Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 1
Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
The objective of this paper is to explain why there are major changes of communication scholars in writing a ‘new’ concept of communication theory. Griffin (2000) and Littlejohn (2005) changed dramatically their style to examine communication theory because of Craig’s suggestion in his writing “Communication Theory as a Field” in 1999. Communication theory as an identifiable field of study is regarded not yet exist. The root of communication theory has not yet emerged as a coherent field of study because its multidicsiplinary origins and communication theorists that have not yet found a way beyond the disabling disciplinary practices that separate them. With this reason Craig’s proposes a vision for communication theory that takes a huge step toward unifying theorists otherwise disparate field. He creates the dialogical-dialectical disciplinary perspective according to two principles: the constitutive model of communication as a metamodel, and theory as metadiscursive practice. He called this prespective as The Seven Tradition of Communication Theory. The key concept to understand this perspective is a common understanding of similarities and differences, or tension points among theories ; and a commitmen to manage these tensions through dialogue. Keywords: Communication Theory, Multidiciplinary, The Seven Tradition of Communication Theory..
Pendahuluan
Sebagai orang yang mempelajari ilmu komunikasi, perkembangan di dalam
rumpun bidang keilmuan ini dapat diamati salah satunya melalui perkembangan teori
teori komunikasi yang ada di dalamnya.
Salah satu yang menarik perhatian adalah seorang ilmuwan komunikasi
Stephen W. Littlejohn. Beliau adalah salah satu ilmuwan yang paling produktif dalam
pengembangan ilmu komunikasi. Buku hasil karyanya Theories of Human
Communication sudah diterbitkan dalam 10 edisi (edisi terakhir tahun 2011) yang
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 2
setiap edisinya menambahkan perkembangan teori komunikasi baru. Belum lagi buku
buku lain yang mengimbangi buku utama ini.
Perubahan besar terjadi dalam Edisi 8 (2005) buku Littlejohn tentang Theories
of Human Communication, dia merubah secara keseluruhan struktur berpikirnya yang
telah dituangkan dalam 7 edisi sebelumnya. Perombakan besar-besaran dalam
keseluruhan struktur dan isi teori yang telah dikembangkan. Jika sebelum Edisi 8
Littlejohn selalu menekankan bahwa teori komunikasi harus dilihat berdasarkan level
komunikasinya, maka dalam Edisi 8 ini semua ditinggalkan. Dapat disimpulkan pasti
ada sesuatu pergulatan besar dalam diri seorang Littlejohn sehingga merubah pola
pikir yang sudah dibangunnya dalam tataran dunia teori komunikasi.
Ilmuwan lain yang juga mengalami hal yang sama seperti apa yang dilakukan
oleh Littlejohn adalah EM Griffin, seorang profesor emeritus komunikasi dari
Wheaton College, Illinois. Beliau juga merubah (ini dikatakannya sebagai major
changes) tatanan bangunan teori dalam bukunya A First Look at Communication
Theory mulai Edisi 4 (2000) dari bukunya hingga Edisi 7 terbitan tahun 2009.
Yang menjadi pertanyaan kemudian bagi mereka yang mempelajari ilmu
komunikasi adalah: Apa yang menyebabkan kedua ilwuwan komunikasi ini sampai
merubah pola berpikir mereka tentang tatanan teori yang telah mereka bangun dan
kembangkan selama ini? Keyakinan-keyakinan ilmiah macam apa yang memberikan
kebenaran pada mereka untuk melakukan perombakan besar-besaran bagi tataran
keilmuan yang mereka kembangkan. Apa konsekuensinya bagi kita sebagai pembaca
atau reader dari buku-buku mereka ini ?
Akar Masalah: Komunikasi sebagai Multidisiplin.
