i
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI
KULTUR PESANTREN
(Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
ASHLAHUL ARIFIN
NIM 111-12-125
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI
KULTUR PESANTREN
(Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
ASHLAHUL ARIFIN
NIM 111-12-125
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
iv
Dr. M. Gufron, M.Ag.
Dosen IAIN Salatiga
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan FTIK IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan Hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,
maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Ashlahul Arifin
NIM : 111-12-125
Judul :
dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk
diujikan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI KULTUR
PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga).
Salatiga, 14 September 2016
Pembimbing
Dr. M. Gufron, M.Ag.
v
SKRIPSI
PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI MELALUI
KULTUR PESANTREN
(Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
disusun Oleh:
ASHLAHUL ARIFIN
NIM: 111-12-125
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 September 2016 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Imam Sutomo, M.Ag
Sekretaris Penguji : Dr. M. Gufron, M.Ag.
Penguji I : Prof. Dr. Budiharjo, M.Ag
Penguji II : Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd
Salatiga, 30 September 2016
Dekan
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITU AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Ashlahul Arifin
NIM : 11112125
Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat dan
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga,14 September 2016
Penulis
Ashlahul Arifin
111-12-125
vii
M O T T O
يرجى كاى لوي حسنة أسىة الله رسىل في لكن كاى لقد
كثير الله وذكر الآخر واليىم الله
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Q.S. Al Ahzab, 33:21)
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tua saya Bapak Sarno dan Ibu Karsiyah yang telah
membesarkan dan mendidik saya dengan sepenuh hati, dengan
segala pengorbanan dan kasih sayang yang takkan pernah bisa
terganti.
2. Kakak tersayang Mbak Mir’atun Khasanah bersama keluarga
kecilnya, Mas Ihwan dan dek Dika, terima kasih atas dorongan dan
motivasinya.
3. Calon Istriku tercinta Mbak Ayu Ratnasari yang senantiasa
mendampingi dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kyai/ pengasuh serta para santri pondok pesantren salafiyah
pulutan yang telah memotivas dan membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Semua teman-teman PAI D Unyu-Unyu Bathok angkatan 2012
IAIN Salatiga, terima kasih atas semangat belajar dan motivasinya.
ix
KATA PENGANTAR
Maha suci Allah atas segala karunianya, seraya berserah diri kepada-Nya,
Dzat yang telah mengerakan hati dan fikiran penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PEMBENTUKAN AKHLAQ SANTRI
MELALUI KULTUR PESANTREN (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga)” dapat disimpulkan. “Apalah arti diriku tanpamu, Apalah arti
ilmuku tanpa ridhomu, dan engkaulah yang mengajariku dengan perantara guru-
guruku. Wahai Dzat Yang satu-satunya tempat hamba bersandar, berikan aku
jalan keselamatan.”
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada cahaya diatas
cahaya, yaitu Nabi besar Muhammad SAW. Tidak lupa kepada para kolega beliau
dari Anbiyaa dan Mursaliin, juga Auliyaa Allah yang sama-sama menegakan
kalimat laa ilaaha illa Allah. Begitu juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in
tabi’at, ulama mu’tabarah, hujjaj kiyai, guru, santri juga para cendikiawan muslim
dan para pelajar yang selalu siaga untuk menebar rahmat, melanjutkan perjuangan
Rasulullah SAW dalam menegakkan panji-panji Islam. Semoga penulis dan
pembaca termasuk ke dalam golongan tersebut. Amiin
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
sedikit hambatan dan perjuangan. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
juga penghargaan yang sebesar-besarnya dengan penuh rasa tadzim kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini, terlebih kepada:
1. Bapak Dr.Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
x
2. Bapak Suwardi, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku ketua jurusan Progdi PAI.
4. Bapak Dr. M. Gufron, M.Ag., selaku pembimbing yang telah
mengarahkan dan memberi petunjuk serta meluangkan waktu dan
perhatian dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan bagian Akademik IAIN
Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan pada saya.
6. Bapak Drs. KH. Abdul Basyit, M.Pd.I, selaku pengasuh pondok pesantren
Salafiyah Pulutan Sidorejo Salatiga yang telah mengasuh, mendidik, dan
membimbing kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Penulis bermunajat kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa
yang telah dilakukan. Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga
apa yang penulis kerjakan mendapat keridhaan dan kecintaan-Nya. Akhirnya,
semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat khususnya bagi penulis juga bagi
pembaca umumnya. Amin.
Salatiga, 14 September 2016
Penulis
Ashlahul Arifin
NIM. 11112125
xi
ABSTRAK
Arifin, Ashlahul. 2016. 11112125. Pembentukan Akhlaq Santri Melalui Kultur
Pesantren (Study Kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga)Tahun 2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M. Ag.
Kata kunci : Kultur Pendidikan Pesantren, Akhlak, Pondok Pesantren
Pulutan Salatiga
Penelitian ini memfokuskan korelasi antara kultur pendidikan pesantren
terhadap pembentukan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga.
Kemudian juga mencari adakah keterkaitan antara kultur pesantren dengan
pembentukan akhlak santri dan santriwati. Karena kultur adalah budaya pesantren
yang mempengaruhi pola pikir, mental, karakter, kebiasaan serta akhlak para
santri yang menggunakan sistem asrama dengan pengawasan para ustadz.
Diharapkan kultur pendidikan pesantren bisa membentuk pribadi yang unggul
yaitu pribadi yang berakhlaqul karimah. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab
permasalahan: (1) Bagaimana kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga? (2) Apa saja kegiatan yang dilakukan santri Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan Salatiga? (3) Bagaimana hubungan kultur pendidikan Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlak para santri?
Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode
deskriptif analisis, korelasi, menggunakan dokumen perpustakaan (library
research), ataupun diluar perpustakaan atau wawancara dalam pengumpulan data.
Hasil penelitian ini penulis dapat membatasi masalah yaitu kultur
pendidikan pesantren dan pembentukan akhlak santri. Berdasarkan hasil
penelitian, korelasi antara kultur pendidikan pesantren terhadap pembentukan
akhlak santri dapat dikatakan sangat berhubungan. Hal ini dapat dibuktikan dari
hasil korelasi variabel kultur pendidikan akhlak santri (variabel X) dengan
Pembentukan akhlak santri (variabel Y). Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur
pendidikan di pesantren dapat membina karakter santri, pembentukan mental,
kebiasaan beribadah, konsepsi diri, sikap yang mulia bagi para santri, sehingga
mampu membentuk akhlaqul karimah. Semoga dengan berakhlaqul karimah maka
dapat memberikan dampak baik bagi santri, baik terhadap Allah, orang lain
maupun lingkungannya.
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................iv
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................vi
MOTTO ............................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ix
ABSTRAK .............................................................................................................xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
D. Manfaat Hasil Penelitian ......................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6
F. Metode Penelitian .................................................................................... 9
1. Jenis Penelitian .................................................................................... 9
2. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 10
3. Subyek Penelitian .............................................................................. 11
4. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 13
5. Teknik Analisis Data ......................................................................... 15
G. Sistematika Penulisan ............................................................................ 18
xiii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Akhlaq ................................................................................ 18
1. Pengertian Akhlaq ............................................................................. 18
2. Metode Pembentukan Akhlaq ........................................................... 19
3. Sumber-sumber ajaran Akhlaq .......................................................... 25
4. Tujuan pembinaan Akhlaq ................................................................. 26
5. Pembagian Akhlaq ............................................................................. 27
6. Metode Pembentukan Akhlaq di pesantren ....................................... 28
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlaq ............. 28
b. Metode Pesantren dalam membentuk perilaku santri .................. 24
c. Pengaruh Kiai terhadap santri ...................................................... 36
d. Peran Pesantren dalam pembentukan akhlaq ................................ 41
B. Pesantren ............................................................................................... 42
1. Pengertian Pesantren .......................................................................... 42
2. Ciri-ciri khusus dan karakteristik khusus pesantren .......................... 43
3. Kultur Pesantren ................................................................................ 45
a. Pengertian Kultur ......................................................................... 45
b. Budaya Sekolah ........................................................................... 49
c. Kultur Pesantren ............................................................................ 54
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data ......................................................................................... 61
1. Letak strategis pondok pesantren salafiyah pulutan .......................... 61
2. Profil pondok pesantren salafiyah pulutan ........................................ 62
3. Visi, Misi, Motto, Academic Distinctiveness, aturan dan etika santri
............................................................................................................... 64
4. Keadaan ustadz dan santri ................................................................. 66
5. Sejarah berdirinya pondok pesantren dan silsilah pengasuh ............ 68
6. Kronologi pembangunan dan bentuk fisik pondok pesantren .......... 72
xiv
7. Kondisi keagamaan masyarakat sekitar pondok pesantren ............... 74
8. Kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren salafiyah pulutan ... 74
B. Temuan Penelitian ................................................................................. 77
1. Kultur pendidikan pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga ....... 77
2. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan dalam usaha pembentukan
akhlak .................................................................................................... 75
3. Hubungan kultur pendidikan ponpes dengan pembentukan akhlak
para santri ............................................................................................... 79
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kultur pondok pesantren terhadap pembentukan akhlak para santri di
pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga .............................. 86
1. Pentinnya pendidikan yang diterapkan pondok pesantren ................ 86
2. Kultur pendidikan dalam pembentukan akhlak ................................. 86
B. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan dalam usaha pembentukan akhlak
................................................................................................................................ 87
1. Kegiatan pendidikan harian di pesantren ........................................... 87
2. Metode pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren ................ 90
C. Hubungan kultur pendidikan ponpes dengan pembentukan akhlak para
santri ...................................................................................................................... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 96
B. Saran-saran ............................................................................................ 98
C. Penutup ................................................................................................ 100
xv
DAFTAR TABEL
1. Tabel I Nama-nama responden dalam penelitian ............................................... 11
2. Tabel II Manifestasi Budaya .............................................................................. 57
3. Tabel III Daftar nama ustadz pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga ....... 66
4. Tabel IV Nama-nama santri pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga ........ 67
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pustaka
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Kisi-kisi wawancara
4. Pedoman wawancara
5. Daftar Responden
6. Surat ijin penelitian
7. Surat keterangan penelitian
8. Lembar konsultasi pembimbing
9. Laporan SKK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam non-formal
yang ada di Indonesia. Peranan pesantren dalam syiar Islam di Indonesia
sangatlah penting dan terasa sekali manfaatnya. Islam adalah agama yang
mengatur semua aspek kehidupan, baik berkaitan dengan urusan ketuhanan
maupun urusan yang berkaitan dengan duniawi atau kemanusiaan.
Pada masa ini kebudayaan semakin berkembang pesat. Akan tetapi justru
akhlaq dan moral generasi bangsa semakin mengalami kemerosotan. Jika tidak
dibekali dengan ilmu dan iman yang kuat, maka generasi muda yang akan
datang menjadi generasi lemah. Dari segi akhlaqya, para pemuda saat ini
mengalami krisis akhlaqul karimah. Sikap tawadhu’ yang seharusnya dimiliki,
justru menjadi sebaliknya. Yang paling bertanggung jawab terhadap degradasi
moral bangsa adalah umat islam. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah
orang Islam. Nilai-nilai keislaman harus ditanamkan sejak kecil.
Pengetahuan tentang agama dapat diperoleh di lembaga formal maupun
lembaga non-formal. Di lembaga formal yaitu sekolah diberikan mulai dari
pendidikan paling rendah sampai jenjang tertinggi. Sedangkan pada lembaga
non-formal pendidikan agama diperoleh melalui Madrasah Diniyyah maupun
pondok pesantren.
Pondok Pesantren merupakan tempat mempelajari pengetahuan islam
secara matang. Dalam kesehariaannya, pondok pesantren memiliki
2
karakteristik yang berbeda-beda. Tetapi secara umum, pada pondok pesantren
mengajarkan pengetahuan keislaman, kedisiplinan dan kebiasaan yang dapat
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan dipondok pesantren inilah
yang nantinya akan dilakukan pula oleh para santri setelah lulus dari pondok.
Berbekal ilmu yang dimiliki, para santri dapat menerapkan ilmunya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dengan perubahan itu diharapkan santri mampu memahami ilmu-ilmu
umum sekaligus agama secara berimbang. Semboyan salah seorang pengasuh
Pesantren Darul Ulum, Musta’in Romli (1930-1985), yaitu santri harus
“berotak London dan berhati Masjidil Haram” merupakan gagasan yang
menarik. “Berotak London” menggambarkan keluasan penguasaan ilmu
pengetahuan, dan “Berhati Masjidil Haram” menggambarkan kedalaman
pemahaman dan pengamalan keagamaan santri. Semua itu akan
menggambarkan keseimbangan antara kekuatan pikir dan dzikir dalam diri
santri. Santri yang kelak mampu berpartisipasi dalam kemajuan jaman dengan
tetap selalu dekat dengan Allah.
Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya disertai
dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang bagus, berakhlaq
mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama ini tidak ada kekhawatiran
bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren akan menjauhkan kasih-sayang
orangtua terhadap anak. Anak yang tinggal di pondok pesantren dalam waktu
cukup lama tetap bisa beridentifikasi kepada kedua orangtuanya. Dengan
3
menjalin komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan
kehilangan figur orangtua.
Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak hanya
kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu yang dianggap
dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak. Keberadaan Kiai, pembimbing,
ustad maupun teman sebaya juga bisa mempengaruhi pembentukan
kepribadian anak.
Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga pendidikan.
Dengan segala keterbatasannya pesantren mampu menampilkan diri sebagai
lembaga pembelajaran yang berlangsung terus-menerus hampir 24 jam sehari.
Aktivitas dan interaksi pembelajaran berlangsung secara terpadu yang
memadukan antara suasana keguruan dan kekeluargaan. Kiai sebagai figur
sentral di pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis
yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian Kiai
yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan yang
mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan pesantren
pilihannya.
Salah satu pesantren yang ikut berperan dalam pendidikan islam adalah
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga. Pondok pesantren salafiyah
memberi nuansa yang menarik pada proses pembelajarannya. Dimana semua
santri yang mukin di pondok pesantren adalah mahasiswa, baik yang berasal
dari IAIN Salatiga atau UKSW. Para asatid yang ada dipondok pesantren juga
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda, ada yang berasal dari
4
pendidikan lokal (pesantren salaf) dan ada juga yang pernah menjalani
pendidikan di luar negeri. Tentunya masih-masing ustad akan memiliki cara-
cara yang berbeda dalam penyampaian materinya. Semua kegiatan belajar-
mengajar di pondok pesantren, harapannya akan dapat membentuk karakter
dari para santri. Karena semua kegiatan pembelajaran berkesinambungan dan
dilakukan rutin sehingga menjadi kebiasaan.
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlaq adalah kebiasaan
atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu
diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang
sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia
terjadi karena kebiasaan. Harapan yang bisa mungkin terjadi adanya kebiasaan
atau kultur pesantren yang positif menjadikan seseorang melakukan hal yang
sama, meskipun sudah tidak dilingkungan pondok pesantren. Tentunya hal ini
berkesinambungan dengan pembentukan akhlaq seseorang.
Dari uraian di atas menarik penulis untuk meneliti tentang apakah ada
pengaruh kultur pendidikan dipesantren terhadap pembentukan akhlaq para
santri.
Dalam penulisan skripsi ini peneliti tertarik untuk mengangkat skripsi
dengan judul Pembentukan Akhlaq Santri Melalui Kultur Pesantren (Study
kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga). Dengan harapan, peneliti
dapat mendapatkan data dan informasi yang ada tentang pendidikan akhlaq di
pondok pesantren serta dampak yang dirasakan bagi santri.
5
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga?
2. Apa saja kegiatan yang dilakukan santri santri Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga?
3. Bagaimana hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlaq para santri?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga.
2. Mengetahui kegiatan yang dilakukan santri di Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga
3. Mengetahui adakah hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan Salatiga dengan pembentukan akhlak para santri.
D. Manfaat Hasil penelitian
1. Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan wawasan para santri tentang pentingnya
mendapatkan pendidikan di pesantren khususnya di sekitar salatiga.
b. Diharapkan dapat menambah wawasan kepada orang tua dalam memilih
lembaga pendidikan yang menitik beratkan pada pendekatan
pembentukan budi pekerti santri yang berahklaqul karimah.
6
c. Diharapkan dapat dijadikan ilmu pengetahuan sebagai dasar
pertimbangan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik yang
menyangkut masalah pendidikan tentang pembentukan akhlaqul
karimah.
d. Diharapkan menambah pengetahuan bagi penulis khususnya tentang
korelasi kultur pendidikan di pesantren dalam pembentukan akhlaqul
karimah para santri.
2. Teoretik
a. Dapat menyumbangkan wacana baru bagi orang tua tentang pendidikan
akhlaq sebagai pedoman mengenai kultur pendidikan pembentukan
akhlaq santri melalui peran pendidikan di pesantren.
b. Dapat menjadi panduan dalam mendidik akhlaq santri yang sesuai
dengan ajaran islam.
E. Penegasan Istilah
1. Kultur Pendidikan Pesantren
a. Kultur
Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur sekolah
sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟ Jika
ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan
menjadi, cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren (Sulton dan
Khusnurdilo, 2005:26).
7
Konteks kultur dalam skripsi ini adalah mengenai kultur atau
kebiasaan positif yang dilakukan oleh pondok pesantren yang diteliti
yang memiliki pengaruh baik terhadap santri.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara (Anonim; UU Sisdiknas, 2007:3).
Sedangkan pendidikan yang dimaksud oleh penulis ialah
bimbingan atau usaha sadar yang dilakukan oleh asatid terhadap
pembentukan moral dan akhlaq menuju kepribadian yang baik dan
beriman.
c. Pesantren
Pesantren menurut John berasal dari bahasa Tamil, -santri yang
berarti guru mengaji. C.C Berg juga berpendapat bahwa istilah santri
berasal dari kata shastri (bahasa India) yang berarti orang yang tahu
buku-buku suci agama Hindu atau sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Kata shastri berasal dari kata shastra, yang berarti buku-buku suci, buku-
buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan (pendidikan
islam integratif hal. 155)
8
Berdasarkan konsep tersebut dapatlah dipahami bahwa pesantren
berasal dari India dan dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan
pengajaran agama hindu di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil alih
oleh Islam. Sekarang pesantren dimaknai sebagai sarana dan tempat
murid-murid mengaji, khususnya dengan tujuan meningkatkan kekuatan
keagamaan (religous power) Islam.
Pesantren adalah model lembaga pendidikan islam pertama yang
mendukung kelangsungan sistem pendidikan nasional. Secara historis,
pesantren tidak saja mengandung makna keislaman tetapi juga keaslian
indonesia. Seperti dikatakan A. Malik Fadjar (1998:21), pesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki watak indigenous
(pribumi) yang ada sejak kekuasaan Hindu-Budha dan menemukan
formulasinya yang jelas ketika Islam berusaha mengadaptasikan (meng-
Islamkan)-nya.
Dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur
pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang dengan
sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam
pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut.
2. Pembentukan Akhlaq
Akhlaq adalalah bentuk jamak dari kata khuluk yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologi ini,
akhlaq bukan saja merupakan tata aturan atau norma prilaku yang mengatur
9
hubungan manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan manusi
degan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta (Azmi, 2006:40).
Secara termologi akhlaq (budi pekerti) yang terdiri dari kata budi
dan pekerti, “budi“ ialah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan
kesadaran yang didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior. Jadi
budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang
bermanifestasi pada karsa dengan tingkah laku manusia (Djatmiko,
1996:26).
Menurut Al Ghozali, bahwa akhlaq yang baik itu hanya dapat
dicapai dengan empat syarat yaitu “ tenaga, ilmu, tenaga amarah, tenaga
syahwat (keinginan), dan tenaga keadilan antara ketiga tersebut (Nasirudin,
2010:33).
Sedangkan akhlaq yang dimaksud oleh penulis ialah tingkah laku
atau akhlaq yang mulia yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan
menjauhi segala larangan, baik yang berhubungan dengan Allah maupun
yang berhubungan dengan mahluk, baik diri sendiri maupun orang lain.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam membahas permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka
metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu:
data atau informasi yang terkumpul berbentuk kata kata atau gambar, tulisan
hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari kumpulan informasi untuk
memberikan ilustrasi dan mengisi isi laporan. Dalam penelitian kualitatif,
10
peneliti lebih menitik beratkan kepada gejala proses dari pada hasil dari
proses tersebut.
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu
pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif ini
digunakan karena beberapa pertimbangan, antara lain;
a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah jika berhadapan dengan
kenyataan jamak.
b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dengan responden.
c. Metode ini lebih peka lebih menyesuaikan dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.(Moleong,
1999:9-10)
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Kecamatan Sidorejo, Salatiga. Penulis memilih lokasi tersebut
karena merupakan salah satu pondok pesantren yang letaknya strategis di
daerah yang dekat dengan wilayah kota Salatiga. Sedangkan letaknya
berada di desa Pulutan yang terdiri dari perkampungan penduduk. Adapun
waktu penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih 3 bulan (Juni-Agustus)
dari proses pengumpulan data hingga selesai penelitian.
3. Subjek Penelitian
Secara keseluruhan santri pondok pesantren salafiyah pulutan
berjumlah 37 santri, terdiri dari 11 santri putra dan 26 santri putri. Peneliti
11
menggunakan wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data
disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan peneliti, baik pertanyaan tertulis maupun lisan (Arikunto,
2013:172).
Responden dalam penelitian ini adalah Pengawas, pengasuh, Kiai, 2
santri pengurus, 5 santri putra dan 5 santri putri. Responden dipilih
berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang
diperoleh nantinya bisa lebih representatif (Sugiyono, 2010:124). Santri
yang menjadi responden adalah mereka yang sudah menjalani pendidikan di
pondok pesantren selama 4 tahun. Berikut nama-nama responden dalam
penelitian ini.
Tabel 1
Nama-nama Responden dalam penelitian.
