Transcript

i

Tugas akhir

Mata kuliah : Filsafat & Logika

Dosen : Zulfikar, S. Psi

FILSAFAT METAFISIKA

NAMA : JEWELRY IRTON MADIKA

STAMBUK : 11.101.012

KELAS : A.1

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR

MAKASSAR

2012

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmatnya sehingga

penulis dapat merampungkan makalah ini dengan judul:

“FILSAFAT METAFISIKA”

Penyusunan makalah ini dimaksud untuk membrikan pemahaman kepada

kita semua untuk lebih mengetahui tentang manfaat metafisika dalam keilmuan.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih jauh sempurna. Oleh

karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, khususnya

dari dosen pengajar demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Makassar, 18 Januari 2012

PENULIS

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Tujuan ......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4

A. Pengertian metafisika.................................................................. 4

B. Sejarah metafisika ...................................................................... 5

C. Manfaat filsafat metafisika bagi pengembangan ilmu .................. 6

D. Klasifikasi metafisika ................................................................... 8

E. Beberapa tafsiran metafisika ....................................................... 9

F. Dalil pembuktian Tuhan............................................................... 12

G. Menurut kosmologis Aristoteles................................................... 13

H. Dalil teleologis ............................................................................. 13

I. Dalil Etis menurut I. Kant ............................................................. 13

J. Filosof yang menentang metafisika ............................................. 13

K. Filsuf pembela metafisika............................................................ 14

L. Objek metafisika.......................................................................... 15

M. Metafisika dan ilmu pengetahuan ................................................ 19

iv

N. Hubungan metafisika,Epistomologi,Aksiologi dan Logika ............ 22

BAB III PENUTUP........................................................................................ 23

A. Kesimpulan ................................................................................. 23

B. Saran .......................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat

objek (fisik) di dunia adalah Metafisika. Dimana di dalamnya menjelaskan

studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab

pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas?

Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?

Penggunaan istilah metafisika telah berkembang untuk merujuk

pada hal-hal yang diluar dunia fisik. “ Beberapa tafsiran metafisika,

diantaranya menurut M.J. Langeveld (tt; 132) dengan mengutip dari apa

yang dikatakan oleh Nicolai Hartman mengartikan bahwa metafisika

adalah tempat khusus yang diperuntukan bagi objek-objek transenden,

daerah spekulatif bagi tanggapan-tanggapan tentang Tuhan, kebebasan

dan jiwa, juga sebagai pangkalan bagi system-sistem spekulatif, teori-

teori dan tanggapan dunia terhadap sesuatu yang eksistensinya di luar

dimensi yang fisik-empirik.

Manusia mempunyai beberapa pendapat mengenai tafsiran

metafisika. Tafsiran yang pertama yang dikemukakan oleh manusia

terhadap alam ini adalah bahwa terdapat hal-hal gaib (supranatural) dan

hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa dibandingkan

dengan alam yang nyata. Pemikiran seperti ini disebut pemikiran

2

supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran cabang misalnya

animisme. Selain faham diatas, ada juga paham yang disebut paham

naturalisme. Paham ini amat bertentangan dengan paham

supernaturalisme.paham naturalisme menganggap bahwa gejala-gejala

alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena

kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan

diketahui. Orang orang yang menganut paham naturalisme ini

beranggapan seperti itu karena standar kebenaran yang mereka gunakan

hanyalah logika akal semata, sehingga mereka menolak keberadaan hal-

hal yang bersifat gaib itu. Dari paham naturalism ini juga muncul paham

materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia

berasal dari materi. Salah satu yang menggap bahwa alam semesta dan

manusia berasal dari materi. Salah satu pencetusnya ialah Democritus

(460 – 370 SM). Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari

mengenai makhluk hidup. Timbul dua tafsiran yang masih saling

bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik. Kaum

mekanistik melihat gejala alam (termasuk makhluk hidup) hanya

merupakan gejala kimia-fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik

hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substansif dengan

hanya sekedar gejala kimia-fisika semata berbeda halnya dengan telah

mengenai akal dan pikiran, dalam hal ini ada dua tafsiran tang juga saling

berbeda satu sama lain. Yakni faham monoistik dan dualistic. Sudah

merupakan aksioma bahwa proses berfikir manusia menghasilkan

pengetahuan tentang zat (objek) yang ditelaahnya. Dari sini aliran

monoistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran

3

dan zat. Keduanya (pikiran dan zat) hanya berbeda dalam gejala

disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai substansi yang

sama. Perndapat ini ditolak oleh kaum yang menganut paham dualistic.

Dalam metafisika, penafsiran dualistic membedakan antara zat dan

kesadaran (pikiran) yang bagi mereka berbeda secara subtsansif. Aliran

ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh fikiran adalah bersifat mental.