Perdebatan panjang bahwa studi komunikasi memiliki sifat multidisiplin di
awal perkembangan ilmu komunikasi sangat disadari bahkan memperoleh keyakinan
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 3
dan dukungan di antara ilmuwan komunikasi sendiri. Ilmu komunikasi adalah ilmu
yang bersifat multidisiplin. Dalam buku Frank E.X Dance berjudul Human
Communication Theory: Comparataive Essays (1982), Littlejohn sangat meyakini
bahwa studi komunikasi adalah studi yang interdisiplin atau multidisiplin. Dia
mengatakan, “The study of communication constitutes an interdiscipline, in which
communication process are inverstigated using insight from several traditional
discipline (Littlejohn, 1982: 244).
Dia menjelaskan bahwa kajian komunikasi merupakan pertemuan pucuk-
pucuk dari disiplin ilmu murni sosiologi, antropologi, psikologi dan filsafat (Ibid.:
245). Masih menurutnya bahwa sifat multidisiplin ini memiliki keuntungan karena
dapat menjelaskan kegiatan scope kajian tentang komunikasi menjadi sangat luas.
Tidak ada single teori, bahkan dengan cara seperti ini justru dapat menggambarkan
suatu proses komunikasi yang komprehensif (Ibid.: 245).
Dengan berjalannya waktu dibagian lain bukunya yaitu Theories of Human
Communication Edisi 2 (1983), Littlejohn mulai melihat memang ada celah lemah
dengan sifat multidisiplin dari kajian komunikasi. Dia menuliskan antara lain:
Although scholars from a number of disicipline share an interest in communication, the scholar’s first loyalty is usually to general concepts of the discipline itself. Communication is generally considered subordinate. For example, psychologist study individual behavior and view communication as a particular kind of behavior. Sociologist focus on society and social process, seeing communication as one of several social factors. Anthropologist are interested primarily in culture, and if they investigate communication they treat it as an aspect of broader themes (Ibid., 1983: 5)
Littlejohn mulai galau dengan sifat multidisiplin kajian komunikasi ketika dia
menyadari akhirnya para ilmuwan yang berasal dari berbagai disiplin ilmu yang ada,
yang memberi perhatian pada kajian komunikasi, hanya menganggap kajian
komunikasi ini bukanlah kajian utama mereka. Kajian komunikasi hanya merupakan
bagian kecil saja dari interest mereka sebagai suatu ilmuwan dari disiplin tertentu.
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 4
Littlejohn sangat merasakan kajian komunikasi hanya menjadi kajian yang punya
posisi subordinat dari kajian ilmu-ilmu yang masuk ke dalamnya.
Kegalauan tentang multidisiplin kajian komunikasi ini juga dirasakan oleh
E.M Griffin. Dalam bukunya A First Look at Communication Theory Edisi 4 (tahun
2000) dia mulai menyadari tentang keterbatasan dalam mengkaji teori komunikasi
karena sifat multidisiplin ini. Griffin mengatakan bahwa, “there’s little dicipline in
our discipline” (2000: 34). Hal ini terjadi karena menurutnya ilmuwan komunikasi itu
memiliki pandangan yang divergen tentang apa itu komunikasi, sesuai dengan bidang
mereka masing-masing. Menjadi sangat sulit kemudian untuk melakukan pemetaan
wilayah kajian teori komunikasi karena bisa saja para ilmuwan ini tidak setuju pada
pada suatu teori karena tidak sesuai dengan pengalaman mereka.
Gugatan tentang sifat multidisiplin kajian komunikasi coba dijawab Robert
T.Craig, seorang Professor Komunikasi dari University of Colorado, melalui
serangkaian penelitian. Ia menemukan banyak sekali pendidikan tinggi yang
menawarkan pendidikan komunikasi dan banyak sekali text book yang membahas
teori-teori komunikasi. Tetapi diantara ini semua dia menemukan bahwa berbagai
teori yang diajarkan dari berbagai pendidikan ini semua berjalan sendiri sendiri, Craig
menyebutnya there is no consensus on the field. Teori komunikasi sangat kaya dengan
ide-ide tetapi gagal dalam jumlah cakupannya. Teori komunikasi tumbuh terus tetapi
belum memberikan pemahaman apa sesungguhnya teori komunikasi itu.
