Transcript

Peritonitis et causa Perforasi Demam Tifoid

Debora Semeia Takaliuang

102011304

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesotelial di atas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, menutupi usus dan mesenterium; dan bagian pariental yang melapisi dinding abdomen berhubungan dengan fasia muskular. Peritoneum parietal mempunyai komponen somatik dan viseral dan memungkinkan stimulus yang berbahaya yang menimbulkan defans muskular dan nyeri lepas.1

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membran serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril.1Anamnesis

Anamnesis yang teliti sangat penting dalam merumuskan diagnosis banding. Nyeri biasanya berasal dari suatu organ (nyeri pada garis tengah badan, jarang terlokalisir pada organ dalam yang terkena) atau iritasi tongga peritoneum (terlokalisir pada organ tertentu). Pasien dengan nyeri seringkali ketakutan. Kesabaran dan ketegasan dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis yang kuat. Anamnesis sangatlah penting.2

Tanyakan keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, onset dan durasi, sifat, lokasi nyeri. Perjalanan penyakit membaik, memburuk, atau menetap. Hubungannya dengan makan dan buang air besar. Gejala penyerta seperti penurunan berat badan, buang air besar tidak seperti biasa . Ada pola-pola tertentu yang mengarah ke sumber nyeri spesifik, walaupun bisa didapatkan gejala yang sama.2

Nyeri esofagus ada dua bentuk: dispepsia yang berhubungan dengan refluk dan spasme esofagus, dirasakan di dada, yang kadang-kadang sulit dibedakan dari nyeri jantung yang penjalarannya ke leher. Nyeri bilier (cabang bilier dari kandung empedu) dirasakan di kuadran kanan atas dan sifatnya kolik. Tanyakan tanda-tanda kolestatis (tinja berwarna hitam).2

Pada nyeri peritonitis lebih terlokalisir karena peritoneum parietal kaya akan persayarafan sensoris. Contoh klasik nyeri peritonitis ditemukan pada apendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan di daerah periumbilikal dan bersifat kolik akibat peradangan organ viseral di daerah midgut. Kemudian peradangan menyebar dan terjadi peritonisme lokal dengan nyeri tekan persisten pada fosa iliaka kanan. Bila kemudian perforasi akan menjadi peritonitis generalisata dengan nyeri hebat di seluruh perut jika tidak ditangani.2

Skenario:

Pasien datang dengan keluhan nyeri hebat pada seluruh perutnya sejak 6 jam yang lalu. Keluhan penyerta adalah demam yang naik turun, terutama tinggi di malam hari sejak 10 hari yang lalu. Disertai mual, muntah, konstipasi, dan anoreksia. Dari alloanamnesis diketahui bahwa sejak 3 hari yang lalu pasien hanya berbaring saja di tempat tidur.Pemeriksaan Fisik

Bila pasien tampil dengan nyeri abdomen, maka anamnesis suatu basis data untuk pembahasan kemungkinan kemungkinan diagnostik, tetapi keputusan tentang apakah dioperasi atau tidak, dibuat atas dasar pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dalam cara tertib dan sistematik. Empat gambaran utama pemeriksaan fisik mencakup (1) inspeksi, (2) auskultasi, (3) palpasi, (4) perkusi.3

Inspeksi. Penampilan umum pasien bila memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan dalam keadaan mental, warna, dan tumor kulit serta mata yang cekung bila manifestasi hipovalemi parah dan kolaps kardiovaskular mengacam. Pasien nyeri visera terlokalisir seperti yang ditemukan pada obstruksi usus, bisa sering mengubah posisi, tetapi jika nyeri terlokalisir atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka sering pasien menghindari gerakan.3

Posisi anatomi pasien di ranjang patut diperhatikan. Pada peritonitis yang luas sering membawa lututnya ke atas untuk merelaksasi tegangan abdomen. Pasien keadaan peradangan berkontak dengan muskulus psoas bisa memfleksi paha yang berhubungan.3

Auskultasi. Auskultasi dilakukan sebelum palpasi karena palpasi dapat merubah sifat bising usus. Teknik auskultasi memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat di atas dinding abdomen anterior yang dimulai dari kuadran kiri bawah kemudian dalam empat kuadran. Masa auskultasi 2 sampai 3 menit diperlukan untuk menentukan bahwa tak ada bising usus.3

