1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktivitas, baik
karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktivitas manusia lainnya.
Sampah masih menjadi masalah serius di berbagai kota di Indonesia.
Bahkan sampah selalu menjadi masalah lingkungan yang mengglobal.
Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang terus berlangsung merupakan
akibat terus bertambahnya kuantitas sampah. Jumlah sampah yang masuk
lebih besar dibandingkan jumlah sampah yang berhasil diproses.
Berbagai kegiatan manusia menghasilkan sampah. Sampah
dihasilkan di daerah pemukiman, pasar, pertokoan, fasilitas sosial, dan
kegiatan industri. Pemukiman penduduk merupakan penyumbang sampah
terbesar yang berupa buangan padat yang berasal dari sisa sayuran, buah-
buahan, makanan, serta sampah anorganik seperti plastik, kertas, logam,
dan lain-lain. Volume sampah yang besar dan beranekaragam jenisnya,
jika tidak dikelola dengan baik dan benar sangat berpotensi menimbulkan
permasalahan yang kompleks dan serius.
Peningkatan jumlah sampah yang ada juga tidak diikuti dengan
pengelolaan sampah yang lebih baik. Umumnya kota-kota di Indonesia
belum mampu mengangkut seluruh sampah yang dihasilkan oleh
masyarakat karena keterbatasan dana, sarana, sumber daya manusia,
teknologi pengolahan, manajemen, dan berbagai hal lainnya.
2
Sistem penanganan sampah kota yang ada pada saat ini masih
mengandalkan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai tempat
pembuangan sampah. Persoalan dalam penanganan sampah kota, selain
adanya keterbatasan ruang untuk TPA juga masalah polusi udara dari
aromanya yang tidak sedap sampah dan belum optimalnya pemanfaatan
sampah organik dan sampah non organik menjadi sesuatu yang memiliki
nilai positif baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Selain itu, lokasi
TPA yang jauh juga dapat membuat anggaran pengelolaan sampah
membengkak, karena semakin jauh jarak lokasi TPA maka semakin besar
pula biaya transportasi yang dibutuhkan.
Tingginya laju pertambahan sampah tidak seluruhnya dapat
ditangani oleh pemerintah baik. Sehingga sampah ini mengalami
penumpukan dan berpotensi untuk dibuang ke sungai atau dibakar. Sisa
sampah yang menumpuk dapat menjadi sumber penyakit, sumber
pencemaran, dan mengganggu estetika lingkungan.
Pengelolaan sampah yang ada saat ini perlu ditata agar lebih baik,
mengingat TPA dalam jangka panjang tidak dapat menampung volume
sampah yang ada. Kesadaran masyarakat yang kurang akan nilai sampah
juga menjadikan sampah sebagai barang yang berkonotasi negatif. Untuk
itu diperlukan alternatif sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif,
efisien, dan sadar lingkungan.
3
B. Rumusan Masalah
Berikut beberapa rumusan masalah yang akan dibahas antara lain
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sampah?
2. Apa yang dimaksud dengan Tempat Pembuangan Akhir
Sampah?
3. Bagaimana permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia?
4. Bagaimana pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Kabupaten Barru?
5. Apa dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh Tempat
Pembuangan Akhir Sampah terhadap lingkungan?
6. Bagaimana cara memperbaiki sistem pengelolaan sampah di
Tempat pembuangan Akhir Sampah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
mengetahui sistem pengelolaan sampah dan fungsi dari Tempat
Pembuangan Akhir Sampah.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan antara lain sebagai berikut:
1. Diketahuinya proses pengelolaan sampah termasuk peranan
Tempat Pembuangan Akhir Sampah terutama Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Kabupaten Barru
4
2. Sebagai bahan referensi untuk melakukan kajian perbaikan
lanjutan mengenai pengelolaan persampahan.
E. Batasan Masalah
Berikut beberapa batasan masalah yang akan dibahas antara lain
sebagai berikut:
1. Defenisi sampah.
2. Defenisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
3. Permasalahan pengelolaan sampah di Indonesia.
4. Pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Kabupaten Barru.
5. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh Tempat
Pembuangan Akhir Sampah terhadap lingkungan.
6. Solusi memperbaiki sistem pengelolaan sampah di Tempat
Pengelolaan Akhir Sampah.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemberdayaan Masyarakat
Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat
untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebgai pelaku dalam
pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku
pembanguna lainnya (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997). Konsep
pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu
dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan
keadilan.