Craig menuliskan apa yang ditemukannya ini dalam bukunya Communication
Theory as a Field (1999). Dengan tegas dia mengatakan bahwa communication theory
is not yet a coherent field of study seems inescapable (Craig, 1999: 64). Craig melihat
bahwa tidak adanya koherensi dalam kajian komunikasi karena sifat multidisiplin
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 5
yang dibawa oleh masing masing ilmuwan yang sering salah dalam penggunaannnya
tetapi terus dipupuk dan dipertahankan.
Elaborasi Teori: Perspektif Tujuh Tradisi
Dengan keprihatinan inilah Robert T Craig secara optimis menawarkan
communication theory as a field of study that integrattes seven traditions of thought
with share focus on practical communication problems (Ibid.: ix). Menurutnya
bahwa sebagai suatu kajian, ilmu komunikasi dapat memiliki teori yang koheren
melalui suatu proses yang digambarkannya:
A field will emerge to the extent that we increasingly enggage as communication theoriests with socially important goals, questions, and controversies that cut across the various disciplinary traditions , substantive specialities, methodologises, and school of thought that presently divide us. (Ibid.: 64)
Komunikasi memungkinkan muncul sebagai suatu bidang kajian yang utuh
asal ada kesadaran dari masing masing ilmuwan yang terlibat di dalamnya bahwa
mereka memiliki tujuan, permasalahan atau bahkan perbedaaan yang dapat
mengeluarkan mereka dari belenggu masing masing disiplin ilmu yang memisahkan
diantara mereka. Dibutuhkan dua persyaratan untuk melihat teori komunikasi sebagai
suatu kajian keilmuan. (1) a common understanding of the similarities and differences
among theories, Metamodel (model of models) (2). A new definition of theories ,
theories are form of discourse; a discourse about discourse (Metadiscourse) (Ibid.,
2007: 67-69).
Craig: Dialogical vs dialectical
Dalam mengawali idenya tentang tradisi teori komunikasi, Craig terlebih
dahulu menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksudkannya dengan tradisi.
Menurutnya tradisi adalah something handed down from the past, but no living
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 6
tradition is statis. Traditions are constantly changing (Ibid.: xiii). Sesuatu yang sudah
kita miliki sejak dulu (waktu sebelumnya), yang tidak statis tetapi terus berkembang
sesuai dengan jaman. Lebih jauh Craig menegaskan bahwa traditions are not
homogeneous. Every tradition is characterized by a history of argument about beliefs
and values that are important to the tradition. Ini lebih menjelaskan bahwa dalam
memelihara suatu tradisi peran nilai nilai yang sudah ada menjadi hal utama yang
harus diperhatikan.
Untuk setiap tradisi yang diungkapkannya Craig memberikan indikator dari
masing-masing antara lain dengan karakteristik definisi komunikasi dan hubungan
yang terbentuk karena definisi tersebut; metadiskursif vacobulary, hal yang tidak bisa
digugat (taken for granted) dalam metadikursif komunikasi dan penempatan
metadiskursif dari masing-masing tradisi yang menunjukkan sisi menarik atau
menantangnya (Ibid.: 72).
Gambaran perspektif yang diungkapkan oleh Craig ini disarikan oleh Miller
(2005: 13) dalam bentuk seperti tabel di bawah ini:
Conceptual Domains of Communication Theory
Communication theory as Problems of Communication Theory as
Rhetorical The practical art of discourse Spcial exigency requiring collective deliberation and judment
Semiotic Intersubyective mediation signs Misunderstanding or gap between subjective viewpoints
Phenomenological Experience of otherness;dialogue Absence of, or failure to sustain, authentic human relationship
Cybernetic Information processing Noise, overload, underload, malfunction or bug in a system.
Sociopsychological Expression, interaction and influence
Situation requiring manipulation of causes of behavior to achieve specified outcomes.
