LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR
MODUL 3
Modulus Young
Disusun Oleh:
Nama : Fransisca Ariela
NPM : 240210130108
Kelompok / Shift : 6 / TIP B2
Hari / Tanggal : Kamis, 14 November 2013
Waktu : Pukul 10.00 – 12.00 WIB
Asisten : Fredy Agil Raynaldo
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jika memperhatikan suatu kawat yang ditarik, terjadi perubahan pada
panjang kawat tersebut. Ketika diberi gaya (tarikan) lagi secara terus menerus,
kawat tersebut akan patah. Begitu juga pada tali kenur yang digantungi beban
akan semakin memanjang seiring dengan bertambahnya beban yang diberikan
pada tali tersebut sampai pada akhirnya tali itu putus.
Kedua fenomena diatas menunjukkan bahwa setiap benda memiliki ukuran
atau nilai elastisitas yang berbeda satu sama lain. Keelastisitasan ini juga memiliki
batasan tertentu dimana benda sudah tidak bisa lagi meregang, batas ini disebut
titik fraktur (patah/putus).
Dalam ilmu fisika, Modulus Young digunakan untuk menentukan nilai
keelastisan dari sebuah benda. Modulus Young dapat diartikan secara sederhana
yaitu perbandingan besaran tegangan tarik dan regangan tarik. Sifat elastisitas
suatu bahan dapat dinyatakan dalam hubungan antara tegangan dan regangan.
Sebuah bahan berada dalam kesetimbangan bila ditarik oleh dua buah gaya yang
besarnya sama tetapi arahnya berbeda.
Bila sebuah gaya F berhenti bekerja pada bahan, tetapi panjang bahan
tersebut kembali ke asalnya, maka bahan tersebut dapat disebut elastis. Hubungan
antara besaran tegangan dengan regangan tariknya disebut Modulus Young.
Hubungan antara besar tegangan dengan regangan tarik pada umumnya linier.
Dalam daerah hubungan ini bahan memenuhi Hukum Hooke. Hukum Hooke
sendiri berbunyi, “Jika gaya tarik tidak melampui batas elastis pegas, maka
pertambahan panjang pegas berbanding lurus (sebanding) dengan gaya tariknya”.
1.2. Tujuan
Praktikan diharapkan mampu:
1. Menyelesaikan soal-soal sehubungan dengan penerapan Modulus Young.
2. Menentukan Modulus Young suatu bahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Modulus Young
Modulus Young, disebut juga dengan modulus tarik adalah ukuran kekakuan
suatu bahan elastis yang merupakan ciri dari suatu bahan. Modulus Young
didefinisikan sebagai rasio tegangan dalam sistem koordinat kartesian terhadap
regangan sepanjang aksis pada jangkauan tegangan di mana hukum Hooke
berlaku. Dalam mekanika benda padat, kemiringan (slope) pada kurva tegangan-
regangan pada titik tertentu disebut dengan modulus tangen. Modulus tangen dari
kemiringan linear awal disebut dengan modulus Young. Nilai modulus Young
bisa didapatkan dalam eksperimen menggunakan uji kekuatan tarik dari suatu
bahan. Pada bahan anisotropis, modulus Young dapat memiliki nilai yang berbeda
tergantung pada arah di mana bahan diaplikasikan terhadap struktur bahan.
Modulus Young dapat dinyatakan dalam rumus:
E=σε= F . Lo
A . ∆ L
Modulus Young memiliki satuan N/m2.
2.2. Elastisitas
Sifat elastis atau elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke
bentuk awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda itu
dihilangkan. Seperti pada sebuah pegas yang digantungi dengan beban pada salah
satu sisi ujungnya, akan kembali ke bentuk semula jika beban tersebut kita ambil
kembali. Contoh lainnya adalah ketapel dan karet gelang jika kita rentangkan
maka akan terjadi pertambahan panjang pada kedua benda tersebut, tapi jika gaya
yang bekerja pada kedua benda tersebut dihilangkan, maka kedua benda tersebut
akan kembali ke bentuk semula.
Benda yang tidak elastis adalah benda yang tidak kembali ke bentuk awalnya
saat gaya dilepaskan, misalnya saja pada adonan kue. Bila kita menekan adonan
kue, bentuknya akan berubah, tetapi saat gaya dilepaskan dari adonan kue
tersebut, maka adonan kue tidak dapat kembali ke bentuk semula.
