GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN
MUSKULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PEKERJA PENGEPAK AIR MINUM
DALAM KEMASAN FA MARINSON
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2020
SKRIPSI
Oleh
RIZKA AULIYA SITORUS
NIM. 161000006
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN SIKAP KERJA DAN KELUHAN
MUSKULOSKELETAL DISORDERS (MSDs)
PADA PEKERJA PENGEPAK AIR MINUM
DALAM KEMASAN FA MARINSON
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2020
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIZKA AULIYA SITORUS
NIM. 161000006
PROGRAM STUDI S1 KESEHATANMASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 7 September 2020
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Ir. Kalsum, M.Kes
Anggota : 1. Dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S.
2. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M., M.Kes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul
“Gambaran Sikap Kerja dan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
Pekerja Pengepak Air Minum Dalam Kemasan Fa. Marinson
Pematangsiantar Tahun 2020” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya
sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat kelilmuan
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar
pustaka. Atas penyataan ini, saya siap menangung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran
terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap
keaslian karya saya ini.
Medan, September 2020
Rizka Auliya Sitorus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
Abstrak
Keluhan musculoskeletal disorders dapat terjadi pada pekerja apa saja, salah satunya adalah pada pekerja sektor informal seperti pada pekerja pengepak air
minum dalam kemasan yang ada di Pematangsiantar. Pekerjaan yang masih
dilakukan berulang-ulang dengan menyusun dan pelakbanan menggunakan
kecepatan tangan dan tekanan beban tubuh pada industri berisiko terhadap keluhan musculoskeletal. Beberapa penyebab terjadinya keluhan musculoskeletal
disorders yaitu karena faktor pekerjaan seperti beban kerja, sikap kerja dan
stasiun kerja. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan keluhan musculoskeletal disorders. Penelitian ini merupakan penelitian yang
bersifat kualitatif deskriptif. Cara penilaian sikap kerja menggunakan Rapid
Upper Limb Assessment (RULA) untuk postur duduk dan Rapid Entire body
Essessment (REBA) untuk postur berdiri. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 8 orang pekerja pengepak terdiri dari 5 orang bagian penyusun 3 orang
bagian pelakbanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap kerja dan keluhan
musculoskeletal disorders dengan tingkat risiko sedang sebanyak 5 orang (62,5%) dan pekerja dengan tingkat risiko tinggi sebanyak 3 orang (37,5%) semuanya
(100%) mengalami keluhan musculoskeletal disorders dan diperlukan investigasi
dan perbaikan sikap kerja atau postur duduk dan berdiri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah gambaran sikap kerja dan keluhan musculoskeletal pada
pekerja pengepak air minum dalam kemasan di pematangsiantar dengan risiko
tinggi dapat terjadi karena kondisi stasiun kerja yang tidak baik.
Kata kunci: Sikap kerja, keluhan musculoskeletal disorders
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
Abstract
Complaints of musculoskeletal disorders can occur in any worker, one of which is
the informal sector workers such as bottled water packing workers in Pematangsiantar. The work that is still being done repetitively by compiling and
performing services using hand speed and body weight pressure in the industry is
at risk of musculoskeletal complaints. Some of the causes of musculoskeletal
disorders complaints are due to work factors such as workload, work attitude and work stations. The purpose of this study was to describe the work attitude and
complaints of musculoskeletal disorders. This research is a descriptive qualitative
research. How to assess work attitude using Rapid Upper Limb Assessment (RULA) for sitting posture and Rapid Entire body Essessment (REBA) for
standing posture. The number of samples in this study were 8 packing workers
consisting of 5 members of the compiler, 3 people of the act. The results showed that 5 people (62.5%) of working attitudes and complaints of musculoskeletal
disorders with moderate risk level and 3 workers with high risk levels (37.5%) all
(100%) experienced complaints of musculoskeletal disorders and required
investigation. and improvement of work postures or sitting and standing postures. The conclusion of this study is a description of the work attitude and
musculoskeletal complaints of bottled water packing workers in Pematangsiantar
with a high risk of being caused by poor work station conditions.
Key words: Work attitude, complaints musculoskeletal disorders
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW
yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang
benderang ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas
Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H.,M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus dosen Penasehat
Akademik penulis.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M. Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M. S., selaku Sekretaris Departemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara dan dosen Penguji Skripsi I yang telah berkenan memberikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
tambahan ilmu dan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam
penulisan skripsi ini.
5. Ir. Kalsum M.Kes., selaku dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis selama menyusun skripsi dan
memberikan banyak ilmu serta solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan
dalam penulisan skripsi ini.
6. Eka Lestari Mahyuni, S.K.M, M.Kes., selaku dosen Penguji Skripsi II yang
telah berkenan memberikan tambahan ilmu, kritikan guna penyempurnaan
skripsi dan memberikan solusi pada setiap permasalahan atas kesulitan dalam
penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat telah memberikan
pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
8. Seluruh Pegawai dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Teristimewa kedua orang tua, ayahanda tercinta Alm. Darma Sitorus dan
ibunda tersayang Nurlaily, S.Ag yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
10. Terkhusus untuk saudara dan saudari (Rahmi Abdiyah Sitorus dan Mhd.
Rasyad Al-Fauzan Sitorus) yang telah memberikan semangat kepada penulis
11. Seluruh teman-teman seangkatan 2016, teman departeman K3 Dara, Balqis,
Rica, Cindi yang selalu sabar dengan kejahilan penulis dan teman terbaik
yang selalu berjuang bersama sedih dan susah Rara, Indah, Ayu yang selalu
mengisi hari-hari menjadi sangat menyenangkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
12. Rinaldi Pratama, yang telah membantu, memberikan masukan dan semangat
setiap harinya dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang keselamatan dan
kesehatan kerja.