Sociocultural (Re)production of social order Conlict, alineation, misalignment; failure of coordination
Critical Discusive reflection Hegemonic ideology, systematically distoted speech communication
Sumber: Miller (2005: 13)
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 7
Perlu ditekankan di sini dalam memandang penempatan masing-masing tradisi
keilmuan komunikasi Craig mendasarkan pada konsep praktek komunikasi sehari hari
dan sesuai dengan perkembangan dari tradisi itu sendiri. Untuk itulah dia
menempatkan tradisi retorika sebagai tradisi pertama dalam peletakannya karena
menimbang retorika adalah praktek komunikasi yang paling jelas terlihat dan telah
ada begitu lama sebagai sebuah tradisi. Dengan logika semacam ini pula bahwa tradisi
kritikal mendapat tempat terakhir dalam penempatan Craig karena dianggapnya
paling sikit (kurang) sebagai suatu bentuk praktek komunikasi dan juga muncul
sebagai tradisi yang cukup baru.
Titik tolak lain yang juga harus diperhatikan dalam kajian Craig ini dia selalu
menempatkan manakala tradisi-tradisi ini saling bertentangan atau juga tidak
memenuhi kriteria yang ada maka langkah penting yang harus dilakukan adalah
dengan cara dialog dan dialektikal. Kesadaran untuk saling melengkapi satu sama lain
dan memberikan perhatian untuk perbedaan dari masing-masing teori.
Littlejohn: Similarities vs Differences
Biarpun sedikit terlambat di banding ilmuwan lain, Littlejohn mulai merespon
ide Craig untuk menghilangkan sekat ‘multidisiplin’ kajian teori komunikasi pada
bukunya Human Communication Theory Edisi 7 (2002). Dalam buku ini baru sedikit
saja ide Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi dimunculkan, yaitu hanya pada Bab I
Communication Theory and Scholarship, poin Communication Theory as a Filed
(Ibid.: 12-15). Di sini ia mengakui bahwa Craig proposes a vision for communication
theory that takes a huge step toward unifying our otherwise disparate field (Ibid.: 12)
Kejelasan dari pemahaman Littlejohn tentang Tujuh Tradisi dalam Teori
Komunikasi ini dilakukannya dengan merubah secara besar-besaran bukunya Theory
of Human Communication Edisi 8 (2005). Dalam menjelaskan teori komunikasi dari
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 8
Littlejohn tidak lagi berdasarkan tingkatan atau levels komunikasi tetapi
pengelompokan suatu teori komunikasi dilakukan berdasarkan pengelompokkan di
masing-masing tradisi. Littlejohn secara tegas mengatakan bahwa we particularly like
Robert Craig’s model because it offers a way of looking at and reflecting on the
communication field in a holistic way (2009: 34).
Kata kunci yang dipegang Littlejohn dalam menerapkan Perspektif Tujuh
Tradisi Komunikasi adalah (1) a common understanding of similarities and
differences, or tension points among theories (2) a commitmen to manage these
tensions through dialogue (2008: 6). Berpegang pada prinsip perbedaan dan
persamaan suatu teori bagi Littlejohn tidak hanya berdasarkan dari daftar (list) yang
membedakan atau menyamakan saja, tetapi lebih pada kesamaan ide mengapa suatu
teori itu memiliki kesamaan ataupun perbedaan.
Hal ini disebut Littlejohn sebagai Metamodel atau model dari model telah ada.
Metamodel ini menyediakan pola-pola yang koheren yang dapat menolong
menyatukan definisi isu-isu dan asumsi-asumsi yang ada dalam teori komunikasi. Sisi
lain yang perlu diperhatikan juga adalah konsep definisi suatu teori. Teori tidak
hanya dipandang sebagai suatu penjelasan atau proses belaka, melainkan harus dilihat
sebagai suatu statement atau argumen yang mendukung suatu pendekatan. Teori
menjadi bentuk diskursus atau lebih khusus lagi sebaga suatu metadiskursus.
Melalui pemikiran Craig ini Littlejohn meyakini bahwa Perspektif Tujuh
Tradisi Teori Komunikasi dapat berguna sebagai a guide and tool for looking at the
assumption, perspectives and focal points of communication theories to be able to see
their similarities and differences (2008: 33). Karena Littlejohn berpegang pada
konsep kesamaan dan perbedaan dari masing-masing teori dalam suatu tradisi maka
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 9
menurutnya ke tujuh tradisi dalam teori komunikasi itu dapat dimulai dari semiotik,
phenomenologi, cybernetic, psikologisosial, sosio-kultural, critical dan rhetorika.