2.3. Tegangan
Tegangan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya tarik (F) yang
dikerjakan pada benda dengan luas penampangnya atau dapat juga didefinisikan
sebagai gaya per satuan luas. Tegangan dapat dinyatakan dalam rumus:
σ= FA
=Gaya yangdiberikanLuas penampang
Tegangan merupakan besaran skalar yang memiliki satuan N/m2 atau Pascal
(Pa).
Tegangan dibagi menjadi 3 jenis yaitu tegangan tarik, tegangan tekan, dan
tegangan geser. Tegangan tarik terjadi apabila pada suatu luas penampang A
diberikan gaya tarik sebesar F akan menarik panjang batang dari panjang awal Lo
menjadi panjang akhir L. Pada tegangan tekan, kedua ujung benda akan
mendapatkan gaya yang sama besar dan berlawanan arah. Walaupun pemberian
gaya dilakukan di ujung-ujung benda, seluruh benda akan mengalami peregangan
karena tegangan yang diberikan tersebut. Berbeda halnya dengan tegangan tarik,
tegangan tekan berlawanan langsung dengan tegangan tarik. Materi yang diberi
gaya bukannya ditarik, melainkan ditekan sehingga gaya-gaya akan bekerja di
dalam benda. Tegangan yang ketiga adalah tegangan geser. Benda yang
mengalami tegangan geser memiliki gaya-gaya yang sama dan berlawanan arah
yang diberikan melintasi sisi-sisi yang berlawanan.
2.4. Regangan
Regangan didefinisikan sebagai hasil bagi antara pertambahan panjang ∆L
dengan panjang awalnya L atau perbandingan perubahan panjang dengan panjang
awal. Regangan dirumuskan oleh:
ϵ= ∆ LL
= Perubahan panjangPanjang awal
Karena pertambahan panjang ∆L dan panjang awal L memiliki besaran yang
sama, maka regangan ϵ tidak memiliki satuan atau dimensi.
2.5. Hukum Hooke
Hukum Hooke adalah hukum atau ketentuan mengenai gaya dalam bidang
ilmu fisika yang terjadi karena sifat elastisitas dari sebuah pir atau pegas.
Besarnya gaya Hooke ini secara proporsional akan berbanding lurus dengan jarak
pergerakan pegas dari posisi normalnya, atau lewat rumus matematis dapat
digambarkan sebagai berikut:
F = - k . x
Keterangan:
F adalah gaya (dalam unit newton)
k adalah konstanta pegas (dalam newton per meter)
x adalah jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya (dalam unit meter).
Persamaan ini sering dikenal sebagai persamaan pegas dan merupakan hukum
hooke. Hukum ini dicetuskan oleh paman Robert Hooke (1635-1703). k adalah
konstanta dan x adalah simpangan. Tanda negatif menunjukkan bahwa gaya
pemulih alias F mempunyai arah berlawanan dengan simpangan x. Ketika kita
menarik pegas ke kanan maka x bernilai positif, tetapi arah F ke kiri (berlawanan
arah dengan simpangan x). Sebaliknya jika pegas ditekan, x berarah ke kiri
(negatif), sedangkan gaya F bekerja ke kanan. Jadi gaya F selalu bekeja
berlawanan arah dengan arah simpangan x. k adalah konstanta pegas. Konstanta
pegas berkaitan dengan elastisitas sebuah pegas. Semakin besar konstanta pegas
(semakin kaku sebuah pegas), semakin besar gaya yang diperlukan untuk
menekan atau meregangkan pegas. Sebaliknya semakin elastis sebuah pegas
(semakin kecil konstanta pegas), semakin kecil gaya yang diperlukan untuk
meregangkan pegas. Untuk meregangkan pegas sejauh x, kita akan memberikan
gaya luar pada pegas, yang besarnya sama dengan F = +kx. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa x sebanding dengan gaya yang diberikan pada benda.
Jika sebuah benda diberikan gaya maka hukum Hooke hanya berlaku
sepanjang daerah elastis sampai pada titik yang menunjukkan batas hukum hooke.
Jika benda diberikan gaya hingga melewati batas hukum hooke dan mencapai
batas elastisitas, maka panjang benda akan kembali seperti semula jika gaya yang
diberikan tidak melewati batas elastisitas. Hukum Hooke tidak berlaku pada
daerah antara batas hukum hooke dan batas elastisitas. Jika benda diberikan gaya
yang sangat besar hingga melewati batas elastisitas, maka benda tersebut akan
memasuki daerah plastis dan ketika gaya dihilangkan, panjang benda tidak akan
kembali seperti semula; benda tersebut akan berubah bentuk secara tetap. Jika
pertambahan panjang benda mencapai titik patah, maka benda tersebut akan
patah.