Medan, September 2020
Rizka Auliya Sitorus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetepan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan Umum 6
Tujuan Khusus 6
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 8
Sikap Kerja 8
Pengertian sikap kerja 8
Jenis-jenis sikap kerja 8
Sikap tubuh alamiah 11
Sikap kerja tidak alamiah 13
Sikap kerja berulang (aktivitas berulang) 14
Masa kerja 14
Musculoskeletal Disorders (MSDs) 15
Pengertian MSDs 15
Anatomi dan fisiologi sistem MSDs 16
Keluhan MSDs 18
Faktor-faktor risiko MSDs 24
Tanda-tanda gejala MSDs 32
Metode Penilaian Keluhan MSDs 33
Metode RULA (The Rapid Upper Limb Assesment) 33
Metode REBA 36
Landasan Teori 50
Kerangka Konsep 51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
Metode Penelitian 52
Jenis Penelitian 52
Lokasi dan Waktu Penelitian 52
Populasi dan Sampel 52
Variabel dan Defenisi Operasional 52
Metode Pengumpulan Data 54
Data Primer 54
Data Sekunder 54
Metode Pengukuran 55
Metode Analisis Data 58
Hasil Penelitian 59
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 59
Gambaran umum perusahaan 59
Identitas perusahaan 59
Visi 59
Misi 60
Jumlah tenaga kerja 60
Pelaksanaan proses produksi 60
Material 62
Gambaran Proses Produksi Air Minum dalam Kemasan Bagian
Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar 63
Gambaran Pekerja bagian Pengepakan 66
Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja bagian pengepakan 69
Gambaran Sikap Kerja Duduk dan Berdiri dan Keluhan 72
Pembahasan 74
Gambaran Postur Duduk Pekerja Penyusunan Bagian Pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar 74
Gambar Postur Berdiri Pekerja Pelakbanan Bagian Pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar 82
Gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar 85
Keterbatasan Penelitian 90
Kesimpulan dan Saran 91
Kesimpulan 91
Saran 92
Daftar Pustaka 94
Lampiran 97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1. Skor Range Pergerakan Leher 40
2. Skor Pergerekan Punggung 41
3. Skor Pergerakan Kaki 41
4. Skor Tabel A 42
5. Skor Pergerakan Lengan Atas 44
6. Skor Pergekan Lengan Bawah 45
7. Skor Pergerakan Pergelangan Tangan 46
8. Skor Tabel B 46
9. Skor Tabel C 48
10. Tabel Resiko Ergonomi 50
11. Tingkat Aksi yang Diperlukan Berdasarkan Grand Skor 56
12. Jumlah Tenaga Kerja Fa. Marinson 60
13. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Pengepakan Berdasarkan Postur
Duduk di Fa Marinson Pematangsiantar 68
14. Distribusi Frekuensi Pekerja Bagian Pengepakan Berdasarkan Postur
Berdiri di Fa Marinson Pematangsiantar 68
15. Distribusi Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bagian
Pengepakan di Fa Marinson Pematangsiantar 69
16. Distribusi Titik Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja
Bagian Pengepakan di Fa Marinson Pematangsiantar 70
17. Distribusi Lama Keluhan Musculoskeletal Disorders Lebih dari Satu
Tahun yang Dirasakan Pekerja Bagian Pengepakan dia Fa. Marinson
Pematangsiantar 70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
18. Distribusi Keluhan Musculoskeletal Disorders yang Dirasakan
Pekerja Pengepakan di Fa marinson Pematangsiantar 71
19. Distribusi Waktu Keluhan Musculoskeletal Disorders Lebih Satu
Minggu yang Dirasakan Pekerja Bagian Pengepakan dia Fa.
Marinson Pematangsiantar 71
20. Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal Disorders pada
Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar 72
21. Gambaran Postur Duduk dan Keluhan Musculoskeletal Disorders
pada Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar 72
22. Gambaran Postur Duduk dan Keluhan Musculoskeletal Disorders
pada Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar 73
23. Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 1 78
24. Besaran Sudut Postur Berdiri Pelakban 6 83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiii
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1. Postur tubuh tunggal 25
2. Postur leher 40
3. Postur tulang belakang/punggung 40
4. Postur pergerakan kaki 41
5. Postur lengan atas 44
6. Postur lengan bawah 45
7. Postur pergelangan tangan 45
8. Proses penyusunan air minum dalam kemasan 64
9. Proses pelakbanan air minum dalam kemasan 64
10. Bentuk kursi yang digunakan pekerja bagian pengepakan 65
11. Posisi kerja pekerjan dan mesin kerja bagian penyusunan 65
12. Postur duduk penyusun 1 77
13. Postur duduk operator 3 81
14. Postur berdiri pelakban 6 82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xiv
Daftar Istilah
AMDK Air Minum Dalam Kemasan
BB Berat Badan
CTDs Cummulative Trauma Disorders
CTS Carpal Tunnel Syndrome
HSE Health Safety Environment
ILO Internasional Labour Organization
IMT Indeks Masa Tubuh
KEPMENAKER Keputusan Menteri Ketenagakerjaan
KEPMENPERINDAG Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
LBP Low Back Pain
MSDs Musculoskeletal Disorders
NBM Nordic Body Map
NIOSH Nasional Institute of Occupational Safety and Health
OCD Occupational Cervicubrachial Disorders
OS Overuse Syndrome
REBA Rapid Entire Body Assessment
TB Tinggi Badan
TTS Tension Tunnel Syndrome
UU Undang-undang
WHO World Health Organization
WRMSDs Work Related Musculoskeletal Disorders
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xv
Riwayat Hidup
Penulis bernama Rizka Auliya Sitorus berumur 22 Tahun, dilahirkan di
Dolok Sinumbah pada Tanggal 26 Mei 1998. Penulis beragama Islam, anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Darma Sitorus dan Ibu
Nurlaily, S.Ag.
Pendidikan formal dimulai di TK Al-Qur’an Al-Ikhlas Bahjambi Tahun
2004. Pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 091566 Bahjambi Tahun 2005-
2010, Sekolah Menengah Pertama di MTs Negeri Pematangsiantar Tahun 2011-
2013, Sekolah Menengah Atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Pematangsiantar Tahun 2014-2016, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan
di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Medan, September 2020
Rizka Auliya Sitorus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Penerapan ergonomi di lingkungan kerja merupakan salah satu upaya
kesehatan dan keselamatan kerja. Pelayanan kesehatan kerja yang diberikan
melalui penerapan ergonomi, diharapkan dapat meningkatkan mutu kehidupan
kerja. Ergonomi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
manusia dalam kaitan dengan pekerjannya. Ergonomi mempelajari cara- cara
penyesuaian pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja dengan manusia dengan
memerhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia yang bersangkutan sehingga
tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan
meningkatkan kenyamanan dan produktivitas kerja. Alat kerja dan lingkungan
fisik yang tidak sesuai dengan kemampuan alamiah tenaga kerja akan
menyebabkan hasil kerja tidak optimal, bahkan berpotensi menimbulkan keluhan
kesehatan dan penyakit akibat kerja (Anies, 2014).