No. Kode Nama
1. AB Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I.
2. SR KH. Shonwasi Ridwan
3. ZU H. Zunaedi, BA.
4. HE Sholihul Hadi
5. WK Wawan Kurniawan
6. WNF Wahyu Najib Fikri
7. BPD Bangkit Putra Dewandaru
8. MAR Muhammad Abdul Rasyid
9. ABI Ahmad Abidin
10. AR Arif Ridho
11. TI Titik Isniatus Salihah
12. RS Risa Suryani
13. KZ Khuzaimah
14. RT Retna Tri Susanti
15. AN Siti Maskanah
12
4. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah sebagai pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan
perhatian terhadap suatu objek dengan menggunkan seluruh alat indra
(Arikunto, 1998:146).
Metode observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai alat bantu
untuk mendapatkan data-data antara lain: data tentang sosio kultural yang
meliputi, kegiatan keagamaan di Podok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga. Dan data tentang keadaan lokasi Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga.
b. Wawancara
Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara dan digunakan untuk menilai
keadaan seseorang mencari data tentang variabel latar belakang orang
tua, pendidikan, perhatian sikap terhadap sesuatu (Arikunto, 1998:145)
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data tentang
pentingnya mendalami ilmu pengetahuan tentang agama islam di pondok
pesantren yang salah satu tujuannya adalah untuk pembentukan akhlaqul
karimah bagi para santrinya. Metode wawancara ini ditujukan kepada
para responden yang ada, yaitu adalah pengasuh pondok pesantren,
pengurus, ustad, santri (yang sudah melakukan study lebih dari 4 tahun)
dan wali santri. Wawancara yang akan dibahas yaitu mengenai peran
pendidikan pesantren, pembentukan akhlaqul karimah.
13
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998:236).
Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mendapatkan data keadaan lokasi pondok pesantren, sejarah berdirinya
pondok pesantren, tempat beribadah yang ada di lingkungan pesantren,
dan situasi belajar mengajar di pondok pesantren salafiyah pulutan.
5. Teknik analisis data
Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian
dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang
signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan uraian dan hubungan di
antara dimensi-dimensi uraian. Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis
data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan
data dan sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk
menemukan dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan
oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan kepada tema dan
hipotesisi kerja itu.
Jadi analisis data ialah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja yang disarankan oleh
data (Meleong, 1999:280).
14
a. Deduktif
Deduktif adalah proses pendekan yang berangkat dari kebenaran
umum mengenai suatu fenomena (teori) dan meggeneralisasikan
kebenaran tersebut pada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri
sama dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi). Dengan kata lain
deduktif berarti menyimpulkan hubungan yang tadinya tidak tampak
berdasarkan generalisasi yang sudah ada. (Azwar, 2007:40)
Pendekatan deduktif adalah berfikir dari suatu keadaan yang
abstrak kepada yang kongkret. Dengan kata lain deduktif adalah kaidah
umum dengan mengambil kesimpulan khusus.
Penerapan pendekatan deduktif dimaksud dalam penelitian ini
yaitu membantu menyimpulkan hal-hal yang bersifat umum menjadi
khusus atau kongkret dalam penelitian ini untuk menyimpulkan hasil
wawancara dan observasi yang dilakukan.
b. Induktif
Induktif adalah proses logika yang berangkat dari data empirik
lewat observasi menuju kepada teori. Dengan kata lain induksi adalah
proses mengorganisasikan fakta-fakta atau hasil-hasil pengamatan yang
terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi
(Syaifuddin Azwar, 2007:40).
Pendekatan induktif dimaksudkan untuk membantu pemahaman
tentang pemaknaan dalam data yang rumit melalui pengembangan tema-
15
tema yang diikhtisarkan dari data kasar. Pendekatan ini jelas dalam
analisis data kualitatif.
Analisis data secara induktif ini digunakan karena beberapa alasan
antara lain:
1) Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyatan jamak
sebagai yang terdapat dalam kata.
2) Analisis induktif lebih dapat membuat hubungan penelitian responden
menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel.
3) Analisis demikian lebih dapat membuat keputusan-keputusan tentang
dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar lainnya.
4) Analisis induksi lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan.
5) Analisis demikian dapat mempehitungkan nilai-nilai secara eksplisif
sebagai bagian dari struktur analisis (Meleong,1999:10).
Adapun penerapan pendekatan induktif dalam penelitian ini
digunakan untuk mengorganisasikan faktor-faktor dan hasil observasi
dan wawancara yang dilakukan pada santri Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga tahun 2016.
c. Reduksi
Reduksi data adalah proses penelitian, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan
yang tertulis di lapangan sesuai dengan tema yang diteliti. Data yang
16
diperoleh dari lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian atau
laporan yang terinci (Nasution, 2003:129).
Pada mulanya data yang diperoleh dikumpulkan dan diidentifikasi
secara sederhana yang sesuai dengan data yang diperoleh yaitu tentang
indikasi mengenai akhlaq yang dimiliki santri Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan Salatiga. Kemudian data tersebut disusun secara teliti,
sistematis dan terperinci dalam bentuk uraian atau laporan.
d. Sintesis
Sintesis yaitu mengintegrasikan semua unsur baik dan menyisihkan
atau melengkapi semua unsur yang tidak memadai. Sintesis itu tidak
menambah pemahaman serba baru, melainkan menyeimbangkan semua
yang telah ditentukan (Bakker dan Zubair, 1994:100).
Penerapan sintesis dalam penelitian ini yaitu menggabungkan
pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan pokok permasalahan
mengenai akhlaq para remaja saat ini, dari hasil data-data yang telah
disusun secara sistematis yaitu tentang kondisi sosio kultural, persepsi
pendidikan pesantren, dan variabel pembentukan akhlaq para santri.
Kemudian data-data tersebut digabungkan dengan pengetahuan-
pengetahuan yang berkaitan dengan pokok permasalahan tentang
pembentukan akhlaqul karimah para santri.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika disini dimaksudkan sebagai gambaran umum akan dibahas
dalam skripsi ini yang terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai berikut:
17
Bab I Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka berisi tentang landasan teori yang membahas
tentang kultur pendidikan di pesantren, pembentukan akhlaqul karimah dan
korelasi kultur pendidikan pesantren dengan pembentukan akhlaq
Bab III Paparan data dan temuan penelitian berisi tentang paparan data
temuan penelitian yang meliputi kultur pendidikan di pesantren, pembentukan
akhlaqul karimah dan korelasi kultur pendidikan pesantren dengan
pembentukan akhlaq
Bab IV Pembahasan berisi tentang pendidikan di pesantren, pembentukan
akhlaqul karimah.
Bab V Penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Akhlaq
1. Pengertian Akhlaq
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlaq ialah bentuk jamak
dari khuluk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at
(Mustofa,1997:11). Akhlaq disamakan dengan kesusilaan, sopan santun.
Khuluk merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk
lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh
tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluk ini disamakan dengan kata
ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan
hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Dilihat dari sudut istilah (terminologi) para ahli berbeda pendapat,
namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat pendapat
ahli dihimpun sebagai berikut;
a. Menurut Ibnu Maskawih dalam bukunya, Tahdzibul-akhlaq
watathhirul-araq memberikan definisi akhlaq sebagai berikut: “Akhlak
itu adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran
(terlebih dahulu)” (Chabib Thoha, 1999:110).
b. Menurut Nasirudin akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta atau
terbentuk melalui sebuah proses (Nasirudin, 2009:31). Karena sudah
terbentuk, akhlaq disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah
19
tindakan yang tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan
mudah.
c. Menurut Syaikh Muhamad bin Ali as-Syarif al-Jurjani mengartikan
akhlaq sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku
dengan mudah tanpa melakukan proses berpikir (Nasirudin, 2009:32).
d. Menurut Imam Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulum al-Din
mendefinisikan akhlaq sebagai berikut: Akhlaq merupakan ungkapan
tentang keadaan yang melekat pada jiwa dan darinya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan kepada pemikiran dan
pertimbangan (Nasirudin, 2009:32).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlaq
adalah kehendak dan tindakan yang sudah menyatu dengan pribadi
seseorang dalam kehidupannya sehingga sulit untuk dipisahkan.
2. Metode Pembentukan akhlak
a. Melalui Teladanan yang Baik (Uswah Hasanah)
Kehidupan ini sebahagian terbesar dilalui dengan meniru atau
mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Sesuatu
yang dicontoh itu mungkin bersifat baik dan mungkin pula bernilai
keburukan. Bagi umat islam keteladanan yang paling baik dan utama,
terdapat di dalam diri dan pribadi Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagaimana difirmankan Allah di dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Firman tersebut mengatakan sebagai berikut:
20
وذكر الآخر واليىم الله يرجى اىك لوي حسنة أسىة الله رسىل في لكن كاى لقد
كثيرا الله
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
(Q.S. Al Ahzab, 33:21)
Di dalam diri Rasulullah terhimpun dan tercermin pribadi yang
bersumber dari isi kandungan Al-Qur’an, yang bila dijadikan suri
teladan, Insya Allah akan mengantarkan seseorang pada keselamatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Untuk
mencontoh agar menjadi sama dengan Rasulullah, memang tidak
mungkin, karena hanya beliau sendiri, manusia yang diciptakan untuk
memiliki pribadi yang mulia itu. Pribadi yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
Siddiq yakni pribadi yang selalu berkata dan berbuat benar, satu
antara kata dan perbuatan. Tabligh yakni pribadi yang tidak
menyembunyikan segala sesuatu yang harus disampaikan dari Allah
SWT, baik berupa perintah atau laranganNya. Maksum yakni pribadi
yang jauh dan terhindar dari perbuatan dosa, baik dosa besar maupun
dosa kecil. Amanah yakni pribadi yang dipercaya karena kejujuran yang
tiada duanya dalam perkataan dan perbuatan. Fatonah yakni pribadi
yang memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga selalu bijaksana dalam
perkataan dan perbuatan, terutama dalam mengambil keputusan dan
21
memimpin umat islam. Pribadi yang seperti teladan Rasulullah itulah
yang seharusnya dimiliki dan ditampilkan setiap pendidik, khususnya
orang tua.
Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi
teladan anak (subyek) didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan
bukan teladan dalam keburukan. Dengan keteladanan itu, diharapkan
anak didik akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang baik di
dalam perkataan dan perbuatan pendidiknya.
Banyak sekali keteladanan yang perlu ditampilkan orang tua atau
pendidik seperti guru (ustadz) dan para alim ulama. Keteladanan dalam
disiplin kerja dan disiplin waktu, kebersihan dan hidup sehat, kejujuran
dan lain-lain, baik dalam kondisi kehidupan pada umumnya maupun
khusus dalam menjalankan perintah dan manjauhi larangan Allah SWT.
Keteladanan sangat penting artinya, karena dalam interaksi pendidikan,
anak (subyek) didik tidak sekedar menangkap/ memperoleh makna
sesuatu dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui/ dari
pribadi, yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya.
b. Melalui Pembiasaan (amal)
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, sangat banyak kebiasaan
yang berlangsung otomatis dalam bertutur kata dan bertingkah laku.
Kebiasan-kebiasaan baik itu telak dilakukan secara turun-temurun dari
generasi yang satu ke generasi yang berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan
itu telah membudaya dalam masyarakatnya masing-masing.
22
Diantaranya mungkin saja terdapat kebiasaan dalam satu masyarakat
yang terasa janggal bagi masyarakat lain. Penguasaan kebiasaan itu dari
satu generasi ke generasi berikutnya, sebahagian terbesar diturunkan
melalui proses pendidikan, sehingga membudaya dalam kehidupan.
Bersamaan dengan itu melalui proses pendidikan pula dihindari dan
dikurangi kebiasaan-kebiasaan buruk, yang dapat merugikan kehidupan
secara perseorangan atau dilingkungan suatu masyarakat.
Kebiasaan dala kehidupan beragama yang perlu dibentuk agar
menjadi tingkah laku yang dilakukan secara otomatis. Misalnya
kebiasaan mengucapkan salam pada waktu masuk atau meninggalkan
rumah bila ada orang lain. Demikian pula kebiasaan bangun pagi dan
segera meninggalkan tempat tidur, berwudhu dan manunaikan shalat
subuh. Kebiasaan melafalkan basmalah setiap memulai pekerjaan,
selajutnya melafalkan alhamdulillah setelah menyelesaikan suatu
pekerjaan ataupun setiap kali mendapat nikmat dari Allah SWT.
Contoh lain kebiasaan segera menunaikan shalat lima waktu,
apabila telah masuk waktu shalat, harus dipupuk terus sejak masa
kanak-kanak. Sedangkan kebiasaan menunda-nunda mengerjakan shalat
sampai mendekati habis waktu shalat yang satu dan segera memasuki
waktu shalat berikutnya, harus dibuang agar tidak menjadikan
kebiasaan.
Dari uraian diatas jelas bahwa ada dua jenis kebiasaan yang perlu
diteruskan melalui proses pendidikan. Kedua jenis kebiasaan itu adalah:
23
Kebiasaan yang bersifat otomatis, yang dilakukan meskipun anak-anak
yang harus melakukannya tidak mengerti makna atau tujuannya.
Misalnya kebiasaan menyikat gigi pada pagi dan malah hari sebelum
tidur, kebiasaan bangun pagi dan segera menunaikan shalat subuh,
kebiasaan membaca basmalah sewaktu memulai pekerjaan dan lain-
lain.
Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran
akan manfaat atau tujuannya. Misalnya kebiasaan menunaikan shalat
lima waktu yang dipahami betapa meruginya orang yang meninggalkan
shalat, kebiasaan orang menunaikan shalat secara khusuk dan tertib,
karena mengetahui sugguh merugi dan sia-sia seseorang yang lalai dan
tidak khusuk dalam menunaikan shalat dan lain-lain.
Pendidik harus mampu memberikan pengertian bahwa hidup
dengan kebiasaan yang baik memang akan bersifat rutin, namun
demikianlah hidup yang penuh dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat
rutin, agar mampu menghindari kebosanan atau keengganan dalam
melaksanakannya.
c. Melalui Pemahaman (Ilmu)
Pemahaman ini dilakukan dengan cara menginformasikan tentang
hakikat dan nilai-nilai yang terkandung di dalam obyek itu. Sebagai
contoh, taubat adalah obyek akhlaq, oleh karena taubat dengan segala
hakikat dan nilai-nilai kebaikannya harus diberikan kepada si penerima
pesan (anak didik, santri atau diri sendiri). Penerima pesan selalu diberi
24
pemahaman tentang obyek itu, sehingga benar-benar memahami dan
meyakini bahwa obyek itu benar-benar berharga dan bernilai dalam
kehidupannya baik didunia maupun akhirat.
Proses pemahaman itu berupa pengetahuan dan informasi tentang
betapa pentingnya akhlaq mulia dan betapa besarnya kerusakan yang
akan timbul akibat akhlaq yang buruk. Pemahaman berfungsi
memberikan landasan logis teoritis mengapa seseorang harus berakhlaq
mulia dan harus menghindari akhlaq tercela. Dengan pemahaman
seseorang menjadi tahu, insaf dan terdorong untuk senantiasa berakhlak
mulia. Pemahaman dapat bersumber dari al-Qur’an, sunnah, maupun
pertanyaan-pertanyaan etis dari orang salih.
Proses pemahaman itu dilakukan oleh diri sendiri maupun orang
lain seperti kiai, guru, ustadz orang tua dan orang-orang yang merasa
bertanggung jawab untuk membentuk akhlak yang mulia. Bagi yang
sudah menyadari akan penyakit dan keburukan akhlaknya, tentu dapat
melakukan pemahaman secara mandiri dengan cara berfikir dan
bertadabbur, membaca dan memahami teks syar’iyyah maupun
mendengarkan melalui majlis-majlis mauidlah dan ta’lim. Namun bagi
yang belum mempunyai pemahaman tentu dibutuhkan pihak luar untuk
ikut memberikan pemahaman.
Proses pemahaman melalui orang lain dapat dilakukan melalui
proses pengajaran dengan berbagai metode seperti ceramah, cerita,
diskusi, nasihat, penugasan dan lain sebagainya.
25
Ketiga proses di atas tidak dapat dipisah-pisahkan, karena proses
yang satu akan memperkuat proses yang lain. Pembentukan akhlaq
yang hanya menggunakan proses pemahaman tanpa pembiasaan dan
uswatun khasanah akan bersifat verbalistik dan teoritik. Proses
pembiasaan tanpa pemahaman hanya akan menjadikan manusia seperti
robot yakni berbuat tanpa memahami makna. Akhlak yang hanya
dihasilkan oleh proses seperti ini akan mudah roboh. Pembentukan
akhlak yang tidak didukung oleh teladan orang-orang terdekat akan
berjalan lambat.
3. Sumber-sumber Ajaran Akhlaq
Sumber ajaran akhlaq ialah Al Qur’an dan Hadist. Tingkah laku
Nabi Muhammad merupakan contoh suri tauladan bagi umat manusia
semua. Ini ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur’an :
وذكر الآخر واليىم الله يرجى كاى لوي حسنة أسىة الله سىلر في لكن كاى لقد
كثيرا الله
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
(Q.S. Al Ahzab, 33:21).
Tentang akhlaq pribadi Rosullullah dijelaskan pula oleh A’isyah RA.
Berkata Sesungguhnya akhlaq Rosullullah meliputi perkataan dan tingkah
laku beliau, merupakan sumber akhlaq yang kedua setelah Al Qur’an.
26
Segala ucapan dan perilaku beliau senantiasa mendapatkan bimbingan dari
Allah . Allah berfirman:
(٤( إى هى إلا وحي يىح )٣وها ينطق عي الهىي ) )
Terjemah: Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an)
menurut keinginannya. Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya) (QS. An-Najm, 53:3-4).
Kehidupan ini sebahagian terbesar dilalui dengan meniru atau
mencontoh oleh manusia yang satu pada manusia yang lain. Sesuatu yang
dicontoh itu mungkin bersifat baik dan mungkin pula bernilai keburukan.
Bagi umat islam keteladanan yang paling baik dan utama, terdapat di
dalam diri dan pribadi Rasulullah Muhammad SAW.
4. Tujuan Pembinaan Akhlaq
Tujuan akhir sebuah ibadah adalah takwa. Bertakwa mengandung
arti melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala
larangan agama. Ini berarti menjauhi perbuatan perbuatan jahat dan
melakukan perbuatan perbuatan baik (akhlaqul karimah). Perintah Allah
ditujukan kepada perbuatan perbuatan baik dan larangan berbuat jahat
(Akhlaqul Mazmumah). Orang yang bertakwa berarti orang yang
berakhlaq mulia, berbuat baik dan berbudi luhur.
Akhlaq dalam islam jasmani dan rohani mereka. Kebebasan
manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, tanpa
mengorbankan kepentingan jasmani dan rohani mereka. Pentingnya
pendidikan akhlaq tidak terbatas pada perseorangan saja, tetapi penting
27
untuk masyarakat, umat dan kemanusiaan seluruhnya. Atau dengan kata
lain akhlaq itu penting bagi perseorangan dan masyarakat sekaligus.
Sebagaimana perseorangan tidak sempurna kemanusiaannya tanpa akhlaq,
begitu juga masyarakat dalam segala tahapnya tidak baik keadaannya,
tidak lurus keadaannya tanpa akhlaq, dan hidup tidak akan bermakna tanpa
akhlk yang mulia. Jadi bisa dikatakan bahwa akhlaq mulia adalah dasar
pokok untuk menjaga bangsa bangsa, negara-negara, rakyat dan
masyarakat.
Oleh karena itu, timbulnya amal soleh yang berguna untuk kebaikan
umat dan masyarakat. Tidak akan ada suatu umat, negara ataupun rakyat
yang menyeleweng dari prinsip-prinsip akhlaq yang mulia atau mengarah
ke sifat foya-foya, pemubaziran, kerusakan dan kedhaliman, kecuali ia
akan dihancurkan oleh Allah oleh karena sifat-sifat tersebut.
Jadi bahaya keruntuhan akhlaq bagi umat dan masyarakat jauh lebih
besar dari pada yang dapat dihitung dirasakan dan diraba (Toumy,
1979:318).
5. Pembagian Akhlaq
Keadaan jiwa yang ada pada seseorang itu adakalanya melahirkan
perbuatan terpuji dan ada kalanya melahirkan perbuatan tercela. Oleh
karena itu akhlaq ditinjau dari sifatnya dibagi dua, yaitu:
a. Akhlaq Terpuji (mahmudah) atau kadang disebut dengan Akhlaq Mulia
(karimah).
28
Akhlaq yang baik ialah segala tingkah laku yang terpuji
(mahmudah) juga bisa dinamakan fadhilah (kelebihan). Al-Ghazali
menggunakan perkataan munjiyat yang berarti segala sesuatu yang
memberikan kemenangan atau kejayaan. Akhlaq yang baik dilahirkan
oleh sifat-sifat yang baik (Yatimin, 2007:12).
b. Akhlaq Tercela (madzmumah) ialah perangai atau tingkah laku pada
tutur kata yang tercermin pada diri manusia, cenderung melekat dalam
bentuk yang tidak menyenangkan orang lain. Akhlảqul madzmủmah
ialah perangai yang tercermin dari tutur kata, tingkah laku, dan sikap
yang tidak baik.
Akhlaqul madzmumah menghasilkan pekerjaan buruk dan tingkah
laku yang tidak baik. Akhlaq tidak baik dapat dilihat dari tingkah laku
perbuatan yang tidak elok, tidk sopan dan gerak-gerik yang tidak
menyenangkan. Tiang utama dari akhlaq tidak baik adalah hawa nafsu.
(Rosidin, 2015: 35)
6. Pembentukan akhlak di pesantren
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan akhlak ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama
aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme. Dan ketiga aliran
konvergensi.
Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh
terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari
29
dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan
lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau
kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendiri nya orang
tersebut menjadi baik.
