Upload
reyjenwijayakusuma
View
115
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kasus Blighted Ovum
Citation preview
1
Presentasi Kasus dr. Reyjen
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. K
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Asrama Yon Kav I, RT 4/ RW 11, Pasir Gunung
Sebitan, Cimanggis, Depok
MRS : 1 April 2015
Dikirim oleh : Poliklinik Kandungan
Dirawat di Ruang : Ruang Karina
Nomor CM : K.000087
2. ANAMNESIS (autoanamnesa dengan penderita)
Autoanamnesa dilakukan 1 April 2015 di Ruang Karina RS TK IV Cijantung Kesdam
KELUHAN UTAMA : Keluar bercak darah dari kemaluan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 3 hari lalu, dan
dirasakan semakin banyak. Pasien juga mengeluh rasa mulas pada perut bagian bawah.
Sebelumnya pasien sudah pergi ke bidan untuk berobat, dan pasien mengaku sudah diberi
penguat kehamilan oleh bidan. Sebelumnya pasien belum pernah mengeluarkan darah dari
kemaluan. Pasien mengaku baru mengetahui bahwa dirinya hamil sejak bulan Februari 2015,
saat memeriksakan dirinya ke bidan karena terlambat haid.
Masalah lain seperti tekanan darah tinggi, kencing manis, sakit kepala, pusing,
pandangan kabur, mual-muntah, nyeri ulu hati dan sesak napas disangkal. Pasien juga
menyangkal adanya rasa lemas terus-menerus, terlihat pucat, dan lesu. Pasien mengaku tidak
minum jamu maupun obat-obatan selama hamil.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
2
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Pasien mengatakan selama hamil tidak ada keluhan keputihan, gigi berlubang,
maupun demam. Buang air kecil (BAK) selama ini dirasakan lancar, tidak ada nyeri saat
BAK maupun BAK anyang-anyangan. Buang air besar (BAB) juga tidak ada keluhan.
RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG
Menarche : 14 tahun
Siklus : 28 hari, teratur
Lama : 5 hari
HPHT : 1 Januari 2015
RIWAYAT PERSALINAN
Pasien mengaku melahirkan anak pertama pada tahun 2009, laki-laki, dengan cara
operasi sesar, degan berat 2900.
RIWAYAT KONTRASEPSI
Pasien mengaku menggunakan pil KB selama 6 tahun ini.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat keguguran disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama disangkal
Riwayat darah tinggi dalam keluarga disangkal
Riwayat kencing manis dalam keluarga disangkal
Riwayat asma dalam keluarga disangkal
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien tidak bekerja, suami pasien bekerja sebagai anggota TNI.
.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
3
Presentasi Kasus dr. Reyjen
3. OBJEKTIF
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4M6V5= 15
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
teraba sama kanan dan kiri
Laju Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,4 C (axiler)⁰
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : normosefal, hematom (-), deformitas (-)
Mata : konjungtiva palpebra normal, pupil 3mm/3mm, refleks cahaya
+/+
Leher : hematom (-),gerakan leher normal (+),perbesaran KGB (-),nyeri
saat digerakkan (-)
Telinga : otorrheae (-/-), otorrhagia (-/-)
Hidung : rhinorrheae (-/-), rhinorrhagia (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-1 hiperemis (-), faring hiperemis (-/-)
Leher : jejas (-), trakea di tengah, JVP normal
Dada : retraksi (-), jejas (-), nyeri tekan (+) di midaxilaris sinistra.
Cor I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm lateral LMCS
Pe : jantung dalam batas normal
Au : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Pulmo I : simetris, tidak ada gerakan nafas yang tertinggal
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
4
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Au : suara dasar vesikuler, suara tambahan(-)
Abdomen I : perut tampak mendatar
Pa : supel, nyeri tekan (+), hepar & lien tak teraba, ballotement ginjal
(-)
Pe : timpani di ke-4 kuadran
Au : bising usus (+) normal
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Cap. Refill <2 dtk/<2 dtk <2 dtk/<2 dtk
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan abdomen : TFU tidak teraba,.
Pemeriksaan Dalam
- Inspeksi : terdapat bercak darah pada vagina
- Inspekulo : Ostium Uteri Eksternum tertutup
- Vaginal touche : tidak dilakukan
4. - DIAGNOSA SEMENTARA
G2P1A0 Hamil 13 minggu dengan Abortus Iminens
-DIAGNOSA BANDING
Blighted Ovum
Kehamilan Ektopik
Mola Hidatosa
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
5
Presentasi Kasus dr. Reyjen
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah Lengkap tanggal 1 April 2015
WBC 5.1 / mm3 4 – 10,0 Normal
HBG 10.4 g/dL 11,0 – 16,5 Normal
HCT 32 % 37,0 – 43,0 Normal
PLT 232/mm3 160 - 400 Normal
CT 2,00 1 – 3 Normal
BT 6,24 5 – 10 Normal
USG 31 Maret 2015
Kesan: Blighted Ovum
7. ASSESMENT
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
6
Presentasi Kasus dr. Reyjen
G2P1A0 Hamil 13 minggu dengan Blighted Ovum
8. PLANNING
A. Nofarmakologi:
Monitor tanda vital
Pemeriksaan lab darah (H2TL + CT & BT)
Puasa 6 jam sebelum tindakan kuretase
Kuretase
B. Farmakologi:
Infus Ringer Laktat 20 tpm
Amoxcycylyn tablet 3 x 500 mg
Asam Mefenamat tablet 3 x 500 mg
Metergin tablet 3 x 1 tablet
Sulfas Ferosus 3 x 1 tablet
Cytotek 2 x ½ tablet
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
7
Presentasi Kasus dr. Reyjen
TINJAUAN PUSTAKAPENDARAHAN PADA KEHAMILAN MUDA
Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang terjadi
sebelum Trimester 3.
Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan pervaginam, tetapi
terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan pada trimester pertama kehamilan.
Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna coklat tua (coklat
kehitaman). Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa hari
atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.
Terdapat klasifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.
2. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hidrofik.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
KET adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung
dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
4. Blighted Ovum
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigahtidak terbentuk
sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk.
I.ABORTUS
A.DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
di luar kandungan.
Abortus dapat digolongkan atas dasar :
1. Abortus Spontan
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
8
Presentasi Kasus dr. Reyjen
- Abortus imminens
- Abortus insipiens
- Abortus inkompletus
- Abortus kompletus
- Abortus infeksiosa & Septik
- Missed abortion
- Abortus habitualis
2. Abortus Provakatus (induced abortion)
- Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
- Abortus Kriminalis
1) Abortus spontan
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus,
maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah
keguguran (Miscarriage).
Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus
insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus. Selanjutnya, dikenal pula missed abortion,
abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik.
a) Abortus imminens (keguguran mengancam)
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis
abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium
uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar
tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita
hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak
terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam desidua,
pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah, cepat
berhenti, dan tidak disertai mules-mules.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
9
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Gambar 1. Abortus Imminens
b) Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya
dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini
rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
Gambar 2. Abortus Insipien
c) Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap)
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka
dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang sudah menonjol dari ostium uteri
eksternum.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
10
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Gambar 3. Abortus Inkompletus
d) Abortus komplet (keguguran lengkap)
Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan
dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Diagnosis dapat di permudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan
bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Gambar 4. Abortus Kompletus
e) Abortus infeksiosa dan Abortus septic
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan
abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam peredaran darah atau peritoneum. Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi
pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering
ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
11
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada abortus septik
virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium, dan
peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis,
dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala
dan tanda infeksi genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam berbau, uterus
yang membesar, lembek, serta nyeri tekan, dan leukositosis. Apabila terdapat sepsis,
penderita tampak sakit berat, kadang kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah
menurun.
f) Missed abortion (retensi janin mati)
Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam
kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. Missed abortion biasanya
didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau
setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi,
uterus tidak membesar lagi malah mengecil, dan tes kehamilan menjadi negatif. Dengan
ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan
usia kehamilan.
Gambar 5. Missed Abortion
g) Abortus habitualis
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturuturut tiga kali atau lebih.
Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum
28 minggu. Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan.
Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadi abortus lagi pada seorang wanita
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
12
Presentasi Kasus dr. Reyjen
mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya, Warton dan Fraser dan
Llwellyn-Jones member prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39%.
2) Abortus provokatus
Abortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin
mampu hidup. Pada tahun 2000, total 857.475 abortus legal dilaporkan ke Centers for
Disease Control and Prevention. Sekitar 20% dari para wanita ini berusia 19 tahun atau
kurang, dan sebagian besa berumur kurang dari 25 tahun, berkulit putih, dan belum menikah.
Hampir 60% abortus terinduksi dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum
minggu ke 12 kehamilan (Centers for Disease Control and Prevention, 2000).
Abortus ini terbagi lagi menjadi:
a) Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)
Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan
2 sampai 3 tim dokter ahli.
b) Abortus kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak
berdasarkan indikasi medis.
B. ETIOLOGI
Penyebab abortus ada berbagai macam yang diantaranya adalah:
1) Faktor maternal
a) Kelainan genetalia ibu, misalnya pada ibu yang menderita:
(1) Anomali kongenital (hipoplasia uteri, uterus bikornis, dan lain-lain).
(2) Kelainan letak dari uterus seperti retrofleksi uteri fiksata.
(3)Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang
sudah dibuahi, seperti kurangnya progesteron atau estrogen, endometritis,
dan mioma submukosa.
(4) Uterus terlalu cepat teregang (kehamilan ganda, mola hidatidosa).
(5) Distorsia uterus, misalnya karena terdorong oleh tumor pelvis.
b) Penyakit-penyakit ibu
Penyebab abortus belum diketahui secara pasti penyebabnya meskipun
sekarang berbagai penyakit medis, kondisi lingkungan, dan kelainan perkembangan
diperkirakan berperan dalam abortus. Misalnya pada:
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
13
Presentasi Kasus dr. Reyjen
(1) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, tifoid,
pielitis, rubeola, demam malta, dan sebagainya. Kematian fetus dapat disebabkan
karena toksin dari ibu atau invasi kuman atau virus pada fetus.
(2) Keracunan Pb, nikotin, gas racun, alkohol, dan lain-lain.