Menurut Anies (2014) sikap tubuh serta aktivitas tertentu terhadap alat
kerja, berpotensi menimbulkan suatu gangguan kesehatan, bahkan penyakit. Sikap
tubuh saat bekerja yang salah juga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah
kesehatan antara lain nyeri, kelelahan, bahkan kecelakaan. Selain itu, sikap kerja
yang statis baik itu sikap duduk atau sikap berdiri dalam jangka waktu yang lama
juga dapat menyebabkan permasalahan tersebut. Dampak negatif tersebut akan
terjadi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
Menurut ILO (International Labour Organization) tahun 2013, setiap
tahun terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
penyakit akibat kerja. Data tersebut juga menyebutkan bahwa 2 juta kematian
terjadi disebabkan oleh penyakit akibat kerja. Menurut Departemen Kesehatan RI
tahun 2013, di Indonesia terdapat 428.844 kasus penyakit akibat kerja. Selain
penyakit akibat kerja, masalah kesehatan lain pada pekerja yang perlu mendapat
perhatian antara lain ketulian, gangguan musculoskeletal, gangguan reproduksi,
penyakit jiwa, sistem syaraf dan sebagainya. ILO juga melaporkan bahwa
gangguan musculoskeletal saat ini mengalami peningkatan kasus di banyak
negara. Contohnya, di Republik Korea gangguan musculoskeletal mengalami
peningkatan sekitar 4.000 kasus dalam kurun waktu 9 tahun dan di Inggris, 40%
kasus penyakit akibat kerja merupakan gangguan musculoskeletal.
Gangguan musculoskeletal adalah gangguan pada bagian otot rangka yang
disebabkan karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus
dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan pada sendi,
ligamen dan tendon. Menurut Humantech yang dikutip Bukhori (2010), pada
awalnya keluhan musculoskeletal menyebabkan rasa sakit, nyeri, mati rasa,
kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan rasa terbakar yang
pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstremitas sehingga dapat
mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktivitas kerja menurun.
Menurut hasil laporan, diketahui bahwa keluhan MSDs pada pekerja akan
berpengaruh pada hilangnya jam kerja seseorang. Sekitar 8.784.000 hari kerja
hilang akibat MSDs yang terjadi di tempat kerja menurut Labour Force Survey.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
Sedangkan sekitar 34% dari seluruh hari kerja hilang akibat keluhan MSDs di
tempat kerja (HSE, 2015).
Pekerjaan fisik yang berat tentunya akan membutuhkan kekuatan otot
lebih besar dan memiliki risiko terhadap timbulnya keluhan pada tubuh yang akan
berdampak pada kesehatan. Keluhan muskuloskeletal akan meningkat apabila otot
menerima beban yang terlalu berat dan terus-menerus berulang ditambah dengan
durasi waktu yang lama. Keluhan pada otot tidak terjadi apabila kontraksi dari
otot hanya digunakan sekitar 15–20% dari keseluruhan kekuatan otot maksimum.
Jika kontraksi otot yang dilakukan > 20% dapat menyebabkan peredaran darah ke
otot berkurang. Sehingga menyebabkan penurunan suplai O2 yang dibawa oleh
otot, proses karbohidrat terhambat dan menimbulkan penimbunan asam laktat
yang berdampak pada timbulnya rasa tidak nyaman bahkan rasa nyeri pada otot
(Tarwaka, 2015).
Penelitian Amelinda, I (2017) tentang Hubungan Sikap Kerja Dengan
Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Unit Weaving Di PT Delta Merlin Dunia
Textile IV Boyolali tahun 2017 menjelaskan bahwa terdapat keluhan
muskuloskeletal dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM) didapatkan
bahwa responden 5 pekerja mengalami keluhan dengan tingkat aksi 3 yaitu tinggi
dan 5 pekerja mengalami keluhan dengan tingkat aksi 2 yaitu sedang. Dengan
demikian, besar tingkat posisi kerja yang tidak ergonomis memengaruhi besar
tingkat keluhan muskuloskeletal pada pekerja, yaitu semakin tinggi besar tingkat
posisi kerja yang tidak ergonomis maka semakin tinggi besar keluhan
muskuloskeletal. Penelitian Utami, C (2017) tentang Hubungan Lama Kerja,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
Sikap Kerja dan Beban Kerja dengan Muskuloskeletal Disorders (Msds) pada
Petani Padi di Desa Ahuhu Kecamatan Meluhu Kabupaten Konawe Tahun 2017
yaitu beban kerja yang dialami petani sangatlah berat karena para petani setelah
melakukan aktivitas menanam padi sawah sangatlah tinggi karena gerakkan tubuh
yang sangat rentan dan sangat menguras tenaga karena pekerjaan yang dilakukan
berulang ulang.
Penelitian Tjahayuningtyas, A (2019) tentang Faktor Yang
Mempengaruhi Keluhan Musculoskeletal Disorders (Msds) pada Pekerja
Informal menjelaskan bahwa pada tahun 2017 sampai tahun 2019 terjadi
keluhan rasa tidak nyaman, rasa pegal, nyeri, kesemutan bahkan timbul rasa
sakit pada pekerja diseluruh bagian tubuh. Pada umumnya ada atau tidaknya
keluhan muskuloskeletal pada bagian tubuh responden, diketahui bahwa paling
banyak sekitar 86% (33 responden) dari seluruh responden merasakan keluhan
pada bagian pergelangan tangan kanan, sekitar 81% merasakan keluhan pada
bagian bahu kanan dan bahu kanan. Sekitar 68% merasakan keluhan pada
bagian kaki kanan dan 65% pada bagian kaki kiri.
Perindustrian Fa Marinson Pematangsiantar merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang air minum dalam kemasan. Pekerjaan yang dilakukan para
pekerja di Fa Marinson adalah melakukan filling cup yang menggunakan mesin,
pengepakan, pelakbanan, penyusunan dan penjualan. Proses kerja di perusahaan
ini dimulai dari filling cup pengisian air minum dalam kemasan mengunakan
mesin, dilakukan proses pengepakan dengan mesin ban berjalan, penyusunan
dilakukan didalam dus/ kotak yang diisi dengan air minum dalam kemasan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5
sedotan dibelakang punggung pekerja, selanjutnya proses pelakbanan
mengunakan roda besi putar menuju mesin pelakbanan dan kemudian proses
pengangkatan, penyusunan dus/ kotak yang terisi dengan air minum dalam
kemasan diletakkan digudang dan proses terakhir penjualan.
Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara singkat kepada para pekerja pada
bulan Oktober tahun 2019 di Fa Marinson tersebut, didapatkan informasi bahwa
kejadian MSDs paling tinggi terjadi bagian pengepakan. Pekerjaan mereka
umumnya dilakukan dengan cara duduk yaitu dimulai dari jam delapan (08.00
A.M) sampai dengan jam empat sore (16.00 P.M) WIB. Waktu istirahat yang
diberikan oleh perusahaan selama 1 jam yaitu pada pukul 12.00-13.00 WIB. Rata-
rata pekerja yang bekerja di Fa Marinson tersebut sudah bekerja selama kurang
lebih 15 tahun. Melalui pengamatan singkat dilihat bahwa pekerja pengepakan air
minum dalam kemasan bekerja dengan posisi duduk statis diatas tempat duduk
dengan meja di depan pekerja. Tempat duduk berbentuk persegi dan terdapat
sekitar 5 pekerja dalam satu barisan tempat duduk. Posisi duduk pekerja juga
cenderung membungkuk karena tempat duduk tidak memiliki sandaran. Pekerjaan
yang dilakukan adalah mengambil dan memasukan air minum dalam kemasan
diatas mesin ban berjalan pada saat sortasi awal dan dilakukan dengan
menggunakan kedua tangan. Pekerjaan dilakukan dengan satu tangan
menggenggam kardus/ kotak dan tangan lainnya mengambil dan memasukan air
minum dalam kemasan dan sedotan ke kardus/ kotak dengan cepat secara
berulang-ulang. Pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi duduk statis tersebut
selama kurang lebih 8 jam satu hari. Posisi kaki pekerja agak sedikit tertekuk pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
pijakan dibawah tempat duduk. Terkadang posisi kaki pekerja berada di tempat
duduk dengan posisi bersila . Dalam wawancara singkat tersebut, didapatkan juga
informasi bahwa beberapa pekerja mengalami keluhan di pinggang, bahu, lengan
dan bokong.
Berdasarkan uraian diatas dan alasan terkait survei pendahuluan dan
wawancara tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti
Gambaran Sikap Kerja dan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja
Pengepakan Air Minum Dalam Kemasan Fa. Marinson Pematangsiantar Tahun
2020”.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu
Bagaimana gambaran sikap kerja dan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
pada pekerja pengepakan air minum dalam kemasan Fa. Marinson
Pematangsiantar Tahun 2019.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Untuk mengetahui gambaran sikap kerja dan
musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja pengepakan air minum dalam
kemasan Fa. Marinson Pematangsiantar Tahun 2020.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui sikap kerja pekerja bagian pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar
2. Untuk mengetahui keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada
pekerja bagian pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
3. Untuk mengetahui pengukuran dan evaluasi pekerja pengepakan di Fa
Marinson Pematangsiantar.
Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
Perusahaan
1. Menambah informasi bagi perusahaan mengenai sikap kerja dan
MSDs di Fa Marinson Pematangsiantar
2. Menambah pengetahuan pekerja Fa Marinson Pematangsiantar
mengenai sikap kerja dan MSDs.
Peneliti. Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan serta
pengalaman dalam mengidentifikasi masalah di lingkungan tempat kerja dan
pemecahannya mengenai sikap kerja dan MSDs.
Masyarakat. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan
melakukan penelitian tentang sikap kerja dan MSDs pengepakan air minum dalam
kemasan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
Tinjauan Pustaka
Sikap Kerja
Pengertian sikap kerja. Sikap kerja merupakan tindakan yang diambil
pekerja dan segala sesuatu yang harus dilakukan oleh pekerja tersebut yang
hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan (Purwanto, 2008). Sikap kerja
juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas
terhadap pekerjaannya (Purwanto, 2008). Sikap kerja adalah penilaian kesesuaian
antara alat kerja yang digunakan oleh pekerja dalam bekerja dengan ukuran
antropometri pekerja dengan ukuran yang sudah ditentukan (Rahayu, 2005). Pada
saat bekerja sangat perlu diperhatikan dimana sikap kerja harus dalam keadaan
seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010).
Sikap kerja alamiah atau postur normal yaitu sikap atau postur dalam
proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran
atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon,
dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan
MSDs dan sistem tubuh yang lain (Merulalia, 2010).
Jenis-jenis sikap kerja. Bambang, (2008) mengemukakan 3 (tiga) sikap
kerja yaitu: duduk, duduk berdiri, dan berdiri.
a. Posisi/Sikap Kerja Duduk. Kuswana, (2014) menyatakan bekerja dengan
posisi duduk mempunyai keuntungan yaitu pembebanan pada kaki yang
minimal sehingga pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah
dapat dikurangi. Posisi kerja duduk mempunyai derajat stabilitas tubuh yang
tinggi, dapat mengurangi kelelahan dan keluhan subyektif bila bekerja lebih
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
b. dari 2 jam. Di samping itu, tenaga kerja juga dapat mengendalikan tungkai
dan kaki untuk melakukan gerakan. Sebaliknya, kerja dengan posisi duduk
yang terlalu lama dapat menyebabkan tonus otot perut menurun dan tulang
belakang akan melengkung sehingga dapat menyebabkan pekerja mudah
lelah. Kuswana, (2014) menyatakan bahwa pekerjaan yang paling baik
dilakukan dengan posisi duduk adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki.
2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada
tangan.
3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar.
4. Objek yang dipegang tidak melebihi ketinggian lebih dari 15 cm dari
landasan kerja.
5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi.