Setiap panjang pegas ketika diberi gaya tarik dengan panjang awalnya disebut
pertambahan panjang. Jika dibuat grafik gaya terhadap perubahan, maka akan
didapat grafik berbentuk garis linear.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
1. Dua utas kawat sebagai alat percobaan yang hendak diukur
pelenturannya.
2. Perangkat baca skala utama dan nonius berfungsi untuk menunjukkan
pelenturan.
3. Seperangkat beban sebagai alat untuk memberi beban pada percobaan.
4. Mistar panjang berfungsi untuk mengukur panjang kawat.
5. Mikrometer sekrup berfungsi untuk mengukur diameter kawat.
3.2. Prosedur
1. Menggantung kedua utas kawat serta perangkat pembaca. Membebani
kedua kawat tersebut dengan beban yang tidak terlalu besar agar kawat
menjadi lurus.
2. Mengukur panjang salah satu kawat yang akan ditentukan Modulus
Youngnya.
3. Mengukur diameter kawat.
4. Mencatat kedudukan skala nonius terhadap skala.
5. Menambahi beban pada salah satu kawat berturut-turut dengan
penambahan massa 0,5 kg pada setiap penambahan beban.
6. Mencatat kedudukan noniusnya pada setiap penambahan beban, kira-kira
10 detik.
7. Melakukan penambahan beban sampai 3 kg.
8. Menghitung pertambahan panjang untuk tiap penambahan beban.
9. Mengurangi beban berturut-turut dengan pengurangan massa 0,5 kg pada
setiap pengurangan bebannya setelah selesai penambahan beban.
10. Setiap pengurangan beban, kira-kira 10 detik kemudian kembali mencatat
kedudukan noniusnya.
11. Menghitung panjang kawat untuk tiap pengurangan beban.
12. Menghitung tegangan tarik dan regangan tarik pada setiap langkah
penambahan dan pengurangan beban.
13. Membuat grafik hubungan antara tegangan tarik dan regangan tarik.
14. Menentukan modulus Young dari grafik tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Data Pengamatan
Panjang Kawat (L) = (40,5 . 10-2 ± 0,05 . 10-2) m
Jari-jari kawat (r) = (0,2 . 10-2 ± 0,05 . 10-2) m
Luas Penampang Kawat ( A=π r 2 ) = (1,256 . 10-5 ± 0,5 . 10-2) m2
Skala Nonius Awal (L0) = (7,7 . 10-2 ± 0,5 . 10-2) m
Tabel 1. Penambahan Beban
m ± 0,05 .
10-3
(kg)
F =
m.g
(N)
LT
(m)
∆ L=LT−¿ L0¿
(m)
Tegangan =
FA
N/m2
Regangan
= ∆ LL
E = FA
.L0
∆ LErata-rata
(N/m2)
0,5 4,89 8,2 x10−2 0,5 x10−2 3,893 x105 0,962 x10−2 4,049 x 107
5,369 x 107
1,0 9,78 8,6 x 10−2 0,9 x10−2 7,786 x105 1,73 x10−2 4,501 x107
1,5 14,67 9 x10−2 1,3 x10−2 11,679 x 105 2,5 x10−2 4,672 x107
2,0 19,56 9 x10−2 1.3 x10−2 15,716 x105 2,5 x10−2 6,286 x107
2,5 24,45 9,4 x 10−2 1,7 x10−2 19,466 x105 3,269 x10−2 5,955 x107
3,0 29,34 9,5 x10−2 1,8 x10−2 23,359 x105 3,461 x10−2 6,749 x107
Perhitungan Tabel Penambahan Beban:
Tegangan
σ1 = FA
= 4,89
0,00001256 = 3,893 x 105 N/m2
σ2= FA
= 9,78
0,00001256 = 7,786 x 105 N/m2
σ3 = FA
= 14,67
0,00001256 = 11,679 x 105 N/m2
σ4 = FA
= 19,56
0,00001256 = 15,716 x 105 N/m2
σ5 = FA
= 24,45
0,00001256 = 19,466 x 105 N/m2
σ6 = FA
= 29,34
0,00001256 = 23,359 x 105 N/m2
Regangan
ϵ 1 = ∆ LL
= 0,0050,405
= 0,962 x 10-2
ϵ 2 = ∆ LL
= 0,0090,405
= 1,73 x 10-2
ϵ 3 = ∆ LL
= 0,0130,405
= 2,5 x 10-2
ϵ 4 = ∆ LL
= 0,0130,405
= 2,5 x 10-2
ϵ 5 = ∆ LL
= 0,0170,405
= 3,269 x 10-2
ϵ 6 = ∆ LL
= 0,0180,405
= 3,461 x 10-2
Modulus Young
E1 = σ 1ϵ 1
= 3893000,00962
= 4,049 x 107 N/m2
E2 = σ 2ϵ 2
= 7786000,0173
= 4,501 x107 N/m2
E3 = σ 3ϵ 3
= 1167900
0,025 = 4,672 x107 N/m2
E4 = σ 4ϵ 4
= 1571600
0,025 = 6,286 x107 N/m2
E5 = σ 5ϵ 5
= 19466000,03269
= 5,955 x107 N/m2
E6 = σ 6ϵ 6
= 23359000,03461
= 6,749 x107 N/m2
<E> = 5,369 x 107 N/m2
Tabel 2. Pengurangan Beban
m ± 0,05 .