(3) Ibu yang asfiksia seperti pada dekompensasi kordis, penyakit paru berat,
anemi gravis.
(4) Malnutrisi, avitaminosis dan gangguan metabolisme, hipotiroid, kekurangan
vitamin A, C, atau E, diabetes melitus.
c) Antagonis rhesus
Pada antagonis rhesus, darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus,
sehingga terjadi anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
d) Perangsangan pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi Misalnya, sangat
terkejut, obat-obat uterotonika, ketakutan, laparatomi, dan lain-lain. Dapat juga karena
trauma langsung terhadap fetus: selaput janin rusak langsung karena instrument,
benda, dan obat-obatan.
e) Gangguan sirkulasi plasenta
Dijumpai pada ibu yang menderita penyakit nefritis, hipertensi, toksemia
gravidarum, anomaly plasenta, dan endarteritis oleh karena lues.
f) Usia ibu
Usia juga dapat mempengaruhi kejadian abortus karena pada usia kurang dari
20 tahun belum matangnya alat reproduksi untuk hamil sehingga dapat merugikan
kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin, sedangkan abortus
yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun disebabkan berkurangnya fungsi alat
reproduksi, kelainan pada kromosom, dan penyakit kronis.
2) Faktor janin
Menurut Hertig dkk, pertumbuhan abnormal dari fetus sering menyebabkan abortus
spontan. Menurut penyelidikan mereka, dari 1000 abortus spontan, maka 48,9% disebabkan
karena ovum yang patologis; 3,2% disebabkan oleh kelainan letak embrio; dan 9,6%
disebabkan karena plasenta yang abnormal. Pada ovum abnormal 6% diantaranya terdapat
degeneras hidatid vili. Abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum
berkurang kemungkinannya kalau kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
14
Presentasi Kasus dr. Reyjen
kehamilan saat terjadinya abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum
(50-80%).
3) Faktor paternal
Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus. Yang
jelas, translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus. Saat ini abnormalitas
kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus (Carrel, 2003). Penyakit ayah: umur
lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemi, dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis,
keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.
C. PATOLOGI
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis
jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan
uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil
konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya, karena vili koreales belum menembus desidua
terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, telah masuk agak tinggi,
karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga banyak terjadi perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka
disusul dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan
tidak banyak terjadi jika plasenta terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus
dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya janin tidak tampak didalam kantong
ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula janin telah mati lama disebut missed
abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ovum
akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini
menjadi mola karneosa apabila pigmen darah diserap sehingga semuanya tampak seperti
daging.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi: janin mengering dan menjadi agak gepeng atau fetus compressus karena cairan
amnion yang diserap. Dalam tingkat lebih lanjut janin menjadi tipis seperti kertas perkamen
atau fetus papiraseus. Kemungkinan lain yang terjadi apabila janin yang meninggal tidak
dikeluarkan dari uterus yaitu terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek,
dan seluruh janin berwarna kemerahmerahan.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
15
Presentasi Kasus dr. Reyjen
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, syok, dan
gagal ginjal akut.
1) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda
bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi,
penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang
dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persolan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas, mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan
atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan
luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi
komplikasi.
3) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan
tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah
peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan infeksi berat (syok
endoseptik).
5) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang persisten pada kasus abortus biasanya berasal dari efek infeksi dan
hipovolemik yang lebih dari satu. Bentuk syok bakterial yang sangat berat sering disertai
dengan kerusakan ginjal intensif. Setiap kali terjadi infeksi klostridium yang disertai dengan
komplikasi hemoglobenimia intensif, maka gagal ginjal pasti terjadi. Pada keadaan ini, harus
sudah menyusun rencana untuk memulai dialysis yang efektif secara dini sebelum gangguan
metabolik menjadi berat.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
16
Presentasi Kasus dr. Reyjen
E. PENATALAKSANAAN
1. Abortus imminens
- Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
- Progesteron 10 mg sehari untuk terapi substitusi dan untuk mengurangi
kerentanan otot-otot rahim.
- Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil negatif, mungkin janin sudah mati.
- Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
- Pasien tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.
2. Abortus insipiens2
- Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan
transfusi darah.
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,2 mg
intramuskular.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplet.
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran
plasenta secara digital yang dapat disusul dengan kerokan.
- Memberi antibiotik sebagai profilaksis.
3. Abortus inkomplet2,3
- Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
ringer laktat yang disusul dengan ditransfusi darah.
- Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret lalu suntikkan ergometrin
0,2 mg intramuskular untuk mempertahankan kontraksi otot uterus.
- Berikan antibiotik untuk rnencegah infeksi.
4. Abortus komplet
- Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah.
- Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
- Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin. dan mineral.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
17
Presentasi Kasus dr. Reyjen
5. Missed abortion
- Bila terdapat hipofibrinogenemia siapkan darah segar atau fibrinogen.
- Pada kehamilan kurang dari 12 minggu.
Lakukan pembukaan serviks dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu
dilakukan dilatasi serviks dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi
diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu.
Infus intravena oksitosin 10 IU dalam dekstrose 5% sebanyak 500 ml mulai
dengan 20 tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.
