1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktek keperawatan di Indonesia sering kali diasumsikan sama dengan praktek
kedokteran, baik oleh masyarakat atau perawat itu sendiri. Penyebab utama hal ini adalah
kurangnya pengetahuan tentang praktek keperawatan profesional dan seringkali
dilatarbelakangi oleh motif ekonomi yang menjadikan praktek tersebut sebagai lahan
bisnis. Karena faktor ekonomi itu, maka timbul berbagai penyimpangan, di antaranya
pemberian resep yang padahal itu menjadi tugas seorang dokter bukan perawat dan
memperkerjakan tamatan SMU sebagai asistennya padahal menurut Peraturan Mentri
Kesehatan RI, praktik keperawatan hanya diperbolehkan melalui kerja sama beberapa
orang perawat dengan jenjang pendidikan minimal DIII.
1.2 Definisi Masalah
Dorongan faktor ekonomi mempengaruhi profesionalisme keperawatan.
1.3 Analisis Masalah
1. Keperawatan sebagai profesi
2. Peran perawat
3. Etika dan praktik keperawatan
4. Implikasi legal dalam praktik keperawatan
1.4 Hipotesis
Dorongan faktor ekonomi mempengaruhi profesionalisme keperawatan, sehingga
timbul ketidakpedulian perawat terhadap aspek legal dalam praktik keperawatan.
1.5 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Tujuan umum yaitu:
Memberi penjelasan mengenai Standar Profesionalisme Praktik Keperawatan
2
2. Tujuan khusus yaitu:
a. Menjelaskan keperawatan sebagai profesi:
a) Pengertian keperawatan dan profesionalisme
b) Praktik keperawatan dan setting praktik keperawatan
c) Peran organisasi profesi
b. Menjelaskan peran perawat
a) Peran dan fungsi perawat
b) Peran perawat dalam tim kesehatan
c) Pengaruh sosial terhadap praktik keperawatan
c. Menjelaskan etika dan praktik keperawatan
a) Etika keperawatan dan kode etik keperawatan
b) Prinsip moral dalam keperawatan
c) Teori moral
d) Masalah moral dalam keperawatan
e) Penyelesaian masalah moral dalam keperawatan
d. Menjelaskan implikasi legal dalam dalam praktik keperawatan
a) Batasan legal dan professional keperawatan
b) Tanggung gugat perawat
c) Aspek legal dalam keperawatan
d) Isu legal dalam keperawatan
e) Regulasi keperawatan di Indonesia
1.6 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan dengan cara mengumpulkan LTM dari masing-msing
anggota kelompok lalu menganalasisnya dengan tepat. LTM disusun melalui studi
pustaka dari buku-buku ilmu pengetahuan mengenai Standar Profesionalisme Praktik
Keperawartan.
1.7 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab dengan sistematika sebagai berikut (1) BAB I merupakan
pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan; (2) BAB II merupakan tinjuan pustaka; (3)
BAB III merupakan pembahasan kasus; (4) BAB IV merupakan penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan sebagi Profesi
Keperawatan telah mengalami beberapa pergeseran di beberapa aspek (Kusnanto,
2003). Misalnya persepsi keperawatan sebagai pekerjaan bersifat vokasional secara bertahap
sudah diterima sebagai suatu profesi (professional). Keperawatan pun yang dahulunya belum
jelas ruang lingkup dan batasannya sekarang mulai berkembang. Para pencetus teori
keperawatan seperti Florance Nightingale, Imogene King, Virginia Henderson dan
sebagainya juga memberikan pengertian keperawatan di dalam teorinya. Pada lokakarya
Nasional tentang keperawatan yang dilaksanakan di Jakarta pada Januari 1983 disepakati
pengertian keperawatan sebagai berikut:
“Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia.” (Kusnanto, 2003)
Berdasarakan Surat Keputusan Menteri Negara Perdagangan Aparatur Negara Nomor
94/MENPAN/1986, tanggal 4 November 1986, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
tenaga perawatan adalah pegawai negeri sipil yang berijazah perawatan yang diberi tugas
secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat pada unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan unit pelayanan
kesehatn lainnya), (dikutip dari Priharjo, 1995).