Aliran ini tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada
dalam diri manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan
pendapat aliran intuisisme dalam penentuan baik dan buruk
sebagaimana telah diuraikan di atas. Aliran ini tampak kurang
menghargai atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan atau
pembentukan dan pendidikan. (Abuddin, 2004:165 )
Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari
luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang
diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan kepada anak
itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini
tampak begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia
pendidikan dan pengajaran. Akan tetapi berbeda dengan pandangan
aliran konvergensi, aliran ini berpendapat pembentukan akhlak
dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor
dari luar yaitu pendidikan atau pembentukan dan pembinaan yang
dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial.
Fitrah atau kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri
manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode.
30
Aliran yang ketiga ini tampak sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini
dapat dipahami dari surat an Nahl ayat 78; Artinya: Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur (Q.S. An Nahl : 78). Ayat tersebut memberikan
petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu
penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Menurut Hamzah Ya’kub Faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan
ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1) Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu
fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir
dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari
pengaruh-pengaruh luarnya.
Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri
keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-
unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau
moral, diantaranya adalah;
(a) Instink (naluri)
Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang
kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang
31
berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara
mekanis. Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang
ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu bapakan,
naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.
(b) Kebiasaan
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak
adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi
mudah dikerjakan.
Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah
nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan.
Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan
kebiasaan yang sering diulang-ulang
(c) Keturunan
Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat
tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut al
Waratsah atau warisan sifat-sifat. Warisan sifat orang tua
terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak
langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak
langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai
contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya
32
seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun
kepada cucunya.
(d) Keinginan atau kemauan keras
Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku
manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini
adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.
Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam. Itulah yang
menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh.
Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut
ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan, azam (kemauan keras).
Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang
berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan
oleh kehendak. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik
dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi
baik dan buruk karenanya.
(e) Hati nurani
Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-
waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku
manusia berada diambang bahaya dan keburukan. Kekuatan
tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam
bahasa arab disebut dengan dhamir. Dalam bahasa Inggris
disebut “conscience”. Sedangkan “conscience” adalah sistem
33
nilai moral seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam
tingkah laku.
Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya
perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang
terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak
senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk
mencegah dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang
mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik
(Imamuddin, 1989:106). Oleh karena itu, hati nurani termasuk
salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.
2) Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ;
(a) Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan
seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu).
Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.30
Misalnya lingkungan alam mampu mematahkan/mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang; lingkungan
pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
(b) Pengaruh keluarga
Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas
fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan
34
pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan atau
pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan
oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga)
merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan
dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya
di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan
pendidikan akan memberikan pengaruh yang besardalam
pembentukan akhlak.
(c) Pengaruh sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak.
Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut;
“Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang
tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman anakanak
dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang
kurang diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan,
perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh
diperbaiki dan begitulah seterunya. Di dalam sekolah
berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan
pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap dan
kebiasaan, dari kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar
bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan
tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan
diri dari kepentingan orang“(Ahmadi, 1991:269).
(d) Pendidikan masyarakat
Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah
kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan
negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba
mengatakan; “Corak dan ragam pendidikan yang dialami
35
seseorang dalam masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi
segala bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan
pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan
kesusilaan dan keagamaan”.
Dari paparan di atas maka jelas bahwa pembentukan akhlak
selain dari faktor intern juga dari faktor ekstern. Maka disinilah
peran pondok pesantren sangat penting. Dari berbagai kegiatan
dan kultur di dalam pondok pesantren maka terdapat beberapa
metode yang diterapkan di dalam pesantren serta peran Kiai di
pesantren.
b. Metode Pesantren dalam Membentuk Perilaku Santri
Apakah sebenarnya Perilaku? Perilaku merupakan seperangkat
perbuatan/tindakan seseorang dalam melakukan respon terhadap
sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena adanya nilai yang
diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri dari komponen
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor)
atau tindakan. Dalam konteks ini maka setiap perbuatan seseorang
dalam merespon sesuatu pastilah terkonseptualisasikan dari ketiga
ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon seseorang terhadap rangsang
yang datang, didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap
rangsang tersebut, bagaimana perasaan dan penerimaannya berupa
sikap terhadap obyek rangsang tersebut, dan seberapa besar
36
keterampilannya dalam melaksanakan atau melakukan perbuatan yang
diharapkan.
Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam
membentuk perilaku santri, yakni 1) Metode Keteladanan (Uswah
Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan; 3) Mengambil Pelajaran
(ibrah); 4) Nasehat (mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan
Hukuman (targhib wa tahzib)
Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas menunjukkan
kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam mengambil dan
melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya pengelolaan
keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas rutin, dan
sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak
tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang
menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat
melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang
mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan
yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan
rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian
yang tinggi.
c. Pengaruh Kiai terhadap santri
Sebelum menguraikan kedudukan (peran) kiai di pesantren,
terlebih dahulu penulis uraikan pengertian kiai. Kata "Kiai" berasal dari
bahasa jawa kuno "kiya-kiya" yang artinya orang yang dihormati.
37
Sedangkan dalam pemakaiannya dipergunakan untuk: pertama, benda
atau hewan yang dikeramatkan, seperti kyai Plered (tombak), Kyai
Rebo dan Kyai Wage (gajah di kebun binatang Gembira loka
Yogyakarta), kedua orang tua pada umumnya, ketiga, orang yang
memiliki keahlian dalam Agama Islam, yang mengajar santri di
Pesantren. Sedangkan secara terminologis menurut Ziemnek pengertian
kiai adalah "pendiri dan pemimpin sebuah pesantren sebagi muslim
"terpelajar" telah membaktikan hidupnya "demi Allah" serta
menyebarluaskan dan mendalami ajaran-ajaran dan pandangan Islam
melalui kegiatan pendidikan Islam. Namun pada umumnya di
masyarakat kata "kyai" disejajarkan pengertiannya dengan ulama dalam
khazanah Islam[28].
Menurut Hartono karisma yang dimiliki kiai merupakan salah satu
kekuatan yang dapat menciptakan pengaruh dalam masyarakat. Ada dua
dimensi yang perlu diperhatikan. Pertama, karisma yang diperoleh oleh
seseorang (kiai) secara given, seperti tubuh besar, suara yang keras dan
mata yang tajam serta adanya ikatan genealogis dengan kiai karismatik
sebelumnya. Kedua, karisma yang diperoleh melalui kemampuan dalam
pengausaan terhadap pengetahuan keagamaan disertai moralitas dan
kepribadian yang saleh, dan kesetiaan menyantuni masyarakat.
(http://www.brunet.bn/news/pelita/25jan/ teropong.htm Sabtu, 6
Agustus 2016, 07.53. PM )
38
Kiai dan pesantren merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan alternatif sebagian telah
melakukan penyesuaian dan standarisasi pendidikannya dengan
pendidikan umum, misalnya SMP, SMU, SMK, dan universitas.
Dengan kata lain, sebagian pesantren ada yang telah melakukan
perubahan model, yaitu dari model salafi menjadi khalafi, Perubahan itu
diharapkan dunia pesantren tetap diminati masyarakat. Oleh karena itu,
perubahan-perubahan substansial harus dilakukan untuk
mengakomodasi sebagian dari tuntutan jaman.
Dengan perubahan itu diharapkan santri mampu memahami ilmu-
ilmu umum sekaligus agama secara berimbang. Semboyan salah
seorang pengasuh Pesantren Darul Ulum, Musta’in Romli (1930-1985),
yaitu santri harus “berotak London dan berhati Masjidil Haram”
merupakan gagasan yang menarik. “Berotak London” menggambarkan
keluasan penguasaan ilmu pengetahuan, dan “Berhati Masjidil Haram”
menggambarkan kedalaman pemahaman dan pengamalan keagamaan
santri. Semua itu akan menggambarkan keseimbangan antara kekuatan
pikir dan dzikir dalam diri santri. Santri yang kelak mampu
berpartisipasi dalam kemajuan jaman dengan tetap selalu dekat dengan
Allah.
Orangtua memasukkan anaknya ke pondok pesantren biasanya
disertai dengan harapan agar si anak mempunyai ilmu agama yang
bagus, berakhlak mulia dan memahami hukum-hukum Islam. Selama
39
ini tidak ada kekhawatiran bahwa dengan menuntut ilmu di pesantren
akan menjauhkan kasih-sayang orangtua terhadap anak. Anak yang
tinggal di pondok pesantren dalam waktu cukup lama tetap bisa
beridentifikasi kepada kedua orangtuanya. Dengan menjalin
komunikasi secara intens dan teratur diharapkan anak tidak akan
kehilangan figur orangtua.
Seperti kita ketahui bahwa sumber identifikasi seorang anak tidak
hanya kedua orangtuanya, tetapi bisa juga kepada figur-figur tertentu
yang dianggap dekat dan memiliki pengaruh besar bagi anak.
Keberadaan Kiai, pembimbing, ustad maupun teman sebaya juga bisa
mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.
Kelebihan inilah yang dimiliki pesantren sebagai lembaga
pendidikan. Dengan segala keterbatasannya pesantren mampu
menampilkan diri sebagai lembaga pembelajaran yang berlangsung
terus-menerus hampir 24 jam sehari. Aktivitas dan interaksi
pembelajaran berlangsung secara terpadu yang memadukan antara
suasana keguruan dan kekeluargaan. Kiai sebagai figur sentral di
pesantren dapat memainkan peran yang sangat penting dan strategis
yang menentukan perkembangan santri dan pesantrennya. Kepribadian
Kiai yang kuat, kedalaman pemahaman dan pengalaman keagamaan
yang mendalam menjadi jaminan seseorang dalam menentukan
pesantren pilihannya.
40
Berdasarkan pertimbangan di atas, santri mengidentifikasi Kiai
sebagai figur yang penuh kharisma dan wakil atau pengganti orang-tua
(inloco parentis). Kiai adalah model (uswah) dari sikap dan tingkah-
laku santri. Proses sosialisasi dan interaksi yang berlangsung di
pesantren memungkinkan santri melakukan imitasi terhadap sikap dan
tingkah-laku Kiai. Santri juga dapat mengidentifikasi Kiai sebagai figur
ideal sebagai penyambung silsilah keilmuan para ulama pewaris ilmu
masa kejayaan Islam di masa lalu.
Kiai atau Ustad di pesantren bisa menempatkan diri dalam dua
karakter, yaitu sebagai model dan sebagai terapis. Sebagai model, Kiai
atau Ustad adalah panutan dalam setiap tingkah-laku dan tindak-
tanduknya. Bagi anak usia 7-12 tahun hal ini mutlak dibutuhkan karena
Kiai atau Ustad adalah pengganti orangtua yang tinggal di tempat yang
berbeda. Dalam pesantren dengan jumlah santri yang banyak diperlukan
jumlah Ustad yang bisa mengimbangi banyaknya santri sehingga setiap
santri akan mendapatkan perhatian penuh dari seorang Ustad. Jika rasio
keberadaan santri dan ustad tidak seimbang, maka dikhawatirkan ada
santri-santri yang lolos dari pengawasan dan mengambil orang yang
tidak tepat sebagai model.
Sebagai terapis, Kiai dan Ustad memiliki pengaruh terhadap
kepribadian dan tingkah-laku sosial santri. Semakin intensif seorang
ustad terlibat dengan santrinya semakin besar pengaruh yang bisa
diberikan. Ustad bisa menjadi agen kekuatan dalam mengubah perilaku
41
dari yang tidak diinginkan menjadi perilaku tertentu yang diinginkan.
Akan sangat bagus jika anak dapat belajar dari sumber yang bervariasi,
dibandingkan hanya belajar dari sumber tunggal.
d. Peran pesantren dalam pembentukan akhlaq
Masing-masing pondok pesantren memiliki tujuan pendidikan yang
berbeda, sering kali sesuai dengan falsafah dan karakter pendirinya.
Sekalipun begitu setiap pondok pesantren mengemban misi yang sama
yakni dalam rangka mengembangkan dakwah Islam, selain itu di
karenakan pondok pesantren berada dalam lingkungan Indonesia, setiap
pondok pesantren juga berkewajiban untuk mengembangkan cita-cita
dan tujuan kehidupan berbangsa sebagaimana tertuang dalam falsafah
negara; Pancasila dan UUD 1945. Menurut Manfred Ziemek yang
dikutib oleh Mujamil Qamar dalam bukunya pesantren dari trasformasi
metodologi menuju demokratisasi institusi tujuan pesantren adalah
membentuk kepribadian memantapkan akhlak dan melengkapinya
dengan pengetahuan.(Mujamil Qomar:2002:4)
Kultur pondok pesantren banyak memberi warna dan
menginspirasi para santri untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh
dalam kehidupan sehari-hari, baik dimasa sekarang maupun masa yang
akan datang.
Kultur pesantren yang khas dan suri tauladan dari kiai serta
ustadz di pesantren banyak menginspirasi para santri. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kultur pendidikan pondok pesantren
42
menjadikan kebiasaan yang positif yang sesuai dengan tujuan
pendidikan yaitu menciptakan individu yang berakhlakul karimah, baik
akhlak kepada Allah, sesama manusia maupun lingkungannya.
B. PESANTREN
1. Pengertian Pesantren
Pesantren menurut John berasal dari bahasa Tamil, -santri yang
berarti guru mengaji. Berg juga berpendapat bahwa istilah santri berasal
dari kata shastri (bahasa India) yang berarti orang yang tahu buku-
buku suci agama Hindu atau sarjanan ahli kitab suci agama Hindu. Kata
shastri berasal dri kata shastra, yang berarti buku-buku suci, buku-buku
agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. (Muliawan,
2005:155)
Berdasarkan konsep tersebut dapatlah dipahami bahwa pesantren
berasal dari India dan dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan
pengajaran agama hindu di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil alih
oleh Islam. Sekarang pesantren dimaknai sebagai sarana dan tempat
murid-murid mengaji, khususnya dengan tujuan meningkatkan
kekuatan keagamaan (religous power) Islam.
“Pesantren” yaitu suatu lembaga pendidikan islam, yang di
dalamnya terdapat seorang Kiai (pendidik) yang mengajar dan
mendidik para santri (anak didik) dengan sarana masjid yang digunakan
43
untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya
pondok sebagai tempat tinggal para santri (Muhaimin, 1993:299)
Sebagai suatu lembaga pendidikan jelas sekali bahwa pesantren
adalah lembaga pendidikan islam yang berada di luar sistem
persekolahan (pendidikan di luar sekolah). Pesantren tidak terikat oleh
sistem kurikulum, perjenjangan, kelas-kelas atau jadwal pembelajaran
terencana secara ketat. Pesantren merupakan suatu sistem pendidikan di
luar sekolah yang berkembang di dalam masyarakat. Oleh sebab itu,
dalam beberapa hal lembaga ini bersifat merakyat.
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
unik dan memiliki ciri-ciri dan karakteristik yang membedakan
lembaga pendidikan ini dengan lembaga pendidikan lain.
2. Ciri-ciri Khusus dan Karakteristik Khusus Pesantren
a. Pondok
Pondok berasal dari kata Funduk yang berarti hotel atau
asrama. Pondok berfungsi sebagai asrama bagi santri. Pondok
merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem
pendidikan tradisional dimasjid-masjid yang berkembang
dikebanyakan wilayah Islam negara-negara lain.
b. Masjid
Suatu pesantren mutlak mesti memiliki masjid, sebab disitulah
pada mulanya dilakanakan proses belajar-mengajar, komunikasi
antara kiai dan santri. Masjid merupakan elemen yang tak dapat
44
dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik
sembahyang jum’at, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Masjid
merupakan manifestasi uniersalisme dari sistem pendidikan islam.
c. Santri
Santri dalam penggunaannya di lingkungan pesantren seorang
alim (berilmu) yang hanya dapat disebut kiai bilamana memiliki
pesantren dan santri yang tinggal dalam suatu pesantren. Santri
terdiri dari dua kelompok:
1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh
dan menetap dalam pondok pesantren.
2) Santri kalong, murid-murid yang berasal dari desa-desa
disekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam
pesantren. Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka
bolak-balik (glajo) dari rumahnya sendiri.
d. Kiai
Menurut asal usulnya, kata kiai dalam bahasa jawa dipakai
untuk tiga jenis gelar kehormatan yang saling berbeda. Pertama, kiai
sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap
keramat; umpamanya, “Kiai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan
kereta emas yang ada dileraton Yogyakarta. Kedua, kiai sebagai
gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya. Ketiga, kiai
sebagai gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agam
45
islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan
mengajarkan kitab-kitab klasik Islam kepada para santrinya
(Muliawan, 2005:155).
Sedangkan, penggunaan istilah kiai di sini merujuk pada orang
yang memimpin sebuah pesantren.
3. Kultur Pesantren
a. Pengertian Kultur
Beragam definisi dikemukakan oleh para ahli dalam memberikan
batasan tentang “pengertian budaya atau sering disebut kultur”. Tilman
(2002:4) mendefinisikan budaya sebagai: a group’s individual and
collection ways of thinking, beliving, and knowing, which includes their
shared experience, consciousness, skills, values, forms of expression,
social institutions and behaviours (Furkan, 2013:23). Definisi ini
menjelaskan bahwa budaya adalah cara berpikir, kepercayaan, dan
pengetahuan bersama individu dan kelompok yang terdiri dari
pengalaman, kesadaran, keterampilan, nilai, bentuk ekspresi, institusi
sosial dan perilaku bersama.
Young Pai (1990:21) mengatakan:
“Culture is most commonly viewed as that pattern of knowledge,
skill, behaviour, attitude and beliefs, as well as material artifact
produced by ahuman society and transmitted from one generation to
another. Culture is the whole of humanity’s intelectual, social,
technological, political, economic, moral, religious, and aesthetic
accomplishment (Furkan, 2013:24)”.
Definisi ini menjelaskan bahwa kebudayaan biasanya dipandang
sebagai pola pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap, dan
46
keyakinan, maupun material artefak yang dihasilkan oleh suatu
masyarakat dan dialihkan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Kebudayaan adalah keseluruhan capaian intelektual, sosial, teknologi,
politik, ekonomi, moral, agama dan kecakapan estetis umat manusia.
Dari definisi budaya atau kultu yang dikemukakan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa unsur yang terdapat dalam istilah budaya, di
antaranya: 1) sebagai pola pengetahuan, keterampilan, perilaku, sikap,
dan keyakinan, serta artefak material yang dihasilkan oleh masyarakat
manusia; 2) budaya ditransfer (diwariskan) generasi ke generasi lain; 3)
budaya sebagai keseluruhan pencapaian kemanusiaan, intelektual,
sosial, teknologi, politik, ekonomi, moral, keagamaan, dan keindahan.
Budaya merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku,
sikap, nilai dan hasilnya yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun
abstrak. Kultur juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai,
sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan
memecahkannya. Oleh karena itu , suatu kultur secara alami akan
diwariskan oleh generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah, di
samping keluarga, merupakan lembaga utama yang didesain untuk
memperlancar proses transmisi kultural antara generasi tersebut.
Williams dalam Barker, C. 2005:55 berpendapat bahwa makna
kebudayaan harus dipelajari dalam konteks kondisi-kondisi
47
produksinya, sehingga membentuk gambaran kita tentang kebudayaan
sebagai suatu keseluruhan cara hidup (Furkan, 2013:27).
Dengan demikian, budaya adalah keseluruhan sistem berpikir,
nilai, moral, norma, dan keyakinan manusia yang merupakan hasil dari
interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya termasuk
hasil karya fisik seperti benda-benda yang digunakan dalam kehidupan
manusia dan memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari.
Gibson (1996:76) mengartikan kultur sebagai berikut:
“Kultur mengandung pola eksplisit maupun implisit dari dan
untuk perilaku yang dibutuhkan dan diwujudkan dalam simbol,
menunjukkan hasil kelompok manusia secara berbeda, termasuk benda-
benda hasil ciptaan manusia. Inti utama dari kultur terdiri dari ide
tradisional (turun-temurun dan terseleksi) dan terutama pada nilai yang
menyejarah (historisitas) (Komariah, 2005:96)”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:149) mendefinisikan
budaya dalam dua pandangan, yaitu pertama, hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan
adat istiadat; kedua, menggunakan pendekatan antropologi yaitu
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya. Senada dengan definisi tersebut
adalah pendapat Farid dan Philip (1987), yang menyatakan bahwa
48
budaya sebagai norma dan perilaku-perilaku yang disepakati oleh
sekelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama.
Gibson (1996:76) mengidentifikasi bahwa para ahli yang telah
mendefinisikan kultur sebelumnya sepakat menyimpulkan bahwa kultur
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Mempelajari, kultur diperlukan dan diwujudkan dalam belajar,
observasi, dan pengalaman.
2) Saling berbagi, individu dalam kelompok, keluarga, dan masyarakat
saling berbagi kultur.
3) Transgenerasi, merupakan kumulasi dan melampaui generasi satu ke
generasi lain.
4) Persepsi pengaruh, membentuk perilaku dan struktur bagaimana
seorang menilai dunia.
5) Adaptasi, kultur didasarkan pada kapasitas seseorang berubah atau
beradaptasi.
Orientasi kultural dari suatu masyarakat mencerminkan interaksi
dari lima karakteristik tersebut.
Kesimpulannya adalah bahwa budaya merupakan pandangan
hidup (way of life) yang dapat berupa nilai-nilai, norma, kebiasaan,
hasil karya, pengalaman, dan tradisi yang mengakar di suatu
masyarakat dan memengaruhi sikap dan perilaku setiap
orang/masyarakat tersebut.
49
b. Budaya sekolah
Definisi budaya sekolah bisa berbeda-beda antara sekolah yang
satu dengan sekolah yang lain, namun substansi dari budaya sekolah
bisa diasumsikan sama. Seperti dikatakan Deal, Terrence E & Kent
D. Petersen (1992:2) bahwa:
“School have a culture that is definitely their own. There are,
in the school, complex ritual of personal relationship, a set of
folkways, mores, and irrational sanctions, a moral code based
upon them”.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa konsep budaya
yang dimiliki masing-masing sekolah berbeda dan bukan sesuatu hal
yang baru, sekolah memiliki suatu budaya menurut definisi budaya
mereka sendiri.