Maka yang bersifat nyata adalah fikiran, sebab dengan berfikirlah maka

sesuatu itu lantas ada.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian metafisika

2. Untuk mengetahui manfaat metafisika bagi pembangunan ilmu

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metafisika

Metafisika berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri atas dua kata

yaitu meta dan pysika. Meta artinya sesudah atau dibalik sesuatu dan

pyisika artinya nyata, kongkrit yang dapat diukur oleh jangkauan panca

indera. Eksistentsinya dibalik sesudah fisik perlu dikaji. Istilah metafisika

diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karya-

karya Aristoteles, dan menemukan suatu bidang diluar bidang fisika atau

disiplin ilmu lain. Ilmu untuk mengkaji tentang sesuatu dibalik yang fisik

atau sesuatu sesudah yang fisik disebut ontology.

Metafisika adalah suatu kajian tentang haakikat keberadaan zat,

hakikat pikiran dan hakikat zat dengan pemikiran. Ahli metafisika juga

berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia mengenai dunia,

terasuk keberadaan, kebendaan,sifat, ruang, waktu, hubungan sebab

akibat, dan kemungkinan.

Metafisika oleh Aristoteles disebut sebagai filsafat pertama atau

thelogia, dalam pandangan Aristoteles, metafisika belum begitu jelas

dibedakan dengan fisika. Secara etimologis metafisika berasal dari

bahasa yunani, meta ta fisika yang menurut Lois O. Katsiff adalah hal-hal

yang terdapat sesudah fisika, Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu

pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada, yang dilawankan

misalnya dengan yang ada sebagai yang digerakan atau yang ada

sebagai yang jumlahkan. Pada masa sekarang, metafisika dipahami

5

sebagai bagian dari filsafat yang mempelajrari dan berusaha menjawab

pertanyaan-pertanyaan terdalam tentang hakikat segala sesuatu.

Pertanyaan-pertanyaan filosofis tersebut membahas dan tertuju pada

beberapa konsep metafisik, dengan kata lain yang lebih tepat agaknya

adalah-konsep di luar hal-hal yang bersifat fisik. Jadi dapat disimpulkan

bahwa metafisika adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang

realita.

B. Sejarah metafisika

Sejarah metafisika yang resmi dan sistematis bermula dari sejarah

penamaan pengetahuan ini dengan metafisika yang dilakukan oleh para

peneliti karya-karya Aristoteles. Pengertian metafisika secara bahasa,

yang artinya setelah fisika menjadi bukti penamaan tersebut. Secara tidak

resmi dan sistematis, sejarah metafisika telah dimulai ketika Adam

diciptakan. Penulis yakin Nabi pertama ini manusia yang berpikir. Dengan

sendirinya, ia juga melakukan praktek metafisika, yaitu minimal bertanya

dan mencari jawabannya.

Aristoteles tidak pernah menamakan pengetahuan tersebut

dengan nama metafisika. Istilah Metafisika muncul ketika para peneliti

pemikiran Aristoteles menyusun karya-karya Aristoteles dan

menempatkan pemikiran metafisika setelah fisika. Jadi, para penyusun

karya-karya Aristoteles lah yang menamakan pengetahuan tersebut

dengan nama metafisika. Sejak itulah pengetahuan tersebut dinamakan

metafisika.

6

Bertens sepakat bahwa nama metafisika tidak digunakan oleh

Aristoteles. Oleh karena itu, seiring waktu orang mencoba menyimpulkan

bahwa nama metafisika diduga berasal dari Adronikus, salah seorang

yang menerbitkan karya-karya Aristoteles sekitar tahun 40 S.M. Ia

menempatkan bahasan metafisika setelah bahasan fisika. Sejak itulah

orang berpikir bahwa itulah asal usul nama metafisika. Hal ini ini

diperkuat dengan ungkapan Yunani ta meta ta physica yang berarti hal-

hal sesudah hal-hal fisik. Namun, sejak kira-kira tahun 1950-an pendirian

tersebut tidak bisa dipertahankan lagi. Di antara orang yang

membantahnya adalah P. Moraux, seorang sarjana Perancis dan H.

Reiner. Menurut Moraux, nama metafisika telah lama digunakan oleh

penganut mazhab Aristotelian, jauh sebelum Andronikus menamakannya.

Nama ini pertama kali diduga telah diberikan oleh Ariston, yang menjadi

pimpinan mazhab Aristotelian, sekitar tahun 226 S.M. Sementara H.

Reiner berpendapat bahwa nama metafisika telah muncul pada generasi

pertama Aristoteles (wafat tahun 321 S.M.), yaitu sekitar tahun 300-an

S.M.