Keperawatan merupakan profesi yang dilandasi oleh profesionalitas. Ellis dan Hartley
menjelaskan ciri-ciri pekerja profesional yang diambil dari Public Law 93-360 sebagai
berikut.
1. Setiap pekerja yang bekerja (a) mengutamakan intelektual dan memiliki ciri khas
yang bervariasi sehingga tidak bekerja berdasarkan rutinitas fisik, mekanik, pedoman,
dan mental; (b) melakukan latihan pembuatan keputusan dan kebijakan tindakan
secara teratur; (c) mempunyai ciri dimana produksi atau hasil kerja yang tidak dapat
distandarisasi dalam hubungannya dengan waktu yang diberikan; (d) memerlukan
pengetahuan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang maju atau pendidikan yang
4
diperoleh yang diperoleh dari suatu pendidikan jangka panjang dengan instruksional
intelektual khusus dan pendidikan di institusi pendidikan tinggi atau runah sakit.
2. Setiap pekerja yang telah menyelesaikan pendidikan dengan instruksi intelektual
khusus dan pendidikan seperti yang disebutkan dalam pernyataan “(d)” dan “(b)”
yang menjalankan pekerjaan di bawah supervisi pekerja profesional seperti yang telah
dijelaskan pada poin pertama. (Ellis dan Hartley, 1980 dalam Priharjo 1995)
Keperawatan juga merupakan profesi unik dalam membantu memenuhi kebutuhan
dan kemandirian klien (Henderson dalam Potter&Perry, 2009). Profesi unik berarti memiliki
perbedaan dengan profesi-profesi lainnya sehingga menjadi karakter atau ciri khas tersendiri.
Profesi keperawatan memilki ciri khas yang menjadi fokus utama dari seluruh proses
keperawatan. Ciri tersebut adalah caring dan profesionalisme sebagai inti dari pemberian
asuhan keperawatan.
Praktik keperawatan profesional mengandung arti praktik yang dilakukan perawat
profesional, yaitu perawat lulusan program baccalaureate keperawatan (rata-rata empat tahun
pendidikan di universitas) atau lulusan pendidikan keperawatan lebih tinggi. walaupun
perawat profesional mungkin mengerjakan berbagai tugas keterampian teknik, namun
kemampuan dan potensinya mencerminkan ruang kingkup pengetahuan yang berdasarkan
kurikulum S1 keperawatan (Kohne, dkk., 1974 dalam Priharjo, 1995).
Keparawatan sebagai suatu profesi juga memiliki organisasi profesi. Organisasi
profesi ini memiliki kontribusi dalam konsep tentang profil profesi, rincian kompetensi,
standar kompetensi, serta mekanisme untuk memperoleh kompetensi tersebut, baik melalui
pendidikan formal maupun pengalaman praktik, evaluasi, dan sertifikasinya (Nursalam,
2008). Konsep ini kemudian dituangkan dalam undang-undang yang nantinya akan mengatur
profesi tersebut. Rumusan kompetensi tidak hanya menyangkut profil keperawatan dan
kompetensinya, tetapi juga norma dan kode etik profesi tersebut.
Organisasi profesi memilki empat peran, yaitu: (Ali, 2002)
1. Pembina, pengembang dan pengawas terhadap mutu pendidikan keperawatan
2. Pembina, pengembang dan pengawas terhadap pelayanan kperawatan
3. Pembina serta pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
4. Pembina, pengembang dan pengawas terhadap kehidupan profesi
5
Organisasi keperawatan juga berperan dalam menghadapi isu-isu yang mengacu pada
praktik keperawatan professional. Dalam pelaksanaan peran organisasi profesi, organisasi
profesi memilki fungsi yaitu sebagai berikut: ( Ali, 2002)
1. Bidang pendidikan keperawatan
a. Menetapkan standar pendidikan keperawatan.
b. Mengembangkan pendidikan keperawatan berjenjang berlanjut.
2. Bidang pelayanan keperawatan
a. Menetapkan standar profesi keperawatan.
b. Memberikan izin praktik.
c. Memberikan registrasai tenaga keperawatan.
d. Menyusun dan memberlakukan kode etik keperawatan.
3. Bidang IPTEK
a. Merencanakan, melaksanankan, dan mengawasi riset keperawatan.
b. Merencanakan, melaksanankan, dan mengawasi perkembangan IPTEK dalam
keperawatan.