Hakiki Mahfuzh (2010:1) berpendapat bahwa budaya sekolah
merupakan organisasi dalam konteks persekolahan. Budaya sekolah
sebagai kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan spirit dan nilai yang dianut sekolah, yakni dalam bentuk
bagaimana warga sekolah seperti komite sekolah, yayasan (untuk
swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa bekerja, belajar,
dan berhubungan satu sama lain. Kultur sekolah merupakan faktor
yang esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang
optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif serta memiliki
kecakapan personal dan akademik (Furkan, 2013:28).
Pengertian budaya sekolah yang dipaparkan ahli tersebut diatas
berbeda-beda tergantung cara pandang mereka, namun substansi
50
dalam budaya sekolah terdapat nilai-nilai, keyakinan yang menjadi
spirit dan pedoman bagi sekolah untuk melakukan kegiatan
pendidikannya dan menjadi identitas sekolah tersebut.
Jadi, budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah yang
didasari oleh nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, adat istiadat,
kebiasaan-kebiasaan, norma-norma yang berlaku dan digunakan
sebagai spirit dalam berperilaku, berinteraksi yang ditampakkanoleh
warga sekolah secara konsisten dalam kehidupan baik disekolah
maupun di luar lingkungan sekolah untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari serta
mengambil keputusan yang tepat.
Budaya sekolah sangat penting dalam membentuk karakter
peserta didik, sebab ia menjadi nilai dan norma dalam kegiatan dan
aktifitas peserta didik. Dengan demikian peserta didik maupun warga
sekolah lainnya memiliki motivasi untuk belajar, bekerja sama dan
meningkatkan sikap yang baik dalam berinteraksi antara warga
sekolah.
1) Unsur-unsur budaya sekolah
Djemari Mardapi (2004:7) membagi unsur-unsur budaya
sekolah ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan
sebagai berikut:
a) Budaya sekolah yang positif
51
Budaya sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang
mendukung peningkatan kualitas pendidikan, misalnya
kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap
prestasi, dan komitmen terhadap belajar.
b) Budaya sekolah yang negatif
Budaya sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra
terhadap peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten
terhadap perubahan , misalnya siswa takut salah, siswa takut
bertanya, dan siswa jarang melakukan kerjasama dalam
memecahkan masalah.
c) Budaya sekolah yang netral
Budaya sekolah netral yaitu budaya yang tidak berfokus pada
satu sisi namun dapat memberikan kontribusi positif terhadap
perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa
berupa arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa
dan lain-lain (Furkon, 2013:31).
Hedley Beare dalam Hakiki Mahfuzh (2010)
mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori,
yaitu unsur kasat mata dan unsur tidak kasat mata. Unsur kasat
mata mempunyai makna kalau berkaitan atau mencerminkan apa
yang tidak kasat mata. Yang tidak kasat mata adalah filsafat atau
pandangan dasar sekolah mengenai kenyataan yang luas, makna
hidup atau yang dianggap penting dan harus diperjuangkan oleh
52
sekolah. Halm itu harus dinyatakan secara konseptual dalam
rumusan visi, misi, tujuan dan sasaran yang lebih konkret yang
akan dicapai oleh sekolah. Adapun unsur yang kasat mata dapat
termanifestasi secara konseptual meliputi: (1) visi, misi, tujuan dan
sasaran; (2) kurikulum; (3) bahasa komunikasi; (4) narasi sekolah;
(5) narasi tokoh-tokoh; (6) struktur organisasi; (7) ritual atau
upacara; (8) prosedur belajar mengajar; (9) peraturan sistem
ganjaran/hukuman; (10) layanan psikologi sosial; (11) pola
interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat. Unsur yang
materil dapat berupa: fasilitas dan peralatan, artefak dan tanda
kenangan serta pakaian seragam (Furkon, 2013:32).
Herminarto(2005:12) mengidentifikasi budaya sekolah
sebagai berikut:
(1) Artefak. Artefak memiliki dua jenis yaitu (a) artefak yang
dapat diamati seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior dan
interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, ritus-
ritus, simbol, logo, slogan bendera, gambar-gambar, tanda-
tanda, sopan santun, cara berpakaian; (b) artefak yang tidak
dapat diamati berupa norma-norma atau cara-caratradisional
berprilaku yang telah lama dimiliki kelompok.
(2) Nilai-nilai keyakinan. Nilai dan keyakinan yang ada disekolah
dan menjadi ciri utama sekolah misalnya; (a) ungkapan rajin
53
pangkal pandai, (b) air beriak tanda tak dalam, dan berbagai
penggambaran nilai dan keyakinan lain (Furkon, 2013:32).
Dalam Depdiknas (2003:1) menyatakan bahwa: Elemen
penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara
keagamaan, seremoni, dan mitos yang diterjemahkan oleh
sekelompok orang tertentu. Hal ini dapat diliah dari kebiasaan-
kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan warga sekolah secara
terus menerus. Budaya sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu: (1) budaya yang dapat diamati, berupa konseptual yaitu
struktur organisasi, kurikulum, behavior (perilaku) yaitu kegiatan
belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tgertib;
material yaitu fasilitas dan perlengkapan; (2) budaya yang tidak
dapat diamati berupa filosofis, yaitu visi misi serta nilai-nilai: yaitu
kualitas keefektivitas, keadilan, pemberdayaan dan kedisiplinan
(Furkon, 2013:34).
2) Faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya sekolah
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan budaya
sekolah merupakan faktor yang dapat mendukung dan
menghambat pelaksanaan pengembangan budaya sekolah di
satuan pendidikan. Faktor-faktor tersebut yakni faktor internal
dan faktor eksternal.
54
a) Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang mempengaruhi
pengembangan budaya sekolah yang berasal dari lingkungan
sekolah diantaranya (a) kepala sekolah, (b) guru, (c) tenaga
kependidikan, (d) peserta didik, (e) visi sekolah, (f) program
sekolah, (g) peraturan sekolah, dan (h) sarana prasarana
pendidikan.
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi
budaya sekolah di luar lingkungan sekolah. Faktor eksternal
yang dimaksud dalam tulisan ini antara lain: (a) masyarakat,
(b) komite sekolah; (c) orang tua dan keluarga; (d) dinas
pendidikan setempat; (e) letak geografis sekolah.
c. Kultur pesantren
Kamus Sosiologi Modern menyatakan bahwa kultur adalah
totalitas dalam sebuah organisasi, way of life termasuk nilai-nilai, norma-
norma dan karya-karya yang diwariskan antar generasi. Kultur merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dan kelompok yang
dapat ditunjukkan oleh perilaku organisasi yang bersangkutan (Rika,
2008:55).
Secara sederhana, Deal (1985: 605) mendefinisikan kultur sekolah
sebagai satuan pendidikan dengan “cara kita berbuat di sini.‟ Jika
ditransformasi ke pesantren, maka definisi ini dapat kita kemukakan
55
menjadi, cara kita berprilaku di dalam atau sekitar pesantren (Sulton dan
Khusnurdilo, 2005:26).
Vygotsky menyatakan bahwa kemampuan kognitif seseorang
berasal dari hubungan sosial dan kultur. Baik itu kultur individual maupun
hubungan pendidikan dengan perkembangan berperan penting dalam
perkembangan kognitif karena memberi dasar untuk menyimpulkan
asumsi dasar tentang pembelajaran. Menurut Vygotsky, kultur bukan
hanya memberi latar untuk pengembangan kognitif individual. Kultur juga
memberi simbol-simbol kultural (perangkat psikologis) dan anak belajar
berpikir dengan bentuk penalaran ini (Zuhrati 10069.Blogspot.com).
Menurut Antropolog Clifford Geertz, salah satu ilmuwan yang
memberikan sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang
pengertian kultur pesantren mengemukakan bahwa:
“Kultur pesantren dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai,
ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam
perjalanan panjang pesantren. Atau suatu perilaku, nilai- nilai,
sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungan dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan
memecahkannya (Zamroni, 2000:149)”.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan islam, memiliki budaya
tersendiri yang dibentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi,
kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan pendidikan, dan perilaku orang-
orang yang berada didalamnya.
McBrien dan R.S Brandt (1997:89) mendefinisikan budaya sekolah
sebagai berikut:
56
“Definition of scholl Culture: the sum of the values, culture, safety
practices, and organizational structure within a school that cause it to
fucntion and reach in particular ways”.
Budaya sekolah atau School Culture didefinisikan Stop dan Smith
(1994:232) sebagai berikut:
School culture can be defined as the historically transmitted
patterns of meaning that include the norms, values, beliefs, ceremonies,
ruituals, tradition, and myths unstood, maybe in varying degress, by
members of the school community. This system of meaning often shapes
what people think and how they act (Komariah, 2005:102).
Berdasarkan kajian tersebut, penulis mengartikan budaya sekolah
sebagai karakteristik khas sekolahyang dapat diidentifikasi melalui nilai
yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang
ditampilkannya, dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel
sekolah yang membentukn satu kesatuan khusus dari sistem sekolah.
Beberapa manifestasi budaya dapat diidentifikasi dari cara-cara
para anggota organisasi berkomunikasi, bergaul, dan menempatkan diri
dalam perannya sebagai tuan rumah, atau dapat ditangkap dari cara-cara
bersikap, kebiasaan anggota organisasi dalam melakukan keseharian
operasionalisasi yang dapat berbentuk upacara, ritual, ataupun seragam
yang dikenakan. Tabel berikut menjelaskan manifestasi budaya.
57
Tabel 2
Manifestasi Budaya
Manifestasi Deskripsi
Story Cerita yang didasarkan atas kejadian sebenarnya tetapi
sering pula merupakan campuran kebenaran dan
khayalan.
Folkate Cerita yang sepenuhnya khayalan.
Simbol Setiap objek, tindakan, kejadian kualitas, dan hubungan
yang memberikan sarana bagi penyampaian makna.
Gesture Gerak bagian tubuh yang digunakan untuk
mengekspresikan makna/maksud.
Artifact Objek material (benda) yang dibuat oleh orang untuk
memfasilitasi pengekspresian budaya.
Sumber: Diadaptasi dari Trice & Beyer, 1984 (dalam Hodge and Anthony,1988,
Organizational Theory, 3th ed.) Massachuesetts: Allyn & Bacon, INC.
Sergiovani (1987) mengutip pendapat Lundberg (1985) yang
menyebutkan bahwa BO muncul dalam empat tingkatan, yaitu 1) Artifact;
2) Perspectives; 3) Values; 4) Assumption. Berdasarkan kenyataan
tersebut maka untuk mendeskripsikan budaya suatu organisasi, pertama
kali yang harus dilakukan adalah mengamati perwujudan budaya tersebut,
baru kemudian menangkap maknanya.
Dari uraian di atas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa
kultur pesantren itu mengandung nilai-nilai, perilaku, pembiasaan, yang
58
dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam
pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh lembaga pendidikan dalam pesantren tersebut.
Selain dari beberapa unsur tersebut, pesantren juga memiliki ciri
khas yang unik lainnya, yaitu metode pengajaran kitab dengan cara
wetonan atau bandongan, sorogan, dan hafalan.
1) Metode pengajaran kitab
Wetonan atau bandongan adalah metode pengajaran dengan cara
santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiai. Kiai
membacakan kitab yang dipelajari saat itu, santri menyimak kitab masing-
masing dan membuat catatan.
Sedangkan sorogan adalah metode pengajaran dengan cara santri
menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan
dipelajari. Metode ini adalah metode yang paling sulit dari keseluruhan
sistem pendidikan di pesantren. Sebab sistem ini menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.
Metode hafalan adalah metode yang paling umum dalam
pesantren, terutama untuk hafalan Al-Qur’an dan hadis. Jumlah kuantitas
hafalan surat atau ayat menjadi penentu tingkat keilmuan santri
(Muliawan, 2005:156).
2) Kegiatan pondok pesantren
Kegiatan-kegiatan dalam pondok pesantren adalah mencakup “ Tri
Dharma Pondok Pesantren “ yaitu:
59
1) Keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT
2) Pengembangan ilmu yang bermanfaat
3) Pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara.
Unsur-unsur dan kegiatan pondok pesantren itu dengan istilah
elemen pesantren yang meliputi: pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab
islam klasik, santri dan kiai.
Kultur merupakan jiwa (spirit) sebuah pesantren yang memberi
makna terhadap setiap kegiatan di pesantren, dan menjadi jembatan antara
aktifitas dan hasilnya. Kultur merupakan sintesa antara etika dan
rasionalitas, sebuah keadaan yang mengantarkan kita, minimal secara
konseptual, melebihi batas-batas manusiawi menuju tingkatan kreatifitas,
seni dan intelek yang tinggi. Kultur juga merupakan kendaraan (vehicle)
untuk mentransmisikan nilai-nilai pendidikan (Cavabagh dan Dellar,
1998).
Jika kultur sebuah pesantren lemah, maka tidak tercipta situasi
kondusif bagi perkembangan pesantren. sebaliknya jika kulturnya kuat
maka akan menjadi fasilitator penting bagi pengembangan sekolah.
Karena restruktur secara hirarkis saja tidak cukup memberikan pengaruh
signifikan terhadap pengembangan pesantren. Sebagaimana kompleksnya
dunia pendidikan, sebuah usaha reformasi pendidikan menghendaki
pendekatan multispektif, termasuk perspektif budaya atau kultur.
Secara sosiologis kultur mengacu kepada kebiasaan atau praktek-
praktek, karakter-karakter yang merefleksikan kesepakatan-kesepakatan
60
makna, kognisi, symbol, atau pengalaman sebuah kelompok masyarakat.ia
menyangkut cara seseorang berperilaku, memberi reaksi atau menyikapi
sesuatu. Dalam kata-kata yang sederhana kultur merupakan “cara kita
melakukan sesuatu di sini” (the way we do thinks around here). Secara
estetika, kultur berhubungan dengan suatu usaha tanpa henti untuk
mencapai sesuatu yang ideal tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia,
melihat kultur sebagai pencarian terhadap kesempurnaan dengan maksud
mengetahui apa yang menjadi kepentingan orang banyak.
Dari kedua definisi di atasmengandung maknasebuah proses yang
terus menerus tanpa akhir. Dengan demikian, jika kultur
merepresentasikan idealitas manusia, maka ia merupakan sesuatu yang
dinamis, makhluk progresif, sebuah potensi yang dapat membawa kepada
proses belajar yang tak pernah berakhir, “long life education”.
61
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. PAPARAN DATA
1. Letak Strategis Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan terletak di Jalan Imam Bonjol,
Pulutan Lor, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga Kode Pos 50773. Dari pusat
kegiatan kota Salatiga, Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan berjarak± 2
km. Rute yang biasa ditempuh untuk sampai di lokasi Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan adalah melalui Jetis ke arah barat (arah Ambarawa)
sejauh 2 km (lihat lampiran rute Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan,
Lamp. 1).
Sedangkan lokasi Pondok Pesantren Salafiyah Pulutanyang tenang,
terletak dipinggir kampung Pulutan Utara, memungkinkan para santri yang
mukim disana terdorong untuk betah belajar dan mengaji disana. Santri
yang datang bermukim dan mengaji disana datang dari sekitar Salatiga,
Batang, Semarang, Pati, Purwodadi, Boyolali, Solo, Sumatra, Kalimantan
dll.
Santri-santri yang mukim dan belajar ngaji di Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan, pada tahun 1970-an dan tahun-tahun sebelumnya
adalah sebagai santri ngaji, artinya menjadi santri adalah satu-satunya
aktifitas keseharian yang mereka tekuni. Tetapi pada masa-masa tahun
1975-an dan tahun-tahun sesudahnya Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan dihuni sebagian besar santri sekolah, para santri belajar di
62
pondok Pesantren Salafiyah dan memiliki kewajiban sekolah. Hal ini
merupakan gejala umum yang dialami oleh pondok-pondok pesantren
masa sekarang. Maka ada satuhal yang perlu disimpulakan bahwa
keadaan tersebut merupakan perkembangan baik pada lembaga
pendidikan pondok pesantren, karena dinilai masyarakat dan generasi
muda ternyata masih memiliki rasa antusias untuk belajar dan mengaji di
pondok pesantren.
2. Profil Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga merupakan sebuah
institusi pendidikan keagamaan, yang juga berusaha membekali santri-
santrinya dengan keterampilan-keterampilan. Sehingga Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan Salatiga terdapat struktur kepengurusan guna
peningkatan sumber daya santrinya. Adapun secara statistik profil
pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga adalah sebagai berikut:
a. Nama : Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatig
b. Alamat : Jl. Imam Bonjol, Pulutan Lor, Sidorejo, Salatiga
c. Telepon : 08179512623
d. Pengasuh : Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I
e. Tahun berdiri : 1770 M/1192 H
f. Status tanah : Waqaf
63
SUSUNAN PENGURUS ORGANISASI SANTRI
PONDOK PESANTREN SALAFIYAH PULUTAN SALATIGA
BADAN PEMBINA
Pengasuh : Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I
Penasehat : KH. Shonwasi Ridwan
BADAN PENGURUS HARIAN
Ketua :
1. Sholihul Hadi
2. Annilta Manzilah Adlimah
Sekretaris :
1. Abdul Rosid
2. Risa Suryani
Bendahara :
1. Wawan Kurniawan
2. Nuril Mimin Jannah
Tarbiyah :
1. Wahyu Najib Fikri
2. Titik Isniatus Solikhah
Bahasa :
1. Ihda Muflih Saifullah
2. Roisa Indriani
Keamanan :
1. Arif Ridho
2. Risma Zuliana Dewi
Humas :
1. Bangki Putra Dewandaru
2. Khuzaimah
Kebersihan :
1. Panji Asoka Rahmat Wiguna
2. Retna Tri Susanti
Pangan/ konsumsi :
1. Jamasri
2. Erni Istiani
64
3. Visi, Misi, Motto, Academic Distinctiveness, Aturan dan EtikaSantri
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga
Visi
Menjadi Pesantren yang unggul dengan mewujudkan
keseimbangan kemampuan keilmuan keislaman dan kemampuan
bermasyarakat.
Misi
a. Mewujudkan Santri yang menguasai dan memahami tradisi-tradisi
Ahlussunah wal Jama`ah.
b. Mewujudkan Santri yang menguasai keilmuan keislaman: Aqidah,
Akhlaq, Fiqih dan Usul Fiqih, Hadist dan Ilmu Al-Hadist, Al-Qur`an dan
Ilmu Al-Quran dan Ilmu Falaq.
c. Mewujudkan Santri yang menguasai ilmu-ilmu alat, yaitu bahasa Arab
dan Inggris
d. Mewujudkan Santri yang mempunyai social skill (kemampuan
bermasyarakat) yang kuat dan kepedulian sosial yang tinggi
MOTO
a. Khoirunnasi anfa`uhum linnas
b. Khoirunnasi ahsanuhum khuluqon
c. Al-Muhafadlotu `ala qadiimissalih wal akhdu bi jadiidil aslah
65
Academic Distinctiveness
Adapun keilmuan dan kegiatan yang akan dikembangkan dan
menjadi ciri khas dari Pesantren Salafiyah adalah sebagai berikut:
a. Ilmu Falaq.
b. Pengembangan Kemampuan Kemasyarakatan.
c. Bahasa (Inggris).
Aturan dan Etika Santri Ponpes Salafiyah Pulutan
a. Santri (mukim) diharuskan mengikuti semua kegiatan ponpes.
b. Santri Putri diharuskan berjilbab dan berpakaian rapi, sopan dan elegan
(tidak tembus pandang dan ketat).
c. Santri Putra memakai sarung, pakaian rapi dan peci ketika berjama`ah
dan mengikuti kajian.
d. Santri Putra tidak boleh memasuki Pondokan Putri Tanpa seizin
Pengasuh dan Pengurus Santri Putri.
e. Santri Putri tidak boleh memasuki kamar Santri Putra.
f. Santri tidak boleh melakukan kegitan di atas jam 11 malam.
g. Santri harus menjunjung tinggi sifat jujur, amanah dan tanggung Jawab.
h. Santri harus izin pengurus ponpes dan pengasuh ketika akan bermalam di
luar pondok.
i. Santri dianjurkan menyapa dengan salam kepada pengasuh, sesepuh
masyarakat, asatidz dan masyarkat Pulutan pada umumnya.
j. Santri bergabung dengan kegiatan masyarakat, seperti kerjabakti.
66
4. Keadaan Ustadz dan Santri
a. Keadaan ustadz
SelainDrs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I para ustadz pondok
pesantren SalafiyahPulutan Salatiga berasal dari masyarakat sekitar dan
alumni yang mempunyaikepedulian terhadap perkembangan pesantren
serta para santri sendiriyang telah dianggap mampu untuk mengajar dan
berkompeten padadisiplin ilmu yang telah dikuasai.
Tabel III
Daftar nama ustadz Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga.
No. Asatidz Reguler Asatidz Tematik
1 KH Abdul Basith, MPd.I Dr. Ilya Muhsin, M.Si
2 KH Sonwasi Ridwan, BA Dr. M. Ghufron, M. Ag
3 KH Dimyati Haramain Dr. Faqih Nabhan
4 KH Zunaidy, BA KH. Imam Baihaqi, M.Ag
5 K. Muhyi Moh Khusen, M.Ag, MA
6 Munajat, MA, PhD Kastolani, M.Ag
7 Murtadlo, S.Ag Miftahuddin, M.Ag
8 Ahmad Asy’ari, S.Ag Syukron M.Si
9 Agus Sauedy, Lc
10 Wahidin, M.Pd.I
11 H. Dimyati Susilo
12 Prof. Dr. Mansur
13 Prof. Dr. Budiharjo
14 Kastolani, M.Ag
67
b. Keadaan santri
Sedangkan para santri berasal dari banyak daerah diantaranya:
Batang, Boyolali, Pati, Purwodadi, Demak, Magelang dan daerah-daerah
lain. Semua santri ponpes salafiyah adalah mahasiswa, mayoritas dari
IAIN Salatiga dan beberapa dari UKSW dan STIEAMA.