6. Pekerjaan dilakukan dalam waktu yang lama.
7. Seluruh objek dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan
dengan posis duduk.
b. Posisi/Sikap Kerja Duduk Berdiri. Posisi kerja duduk berdiri ini
merupakan pilihan kedua terhadap hampir seluruh jenis pekerjaan dan
biasanya lebih sesuai digunakan terhadap jenis pekerjaan yang terdiri dari
beberapa sub bagian tugas dan sering melakukan gerak di dalam ruang
kerja (Bambang, 2008). Pengguna dapat memilih salah satu sikap kerja
yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
Berdasarkan kedua sikap kerja duduk dan berdiri (Kuswana, 2014)
mencoba memadukan satu desain dengan batasan sebagai berikut:
1. Pekerjaan dilakukan dengan duduk pada satu saat dan pada saat lainnya
dilakukan dengan berdiri daling bergantian
2. Perlu menjangkau sesuatu lebih dari 40 cm ke depan atau 15 cm di atas
landasan kerja
3. Tinggi landasan kerja dengan kisaran antara 90-120 cm merupakan
ketinggian yang paling tepat baik untuk posisi duduk maupun posisi
berdiri
c. Posisi/Sikap Berdiri Posisi tubuh sewaktu bekerja sangat ditentukan oleh jenis
pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing jenis pekerjaan mempunyai
pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Kuswana, (2014) menjelaskan
posisi kerja berdiri merupakan posisi siaga baik fisik maupun mental sehingga
aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Tetapi pada
dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang
dikeluarkan untuk berdiri 10%-15% lebih banyak dibandingkan dengan
duduk. Pada posisi kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja pada
periode yang lama, maka sering menimbulkan kelelahan.
Posisi/sikap kerja berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis tubuh
pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan cairan
tubuh di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut dan
leher untuk jenis gerak menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan
biasanya terjadi karena lambat laun terasa berat pada otot vena, jarak raih di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
luar toleransi jangkauan normal, luasan kerja yang ketinggian atau
kependekan, tidak tersedianya ruang gerak kaki (knee). Taha, 2006
menyatakan pertimbangan pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan sikap
kerja berdiri adalah sebagai berikut :
1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut
2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping
4. Sering dilakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah
5. Diperlukan mobilitas tinggi
Sikap tubuh alamiah. Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam
proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran
atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon,
dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan
muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Baird dalam Merulalia, 2010).
a. Pada tangan dan pergelangan tangan.
Sikap normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada
dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah tidak miring ataupun mengalami
fleksi atau ekstensi.
b. Pada leher.
Sikap atau posisi normal leher, lurus dan tidak miring atau memutar ke
samping kiri atau kanan sehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang
cervical.
c. Pada bahu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Sikap atau posisi normal pada bahu adalah dalam keadaan tidak mengangkat
dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan
lurus dan proporsional.
d. Pada punggung
Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah
kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan.
Kasus umum yang berkaitan dengan sikap kerja adalah :
a) Leher dan kepala inklinasi ke depan karena medan display terlalu rendah dan
objek terlalu kecil.
b) Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek diluar
medan jangkauan.
c) Lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada
muskulus trapesius dan levator pada skapula seratus anterior, deltoid dan supra
spinator bisep. Ketentuan bahu terangkat dan terabduksi.
d) Pada sikap asimetris terjadi perbedaan beban pada kedua sisi tulang belakang.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh
dalam melakukan pekerjaan adalah:
1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri
secara bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini
tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.
3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani,
melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai
untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah
dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat
mengganggu aktivitas.
Sikap kerja tidak alamiah. Menurut Tarwaka (2004), sikap kerja tidak
alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung
terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko
terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umunya
karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai
dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
Indonesia sikap kerja tidak alamiah ini lebih banyak disebabkan oleh
adanya ketidaksesuaian antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran
tubuh pekerja. Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak
ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai
gangguan kesehatan pada pekerja antara lain:
a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.
b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.
c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan
kaki, tangan atau leher/kepala).
d. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring,
bongkok). Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan
dengan cara :
a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah.
b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.
c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana
kerja (meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.
d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan
sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri. Sikap kerja berulang (aktivitas berulang). Aktivitas berulang adalah
pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul,
membelah kayu besar, angkat-angkut, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena
otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi (Tarwaka, 2004). Ketika bergerak ,otot dan tendon
bekerja dengan memendek dan memanjang. Peradangan pada tendon dan ligamen
sangat mungkin terjadi jika gerakan yang dilakukan berulang secara terus-
menerus tanpa istirahat yang cukup (Hardianto dan Yassierli, 2014).
Masa Kerja. Masa kerja merupakan akumulasi waktu tenaga kerja yang
telah memegang pekerjaannya. Tenaga kerja yang memiliki masa kerja yang lebih
lama akan semakin banyak menyimpan informasi dan ketrampilan dalam bekerja.
Masa kerja yang lebih lama cenderung lebih mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan berdasarkan pengalaman yang dimiliki, emosi yang ebih stabil
sehingga lancer dan mantap dalam bekerja. Namun masa kerja yang semakin lama
juga dapat memberikan pengaruh negative apabila semakin lama bekerja akan
menimbulkan kelelahan dan kebosanan (Suma’mur, 2009). Menurut Wulandari
(2011), pembebanan otot secara statis dalam waktu lama akan menyebabkan nyeri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
otot, tulang, dan tendon karena pekerjaan berulang yang dilakukan dalam waktu
yang lama. Secara garis besar masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 menurut
Kurniawan (2006)
a. Masa kerja <6 tahun
b. Masa kerja 6-10 tahun
c. Masa kerja >10 tahun
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Pengertian MSDs. Musculoskeletal Disorders atau gangguan otot
rangka adalah gangguan yang dialami karena kerusakan pada otot, saraf,
tendon, ligamen, persendian, kartilago, dan diskus invertebralis. Gangguan
dapat berupa kerusakan pada otot yang dapat berupa ketegangan otot,
inflamasi, dan degenerasi. Sementara itu, kerusakan pada tulang dapat berupa
memar, mikrofaktur, patah, atau terpelintir (Suma’mur, 2014).
Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculuskeletal
Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi
fungsi normal dari jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup syaraf,
tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Istilah MSDs
pada beberapa negara mempunyai sebutan berbeda, misalnya di Amerika istilah
ini dikenal dengan nama Cumulative Trauma Disorders (CTDs), di Inggris dan
Australia disebut dengan nama Repetitif Strain Injury (RSI), sedangkan di Jepang
dan Skandinavia dikenal dengan sebutan Occupational Cervicubrachial
Disorders (OCD). Istilah lain yang beredar Overuse Syndrome (Pheasant, 1991
dalam Fuady, 2013). Studi tentang MSDs pada berbagai macam jenis industri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
telah banyak dilakukan, beberapa studi tersebut menunjukkan bahwa otot yang
sering kali dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot – otot
leher, bahu, lengan, tangan, pinggang, jari, punggung, dan otot – otot bagian
bawah tubuh lainnya (Tarwaka et al, 2004 dalam Fuady, 2013).