Berdasarkan sejarah awal metafisika ini, sepertinya metafisika

hanya berkenaan dengan penempatan pemikiran Aristoteles semata.

Sehingga, asal usul metafisika dianggap sederhana, yaitu metafisika

ditempatkan setelah fisika. Namun dalam perkembangannya, kajian

metafisika tidak seremeh temeh asal usulnya. Tafsiran terhadap

pengetahuan ini begitu beragam dan kompleks.

C. Manfaat filsafat metafisika bagi pengembangan ilmu

7

Manfaat metafisika bagi Pengembangan Ilmu adalah:

1. Kontribusi metafisika terletak pada awal terbentuknya paradigma

ilmiah, ketika kumpulan kepercayaan belum lengkap

pengumpulan faktanya, maka ia harus dipasok dari luar, antara

lain : metafisika, sains yang lain, kejadian personal dan historis.

2. Metafisika mengajarkan cara berfikir yang serius, terutama dalam

menjawab promlem yang bersifat enigmatif (teka-teki), sehingga

melahirkan sikap dan rasa ingin tahu yang mendalam.

3. Metafisika mengajarkan sikap open-ended, sehingga hasil sebuah

ilmu selalu terbuka untuk temuan dan kreativitas baru.

4. Perdebatan dalam metafisika melahirkan berbagai aliran,

mainstream seperti : Monisme, Dualisme, Pluralisme, sehingga

memicu proses ramifikasi, berupa lahirnya percabangan ilmu

5. Metafisika menuntut orisinalitas berfikir, karena setiap metafisikus

menyodorkan cara berfikir yang cenderung subjektif dan

menciptakan terminology filsafat yang khas. Situasi semacam ini

diperlukan untuk pengembangan ilmu dalamrangka menerapkan

heuristika.

6. Metafisika mengajarkan pada peminat filsafat untuk mencari

prinsip pertama (First Principle) sebagai kebenaran yang paling

akhir. Kepastian ilmiah dalam metode skeptic Descartes hanya

dapat diperoleh jika kita menggunakan metode deduksi yang

bertitik tolak dari premis yang paling kuat (Cogito ergo sum)

Skeptis-Metodis Rene Descartes.

8

7. Manusia yang bebas sebagai kunci bagi akhir pengada, artinya

manusia memiliki kebebasan untuk merealisasikan dirinya

sekaligus bertanggungjawab bagi diri, sesame, dan dunia.

Penghayatan atas kebebasan di satu pihak dan tanggung jawab di

pihak lain merupakan sebuah kontribusi penting bagi

pengembangan ilmu yang sarat dengan nilai.

8. Metafisika mengandung potensi untuk menjalin komunikasi antara

pengada yang satu dengan pengada yang lain. Aplikasi dalam

ilmu berupa komunikasi antar ilmuwan mutlak dibutuhkan, tidak

hanya antar ilmuwan sejenis, tetepi juga antar disiplin ilmu,

sehingga memperkaya pemahaman atas realitas keilmuwan.

D. Klasifikasi Metafisika

Menurut Christian Wolf metafisika terbagi menjadi dua jenis,

pertama Metaphysica Generalis (Ontologi); ilmu yang membahas

mengenai yang ada atau pengada atau yang lebih dikenal sebagai

ontology, kedua Metapysica Specialis yang terbagi atas :

1. Antropologi; menelaah tentang hakikat manusia, terutama

hubungan jiwa dan raga.

2. Kosmologi; menelaah tentang asal-usul dan hakikat alam

semesta.

3. Theologi; kajian tentang Tuhan secara rasional.

a) Hakikat Kodrat Manusia

b) Susunan Kodrat

c) Sifat Kodrat

d) Kedudukan Kodrat

9

e) Kosmologi Filsafati

Filasafat alam berusaha mencari asal alam semesta, Thales

berpendapat sebagai arche. Filsafat alam menyelidiki gerak di alam

semesta yang merupakan perubahan.

Sementara itu Driyakara menyamakan metafisika dengan

ontology, ia menyatakan bahwa filsafat tentang ada adan sebab-sebab

pertama adalah metafisika atau ontology, yang di samping membahas

tentang ada dan sebab-sebab pertama tersebut, juga membahas

mengenai apakah kesempurnaan itu, apakah tujuan itu intinya adalah

apakah kahikat dari segala sesuatu itu.