10-3
(kg)
F =
m.g
(N)
LT
(m)
∆ L=LT−¿ L0¿
(m)
Tegangan =
FA
(Nm
)
Regangan
= ∆ LL
E = FA
.L0
∆ L
Erata-rata
(N/m2)
3,0 29,34 9,5 x10−2 1,8 x10−2 23,359 x105 3,461 x10−2 6,749 x107
4,788 x 107
2,5 24,45 9,3 x10−2 1,6 x10−2 19,466 x105 3,076 x10−2 6,328 x107
2,0 19,56 9,1 x10−2 1,4 x 10−2 15,716 x105 2,692 x10−2 5,838 x107
1,5 14,67 9 x10−2 1.3 x10−2 11,769 x 105 2,5 x10−2 4,672 x107
1,0 9,78 9 x10−2 1,3 x10−2 7,786 x105 2,5 x10−2 3,114 x107
0,5 4,89 8,7 x 10−2 1,0 x10−2 3,893 x105 1,923 x10−2 2,024 x 107
Perhitungan Tabel Pengurangan Beban:
Tegangan
σ1 = FA
= 29,34
0,00001256 = 23,359 x 105 N/m2
σ2= FA
= 24,45
0,00001256 = 19,466 x 105 N/m2
σ3 = FA
= 19,56
0,00001256 = 15,716 x 105 N/m2
σ4 = FA
= 14,67
0,00001256 = 11,679 x 105 N/m2
σ5 = FA
= 9,78
0,00001256 = 7,786 x 105 N/m2
σ6 = FA
= 4,89
0,00001256 = 3,893 x 105 N/m2
Regangan
ϵ 1 = ∆ LL
= 0,0180,405
= 3,461 x 10-2
ϵ 2 = ∆ LL
= 0,0160,405
= 3,076 x 10-2
ϵ 3 = ∆ LL
= 0,0140,405
= 2,692 x 10-2
ϵ 4 = ∆ LL
= 0,0130,405
= 2,5 x 10-2
ϵ 5 = ∆ LL
= 0,0130,405
= 2,5 x 10-2
ϵ 6 = ∆ LL
= 0,0100,405
= 1,923 x 10-2
Modulus Young
E1 = σ 1ϵ 1
= 23359000,00962
= 6,749 x107 N/m2
E2 = σ 2ϵ 2
= 19466000,0173
= 6,328 x107N/m2
E3 = σ 3ϵ 3
= 1571600
0,025 = 5,838 x107 N/m2
E4 = σ 4ϵ 4
= 1167900
0,025 = 4,672 x107 N/m2
E5 = σ 5ϵ 5
= 7786000,03269
= 3,114 x107 N/m2
E6 = σ 6ϵ 6
= 3893000,03461
= 2,024 x 107 N/m2
<E> = 4,788 x 107 N/m2
Δ<E> = <E>penambahan - <E>pengurangan
= 5,369 x 107 – 4,788 x 107 = 0,581 x 107 N/m2
4.1.2. Grafik Tegangan terhadap Regangan
0.00962
0.01730.025
0.025
0.03269
0.034610
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
Grafik Penambahan Beban
Grafik Penambahan Beban
Gambar 1. Grafik Tegangan terhadap Regangan Saat Penambahan Beban
Untuk mendapatkan nilai y = Bx + A dan r, diperlukan bantuan kalkulator.
Dari perhitungan kalkulator, didapat nilai :
A = -447863,3754
B = 7542269,3
r = 0,9724378718 ≈ 0,972
Dari data di atas, persamaan garis pada grafik penambahan beban yaitu
y = 7542269,3x – 447863,3754
Berdasarkan tabel penambahan beban, nilai modulus Young rata-rata
didapatkan sebesar 5,369 x 107. Hasil yang didapatkan ini cukup akurat karena
nilai keakuratannya mendekati angka 1 yaitu 0,972.