4. Bidang kehidupan profesi
a. Membina serta mengawasi organisasi profesi.
b. Membina kerja sama dengan pemerintah, masyarakat, profesi lain, dan antar
anggota.
c. Membina kerja sama dengan organisasi profesi sejenis dengan negara lain.
d. Membina, mengupayakan, dan mengawasi kesejahteraan anggota.
B. Peran Perawat
Perawat profesional menjalankan fungsi dalam kaitannya dalam berbagai peran
pemberi perawatan, pembuat keputusan klinis, pelindung dan advokat bagi klien, manajer
kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan, komunikator, dan pendidik. Berikut akan
6
dijelaskan dan dijabarkan lebih lanjut mengenai peran perawat profesional : (Potter & Perry,
2005)
1. Pemberi perawatan, sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu
klien mendapatkan kembali status kesehatan yang diinginkannya melalui proses
penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien
secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan
sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam
menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energi dan
waktu yang minimal
2. Pembuat keputusan klinis, sebelum melakukan tindakan keperawatan, baik dalam
pengkajian kondisi klien, pemberi perawatan dan mengevaluasi hasil, perawat
menyusun rencana tindakan dengan menetapkan pendekatan yang terbaik bagi
setiap kliennya. Perawat dapat membuat keputusan ini sendiri ataupun
berkolaborasi dengan klien dan keluarganya. Dalam setiap situasi ini pula,
perawat bekerjasama dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan
profesional lainnya ( Keeling dan Ramos 1995, dalam Potter Perry 2005)
3. Pelindung dan advokat klien, sebagai pelindung, perawat membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi dari kemungkinan efek
yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostik/pengobatan. Sedangkan
sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara
hukum, serta membantu klien dalam menyatakan haknya bila dibutuhkan. Perawat
juga melindungi hak klien melalui cara dengan menolak tindakan yang dapat
membahayakan klien.
4. Manajer Kasus, perawat mengkoordinasi aktivitas anggota tim kesehatan lain,
misalnya ahli gizi dan ahli terapi fisik, ketika mengatur kelompok yang
memberikan perawatan pada klien. Selain itu perawat juga mengatur waktu kerja
dan sumber yang tersedia di tempat kerjanya.
5. Rehabilitator, rehabilitasi merupakan proses dimana individu kembali pada tingkat
fungsi yang maksimal setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan
ketidakberdayaan lainnya. Rentang aktivitas rehabilitatif seperti mengajar klien
berjalan dengan menggunakan kruk sampai membantu klien mangatasi perubahan
gaya hidup yang berkaitan dengan penyakit kronis.
7
6. Pemberi kenyamanan, perawat dapat memberikan kenyamaanan dengan
mendemonstrasikan perawatan pada klien sebagai individu yang memiliki
perasaan dan kebutuhan yang unik. Sebagai pemberi kenyamanan, perawat
sebaiknya membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan
memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya
7. Komunikator, keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga,
antar sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan
komunitas. Kualitas komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam
memenuhi kebutuhan individu, keluarga, dan komunitas.
8. Penyuluh, perawat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang
kesehtan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai
apakah klien memahami hal-hal yang dijelaskan, dan mengevaluasi kemajuan
dalam pembelajaran.
9. Peran karier, berkarier merupakan kebalikan dari semuanya, dimana perawat
ditempatkan di posisi jabatan tertentu. Kesempatan bekerja bagi perawat
meningkat, perkembangan perawat sebagai profesi dan meningkatnya perhatian
pada kehlian dalam pekerjaan, maka profesi perawat menawarkan peran tambahan
dan kesempatan berkarier yang lebih luas
10. Perawat pendidik, bekerja terutama di sekolah keperawatan, departemen
pengembangan staf dari suatu lembaga perawatan kesehatan, dan departemen
pendidikan klien. Fokus utama dari perawat pendidik dalam departemen
pendidikan klien adalah mengajarkan klien yang sakit atau tidak mampu dan
keluarganya untuk melakukan perawatan mandiri di rumah.