Pemberdayaan masyarakat adlah pengalaman dan pengetahuan
masyarakat tentang keberdayaan yang sangat luas dan berguna serta
kemauan masyarakat agar dapat menjadi lebih baik.
Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan sangat
penting, menurut Uphoff (Sumardjo dan Sahrudin, 2003) ada tiga alasan
utama yaitu:
1. Sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk
berpartisipasi dan merupakan suatu cara untuk menumbuhkan
rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap
program pembangunan yang dilaksanakan.
2. Sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan
potensi dan sikap masyarakat setempat.
6
3. Masyarakat mempunyai hak untuk memberikan pemikirannya
dalam menentukan program-program yang akan dilaksanakan
di wilayah mereka.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan
membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu
memberikan kontribusi dan dukungan terhadap proses pembangunan yang
terjadi di lingkungannya. Masyarakat akan ikut menangani limbah
domestik apabila mereka memiliki keberdayaan, sehingga pemberdayaan
masyarakat menjadi penting dan mendesak (Ditjen Bina Bangda, 2002).
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, menempatkan otonomi
daerah secara utuh pada daerah Kabupaten dan Daerah Kota dengan tujuan
untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran
dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Atas dasar ini,
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mempunyai kewenangan dan
keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
prakarsa dan aspirasi masyarakat (Elfian, 2001).
B. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris participation yang berarti
ambil bagian atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain.
Sedangkan dalam kamus Webster, arti partisipasi mengambil bagian atau
ikut menanggung bersama orang lain, Natsir (1986).
7
Dengan demikian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan
keikutsertaan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain secara aktif dan sukarela dalam
menetukan arah, strategi dan tujuan pembangunan.
C. Pencemaran Lingkungan
Menurut Saeni (1989), pencemaran adalah peristiwa adanya
penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia
ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya
terhadap lingkungan itu. Zat pencemar adalah zat yang mempunyai
pengaruh menurunkan kualitas lingkungan, atau menurunkan nilai
lingkungan itu.
Menurut pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997,
baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada zat pencemar
yang ditanggung keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu. Pasal
14 ayat 1 menyatakan bahawa setiap usaha kegiatan dilarang melanggar
baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pencemaran lingkungan merupakan bermacam-macam makhluk
hidup, bahan, zat-zat pada suatu lingkungan, yang menyebabkan
timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan, karena adanya
perubahan yang bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis (Supardi, 1994).
Pencemaran lingkungan mempunyai derajat pencemaran yang berbeda,
8
didasarkan pada konsentrasi zat pencemar, waktu tercemarnya, lamanya
kontak antara bahan pencemaran dengan lingkungan.
Menurut Tchobanoglous, et.al (1977), perolehan gas nitrogen (N2),
Karbon dioksida (CO2) dan Metana (CH4), pada landfill tergantung
banyaknya komponen organik pada landfill, hara yang tersedia, kadar air
pada sampah, tingkat kepadatan sampah pada kondisi awal, waktu
penimbunan dan lain-lain. Secara umum perolehan gas N2, CO2, dan CH4
pada landfill dapat dihitung dengan melakukan perkalian antara volume
sampah pada landfill dengan nilai persen masing-masing gas, menurut
jangka waktu penimbunan sampah.
Sampah merupakan sumber beberapa jenis penyakit menular,
keracunan dan lain-lain (Slamet, 1994). Bahan beracun, bakteri, virus,
jamur dan lain-lain yang ada dalam timbunan sampah, dapat berpindah
tempat ke tempat lain melalui proses lindi. Apabila cairan dari sampah
yang mengandung bibit penyakit masuk ke dalam air permukaan, maka air
permukaan tersebut akan berperan sebagai penyebar mikroba patogen atau
penyakit menular di dalam air.
Ada empat hal penyebab pencemaran air tanah sebagai berikut:
1. Bila jarak antara sumur dan jamban kurang dari 10 meter untuk
tanah biasa dan paling dekat 15 meter untuk tanah porus atau
gembur.
9
2. Lokasi sumur tersebut sebelumnya merupakan lokasi sumber
limbah rumah tangga atau dekat industri atau bekas lokasi TPA
sampah.
3. Merembesnya air permukaan yang telah tercemar, WC dan air
cucian ke dalam sumur.
4. Masuknya debu yang sudah tercemar ke dalam sumur terbuka.
Dari keempat sumber pencemaran air tanah yang berasal dari TPA
merupakan rembesan dari timbunan limbah di TPA sampah, dan
merupakan sumber kontaminan potensial bagi air permukaan, air tanah
dangkal maupun air tanah dalam.
