Pengurangan Rasa Nyeri Dalam Perawatan Intensive
Banyak pasien di dalam ICU yang memiliki pengalaman nyeri. Nyeri yang dirasakan
berhubungan dengan operasi pembedahan, cedera akibat trauma atau penyakit pada organ. Rasa
nyeri memberikan banyak dampak. Rasa nyeri dapat menyebabkan ansietas dan kekurangan tidur
dan menyebabkan delirium. Rasa nyeri menyebabkan respon hormonal kepada cedera,
menyebabkan retensi air dan sodium dan hiperglikemi. Rasa nyeri juga Meningkatkan respon
simpatis seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan resistensi perifer dengan
konsekuensi meningkatkan kerja jantung dan konsumsi oksigen miokardial berhubangan dengan
iskemi. Nyeri luka dari atau trauma dada dan perut disebabkan oleh terpisahnyanya otot,
pengurangan tidal volume, kapasitas vital, kapasitas fungsi residual dan ventilasi alveolar. Batuk
yang parah disebabkan oleh retensi sputum, atelektasis, infeksi pulmonal, hipoksia dan
hiperkarbia. Efek samping yang lain dari nyeri termasuk stasis vena yang dikarenakan imobilitas
berikut dengan trombosis vena dan penurunan motilitas intestinal. Dalam dunia kedokteran,
pengurangan rasa nyeri sangat penting untuk mengurangi morbiditas yang disebabkan oleh efek
diatas.
Beberapa karateristik rasa nyeri
Rasa nyeri adalah sensasi yang tidak nyaman baik secara sensoris maupun emosional, yang
dihubungkan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau diterangkan dalam beberapa
bentuk kerusakan.
Persepsi dari rasa nyeri tidak hanya tergantung dari derajat kerusakan jaringan tetapi juga
modifikasi pesan oleh stimulasi lainnya yang didapatkan dari input sensoris. Persepsi rasa nyeri
dipengaruhi oleh subjektivitas perorangan, dan tampaknya perbedaan persepsi antar individual
ditemukan lebih signifikan dengan tipe dan lokasi pembedahan atau trauma. Persepsi nyeri
dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman nyeri sebelumnya, ketakutan, ketidak
jelasan, kesalahan interpretasi, dan ketidakberdayaan penafsiran adalah kompleks.
Umur dapat berpengaruh terhadap pemberian analgetik. Pada orang tua dan anak-anak yang
sangat muda dapat diberikan dengan dosis yang lebih sedikit, tetapi tidak ada perbedaan yang
banyak dari perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian terbaru, pengalaman nyeri pada
anak-anak sama nyerinya seperti pada dewasa, tetapi anak-anak sering sulit mengutarakan
kepada para perawat, sehingga management rasa nyeri yang didapat pada anak-anak cenderung
buruk.
Penyakit kronik dapat berpengaruh terhadap respon analgetik. Toleransi analgetik sering
didapatkan pada pasien dengan penggunaan jangka panjang, dan pasien dengan penggunaan
dosis besar. Rasa nyeri diperburuk oleh berbagai faktor yang dikontribusi dari buruknya nyeri,
ansietas, dan kekurangan tidur. Ini termasuk dengan ketidaknyamanan selang, drainase, insisi,
kateter, plaster, traksi, sinar, bising, sama baiknya dengan ketidakdapatan untuk berkomunikasi.
Rasa nyeri yang didapat dari pembedahan akan hilang dengan sendirinya, diawali dengan rasa
nyeri yang terburuk, dan menjadi minimal saat hari ketiga. Derajat rasa nyeri tergantung akan
lokasi dari operasi, thorax dan abdomen bagian atas memilki rasa nyeri yang sangat, operasi
abdomen bawah, dan operasi kepala, leher dan tungkai.
Dua macam yang dapat dihasilkan dari nyeri: nyeri tumpul, nyeri menetap, nyeri sedikit pada
saat istirahat, dan nyeri berat, nyeri akut, yang bersifat menusuk bila dicetuskan bergerak, batuk
dan fisioterapi. Nyeri tersebut dapat pindah ke lokasi yang lain (seperti nyeri pada bahu yang
berasal dari diafragma). Penatalaksanaan nyeri berdasarkan respon yang ditimbulkan seperti
batuk dan fisioterapi telah ditemukan sangat berguna dalam menentukan respon pada
pengukuran analgesik yang bervariasi.