E. Beberapa Tafsiran Metafisika

Beberapa tafsiran metafisika dlam menafsirkan hal ini, manusia

mempunyai beberapa pendapaat mengenai tafsiran metafisika, tafsiran

yang pertama yang dikemukakan oleh manusia terhadap alam ini adalah

bahwa terdapat hal-hal dan hal-hal tersebut bersifat lebih tinggi atau lebih

kuasa dibandingkan dengan alam yang nyata, pemikiran seperti ini

disebut pemikiran supernaturalisme. Dari sini lahir tafsiran-tafsiran fabang

misalnya animisme.

Tidak diragukan, para pembesar agama-agama dalam hal ini para

nabi alaihi salam dengan perbedaan tingkatan yang mereka miliki,

mempunyai hubungan dengan alam metafisika, (alam gaib) dan memiliki

informasi dan pengetahuan tentang perkara-perkara batin, namun

masalahnya adalah apakah maqam dan kedudukan rohani ini hanya

terkhusus bagi mereka? dengan kata lain, apakah informasi dan

pengetahuan terhadap perkara-perkara batin dan rahasia-rahasia gaib

10

terbatas hanya bagi para nabi semata, dan orang-orang lain yang berada

di alam materi ini tidak mampu mendapatkan jalan tersebut kecuali

setelah mereka mati, ataukah maqam tersebut merupakan iktisabi dan

orang-orang lain juga berpeluang meraihnya? tentunya jawaban kita

dalam hal ini adalah bahwa orang-orang lain juga mampu mendapatkan

jalan kepada rahasia-rahasia alam salah satu argumennya adalah

hubungan alam materi dengan alam metafisika, hubungan sebab dan

akibat serta sempurna dan kurang dan kita menamakan hubungan ini

dengan hubungan lahir dan batin.

Dengan kata lain alam materi ini adalah akibat dari alam mitsal

yakni jika kita ingin dalam bentuk suatu tangga naik ke atas maka kita

dari alam materi akan naik kealam mitsal. Dan alam mitsal ini, sekarang

juga bersama kita, ia berwujud secara actual. Oleh karena itu, hubungan

alam lahir dengan alam batin adalah hubungan akibat degnan sebab.

seperti konsepsi yang ada di akal manusia dengan tulisannya. manusia,

ketika sedang menulis secara beruntun dia mengkonsepsi dan

menuliskannya, dan jika sedetik dia berhenti mengkonsepsi sesuatu

maka dia juga akan berhenti menuliskan sesuatu.

Selain paham diatas, ada juga paham yang disebut paham

naturalisme, paham ini amat bertentangan dengan paham

supernatulaisme, paham naturalisme mengannggap bahwa gejala-gejala

alam tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat gaib, melainkan karena

kekuatan yang terdapat dalam itu sendiri,yang dapat dipelajari dan dapat

diketahui, orang-orang yang menganut paham naturalisme ini

beranggapan seperti karena standar kebenaran yang mereka gunakan

11

hanyalah logika akal semata, sehingga mereka menolak keberadaan hal-

hal yang bersifat gaib itu dari paham naturalism ini juga menucul paham

materialisme yang menganggap bahwa alam semesta dan manusia

berasal dari materi. Salah satunya pencetusnya adalah Democritus (460-

370 S.M) . Adapun bagi mereka yang mencoba mempelajari mengenai

makhluk hidup, timbul dua tafsiran yang masing-masing saling

bertentangan yakni paham mekanistik dan paham vitalistik, kaum

mekanistik melihat gejala alam hanya merupakan gejala kimia fisika

semata. sedangkan bagi kaum vitalistik hduup adalah sesuatu yang unik

yang berada secara substansif dengan hanya sekedar gejala kimia fisika

semata.

Berbeda halnya dengan telaah mengenai akal dan pikiran, dalam

hal ini ada duatafsiran yang juda saling berbeda satu sama lain, yakni

paham monoistik dan dualistik, sudah merupakan aksioma bahwa proses

berpikir manusia menghasilkan pengetahuan tentang objek yang di

telaahnya, dari sini aliran monoistik mempunyai pendapat yang tidak

membedakan antara pikiran dan zat keduanya hanya berbeda dalam

gejala disebabkan proses yang berlalinan namun mempunyai subtansi

yang sama. pendapat ini ditolak yang berlainan namun mempunyai

subtansi yang sama, pendapat ini ditolak oleh kaum yang menganut

paham dualistik. dalam metafisika penafsiran dualistic membedakan

antara zat dan kesadaran pikiran yang bagi mereka berbeda secara

subtansif.

12

Aliran ini berpendapat bahwa yang ditangkap oleh pikiran adalah

bersifat mental. maka yang bersifat nyata adalah pikiran, sebab dengan

berpikirlah maka suatu itu lantas ada.