Misal antara tradisi semiotika dan phenomenologi berdekatan karena secara
persamaan kedua tradisi ini membicarakan bagaimana memaknai suatu simbol,
sedang dari perbedaan bahwa dalam tradisi semiotik pemaknaan timbul karena tanda
atau simbol itu sendiri sedangkan dalam tradisi phenomenologi pemaknaan dilakukan
secara efektif, disengaja sesuai dengan pengalan masing-masing individu.
Griffin: Obyektif vs Interpretif.
Griffin jauh lebih cepat dibandingkan dengan Littlejohn dalam merespon ide
Craig. Setahun setelah Craig menuliskan idenya (1999) Griffin dalam bukunya A First
Look at Communication Theory Edisi 4 (tahun 2000) memasukan ide ini sebagai
salah satu bagian dari chapter bukunya. Dalam hal ini Griffin sangat menyanjung
Craig dengan mengatakan, “Craig offers a more sophisticated solution” (2009: 41).
Mengapa Griffin mendukung ide Craig karena menurutnya pendekatan Craig
ini menggunakan apa yang sudah dilakukan dalam problem dan praktek komunikasi
sehari-hari. Jadi menurut Griffin apa yang ada dalam Tujuh Tradisi dalam Teori
Komunikasi ini merupakan tujuh tradisi yang sudah dilakukan sebelumnya. Yang
terpenting adalah bahwa tradisi dalam teori komunikasi ini menawarkan perbedaan,
yaitu perbedaan dalam cara-cara mengkonseptualkan problem dan praktek
komunikasi. Dari sini akan muncul kesadaran setiap ilmuwan yang berbicara dalam
tiap tradisi tidak akan memandang lagi keilmuannya secara terkotak-kotak sesuai asal
mereka.
Dalam menerima ide Tujuh Perspektif Tradisi dalam Teori Komunikasi,
Griffin tetap memegang komitmen awal dari apa yang telah diajarkannya bahwa
dalam melihat teori harus membedakannya berdasarkan pendekatan obyektif ataukah
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 10
interpretif. Ciri-ciri pendekatan objektif menurutnya antara lain the assumption that
truth is singular and accessible through unbiased sensory observation; committed to
uncovering cause and effect relationship (2009: 14), teori-teori yang bersifat positivis
dan berprinsip pada hipothetico deductive verificative. Hubungan antara peneliti
dengan yang diteliti terpisah dimana peneliti berada di luar obyek yang diteliti.
Pendekatan interpretif merupakan the linguistic work of assigning or value to
communicative texts; assumes that multiple meaning or truth are possible (Ibid.: 15).
Pengelompokan Tujuh Persepektif dalam Tradisi Komunikasi menurut Griffin
menjadi tidak seperti pemikiran Craig ataupun Littlejohn. Pengelompokan masing-
masing tradisi dilakukannya berdasarkan pendekatan obyektif ataukah interpretif. Hal
ini dijelaskannya, “It’s important to realize that location of each tradition on the map
is far from random. My rationale for placing them where they are is based on the
distiction between objective and interpretive theories (2009: 51).
Tujuh Persepektif Tradisi Komunikasi
(Griffin, 2009: 51)
Berdasarkan pemikiran Griffin ini maka tradisi psikologi sosial dan cybernetic
berada di tradisi yang paling bersifat obyektif, sedangkan phenomenology dan critical
paling bersifat interpretif.
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 11
Implikasi dalam Penelitian
Ide Craig tentang Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi yang didukung
penuh oleh Littlejohn dan Griffin selain telah membuka ruang baru untuk
menghilangkan sekat-sekat multidisiplin dalam kajian komunikasi juga dapat
memberikan pemahaman penggunaan teori dalam penelitian. Sunarto (2011: 12)
menyatakan bahwa model tradisi ini membantu untuk lebih memahami kaitan antar
berbagai tradisi dengan implikasi berbagai teori komunikasi yang ada di dalammya
dengan metode penelitian yang digunakan.