Menurut Kusnanto (2004), terdapat tiga fungsi perawat, yaitu fungsi independen,
dependen, dan fungsi interdependen. Fungsi keperawatan mandiri (independen) yaitu
aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri dengan dasar
pengetahuan dan keterampilannya (contoh: perawat mempersiapkan perawatan khusus pada
mulut klien setelah mengkaji keadaan mulutnya). Sedangkan fungsi keperawatan
ketergantungan (dependen) yaitu aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas intruksi
dokter atau di bawah pengawasan dokter dalam melaksanakan tindakan rutin yang spesifik
(contoh: member injeksi antibiotic). Ketiga yaitu fungsi keperawatan koliboratif
(interdependen), yaitu aktivitas yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau tim
8
kesehatan lain (contoh: perawat dan ahli terapi pernapasan bersama-sama membuat jadwal
latihan pada klien).
C. Etika dan Praktik Keperawatan
Profesi keperawatan memiliki etika dan kode etik yang mengatur berjalannya profesi
tersebut. Etika dapat didefinisikan sebagai penentu tindakan yang baik, sedangkan kode etik
merupakan prinsip petunjuk yang disetujui oleh semua anggota suatu profesi (Potter&Perry,
2009). Adanya etika dan kode etik tersebut membatasi ruang lingkup profesi keperawatan
serta memisahkannya dari profesi medis lainnya.
Etika keperawatan memiliki istilah-istilah tertentu yang perlu diketahui oleh perawat.
Istilah-istilah tersebut yang pertama yaitu komitmen terhadap klien dalam pengambilan
keputusan terkait seluruh aspek pelayanan yang akan diberikan. Istilah kedua yaitu kebaikan
yang merupakan tindakan positif untuk membantu orang lain berupa dorongan atau
dukungan. Ketiga yaitu tidak memcederai atau melakukan tindakan yang dapat
membahayakan klien. Selanjutnya yautu keadilan, maksudnya adalah kejujuran dan sikap adil
dalam pemberian asuhan keperawatan dengan memandang semua klien secara sama. Yang
terakhir yaitu kesetiaan, yaitu persetujuan untuk menepati janji.
Kode etik keperawatan juga memiliki istilah-istilah tertentu yang harus dipahami oleh
perawat, yaitu:
1. Advokasi: dukungan yang diberikan perawat terhadap kesehatan, keamanan dan hak
klien.
2. Tanggung jawab: keinginan untuk melaksanakan kewajiban dan memenuhi janji.
Perawat bertanggung jawab terhadap seluruh tindakan yang dia lakukan pada
kliennya.
3. Akuntabilitas: tanggung gugat terhadap hasil dari tindakan yang diberikan. Perawat
harus mampu menjelaskan alasan atas tindakan yang dia lakukan.
4. Kerahasiaan: perawat tidak diperkenankan menyalin data atau membagi informasi
tanpa seizin klien.
Fungsi Kode Etik Perawat Kode etik perawat yang berlaku saat ini berfungsi sebagai
landasan bagi status professional. Kode etik perawat menunjukkan kepada masyarakat bahwa
perawat diharuskan memahami dan menerima kepercayaan dan tanggungjawab yang
9
diberikan kepada perawat oleh masyarakat. Kode etik menjadi pedoman bagi perawat untuk
berperilaku dan menjalin hubungan keprofesian sebagai landasan dalam penerapan praktek
etikal. Kode etik perawat menetapkan hubungan-hubungan profesional yang harus dipatuhi
yaitu hubungan perawat dengan pasien/klien sebagai advokator, perawat dengan tenaga
profesional kesehatan lain sebagai teman sejawat, dengan profesi keperawatan sebagai
seorang kontributor dan dengan masyarakat sebagai perwakilan dari asuhan kesehatan. Kode
etik perawat memberikan sarana pengaturan diri sebagai profesi.
Kode etik keperawatan Indonesia memiliki tanggung jawab yang kuat. Pertama, kode etik
tersebut berisi tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Kedua,
perawat memiliki tanggung jawab terhadapa tugas yang diembannya. Ketiga, tanggung jawab
terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya. Perawat senantiasa memelihara
hubungan baik antara sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam
memelihara kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh. Keempat, perawat memiliki tanggung jawab terhadap profesi
keperawatan. Yang terakhir, perawat memiliki tanggungjawab terhadap pemerintah, bangsa
dan negara.