F. Dalil Pembuktian Tuhan

Ontologis (Anselmus) berpendapat bahwa segala sesuatu di dunia

tidak ada yang sempurna melainkan hanya memperlihatkan tingkatan-

tingkatannya (gradasi). Oleh karena itu, tentu ada satu yang paling

sempurna untuk mengatasi semua ketidak sempurnaan itu yakni the

perfect being. begitu pula dengan pendapat Decrates bahwa dalam

membuktikan keberadaan Tuhan, Descartes menggunakan tiga argument

dasar yaitu: "Cogito" telah memberikan kesadaran pada diriku sendiri atas

keterbatasan diri dan ketidaksempurnaan keberadaan. Ini membuktikan

bahwa aku tidak memberikan eksistensi pada diriku sendiri, dalam

permasalahan tersebut, aku telah menyerahkan diriku pada sifat yang

sempurna yang tidak kumiliki, dimana menjadi subyek yang diragukan.

"Aku memiliki Ide kesempurnaan : jika aku tidak memilikinya, aku tidak

akan pernah tahu bahwa aku tidak sempurna. Sekarang darimanakan

datangnya ide kesempurnaan tersebut? Tidak dari diriku sendiri, karena

aku tidak sempurna dan kesempurnaan tidak datang dari yang tidak

sempurna”.

Jadi datangnya dari Sesuatu yang Sempurna, yaitu Tuhan.

Analisis dari ide kesempurnaan melibatkan eksistensi dari keberadaan

yang sempurna, bagai sebuah lembah yang termasuk dalam ide sebuah

gunung, maka eksistensi juga termasuk dalam ide kesempurnaan

tersebut. Hal ini merupakan pembeda antara filsafat sebelum Descartes

13

atau filsafat klasik dan filsafat modern. Dari Descartes filsafat dituntut dari

'ilmu keberadaan' (science of being) menuju 'ilmu pemikiran' (science of

thought/epistimologi).

G. Menurut Kosmologis Aristoteles

Bahwa alam semesta ditentukan oleh gerak (Motion). Gerak

merupakan penyebab terjadinya perubahan yaitu change di alam

semesta. Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik ultimate yaitu

sumber penyebaran dari semua gerak.

H. Dalil Teleologis

Benda-benda di ruang alam semesta itu memiliki gerak yang

bertujuan (Teleos), sehingga alam semesta ini merupakan karya seni

terbesar yang membuktikan adanya A Greater Intelligent Designer .

I. Dalil Etis menurut I. Kant

Pada setiap diri manusia terdapat dua kecenderungan yang

bersifat niscaya yaitu keinginan untuk hidup bahagia dan berbuat baik.

Kedua cenderung akan dapat terwujud dalam kehidupan manusia apabila

dijamin oleh 3 postulat, yaitu kebebasan kehendak (free will) keabadian

jiwa (Immortality), dan Tuhan (God) sebagai penjamin hukum moral (Law

giver).

J. Filosof yang menentang metafisika

1. David Hume :

a) Metafisika itu cara berfikir yang menyesatkan (sophistry) dan

khayalan (Illusion). Sebaiknya karya metafisika itu

dimusnahkan,karena tidak mengandung isi apa-apa.

14

b) Metafisika bukanlah sesuatu yang dapat dipersepsi oleh indera

manusia, sehingga merupakan sesuatu yang senseless.

2. Alfred Jules Ayer

a) Metafisika adalah parasit dalam kehidupan ilmiah yang dapat

menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan, OKI metafisika

harus dieliminasi dari dunia ilmiah.

b) Problem yang diajukan dalam bidang metafisika adalah

problem semu, artinya permasalahan yang tidak

memungkinkan untuk dijawab.

3. Ludwig Wittgenstain

a) Metafisika itu bersifat the mystically, hal-hal yang tak dapat

diungkapkan ke dalam bahasa yang bersifat logis.

b) Ada tiga persoalan metafisika, yaitu : (1) Subject does not

belong to the world; reather it is a limit of the world. (2) That

is not an event in life, we do not live to experience that. (3)

God does not reveal him self in the world.

c) Kesimpulan : sesuatu yang tak dapat diungkapkan secara

logis sebaiknya di diamkan saja.(What we cannot speak

about we must fast over in silence!)

K. Filsuf Pembela Metafisika

1. Plotinos :

Semua pengada beremanasi dari to Hen (yang satu) melalui proses

spontan dan mutlak. To Hen beremanasi pada Nous (Kesadaran),

15

melimpah Psykhe (jiwa), akhirnya melimpah pada materi sebagai

bentuk yang paling rendah, yaitu meion.