Oksitosin dapat diberikan sampai 10 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang
infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
6. Abortus infeksius dan septik
- Tingkatkan asupan cairan.
- Bila perdarahan banyak, lakukan transfusi darah.
- Penanggulangan infeksi:
a) Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta.
b) Chloromycetin 4 x 500 mg.
c) Cephalosporin 3 x 1.
d) Sulbenicilin 3 x 1-2 gram.
- Kuretase dilakukan dalam waktu 6 jam karena pengeluaran sisa-sisa abortus
mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan nekrosis yang bertindak
sebagai medium perkembangbiakan bagi jasad renik.
- Pada abortus septik diberikan antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi misalnya
Sulbenicillin 3 x 2 gram.
- Pada kasus tetanus perlu diberikan ATS, irigasi dengan H2O2, dan histerektomi
total secepatnya.
7. Abortus Habitualis
- Memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sehat, istirahat yang
cukup, larangan koitus, dan olah raga.
- Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan.
- Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: Shirodkar atau Mac Donald
(cervical cerclage).
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
18
Presentasi Kasus dr. Reyjen
F. PROGNOSIS
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan.
Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules – mules disertai
dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut, maka sering
diikuti dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR.
II.KEHAMILAN EKTOPIK
A. DEFINISI
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai suatu kehamilan yang pertumbuhan
sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.
Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan
pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi
jelas bersifat ektopik. Kehamilan ektopik dapat terjadi di beberapa lokasi seperti yang
terdapat pada gambar 10.
Gambar 10. Lokasi kehamilan Ektopik
B. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan
ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan
berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke
tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
19
Presentasi Kasus dr. Reyjen
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang
lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi
superovulasi.
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada
tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.2,10
C. FAKTOR RESIKO
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.2
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah sebagai berikur:
1. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang hanya mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.
3. Faktor tuba
Faktor dalam lumen tuba:
- Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk
kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
- Pada hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang dapat
menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik.
- Pascaoperasi rekanalisasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
Faktor pada dinding tuba:
- Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba.
- Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu.
Faktor di luar dinding tuba
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
20
Presentasi Kasus dr. Reyjen
- Perlengketan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
- Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4. Faktor ovum
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
5. Faktor lain
Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
D. PATOLOGI
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi
secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat
nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami
degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh.
Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari
uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
21
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
b. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominalis. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi
pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili
korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.
Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga
dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan
dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahannya
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikitnya oleh darah, sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.
c. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga
perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
22
Presentasi Kasus dr. Reyjen
dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas,
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan
ligamentum tersebut.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion
dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder.
Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
E. KLASIFIKASI
Kehamilan ektopik dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba.
Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir
bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber
perdarahan dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri
dimana tuba pars interstisialis berada.
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterin. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 – 40.000 persalinan.Di
Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
23
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik
yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut
ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan
ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya
terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil
konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi ruptur,
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang
mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput mudigah.
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam
kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda.
Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri
eksternum terbuka sebagian.Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan
biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk
menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
1. Ostium uteri internum tertutup
2. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
3. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
4. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
5. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga
terbentuk hour-glass uterus
Kriteria Rubin (1911) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
1. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
24
Presentasi Kasus dr. Reyjen
2. Tempat implantasi plasenta harus berada di bawah arteri uterina atau
peritoneum visceral uterus.
3. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus.
4. Implantasi plasenta di serviks harus kuat.
Kriteria Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerlukan histerektomi
total untukmemastikannya.
5. Kehamilan ektopik kronik (hematokel)
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh terus karena mendapat
cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik
lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau
ruptur dan janin dikeluarkan dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh
kantung ketuban dengan plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di
tempat implantasinya yang baru. 2
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta dari tahun 1967 – 1972
yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai penulis mengemukakan angka antara
1 : 2000 persalinan sampai 1 : 8500 persalinan.
F. GAMBARAN KLINIK
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam
kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit untuk
diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas.Amenorea
atau gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore
tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita
tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di
perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami
ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
25
Presentasi Kasus dr. Reyjen
ditentukan. Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik
yang lain seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita
dengan gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik
harus ditangani dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada
sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat
diatasi dapat membahayakan jiwa penderita.
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba tergangu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak
jelas. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit.Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik
terganggu (KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-
tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang
lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin.
Rasa nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam
rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan
bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET. Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua.
Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan hCG.
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan
ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas
yang menonjol dan nyeri raba. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
26
Presentasi Kasus dr. Reyjen
suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak
lunak. Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat bantu
diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.
G, DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus
tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang
dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi.
Anamnesis: haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan kadang-
kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri abdominal terutama bagian
bawah dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama kehamilan merupakan
tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala
nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.
Pemeriksaan umum: penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.Pada jenis tidak mendadak
perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri tekan. Kehamilan ektopik
yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya
gejala-gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan ginekologi: tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan
teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan
batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama
bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus tidak mendadak
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
27
Presentasi Kasus dr. Reyjen
biasanya ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru
terlihat setelah 24 jam.2 Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan
ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling mudah
adalah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon β-hCG dalam urin atau
serum. Hormon ini dapat dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal
menstruasi berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L,
sedangkan pada urin ialah 20–50 IU/L.6 Tes kehamilan negatif tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan
degenerasi trofoblas menyebabkan hCG menurun dan menyebabkan tes negatif. Tes
kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung gestasional.
Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik cenderung memiliki level β-
hCG yang rendah dibandingkan kehamilan intrauterin.
Kuldosentesis: adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Adapun teknik ini terlihat dalam gambar 11.
Teknik kuldosentesis yaitu:
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa:
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang appendiks
yang pecah (nanah harus dikultur).
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
28
Presentasi Kasus dr. Reyjen
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
Ultrasonografi: Cara yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya
kehamilan ektopik adalah mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik
untuk mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan
ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan intrauteri dengan
menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada kehamilan diatas 5,5 minggu.
Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang
sensitif) dan kurang spesifik.Adapun gambaran kehamilan ektopik terlihat pada
gambar 12.
Gambar 12. USG kehamilan ektopik
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
Gambar 11.Kuldosentesis
29
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Laparoskopi: hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat kandungan
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu:
a. Kondisi penderita saat itu
b. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
c. Lokasi kehamilan ektopik
d. Kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama
pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini
mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga
belum terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan
ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan
menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat
diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
30
Presentasi Kasus dr. Reyjen
hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan
melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang
hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang
komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini
akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus,
jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa
dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Tindakan salpingotomi
tampak pada gambar 13.
Gambar 13. Salpingotomi
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan re-anastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.
Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
31
Presentasi Kasus dr. Reyjen
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur,
karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan,
dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem
Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong
irisan kecil pada miometrium di daerah kornu uteri, hindari insisi yang terlalu
dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0
digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom
pada ligamentum latum.
III. MOLA HIDATIDOSA
A. DEFINISI1,6
Mola hidatidiform diartikan sebagai suatu kehamilan yang tak berkembang wajar
dimana tidak diketemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi
dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
MOLA HIDATIDOSA
B. ETIOLOGI
Penyebab bagi mola hidatidosa sampai sekarang masih belum diketahui. Diperkirakan
bahwa faktor-faktor seperti gangguan pada telur, kekurangan gizi pada ibu dan kelainan
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
32
Presentasi Kasus dr. Reyjen
rahim berhubungan dengan peningkatan angka kejadian mola. Wanita dengan usia di bawah
20 tahun atau di atas 40 tahun juga berada dalam risiko tinggi. Mengkonsumsi makanan
rendah protein, asam folat dan karoten juga meningkatkan risiko terjadinya mola walaupun
patologinya tidak sepenuhnya difahami.
C. PATOGENESIS
Kira-kira 1 diantara 10 kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan pada separuh
abortus ini terdapat perkembangan ovum atau fetus yang patologis atau blighted.
Pada blighted ovum tampak jaringan plasenta mengalami berbagai tingkat degenerasi
hidropik dan pada pemeriksaan mikroskopik villus tersebut tidak diketemukan sirkulasi fetal
atau perkembangannya tidak sempurna.
Akibat gangguan sirkulasi tersebut, terjadi edema. Cairan yang tidak dapat diserap
mengakibatkan pembengkakakn.
Jadi vilus-vilus yang mengalami degenerasi hidropik merupakan tanda adanya
blighted ovum. Mola hydatidosa merupakan lanjutan degenerasi hidropik pada blighted
ovum. Abortus akibat blighted ovum biasanya keluar 3 bulan pertama, sedangkan
gelembung-gelembung mola baru dikeluarkan pada kehamilan 4-5 bulan. Umumnya mola
ditemukan dalam uterus, tetapi dapat juga ditemukan pada tempat ektopik. Bila diketahui,
biasanya setelah kehamilan 4-5 bulan, uterus lebih besar daripada umur kehamilan.
Uterus berisi kelompok-kelompok jaringan seperti buah anggur, kistik, berdinding
tipis dan mudah pecah dengan keluarnya cairan jernih. Kelompok jaringan seperti ini diikat
oleh jaringan fibrotik yang halus. Gambaran mikroskopik menunjukkan:
Vilus-vilus yang membesar
Stroma menunjukkan edema
Stroma yang tidak mengandung pembuluh darah atau jumlahnya berkurang
Hiperplasi dan anaplasi epitel chorion, yaitu sitotrophoblast (sel Langhans) dan
synsitiotrophoblast.
Karena proliferasi epitel chorion ini, maka produksi HCG bertambah 10x lipat.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
33
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Gambar 2.Fotomikrograf mola hidatidiform
yang memperlihatkan pembengkakan vilus dan sedikit hiperplasia trofoblast permukaan. 5
D. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIK
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun
jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu
aktif sehingga perlu dipikirkan adanya jenis dying mole.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa
intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.