Prinsip etis memberikan dasar untuk pemahaman umum mengenai bagaimana
individu dapat menetapkan sesuatu sebagai “baik” dalam situasi rumit. Teori moral yang
mencakup pengetahuan memberikan rangka kerja bagi seseorang dalam menetapkan dan
membedakan tindakan yangh baik dan tepat. Konsep moral dalam praktik keperawatan (Fry,
1991 dalam Suhaemi, 2004) yaitu:
1. Advokasi yang merupakan dukungan aktif terhadap setiap yang memiliki penyebab
atau dampak penting
2. Responsibilitas (tanggung jawab) dan akuntabilitas (tanggung gugat)
3. Loyalitas merupakan suatu konsep yang meliputi simpati peduli dan hubungan
timbale balik dengan pihak yang berhubungan dengan perawat secara professional.
Teori moral mencangkup bentuk pengetahuan yang kompleks dan luas yang melebihi
cakupan pendahuluan ini pada etik perawatan kesehatan. Ada dua teori moral yang
memainkan peran penting proses pertimbangan (Potter & Perry, 2005). Teori pertama atau
deontologi berfokus pada tindakan atau kewajiban yang harus dilakukan daripada hasil atau
konsekuensi dari tindakan itu sendiri. Teori kedua ialah teori teleologis yang
mempertimbangkan konsekuensi suatu tindakan.
10
Seorang perawata juga menghadapi masalah-masalah moral. Masalah moral yang
biasa dihadapi perawat yaitu: (1) ketidakpuasan moral; saat berhadapan dengan masalah
moral tertentu, perawat berpura-pura bahwa situasai yang dihadapinya bisa ditangani dengan
“seorang aparat yang dinamakan perawat”, (2) kebutaan moral; seorang perawat tidak
memperhatikan aspek moralitas dalam menangani kliennya (Johnstone, 1989).
Masalah moral seperti masalah klinis dapat ditangani dengan cara pengambilan
keputusan yang sitematis. Pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan menunjukkan
maksud baik, mengidentifikasi semua orang penting, mengidentifikasi prinsip etis yang
[enting, mengusulkan tindakan alternative dan melakukan tindakan yang tepat dan benar
(Potter Perry, 2005).
D. Implikasi Legal dalam Praktik Keperawatan
Batasan legal seharusnya dipahami oleh perawat profesional Karena hal itu akan
mempengaruhi praktik sehari-hari mereka. Batasan-batasan legal tersebut terdapat dalam
hukum. Sumber sumber hukum yang utama antara lain: UUD, Undang-undang, badan
administrative dan putusan pengadilan (Priharjo, 1995).
UUD adalah hukum tertinggi dari suatu Negara. UUD tersebut meningkatkan
organisasi yang umum dari pemerintahan federal, memberi kekuatan pasti kepada
pemerintah, dan menempati kekurangan pada apa yang pemerintah federal Negara mungkin
lakukan. UUD menciptakan peraturan legal dan bertanggung jawab dan merupakan dasar
untuk keadilan.
Undang-undang adalah hukum yang ditetapkan oleh banyak badan legislative.
Peraturan keperawatan adalah fungsi dari hukum Negara. Contoh dari undang-undang adalah
undang-undang praktik keperawatan di Negara masing-masing. Misalnya praktik
keperawatan mendefinisikan tanggung jawab perawat untuk administrasi dan pemberian
resep medikasi.
Hukum administrative sangat mempengaruhi praktik keperawatan. State Board of
Nursing merupakan pengatur legal tentang profesi keperawatan. Badan hukum administrasi
seperti State Board of Nursing, memiliki kekuatan melalui delegasi otoritas dari badan
pembuat undang-undang. Hukum ini mengakui bahwa praktik keperawatan adalah rumit dan
lebih dimengerti oleh profesional di lapangan. Dengan demikian badan pembuat undang-
undang mengesahkan State Board of Nursing untuk membangun norma dan peraturan yang
mendefinisikan dan menjelaskan undang-undang praktik keperawatan.