2. Karl Jaspers

a) Metafisika merupakan upaya memahami Chiffer ; symbol yang

mengantarai eksistensi dan transendensi.

b) Manusia adalah Chiffer paling unggul, karena banyak dimensi

kenyataan bertemu dalam diri manusia.

c) Manusia merupakan suatu mikrokosmos, pusal kenyataan; alam,

sejarah, kesadaran, dan kebebasan ada dalam diri manusia.

d) Metafisika : berarti membaca Chiffer, transendensi keilahian,

sebagai kehadiran tersembunyi.

e) Chiffer adalah jejak, cermin, gema atau bayangan transendensi.

L. Objek Metafisika

Objek metafisika menurut aristoteles ada dua yakni:

ada sebagai yang ada artinya ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu

dalalm bentuk semurni-murninya,bahwa suat benda itu sungguh-sungguh

ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diseranya oleh

panca indra.

Ada sebagai yang illahi: keberadaan yang mutlak, yang tidak

bergantung pada yang lain, yakni bahasan yang terdapat dalam

metafisika secara umum antara lain meliputi:

1. yang ada (being)

2. keyataan (reality)

16

3. eksistensi (existence)

4. esensi (essence)

5. subtansi (substance)

6. materi (matter)

7. bentuk (form)

8. perubahan (change)

9. sebab akibat (causality)

10. hubangan (relation)

Salah satu contoh penalran metafisika tentang ada adalah yang

pernah dilakukan oleh plotinos sebagai seorang neo-platinois yang

diperkitakan lahir di mesir pada tahun 204 atau 205 S.M dan hamper

semua pengetahuan para filosof para filusuf tentang kehidupan dan

pemikiran platinos di dapatkan dari buku vita plotini yang ditulis oelh

porphyries, salah seorang murid (232-305 SM).

Menurut Plotinos, suatu ada yang sempurna itu tentu

mewahyukan atau menyatakan dirinya sendiri dengan melahirkan ada

yang mirip kepadanya. dalam pandangan ini seluruh komos atau semesta

alam harus dipandang sebagai rantai, dimana bagian yang atas (lebih

sempurna) melahirkan bagian bahwanya yang kalah sempurna. yang

berada paling atas adalah hyang eka, yang satu dan satu-satunya yang

oleh plotinos juga disebut kabaikan yang mutlak dankebaikan yang

memberi kebaikan kepada yang lain sebagai bagian. hyang eka itu

17

kemudian dipahami dan kepada yang lain sebagai bagian, hyang eka itu

kemudian dipahami dan diyakini sendiri atas apapun juga. dalam

penalaran plotinos mengenai ada (being) tersebut dapat dilihat

bersentuhan juga dengan bahasan teologi, yang membahas tuhan secara

rasional (spekulatif).

Misal lainnya adalah perbincangan mengenai kenyataan. Ketika

pertanyaan mengenai hakikat terdalam dari kenyataan diajukan, maka

muncul berbagai jawaban atasnya . Louis menyatakan terdapat beberapa

aliran, antara lain adalah: pertama realisme ia menyatakan bahwa

terdapat hal-hal yang tidak bergantung pada pengetahuan dan bahwa

hakikat hal-hal tersebut berbeda dari akal yang mengetahuinya, dengan

kata lain alam di luar ide atau pengetahuan akal adalah hakikat

kenyataan. Realiseme berkebalikan denan idealism kattsof menyatakan

terdapat hal-hal yang bereksistensi ecara instrinsik berhubungan dengan

perbuatan mengetahui, dan dalam babak terakhir sama hakikatnya

dengan roh. Jadi misalnya, apakah sebuah meja yang ada di dalam kelas

itu jelek atau tidak tergantung dar ide, presepsi, pengetahuan, akal kita

dalam mengetahui meja tersebut, ini adalah pandangan idealism yang

sebetulnya lebih tapat disebut idealisme, namun terasa janggal.