Secara umum sumber pencemaran air tanah berasal dari tempat-
tempat pembuangan sampah, mudah meresap ke dalam tanah, sehingga
sampah organik merupakan sumber primer pencernaan bakteriologik
(Bitton, 1984 dalam Wuryadi, 1990) menurut Bouwer (1987)
menambahkan, jarak aman dari bidang resapan adalah 30 meter untuk
daerah di atas muka air tanah, dan 60 meter di bawah muka air tanah.
D. Defenisi Sampah
Sampah merupakan material sisa hasil proses suatu aktivitas, baik
karena kegiatan industri, rumah tangga, maupun aktivitas manusia lainnya.
Adapun beberapa defenisi sampah menurut beberapa ahli antara lain
sebagai berikut:
10
1. Kamus Istilah Lingkungan, 1994
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak
berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan
atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan.
2. Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang
belum memiliki nilai ekonomis.
3. Dr. Tandjung, M.Sc., 1982
Sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dibuang oleh
pemiliknya atau pemakai semula.
4. Prof. Ir. Radyastuti W., 1996
Sampah adalah sumberdaya yang tidak siap pakai.
Berikut tabel mengenai sumber dan jenis sampah.
Sumber
Jenis, Fasilitas, Aktivitas,
Lokasi Timbulnya
Sampah
Jenis Sampah
Pencemaran Rumah tinggal, apartemen
atau rumah susun
Sisa makan, rubbish,
abu, sampah khusus.
Komersil Toko, restoran, pasar,
bangunan kantor, hotel,
percetakan, toko onderdil,
Sisa makan, rubbish,
abu, sisa bangunan,
11
perusahaan. sampah khusus.
Fasilitas
kesehatan
Rumah sakit, puskesmas,
poliklinik, apotek.
Sisa makan, rubbish,
sampah khusus.
Industri Bangunan, pabrik,
penyulingan, instalasi,
kimia, pertambangan
tenaga.
Sisa makanan,
rubbish, sisa atau
bekas buangan,
sampah khusus,
sampah berbahaya.
Lapangan
terbuka
Jalan, taman, tanah kosong,
lapangan bermain, pantai,
jalan tol, tempat rekreasi.
Sampah khusus,
rubbish.
Industri
pengolahan
PDAM, IPAL, proses
pengolahan industri.
Sampah dan instalasi
lumpur residu.
pertanian Hasil semua ladang, kebun,
peternakan.
Sisa makanan
membusuk, sampah
perkotaan, rubbish,
sampah berbahaya.
E. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah bertujuan mengubah sampah menjadi bentuk
yang tidak mengganggu dan menekan volume, sehingga mudah diatur.
Cara pengelolaan sampah yang dianggap terbaik saat ini adalah
penimbunan dan pemadatan secara berlapis-lapis (sanitary landfills),
sampah tidak terbuka selama 24 jam karena apabila air hujan yang terserap
12
ke lapisan tanah dan melalui lapisan tanah akan membentuk cairan lindi,
yang mengandung padatan terlarut dan zat-zat lain hasil perombakan
bahan organik oleh mikroba. Lindi tersebut dapat mengalir bersama air
hujan atau air permukaan dan meresap ke dalam lapisan-lapisan tanah dan
masuk ke dalam air tanah (Clark, 1997).
Menurut Suratmo (2002), pengelolaan sampah di TPA terdiri dari
open dumping, landfill insmerator, pembautan kompos dan teknologi baru
(reduce, recycle, dan reuse). Sedangkan partisipasi masyarakat dalam hal
pengelolaan sampah harus diperhatikan ketersediaan tempat sampah di
rumah, ketersediaan TPS, ketaatan membayar iuran dan ketaatan
membuang sampah di tempat yang telah ditentukan. Berikut diagram
kerangka dasar pemikiran pengelolaan sampah.
F. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
13
Pada era saat ini tempat pembuangan sampah akhir yang umum
dipergunakan di beberapa negara adalah dengan tanah urugan atau dikenal
dengan landfill yang berfungsi sebagai Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Menurut Tchobanoglous 1999, TPA adalah suatu fasilitas fisik yang
digunakan untuk pembuangan sisa limbah padat atau sampah di atas
permukaan tanah dari Bumi. Akan tetapi saat ini istilah TPA mengacu
pada rekayasa fasilitas untuk pemusnahan limbah padat kota yang
dirancang dan dioperasikan untuk meminimumkan dampaknya terhadap
kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Menurut Novotny dan Olem (1994) saat ini Tempat Pembuangan
Akhir Sampah termasuk sumber pencemaran air tanah utama di dunia
setelah tangki septik dengan perhitungan saat itu di Amerika Serikat hanya
6% dari seluruh sanitary landfill yang tidak menyebabkan masalah
lingkungan dan beroperasi secara baik. Hal ini didukung oleh Freeze dan
Cherry (1979) yang menyatakan bahwa kontaminasi air tanah oleh bahan
organik yang dapat bergerak akan menjadi masalah yang sangat serius.