Waktu ini juga memungkinkan observasi wajah dan sikap pasien secara tak terputus. Bising usus bernada tinggi yang timbul dalam dorongan yang bersamaan dengan nyeri menunjukkan obstruksi usus halus. Pada peritonitis atau ileus obstruktif, bising usus berhenti sama sekali. Abdomen yang sunyi merupakan abdomen yang sakit. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh atau tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.3

Palpasi. Dari semua pemeriksaan fisik, palpasi mungkin paling penting untuk ahli bedah. Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri dan ia harus lakukan dengan lembut dengan satu jari tangan. Secara bertahap jari tangan seharusnya bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum. Kemudian perlu menentukan adanya "defense muskular" atau "spasme". Tempatkan tangan dengan lembut di atas muskulus rektus dan tekan sedikit serta minta pasien menarik nafas dalam.3

Jika spasme volunter, maka ahli bedah akan merasakan muskulus rektus relaksasi. Tapi jika ada spasme, maka akan terasa otot kaku tegang di seluruh siklus pernapasan. Hal ini sering ditemukan pada peritonitis. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.3

Perkusi. Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam menilai jumlah distensi yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya vesica urinarius terdistensi sebagai sebab nyeri abdomen akut. Mungkin yang terpenting, perkusi bermanfaat dalam membangkitkan nyeri tekan angulus costovertebralis menyertai infeksi traktus urinarius atau penyakit vesica biliaris. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.3

Tanda-tanda peritonitis ditemukan pada pemeriksaan khusus abdomen yaitu terdapat tanda-tanda iritasi peritoneum: (1) Nyeri tekan, (2) nyeri tekan lepas, (3) defance muscular dan musle guarding , (4) ditemukan pula tanda-tanda ileus paralitik seperti distensi abdomen, bising usus yang menurun sebagai akibat penyebaran pus intraperitoneal.4 Skenario:

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, keadaan umum buruk, respiratory rate meningkat, suhu tubuh yang menunjukkan adanya demam, serta frekuensi denyut nadi yang masih dalam batas normal. Serta tampak adanya distensi abdomen.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan.5

Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut.Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi (supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture) dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil diperiksa untuk mengetahui organisme penyebab, sehingga dapat diketahui antibiotik yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan dapat dilakukan pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.5

Test laboratorium menunjukkan adanya leukositosis, hematokrit meningkat, kadar ureum darah meningkat. Dari tes foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan: (1) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, (2) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.5

Radiologi abdomen pasien peritonitis sering memperlihatkan dilatasi intestinal, edema usus halus, cairan peritoneum, dan hilangnya bayangan psoas. Pasien perforasi usus secara radiogarfi dibuktikan dengan adanya udara bebas di dalam rongga peritoneum. Aspirasi jarum pada cairan peritoneum sebaiknya dilakukan jika dicurigai adanya peritonitis atau jika pasien mengalami demam yang tidak diketahui sebabnya dan terdapat cairan dalam abdomen.6

Cairan peritoneum yang terinfeksi biasanya mengandung kadar protein lebih dari 300/mm, lebih dari 1/4 diantaraya leukosit polimorfonuklear. Pewarnaan gram dan kultur sebaiknya dilakukan untuk membantu memberikan terapi anti mikroba yang tepat.6

Gambar 1. Udara Bebas pada diafragma kanan.7 Diagnosis Kerja

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale).4

Dalam beberapa kasus (misal: perforasi, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum atau general sejak dari awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.4

Penegakan diagnosis pada pasien ini dengan melihat gejala pasien berupa demam yang naik turun, demam terutama malam hari. Adanya riwayat keluhan pasien yang khas ditemukan pada peritonitis, hasil laboratorium yang menunjukkan AL yang rendah (3.580 l) pada keadaan peritonitis (mengarah pada tanda dan gejala demam tifoid).4

Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.4

Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Perforasi pada saluran pencernaan menunjukkan adanya lubang yang terjadi pada dinding saluran pencernaan. Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5-3% kasus. Keluarnya isi saluran pencernaan ke dalam rongga perut menyebabkan iritasi dan peradangan pada rongga abdomen yang disebut peritonitis.4

