hal ini

dirasakan berat bagi konsumen dengan dasar beberapa pertimbangan

pertama, secara sosial ekonomi kedudukan konsumen lemah

dibandingkan dengan kedudukan pengusaha/perusahaan, walaupun di

mata hukum semua memiliki kedudukan yang sama. Dalam

menghadapi gugatan konsumen, pengusaha lebih mudah mendapatkan

pengacara untuk membela kepentingan-kepentingannya, termasuk

dalam membuktikan dalil-dalilnya lewat keahlian para ahli dari

berbagai bidang sesuai dengan produk yang dihasilkannya. Bagi

konsumen sulit membuktikan “unsur ada tidaknya kesalahan/kelalaian

pengusaha/perusahaan dalam proses produksi, pendistribusian dan

penjualan barang atau jasa yang telah dikonsumsi oleh konsumen.

2) Tanggung Jawab Hukum Produsen Obat Tradisional Atas Kesalahan

CPOTB Menurut Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Lainnya

Page 72: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

62

Tanggung jawab berdasarkan jaminan produk yang tertulis,

tuntutan ganti kerugian konsumen atas dasar ingkar janji yang

sifatnya dinyatakan secara terbuka atau tegas-tegas dinyatakan oleh

produsen merupakan suatu bentuk perlindungan konsumen yang

minimal, karena gugatan konsumen hanya dibatasi pada hal-hal yang

secara tegas diperjanjikan. Padahal keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan konsumen untuk mengetahui kondisi produk dalam hal

ini obat tradisional, serta bentuk-bentuk perjanjian standar yang

cenderung membatasi tanggung jawab pihak produsen mengakibatkan

berkurangnya tanggung jawab pihak produsen.53

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

menanggapi tanggung jawab atas sediaan farmasi merupakan beban

pemerintah dalam hal pencegahan terjadinya obat tradisional

mengandung BKO yang termaktub dalam pasal 17 menjelaskan

bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses

informasi, edukasi, dan fasilitas kesehatan, untuk meningkatkan dan

memelihara derajat kesehatan, yang setinggi-tingginya, jelas bahwa

upaya perlindungan konsumen yang dilakukan pemerintah merupakan

tanggung jawab pencegahan.

Tanggung jawab produsen atas kesalahan CPOTB menurut

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan di

wujudkan dalam bentuk sanksi yang menjadi buah dari penegakan

53

Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Tanggung Jawab Mutlak, ( Jakarta : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), 75.

Page 73: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

63

hukum perlindungan konsumen dalam bidang kesehatan yang tidak

diatur secara khusus pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen. Produsen obat tradisional yang

melakukan perbuatan melawan hukum (Tort) dapat dijerat dengan

pasal 196 terkait kesengajaan setiap orang yang dengan sengaja

memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan / alat kesehatan

yang tidak memenuhi standar dan/ atau persyaratan keamanan, khasiat

atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam pasal 98

ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

Tahun dan denda paling banyak Rp 1000.000.000.00,- (Satu Miliar)

Sistem tanggung jawab hukum Produsen juga diatur di

peraturan lainnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998

Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan bahwa

produsen secara langsung bertanggung jawab atas produk yang akan

di edarkan ke pasar melalui serangkaian prosedur registrasi obat demi

mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE), setelah itu dilakukan pengujian

laboratoris secara berkala sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) dan Pasal

36 yang berbunyi :

Pasal 34 (1) Dalam rangka menjamin sediaan farmasi dan alat

kesehatan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu sediaan

farmasi dan alat kesehatan,

Pasal 36 : Untuk melindungi masyarakat dari bahaya disebabkan oleh

penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi

persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, dilakukan pengujian

kembali sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan.

Page 74: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

64

dan bila terbukti ada unsur kesengajaan seacara tegas produsen obat

tradisional dapat diekanakan tindakan administratif sesuai Pasal 72

Sebagai berikut:

1. Peringatan secara tertulis

2. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah

menarik produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dari peredaran

yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

kemanfaatan.