G. Lindi
Maslah yang timbul dalam pengurungan atau penimbunan sampah
ke dalam tanah adalah kemungkinan pencemaran air oleh lindi.
Tchobanoglous (1977) menyatakan lindi merupakan limbah cair atau
cairan yang melalui timbunan sampah yang mengekstrak bahan yang
terlarut atau tersuspensi di dalamnya. Cairan tersebut berasal dari
dekomposisi sampah dan dapat juga berasal dari sumber luar, seperti aliran
14
air permukaan, air hujan, air tanah dan air yang berasal dari mata air
bawah tanah.
Menurut Schmelder (1970), untuk menghindari pencemaran oleh
lindi, maka tempat pembuangan akhir sampah harus terletak jauh dari
kantong air dan memiliki lapisan kedap air, sekurang-kurangnya 3 meter
di atas permukaan air tanah tertinggi. Selanjutnya, Environmental
Protection Agency (1977), menyarankan lokasi pengelolaan sampah harus
jauh jaringan drainase, etrletak di garis pantai terluar (batas pasang 10
meter) dan jauh dari badan air, minimal 300 meter dari air permukaan.
H. Analisis Masalah Dampak Lingkungan
Kota akan selalu berhubungan erat dengan perkembangan lahan
baik dalam kota itu sendiri maupun pada daerah yang berbatasan atau
daerah sekitarnya. Selain itu lahan juga berhubungan erat dengan manusia
dan lingkungan. Menurut Kormondy (1969) menyatakan bahwa populasi
seharusnya dalam titik keseimbangan dimana lingkungan dapat
mendukung dan batas diantara titik keseimbangan tersebut merupakan
daya dukung dari lingkungan.
Secara formal Analisis Dampak Lingkungan (ADL) berasal dari
Undangundang National Environmenal Protection Act (NEPA) 1969 di
Amerika Serikat. Dalam Undang-undang ini ADL dimaksudkan sebagai
alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan
lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas
15
pembangunan yang sedang direncanakan (Otto Soemarwoto,1994).
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Environmental
Impact Analysis (EIA) adalah hsasil studi mengenai dampak
penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan
hidup. Menurut Fola S. Ebisemiju (1993) AMDAL muncul sebagai
jawaban atas keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia,
khususnya pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri pada tahun
1960-an. Sejak itu, AMDAL telah menjadi alat utama untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih lingkungan dan selalu melekat
pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Pada dasarnya AMDAL adalah keseluruhan dokumen studi
kelayakan lingkungan yang terdiri dari Kerangka Acuan (KA), Analisis
Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL), dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dari pengertian
tersebut, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) hanya merupakan salah
satu dokumen dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Proses penelitian ini dilakukan di Kawasan Relokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Kabupaten Barru. Pertimbangan memilih
Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kabupaten Barru karena tempat
tersebut merupakan pusat pembuangan dan pengelolaan sampah kota di
Kabupaten Barru.
Penelitian ini dilaksanakan pada 17 Mei 2011sampai 21 Mei 2011.
B. Metode Penelitian
Penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode deskriptif.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
terbagi atas 3 metode, yaitu:
1. Wawancara, dilakukan dalam bentuk wawancara kepada
narasumber yang dianggap pakar dalam masalah pengelolaan
sampah kota.
2. Penelitian lapangan, dilakukan dengan observasi langsung pada
objek penelitian yaitu kawasan relokasi Tempat Pembuangan
Akhir Sampah Kabupaten Barru
3. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara membaca, menguip baik secara langsung maupun
tidak langsung dari buku, literatur bersifat ilmiah dan
17
berhubungan langsung dengan topik yang diteliti maupun
referensi data dari objek yang diteliti.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama,
dari individu, seperti hasil wawancara atau hasil diskusi lapangan yang
biasa dilakukan sendiri. Data primer dalam penelitian ini merupakan
data yang diperoleh melalui hasil survai lapangan dan hasil wawancara
dengan beberapa orang yang dianggap pakar dalam masalah
pengelolaan sampah dan TPA.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan jenis data yang ada kaitannya dengan
masalah yang diteliti. Data ini diperoleh melalui dokumen yang
dimiliki oleh pihak Pemerintah Kabupaten Barru melalui Dinas
Pekerjaan Umum, Bagian P. L. P. Pekerjaan Umum Kabupaten Barru.