11
Hukum adat adalah hukum yang terjadi dari putusan pengadilan. Hukum adat
beradaptasi dan bertambah secara terus menerus. Pada keputusan perdebatan yang spesifik,
umumnya pengadilan taat pada doktrin dari putusan “bertahan dari suatu keputusan” yang
biasa disebut presenden. Dengan kata lain, untuk mendatangkan peraturan pada kasus yang
sama dan dasar penggunakan pada sebelumnya, di kasus yang sama pula.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan memiliki tanggung jawab dan
tanggung gugat. Tanggung jawab lebih mengacu pada pelaksanaan tugas yang dikaitkan
dengan peran tertentu perawat (ANA, 1985 dalam Potter & Perry, 2005) Sedangkan
Tanggung gugat ialah kemampuan untuk memberikan alasan atas tindakannya. Seorang
perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan, dan masyarakat. Untuk
dapat melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak menurut kode etik keperawatan
profesional. Tanggung gugat dapat berfungsi untuk menigkatkan evaluasi efektivitas perawat
dalam praktiknya (Pottr & Perry, 2005).
Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi kesehatan,
atasan dan masyarakat. Tanggung gugat profersional memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.
2. Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan.
3. Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis, dan pertumbuhan pribadi pada
pihak profesional perawatan kesehatan.
4. Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
Aspek legal dalam keperawatan ada dua, yaitu larangan dan sanksi. Larangan dalam
keperawatan antara lain perawat dilarang menjalankan praktik selain yang tercantum dalam
standar profesi. Bagi perawat yang memberikan pertolongan izin dan melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan profesi dan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di
daerah terpencil, larangan ini dapat dikecualikan. Sedangkan sanksi dalam keperawatan
antara lain; (1) pelanggaran ringan, sanksi pencabutan izin selama-lamanya 3 bulan
penetapan, (2) pelanggaran sedang, sanksi pencabutan izin selama-lamanya 6 bulan
penetapan, (3) pelanggaran berat, sanksi pencabutan izn selama-lamanya 1 tahun pelanggaran
didasarkan pada motif pelanggaran serta situasi setempat.
12
Isu legal dalam keperawatan merupakan praktik keperawatan yang menunjukan
perubahan gaya hidup manusia. Hal yang diangkat dalam isu legal keperawatan antara lain
(Nurhayati, 2011):
1. Kelalaian, perawat dinyatakan bersalah karena kelalaian apabila mencederai klien
dengan cara tidak melakukan pekerjaannya dengan benar.
2. Pencurian, apabila mengambil sesuatu yang bukan miliknya, maka perawat akan
dinyatakan melakukan pencurian.
3. Fitnah, berupa pernyataan palsu perawat tentang klien baik secara verbal maupun
nonverbal.
4. False Imprisonment, menahan tindakanseseorang tanpa otoritasi yang tepat
merupakan pelanggaran hukum. Menggunakan restrain fisik atau bahkan
melakukannya agar klien bekerja sama termasuk false imprisonment.
5. Penyerangan dan pemukulan. Penyerangan yaitu sengaja untuk menyentuh tubuh
seseorang dengan tindakan kekerasan atau bahkan mengancan akan melakukannya.
6. Pelanggaran privasi, seperti membongkar rahasia klien.
7. Penganiayaan, menganiaya klien merupakan bentuk pelanggaran prinsip etik.
Regulasi keperawatan (regristrasi & praktik keperawatan) merupakan kebijakan atau
ketentuan yang mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan tugas profesinya dan
terkait dengan kewajiban dan hak. Diperlukan suatu ketetapan hokum yang mengatur praktik
keperawatan dalam rangka menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan
asuhan keperawatan dan perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan (Priharjo,
1995). Untuk itu diperlukan UU Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Konsil
Keperawatan sebagai badan regulator untuk melindungi masyarakat. Fungsi Konsil
Keperawatan sebagai badan independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden,
yakni mengatur sisten registrasi, lisensi, dan sertifikasi bagi praktik keperawatan.
Pengaturan praktik perawat dilakukan melalui Kepmenkes no. 1239/no. 647 tahun
2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat yang berisi bahwa setiap perawat yang
melakukan praktik di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta diharuskan
memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP merupakan bukti tertulis pemberian kewenangan untuk
menjalankan keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (Priharjo, 1995). Dengan adanya UU
Praktik Keperawatan maka akan terdapat jaminan terhadap mutu dan standar praktik di
samping sebagai pelindung hukum bagi pemberi dan penerima asuhan keperawatan.