Adapun nama-nama santri secara terinci dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel IV
Daftar Nama Santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga.
No. Nama Jenis Kelamin
1. Sholihul Hadi Laki-laki
2. Ahmad Abidin Laki-laki
3. Fadhil Yahya Budi Utomo Laki-laki
4. Wawan Kurniawan Laki-laki
5. M. Abdul Rosid Laki-laki
6. Wahyu Najib Fikri Laki-laki
7. Ihda Muflih Saifullah Laki-laki
8. Panji Asoka Rahmat Wiguna Laki-laki
9. Arif Ridho Laki-laki
10. Jamasri Laki-laki
11. Bangki Putra Dewandaru Laki-laki
12. Annilta Manzilah Adlimah Perempuan
13. Dwi Supriatiningsih Perempuan
14. Diah Ayu Sita Perempuan
15. Erni Istiani Perempuan
16. Fauzul Muna Amalia Perempuan
17. Firdha Afifia Putri Perempuan
18. Leiliyah Maghfuroh Perempuan
19. Nuril Mimin Jannah Perempuan
20. Retna Tri Susanti Perempuan
21. Siti Maskanah Perempuan
68
22. Ulun Nlayyiroh Perempuan
23. Umi Maghfiroh Perempuan
24. Uswatun Khasanah Perempuan
25. Titik Isniatus Solikhah Perempuan
26. Himmatul Aliyah Perempuan
27. Risa Suryani Perempuan
28. Roisa Indriani Perempuan
29. Anggun Klarasinta Perempuan
30. Khuzaimah Perempuan
31. Miftah Nuril Maulida Perempuan
32. Risma Zuliana Dewi Perempuan
33. Fitri Ananta Perempuan
34. Yustika Maulani Perempuan
35. Laila Risalul Umami Perempuan
36. Iin Isna Sofiana Perempuan
37. Taufiqotul Baroroh Perempuan
5. SejarahBerdirinya Pondok Pesantren dan Silsilah Pengasuh Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga.
a. Sejarah berdirinya Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan didirikan pada tahun 1770 M
bertepatan dengan tahun 1192 H. Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutandidirikan bersama dengan dibangunnya Masjid Asy-Syarqowi
Pulutan. Masjid Asy-Syarqowi merupakan masjid induk di daerah
Pulutan dan sekitarnya. Masjid Asy-Syarqowi dikatakan masjid tertua
disekitar daerah Pulutan dan wilayah sekitarya, setelah Masjid Kauman
Kota. Dengan satu petunjuk cerita, bahwaMasjid Asy-Syarqowi pada
masa lalu merupakan masjid yang digunakan untuk melaksanakan solat
jum’at didaerah Pulutan dan daerah lain seperti Candran, Candi, Jombor
dan daerah lain disekitarnya.
69
Antara bangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan dan
bangunan Masjid Asy-Syarqowi dibangun dengan bentuk berhadapan.
Bangunan pondok menghadap barat dan bangunan masjid menghadap
timur. Sedangkan tentang nama masjid adalah diambil dari nama
pendirinya yakni Kyai Syarqowi. Dua bangunan tersebut yaitu Pondok
Pesantren Salafiyah dan Masjid Asy-Syarqowi yang berada di dalam satu
lokasi dan dibangun bersamaan nampaknya memiliki arti khusus.
Mestinya ada hikmah yang terkandung, yang sampai saat ini belum
terungkap.
Bangunan fisik gedung didirikan di tanah milik KH. Kozin. Tanah
seluas 50 m2 untuk bangunan masjid Asy-Syarqowi, dan tanah seluas 60
m2 untuk bangunan Pondok Pesantren Salafiyah. Tanah seluas 50 m
2
untuk Masjid Asy-Syarqowitelah memiliki status wakaf sedang tanah
untuk bangunan Pondok Pesantren masih merupakan hak milik.
Bangunan fisik gedung Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
dibangun dengan bahan kayu jati untuk rangkanya dan dinding bambu
untuk (gedheg), pada kali pertama dibangun. Jadi terbilang merupakan
bangunan tipe sangat sederhana.
b. Silsilah Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Untuk mengetahui silsilah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan, diperlukan keluarga Kyai Syarqowi. Maka silsilah ini lebih tepat
jika dimuali dari kakek Kyai Syarqowi yakni Mbah Primbon Tarunodipo.
70
Mbah Primbon Tarunodipo berputra empat orang; anak pertama
tidak diketahui (missing), Sukimin, Rakimin, dan Ta’lim. Dari Ta’lim
menurunkan Kyai Syarqowi; generasi pertama Pengasuh Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan, sekaligus pendirinya. Sementara itu Kyai
Syarqowi berputra Kyai Surur yang akhirnya menjadi generasi kedua
Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan.
Kyai Surur menikah dengan Ny. Siti Aisyah, yang menurunkan
enam putra yakni KH. Soleh Bandungan, Kyai Dalail Jombor, KH.
Dakoik Nawawi Pulutan, Sofiah (wafat pada usia 21 tahun), KH.
Damanhuri Pulutan dan H. Khozin Pulutan. Pada tahun 1928 Kyai Surur
berangkat ibadah haji ke tanah suci dan wafat disana. Untuk itulah
diantara enam putra itu harus ada yang menempati sebagai pengganti
pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan sebagai generasi ketiga
dari para pendahulunya. Sebagai genersi ketiga yaitu KH. Dakoik
Nawawi.
Untuk sekedar diketahui generasi-generasi pendahulu adalah
imam-imam ajaran thariqah Naqshabandiyah Qadiriyah, yang para
jamaahnya datang dari segala penjuru Salatiga dan Kabupaten Semarang
berjumlah ratusan pengikut. Kelebihan-kelebihan “linuih” memang telah
dikenal oleh masyarakat, bahwa KH. Dakoik Nawawi dan para
pendahulunya mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki manusia
pada umumnya. Hal ini diketahui para nara sumber dan masyarakat. Jika
diceritakan disini dapat disebutkan, diantara para sesepuh itu yakni KH.
71
Dakoik Nawawi mempunyai kelebihan dapat berjalan di atas air, dapat
membuat pepaya yang sudah matang menjadi keras sehingga para santri
tidak dapat mengelupas kulitnya, dan lain-lain kelebihan dalam ilmu
batin.
Tahun 1987 KH. Dakoik Nawawi wafat pada usia 106 tahun,
selanjutnya generasi keempat Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan diserahkan kepada KH. Kodri Nawawi yang merupakan putra
dari KH. Dakoik Nawawi dari Istri yang ketiga (Ny. Romzatun).
Penyerahan kepengasuhan tersebut dibuktikan dengan wasiat:
- Untuk imam Jum’atan diserahkan kepada Kyai. Mu’minan
(Pulutan kidul).
- Untuk pengurusan bangunan fisik pondok diserahkan kepada
Muh. Jajuli (mantan santri/ lurah pondok).
- Untuk pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
diwasiatkan kepada KH. Kodri Nawawi.
Selanjutnya KH. Kodri Nawawi menunjuk Drs. KH. Abdul Basith,
M.Pd.I sebagai generasi kelima pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan. Namun, KH. Abdul Basit menghendaki agar tanggung jawab
kepengasuhan pondok pesantren tidak hanya beliau saja, tetapi bersama-
sama dengan para tokoh agama yang lain. Diantara tokoh agama tersebut
adalah KH. Zunaidi, BA., KH. Sonwasi Ridwan, Kyai. Dimyati
Haromen, Munajat, P.hd., Kyai. Bastari.
72
Dari berbagai sumber data tentang pemilihan lurah pondok, dapat
disimpulkan bahwa model pemilihan lurah pondok pesantren kebanyakan
ditunjuk oleh sang Kyai pengasuh. Penunjukannya dilakukan dengan
pengamatan secara khusus (maknawiyah). Biasanya siapa yang pandai
dalam mengaji diangkat dan ditunjuk sebagai pemimpin santri dengan
maksud sebagai badal Kyai pengasuh (pengganti sementara selama sang
Kyai mengalami kesibukan di luar pondok pesantren). Jadi, lurah disini
berfungsi sebagai koordinator para santri yang lebih junior.
Pemilihan lurah baru dilaksanakan secara demokrasi sekitar tahun
1988. Karena santri semakin banyak dan pengetahuan mereka mengikuti
perkembangan zaman, maka mendorong untuk dilaksanakan pemilihan
lurah pondok pesantren melalui suara terbanyak. Sedangkan Kyai
Pengasuh memberikan legitimasi dengan persetujuan pada lurah yang
telah dipilih para santri.
6. Kronologi Pembangunan dan Bentuk Fisik Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan Salatiga
a. Kronologi Pembangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga
Seperti diketahui bangunan fisik gedung Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan didirikan dengan menggunakan bahan bangunan yang
sederhana yakni kayu jati dan dinding kepangan bambu (gedheg). Bentuk
bangunan berkaki 16 buah setinggi 50cm dari permukaan tanah, dengan 6
buah kamar berbentuk persegi seluas 2 x 2 m2. Di tengah bangunan
73
terdapat ruang persegi panjang sisa dari kamar-kamar yang ada, sekaligus
tempat mengaji dan tempat tidur.
Pada tahun 1950 dinding gedheg tersebut direhab dengan dinding
papan kayu sengon. sebenarnya dinding gedheg tersebut masih dianggap
baik, sehingga sebagian tokoh masyarakat di Pulutan tidak menyetujui
hal tersebut.
Bangunan Pondok Pesantren yang relatif kecil dan sederhana tidak
seimbang dengan jumlah santri yang ada. Santri yang bermukim di
Pondok Pesantren Salafiyah semakin banyak, apalagi jika ditambah
dengan santri kalong akan semakin membengkak. Hal ini menjadi
pemikiran para tokoh agama di desa Pulutan.
Pada tahun 1967/1968 bangunan fisik gedung pondok pesantren
ditambah dengan bangunan baru yang ditepatkan di bagian utara pondok
yang lama (semula tempat sepeda santri). bangungan ditambah lagi
dengan bangunan baru berbentuk U pada tahun 1984/1985 ditempatkan
dibelakang bangunan pondok yang lama. seluruh kamar berjumlah 21
dan semua diperuntukkan sebagai tempat tidur para santri.
Sebagai tambahan perlengkapan untuk keperluan memasak santri,
maka dibuat pula dapur dan sumur. untuk pendukung bangunan dibuat
pula tempat sepeda dan tempat jemuran. Untuk masa sekarang fasilitas
gedung telah dianggap cukup memenuhi. Hanya perbaikan/ renovasi/
rehab harus sering dilakukan disebabkan bangunan yang ada merupakan
74
bangunan tua/ cukup umur, dan bahan bangunan yang dipakai terlihat
memiliki kualitas yang tidak begitu baik.
7. Kondisi Keagamaan Masyarakat sekitar Pondok Pesantren
Kondisi masyarakat lingkungan sekitar pondok merupakan
masyarakat yang religius, artinya masyarakat memiliki banyak kegiatan
keagamaan seperti kegiatan rutin tahlil keliling, pengajian rutin
melibatkan santri pondok. Masyarakat lingkungan pondok sangat
mendukung kegiatan pesantren dan memberikan perhatian yang bersifat
kekeluargaan sehingga hubungan emosional antara masyarakat sekitar
dengan santri terbilang cukup sangat baik.
Tidak hanya dalam hal kegiatan keagamaan akan tetapi kegiatan
yang bersifat sosial seperti, pengurus jenazah, olahraga dilapangan,
mantenan, dan sebagainya. Para santri pondok dilibatkan sebagai bentuk
kerukunan.
Hal ini menunjukkan interaksi sosial yang baik dapat memberikan
pembelajaran dan pendewasaan bagi para santri untuk kehidupan
bermasyarakat di masa mendatang. Sehingga ketika keluar dari pondok
para santri alumni dapat mengamalkan ilmunya serta bermanfaat bagi
lingkungan sekitar.
8. KegiatanBelajar mengajar di Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Seperti pondok-pondok pesantren yang lain, Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan menggunakan sistem sorogan (Individual) dan
bandongan (klasikal).
75
a. Sistem Sorogan/ Bandongan dan kitab-kitab yang dikaji
Bandongan merupakan bentuk belajar mengajar dengan cara
ustadz membaca kitab kuning yang dikaji, memberi makna dan
menerangkan isi yang dibaca, sedangkan kelompok santri menyimak
dan menulis makna dan keterangan ustadz yang dianggap penting pada
kitab yang masing-masing dibawa santri. Kitab yang dikaji hanya satu
jenis.
Kitab-kitab kuning yang biasa digunakan dalam pengajian
bandongan di Pondok Pesantren Salafiyah antara lain: Ta’limu al-
muta’allim, Kifayatul Akhyar, Durrotun Nasikhin, Mukhtarol Hadist,
Dan kitab-kitab kuning lain yang diintruksikan oleh ustadz.
Kemudian ada beberapa kegiatan yang menjadi rutinitas harian
maupun mingguan para santri, antaralain: Shalat Tahajut dan Duha,
Kegiatan Khitobah, Tadarus Al-Qur’an, Barjanji dan Rebana, Ziarah
Kubur, Tahlilan.
1) KurikulumPembelajaran disesuaikan dengan intruksi ustadz,
artinya kurikulum bersifat fleksible. Apa yang menjadi anjuran
Kyai itulah yang menjadi bahan pembelajaran para santri.
2) Lokasi/ Tempat Belajar Mengajar
Kehidupan Pondok Pesantren merupakan kehidupan penuh sahaja.
Hal ini mungkin disebabkan karena keterbatasan fasilitas yang ada
dan yang digunakan. Sedangkan dalam proses belajar mengajar di
76
Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan, tempat yang dipergunakan
antara lain:
a) Aula (jerambah) pondok pesantren.
b) Kamar (gotaan/ kotak) pondok pesantren.
c) Rumah penduduk yang diperlukan.
d) Serambi Masjid.
Memang untuk tempat belajar mengajar di Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan bisa dianggap belum teratur, artinya belum
memiliki tempat tertentu untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini
sampai saat sekarang masih berlangsung disebabkan:
a) Belum adanya tempat khusus untuk kegiatan belajar
mengajar.
b) Keinginan individu santri untuk mengaji bermacam-macam.
(1) Ada individu santri yang ingin mengaji pada sesama
santri yang lebih senior, otomatis tempat yang digunakan
adalah kamar santri.
(2) Ada individu santri yang ingin mengaji pada seorang
ustadz yang ada disekitar pondok pesantren sehingga
proses kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan di
rumah ustadz(yang notabene rumah penduduk).
77
B. TEMUAN PENELITIAN
1. Kultur Pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga
a. Pentingnya pendidikan yang diterapkan pondok pesantren
Di pondok pesantren salafiyah pulutan, para santri dibiasakan
untuk mengikuti solat berjamaah di masjid asy syarqowi. Melaksanakan
hal yang menjadi wejangan para kyai, misalnya saja melaksanakan
ibadah-ibadah sunnah seperti pembiasaan solat sunnah misalnya saja
solat jahajjut, shalat dhuha, shalat sunnah rawatib, shalat hajat, dan
pembiasaan puasa sunnah.
Seperti yang disampaikan Ana
“Menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengaji,
shalat berjama’ah, shalat malam, puasa senin-kamis dan ajaran
sunah lainnya”
Sebagaimana Titik berpendapat
Pembiasaan Shalat berjama’ah, biasanya sebelum Subuh sudah
dibangunkan untuk melaksanakan shalat malam atau shalat sunah
lainnya.
Selain itu, sebagai seorang santri hendaknya selalu bersikap
dengan santun, sesuai dengan etika yang ada. Sebagaimana disampaikan
oleh Kh. Sonwasi Ridwan:
“Apapun keadaanya dan dimanapun tempatnya, perilaku santri
harus tetap ditunjukkan, dan ketika berbaur dengan masyarakat
sadar bahwa dia seorang yang dan menjaga perilakunya”.
Beliau juga menyampaikan pendapat tentang tujuan pendidikan
pesantren:
78
“Tujuan pendidikan pesantren adalah satu, menjadikan orang yang
ma’yul islami kesadaran terhadap tugas-tugas keislamannya kuat.
Menjadi orang yang bisa dicontoh oleh orang yang ada
disekitarnya. Hubbul watonmencintai NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia)”
Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Pembiasaan-pembiasan tersebut pada akhirnya akan
menjadi pembiasaan yang baik kelak saat santri terjun dimasyarakat.
Santri dapat dijadikan sebagai uswah bagi masyarakat dan orang-orang
terdekat. Hal ini menjadi suatu akhlaqul karimah.
b. Kultur pendidikan dalam pembentukan akhlaq
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
memiliki peran yang utuh dalam membangun dan mengembangkan ilmu
pengetahuan yang nantinya mampu menjawab tantangan dunia
pendidikan.
Kultur pendidikan yang ada di pesantren salafiyah antara lain
Pembelajaran kitab-kitab kuning, bimbingan pengasuh pondok pesantren
terhadap santri dan bertujuan dalam pembentukan akhlaqul karimah.
Pendidikan merupakan dasar bagi perkembangan pola pikir dan
sikap moral manusia dalam kehidupannya. Apabila pendidikan anak
dinilai kurang, terutama pendidikan agama, maka moral mereka akan
berkembang kurang baik dan dalam waktu lama akan merusak
lingkungan masyarakatnya (Haryanto, 2012:214).
Demikian juga apa yang disampaikan oleh Drs. KH. Abdul Basith,
M.Pd.I bentuk-bentuk pendidikan akhlaq:
79
“Bentuk-bentuknya tentu melalui pengajian, melalui kegiatan-
kegiatan yang ada di pondok terkait dengan menghadapi tamu
atau apa, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pondok”.
2. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan santri dalam usaha pembentukan
akhlaq santri pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga
a. Kegiatan yang dilakukan santri Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga
Sepertiyang disampaikan KH.AbdulBasith bahwa:
“Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian
seperti mengaji kitab-kitab kuning setelah shalat Subuh, Maghrib,
dan Isya’. Sedangkan kegiatan yang mingguan, seperti diba’an
yang dilaksanakan setiap malam Jumat. Kemudian ro’an
dilaksanakan setiap Jumat pagi. Selain itu, setiap Jumat malam
Sabtu diadakan khitobah untuk melatih sikap percaya diri sebagai
bekal santri kelak saat terjun di masyarakat”.
Sesuai yang disampaikan oleh Abdul Rasid bahwa:
“Banyak sekali selain pengajian kitab-kitab turros, kitab-kitab
kuning, kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita
setiap malam Jumat ba’da magrib ada yasinan, kemudian setelah
isa ada barzanji, kemudian pada Jumat pagi ziarah kubur ke
makam Mbah Dakoik Nawawi selaku babat alas pondok Salafiyah
ini. Malam Sabtu ada khitobah, kemudian pada malam Selasa
biasanya kita manakiban yang dipimpin oleh pak kyai sendiri”
Santri mengikuti kajian kitab-kitab sesuai dengan jadwal yang ada.
Hal ini dimaksudkan sebagai sarana keilmuan bagi santri, sehingga
memiliki intelektual agama yang kuat.
1) Kegiatan pendidikan rutin di pesantren
Setiap harinya para santri mengikuti kajian kitab-kitab kuning
sesuai dengan jadwal. Hal ini sebagai sarana santri untuk
menambah wawasan dan keilmuan. Kitab-kitab yang dikaji seseuai
dengan intruksi kyai ataupun permintaan dari santri, terkadang
80
disesuaikan juga dengan hari libur sekolah/ PHBI. Misalnya saja
saat puasa, kajian kitab disesuaikan dengan waktu, kira-kirta dalam
satu bulan sudah selesai, artinya kitab yang dikaji lebih tipis.
2) Shalat Tahajut dan Duha
Pagi-pagi sebelum subuh, biasanya para santri sudah
dibangunkan oleh kyai, untuk melaksanakan shalat sunnah tahajjut
dan shalat sunnah fajar, setelah itu mengikuti shalat berjamaah. Hal
ini ditanamkan oleh kyai Abdul Basit agar selalu tertanam dalam
diri santri, sehingga menjadi suatu kebiasaan yang istiqomah.
Hal ini menjadi salah satu yang tertanam dalam diri santri,
karena terbiasa di pondok pesantren melaksanakan hal ini,
sehingga saat dirumah sudah berjalan dengan sendirinya tanpa
paksaan.
3) Kegiatan Khitobah
Kegiatan khitobah dilaksanakan setiap hari jum’at malam
sabtu, kegiatan ini sebagai sarana santri untuk memupuk mental
dalam berbicara di depan umum, sekaligus sebagai sarana santri
untuk memberi masukan kepada santri lain.
Santri belajar bagaimana menjadi karakter/ seseorang yang
sedang berbicara di depan umum. Misalnya saja ada yang menjadi
pembawa acara, pengisi acara, sambutan dan lain-lain.
81
4) Tadarus
Kegiatan tadarus di pondok pesantren dilaksanakan setiap
ba’da magrib, isa’ dan subuh sebelum memulai kajian kitab kuning
dengan kyai.
Tadarus memupuk santri untuk mengingat ayat-ayat suci
Allah, agar hati menjadi tenang.
5) Barjanji dan Rebana
Berzanji atau rebana dilaksanakan setiap hari kamis malam
ba’da shalat isa. Semua santri mengikuti kegiatan ini, didampingi
oleh ustaz dan diikuti juga oleh warga masyarakat sekitar. Dalam
kenyataannya, grup rebaga pondok pesantren terkadang juga
dipanggil untuk mengisi di acara hajatan-hajatan warga sekita,
misalnya saja pada acra mantenan, sunatan, pengajian dan lain-lain.
6) Ziarah Kubur, Tahlilan
Ziarah kubur biasanya dilaksanakan kamis sore ba’da shalat
asar ataupun hari jum’at pagi sebelum kegiatan ro’an dilaksanakan.