Manajemen rasa nyeri
Tndakan supportif akan mengurangi rasa nyeri dan ansietas. Komunikasi yang konstan dan
penghiburan sangat penting, dan tingkat kebisingan harus dikurangi sebisa mungkin. Gejala yang
menimbulkan masalah seperti flatulence, retensi urin, nausea, dan vomitus harus diobati. Bila
ada fraktur harus diimobilisasi. Tidur yang adekuat bisa didapat dengan hipnotik, dengan
mengurangi frekuensi dari perekaman tanda vital, dan mengurangi gangguan dari cahaya.
Anxiolitik (diazepam) dapat sangat berguna bagi pasien yang sangat gelisah. Banyak pasien yang
mempersiapkan dirinya untuk mengimbangi efek samping dari terapi, dan mereka akan puas
apabila rasanya nyeri yang didapat berkurang.
Kini sudah ada petunjuk untuk manajemen rasa nyeri dengan sirkumtansi yang berbeda. The US
Departement of Health and Human Services Clinical Practice Guideline adalah salah satu
contoh. Disini didapatkan beberapa point penting dalam keberhasilan management rasa nyeri:
1. Pencegahan lebih baik dari pengobatan. Pengurangan rasa nyeri akan sangat efektif saat
terbangun dari operasi, atau secepat mungkin dalam kondisi yang non-bedah. Corda
spinalis mengingatkan stimulus nyeri.
2. Tindakan dan pengulangan tindakan rasa nyeri pasien sangatlah penting, dan harus
berdasarkan modifikasi dari rencana managemen rasa nyeri.
3. Obat-obatan dan teknik digunakan untuk mengontrol nyeri yang sebelumnya harus telah
diatur oleh peraturan dan prosedur untuk penatalaksaan di level tertentu, dan peran dari
penyedia pelayanan kesehatan harus dilibatkan.
4. Kepuasan pasien adalah indikasi kuat dari pengurangan rasa nyeri.
Kehlet menyarankan manajemen dari rasa nyeri harus didasarkan kepada empat modalitas
pengobatan:
1. Pre-emptif analgesia untuk mengurangi nyeri paska cidera neuroplastisitas dimana
menyebabkan kepada hipersensitifitas nyeri.
2. Terapi nyeri multimodal atau keseimbangan analgesia
3. Pencarian obat baru seperti tachykinin dan bradykinin antagonist.
4. Pencarian teknik baru yang dikonsentrasikan pada terapi perifer dari rasa nyeri tempat
cidera.
OBAT PARENTERAL
Analgesik opioid
Morphine
Morphine masi merupakan obat yang sering digunakan pada terapi golongan opioid meskipun
banyak obat-obat baru yang diperkenalkan. Ada sebuah hubungan langsung dengan antara
konsentrasi opioid dalam darah dengan efek antinyeri, dan itu dimungkinkan dengan
memprediksi konsentrasi darah. Absorbsi yang tidak beraturan paska injeksi IM menghasilkan
konsentrasi darah yang fluktuatif, dengan periode nyeri sampai efek dosis berikutnya diberikan.
Bila IM opioid digunakan, dosis yang meredakan nyeri (morphine 0.15 mg/bb), harus tersedia
untuk pasien membutuhkan sesering mungkin, bila status sirkulasi tidak stabil analgesik opioid
sangat baik diberikan melalui IV, hati-hati dalam mentitrasi pada individu tertentu. Antinyeri
lebih baik diberikan dalam waktu yang pendek antara injeksi daripada meningkatkan dosis
individual. Infus opioid IV dapat menghasilkan efek analgesik yang lebih konstan dan konsisten.
Pemberian dosis morphine 10mg diikuti dengan infus morphine 2.5mg/jam secara konstan lebih
sering efektif pada dewasa berbobot 75kg. baik dosis loading maupun infus konstan dapat
memberikan berbagai efek tergantung pada umur, status hemodinamik dan efek klinis. Analgesik
opioid dapat juga diberikan pada pasien itu sendiri. Penggunaan morphine (0.25 mg/kg) dapat
diberikan secara IV tergantung kebutuhan, melalui alat-alat yang mengontrol pasien (pasien
terkontrol analgesik), dengan batas dosis maksimum.
Pethidine
Pethidine tetap berguna sebagai alternatif dari morphine, tetapi terdapat ketidak nyamanan dari
toksisitas norpethidine yang didapat oleh pasien yang mendapat dosis besar. didapatkan kedutan
otot, rigiditas dan kejang. Ia memiliki aktifitas terkuat seperi atropine.