3. Perintah pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, jika

terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan

kemanfaatan

4. Pencabutan sementara atau pencabutan tetap izin usaha industri

obat tradisional, izin edar sediaan dan alat kesehatan serta izin lain

yang diberikan.

Ketentuan pidana yang dapat diberlakukan sebagai bentuk lain

tanggung jawab hukum produsen obat tradisional yang tidak terdapat

di dalam Undang-undang Nomo 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yakni terdapat pada Pasal 76 Peraturam Pemerintah Nomor

72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat

Kesehatan Republik Indonesia, sebagai berikut :

Pasal 76 Barangsiapa dengan sengaja :

a. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa

obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) huruf b

b. Memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi berupa

kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf c.

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00- (Seratus

juta rupiah) .

Page 75: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

65

3) Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi54

Penyelesaian sengketa konsumen melalui jalur litigasi atau

pengadilan telah diatur pada Pasal 48 UUPK “Penyelesaian sengketa

konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang

peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan

dalam padal 45 di atas” Penunjukan pasal 45 dalam hal ini, lebih

banyak tertuju pada ketentuan tersebut dalam ayat (4). Artinya

penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya

dimungkinkan apabila :

a. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa

konsumen di luar pengadilan, atau

b. Upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dinyatakan tidak

berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang

bersengketa.

Satu hal yang harus diingat, bahwa cara penyelesaian sengketa

melalui pengadilan menggunakan hukum acara yang umum berlaku

selama ini, yaitu HIO/RBg. Penyelesaian sengketa yang timbul dalam

dunia bisnis dalam hal ini obat tradisional merupakan masalah

tersendiri, karena apabila para pelaku bisnis menghadapi sengketa

tertentu, maka dia akan berhadapan dengan proses peradilan yang

berlangsung lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit,

54

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 235.

Page 76: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

66

sedangkan dalam dunia usaha, penyelesaian sengketa adalah yang

dapat berlangsung cepat dan murah.

Hal ini sulit terwujud apabila ditemukan pihak yang

bersangkutan membawa sengketanya ke pengadilan, karena proses

penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi), akan berakhir

dengan kekalahan salah satu pihak dan kemenangan pihak lainnya.

Disamping itu, secara umum dapat dikemukakan berbagai kritikan

terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, yaitu karena:55

1. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sangat lambat

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang pada umumnya

lambat atau disebut buang-buang waktu lama diakibatkan oleh

proses pemeriksaan yang sangat formalistik dan sangat teknis.

Disamping itu, arus perkara yang semakin deras mengakibatkan

pengadilan dibebani dengan beban yang terlampau banyak.

2. Biaya perkara yang mahal

Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa melalui

pengadilan dirasakan sangat mahal, lebih-lebih jika dikaitkan

dengan lamanya penyelesaian sengketa, karena semakin lama

penyelesaian sengketa, semakin banyak pula biaya yang harus

dikeluarkan. Biaya ini akan semakin bertambah jika

diperhitungkan biaya pengacara yang juga tidak sedikit.

55

Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian

Sengketa, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h. 186-187.

Page 77: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

67

3. Pengadilan umumnya tidak responsif

Tidak responsif atau tidak tanggapnya pengadilan dilihat dari

kurang tanggapnya pengadilan dalam membela dan melindungi

kepentingan umum. Demikian pula pengadilan dianggap sering

berlaku tidak adil, karena hanya memberi pelayanan dan

kesempatan serta keleluasaan kepada “lembaga besar” atau “orang

kaya”.

Page 78: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

penulis paparkan pada bab sebelumnya dengan mengacu pada rumusan

masalah yang telah penulis rinci, maka penulis menyimpulkan sebagai

berikut :

Pertama, untuk melindungi konsumen dari perlakuan produsen

serta tanggung jawab dalam hal kesalahan proses "CPOTB" telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

dan,Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Didalam peraturan-pertaturan

tersebut telah jelas mengemukakan mengenai hal-hal yang harus dilakukan

dan tidak dilakukan oleh pelaku usaha maupun konsumen.