Tahlilan juga merupakan hal lain yang menjadi kegiatan para
santri, biasanya dilaksanakan setiap kamis malam ba’da magrib.
Santri juga dilatih untuk bisa memimpin tahlil.
b. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren pulutan salatiga
1) Metode keteladanan
Keteladanan dari seorang kiai merupakan salah satu kultur
pesantren yang pasti ada, kyai menjadi panutan kyai dalam
82
bertindak dan beribadah. Hal-hal yang menjadi kebiasaan kyai
biasanya akan menjadi uswah bagi santri, biasanya santri akan
mengikuti hal tersebut.
2) Metode Latihan dan Pembiasaan
Pembiasaan yang diterapkan di pondok pesantren salafi
diantaranya mengikuti shalat berjamaah, berkata baik. Santri dilatih
untuk menjalani tirakat dalam bentuk puasa sunnah dan sunnah-
sunnah lainnya. Tak terkecuali pembiasan dalam shalat berjamaah.
Seperti yang disampaikan oleh Kh. Abdul Basith:
“Pembiasaan yang dilakukan misalnya pembiasaan
melaksanakan shalat berjama’ah.”
3) Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)
Saat mengakaji sebuat kitab kuning, terkadang kyai memberi
gambaran cerita yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi para
santri.
4) Mendidik melalui mauidzah (nasehat)
Nasehat adalah salah satu bentuk kasih sayang ataupun
perhatian kyai kepada seorang santri. Setiap harinya santri selalu
mendapat nasehat-nasehat yang baik ari para kyai, baik saat
melakukan kajian kitab ataupun saat duduk bersama di jerambah
masjid setelah shalat.
“Seperti disampaikan Abdul Rasid ketika setiap hari ada
contoh yang baik, ada kata-kata yang selalu memotivasi kami
untuk berbuat baik itu pasti ada perubahan”.
83
Dalam kesehariannya, kyai selalu memberikan nasehat-nasehat
yang baik kepada para santri, baik saat mengaji, bercengkerama di
jerambah masjid dan sebagainya.
5) Mendidik melalui kedisiplinan
Salah satu kedisiplinan yang terus dihimbau oleh kyai adalah
disiplin dalam melaksanakan shalat dan ibadah wajib ataupun
sunnah lainnya. Termasuk dalam disiplin mengaji, sebelum kyai
datang, santri harus siap untuk menerima ilmu yang disampaikan.
6) Mendidik melalui targhib wa tahzib
Kyai mengaitkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan realitas
keseharian siswanya, sehingga makna ayat-ayat itu benar-benar
ditujukan buat mereka. Metode ini sesuai dengan kejiwaan
manusia, bahwa manusia menyukai kesenangan dan kebahagiaan,
dan ia membenci kesengsaraan dan kekurangan. Guru harus bisa
meyakinkan siswa agar mereka selalu cenderung pada iman dan
kebaikan, dan menghindari kekufuran.
7) Mendidik melalui kemandirian
Santri dilatih mandiri untuk melakukan apapun aktifitas yang
ada di pesantren, seperti mencuci baju, memasak makanan sendiri
dan sebagainya. Kemandirian dalam mengatur keuangan pondok
pesantren juga menjadi salah satu bentuk kemandirian.
84
3. Hubungan kultur pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga dengan pembentukan akhlaq para santri.
Kultur pendidikan yang ada di pesantren seperti uswah dari kyai,
kajian kitab kuning, dan nasehat-nasehat yang diberikan, menjadi suatu
pembelajaran bagi santri. Pembiasaan yang baik dipesantren, kegiatan-
kegiatan yang ada di pesantren pada ahirnya akan menjadi suatu akhlaq
yang tertanam dalam diri santri. Kultur pendidikan di pesantren memiliki
ciri khas tersendiri yang berbeda dengan pendidikan lain ataupun
pendidikan formal disekolah.
Dengan pembelajaran yang ada, pembiasan-pembiasaan dan nasehat
yang diberikan kyai/pengasuh kepada para santri tentunya akan menjadi
sesuatu yang dapat merubah diri santri menjadi lebih baik, artinya
pemahaman tanggung jawab sebagai seorang hamba yang diwajibkan
menjalankan perintahNya dan menjauhi segala larangannya.
Pendidikan pesantren yang khas secara berkesinambungan pada
akhirnya akan membentuk akhlaq santri yang baik, atau yang biasa disebut
dengan akhlaqul karimah.
85
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kultur Pondok PesantrenTerhadap Pembentukan Akhlaq Para Santri di
Pondok Pesantren Salafiah Pulutan Salatiga.
1. Pentingnya pendidikan yang diterapkanPondok pesantren
Manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu penglihatan,
pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara
mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.
Generasi muda adalah generasi yang akan berperan dimasa yang
akan datang. Oleh karenanya harus dibekali dengan iman yang kuat dalam
menghadapi kehidupan yang semakin berkembang. Banyak tantangan yang
akan dihadapi; masalah moral, susila, pendidikan, politik dan sebagainya.
Maka dibutuhkan benteng iman yang kokoh dan pengetahuan agama
sebagai syarat yang mutlak dimiliki generasi muda, khususnya para santri.
2. Kultur pendidikan dalam pembentukan Akhlaq
Setiap pendidikan memiliki kultur yang berbeda-beda. Dan
pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kultur yang
unik yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya. Dan merupakan bagian
dari lingkungan dan kultur merupakan ruh dari sebuah pesantren.
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlaq adalah
kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan
yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudahdikerjakan.
86
Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani.
Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan,
minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering
diulang-ulang.
Harapannya kebiasaan-kebiasaan positif yang dijalani dipesantren
seperti ritual peribadatan: shalat, mengaji, tahajut, mengurus diri secara
mandiri, disiplin dan sebagainya dapat dijalankan meskipun santri tersebut
tidak berada dilingkungan pondok pesantren. Selain itu sikap ketawadhu’an
terhadap guru maupun orang yang lebih dituakan adalah hal yang penting
karena perbuatan tersebut adalah salah satu ciri akhlaqul karimah. Semua
bentuk kebiasaan itulah yang akan menginspirasi dan dilakukan pula dimasa
mendatang sehingga terbentuklah akhlaq yang mulia.
B. Aktivitas sehari-hari yang dilakukan santri dalam usaha pembentukan
akhlaq pondok pesantren salafiyah pulutan salatiga.
1. Kegiatan Pendidikan Harian di pesantren
a. Ngaji Kitab: Ba’da Magrib, Isya’, Subuh
Seperti pondok-pondok pesantren yang lain, Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan menggunakan sistem sorogan (Individual) dan
bandongan (klasikal). Kegiatan ini dilakukan hampir setiap hari. Sistem
Sorogan/ Bandongan dan Kitab-Kitab Yang Dikaji antara lain: Ta’limu
al-muta’allimu, Kifayatul Akhyar, Durrotun Nasikhin, Mukhtarol Hadist,
dan kitab-kitab kuning lain yang diintruksikan oleh ustadz.
87
Santri mengikuti kajian kitab-kitab sesuai dengan jadwal yang ada.
Hal ini dimaksudkan sebagai sara menambah keilmuan bagi santri
sehingga memiliki intelektual agama yang kuat.
Seperti yang disampaikan oleh KH. Abdul Basit bahwa:
“Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian
seperti mengaji kitab-kitab kuning setekah shalat subuh, magrib,
dan isa’. Sedangkan kegiatan mingguan seperti diba’amn yang
dilaksanakan setiap kamis malam jum’at. Kemudian khitobah yang
dilaksanakan setiap jum’at malam, dan ro’an yang dilaksanakan
setiap jum’at pagi.
Sesuai yang disampaikan oleh Abdul Rasyid bahwa:
“Banyak sekali, selain pengkajian kitab-kitab turros, kitab-kitab kuning,
kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita setiap malam
jum’at ba’da magrib yasinan, kemudian setelah isa’ ada berzanji,
kemudian pada jum’at pagi ziarah kubur ke makam mbah Dakoik
Nawawi selaku babat alas pondok salafiyah ini. Malam sabtu ada
khitobah, kemudian pada malam selasa biasanya kita manaqiban yang
dipimpin oleh pak kyai sendiri”.
b. Shalat Tahajut dan Duha
Pagi-pagi sebelum subuh biasanya para santri sudah dibangunkan
oleh kiai, untuk melaksanakan shalat sunnah tahajjut dan shalat
sunnahfajar, setelah itu mengikuti shalat subuh berjamaah. Hal ini
ditanamkan oleh kiai Abdul Basit agar selalu tertanam dalam diri santri,
sehingga menjadi suatu kebiasaan yang istiqomah.
c. Kegiatan Khitobah
Kegiatan khitobah dilaksanakan setiap hari jum’at malam sabtu,
kegiatan ini sebagai sarana santri untuk memupuk mental dalam
88
berbicara di depan umum, sekaligus sebagai sarana santri untuk memberi
masukan kepada santri lain.
Santri belajar bagaimana menjadi karakter/ atau seseorang yang
sedang berbicara didepan umum. Misalnya saja menjadi pembawa acara,
pengisi acara, sambutan dan lain-lain.
d. Tadarus
Kegiatan tadarus di pondok pesantren dilaksanakan setiap ba’da
magrib, isa’ dan subuh sebelum memulai kajian kitab kuning dengan
kiai. Tadarus memupuk santri untuk selalu mengingat ayat-ayat suci
Allah, agar hati menjadi tenang.
e. Barjanji dan Rebana
Berzanji dan rebana dilaksanakan setiap hari kamis malam ba’da
shalat isa’. Semua santri mengikuti kegiatan ini, didampingi oleh ustadz
dan diikuti juga oleh warga masyarakat sekitar. Dalam kenyataannya,
grup rebana pondok pesantren terkadang juga dipanggil untuk mengisi di
acara hajatan-hajatan warga masyarakat sekitar, misalnya saja pada acara
mantenan , sunatan, pengajian da lain-lain.
f. Ziarah Kubur dan Tahlilan
Ziarah kubur biasanya dilaksanakan pada kamis sore ba’da shalat
asarataupun hari jum’at pagi sebelum kegiatan ro’an dilaksanakan.
Tahlilan juga merupakan hal lain yang menjadi kegiatan para
santri, biasanya dilaksanakan setiap kamis malam ba’da magrib. Santri
juga dilatih untuk bisa memimpin tahlil.
89
2. Metode pendidikan yang diterapkan di pesantren di Pondok Pesantren
Pulutan Salatiga
Berbicara kultur pesantren maka identik dengan penerapan metode
yang digunakan. Setidaknya ada 7 metode yang diterapkan dalam
membentuk perilaku Santri di Pondok Pesantren Pulutan salatiga, yakni a.
Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); b. Latihan dan Pembiasaan; c.
Mengambil Pelajaran (ibrah); d. Nasehat (mauidzah); e. Kedisiplinan; f
Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib); g. Mendidik melalui kemandirian.
a. Metode keteladanan
Pendidikan perilaku lewat keteladana adalah pendidikan dengan cara
memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri. Dalam pesantren,
pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Kiai dan ustadz di
Pondok pesantren Pulutan Salatiga senantiasa memberikan uswah yang
baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari
maupun yang lain.
b. Metode Latihan dan Pembiasaan
Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiaasaan adalah
mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma-
norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam
pendidikan di pesantren di pondok ini biasanya akan diterapkan pada
ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kiai
dan ustadz. Pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya.
Sedemikian, sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana
90
santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu
santunnya pada adik-adik pada junior, mereka memang dilatih dan
dibiasakan untuk bertindak demikian.
c. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)
TujuanPaedagogis dari ibrah adalah mengntarkan manusia pada
kepuasaan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan,
mendidik atau menambah perasaan keagamaan.
Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah
teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di
masa lalu maupun sekarang. Dalam hal ini Kiai maupun ustadz
dipondok pesantren pulutan memberikan ceramah tentang sejarah
maupun tentang peristiwa yang fenomenal untuk kemudian dikaji dan
mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi.
d. Mendidik melalui mauidzah (nasehat)
Kiai dan ustadz di pondok pesantren ini memberikan
mauidzahnya secara rutin dalam kegiatan mengaji sehingga diperoleh
berbagai nasehat yang sangat bermanfaat bagi para santri.
Metode mauidzah, mengandung tiga unsur, yakni: 1). Uraian
tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang,
dalam hal ini santi, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah
maupun kerajinan dalam beramal; 2). Motivasi dalam melakukan
kebaikan; 3). Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul
dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
91
Nasehat yang diterima untuk para santri ini menjadi sesuatu
yang rutin diperoleh, karena motivasi berbuat kebaikan harus
ditanamkan dan dikuatkan.
e. Mendidik melalui kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara
menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan
pemberian hukuman atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan
kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar,
sehingga ia tidak mengulanginya lagi.
Sangsi diberikan kepada santri yang melanggar dengan
memperhatikan hal berikut:
1) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran;
2) Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar memberi
kepuasan atau balas dendam dari si pendidik;
3) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi santri yang
melanggar, misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis
kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.
Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir
adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar.
Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini
diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan
pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri
92
yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik
pesantren.
f. Mendidik melalui targhib wa tahzib
Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu
sama lain; targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan
bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi
kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat
tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk
melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada
upaya menjauhi kejahatan atau dosa.
Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan
hukuman. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan
yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran
agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan
membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat.
Adapun metode hadiah dan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum
akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat ruang dan
waktu. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-
pengajian, baik sorogan maupun bandongan.
g. Mendidik melalui kemandirian
Kemandirian tingkah-laku adalah kemampuan santri untuk
mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses
pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa berlangsung
93
di pesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu keputusan yang
bersifat penting-monumental dan keputusan yang bersifat harian. Pada
tulisan ini, keputusan yang dimaksud adalah keputusan yang bersifat
rutinitas harian.
Terkait dengan kebiasan santri yang bersifat rutinitas
menunjukkan kecenderungan santri lebih mampu dan berani dalam
mengambil dan melaksanakan keputusan secara mandiri, misalnya
pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan aktivitas
rutin, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang
tidak tinggal bersama orangtua mereka dan tuntutan pesantren yang
menginginkan santri-santri dapat hidup dengan berdikari. Santri dapat
melakukan sharing kehidupan dengan teman-teman santri lainnya yang
mayoritas seusia (sebaya) yang pada dasarnya memiliki kecenderungan
yang sama. Apabila kemandirian tingkah-laku dikaitkan dengan
rutinitas santri, maka kemungkinan santri memiliki tingkat kemandirian
yang tinggi.
94
C. Hubungan kultur pendidikan Pesantren dengan pembentukan akhlaq
santri
Menurut Antropolog Clifford Geertz salah satu ilmuan yang memberikan
sumbangan penting dalam mendeskripsikan tentang pengertian kultur
pesantren mengemukakan bahwa kultur pesantren dapat dideskripsikan pola
nilai-nilai, mios, kebiasaan, yang dibentuk dalam perjalanan panjang pesantren
atau prilaku nilai nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk melakukan
penyesuaian dengan lingkungan dan sekaligus cara untuk memandang
persoalan dan cara memecahkannya (Zamroni, 2000:149).
Dan dari uraian diatas akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa kultur
pesantren itu mengandung nilai nilai prilaku,pembiasaan, yang dengan sengaja
dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren dalam pembinaan dan
pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh lembaga
pendidikan pesantren tersebut.
95
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Persepsi Kultur Ponpes Terhadap Pembentukan Akhlak
a. Pentingnya pendidikan yang diterapkan untuk pembentukan Akhlaqul
Karimah
Menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang aalah faktor dari
luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan
yang diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan . jika
pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka
baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu
percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan
pengajaran. Pendapat lain mengatakan Fitrah atau kecenderungan ke
arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif
melalui berbagai metode. Maka benar bahwa mendidik santri dengan
kutur pendidikn yang baik maka menjadikan kebiasaan yang positif
yang membentuk akhlaqul karimah.
b. Kultur yang membangun Aspek-aspek pembentukan Akhlak
Kultur pesantren yang khas dan sauri tauladan dari kiai serta
ustad dipesantren banyak menginspirasi para santri. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kultur pendidikan pondok pesantren
97
menjadikan kebiasaan yang positif yang sesuai dengan tujuan
pendidikan yaitu menciptakan individu yang berakhlaqul karimah,
baik akhlak kepada Allah, sesama manusia maupun lingkungannya.
2. Aktivitas/ kegiatan santri yang dilakukan dalam usaha pembentukan
akhlak.
a. Kegiatan santri di pesantren
1) Kegiatan Pendidikan Harian di pesantren
2) Shalat Tahajut dan Duha
3) Kegiatan Khitobah
4) Tadarus
5) Barjanji dan Rebana,
6) Ziarah Kubur dan Tahlilan
b. Metode yang dilaksanakan di ponpes dalam membangun
pembentukan akhlaqul karimah.
h. Metode keteladanan
i. Metode latihan dan pembiasaan
j. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)
k. Mendidik melalui mauidzah (nasehat)
l. Mendidik melalui kedisiplinan
m. Mendidik melalui targhib wa tahzib
n. Mendidik melalui kemandirian
98
3. Korelasi pendidikan pesantren terhadap akhlaq santri
Kultur pesantren itu mengandung nilai nilai prilaku,pembiasaan,
yang dengan sengaja dibentuk atau diciptakan oleh pengasuh pesantren
dalam pembinaan dan pendidikan pesantren untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh lembaga pendidikan pesantren tersebut.
B. Saran-saran
Ada beberapa saran yang terkait dengan hasil penelitian tentang
kultur Pondok pesantren terhadap pembentukan Akhlaqul Karimah
sebagai berikut:
1. Kultur Pondok Pesantren
a. Kepada Seluruh Ustadz Pondok Pesantren
Bahwa kondisi akhlak generasi muda harus terus menerus
dibenahi dan menjadi tanggung jawab bersama terutama Lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal (pondok Pesantren)
guna membangun generasi muda yang berakhlaqul karimah.
Kultur pondok pesantren harus tetap dipertahankan karena
diharapkan mampu mencetak santri yang memiliki sikap tawadhu’
dan berakhlaqul karimah
b. Kepada Santri ponpes
Bahwa kultur yang ada di podok pesantren merupakan
pendidikan pendewasaan diri sebagai sarana untuk melatih
kebiasaan yang positif dan membangun akhlaqul karimah.
2. Pembentukan Akhlaqul karimah
99
a. Kepada Seluruh Ustadz Pondok Pesantren
Bahwa kondisi akhlak generasi muda harus terus menerus
dibenahi dan menjadi tanggung jawab bersama terutama Lembaga
pendidikan baik formal maupun non formal (pondok Pesantren)
guna membangun generasi muda yang berakhlaqul karimah
b. Kepada Santri Ponpes
Bahwa pendidikan di pondok pesantren sangatlah penting
karena tidak hanya pendidikan agama saja yang diperoleh
melainkan pendidikan akhlak yang mulia sesuai dengan norma
agama, sosial dan norma hukum sehingga mampu menjadi generasi
muda yang berkualitas.
c. Kepada masyarakat
Bahwa pendidikan di pondok pesantren sangatlah penting
karena tidak hanya pendidikan agama saja yang diperoleh
melainkan pendidikan akhlak yang mulia sesuai dengan norma
agama, sosial dan norma hukum sehingga mampu menjadi generasi
muda yang berkualitas. Maka kepada masyarakat henndaknya
memasukkan anak ke pondok pesantren menjadi pilihan utama
dalam membangun akhlaqul karimah
100
C. Penutup
Demikian kajian skripsi yang dapat peneliti sajikan, tentu semua
masih banyak kekeliruan dan kekurangan, sehingga dapat dikaji ulang
kembali. Oleh karena itu peneliti tidak menutup kritik maupun saran yang
dapat membangun dan dapat menghasilkan pemahaman yang efektif dan
efisien.
Akhirnya puji syukur “Alhamdulilah” panjatkan kepada Allah
SWT, yang telah memberi petunjuk, kemudahan serta kelancaran dalam
penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Seiring do’a
peneliti haturkan kepada Sang Kholik semoga bermanfaat dan
menginspirasi khususnya bagi peneliti dan masyarakat. Amiiiiin.
1
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta:
Amzah
Aceh, Aboebakar. 1991. Pendidikan Sufi Sebuah Karya Mendidik Akhlak
ManusiaKarya Filosof Islam di Indonesia Cet ke-3. Solo: CV. Ramadhani.
A’isyah. 2010. “Model Pendidikan Akhlak Anak Usia Dini (Studi Kasus pada
Masyarakat Alas Roban Desa Sentul Kecamatan Gringsing Kabupaten
Batang Tahun 2009)”Skripsi.Salatiga: JurusanTarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga.
Amin, Achmad.1992. Etika. Jakarta: Bulan Bintang
Arikunto, Suharsimin. 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Azizy, Qodri. 2003. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial
(mendidik anak sukses masa depan: Pandai dan Bermanfaat).
Ali, Muhammad Daud. 2000. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Basit, Muhammad Abdul. 1995. “Dokumen Sejarah Pondok Pesantren Salafiyah
Pulutan, Sidorejo, Salatiga ”Dokumen. Salatiga: Pondok Pesantren
Salafiyah Pulutan.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif:
Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta
Engku, Iskandar dan Zubaidah. Sejarah Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Furkon, Nuril. 2013. Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah, Yogyakarta:
Magnum Pustaka Utama.
Hamid, Abdul. 2003. Madrasah Pendidikan Jiwa, .Jakarta: Gema Insani.
Haryanto, Sugeng. 2012. Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai
di Pondok Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok Pesantren
Sidogiri-Pasuruan). Jakarta: Kementrian Agama RI
Ibrahim, Anis. 1972. Almu’jam Al Wasith. Mesir : Darul Ma’arif.
2
Imammuddin, Basuni. et.al., Kamus Kontekstual Arab Indonesia. Depok: Ulinuha
Press.
Jamhari, Zainudin Muhammad Jamhari. 1998. Al Islam Jilid 2. Bandung: Pustaka
Seti.