Fentanly
Fentanyl adalah sebuah potent, opioid sintetik terlarut dalam lemak, dimana terdistribusi di
jaringa secara berulang-ulang dan luas. Ia memiliki efek yang sedikit kepada sistem
cadiovaskular, dan dapat digunakan kepada pasien dengan hipotensi berat. Durasi aksinya
pendek, membuat fentanyl berguna untuk presedur yang sangat nyeri. Pemberian yang
berkepanjangan menyebabkan eliminasi waktu paruh yang berkepanjangan. Derifat baru dari
fentanyl lebih potent dan masa kerja yang panjang, seperti sulfentanly dan lofentanil, dan yang
kurang potent dengan masa kerja yang sangat pendek alfentanil.
Methadone
Methadone adalah alternatif untuk pengurangan rasa nyeri durasi panjang paska operasi,
digunakan dalam satu dosis, dimana dapat digunakan sebagai analgesia hingga 24 jam.
Lambatnya pembersihan sistemik dari methadone menyebabkan konsentrasi analgetik dalam
darah terus terdapat dakam jangka panjang. Ada yang harus diperhatikan pada beberapa pasien
baik waktu paruh terminal dari methadone dan dalam memberikan efek antinyeri. Terdapat
potensial untuk akumulasi apabila diberikan dalam interval yang tidak biasa. Titrasi dari dosis
tambahan methadone sangat dianjurkan.
Efek samping
Seluruh opioid memiliki efek samping yang serupa bila diberi dalam dosis analgetik yang
seimbang (tabel 79.1). efek samping tergantung dari dosis yang diberikan, dimana didapatkan
depresi kardiorespirasi, disphoria, nausea, dan vomiting. Opioid menekan respon ventilasi
menjadi hipercarbia, tetapi tidak menjadi hipoksia. Tidak terkontrolnya penanganan dari oksigen
di beberapa pasien dapat menyebabkan henti napas. Pemberian resep rutin obat antiemetik
dengan opioid mungkin tidak dibenarkan karena berpotensi memberikan efek phenotiazine yang
tidak diinginkan serta efek depresi sitem saraf pusat.
Tabel 79.1 Opioid analgetik
Obat Waktu paruh Waktu paruh
lambat (jam)
Dosis yang
digunakan
Durasi
pengurangan rasa
nyeri (jam)
Pethidine 4 – 11 3 – 7 100 3 - 4
Morphine 25 2 – 4 10 3 - 4
Methadone 10 20 – 50 10 – 20 18 - 24
Fentanly 2- 3 2 – 5 0.1 0.5 -
1
Naloxone
Naloxone adalah pilihan antagonist. Sayangnya ia mengurangi analgesia seperti halnya
mengurangi depresi kardiorespirasi, dan pasien menjadi agitasi dan kesulitan beristirahat.
Dosisnya ialah 0.1 – 0.4 mg IV,diulangi perjam bila diperlukan. Admnistrasi spinal dari opioid
dibahas dibawah. Pemberian opioid secara spinal akan dibahas dibawah.
Agonist - antagonis
Agonist – antagonist seperti pentazocine, butorphanol, buprenorphrine dan nalbhuphine belum
banyak digunakan pada manajemen nyeri, terutama pada bagian perawatan intensif, dan
avaibilitas naloxone menyingkirkan pengembangan zat-zat ini.
Analgetik oral
Analgetik oral sangat berguna untuk nyeri minor atau untuk nyeri post operasi setlah hari kedua
atau hari ketiga. Beberapa analgetik minor terdapat pada tabel 79.2. penggunaan obat-obatan ini
harus diberikan dengan peralatan multimodel. Obat-obat ini memiliki efek samping, termasuk
perubahan fungsi platelet (aspirin), dan semakin buruknya gagal ginjal, retensi cairan dan
ulserasi peptik pada beberapa pasien.
Transdermal opioid
Pada peneletian terbaru, telah disebutkan bahwa fentanly dapat dimasukan ke dalam sirkulasi
melalui kulit, dengan menggunakan skin patch (koyo) yang memiliki reservoir obat dan
membran kontrol. Setelah 6- 12 jam, konsentrasi platelet darah layaknya sudah menjadi stabil.