0.019230.025
0.025
0.02692
0.03076
0.034610
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
Grafik Pengurangan Beban
Grafik Pengurangan Beban
Gambar 2. Grafik Tegangan terhadap Regangan Saat Pengurangan Beban
Untuk mendapatkan nilai y = Bx + A dan r, diperlukan bantuan kalkulator.
Dari perhitungan kalkulator, didapat nilai :
A = -2222101,02
B = 133249790,2
r = 0,9683539814 ≈ 0,968
Dari data di atas, persamaan garis pada grafik penambahan beban yaitu
y = 133249790,2x – 2222101,02
Berdasarkan tabel penambahan beban, nilai modulus Young rata-rata
didapatkan sebesar 4,788 x 107. Hasil yang didapatkan ini cukup akurat karena
nilai keakuratannya mendekati angka 1 yaitu 0,968.
4.2. Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap tegangan dan regangan
pada suatu kawat. Perlakuan pada kawat mencakup dua hal yaitu menambah
beban pada kawat dan mengurangi beban pada kawat. Semakin besar beban yang
digunakan maka pertambahan panjang kawat akan semakin besar pula. Hal
tersebut berarti bahwa tegangan tarik dipengaruhi oleh gaya berat yang bekerja
pada kawat tersebut.
Berdasarkan hasil praktikum, didapat data berupa tabel dan grafik. Tiap
perlakuan menghasilkan data yang berbeda sesuai dengan beban yang dipakai.
Hasil yang didapat ketika penambahan dan pengurangan beban memiliki nilai
yang berbeda. Nilai modulus Young saat penambahan beban yaitu 5,369 x 107,
sedangkan nilai modulus Young pengurangan beban yaitu 4,788 x 107. Hal ini
menunjukkan penyimpangan, karena seharusnya nilai antara penambahan dan
pengurangan adalah sama. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain karena keelastisitasan kawat yang berkurang,
kesalahan pembacaan skala atau bahkan kerusakan pada alat yang digunakan.
Perhitungan modulus Young menggunakan kalkulator menunjukkan hasil
yang berbeda pula saat penambahan dan pengurangan beban. Semakin besar
modulus Young maka semakin sulit suatu benda untuk merentang dalam pengaruh
gaya yang sama. Hal ini disebabkan oleh nilai modulus Young dipengaruhi oleh
tegangan tarik dan regangan tarik terhadap benda. Apabila regangan tarik pada
suatu benda kecil, maka modulus Young akan besar dan begitu pun sebaliknya.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Pipa U ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu:
Modulus Young pada suatu benda terjadi ketika suatu benda diberi gaya
sehingga menimbulkan tegangan tarik dan regangan tarik.
Regangan dipengaruhi oleh panjang awal benda dan juga pertambahan
panjang benda, sedangkan tegangan dipengaruhi oleh gaya berat dan luas
permukaan bahan.
Semakin elastis bahan, maka panjang regangan bahan tersebut akan
semakin besar dan memperkecil nilai modulus Young.
Penyimpangan yang terjadi pada hasil percobaan diduga disebabkan
karena keelastisitasan kawat yang berkurang, kesalahan pembacaan skala,
maupun karena kerusakan alat yang digunakan.
5.2. Saran
Diharapkan para praktikan memahami materi yang akan dipraktikumkan
sebelum melakukan percobaan untuk memperlancar kegiatan praktikum.
Perlu diperhatikan kecermatan praktikan saat menghitung hasil
pengamatan agar hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriawarman, Angga. Hukum Hooke dan Elastisitas.
http://fisikabisa.wordpress.com/2011/02/04/hukum-hooke-dan-elastisitas/
(Diakses pada tanggal 17 November 2013, pukul 11.34)
Handayani, Meri. Modulus Young.
http://kitacintafisika.blogspot.com/2010/07/modulus-young.html
(Diakses pada tanggal 17 November 2013, pukul 11.23)
Kanginan, Marthen.2004. Fisika untuk SMA Kelas XI. Bandung: Erlangga
Sears, Francis Weston dan Mark W. Zemansky. 1984. Fisika Untuk
Universitas 1. Bandung: Binacipta.
Wikipedia. Hukum Hooke. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Hooke (Diakses
pada tanggal 17 November 2013, pukul 11.29)
Wikipedia. Modulus Young. http://id.wikipedia.org/wiki/Modulus_Young
(Diakses pada tanggal 17 November 2013, pukul 11.13)
Zaida. 2012. Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Bandung: Fakultas Teknologi
Industri Pertanian Universitas Padjadjaran