Dalam melakukan aktvitasnya, penggunaan kerja otot yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan gangguan pada otot rangka, yang dikenal dengan
gangguan otot rangka (musculoskeletal disorders, MSDs), yaitu:
1. Kelelahan dan keletihan terus- menerus yang disebabkan oleh kegiatan
yang dilakukan dengan frekuensi atau periode waktu yang lama dari upaya
otot, pengulangan aktivitas atau upaya yang terus-menerus dari bagian
tubuh yang sama pada posisi tubuh yang statis.
2. Kerusakan tiba-tiba yang disebabkan oleh aktivitas yang sangat kuat/ berat
atau pergerakan yang tidak terduga (Suma’mur, 2014).
Anatomi dan Fisiologi Sistem MSDs.
a) Sistem Rangka.
Sistem rangka tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam
tulangyang satu sama lainnya saling berhubungan. Tulang tidak hanya kerangka
penguat tubuh, tetapi juga merupakan bagian susunan sendi, sebagai pelindung
tubuh, serta melekatnya origo dan insertio dari otot–otot yang menggerakkan
kerangka tubuh. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan
menyimpan kalsium, fosfat, magnesium, dan garam. Bagian ruang di tengah
tulang – tulang tertentu memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit (Helmi, 2012).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
b) Sistem Otot.
Sistem otot adalah sistem tubuh yang memiliki fungsi untuk alat gerak,
menyimpan glikogen dan menentukan postur tubuh. Otot merupakan alat gerak
aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit, dan rambut setelah mendapat
rangsangan. Otot mengubah energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga
dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka (Helmi, 2012).
c) Mekanisme Energi dalam Otot
Sumber energi utama bagi otot iyalah dari pemecahan senyawa phospat
kaya energi (energy-rich phospat compound) dari kondisi energi tinggi ke energi
rendah, dimana dalam kurun waktu yang sama akan menghasilkan muatan
elektron statis dan menyebabkan gerakan dari molekul aktin dan myosin. Hal
tersebut di tunjukkan pada proses berikut (Nurmianto, 2004 dalam Westriani,
2014) :
ATP ADP+P
d) Inervasi Saraf
Saraf – saraf otonom dan sensorik tersebar luas pada ligamen, kapsul
sendi, dan sinovium. Saraf – saraf ini berfungsi untuk memberikan sensitivitas
pada struktur – struktur ini terhadap posisi dan pergerakan. Ujung – ujung saraf
pada kapsul, ligamen, dan adventisia pembuluh darah sangat sensitif terhadap
peregangan dan perputaran (Helmi, 2012).
e) Jaringan Penghubung
Jaringan – jaringan penghubung yang terpenting pada sistem kerangka otot
adalah ligamen, tendon dan fasciae. Jaringan ini terdiri dari kolagen dan serabut
elastis dalam beberapa proporsi (Nurmianto, 2004 dalam Westriani, 2014).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
Tendon merupakan suatu berkas (bundel) serat kolagen yang
melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh
kontraksi otot ke tulang. Serat kolagen dianggap sebagai jaringan ikat dan
dihasilkan oleh sel – sel fibroblas. Ligamen adalah taut fibrosa kuat yang
menghubungkan tulang ke tulang, biasanya di sendi. Ligamen memungkinkan
dan membatasi gerakan sendi. Tendon dan ligamen tidak memiliki kemampuan
untuk berkontraksi seperti jaringan otot, tetapi dapat memanjang. Kedua
jaringan ini bersifat elastis dan akan kembali ke posisi panjang awalnya setelah
direnggangkan, kecuali bila direnggangkan melampaui batas elastisitasnya
(Helmi, 2012). Sedangkan Fasciae berfungsi sebagai pengumpul dan pemisah
otot, yang terdiri dari sebagian besar serabut elastis dan mudah sekali
terdeformasi.
Keluhan MSDs. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian –
bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat
ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang
dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan Keluhan musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cidera pada
sistem muskuloskeletal (Tarwaka et. al, 2004 dalam Fuady, 2013).
Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
a) Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
b) Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut (Tarwaka et al, 2004).
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi
apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15 – 20 % dari kekuatan otot
maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20 % maka peredaran darah
ke otot berkurang menurut kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme kerbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Keluhan utama yang sering terjadi pada pekerja dengan gangguan
Muskuloskeletal adalah sebagai berikut
a) Nyeri.
Nyeri merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada gangguan
muskuloskeletal baik yang terjadi pada otot, tulang, maupun sendi. Nyeri
tulang dapat dijelaskan secara khas sebagai nyeri dalam dan tumpul yang
berisfat menusuk, sementara nyeri otot dijelaskan sebagai adanya rasa
pegal. Nyeri fraktur tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
imobilisasi. Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat
spasme otot atau penekanan pada saraf sensoris. Kebanyakan nyeri
muskuloskeletal dapat dikurangi dengan istirahat. Nyeri yang bertambah
karena aktivitas menujukkan memar sendi atau otot. Sementara nyeri pada
satu titik yang terus bertambah merupakan proses infeksi (osteomielitis),
tumor ganas atau komplikasi vaskuler. Nyeri menyebar terdapat pada
keadaan yang mengakibatkan tekanan pada serabut saraf (Helmi, 2012).
b. Deformitas atau kelainan bentuk
c. Kekakuan/instabilitas pada sendi
d. Pembengkakan/benjolan
Keluhan karena adanya pembengkakan pada ekstremitas merupakan
suatu tanda adanya bekas trauma. Pembengkakan dapat terjadi pada
jaringan lunak, sendi atau tulang
e. Kelemahan otot
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum misalnya
pada penyakit distrofi muskular atau bersifat lokal karena gangguan
neurologis pada otot.
f. Gangguan atau hilanngnya fungsi
Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi dari organ muskuloskeletal ini
merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama pada masalah
gangguan sistem muskuloskeletal. Gangguan atau hilangnya fungsi pada
sendi dan anggota gerak dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
gangguan fungsi karena nyeri yang terjadi setelah trauma, adanya
kekakuan sendi, atau kelemahan otot.
g) Gangguan sensibilitas
Keluhan adanya gangguan sensibiltas terjadi apabila melibatkan
kerusakan saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat lokal
maupun menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi apabila
terdapat trauma atau penekanan pada saraf. Gangguan sensoris sering
berhubungan dengan masalah muskuloskeletal. Gejala yang menunjukkan
tingkat keparahan MSDs (Oborne, 1995 dalam Bukhori, 2010) dapat
dilihat dari tingkatan sebagai berikut :
1) Tahap pertama: Timbulnya rasa nyeri dan kelelahan saat bekerja
tetapi setelah beristirahat akan pulih kembali dan tidak mengganggu
kapasitas kerja.