Saat patch tersebut dilepaskan, kulit bekerja sebagai penyerap sehingga konsentrasi fentanyl
dalam darah meningkat 12 – 24 jam. Pemilihan penggunaan opioid dapat berguna pada anak-
anak dan situasi dimana teknik lain tidak dapat diberikan atau tidak pantas. Keterbatasan ini
dapat datang dari tambahan dosis IV saat awal mula pengobatan, dan observasi dalam 12 – 24
jam setelah pengobatan.
Regional analgesia
Banyak teknik lokal analgesia yang dapat digunakan pada pengurangan rasa nyeri. Blok epidural
paling banyak digunakan di ICU. Bagaimanapun juga seluruh teknik regional membutuhkan
banyak waktu dan personil yang terlatih. Komplikasi yang didapat tidaklah biasa dan serius.
Blok epidural
Blok epidural paling berguna dalam bedah perut bagian atas dada, dimana batuk, napas dalam,
dan mobilitas difasilitasi
Agent anestesia lokal epidural
Bupivacaine memiliki durasi aksi yang panjang dibandingkan dengan lignocaine. Yang berguna
dari blok epidural adalah peningkatan FEV1 dan kemampuan untuk batuk. Untuk pengurangan
rasa nyeri eksremitas bawah, abdomen bawah, dan pelvis, kateter dimasukan dalam regio lumbal
pada L1-2 atau L2-3. Untuk dosis muatan10-15 ml o.5% bupivacaine diikuti dengan infus 5-20
ml/jam o.125% bupivacaine.
Nyeri abdomen atas dan thorax paling baik diobati dengan kateter ukuran sedang yang
dimasukan pada jarak antara T7 dan T10. Dosis awal 4-6 ml o.5% buoivacaine diikuti dengan
infus 6-10 ml/jam 0.125% bupivacaine. Bila efek analgesia menjadi tidak adekuat dengan dilusi
0.125%, segera tambahkan dengan dosis 4-8 ml solutio 0.5%.
Komplikasi dari blok epidural di tangan yang kurang ahli sangat berat, termasuk:
1. Injeksi subaraknoid menyebabkan koma, hipotensi, bradikardi, dan henti napas.
2. Blok simpatik dengan hipotensi dan bradikardia
3. Paralisis otot pernapasan dikarenakan blok tinggi
4. Epidural hematoma atau abses
5. Efek samping dari lokal anestesia itu sendiri
Fasilitas resusitasi harus tersedia. Denyut nadi, pernapasan, tekanan darah, dan respon sensor
harus dipantau pada setiap injeksi. Infus epidural berlanjut dari lokal anestesia akan membuat
lebih sedikit dan episode akut dari hipotensi dan injeksi inkremental.
OPIOID EPIDURAL
Penggunaan opioid epidural dapat menguragi rasa nyeri tanpa hipotensi postural. Morphine 5
mg, pethidine 50 mg, dan fentanly 50 µg mencapai cairan cerebrospinal secara cepat dalam
konsentrasi tinggi, dan memproduksi analgesia secara langsung pada reseptor opiate di sel
tanduk posterior pada corda spinalis. Analgesia dengan morphine dapat bertahan selama 12 – 24
jam. Percobaan eksperimental telah menentukan prinsip aksi dari opiat analgesia spinal. Terdapat
perbedaan yang mendasar antara anastesia lokal dengan blokade opioid epidural. Opioid
epidural memproduksi memproduksi analgesia yang efektif dalam 24 jam, tanpa masalah
hipotensi seperti anastesia lokal. Bagaimanapun juga opioid epidural dapat menyebabkan
hipotensi, gatal-gatal, nausea, vomitus, retensi urine, dan perlambatan depresi napas. Efek
sampingnya adalah antagonis dari naloxone tanpa mengubah efek analgesik. Telah jelas bahwa
lokal anestesia epidural dan obat opioid bekerja sinergis. Pemilihan dosis yang tepat dari kedua
jenis obat tersebut akan mengurangi resiko toksisitas dari setiap komponen, saat meningkatkan
efikasi analgesik. Telah ditemukan juga dokumentasi yang baik tentang meminimalisir atau
eliminasi tachyphylaxis lokal anestesia epidural , saat anestesia lokal dikombinasi dengan opioid.