Peritonitis ini sering menjadi fatal. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah, dan peningkatan frekuensi nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung. Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defans muscular, hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain.Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang dapat diambil suatu diagnosis kerja berupa peritonitsi et causa demam tifoid.4

Nyeri perut yang terjadi merupakan nyeri yang somatik. Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya rangsangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri yang timbul dapat lokal, dan dapat pula merata pada seluruh perut tergantung luasnya rangsangan pada peritoneum. Karena rangsangan tersebut berlangsung terus pada peritoneum, rasa nyeri dirasakan terus menerus.4

Gejala klinis infeksi demam tifoid berupa demam (biasanya > 5 hari) tinggi terutama malam hari, rambut pasien tertentu bisa rontok, mengigil, nyeri/kembung abdomen, lidah kotor dengan tepian merah, sering konstipati selama beberapa hari. Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Mengapa bisa timbul perdarahan dan perforasi?8

Kuman Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau organ limfoid, seperti limpa yang membesar. Juga jaringan limfoid di usus kecil, yaitu plak Peyeri, terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyeri ini tidak berarti ia tambah kuat; sebaliknya, jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang melaluinya. Inilah sebabnya pada pasien tifoid diberikan diet makanan lunak, yaitu agar konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak sampai merusak permukaan plak Peyeri ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus setempat ikut rusak dan timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila ini berlangsung terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi), diikuti peritonitis yang berahir fatal.8 Peritonitis

Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen 4,5,6. Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah.1,5

Infeksi peritoneal diklasifikasikan menjadi primer (spontan), sekunder (berhubungan dengan proses patologi yang berlangsung di organ dalam), atau tersier (infeksi berulang yang terjadi setelah terapi yang adekuat). Infeksi intraabdomen dapat dibagi menjadi lokal (localized) atau umum (generalized), dengan atau tanpa pembentukan abses.1,5

Peritonitis primer adalah infeksi dalam rongga peritonieum akibat invasi mikroorganisme melalui darah atau saluran limfatik. Penyebab terbanyak dari peritonitis primer adalah peritonitis yang disebabkan karena bakteri yang muncul secara spontan (Spontaneus Bacterial Peritonitis) yang sering terjadi karena penyakit hati kronis. Organisme penyebab peritonitis kebanyakan adalah gram negatif. Jarang disebabkan oleh basil gram negatif dan virus. Peritonitis primer jarang ditemukan.5

Biasanya terjadi pada masa anak-anak dengan sindrom nefrotik atau sirosis hati. Tidak ada sumber infeksi pada intra peritoneal. Lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Kuman masuk melalui aliran darah atau alat genital. Rasa sakit dan lemas, ada dehidrasi, dan nyeri tekan. Otot abdomen tegang, terdapat kembung serta bunyi peristaltik usus sulit ditemukan.5

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Spesifik : misalnya Tuberculosis dan (2) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.5

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.5

Peritonitis sekunder adalah infeksi di dalam rongga peritoneum yang terjadi akibat ruptur organ intraabdomen atau perluasan abses. Pada anak-anak, penyebab tersering peritonitis sekunder adalah apendisitis. Penyebab lain adalah gangren usus, enterokolitis nekrotikans, dan perforasi gaster atau usus idiopatik. Organisme penyebab peritonitis adalah flora normal saluran gastrointestinal (GI) atau polimikrobial. Peritonitis sekunder dapat juga terjadi karena komplikasi pirau ventrikuloperitoneal dan pada pasien yang mendapat dialisis peritoneal. Penyebab peritonitis pada pasien-pasien ini adalah Staphlococcus epidermidis.6

Kuman yang masuk banyak, biasa dari GIT dan imun klien, kuman campuran, aerob dan anaerob, adanya sumber infeksi intra peritoneal; appendiksitis, divertikkulitis, salpingitis, kolesistitis, pankreasitis dan sebagainya. Dapat dari trauma yang menyebabkan rupture pada GIT atau perforasi setelah endoskopi, biopsy, atau polipektomi endoskopik. Dapat terjadi keganasan GIT. Tertelan benda asing dan tajam. Sangat nyeri. Tidak berani bergerak saat tidur serta napas pende. Awalnya tensi turun sedikit dan nadi lebih cepat, kemudian masuk dalam renjatan dengan nadi kecil dan lebih cepat.5