2) Tahap kedua: Rasa nyeri tetap ada setelah semalaman dan tetap
mengganggu waktu istirahat.
3) Tahap ketiga: Rasa nyeri tetap ada walaupun telah istirahat yang
cukup, nyeri ketika melakukan pekerjaan yang berulang, tidur
menjadi terganggu, kesulitan menjalankan pekerjaan yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya inkapasitas.
Adapun gangguan musculoskeletal yang sering terjadi akibat pekerjaan:
a) Cidera pada tangan
1) Tendinitis merupakan peradangan pada tendon. Keadaan tersebut akan
semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk
mengerjakan hal-hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau
menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Pekerjaan yang
berpotensi antara lain adalah Industri perakitan automobile, pengemasan
makanan/ minuman, juru tulis, sales, manufaktur.
2) Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yaitu tekanan pada syaraf di pergelangan
tangan yang mempengaruhi syaraf medianus dapat menyebabkan sulitnya
seseorang menggenggam sesuatu pada tangannya. Faktor risiko yang dapat
menyebabkan CTS Manual handling, postur, getaran, repetisi, force gaya
yang membutuhkan peregangan, frekuensi, durasi, suhu. Pekerjaan yang
berpotensi adalah pekerjaan mengetik dan proses pemasukan data,
kegiatan manufaktur, perakitan, penjahit, dan pengepakan/ pembungkusan.
3) Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat
menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan tendon
secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibatkan rasa sakit dan
tidak nyaman pada bagian jari-jari.
4) Epycondylitis merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit
ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan
pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut
tennis elbow atau golfer’s elbow.
b) Cidera Pada Bahu dan Leher
1) Bursitis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan ikat yang berada pada
sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti
mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
2. Tension Neck Syndrome terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada
otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang
lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot,
dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.
c) Cidera Pada Punggung dan Lutut
1) Low Back Pain merupakan kondisi patologis yang mempengaruhi tulang,
tendon, syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang
belakang). Cidera pada punggung dikarenakan otot otot tulang belakang
mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Apabila
postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan
melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc
rupture) atau biasa disebut herniation. Faktor risiko yang dapat
menimbulkan LBP adalah pekerjaan manual yang berat, postur janggal,
force/gaya, beban objek, getaran, repetisi, dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan. Pekerjaan yang berisiko antara lain pekerja lapangan atau
bukan lapangan, pelayan, operator, tekhnisian dan manajernya,
profesional, sales, pekerjaan yang berhubungan dengan tulis menulis dan
pengetikan, supir truk, pekerjaan manual handling, penjahit, dan
perawat.
d) Penyakit musculoskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan
tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung
terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan,
membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis Tekanan dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya
menyebabkan sakit (tendinitis).
Faktor-Faktor Risiko MSDs
Faktor risiko MSDs menurut Sutalaksana (2006) terbagi menjadi faktor
pekerjaan, faktor individu, faktor lingkungan.
1. Faktor Pekerjaan
Menurut Shofwati (2010) faktor risiko pekerjaan adalah karakteristik
pekerjaan yang dapat meningkatkan risiko cedera pada sistem otot rangka.
Faktor risiko ergonomic adalah sifat/karakteristik pekerja atau lingkungan
kerja yang dapat meningkatkan kemungkinan pekerja menderita gejala
MSDs. Ada beberapa faktor yang terbukti berkontribusi menyebabkan MSDs
yaitu pekerjaan yang dilakukan dengan sikap kerja, beban, gerakan
repetitive/frekuensi, lama kerja, dan genggaman.
a. Sikap Kerja/Postur Kerja. Postur tubuh adalah posisi relatif dari bagian
tubuh tertentu. Dewi (2015) menyatakan bahwa postur didefinisikan
sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan satu
sama lain antara bagian tubuh yang lain. Postur dan pergerakan
memegang peranan penting dalam ergonomi. Posisi tubuh yang
menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan
pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen,
dan persendian. Hal ini mengakibatkan cedera pada leher, tulang
belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Namun di lain hal,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika
mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama.
Gambar 1. Postur tubuh janggal
b. Beban atau Tenaga (Force). Beban dapat diartikan sebagai muatan
(berat) dan kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan
dalam newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari
kapasitas kekuatan individu (Handayani, 2011). Beban merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat
beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak
melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita
(16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Pekerja yang melakukan aktivitas
mengangkat barang yang berat memiliki kesempatan 8 kali lebih besar
untuk mengalami Low Back Pain (LBP) dibandingkan pekerja yang
bekerja statis. Penelitian lain membuktikan bahwa hernia diskus lebih
sering terjadi pada pekerja yang mengangkat barang berat dengan postur
membungkuk dan berputar (Auliya, 2015). Dalam berbagai penelitian
dibuktikan cedera berhubungan dengan tekanan pada tulang akibat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
membawa beban. Semakin berat benda yang dibawa semakin besar
tenaga yang menekan otot untuk menstabilkan tulang belakang dan
menghasilkan tekanan yang lebih besar pada bagian tulang belakang.
Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah pembebanan yang tidak
melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam
8 jam sehari dengan memperhatikan peraturan jam kerja yang
berlaku.semakin berat beban maka semakin singkat pekerjaan (Sari,
2014).
c. Lama Kerja. Lama kerja sangat berkaitan dengan keadaan fisik tubuh
pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot,
kardiovaskular, sistem pernapasan dan lainnya. Jika pekerjaan
berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh
akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh.