sementara realisme menyatakan, jelek atau tidaknya meja di dalam kelas

itu tidak tergantung pada pengetahuan kita atasnya, namun tergantung

pada kenyataan atau realitas dirinya sendiri. Kedua, naturalisme, William

R. Dennes menyatakan hakikat kenyataan adalah bersifat kealaman,

katagori pokok untuk memberikan keteranfgan mengenai kenyataan

adalah kejadian, kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan

18

satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat

dialami oleh manusia biasa, secara umum, naturallisme menyatakan ala

mini adalah hakikat terdalam dari kenyataan, di titik singgung inilah

naturalism yang menegaskan dunia ini (alam kodrati) supernaturalisme

menganggap bahwa dunaia lain lebih tinggi dan beruas dibandingkan

dunia ini. Animisme adalah salah satu contoh dari pemikiran

supernaturalisme yang paling tua, sementara itu dari rahim pandangan

naturalism lahirlah materialism yang menganggap bahwa roh berasal dari

materi, kaum materialiseme menyakan bahwa gejala-gejala alam

disebaban oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang

dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui. Democritos

(460-370 SM) adalah salah satu tokoh awal materialisme. ia

mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan bahwa

unsure dasar dari alam adalah atom. Democritos dengan demikian

membedakan dirinya dari realism dengan mengatakan bahwa obyek dari

pengindraan sering dianggap nyata, padahal tidak demikian, hanya atom

yang bersifat nyata, jadi, panas, dingin, warna merupakan terminology

yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang ditangkap oleh

pancaindra, dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses

kimia fisika. pendapat ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa

gejala alam hanya merupakan gejala kimia fisika semata. hal ini ditentang

oleh kaum vitalistik, yang merupakan kelompok naturalism juga, paham

vitalistik sepakat bahwa proses kimia fisika sebagai gejala alam dapat

diterapkan, tetapi hanya meliputi unsure dan zat yang mati saja, tidak

untuk makhluk hidup.

19

M. Metafisika dan ilmu pengetahuan

Metafisika ternyata dapat penentangan dari beberapa ilmuan,

antara lain adalah yang menganut paham positivism dari paham

positivism logis dengan menyatakan bahwa metafisika tidak bermakna,

Alfred, J. Ayer menyatakan bahwa sebagian besar perbincangan yang

dilakukan oleh para filosof sejak dahulu sesungguhnya tidak dapat

dipertanggungjawabkan dan juga tidak ada gunanya, problem yang

diajukan dalam bidang metafisika adalah problem semu, artinya

permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dijawab, berkaitan

dengan pendapat aer tersebut, katsoff menyatakan bahwa aganya ayer

berupaya untuk menunjukan bahwa naturalism, materialism, dan lainnya

merupakan pandangan yang sesat, ayer menunjang argumentasinya

dengan membuat criterion of verifiability atau keadaan dapat diverifikasi,

penentang lain luwig winttgenstien menyatakan bahwa metafisika bersifat

the mystically, hal-hal yagn tak dapat diungkapkan ke dalam bahasa yang

bersifat logis. wittgenstien menyatakan terdapat tiga perosalaan dalam

metafisika

1. Subjek, dikatakanya bukan merupakan dunia atau bagian dari

dunia, melainkan lebih dapat dikatakan sebagaibatas dari dunia

2. Kematian,kematinan bukanlah sebuah peristiwa dalam kehidupan,

manusia tidak hidup untuk mengalami pengalaman kematian

3. Tuhan, ia tidak menampakkan diri-nya di dunia.

20

Dengan demikian Wittgenstein menyimpulkan, bahwa sesuatu

yang tidak dapat diungkapkan secara logis sebaiknya didiamkan saja.

Namun pada kenyataanya banyak ilmuan besar, terutama Albert

Einstein yang merasakan perlunya membuat formula konsepsi metafisika

sebagai keonsekuensi dari penemuan ilmiahnya, manfaat metafisika bagi

pengembangan ilu dikatakan oleh Thomas Kuhn terltak pada awal

terbtnuknya paradigm ilmiah, yakni ketika kumpulan kepercayaan belllum

lengkap faktanya, maka ia mesti dipasok dari luar, antara lain adalah ilmu

pengetahuan lain, peristiwa sejarah, pengalaman personal, dan

metafisika. misalnya adalah upaya-upaya untuk memecahkan masalah

yang tak dapat dipecahkan oleh paradigma keilmuan yang lama dan

selama ini dianggap mamppu memecahkan masalah dan membutuhkan

paradigm baru, pemecahan masalah baru, hal ini hanya dapat dipenuhi

dari hasil perenungan metafisik yang dalam banuyak hal memang bersifat

spekulatif dan intuitinf, hingga dengan kedalaman kontemplasi serta

imajinasi akan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan atau peluang-

peluang konsepsi teoritis, asumsi, postulat, tesis dan paradigm baru

untuk memecahkan masalah yang ada.

Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan tidak dapat

disangkal lagi adalah pada fundamental ontologisnya, sumbangan

metafisika pada ilmu pengetahuan adalah persinggunggan antara

metafisika dan ontology dengan epistimologi. dalam metafisika yang

mempertanyakan apakah hakikat terdalam dari kenyataan yang

diantaranya dijawab bahwa hakikat terdalam dari kenyataan adalah

materi, maka munculah paham materialism, sedangkan dalam

21

epistimologi yang dimulai dari pertanyaan bagaimanakah cara kita

memperoleh pengetahuan? yang dijawab salah satunya oleh Descartes,

bahwa kita memperoleh pengetahuan melalui akal, maka munculah

rasionalisme, John Locke yang menjawab pertanyaan tersebut bahwa

pengetahuan diperoleh dari pengalaman, maka ia telah melahirkan aliran

empirisme dan lainya berbagai perdebatan dalam metafisika mengenai

realitas, ada tida dan lainya sebagaimana telah dikemukan di dalamyang

telah melahirkan berbagai pandangan yang berbeda satu sama lain

secara otomatis juga melahirkan berbagai aliran pemahaman yang lazim

dinyatakan sebagai aliran-aliran filsafat awal, ketika pemahaman-

pemahaman aliran-aliran filsafat tersebut dipertemukan dengan ranah

epistimologi atau dihadapkan pada fenomena dinamika perkembangan

illmu pengetahuan.