Selain itu, data ini juga berssumber dari berbagai referensi.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Permasalah Sistem Pengelolaan Sampah di Indonesia
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses
alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai
ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang
atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar. Setiap
aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau
volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang
atau material yang kita gunakan sehari-hari. Demikian juga dengan jenis
sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Oleh
karena itu pegelolaan sampah tidak bisa lepas juga dari pengelolaan gaya
hidup masyarakat.
Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik
dan sampah anorganik. Sampah basah adalah sampah yang berasal dari
makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain-lain. Sampah
jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sebaliknya
dengan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, dan lain-lain.
Sampah jenis ini tidak dapat terdegradasi secara alami.
Pada umumnya, sebagian besar sampah yang dihasilkan di
Indonesia merupakan sampah basah, yaitu mencakup 60-70% dari total
volume sampah. Oleh karena itu pengelolaan sampah yang
19
terdesentralisisasi sangat membantu dalam meminimasi sampah yang
harus dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada prinsipnya pengelolaan
sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Selama
ini pengelolaan persampahan, terutama di perkotaan, tidak berjalan dengan
efisien dan efektif karena pengelolaan sampah bersifat terpusat.
Sampah masih menjadi masalah serius di berbagai kota di
Indonesia. Bahkan sampah selalu menjadi masalah lingkungan yang
mengglobal. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang terus
berlangsung merupakan akibat terus bertambahnya kuantitas sampah.
Jumlah sampah yang masuk lebih besar dibandingkan jumlah sampah yang
berhasil diproses.
Tempat Pembuangan Akhir Sampah atau TPA Sampah adalah
tempat mengkarantinakan sampah atau menimbun sampah yang diangkut
dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari
penolakan warga masyarakat sekitar TPA dan bahkan TPS-TPS resmi dan
liar, akibat kepulan asap dan bau menyengat yang ditimbulkan pengolahan
sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilup akan, tragedi yang
merenggut nyawa tidak bersalah hampir sering terjadi di beberapa TPA di
Indonesia.
Sudah banyak upaya yang dilakukan, mulai pemilahan sampah di
TPA, pengolahan menjadi pupuk dengan mendirikan rumah kompos
termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun
20
akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya
masih jalan ditempat dan bahkan mati suri.
Di Indonesia pada khususnya, dan di negara berkembang pada
umumnya, masalah penegakan hukum lingkungan mungkin masih
merupakan suatu simponi yang sumbang yang gemanya sangat kecil, atau
bahkan tidak ada sama sekali. Gemanya akan terkalahkan oleh kasus-kasus
pidana korupsi, kriminal atau masalah white crime yang bobotnya
menggelegar. Beda dengan kasus hukum lingkungan. Orang hanya
memandang dengan sebelah mata. Kita tidak mempermasalahkan hal itu,
karena orang mungkin tidak tahu atau belum mengetahui secara benar,
bahwa bencana lingkungan itu bahayanya lebih besar dari yang
diperkirakan. Mungkin orang itu memiliki pikiran sempit, dan tidak
memiliki wawasan tentang lingkungan hidup. Lahirnya UU Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diharapkan mampu menjawab
tantangan kedepan tentang permasalahan yang menyangkut pemanfaatan
lingkungan termasuk dalam hal ini adalah masalah pengelolaan sampah
kota.
Ada beberapa metode atau cara penimbunan sampah pada TPA
Sampah antara lain sebagai berikut:
1. Open Dumping
21
Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang
sampah pada suatu legokan atau cekungan tanpa mengunakan
tanah sebagai penutup sampah, cara ini sudah tidak
direkomendasi lagi oleh Pemerintah RI karena tidak memenuhi
syarat teknis suatu TPA Sampah. Open dumping sangat
potensial dalam mencemari lingkungan, baik itu dari
pencemaran air tanah oleh leachate (air sampah yang dapat
menyerap kedalam tanah), lalat bau, serta binatang seperti tikus,
kecoa, nyamuk, dan lain-lain.
2. Control Landfill
Control Landfill adalah TPA sampah yang dalam
pemilihan lokasi maupun pengoperasiannya sudah mulai
memperhatikan Syarat Teknis (SK-SNI) mengenai TPA sampah.