13
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus yang terdapat dalam pemicu yaitu perawat M yang merupakan lulusan SPK,
telah bekerja si RS X selama 5 tahun. Semenjak lulus, dia membuka praktik klinik di
rumahnya, melakukan kunjungan rumah (home care), memberikan pengobatan kepada
masyarakat seperti menolong partus, menjahit luka, memberikan infus dan terkadang
memberikan resep obat. Penghasilannya satu bulan hampir mencapai lima juta rupiah.
Perawat M juga mempekerjakan seorang lulusan SMA yang telah dilatihnya.
Kasus perawat M tersebut merupakan kasus yang sering terjadi dalam masyarakat,
terutama masyarakat yang berada di daerah pedesaan atau kabupaten. Ditinjau dari sudut
pandang keperawatan sebagai profesi, dapat disimpulkan bahwa perawat M telah melakukan
beberapa praktik yang berada di luar wewenangnya sebagai seorang perawat. Profesi
keperawatan tidak memberikan kewenangan pada seorang perawat untuk memberikan resep
obat dan mempekerjakan seseorang yang tidak memiliki pengetahuan memadai di bidang
tersebut. Perawat M mungkin melakukan hal tersebut karena dilatarbelakngi oleh faktor
ekonomi dimana dia mampu memiliki penghasilan hampir lima juta rupiah per bulannya.
Ada banyak hal yang harus ditinjau sebelum menetapkan keputusan benar atau salah
perilaku perawat M. Pertama, kasus menyebutkan bahwa perawat merupakan lulusan SPK
sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Sedangkan standar pendidikan minimum perawat
sudah diperbolehkan membuka praktik mandiri yaitu DIII sesuai dengan KEPMENKES
Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010. Ditambah lagi dengan asistenya merupakan lulusan
SMA yang sama sekali tidak memiliki kompetensi dalam bidang keperawatan. Sesuai
KEPMENKES diatas, perlu ditinjau pula ada tidaknya dokter. Selanjutnya, perlu ditinjau
jenis resep obat yang diberikan perawat tersebut merupakan obat bebas dan/atau bebas
terbatas. Yang paling utama adalah perlu ditinjau kepemilikan dan masa berlaku SIPP
perawat M tersebut.
Ada beberapa keputusan yang dapat diberikan kepada perawat M setelah meninjau
beberapa hal di atas. Pertama, kesalahan dalam menentukan asisten, yaitu dari lulusan SMA.
Ini merupakan pelanggaran yang nyata. Kedua, jika di daerah tempat tinggalnya (minimal
lingkup kelurahan) memang benar tidak ada dokter, perawat M diperbolehkan melakukan
tindakan medis. Hal ini pun harus dilihat jauh dekatnya daerah tersebut dengan rumah sakit.
14
Jika dalam keadaan darurat, pasien sudah tidak mungkin lagi dirujuk, maka boleh dilakukan
tindakan medis oleh perawat M. Tetapi, jika masih mungkin dirujuk ke rumah sakit, perawat
tidak boleh melakukannya. Ketiga, jika obat tersebut merupakan memang benar jenis obat
bebas dan/atau bebas terbatas, perawat diperbolehkan mealkukannya. Hal ini sesuai dengan
pasal 1 dan 8 dalam KEPMENKES Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010 (Dinkes RI,
2010). Terakhir, jika perawat M memiliki SIPP dari Dinkes dan masih berlaku, berarti dia
memang sudah diberi wewenang untuk menolong masyarakat di daerah tersebut yang
notabennya memiliki keterbatasan tenaga kesehatan. Tetapi, jika tidak, perawat M telah
melanggar kode etik,
Tindakan-tindakan yang salah yang telah dilakukan perawat M dan perawat-perawat
lainnya sebenarnya dapat dihindari. Ada banyak hal yang dapat menjamin seorang perawat
bekerja sesuai dengan porsi dan kewenangannya. Pertama, perawat harus memahami standar
profesionalisme dalam melaksanakan kewajibannya. Kedua, pemerintah perlu memberikan
perlindungan terhadap profesi keperawatan dengan mengesahkan UU keperawatan sehingga
batasan-batasan profesi keperawatan menjadi jelas. Ketiga, pemerintah harus meningkatkan
kesejahteraan perawat sehingga perawat dapat bekerja sesuai porsinya dan lebih bertanggung
jawab terhadap profesinya. Keempat, Memenuhi hak perawat untuk bisa bekerja di tempat
yang baik. Terakhir adalah meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan Indonesia secara
merata.