Dari beberapa studi telah ditemukan bahwa jelas terdapat keunggulan dari kombinasi infus
Bupivicaine (0.1% dalam 3-4 ml/jam) dan morphine (0.3-0.4 mg/jam) dibandingkan digunakan
tunggal. Fentanly juga telah dilaporkan menjadi bahan tambahan untuk infus bupivacaine
epidural. Biasanya dosis 0.125% bupivacaine dapat dibagi dua dengan menambahkan fentanly
25-50 µg/jam. Bagaimanapun juga dosis opioid dan anestesia lokal harus dititras dengan hati-
hati untuk memenuhi kebutuhan pasien individual.
Keuntungan potensial dari keunggulan analgesia dengan opioid epidural atau anastesia lokal
harus dibenarkan dalam kasus individual terhadap resiko dari invasi dan komplikasi dari teknik
ini. Di ICU, opioid epidural memberikan alternatif untuk melanjutkan infus anestesia lokal saat
kontrol nyeri yang berat telah diberikan.
Tabel 79.3 Perbandingan aksi dan efikasi dari opioid spinal dan blok lokal anestesia
Opioid Anestesia Lokal
kerja
Lokasi kerja Substansia gelatinosa dari sel
tanduk corda spinal dan reseptor
opioid lainya
Akar saraf ( dan jalur panjang di
coda spinalis)
Tipe blokade Presinaptik dan (postsinaptik)
inhibisi pada eksitasi sel neuron
Blokade dari konduksi impuls
saraf di membran aksonal
Modalitas Blokade Blok konduksi nyeri secara
selektif
Blokade simpatis dan serat
nyeri, sering pula kehilangan
sensasi dan fungsi motorik
Efikasi
Tipe dari nyeri dan efikasi dari
blokade:
Bedah atau nyeri trauma Bantuan Partial Bantuan komplit
Nyeri postoperatif
24 jam pertama Bantuan yang adil (dosis tinggi) Bantuan komplit
Lebih 24 jam Bantuan yang baik (dosis
rendah)
Bantuan yang komplit
Tabel 79.4 efek dan efek samping dari opioid spinal dan blok anestesia lokal
Efek samping Opioid spinal Anastesial lokal spinal
Cardiovascular Perubahan minor denyut
jantung
Blok rendah (dibawah T10)
Blokade simpatis
Hipotensi pustural
Biasanya tidak terdapat
hipotensi postural
Belok tinggai (diatas T4)
Blokade simpatis
Hipotensi postural
Intak respon Vasokonstriksi Caridoaccelerator blok
Menurunankan denyut
jantung, menurunkan
inotropik
Respiratory Depresi awal *†(1-2 jam)
- obat yang diabsorbsi
sistemik
Depresi lambat *†(6-24 jam)
-opioid pada cairan
cerebrospinal migrasi ke otak
Biasanya tidak terhalang
kecuali tingkat C5 tercapai
Sistem saraf sentral
Sedasi Mungkin ditandai* Sedang atau tidak sama sekali,
tergantung dari agent
Konvulsi Biasanya tidak terlihat Toksisitas dari dosis tinggi
Kelainan Neurological lainya Bingung, amnesia, katalepsy.
Halusinasi
(dilaporkan dengan dosis
tinggi intrathecal)
Tidak biasa terlihat
Nausea Ya* Ya – kejadian jarang
Vomitus Ya* Ya – kejadian jarang
Retensi urin Ya*† ya
Gatal pada kulit Ya* Tidak
Meiosis Ya tidak
*antagonis oleh naloxone tetapi dosis berulang dapat diberikan
†dicegah dengan infus naloxone
Blok saraf Interkostal
Blok saraf interkostal sangat berguna untuk mendapatkan efek analgesik pada dermatom yang
sesuai. Teknik ini dapat memberikan efek batuk tanpa rasa nyeri. Blok bilateral sangat
dibutuhkan pada luka di garis tengah. Sayangnya, nerves viseral tidak dapat diblok. Injeksi
multiple dibutuhkan dan dapat menimbulkan resiko pneumothorax. Kerja dari bupivacaine dapat
diperpanjang dengan menggunakan adrenaline, 3-5ml dari 0.5% biasanya efektif. Ketika terjadi 3
atau 4 iga yang patah atau adanya fraktur bilateral, blok epidural lebih dipilih.
Kateter Intrapleural
Penggunaan anestesi lokal secara injeksi kedalam cavum pleura dapat menghasilkan efek
analgesik dimana sangat berguna pada situasi tertentu.