Kesalahan "CPOTB" yang dilakukan oleh produsen dan/atau

pelaku usaha baik disengaja maupun tidak sengaja mempunyai

konsekuensi hukum yang serius, dikarenakan efek yang ditimbulkan telah

masuk pada tatanan hak fundamental yakni hak kesehatan dalam kaitannya

dengan kesehatan konsumen.

Page 79: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

69

Kedua pemerintah berperan aktif dalam memberikan informasi

tentang obat tradisional yang harus dihindari oleh konsumen melalui

booklet peringatan publik yang setiap tahunnya di keluarkan oleh Badan

POM RI, baik melalui media cetak maupun media elektronik melalui

laman resmi Badan POM RI. Hal yang perlu disayangkan adalah

minimnya pengetahuan masyarakat tentang obat tradisional yang

dikonsumsinya dikarenakan penyebaran informasi belum merata ke

kalangan masyarakat bawah ataupun sikap kurang kehati-hatian.

Mengenai tanggung jawab pelaku usaha terkait kesalahan

"CPOTB" tanggung jawab produk, barang dan/atau jasa, yang meletakkan

beban tanggung jawab produk itu kepada pelaku usaha pembuat produk

(produsen) itu (strict liability). Kerugian yang diderita seorang pemakai

produk cacat atau membahayakannya, bahkan juga bukan pemakai yang

turut menjadi korban, merupakan tanggung jawab mutlak dari pelaku

usaha pembuat produk itu atau mereka yang dipersamakan dengannya

kecuali apabila ia dapat membuktikan keadaan sebaliknya, yaitu bahwa

kerugian yang terjadi tidak dapat dipersalahkan kepadanya (onus of proof

reversed).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

penulis paparkan pada bab sebelumnya serta kesimpulan yang telah

diuraikan di atas, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

Page 80: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

70

1. Kepada Produsen dan/atau pelaku usaha dan yang dipersamakan

kedudukannya, harus lebih mengedepankan prinsip kehati-hatian

dalam proses pembuatan obat tradisional yang baik sesuai dengan

pedoman teknis yang ada, untuk iklim industri obat yang sehat serta

untuk membangun kepercayaan masyarakat akan obat tradisional yang

beredar.

2. Kepada pemerintah khususnya Badan POM RI diharapkan lebih

ditingkatkan kembali dalam melakukan koordinasi dengan lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat dalam melindungi

konsumen dan melakukan pengawasan berkala terhadap obat impor

dan perusahaan importir guna mencegah adanya obat yang tidak

standar tidak bermutu dan mengandung bahan kimia obat, dalam

pemberian izin edar seharusnya BPOM melakukan pengujian setiap

triwulan sekali dikarenakan banyak produsen dan/atau pelaku usaha

yang menurun tingkat keawasannya setelah mendapatkan izin edar.

3. Kepada Masyarakat diharapkan lebih aktif dalam memilih dan

mengetahui secara jelas apapun yang akan dikonsumsi dan digunakan,

agar terhindar dari hal-hal yang tidak di inginkan, karena telah banyak

fasilitas yang diberikan guna mendapatkan informasi tersebut contoh

dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia pada bagian pengaduan

konsumen, juga pada Badan POM RI unit pengaduan konsumen.

4. Kepada lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dalam

hal ini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam hal ini

Page 81: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

71

diharapkan lebih meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak yang

terkait dengan perlindungan konsumen guna terciptanya rasa aman

kepada konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa.

Page 82: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

72

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adi Rianto, Metode Penelitian Sosial Dan Hukum. Jakarta: Granit, 2004.

Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Ahmadi Muhammad Fahmi, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Pedoman

Standar Pelayanan Publik Di Lingkungan Badan Pengawas Obat Dan

Makanan Republik Indonesia, Jakarta: Badan POM RI, 2013.