Hal ini seperti yang dilontar Griffin (2009:51) dalam kajiannya dengan
memperlihatkan mana kelompok dari ke Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi yang
dapat dilakukan dengan penelitian yang berdasarkan obyektif, positivis, metode
kuantitatif dan mana yang interpretif dengan kekuatan pada metode kualitatif.
Dengan melihat bagan pemikiran dari Griffin diatas dapat dilihat bahwa tradisi
psikologi sosial dimana di dalamnya terdapat banyak teori-teori komunikasi
interpersonal akan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan penelitian obyektif,
kuantitatif. Sedangkan teori-teori yang berada dalam tradisi phenomenology dan
critical lebih tepat dilakukan dengan pendekatan penelitian yang bersifat interpretif-
kualitatif. Tradisi semiotika dan sosial-budaya akan berada dalam wilayah antara
kuantitatif dan kualitatif.
Implikasi perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi secara luas dapat
diterapkan dengan berbagai paradigma penelitian yang telah dikembangkan oleh
berbagai ilmuwan. Sunarto (2011: 12) melihat sangat memungkinkan muncul relasi
yang signifikan antara apa yang dilihat Miller (2005) melalui paradigma
postpositivistik; interpretif dan kritis dan pemikiran Griffin yang meletakan perspektif
obyektif dan interpretif dalam memahami ke perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 12
Komunikasi. Tradisi yang masuk dalam ranah objektif, dapat dikatakan menggunakan
positivistik dan postpositivitistik. Tradisi yang masuk subyektif.
Penutup
Kajian tentang perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi ini telah
membuka sebuah ruang baru bagi kita untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan dan
persamaan-persamaan yang ada dalam teori-teori komunikasi tanpa memunculkan
sekat-sekat keilmuan yang bersifat multidisiplin.
Keberadaan cara pandang yang diberikan Craig kemudian diikuti Littlejohn
dan Griffin diharapkan dapat memicu pemikiran-pemikiran baru bagi kita yang
mempelajari ilmu komunikasi dalam melihat teori komunikasi. Di samping itu
perspektif ini juga akan membangun kajian yang holistik terkait dengan metode
penelitian komunikasi.
Daftar Pustaka Craig, Robert T dan Heidi L Muller, (2007), Theorizing Communication Reading Across Traditions (Ed), Sage Publication: California. Dance, Frank E.X, (1982), Human Communication Theory Comparative Essays,
Harper Row Publisher: London. Griffin EM, (2009), A First Look at Communication Theory, Seventh Ed, McGraw- Hill: Boston. __________,( 2000), A First Look at Communication Theory, Fourth Ed, McGraw-Hill: Boston. Littlejohn, Stephen W, (1983), Theories of Human Commnucation, Second Ed, Wardworth: California. __________, (2002), Theories of Human Commnucation, Seventh Ed, Wadworth: Albuquerque, New Mexico. __________, (2005), Theories of Human Commnucation, Eight Ed, Wadworth: Albuqueque, New Mexico. __________, (2008), Theories of Human Commnucation, Ninth Ed, Wadworth: Albuquerque, New Mexico. Karen A Foss, (2011), Theories of Human Commnucation, Tenth Ed, Waveland Press Inc, Long Grove. ___________, (2009), Encyclopedia of Communication Theory, Sage, Los angeles. Miller, Katerine, (2005), Communication Theries, Perspectives, Process and Context, 2nd (ed), McGraw-Hill, International edition. Sunarto. (2011), ”Paradigma dan Metode Penelitian Komunikasi di Indonesia”, dalam
Prahastiwi Utari : Perspektif Tujuh Tradisi dalam Teori Komunikasi
Jurnal Komunikasi Massa Vol 4 No 2 Juli 2011 13
Aswad Ishak dkk, Mix Methodology dalam Penelitian Komunikasi, Aspikom, Buku Litera: Yogyakarta.