Agent Inhalasi
Penggunaan obat inhalasi membutuhkan alat-alat tambahan. Lebih lanjut masalah polusi
lingkungan dengan efek samping yang diinginkan yang timbul dari inhalasi sangat tidak
menguntungkan. Meskipun demikian, analgesik inhalasi berguna dalam operasi dengan waktu
yang terbatas seperti dalam halnya fisioterapi.
Nitro Oksida
Penggunaan 50% Nitro oksida : 50% oksigen (Entonox) dapat menghasilkan efek analgesik yang
baik. 10 – 12 kali napas diperlukan unutk menghasikan konsentrasi yang adekuat di otak.
Entonox dapat diberikan melalui alat yang dibutuhkan seperti ventilasi tekanan positif dan
melalui masker oksigen plastik. Teknik terakhir memberikan 10-25% nitro oksida dan 25-35%
oksigen untuk dihisap dengan efek analgesik yang memuaskan. Penggunaan Ethonox tidak boleh
lebih dari 36 jam karena efeknya depresi sum-sum tulang dapat terjadi bila digunakan
berkepanjangan.
Metode lain dalam meredakan nyeri
Stimulasi saraf elektrik transkutan
Teknik ini melibatkan stimulasi elektrik melalui serat saraf aferen berdiameter besar, dimana
menghambat terjadinya nyeri secara selektif(teori kontrol gerbang dalam nyeri). Stimulasi
elektrik telah digunakan pada post operasi dan untuk nyeri dari patah iga. teknik ini tidak terlalu
efektif, tapi dapat mencapai pengurangan dalam pemberian kebutuhan analgesik.
Akupuntur dan hipnotis
Stimulasi yanbg ditujukan pada lokasi tertentu pada tubuh melalui rotasi manual dari jarum
untuk menghasilkan sensai yang unik dan pereda nyeri, dan manipulasi dari atensi, bersama-
sama dengan sugesti yang kuat, mempunyai nilai yang kecil bila dikerjakan di ICU. Baik
hipnotis maupun akupuntur membutuhkan waktu yang sangat lama untuk digunakan secara luas.
Beberapa derajat dari pasien-pasien yang koperatif biasanya dapat digunakan.
Pereda nyeri pada situasi tertentu
Pasien sadar non intubasi
Pemilihan analgesik biasanya antara lain, infus IV yang dikontrol oleh anastetis
dengan opioid, PCA, atau blok epidural dengan bipivacaine dengan atau opioid.
Pada situasi tertentu, untuk nyeri puncak selama fisioterapi, sebuah bolus kecil
opioid atau inhalasi NO dan O2 biasanya efektif. Sasaran yang dicapai adalah efek
napas yang dalam, dan batuk, dengan masalah kardiovaskuler yang minimal.
Kebanyakan studi dari penggunaan analgesik post operatif merupakan studi nyeri
pada istirahat bukan nyeri selama beristirahat dimana merupakan hal yang sangat
vital
Pasien yang terventilasi
Infus IV continous dengan morphine biasanya memberikan efek yang memuaskan. Dosis besar
dapat diberikan bila dibutuhkan atau dosis kecil dengan memberikan diazepam atau midazolam.
Penggunaan campur antara morphine 50mg dan midazolam 40mg dalam 50 ml normosaline
dapat diinfuskan dengan 1-5 ml/jam. Fentanly merupakan alternatif yamg mahal, dimana
fentanly dosis tinggi dapat mengakibatkan toksisitas norpethidine
Pasien dengan toleransi opioid
Pasien sebelumnya telah mendapatkan opioid pada nyeri akut dapat diberikan dosis
besar untuk dapat menghasilkan efek analgesik.
Pendekatan klinis
Morphine masih banyak digunakan secara luas sebagai anti nyeri untuk nyeri pada
jaringan otot. Penemuan beberapa populasi berbeda dari penerima opioid dan non
opioid serta komponen dendogen seperti morphin dapat timbul untuk memberikan
potensi lebih lanjut. Analgesik regional berguna dan harus, mungkin dapat
diberikan lebih sering. Penggunaan opioid melalui injeksi epidural menimbulkan
efek yang sangat baik pada pasien tertentu. Penelitian pada beberpa metode baru
untuk mencegah nyeri dan pengelolaannya masih terus berlanjut. Analgesik yang
efektif bergantung pada berbagai pendekatan klinis termasuk analgesik preemtif,
dan terapi multi modal dan perhatian lebih pada mekanisme perifer dalam
menghasilkan efek analgesik.
Recommended