Katsier, Ibnu.1986. Tafsir Ibnu katsier, Terj. Halim Bahreisy dan Bahreisy.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2005.Visionari Leadership menuju sekolah
efektif, Jakarta: Bumi Aksara.
Marimba, Ahmad. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-
Ma‟arif.
Masyhud, Sulton dan Moh. Khusnurdilo. 2005. Manajement Pondok Pesantren.
Jakarta: Diva Pustaka.
Maslihah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: CV. Orbittrust Corp.
Mas’ud, Abdurrachman dkk., 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Muhaimin dan Abdul Mujib.1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis
dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya Cet. Ke-1. Bandung: PT.
Trigenda Karya.
Mustofa.1997. Ahlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia, 1997.
Nasirudin. 2009. Pendidikan Tasawuf. Semarang: RaSAIL Media Group.
Ratnasari, Ayu. 2016. “Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Guru dan
Fasilitas Belajar Serta Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran
Biologi Siswa Manu 01 Limpung Kec. Limpung Kab.Batang Tahun
Pelajaran 2015/2016”Skripsi. Semarang: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri WalisongoSemarang.
Razak, Nasrudin. 1993. Razak, Dienul Islam. Bandung: Al Ma’arif.
Rosidin. 2015. Pengantar Akhlak Tasawuf. Semarang: CV Karya Abadi Jaya
Sa’adah, Lailatus. 2015. “Sekularisme dan Pendidikan Akhlak (Studi Atas
Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas Tentang Konsep
Pendidikan Akhlak Dalam Menghadapi Sekularisme)” Skripsi.
3
Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan Al Qur’an, Bandung: Mizan.
Soegarda Purbakawatja. 1976. Ensiklopedia pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Syaihany, Oemar Muhammad Al Toumy. 1979. Falsafah Pendidikan Islam.
Terj.hasan Langggulung. Jakarta: Bulan Bintang.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sujatma, Rika Rachmita. 2008. Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Jurnal
Pendidikan.
Tafsir, Ahmad. 2005. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam Cet. Ke-
6.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Umary, Barmawey. 1991. Materi Akhlak. Solo: Ramadhani.
Ya’kub, Hamzah. 1993. Etika Islam. Bandung: Diponegoro
Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: BIGRAF
Publising
Zuhrati.2003. Pengalaman Mengenai Peran Kultur.www.Zuhrati10069.Blogspot.
com.
4
Lamp. 1
Skema rute/ letak strategis Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
masjid
candran
pp. salafiyah
5
Lamp. 1.2
Skema Bentuk Bangunan Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
1
2 3
3
7
4
5
6 6
8
9
12
12 12 12
9
12 13
9
12
11 11 11
10
Keterangan:
1. Masjid
2. Gudang Masjid
3. Wc. Putri
4. Tempat wudlu putri
5. Tempat wudlu putra
6. Wc. Putra
7. Sumur
8. Garasi/ kantor
9. Kamar santri putra
10. Dapur
11. Wc. santri putri
12. Kamar santri putri
13. Aula
6
Lamp. 3.3
Silsilah Keluarga Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
Primbon Jarunodipo
(Missing)
Sukimin
Rukimin
Ta'lim
KH. Syarqowi
KH. Surur & Ny. Siti Aisyah
KH. Soleh
K. Dalail
Sofiah
KH. Damanhuri
H. Khazin
KH. Dakoik Nawawi
& Ny. Siti Aisyah
& Istri kedua
& Ny. Romzatun
1. KH. Dimyati
1. Toha
2. Siti Khoiriyah
2. KH. Kodri Nawawi
3. H. Sofwan
3. Salaubin
4. Khasoni
5. Muflihah
6. Muamir
7. Arfiatun
8. Zunaidi BA.
9. Tasrifah
7
Lampiran 2
1. Dokumentasi Wawancara dengan Asatidz
8
2. Dokumentasiwawancara dengan santri
9
Lampiran 3
Dokumentasi Kegiatan di pesantren
1. Berzanji/ diba’an
2. Dokumentasi Khitobah
10
3. Kegiatan penyembelihan hewan qurban
11
12
LAMPIRAN
13
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Identitas Informan
Kode Responden :
Kode Data :
Pekerjaan :
Hari/tanggal :
Waktu :
B. Sasaran Wawancara
Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam
pembentukan akhlak santri.
C. Butir-butir Pertanyaan
Daftar Pertanyaan Wawancara Kyai
1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam
pembentukan akhlak?
2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor
yang menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses
pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada
para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang
digunakan di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di
pondok pesantren?
9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok
pesantren, apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus
dari pondok pesantren/
10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren
Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
14
Lampiran 2
Pedoman Wawancara
A. Identitas Informan
Kode Responden :
Kode Data :
Pekerjaan :
Hari/tanggal :
Waktu :
B. Sasaran Wawancara
Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam
pembentukan akhlak santri.
C. Butir-butir Pertanyaan
Daftar Pertanyaan Wawancara Pengurus
1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor
yang menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses
pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada
para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan
di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok
pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang
akhlak?
10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren
Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
15
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
A. Identitas Informan
Kode Responden :
Kode Data :
Pekerjaan :
Hari/tanggal :
Waktu :
B. Sasaran Wawancara
Bagaimana pembentukan akhlaqul karimah pada santri Pondok
Pesantren Salafiyah Pulutan. Bagaimana peran pendidikan pesantren dalam
pembentukan akhlak santri.
C. Butir-butir Pertanyaan
Daftar Pertanyaan Wawancara Santri
1. Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
2. Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor
yang menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses
pendidikan akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
3. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
4. Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada
para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
5. Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
6. Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan
di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
7. Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
8. Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
9. Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok
pesantren, adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang
akhlak?
10. Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren
Salafiyah, terutama mengenai akhlak santri?
16
Lampiran 4
Kode Penelitian
Peran Pendidikan Pesantren dalam pembentukan Akhlaqul karimah Santri (Study kasus Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan Salatiga)
1. Responden
No. Kode Nama
1. AB Drs. KH. Abdul Basith, M.Pd.I.
2. SR KH. Shonwasi Ridwan
3. ZU H. Zunaedi, BA.
4. HE Sholihul Hadi
5. WK Wawan Kurniawan
6. MNF Muhammad Najib Fikri
7. BPD Bangkit Putra Dewandaru
8. MAR Muhammad Abdul Rasyid
9. ABI Abidin
10. AR Arif Ridho
11. TI Titik Isniatus Salihah
12. RS Risa Suryani
13. KZ Khuzaimah
14. RT Ratna
15. AN Ana
2. Metode
Kode Metode Penelitian
W Wawancara
O Observasi
D Dokumentasi
3. Kategori Sumber Responden
Kode Keterangan
PE Pengasuh Pondok Pesantren
K Kyai
PG Pengurus
S Santri
17
Lampiran 5
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : AB
Kode Data : W/PE/AB
Hari/ Tanggal : Rabu, 24 Agustus 2016
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Ya kalau di pesantren itu pendidikan akhlak itu justru yang paling utama,
kalau pendidikan keilmuan itu justru nomor berikutnya, yang pertama itu
akhlak yang utama.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Ya kalau penghambatnya paling tidak justru lingkungan, lingkungan itu
biasanya banyak faktor banyak hal yang kaitannya dengan lingkungan itu
mungkin karena memang di sini kondisi pondoknya masih terbuka,
kadang-kadang banyak terpengaruh oleh kondisi luar. Kondisi fisik
melihat adab di lingkungan sekitar. Kedua, kadang-kadang penghambat
yang berikutnya terkait dengan akhlak mungkin masih banyak yang
kurang memahami saja sesungguhnya manfaat atau peran akhlak itu
sendiri, menghayati yang sesungguhnya.
Ya kalau penunjang justru ketauladanan terutama dari seorang guru/
seorang kyai itu menjadi faktor yang paling menunjang. Kemudian antar
teman bisa saling memberikan contoh ketauladanan, karena akhlak lebih
cenderung pada ketauladanan tidak cukup hanya lisan. Kalau ajakan lisan
itu hanya verbal saja bahkan tidak begitu dominan, yang menjadi dominan
justru uswatun khasanah.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Bentuk-bentuknya tentu melalui pengajian, melalui kegiatan-kegiatan
yang ada di pondok terkait dengan menghadapi tamu atau apa, dan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di pondok.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Pembiasaan yang dilakukan misalnya pembiasaan melaksanakan shalat
berjama’ah.
18
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Kegiatannya ada kegiatan harian dan mingguan. Kegiatan harian seperti
mengaji kitab-kitab kuning setelah shalat Subuh, Maghrib, dan Isya’.
Sedangkan kegiatan yang mingguan, seperti diba’an yang dilaksanakan
setiap malam Jumat. Kemudian ro’an dilaksanakan setiap Jumat pagi.
Selain itu, setiap Jumat malam Sabtu diadakan khitobah untuk melatih
sikap percaya diri sebagai bekal santri kelak saat terjun di masyarakat.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kalau kurikulum pesantren itu sesuai apa yang ada di dalam kitab-kibab
akhlak, di hadis-hadis juga banyak.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Yang menjadi pelaksana pendidikan akhlak di pesantren tentunya adalah
Kyai sebagai pengajar dan santri sebagai penerima ilmu.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Yang namanya akhlak itu justru akan mengangkat derajat seseorang,
kalau seseorang ingin diangkat derajatnya justru dari akhlak itu, diangkat
derajatnya oleh siapapuun jadi orang yang mulia itu karena akhlaknya
bukan kepandaiannya. Dan ketika seseorang ahlaknya baik, ilmunya itu
akan ikut, seberapapun ilmu yang dimiliki. Justru orang pandai yang tidak
didasari akhlak, ilmunya itu tidak ada faedahnya.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Akhlak santri, pesannya ya harus direalisasikan bersama dengan teman,
masyarakat, guru dan terutama juga akhlak ketika beribadah kepada Allah
sesuai dengan aturan yang ada.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus dari pondok
pesantren?.
B : Mengamalkan ilmunya, mengisi diri dengan akhlak kemudian bisa
bermanfaat bisa berperan di masyarakat dengan baik. Harapannya seperti
itu.
19
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : MAR
Kode Data : W/S/MAR
Hari/ Tanggal : Rabu, 24 Agustus 2016
Waktu : 19.46 WIB – selesai.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Pendidikan akhlak itu sangat penting, bahwasannya kita tahu bahwa
menteri pendidikan itu menyarankan bahwa pendidikan karakter itu di
nomor satukan ketimbang yang lainnya, ketimbang psikomotorik dan yang
lain. Pesantren itu adalah salah satu lembaga yang mencetak para orang-
orang yang berakhlak, kalau masalah nanti dia pinter itu bonus.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Kalau yang menjadi penghambat itu kurangnya pemahaman,
bahwasannya ketika seorang santri mengaji menimba ilmu akan ditadaburi
apa isi ngaji tersebut. Kemudian diterapkan dalam dirinya, dan penerapan
itu yang menjadi akhlak, merubah perilakunya menjadi lebih baik.
Hambatannya, para santri kurang memahami kurang dapat
mengaplikasikan apa yang didapat dari ngaji tersebut kepada diri sendiri.
Untuk penunjangnya, para santri di sini Alhamdulillah masih diingatkan
oleh Kyai, oleh para senior yang lain. Misalnya, ada santri masuk
kemudian unggah-ungguhnya kemudian kesopanannya itu kurang pasti
seniornya akan menegur akan memberi contoh yang baik itu adalah salah
satu yang menjadi taladan. Jadi para senior itu menjadi teladan santri-
santri yang akhlaknya kurang atau belum baik.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Untuk pembiasaanya di pondok pesantren Salafiyah ini, seperti salah satu
contoh pak Kyai selalu mendisiplinkan kami dalam shalat Subuh misalnya,
ketika sudah waktunya adzan Subuh kita dibangunkan untuk disiplin. Itu
juga salah satu bentuk pembentukan karakter yang baik juga itu, bangun
pagi. Kemudian ketika ada santri sang memakai pakaian yang tidak sopan,
itu pasti akan disindir oleh kyai atau para asatid di pondok ini.
20
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Banyak sekali selain pengajian kitab-kitab turros, kitab-kitab kuning,
kemudian ada pelatihan tarik suara seperti tilawah, kita setiap malam
Jumat ba’da magrib ada yasinan, kemudian setelah isa ada barzanji,
kemudian pada Jumat pagi ziarah kubur ke makam Mbah Dakoik Nawawi
selaku babat alas pondok Salafiyah ini. Malam Sabtu ada khitobah,
kemudian pada malam Selasa biasanya kita manakiban yang dipimpin oleh
pak kyai sendiri.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Untuk kurikulum yang digunakan pokoknya kita manut apa dawuhnya
kyai saja, bersifat fleksibel.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kalau yang menjadi pelaksana itu Kyai, santri dan warga masyarakat.
Karena ketika ada salah satu santri yang melakukan tindakan kurang baik,
masyarakat yang akan menilai. Kalau para senior, asatid dan Kyai itu pasti
tidak akan dapat melihat 24 jam salah satu yang dapat menilai gerak-gerik
santri di luar adalah masyarakat. Sebagai salah satu stake holder yang
penting.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Ya tujuannya kita itu meneruskan dakwah nabi, nabi saja diturunkan
untuk membenahi akhlak. Seperti hadits “innamȃ bu’itstu li-utammima l-
akhlȃq (aku diutus untuk menyempurnakan [terwujudnya] akhlaq yang
mulia). Kemudian kita ingin meneruskan dakwah nabi itu supaya
kedepannya orang itu tidak seenaknya sendiri, orang itu mempunyai tata
cara hidup, mempunyai sopan santun.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Ya walaupun itu hanya setitik dari satu lembar yang kosong itu pasti ada,
ketika setiap hari ada contoh yang baik, ada kata-kata yang selalu
memotivasi kami untuk berbuat baik itu pasti adalah. Ada sedikit
perubahan.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
21
B : Untuk para santri, agar dapat mengaplikasikan apa yang didapat dari
mengaji tersebut, jadi tidak hanya masuk dari telinga kiri keluar telinga
kanan. Kita harus mentadaburi apa yang kita pelajari, mempraktekkan apa
yang kita pelajari dan terus mengembangkan diri kita itu untuk selalu
berbuat baik. Dan imbasnya adalah menjadi insan yang kaffah, menjadi
manusia yang berakhlak sempurna.
Nb: Hal yang berbeda dari pondok ini yaitu kita sebagai santri diserahkan dengan
seluruhnya, kita mempunyai wewenang dan otoritas. Itu yang membedakan, jadi
ketika di pondok lain itu ada pengurus ada yang lain itu dari pihak asatid kalau
kita tidak. Kita diserahkan sepenuhnya jadi manajemen pondok. Kemudian tata
tertib itu kita yang buat sendiri dan tujuannya juga kita mentaati apa yang kita
buat sendiri.
22
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : ABI
Kode Data : W/S/ABI
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 22.11 WIB – selesai.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Menurut saya pendidikan pesantren sangat penting sekali, karena
menurut saya pendidikan di pesantren sangat komplit sekali, dari sebuah
kurikulum di pesantren, kalau melihat pendidikan di pesantren itu sudah
mengalahkan pendidikan umum karena dari pagi sampai malam kita
mengaji. Kalau masalah akhlak itu muncul dari pribadi masing-masing,
karakter seseorang memang berbeda-beda, tapi karena kita seorang santri
yang hidup di pesantren, dan pesantren adalah tempat untuk membentuk
diri menjadi lebih baik.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor utama yang menjadi penghambat adalah dari lingkungan yang ada
di pesantren, yang namanya sifat negatif itu cepat diikuti para santri,
soalnya yang berbau negatif itu pasti berbau kenikmatan.contoh disaat ada
suara adzan ternyata kita asik main ps, padahal adzan adalah panggilan
Allah. Ketika kita sering keluar, jangang ngaji itu juga faktor penghambat
karena yang namanya maksiat itu memang asik, tapi jangan ditiru.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kita dilatih disiplin oleh romo Kyai, khususnya shalat jamaah. Misalnya,
saat pagi kyai berupaya membangunkan santri agar ikut berjama’ah subuh.
Kyai juga menunjukkan kewibawaan dengan memberi contoh tauladan
yang baik, dimana para santri mengikuti hal tersebut.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Selalu istiqomah dalam mengaji, dalam rangka menambah wawasan
ilmu, entah santrinya itu banyak ataupun sedikit.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
23
B : Untuk kegiatannya dari malam senin sampai malam sabtu alhmdulillah
full, malam senin itu ada Mukhtarol Hadits, kemudian malam selasa
setelah Maghrib itu kita manaqiban, terus habis isa itu kita ngaji falaq,
ta’limul muta’alim, terus mbah Shon itu Nashoihul Ibad, Sulam Taufiq itu
di malam kamis habis Isya’, bagaimana bacaan shalat itu yang benar dan
cara kita khusu’ dengan Allah, terus ada berzanji, ada khitobah.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kurikulum yang digunakan itu K13, Kompetensinya santri dapat
merubah akhlaknya.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Pelaksananya ya seorang Kyai.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan utama pendidikan di pesantren adalah untuk mencetak generasi
yang berbobot, di mana generasi itu mau mengamalkan apa yang telah
didapatkan, sitiko diamalke timbang akeh ora diamalke. Untuk merubah
bangsa ini menjadi lebih baik.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Ya Insya Allah kalau diri saya pribadi itu masih berusaha, karena saya
masih banyak keburukannya, ngrasani, entah bagaimana saya itu yang
menilai adalah orang lain, tapi dari diri saya berusaha ingin menjadi baik.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Ya pesan saya, ketika kita berbicara dengan siapapun itu hati-hati dan
waspada. Karena apa, ucapan kita itu belum tentu di respon baik oleh
orang lain. Makanya kita itu harus berhati-hati dalam perkataan, karena
lidah itu memang lentur ora ono balunge, tapi sekali ngomong itu man
ceter koyo Harimau. Kita harus membentengi diri sendiri agar tidak
terjerumus kepada hal yang tidak benar.
Nb : Semua santri di pondok ini Salafiyah kebanyakan adalah mahasiswa, dan
lingkungan masyarakat sekitar mendukung pendidikan yang ada di
pesantren, baik tua maupun muda.
24
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : HE
Kode Data : W/S/ HE
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 21.40 WIB – selesai.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Kalau dalam pesantren, dari awal itu adalah pembentukan akhlak santri,
terbentuk dalam suatu proses di mana seseorang itu melakukan perubahan
dari akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik, di mana salah satunya
adalah di pondok pesantren.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor penghambat dalam pembentukan karakter seseorang itu, kalau di
sini tercondong dalam perilaku yang ada di sini terutama pada santri
putra, ada beberapa santri yang tidak mematuhi aturan dan itu menjadi
momok dalam hancurnya akhlak tersebut. Bisa jadi perilaku seseorang itu
mencontoh perilaku tersebut.
Kalau faktor itu bisa dari diri sendiri dan orang lain, misalnya jarang
melakukan sesuatu atau melanggar sesuatu.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kalau pembentukan akhlak itu kita terapkan pada kegiatan sehari-hari,
pada saat kita melakukan apa itu diselingi dengan pembicaraan yang baik
dan membuat seseorang itu menjadi baik dan tidak boleh membuat akhlak
seseorang itu menjadi tidak baik.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Kalau pondok pesantren itu mengajarkan akhlak santri dan mengaji kitab
kuning, agar santri bisa mengambil hikmahnya dari kitab tersebut.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
25
B : Kalau dalam kegiatan itu kita sering melakukan kegiatan mengaji kitab,
ada khitobah, diba’an, yasinan dan lain sebagainya.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Dalam pondok pesantren ini menggunakan akhlaqul banin.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Ya semua, dari kalangan pengurus, maupun asatid semuanya berperan
dalam membentuk akhlak santri.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan utamanya, jika seorang santri terjun langsung dalam masyarakat
itu akan bisa menjadikan contoh yang baik dalam berhubungan sehari-hari
dalam masyarakat tersebut.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Kalau dari diri saya terutama dalam akhlak itu berbeda, dulu sebelum
masuk pesantren dan sesudah itu pasti berbeda, kalau saat di rumah itu
belum berbau akhlak pondok tetapi kalau sudah masuk pada ranah
pesantren pasti ada perubahan dalam perilaku.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Dari santri itu agar untuk memperbaiki perilaku seseorang, agar
perilakunya lebih baik.
Nb : Kalau untuk pondok itu sama, pembelajaran kajian Islami di mana di
pondok lain itu belum tentu ada, yaitu kita mempelajari ilmu falaq atau
ilmu perbintangan.
26
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : MNF
Kode Data : W/S/MNF
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 19.01 – 19.11 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Pada dasarnya pendidikan nasional di Indonesia itu mengacu pada
pendidikan ponok pesantren, bahwasanya pondok pesantren itu secara
tidak langsung memberikan pendidikan akhlak dengan segala aturan-
aturan dan tata tertibnya yang sudah tertera di pondok pesantren. meskipun
pondok pesantren bukan lembaga pendidikan formal, namun pendidikan
nasional bercermin pada pendidikan pesantren.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Kurangnya rasa hormat santri kepada pengurus, karena pengurus di
pesantren adalah para santri itu sendiri. Kemudian kurangnya rasa ta’dim
dan sikap tawaduk santri kepada Kyai. Faktor penunjang yakni dibina
akhlaknya dengan adanya pembelajaran kitab-kitab, kegiatan-kegiatan,
tata tertib, dan lain-lain.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Pertama tata tertib, kedua pembelajaran dan sistem pembelajaran yang
ada di pondok pesantren, dan kajian-kajian kitab yang ada.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Pertama, shalat berjama’ah, menganjurkan fastabiqul khairat (berlomba-
lombalah dalam kebaikan)
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Kegiatan harian mengaji setiap ba’da Maghrib, Isya’ dan Subuh.
Kegiatan mingguan seperti barzanji, manaqiban, khitobah, ro’an (bersih-
bersih) setiap hari Jumat
27
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kurikulum berbasis kompetensi, sesuai dengan Kyai, lebih fleksibel.