Seorang perawat seharusnya mampu menerapkan dan mematuhi hukum, etika serta
kode etik keperawatan. Perawat dituntut untuk mampu bersikap disiplin dan bertanggung
jawab. Kedisiplinan serta tanggung jawab perawat sangat menentukan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan kepada kliennya. Oleh karena itu, perawat-perawat yang akan
ditugaskan ke lapangan atau ke rumah sakit harus benar-benar terlatih dan berjiwa altruisme
( Santrock dalam Potter&Perry, 2009) sehingga mampu melkasanakan tugasnya dengan baik
dan meminimalisir terjadinya kesalahan atau kecelakaan kerja.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keperawatan merupakan bagian pelayanan profesional dari pelayanan kesehatan.
Keperawatan sebagai suatu profesi tentunya memiliki organisasi profesi yang memiliki
berbagai macam peran dan fungsi. Salah satunya adalah sebagai penetap standar profesi
keperawatan, memberikan ijin praktik, memberikan registrasi tenaga keperawatan,
menyusun dan memberlakukan kode etik keperawatan.
Sebagai tenaga kesehatan profesional, perawat memiliki peranan yang berfokus
pada peningkatan dan menjaga kestabilan status kesehatan klien. Peran utama seorang
perawat ialah sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peniliti. Selain fungsi
independen, perawat juga memiliki fungsi dependen sebagai anggota tim kesehatan.
Keperawatan sangat memerlukan kode etik keperawatan guna mengatur agar
tidak terjadi kesalahan dan kerugian yang menyebabkan status kesehatan klien menurun.
Kode etik keperawatan merupakan asas atau moral tertulis yang harus dijadikan pedoman
atau prinsip bagi setiap perawat dalam berinteraksi dengan klien agar perilaku perawat
tetap berada pada koridor kebenaran. Kode etik keperawatan dibuat berdasarkan teori
moral yang ada yaitu teori deontologi dan teleologis.
Aspek legal dalam keperawatan sering tidak dihiraukan oleh banyak perawat. Hal
tersebut didasarkan pada faktor ekonomi. Kebutuhan ekonomi perawat membuat sebagian
besar perawat tidak memperhatiakan atau bahkan tidak peduli terhadap aspek legal.
Bahkan ada beberapa perawat yang berpikiran akan mendapatkan pendapatan yang lebih
besar dan menunjang kesejahteraan mereka ketika mereka melakukan tindakan diluar dari
batasan kewenangan mereka. Dengan hal ini, kami menyimpulkan bahwa hipotesis
terbukti benar.
4.1 Saran
16
Kode etik keperawatan merupakan pedoman penting bagi setiap perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Akan tetapi, berbagai faktor seperti faktor ekonomi
telah membuat sebagian besar perawat bertindak tanpa memperhatikan kode etik dan
batasan legal yang ada. Seharusnya sebagai seorang perawat lebih mengutamakan
kepentingan klien agar tercipta pelayanan yang profesional. Maka dari itu, perawat
haruslah bertindak sesuai kode etik dan batasan legal yang ada guna peningkatan
kesehatan klien dan mewujudkan pelayanan keperawatan profesional.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zaidin. (2002). Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarata: Widya Medika
Asmadi. (2005). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Dinkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes 148 2010.
Jakarta: MENKES RI
Johnstone. (1989). Bioethic/; A nUrsing Prespective. Sidney: W. B. Saunders
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts,
Process, and Practice. Edisi 7. New Jersey: Pearson Education Inc..
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Nurhayati. http://www.stikescharitas.com/Modul/Download/issuelegal.doc.(20 April 2011)
Nursalam. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik Ed. 2.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and
Practice Edition 7. (Terj. Devi Yulianti & Monica Ester). Jakarta: EGC.
Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2009). Fundamental of Nursing. Seven Edition. (Terj. Andrina
Ferderika). Jakarta: Salemba Medika.
Priharjo, R. (1995). Praktik Keperawatan Profesional: Konsep Dasar dan Hukum. Jakarta:
EGC.
Suahemi, Mimin E. (2004). Etika Keperawatan: Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC.
Recommended