Metafisika menutnut orisinalitas berpikir yang biasanya muncul

melallui kontemplasi atau intuisi berupa kilatan-kilatan mendadak akan

sesuatu, hingga menjadikan para metafisikus menyodorkan cara berpikir

yang cendertung subjektif dan menciptaan terminology filsafat yang khas.

Situasi semacam ini dinyatakan oleh Van Peursen sangat diperlukan

untuk pengembangan ilmu dalam rangka menerapkan heuristika.

Berkaitan dengan pembentukan minat intelektual, maka metafisika

mengajarkan mengenai cara berpikir yang serius dan mendalam tentang

hakikat-hakikat segala sesuatu yang bersifat enigmatik, hingga pada

akhirnya melahirkan sikap ingin tahu yang tinggi sebagaimana mestinya

dimiliki oleh para intelektual. Metafisika mengajarkan pada peminat

22

filsafat untuk mencari prinsip pertama sebagai kebenaran yang paling

akhir.

N. Hubungan Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan Logika

Hubungan metafisika dengan epistemologi terletak pada

kebenaran sebagai titik omega bagi pencapaian pengetahuan. Hubungan

metafisika dengan Aksiologi terletak pada nilai sebagai kualitas yang

inheren pada suatu objek. Objeknya mungkin dapat diindera, namun

kualitasnya itu bersifat metafisik.

Hubungan metafisika dengan logika bersifat simbiosis mutualistik.

Di satu pihak metafisika memerlukan logika untuk membangun

argumentasi yang meyakinkan, di pihak lain symbol dan prinsip-prinsip

logika itu sendiri merupakan wajah metafisika, karena sifatnya yang

abstrak.

23

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan

zat, hakikat pikiran dan hakikat kaitan zat dengan pikiran. Beberapa

tafsiran maetafisika dalam menafsirkan hal ini, manusia mempunyai

beberapa pendapat mengenai tafsiran metafisika.

Objek metafisika menurut Aristoteles ada dua yakni: ada sebagai

yang ada dan ada sebagai yang illahi metafisika terbagi menjadi dua

jenis, pertama metafisika generalis yakni ilmu yang membahas mengenai

yang ada atau pengada atau yang lebih di kenal sebagai ontology, dan

kedua metafisia spesialis yang terbagi menjadi tiga bagian besar:

1) Antropologi yaitu ilmu yang menelaah mengenai hakikat

manusia, tentang diri dan kedirian, tentang hubungan jiwa dan

raga.

2) kosmologi yaitu ilmu yang membahas tentang asal-usul alam

semesta dan hakikat sebenarnya.

24

3) teologi yaitu ilmu yang membahas mengenai tuhan secara

rasional. Sumbangan metafisika terhadap ilmu pengetahuan

tidak dapat disangkal lagi adalah pada fundamental

ontologisnya, sumbangan metafisika pada ilmu pengetahuan

adalah persinggungan antara metafisika/ontology dengan

epistimologi. dalam metafisika yagn meplertanyakan apakah

hakikat terdalam dari kenyataan yang diantaranya dijawab

bahwa hakikat terdaam dari kenyataan adalah materi, maka

munculah paham materialism.

B. Saran

Karena masih banyak kekurangan dalam pembahasan kami ini

khususnya tentang metafisika, maka sekiranya para pembaca lebih

mendalami materi filsafat Ilmu ini yang berjudul metafisika.

25

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. 1989. Sejarah Filsafat Yunani. Jakarta: Kanisius.

Glasse, Cyril. 1999. Ensiklopedia Islam (Ringkas). Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada.

Hatta, Mohammad. 1980. Alam Pikiran Yunani. Jakarta: PT. Tintamas Indonesia.

Hornby, AS. 1974. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English.

New York: Oxford University Press.

Rudianto, R. Bambang, dkk. 1993. (Tim Redaksi Driyarkara). Hakikat

Pengetahuan dan Cara Kerja Ilmu-Ilmu. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Solomon, Robert C. & Higgins, Kathleen M. 2002. Sejarah Filsafat. Jogjakarta:

Yayasan Bentang Budaya.