Barakatullah Halim Abdul, Hukum Perlindungan Konsumen : Kajian

Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Bandung: Nusa Media, 2008.

Badroen Faisal, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta : UIN Jakarta Press,

2005.

Bryan A, Garner, Black‟s Law Dictionary. St. Paul, Minnesota: West

Publishing, 2004. Eight Edition

Harahap.M Yahya, Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika,

2013.

Harahap M Yahya, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Indonesia Konsumen Lembaga Yayasan, Lika-Liku Perjalanan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: YLKI, 2001.

Katalog Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia,

Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Jakarta: Badan

POM RI, 2011.

Kelsen Hans, Pure Theory of Law. Barkely University of California Press,

1978.

Marzuki Mahmud Peter, Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008

Miru Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di

Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013

Page 83: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

73

Muhammad Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2010.

Muladi, Sumbang Saran Perubahan UUD 1945, Yayasan Habibie Center,

2004

Nugroho Adi Susanti, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau

dari Hukum Acara; Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2008.

Nasution AZ, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Diadit Media,

2002.

Peter Colin, Business English Dictionary. London: Linguaphone Institute

Limited.

Purba Umar Zen A, Kesederajatan Kedudukan Antara Konsumen Dan

Pengusaha, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 1994.

Samsul Inosentius, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan

Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2004.

Setiawan Rachmat, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum

Bandung: Binacipta, 1991.

Shahatah Husein, Transaksi & Etika Bisnis Islam, Jakarta: Visi Insani

Publishing, 2005

Sofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen

Hukumnya..Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Grasindo,

2000.

Sulastri Dan D Tantri C, Gerakan Organisasi Konsumen, Jakarta:Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia, 1995.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas

Indonesia. UI Press, 1986.

Soemanti Sri, Refleksi HAM di Indonesia, Makalah Penataran Hukum

Humanoiter Internasional dan Hukum HAM, kerjasama Fakultas Hukum

UGM dan ICRC, Juni 1998.

Page 84: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

74

Sularsi, Penyelesaikan Sengketa Konsumen dalam UU Perlindungan

Konsumen dalam Lika Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2001.

Syaifudin Bari Abdul, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal Dan Neonatal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, 2002.

Triwibowo Cecep, Etika & Hukum Kesehatan, Yoyakarta: Nuha Media,

2014.

W.Nickel James, Making Sense Of Human Rights, Terjemahan Titis Eddy

Arini, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1996.

Yunus Nur Rohim, Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia.

Jakarta: Jurisprudence press, 2012.

Yodo Sutarman dan Miru Ahmadi, Hukum Perlindungan Konsumen

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Zohra Baso Andi, Langkah Perempuan Menuju Tegaknya Hak-Hak

Konsumen Makasar: Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan.

2000.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada

group, 2013.

Website :

www.kbbi.web.id

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/latarbelakang

https://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan

https://id.m.wikipedia.org/wiki/penelitian_kuantitatif

http://metro.sindonews.com/read/1127287/170/1-5-ton-mi-kuning-

berformalin-beredar-di-pasar-bulak-klender-1469789770

http://news.detik.com/berita/3087904/polisi-gerebek-pabrik-tahu-

berformalin-di-bekasi

Page 85: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRODUSEN OBAT …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41526/1/BENNY... · PRODUSEN OBAT TRADISIONAL ATAS KESALAHAN PROSES “CPOTB” TERHADAP

75

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/256/Penjelasan-Badan-

POM-Tentang-Kejadian-Tidak-Diinginkan-Yang-Serius-Terkait-Injeksi-

Buvanest-Spinal.html

http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/12/kesehatan sebagai

hakasasi-manusia .pdf

http://uad.ac.id/id/bahaya-jamu-berbahan-kimia-obat,

Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan

Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Presiden Republik Indonesia

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia

No. 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan

Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor

Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi

Obat Yang Baik

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor

HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara

Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia

Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Publik Di Lingkungan

Badan Pengawas Obat Dan Makanan.


Recommended