Adanya saling keterbukaan antara santri dan Kyai.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Dapat dilihat dari dua sudut,. Pertama dari santri selaku subyek atau
penerima pendidikan. Kedua, dari asatidnya sebagai objeknya. Jadi
stimulus responnya tetap ada. Setidaknya, kalau asatid tidak menjelaskan,
tapi secara tidak langsung asatid mempraktekkannya. Jadi, santri bisa
menerima pembelajarn tersebut melalui peneladanan yang dilakukan oleh
santri terhadap asatid.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Kita menganut pada prinsip Al ulama’ warasatul anbiya’ (ulama pewaris
para nabi). Sebaik mungkin kita melakukan fastabiqul khairat
sebagaimana layaknya santri.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Pembentukan akhlak yang baik, karena label seorang santri setelah terjun
di masyarakat, yang dilihat utama adalah akhlaknya, kepandaiannya itu
nomor dua. Perubahan selanjutnya yaitu mendapatkan ilmu yang
bermanfaat yang dapat diimplementasikan di masyarakat, ditularkan
kepada orang lain.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Pertama, melakukan prinsip fastabiqul khairat. Kedua, menjaga akhlak.
28
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : AN
Kode Data : W/S/AN
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 21.27– 21.34 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Dalam pembentukan akhlak, pendidikan pesantren itu sangat penting
terutama dalam pembentukan karakter yang baik.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor pergaulan teman sangat mempengaruhi. Baik buruknya teman
sangat mempengaruhi terhambatnya proses pendidikan akhlak di pondok
pesantren.
Faktor lingkungan, lingkungan yang baik pasti mendukung hal-hal yang
baik.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Bentuk-bentuk pembinaan seperti mengaji, shalat jama’ah ditertibkan,
TPQ, bakti sosial, shalat malam dirutinkan untuk melatih santri supaya
bisa mengatur waktu, bisa memanfaatkan waktu dengan baik.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengaji, shalat
berjama’ah, shalat malam, puasa senin-kamis dan ajaran sunah lainnya.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Mengaji, khitobah, diba’an, kerja bakti dan bakti sosial yang diadakan di
luar pondok.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
29
B : Untuk sementara ini belum ada karena pondok ini belum lama ditempati,
jadi belum ditetapkan kurikulumnya.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Pelaksananya seluruh anggota yang ada di lingkungan pondok pesantren,
dari mulai santri, Pak Kyai, warga dan masyarakat sekitar.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Mencetak generasi yang baik, berakhlaqul karimah, anak yang soleh dan
solehah.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Perubahan yang saya rasakan dari sebelum di pesantren dan setelahnya,
sebelunya saya itu susah bersosialisasi, sekarang hidup di pondok
pesantren bersama teman-teman menjadi bisa bersosialisasi dengan teman-
teman sekitar. Kemudian dari pembiasaan shalat, awalnya tidak pernah
tepat waktu karena sudah terbiasa di pondok pesantren itu terjadwal harus
tepat waktu bisa mempraktekkan di rumah juga. Kemudian pembiasaan
puasa-puasa sunnah, sebelumnya tidak pernah sekalipunpuasa sunnah
sekarang menjadi rutin.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Pesannya adek-adek harus lebih bisa baik lagi, dalam mengikuti
program-program yang ada di pondok pesantren.
30
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : RT
Kode Data : W/S/RT
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 21.20– 21.27 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Pendidikan akhlak sangat penting, karena di zaman sekarang banyak
akhlak anak yang kurang baik, akibat penyalahgunaan internet. Pesantren
sangat penting dalam mengendalikan banyaknya akhlak yang kurang baik.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor yang menghambat biasanya sering ngobrol pada saat mengaji,
sering mengulur waktu, pengaruh buruk dari teman. Teman dan
masyarakat yang baik dapat menunjang pembentukan akhlak yang baik.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Bentuk-bentuk pembinaan seperti mengaji, shalat jama’ah
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Berjama’ah, mengaji, shalat malam, puasa kliwonan, senin-kamis.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Mengaji, diba’an, tahlilan, ro’an, TPQ bersama.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Tidak ada kurikulum yang terikat, sesuai intruksi dari bapak Kyai.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Santri.
31
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan pendidikan akhlak tentunya untuk membentuk akhlak yang baik.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Perubahan sangat besar bagi saya sendiri, awalnya saya tidak memakai
jlbab, sekarang saya memakai jilbab. Dahulu saya tidak bisa mengaji
akhirnya bisa mengaji. akhlak saya sebelumnya kurang baik, sekarang
insya Allah menjadi baik.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Pesannya, saat kita di pondok kita konsentrasi kegiatan di pondok.
Misalnya waktunya mengaji, kita mengaji. Setelah kita keluar dari pondok
akhlak kita menjadi baik.
Nb : Hal yang menarik dari pondok Salafiyah daripada pondok lain yaitu para
santri bisa membaur dengan masyarakat.
32
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : TI
Kode Data : W/S/TI
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 20.05– 20.18 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Sangat penting, pendidikan di pondok pesantren lebih dari 50%
mempengaruhi dalam pembentukan akhlaqul karimah. Karena di pondok
pesantren dibiasakan oleh Kyai. Sikap tawaduknya santri terhadap Kyai
sangat dianjurkan.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Ada faktor intern dan ekstern, faktor intern yaitu dari diri sendiri, kadang
sifat-sifat yang negatif muncul, seperti malas dan sebagainya yang dapat
mempengaruhi akhlak kita. Jadi, tergantung bagaimana kita bisa
mengontrol diri kita sendiri untuk berakhlaqul karimah. Kalau kita dapat
menerapkan pengetahuan kita dengan benar, Insya Allah semakin sedikit
hambatannya. Namun, jika pengetahuan kita banyak tetapi tidak bisa
menerapkannya, maka dapat menghambat proses pembentukan akhlak
yang baik. Faktor ekstern dapat berasal dari teman dan lingkungan. Jika
teman kita mempunyai akhlak yang kurang baik, dan kita mudah
terpengaruh, tidak bisa menyaring mana akhlak yang bak dan tidak, maka
hal itu dapat menghambat terbentuknya akhlaqul karimah. faktor penujang
sama dengan faktor penghambat, namun dari sisi positifnya. Ustadz juga
berperan dalam menunjang, Kyai selalu memberikan pitutur-pitutur yang
baik. Selain itu, mendorong dan membina para santrinya untuk
berakhlaqul karimah, baik melalui wejangan lisan, mengaji kitab, uswatun
hasanah atau tauladan dari seorang Kyai. Jika kita mengikuti teman kita
yang baik juga salah satu faktor penunjang.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Pembinaan akhlak, kajian-kajian kitab di pondok bersama para Kyai.
Adanya jadwal piket yang mengajarkan menjaga kebersihan.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
33
B : Pembiasaan Shalat berjama’ah, biasanya sebelum Subuh sudah
dibangunkan untuk melaksanakan shalat malam atau shalat sunah lainnya.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Mengaji setelah Maghrib, Isya, Subuh, diba’an, ro’an.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Tidak menggunakan kurikulum yang paten. Biasanya kita berdiskusi apa
yang akan kita pelajari.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Santri, guru/asatid. Selain itu warga yang menjadi cermin bagi kita untuk
berkaca bagaimana kita berakhlaqul karimah.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan utamanya agar akhlaqul karimah dapat tertanam dalam jiwa para
santri. di manapun mereka berada, mereka tetap berakhlaqul karimah,
tidak hanya dalam pengawasan.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Ada, perubahan itu seperti pembiasaan shalat malam. Kalau di pondok,
bangun subuh itu pasti. Kalau tubuh tidak fit, baru tidak bangun malam.
Kalau di rumah, lebih berat. Jadi, selama di pondok, banyak hal-hal positif
yang saya lakukan dan banyak ilmu-ilmu yang didapat saya serap untuk
diterapkan.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Dapat mempertahankan akhlaqul karimah dan mungkin bisa ditambah
atau ditingkatkan, adapun akhlak yang tidak baik tidak mempengaruhi.
34
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : RS
Kode Data : W/S/RS
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 20.55– 21.03 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Pendidikan akhlak di pondok pesantren sangat penting, karena di pondok
pesantren, santriwan santriwati itu belajar agama dan semuanya pasti
akhlaqul karimah.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor yang menghambat yang pertama handphone, banyaknya social
media yang tidak digunakan secara efektif. faktor penunjang seperti
mengaji kitab.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Selain dicontohkan oleh Kyai atau ustadz, setiap malam Sabtu ada
kegiatan Khitobah, di mana kita diberi kesempatan untuk menyampaikan
sepatah du apatah kata.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : Ketepatan waktu berjama’ah, membangunkan untuk shalat tahajud, shalat
gerhana dan sebagainya. Jadi, Kyai lebih mencontohkan, kemudian santri
mengikuti.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Selain mengaji kitab salaf, shalat tahajud, khitobah. Kalau membaca Al-
Qur’an itu pasti, masing-masing anak setelah shalat.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kurikulumnya masih salaf atau tradisional, dari Kyai.
35
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Santriwan santriwati, sedangkan penanggung jawab atau yang memberi
contoh yaitu asatid, dan di atasnya bisa dibilang pak Kyai.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan pendidikan akhlak untuk membentuk karakter santriwan
santriwati berdasarkan karakteristik salafiyah yaitu tradisional.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Perubahan sangat berpengaruh terutama dalam kegiatan mengaji,
jama’ah. Hal lain misalnya, kalau temannya puasa jadi ikut puasa,
temannya belajar bahasa Arab, juga ikut belajar bahasa Arab. Selain itu
dari cara berpakaian juga lebih sopan, memakai rok, tidak celana atau
legging.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Pesannya, senantiasa menumbuhkan dan mengembangkan akhlaqul
karimah secara istiqomah. Tidak hanya di pondok, tetapi juga di rumah
dan di kampus. Everywhere and everytime.
Nb : Perbedaan dengan pondok lain yaitu, kalau kita santrinya mahasiswa-
mahasiswa. Adanya kajian-kajian kemahasiswaan, tidak ada kata manja,
kita semua melakukan segala sesuatu secara mandiri dan bersama-sama.
36
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : KZ
Kode Data : W/S/KZ
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 21.08– 21.17 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Sangat penting sekali, karena di pondok pesantren berbeda dengan
pendidikan di sekolah-sekolah umum. Di pondok pesantren banyak sekali
adab-adab sopan santunnya, tata krama, dan itu sangat penting sekali
dalam membentuk kepribadian atau akhlaqul karimah para santrinya. Pasti
berbeda akhlak anak yang berada di pondok pesantren dibandingkan
dengan anak di sekolah-sekolah umum. Anak yang di pondok pesantren
pasti lebih bagus dan lebih tawaduk dengan temannya.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Faktor yang menghambat antara lain gadget, laptop sangat
mempengaruhi orang jadi individual. Faktor lain, karena di sini mahasiswa
semua, berbaur dengan teman di kampus dari berbagai macam karakter,
jadi akhlaknya terkontaminasi dengan teman-temannya. Selain itu,
kurangnya pemantauan dari pengasuh pondok pesantren. Faktor yang
menunjang misalnya dari masyarakat, ada warga yang memantau santri.
Jika warga melihat ada santri yang pulang terlambat atau terlalu malam,
perempuan dan laki-laki berboncengan, itu warga mengingatkan.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Melalui teguran langsung dari warga atau pengasuh walaupun tidak
intensif. selain itu, juga ada pelajaran-pelajaran hadits tentang akhlak.
Walaupun sedikit, tapi ilmu yang diperoleh itu diamalkan. kemudian dari
pak Kyai juga selalu diberi amalan-amalan yang baik-baik.
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
37
B : Shalat berjama’ah, ikut pengajian dengan warga, di bulan Ramadhan ada
salah satu kegiatan yang materinya tentang akhlak yang baik, shalat
malam.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Kegiatan pokoknya mengaji. Kemudian diba’an, khitobah.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Tidak ada kurikulum patokan, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan,
fleksibel. Tidak ada kurikulum patokan seperti sekolah pada umumnya.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Semua pihak di lingkungan pondok pesantren. Terutama pak Kyai,
masyarakat, dan santri.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Untuk membentuk akhlak yang baik, dan nanti saat kembali ke rumah
kita sudah dibekali akhlak yang baik untuk terjun langsung di masyarakat.
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
adakah perubahan dalam diri Anda terutama dalam bidang akhlak?
B : Sedikit ada, seperti yang dulunya jarang berjama’ah sekarang sering
berjama’ah. Amalan-amalan lain dan sopan santun juga ada perubahan.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Pesannya, kita harus menghormati yang lebih tua, menjaga bicara, jaga
diri, lingkungan dan sekitarnya.
38
Transkip Wawancara
Identitas Informan
Kode Responden : SR
Kode Data : W/K/SR
Hari/ Tanggal : Selasa, 23 Agustus 2016
Waktu : 17. 30– 17.47 WIB.
A : Seberapa penting peran pendidikan di pesantren dalam pembentukan
akhlak?
B : Tujuan pokok pendidikan di pesantren, disamping ilmiah atau keilmuan
adalah pembentukan karakter santri. Sehingga dengan duanya itu berjalan,
ilmiah keilmuan dan pembentukan karakter pada akhirnya, satu akan
menjadi orang-orang yang berilmu dan beramal. Kemudian yang kedua
karena santri itu selalu ditunggui oleh Kyai, sehingga mereka mempunyai
uswah atau kiblat dalam melaksanakan sesuatu, ada rujukan. Dari sekian
banyak lembaga pendidikan yang sekaligus menerapkan ilmu amaliah
adalah pesantren.
A : Dalam proses pembelajaran/ pendidikan akhlak tentunya ada faktor yang
menjadi penghambat dan penunjang:
a. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses pendidikan
akhlak di pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
b. Faktor apa saja yang menjadi penunjang dalam proses
pembentukan akhlak?
B : Salah satu hambatannya itu, karena sekarang banyak santri yang
mondoknya itu nyambi, sekolah nyambi mondok. Mestinya harus dibalik
mondok nyambi sekolah. Karena mondoknya hanya nyambi maka
komitmennya kurang. Jika sekolahnya libur maka mondoknya juga libur.
Pendidikan di pondok tidak bisa maksimal karena sangat tergantung pada
alokasi waktu diperguruan atau sekolahan.
Niat sangat menentukan, nek niatku mondok berarti orientasi
konsentrasinya di pondok. Artinya apapun kegiatan di pondok mestinya
harus diikuti. Tetapi banyak juga akhirnya program di pondok tidak
diikuti, hanya sebatas di pondok.
Santri memerlukan metode lain untuk pengembangan diri. Jadi akan
sangat sempurna jika anak-anak mondok sekaligus kuliah. Sehingga
pengembangan metodologi, pengembangan pola pikir itu akan lengkap.
Jadi basic ilmu bisa lewat pondok tetapi pengembangan keilmuannya
lewat pendidikan formal. Di pondok untuk pengembangan pemikiran tidak
ada, kalau diperkuliahan kan ada. Jadi akan lengkap.
A : Apa saja bentuk-bentuk pembinaan akhlaqul karimah di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
39
B :
A : Pembiasaan apa saja yang diajarkan oleh para asatid/ Kyai kepada para
santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah?
B : ya pembiasaan berzanji, dan pembiasaan-pembiasaan lain yang harusnya
terprogram oleh pondok. Pembiasaan fasih untuk berbicara, bagai
manapun mahasiswa pada ahirnya akan terjun di masyarakat. Perlu
diadakan tes/ ujian pondok, misalnya tes membaca al-Qur’an.
A : Apa saja kegiatan yang ada di pondok pesantren Salafiyah Pulutan
Salatiga?
B : Kegiatan kajian kitab-kitab kuning, dan berzanjen dan sebagainya.
A : Berkaitan dengan pendidikan akhlak, kurikulum apa yang digunakan di
pondok pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Kurikulumnya ya kegiatan yang ada di pesantren, sesuai intruksi kyai.
A : Siapa saja yang menjadi pelaksana dalam pendidikan akhlak di pondok
pesantren Salafiyah Pulutan?
B : Pelaksananya adalah kyai/ pengasuh pondok pesantren dan para santri.
A : Apa yang menjadi tujuan utama adanya pendidikan akhlak di pondok
pesantren?
B : Tujuan pendidikan pesantren adalah satu, menjadikan orang yang ma’yul
islami kesadaran terhadap tugas-tugas keislamannya kuat. Menjadi orang
yang bisa dicontoh oleh orang yang ada disekitarnya. Hubbul waton
mencintai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
A : Setelah menjalani berbagai pembelajaran yang ada di pondok pesantren,
apakah harapan Kyai kepada para santri setelah lulus dari pondok
pesantren.
B : Santri dapat memiliki keilmuan yang baik dan amal yang baik. Santri
dapat menjadi contoh di lingkungan kelak di masyarakat.
A : Adakah pesan bagi para santri yang ada di pondok pesantren Salafiyah,
terutama mengenai akhlak santri?
B : Hubungan antar santri tetap dijaga/ saling mengisi. Tetap mencerminkan
bahwa apapun keadaannya dia adalah santri, perilaku santri harus tetap
ditunjukkan dan dimanapun ketika berbaur dimasyarakat tetap sadar
bahwa dia seorang santri. Seberapapun pengembangan keilmuan tetap
dijaga.
1
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Ashlahul Arifin
NIM : 111-12-125
PA : Dr. M. Gufron, M.Pd
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai
1. Orientasi Pengenalan Akademik dan
kemahasiswaan (OPAK) oleh DEMA
STAIN Salatiga
05-07
September
2012
Peserta 3
2. Orientasi Pengenalan Akademik dan
kemahasiswaan (OPAK) oleh HMJ
Syari’ah STAIN Salatiga
08-09
September
2012
Peserta 3
3. Orientasi Dasar Keislaman (ODK) oleh
ITTAQO dan CEC
10 September
2012
Peserta 2
4. Seminar Enterpreneurship dan
Perkoperasian 2012 oleh MAPALA
MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga
11 September
2012
Peserta 2
5. Achievment Motivation Training oleh
JQH dan LDK
12 September
2012
Peserta 2
6. Library User Education oleh UPT
Perpustaakaan STAIN Salatiga
13 September
2012`
Peserta 2
7. Gerakan Santri Menulis Sarasehan
Jurnalistik Ramadhan di Pondok
Pesantren Al-Falah Salatiga
31 September
2012
Peserta 2
8. Training Pembuatan Makalah oleh
Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
13 Oktober
2012
Peserta 2
9 Seminar Regional oleh ITTAQO
Aktualisasi bahasa Arab Sekolah Tinggi
Agama Islam negeri STAIN Salatiga
27-28 Oktober
2012
Peserta 4
10 Seminar Nasional oleh KOMPAS
bersama AQUA DWIPAYANA
“Berhenti Kerja Semakain kaya”
05 April 2013 Peserta 2
11. Seminar Tafsir Tematik oleh JQH
STAIN Salatiga
04 Mei 2013 Peserta 2
12. Bedah Buku oleh Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) “Sang Maha Segalanya
25 Mei 2013 Peserta 2
2
mencintai Sang Mahasiswa”
13. Lomba Cerpen Islami dalam rangka
MILAD LDK Darul Amal STAIN
Salatiga XI
13 Juni 2013 Peserta 2
14. Seminar Regional Deteksi Dini
Gangguan Perkembangan pada Anak
18 Juni 2013 Peserta 4
15 Penerimaan Anggota Baru (PAB) JQH
2013
23-24
November
2013
Peserta 2
16. SK Pengangkatan Kepengurusan HMPS
Pendidikan Agama Islam Periode 2014-
2015
20 Juli 2014 Peserta 4
17. GARDIKA (Gema Ramadhan di
Kampus) Pesantren Kilat di SMPN 3
Salatiga
29-31 Agustus
2013
Pemateri 4
18. Upgrading dan Rapat Kerja Pengurus
Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) Pendidikan Agama Islam
06 September
2014
Peserta 2
19. Seminar Nasional Bahasa Arab oleh
ITTAQO
09 Oktober
2013
Panitia 8
20. Diklat Microteaching oleh Himpunan
Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Agama Islam STAIN Salatiga
08 November
2014
Panitia 3
21. WORKSOP NASIONAL oleh
Himpunan Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Agama Islam STAIN
Salatiga
16 Desember
2014
Panitia 8
22. Harmonisasi Lingkungan oleh
MAPALA MITAPASA STAIN Salatiga
27 Desember
2014
Peserta 2
23. Workshop Pengembangan Desain Modul
Pendidikan Toleransi, HAM dan
Perdamaian di Pesantren
24-27 Mei
2015
Peserta 4
24. Seminar Nasional oleh Dewan
Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri salatiga
27 Juni 2015 Peserta 8
25. Training & Field Trip Peningkatan
Pemahaman Perdamaian di Pesantren
Berperspektif HAM dan Islam
2-5 Oktober
2015
Peserta 4
26. Seminar Nasional Kewirausahaan oleh
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Salatiga
30 Oktober
2015
Peserta 8
3
27. IAIN Salatiga Bersholawat dan Orasi
Kebangsaan oleh Dewan Mahasiswa
(DEMA) IAIN Salatiga
03 November
2015
Peserta 2
28. Pengajian Isro’ Mi’roj oleh REMASTA
Simo Boyolali
06 Mei 2016 Panitia 3
29. Nusantara Mengaji “300.000 Khataman
Al-Qur’an se-Indonesia Untuk
Keselamatan & kesejahteraan Bangsa”
oleh JQH Al-Furqon IAIN Salatiga
08 Mei 2016 Peserta 3
30. Sertifikat Regional Workshop Tahfidz
oleh JQH Al-Furqon IAIN Salatiga
04 Juni 2016 Peserta 2
31. Dialog Nasional “Peningkatan Konsep
Hablum Minannas Melalui Ramadhan”
19 Juni 2016 Peserta 8
JUMLAH 108
Salatiga, 14 September 2016
mengetahui,
Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag
NIP. 19700510 199803 1003
1
2
3
4
5
Recommended