Tabel 1. Bakteri Penyebab pada Peritonitis Sekunder.7

Peritonitis tersier. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urin. Biasanya disebabkan oleh sistem imun tubuh yang menurun. Jadi merupakan suatu kekambuhan.5Etiologi

Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli).9

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar.9

Penyebab terjadinya peritonitis adalah invansi kuman bakteri ke rongga peritoneum. Kuman yang paling sering menyebabkan infeksi , meliputi gram negative : E. coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%, Pseudomonas species, Proteus species, gram negative lainnya (20%) dan bakteri gram positif seperti Streptococcus pneumonia(15%), jenis Streptococcus lainnya (15%) dan golongan Staphylococcus (3%). Mikroorgnaisme anaerob kurang dari 5%.9

Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi usus seperti ruptur appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang iritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.10 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.9

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.9

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.9

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.9

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.9

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.9

Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum.9Manifestasi Klinis

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.5,9

Nyeri dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan secara tepat letaknya dengan jari. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa rabaan, tekanan, rangsang kimiawi, atau proses radang. Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsangan peritoneum dan menyebabkan nyeri. Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri.5,9

Setiap gerakan penderita, baik berupa gerak tubuh maupun gerak napas yang dalam atau batuk, juga akan menambah rasa nyeri sehingga penderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk tidak bergerak, bernapas dangkal, dan menahan batuk.9Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi peritonitis adalah (1) penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, (2) terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karen pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penisilin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spektrum luas, seperti ampisilin.1,5,9

(3) terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Anti emetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.5

(4) tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses.5

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan antara lain: pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani). Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika. Pada Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.5

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu trasnfusi darah dilakukan.9

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri. Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) kontrol infeksi yang terjadi, (2) membersihkan bakteri dan racun, (3) memperbaiki fungsi organ, dan (4) mengontrol proses inflamasi.9Prognosis

Angka mortalitas umumnya adalah 40%. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis, antara lain: (1) jenis infeksinya/penyakit primer, (2) durasi/lama sakit sebelum infeksi, (3) keganasan, (4) gagal organ sebelum terapi, (5) gangguan imunologis, (6) usia dan keadaan umum penderita.5

Keterlambatan penanganan 6 jam meningkatkan angka mortalitas sebanyak 10-30%. Pasien dengan multipel trauma 80% pasien berakhir dengan kematian. Peritonitis yang berlanjut, abses abdomen yang persisten, anstomosis yang bocor, fistula intestinal mengakibatkan prognosis yang jelek.5Komplikasi

Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan, kematian dimeja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak adekuat.11

Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi eksplorasi membutuhkan perawatan intensif yang lebih lama. Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia akibat pemasangan ventilator, hingga sepsis.11 Kesimpulan

Pria berusia 20 tahun dengan keluhan utama nyeri perut yang hebat disertai dengan demam yang naik turun, tinggi terutama malam hari didiagnosis mengalami peritonitis et cauca perforasi tifoid. Distensi abdomen yang didapatkan dari pemeriksaan fisik adalah tanda khas yang biasa dijumpai pada kasus peritonitis. Serta demam yang naik turun, dan terutama meninggi di malam hari juga merupakan tanda khas pada demam tifoid.Daftar Pustaka1. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2003. h. 489.

2. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 42-3.

3. Sabiston DC. Buku ajar bedah bagian I. Jakarta: EGC; 2003. h. 491-2.4. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2002. h. 367-75.5. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku-ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2004. h. 430-6.6. Schwartz, William M . Pedoman klinis pediatri. Jakarta : EGC; 2004. h. 145-6.

7. Baue AE, Faist E, Fry DE. Multiple organ failure. Madras: Scientific Publishing Services (P) Ltd; 2003. p. 264.8. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2003. h. 144.9. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC, 2006.10. Muttaqin, Ari. Gangguan gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika; 2010. h. 77-911. Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. Kapita selekta gastroenterologi anak. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 102.15