Karena perdarahan ini umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan preeklampsia
(eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada mola terjadinya lebih muda
daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir akhir ini banyak dipermasalahkan adalah
tirotoksikosis. Maka, Martadisoebrata menganjurkan agar stiap kasus mola hidatidosa dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tanda tanda preeklampsia
pada kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
E. TATALAKSANA
Tatalaksana Mola hidatidiform terdiri dari 2 tahap berikut:
1. Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau
anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia atau
tirotoksikosis.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
34
Presentasi Kasus dr. Reyjen
2. Pengeluaran Jaringan Mola
Ada 2 cara, yaitu:
a) Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk
memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan
kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup
dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.
b) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas
tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dnegan anak hidup tiga.
c) Pemeriksaan tindak lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai NORMAL setelah 8 minggu evakuasi. Lama
pengawasan berkisar satu tahun. Selama periode 8 minggu dianjurkan tidak menggunakan
kondom, diafragma, dll.
F. KOMPLIKASI
Choriocarcinoma gestational
Merupakan neoplasma ganas epitel sel trophoblastik yang berasal dari segala bentuk
kehamilan normal atau abnormal sebelumnya. Biasa didapatkan mola komplet yang
memperlihatkan pembengkakan hidropik sebagian besar villus korion sementara vaskularisasi
vilus hampir tidak ada sama sekali atau kurang adekuat. Mola komplet yang lanjut
memperlihatkan spektrum klasik pembengkakan villus difus dan ekstravillus yang konsentrik
dan ekstensif yang dapat menyebabkan Choriocarcinoma.
G.PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung
atau tirotoksikosis. Dinegara maju kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Di negara
berkembang, masih cukup tinggi, berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar pasien mola
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
35
Presentasi Kasus dr. Reyjen
akan segera sehat setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada juga yang menderita akibat
keganasan menjadi koriokarsinoma. Presentasi keganasan berkisat antara 55,6%.
IV. BLIGHTED OVUM
A. DEFINISI
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak
ada janin di dalam kandungan. Blighted ovum (kehamilan anembrionik) merupakan kehamilan
patologik, dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal. Di samping mudigah,kantong kuning telur juga tidak
ikut terbentuk. Seorang wanita yang mengalaminya jugamerasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat
menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi
pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun
positif.
Blighted ovum (anembryonic pregnancy) terjadi pada saat ovum yang sudah dibuahi menempel ke
dinding uterus, tapi embrio tidak berkembang. Sel-sel berkembang membentuk kantong kehamilan, tapi tidak
membentuk embrio itu sendiri. Blighted ovum biasanya terjadi pada trimester pertama sebelum wanita
tersebut mengetahui tentang kehamilannya.
Etiologi
Blighted ovum merupakan penyebab sekitar 50% keguguran trimester pertama dan
biasanya merupakan akibat dari masalah kromosom yang diduga hampir 60% untuk kejadian blighted
ovum ini. Pada seseorang yang menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol itu sendiri bisa menyebabkan
keluhan ini karena terganggunya proses metabolisme di dalam tubuh. Tubuh wanita mengenali kromosom
abnormal pada janin dan secara alami tidak mencoba untuk melanjutkan kehamilan karena janin tidak akan
berkembang menjadi bayi yang sehat. Hal ini dapat disebabkan oleh pembelahan sel abnormal, atau kualitas
sperma yang buruk
Faktor genetik. Translokasi parenteral keseimbangan genetik.
1. Mendelian
2. Multifaktor
3. Robertsonian
4. Resiprokal
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi awal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio
biasanya berupa aneuploid yang disebabkan oleh keliainan sporadis, misalnya nondisjungction meiosis atau
poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
36
Presentasi Kasus dr. Reyjen
berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum
normal haploid oleh 2 sperma ( dispermi ) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat
nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar
trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Isiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.
Sindroma turner merupakan penyebab 20 – 25 % kelainan sitogenik pada abortus. Sepertiga dari fetus
dengan sindrom down ( trisomi 21) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosintesis pada semua ibu hamil
dengan usia lanjut , yaitu diatas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom / trisomi akan meningkat
setelah usia 35 tahun. Kelainan lain umumnya bergubungan dengan dengan fertilisasi abnormal (tetraploid,
triploid). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploid terjadi pada 8 %
kejadian abortus karena kelainan kromosom, di mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebleum
proses pembuahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan ketiga. Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3% kelainan
sitogenik pada abortus. Ini menunjukan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya.
Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan
bisa mengurangi peluang kehamilan dan terjadi keguguran. Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal,
mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus.
Contoh untuk kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonik dystrophy,
yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya
mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena
adanya mosaic gonad pada ovarium atau testis.
Gangguan konektif lain, misalnya sindroma marfan, sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan
pseudoaxanthoma elasticum. Juga pada perempuan dengan sickle cell. Anemia beresiko tinggi mengalami
abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. kelainan hematologik lain yang menyebabkan
abortus misalnya disfibrinogenemi, defisiensi faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi congenital.
Abortus berulang bisa berulang bisa disebabkan oleh penyatuan oleh 2 kromosom yang abnormal, di mana
salah bila kelainannya hanya pada salah satu orangtua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi pernah dilakukan
menunjukan bahwa bila didapatkannya kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya
juga beresiko abortus.
B. FAKTOR INFEKSI
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
37
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan
kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar
brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain :
1. Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bekterial vaginosis
2. Virus
Sitomegalovirus
Rubella
Herpes Simpleks Virus
HIV
Parovirus
3. Parasit
Toksoplasmosis gondii
Plasmodium falsiparum
4. Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan bahwa pada infeksi terhadap resiko abortus /
EPL, diantaranya sebagai berikut :
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak
langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ( missal
Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV ).