Sampah ditimbun dalam suatu TPA Sampah yang sebelumnya
telah dipersiapkan secara teratur, dibuat barisan dan lapisan
setiap harinya dan dalam kurun waktu tertentu timbunan sampah
tersebut diratakan dipadatakan oleh alat berat seperti Buldozer
maupun Truck Loader dan setelah rata dan padat timbunan
sampah lalu ditutup oleh tanah, pada control landfill timbunan
sampah tidak ditutup setiap hari, biasanya lima hari sekali atau
seminggu sekali. Secara umum control landfill akan lebih baik
bila dibandingkan dengan open dumping dan sudah mulai
dipakai diberbagai kota di Indonesia.
22
3. Sanitary Landfill
Sanitary landfil adalah sistem pembuangan akhir sampah
yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun di TPA sampah
yang sudah disiapkan sebelumnya dan telah memenuhi syarat
teknis, setelah ditimbun lalu dipadatkan dengan menggunakan
alat berat seperti buldozer maupun track loader, kemudian
ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup setiap hari pada
setiap akhir kegiatan. Hal ini dilakukan terus menerus secara
berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan.
4. Improved Sanitary Landfill
Improved Sanitary landfill merupakan pengembangan
dari sistem sanitary landfill, dilengkapi dengan instalasi
perpipaan sehingga air sampah atau leachate dapat dialirkan dan
ditampung untuk diolah sehingga tidak mecemari lingkungan,
bila air sampah yang telah diolah tersebut akan dibuang
keperairan umum, maka harus memenuhi peraturan yang telah
ditentukan oleh Pemerintah RI Mengenai. Pada Improved
Sanitary landfill juga dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan
gas yang dihasilkan oleh proses dekomposisi sampah di landfill.
5. Semi Aerobic Landfill
Sistem ini merupakan pengembangan dari teknik
improved sanitary landfill, dimana usaha untuk mempercepat
proses penguraian sampah oleh bakteri (dekomposisi sampah)
23
dengan memompakan udara (oksigen) kedalam timbunan
sampah. Teknologi ini sangat mahal tetapi sangat aman terhadap
lingkungan.
Masalah Persampahan di kabupaten/kota di Indonesia semakin
rumit saja, sementara sebagian besar pemda, benar dan fakta masih jalan di
tempat dan deadline pengelolaan sampah open dumping semakin dekat
(pemda kabupaten/kota harus segera tinggalkan pada tahun 2013
sebagaimana perintah UU.No.18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah), tentu diharapkan sebuah terobosan (kerjasama segenap
stakeholder dalam menciptakan sebuah sistem pengelolaan yang berpihak
kepada masyarakat), melalui perubahan paradigma tentang kelola sampah,
dimana masyarakat sebagai produsen sampah terbesar).
Hampir semua pemerintahan kabupaten/kota tidak atau belum
memiliki konsep dan perencanaan yang terpadu dalam pengelolaan
sampah baik di TPA terlebih di TPS yang bernilai ekonomis. Perencanaan
yang menggambarkan upaya pengurangan, pemanfaatan kembali, dan daur
ulang, seperti konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycling) tidak berjalan
dengan baik, sehingga sampah yang dihasilkan masyarakat semakin
banyak setiap tahun tanpa terkendali.
B. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kabupaten Barru
Persoalan dalam penanganan sampah kota, selain adanya
keterbatasan ruang untuk TPA juga masalah polusi udara dari aroma tidak
sedap sampah dan belum optimalnya pemanfaatan sampah organik dan
24
non organik menjadi sesuatu yang memiliki nilai positif baik dari sisi
ekonomi maupun lingkungan. Selain itu tempat pembuangan sampah yang
jauh juga dapat membuat anggaran pengelolaan sampah membengkak,
karena semakin jauh semakin besar pula biaya transportasinya.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ada 5 metode atau cara
penimbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Namun,
untuk TPA sampah Kabupaten Barru masih menggunakan metode open
dumping. Metode ini merupakan metode yang sederhana yaitu dengan
membuang sampah pada atau cekungan tanpa mengunakan tanah sebagai
penutup sampah, cara ini sudah tidak direkomendasi lagi oleh Pemerintah
RI karena tidak memenuhi syarat teknis suatu TPA Sampah. Open
dumping sangat potensial dalam mencemari lingkungan, baik itu dari
pencemaran air tanah oleh lindi, lalat bau, serta binatang seperti tikus,
kecoa, nyamuk, dan lain-lain.
Kawasan relokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)
Kabupaten Barru memiliki luas sekitar 5 hektar. Jumlah tenaga kerja
keseluruhan adalah 79 orang pekerja. Dalam mempermudah proses
pengelolaan sampah, pemerintah Kabupaten Barru menyiapkan beberapa
kendaraan dan alat. Berikut daftar infentaris peralatan Dinas Kebersihan
Kabupaten Barru.
No Peralatan Jumlah Unit
1 Dunp truck/ Arm roll 7 unit
25
2
3
4
5
6
Motor tiga roda
Buldozer
Mesin rumput
Gerobak sampah
Kontainer
5 unit
1 unit
2 unit
8 unit
7 unit
Untuk tahun 2010, jumlah sampah yang diproses di Kabupaten
Barru adalah 37.450,4 m3. Berikut perinciannya.
No Proses Volume Sampah
1
2
3
4
5
Diangkut ke TPA
Ditimbun
Dibuang ke sungai
Dibuat kompos
a. TPA
b. Terminal
c. Taman
d. Kantor
e. Sekolah
f. Pasar
g. Pemukiman
Daur ulang
a. TPA
25.907,6 m3
4.702,5 m3
1.947 m3
150 m3
2 m3
50 m3
22,3 m3
21 m3
630 m3
326 m3
160 m3
26
b. Pasar
c. Umum
1.932 m3
1.600 m3
Seperti halnya TPA Kabupaten Barru, TPA di beberapa
kota/kabupaten di Indonesia juga masih menggunakan metode open
dumping. Sebenarnya metode ini sudah tidak direkomendasikan lagi oleh
pemerintah untuk diterapkan karena metode ini sangat berpotensi untuk
menimbulkan pencemaran lingkungan. Berikut gambar keadaan TPA
Kabupaten Barru yang masih menggunakan metode open dumping.
Gambar 1
27
Gambar 2
Setiap harinya sampah-sampah dari beberapa daerah kecamatan di
Kabupaten Barru diangkut ke TPA menggunakan beberapa kendaraan
operasional dump truck. Beberapa penduduk sekitar TPA memanfaatkan
TPA ini sebagai sumber pendapatan. Mereka memanfaatkan barang-
barang bekas yang dapat diolah kembali atau dijual ke pedagang
pengumpul, seperti botol, kardus, dan kertas. Mereka juga membangun
gubuk-gubuk untuk dijadikan sebagai tempat penampungan barang-barang
bekas. Selain itu, mereka juga menggunakannya untuk beristirahat.
28
Gambar 3
Gambar 4
29
Gambar 5
Gambar 6
30
C. Solusi Memperbaiki Sistem Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan
Akhir
Hampir semua pemerintahan kabupaten/kota belum memiliki
konsep dan perencanaan yang terpadu dalam pengelolaan sampah baik di
TPA terlebih di TPS yang bernilai ekonomis. Perencanaan yang
menggambarkan upaya pengurangan, pemanfaatan kembali, dan daur
ulang, seperti konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) tidak berjalan dengan
baik, sehingga sampah yang dihasilkan masyarakat semakin banyak setiap
tahun tanpa terkendali.
Hal tersebut inilah sebagai dasar ide program pengelolaan sampah
berbasis komunal dengan melibatkan langsung masyarakat dalam
pengelolaan sampahnya di tingkat TPS. Termasuk sebuah ide program
31
Pengelolaan Sampah Regional Terpadu (Regional Management Zero
Waste) di tingkat Kabupaten/Kota pada TPA.
Solusi ini merupakan hasil karya (teknologi) anak bangsa,
sebenarnya pemerintah kabupaten/kota di Indonesia tidak perlu repot dan
keluarkan uang banyak untuk mempergunakan SDM dan Teknologi
bangsa asing khususnya dalam mengelola atau mengantisipasi sampah
kota. Seharusnya pakai SDM dan Teknologi sendiri yang murah, mudah
pelaksanaan dan terlebih teknologi ini berpihak pada rakyat Indonesia
sendiri serta ramah lingkungan.
Sentralisasi Desentralisasi (se-Desentralisasi) dengan Pola Inti-
Plasma (Aplikasi 3R). Sistem se-desentralisasi merupakan sistem yang
terbaik untuk Indonesia saat ini dalam pengelolaan sampah atau limbah
pertanian. Sistem ini bertujuan mengurangi arus sampah ke TPA dengan
membagi-bagi pengolahan sampah tersebut di beberapa titik yaitu sebagai
berikut:
1. Pengolahan Langsung Dari Sumber Sampah, IPSO oleh Usaha
Plasma > Kelompok Usaha Masyarakat (KUB) Termasuk
beberapa unit IPSO di sekitar kawasan sumber sampah.