Amnionitis.
Memacu perubahan genetic dan anatomi embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
38
Presentasi Kasus dr. Reyjen
C. FAKTOR HORMONAL
Ovulasi implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengaturan
hormone maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormone secara keseluruhan,
fase luteal, dan gambaran hormone setelah konsepsi terutama kadar progesterone
Diabetes Mellitus
Perempuan dengan diabetes mellitus yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak lebih jelek
jika disbanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan kadar
HbA1c tinggi pada trimester pertama, resiko abortus dan malformasi janin meningkat signifikan.
Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2-3 kali lipat
mengalami abortus.
Kadar progesterone yang rendah
Progesterone mempunyai peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap
implantasi korion. Pada tahun 1929, allen dan corner mempublikasikan tentang proses fisiologis
korpus luteum, dan sejak itu diduga kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan resiko
terjadinya blighted ovum. Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu,
yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan banyak steroid untuk menunjang kehamilan.
Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila
progesterone diberikan akan mempertahankan kehamilan.
D. PATOGENESIS
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan
berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur
janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu rahim yang
berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut
akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan lainya yang lazim dialami ibu hamil
pada umumnya, hal ini disebabkan Plasenta menghasilkan hormone hCG (human chorionic gonadotropin)
dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan
bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon hCG yang menyebabkan munculnya gejala-
gejala kehamilan seperti mual, muntah, dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. .Karena tes
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
39
Presentasi Kasus dr. Reyjen
kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon hCG (human
chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.
Meski tak ada janin, blighted ovum bisa membuat ibu merasa hamil sungguhan. Ini
wajar saja karena ibu memang mengalami beberapa gejala kehamilan, seperti menstruasi
terhenti, mengalami mual dan muntah, perut makin membesar dan payudara mengeras.
Bahkan hasil pemeriksaan air seni melalui test pack maupun laboratorium, bisa saja
menunjukkan hasil positif.
Mengapa bisa seperti itu? Begini penjelasan ilmiahnya. Pada saat pembuahan, sel
telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (di
antaranya kualitas telur/sperma yang buruk, atau terdapat infeksi TORCH), maka unsur janin
tidak berkembang sama sekali.
Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam di dalam rahim. Lalu rahim yang berisi hasil
konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai
pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon yang
dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti
mual, muntah, ngidam dan lainnya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya.
Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru ditemukan setelah
ibu hamil mengeluh adanya perdarahan sedikit dari kemaluan. Perlu diketahui juga, perut
yang membesar seperti orang hamil, tidak hanya bisa disebabkan blighted ovum. Mungkin
saja ada penyakit lain misalnya tumor rahim atau penyakit usus.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan
2. Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif
3. Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 7-8minggu.
4. kemungkinan memiliki kram perut ringan, dan atau perdarahan bercak ringan.
5. Blighted ovum sering tidak menyebabkan gejala sama sekali.
G. GEJALA & TANDA
1. Periode menstruasi terlambat
2. Kram perut
3. Minor vagina atau bercak perdarahan
4. Tes kehamilan positif pada saat gejala
5. Ditemukan setelah akan tejadi abortus spontan dimana muncul keluhan perdarahan
6. Hampir sama dengan kehamilan normal
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
40
Presentasi Kasus dr. Reyjen
7. Gejala tidak spesifik (perdarahan spotting coklat kemerah-merahan, kram perut, bertambahnya
ukuran rahim yang lambat)
8. Ditemukan pada pemeriksaan USG
H. DIAGNOSA
1. Anamnesis (tanda - tanda kehamilan)
Dari anamnesis ini untuk mengetahui faktor – faktor penyebab walaupun tidak pasti dalam
mendiagnosis untuk blighted ovum ini, bisa ditanyakan apakah sebelumnya pernah mengalami hal
yang sama pada kehamilan yang lalu, karena kejadian blighted ovum ini bisa berulang. Lalu
menanyakan apakah dirumah
ada yang memelihara binatang yang berbulu seperti kucing untuk mengetahui kemungkinan adanya
infeksi dari TORCH, merokok juga bisa ditanyakan kepada perempuan maupun kepada suaminya
bisa menyebabkan kualitas sperma yang tidak baik atau karena ovumnya yang tidak baik.
2. Pemeriksaan fisik
Biasanya pada pemeriksaan ini didapatkan pembesaran dari kehamilan yang terlambat walaupun
pada dasarnya kehamilan ini bisa diraba pada kehamilan 12 minggu, adanya nyeri tekan pada perut
karena suatu respon untuk pengeluaran benda yang dianggap asing oleh tubuh.
3. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan penunjang (USG)
Didapatkan gambaran adanya kantung kosong pada pemeriksaan ini, hanya ada amnion dan cairan
ketuban tetapi didalamnya tidak ditemukan pertumbuhan janin yang seharusnya terjadi.
4. Diagnosis kehamilanan embrionik bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 7-8minggu. Sebab
saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih
jelas. Dari hasil itu juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin.
Diagnosis kehamilan anembriogenik dapat ditegakkan bila pada kantong gestasi yang berdiameter
sedikitnya 30 mm, tidak dijumpai adanya struktur mudigah dan kantong kuning telur.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
41
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi
dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa
penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga
kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga
kelak dapat hamil. Lebih penting adalah trauma mental untuk pasangan. Hal ini membutuhkan konseling dan
meyakinkan mereka bahwa proses ini sangat umum. Hal ini lebih baik untuk menghindari
kehamilan selama 2 bulan dan
dapa
t mencoba lagi. Tidak perlu menunggu sangat lama.Umumnya sel telur blighted adalah kejadian acak da
n kemungkinan pengulangan cukup kurang.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
Kehamilan Normal
Blighted Ovum
42
Presentasi Kasus dr. Reyjen
Dalam banyak kasus blighted ovum tidak bisa dicegah. Beberapa pasangan seharusnya melakukan
tes genetika dan konseling jika terjadi abortus berulang di awal kehamilan. Blighted ovum sering merupakan
kejadian satu kali, dan jarang terjadi lebih dari satu kali pada wanita. Untuk mencegah terjadinya blighted
ovum, maka dapat dilakukan beberapa tindakan pencegahan seperti pemeriksaan TORCH, imunisasi rubella
pada wanita yang hendak hamil, bila menderita penyakit disembuhkan dulu, dikontrol gula darahnya,
melakukan pemeriksaan kromosom terutama bila usia di atas 35 tahun, menghentikan kebiasaan merokok
agar kualitas sperma/ovum baik, memeriksakan kehamilan yang rutin dan membiasakan pola hidup sehat.
Jika diagnosis blighted ovum, diskusikan dengan dokter Anda apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Beberapa wanita memilih dilatasi dan kuretase (D & C). Prosedur ini
melibatkan dilatasi serviks dan mengeluarkan isi rahim. Karena D & C segera membersihkan
setiap jaringan yang tersisa, ini akan lebih membantu anda secara mental dan fisik. Hal ini
juga dapat sangat membantu jika anda ingin ahli patologi memeriksa jaringan untuk
mengkonfirmasi alasan penyebab anda keguguran. Menggunakan obat seperti misoprostol
secara rawat jalan juga dapat menjadi pilihan lain. Namun, mungkin memakan waktu
beberapa hari bagi tubuh anda untuk mengusir semua jaringan. Dengan obat ini, anda
mungkin mengalami perdarahan dan lebih banyak efek samping. Hal ini terutama keputusan
pribadi, tetapi diskusikan dengan dokter anda.Setelah keguguran, dokter mungkin
menyarankan anda menunggu setidaknya satu sampai tiga siklus haid sebelum mencoba
untuk hamil lagi.
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum.
Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah melakukan
pemeriksaan USG transvaginal. Namun tindakan tersebut baru bisa dilakukan saat kehamilan
memasuki usia 7-8 minggu. Jadi alangkah baiknya kita melakukan pencegahan secara dini
seperti:
Melakukan imunisasi pada si ibu untuk menghindari masuknya virus rubella ke dalam
tubuh.
Rencanakan kehamilan yang sehat. Konsultasikan dengan Dokter mengenai rencana
kehamilan dan keadaan ibu harus benar-benar sehat.
Tak hanya pada calon ibu, calon ayah pun disarankan untuk menghentikan kebiasaan
merokok dan memulai hidup sehat saat prakonsepsi.
Melakukan pemeriksaan kromosom
Periksakan kehamilan secara rutin. Sebab biasanya kehamilan kosong jarang terdekteksi
saat usia kandungan masih muda.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
43
Presentasi Kasus dr. Reyjen
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Perdarahan Dalam Kehamilan Muda.
Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015
44
Presentasi Kasus dr. Reyjen
2. Lbrary.usu.ac.id/download/fk/anatomi-djakobus.3.pdf
3. Mochtar, R,. Sinopsis Obstetri obstetri fisiologis obstetri patologis, edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2013
4. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak. Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung, Obstetri Patologi,
Ed. 1984, Elstar Offset: Bandung
5. Saifuddin A.B, Adriansz G, Wiknjosastro, H, Waspodo D. Perdarahan kehamilan lanjut dan
persalinan. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo, Jakarta, 2006
6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Plasenta Previa, Antepartum hemorrhage. In :
Williams Obstetrics, 23rd ed, Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange, Connecticut, 2001;
7. Robbins & Contran. Dasar Patologis Penyakit. Ed 7. Jakarta: EGC Kedokteran. 2009.
8. http : // Reproduksi umj.blogspot.com/2011/.html.
9.Protap Blighted Ovum. PDF, library USU.
10. Toret-labeeuw et al world jounal pf emergency 2013. www.wjes.org/content./
11. The New England Jounal of Medicine. www.nejm.org.
12. Sastrawinata, S. 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
13. Bari, Abdul S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI,
FKUI. Jakarta.
14. Sach, Acker, Friedman. 1998. Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Program Dokter Internsip IndonesiaRumah Sakit TK IV Cijantung KesdamPeriode Februari 2015 – 12 Juni 2015