2. Pengolahan di TPS, IPSO oleh Usaha Plasma > Kelompok
Usaha Masyarakat (kelompok tani/nelayan/restoran/pabrik).
3. Pengolahan di TPA, IPSK oleh Usaha Inti oleh Pemda/
Perusda/ UKMK (dibangun Pabrik Plastik/Pupuk Granul/
Tablet) dengan peran aktif masyarakat sebagai pengelola.
32
Dalam konsep pengelolaan sampah secara regional ini (bisa jadi
regional dalam kerangka kecamatan atau kabupaten/kota) khususnya yang
diantara kecamatan atau kabupaten/kota yang tidak memiliki lahan TPA
ataupun TPS, konsep ini sangat layak dipikirkan dan diaplikasikan oleh
pemerintah sebagai pemegang kendali (regulasi) dalam pengelolaan
sampah, demi efisiensi dan efektifitas pengelolaan yang bebasis komunal
namun tidak terlupakan aspek ekonominya. Karena tanpa kerjasama dari
semua stakeholder dan ada nilai ekonomi serta moral di dalam pengolahan
paradigma tentang kelola sampah, maka mustahil pengelolaan sampah
dapat teratasi dengan benar dan bijak.
Permasalah TPA yang memerlukan penanganan khusus dari
operasi sistem TPA ini adalah mengusahakan agar lindi tidak meresap ke
dalam air tanah dangkal supaya tidak mencemari lingkungan. Pada
prinsipnya pada TPA telah disiapkan unit pengolah air lindi yang
dikumpulkan sebelum dibuang ke sistem air permukaan. Pada kondisi
normal air lindi ditemukan pada dasar TPA dan bergerak melewati lapisan
dasar yang juga tergantung pada sifat-sifat bahan sekitarnya. Pengelolaan
lindi dapat dilakukan dalam beberapa metode secara umum yaitu
pengurangan secara alami oleh tanah, menghambat pembentukan lindi,
pengumpulan dan pengolahan, perlakuan pendahuluan untuk mengurangi
volume dan kelarutan, dan detoksifikasi limbah berbahaya sebelum
dibuang ke saluran.
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan lindi dapat dilakukan dalam beberapa metode secara
umum yaitu pengurangan secara alami oleh tanah, menghambat
pembentukan lindi, pengumpulan dan pengolahan, perlakuan
pendahuluan untuk mengurangi volume dan kelarutan, dan
detoksifikasi limbah berbahaya sebelum dibuang ke saluran.
2. Hampir semua pemerintahan kabupaten/kota tidak atau belum
memiliki konsep dan perencanaan yang terpadu dalam pengelolaan
sampah baik di TPA terlebih di TPS yang bernilai ekonomis.
Perencanaan yang menggambarkan upaya pengurangan, pemanfaatan
kembali, dan daur ulang, seperti konsep 3R (Reduce, Reuse,
Recycling) tidak berjalan dengan baik, sehingga sampah yang
dihasilkan masyarakat semakin banyak setiap tahun tanpa terkendali.
B. Saran
1. Sebelum membuat atau merencanakan pembangunan Tempat
Pambuangan Akhir Sampah, terlebih dahulu harus dilakukan study
AMDAL karena suatu TPA Sampah sudah pasti akan menimbulkan
dampak negatif. Dengan melalui study AMDAL, maka beberapa
dampak negatif yang telah diprediksi akan timbul diusahakan dikelola
sehingga tidak melamapui nilai ambang batas yang telah ditentukan
34
oleh Pemerintah RI dalam Peraturan tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
2. Semua pihak seharusnya turut berpartisipasi dalam proses pengelolaan
sampah karena permasalahan lingkungan merupakan tanggung jawab
bersama.
35
DAFTAR PUSTAKA
http://www.penataan ruang.net/taru/upload/nspk/pedoman/TPA_sampah.pdf/
http://www.anekadownload.com/download/dl/perencanaan-tpa-sampah-pdf/
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44306/Bagian%20Iai
%20dan%20Penutup.pdf/
Institut Pertanian Bogor
36
BIODATA PENULIS
Nama : Iqbal Mansyur
Tempat Tanggal Lahir : Barru, 8 Desember 1994
Alamat : Jalan Sultan Hasanuddin 200, Barru
Hobi : Bermain Voli
Cita-Cita : Dosen
Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Barru
Alamat Sekolah : Jalan Jenderal Sudirman 32, Barru