Lama kerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari,
durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2
jam/hari (Sari, 2014).
d. Pekerjaan Berulang (Frequency). Setyaningsih dan Kurniawan (2009)
menyatakan bahwa aktivitas berulang, pergerakan yang cepat dan
membawa beban yang berat dapat menstimulasikan saraf reseptor
mengalami sakit. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait
dengan beberapa kali terjadi repetitive motion dalam melakukan suatu
pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
beban kerja terus menerus tanpa memperolah kesempatan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
relaksasi. Menurut Bukhori (2010), posisi tangan dan pergelangan
tangan berisiko apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak
30 kali dalm semenit dan sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh
seperti bahu, leher, punggung dan kaki. Berdasasarkan studi yang
dilakukan European Campaign on Musculoskeletal Disorders pada
tahun 2008 terhadap 235 juta orang pekerja di Eropa, melaporkan 62%
telah terpapar MSDs pada tangan akibat adanya gerak
repetitive/berulang dan 46% dilaporkan akibat posisi tubuh yang
melelahkan selama bekerja.
e. Genggaman. Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan
otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot
yang menetap (Amelinda, 2017). Menurut Bukhori (2010) memegang
diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa
jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut
harus dihindarkan.
2. Faktor Individu
a. Umur. Santiasih (2013) menjelaskan bahwa umur berhubungan dengan
keluhan pada otot. Pada umumnya keluhan musculoskeletal mulai
dirasakan pada usia kerja, yaitu antara 25-65 tahun. Keluhan pertama
biasa dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat sejalan
dengan bertambahnya umur (Santiasih, 2013). Akan tetapi berdasarkan
hasil penelitian Maijunidah (2011), diperoleh tidak ada hubungan antara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
munculnya keluhan MSDs dengan usia pekerja, hal tersebut dibuktikan
bahwa pada tangan pekerja yang sudah tua tidak mengalami penurunan
kekuatan ototnya. Maijunidah (2011) menemukan bahwa tidak ada
hubungan antara keluhan MSDs dengan usia, akan tetapi mereka
hubungan yang sangat kuat antara beban kerja (dengan kategori rendah,
sedang, berat) dengan gejala atau diagnosis MSDs.
b. Masa Kerja. Santiasih (2013) menjelaskan bahwa masa kerja
mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Puput, 2015
mengatakan bahwa pada pekerja perusahaan kayu dan furnitur, diketahui
bahwa MSDs berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih lama.
Berdasarkan penilitian yang dilakukan Octarisya (2009), didapatkan
bahwa sebesar 66,7% pekerja yang bekerja lebih dari 15 tahun telah
mengalami MSDs, diantaranya pada bagian bahu kanan dan kiri, leher
dan punggung bawah.
c. Indeks Masa Tubuh. Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai
indikator kondisi status gizi pekerja. Dihitung dengan rumus BB²/TB
(berat badan²/tinggi badan), adapun menurut WHO (2008) dikategorikan
menjadi tiga yaitu kurus (<18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30)
serta obesitas (>30). Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk
seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs.
Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badanakan
berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
menerus, akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang
belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Firman, 2014).
d. Jenis Kelamin. Secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
dibanding pria. Mulyono (2009) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita
hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot
pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita. Penelitian Korovessis, et al
(2005) dari 1.263 siswa yang berumur 12-18 tahun didapat siswa yang
berjenis kelamin perempuan lebih sering merasakan keluhan
muskuloskeletal. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot
wanita lebih rendah dari pada pria. Kekuatan otot wanita hanya sekitar
dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun
lebih tinggi dibandingkan wanita. Rerata kekuatan otot wanita kurang
lebih 60% dari kekuatan otot pria. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (2005) menyatakan bahwa batasan angkat maksimum pada
wanita dewasa apabila dilakukan dengan cara menjunjung beban adalah
15 sampai 20 kg atau tidak lebih dari 30% sampai 40% berat badan.
e. Kebiasaan Merokok. Meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko
meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah
berhenti merokok selama setahun memiliki risiko MSDs sama dengan
mereka yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akan menurunkan
kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannyauntuk mengkonsumsi
oksigen akan menurun. kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
yaitu, kebiasaan merokok berat (>20 batang/hari), sedang (10-20
batang/hari), ringan (<10 batang/hari) dan tidak merokok. Hubungan
merokok dengan keluhan muskuloskeletal disebabkan karena batuk yang
meningkatkan tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada
tulang belakang atau punggung (Bukhori, 2010). Penelitian yang
dilakukan Ariani (2009) pada tukang angkut barang di Stasiun Jatinegara
Jakarta dan penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada operator Can
Plant PT X menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal. Hasil tabulasi data pada penelitian
Ariyanto (2012) antara kebiasaan merokok dengan kejadian keluhan
muskuloskeletal pada aktivitas manual handling menunjukan bahwa
responden yang mengalami kejadian keluhan muskuloskeletal tertinggi
terdapat pada responden dengan kategori kebiasaan merokok perokok
atau mantan perokok yaitu sejumlah 26 orang (74.3%).
3. Faktor Lingkungan
a. Getaran. Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi
otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri otot. Paparan vibrasi/ getaran pada seluruh tubuh merupakan factor
resiko yang dapat berkontribusi untuk menyebabkan cidera, khususnya
di tulang belakang dan leher serta punggung bagian bawah. Paparan
jangka panjang akan menyebabkan keluhan muskuloskeletal. Paparan
dari getaran local terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
objek yang bergetar. Paparan getaran seluruh tubuh dapat terjadi ketika
berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti
ketika mengoprasikan kendaraan atau mesin yang besar (Bukhori, 2010).
b. Mikroklimat/suhu. Pajanan pada udara dingin, aliran udara, peralatan
sirkulasi udara dan alat-alat pendingin dapat mengurangi keterampilan
tangan dan merusak daya sentuh. penggunaan otot yang berlebihan
untuk memegang alat kerja dapat menurunkan resiko ergonomi. Beda
suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di
dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap
lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan
terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Nurjannah, 2014). Berdasarkan
rekomendasi National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) (2010) tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang
yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24ºC (untuk musim
dingin) dan 23-26ºC (untuk musim panas) pada kelembapan 35-65%.
Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0.15
m/det untuk musim dingin dan 0.25 m/det untuk musim panas.
Kecepatan udara di bawah 0.07 m/det akan memberikan rasa tidak enak
di badan dan rasa tidak nyaman. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa pada temperature 27-30ºC, maka performa kerja dalam pekerjaan
fisik akan menurun (Astuti, 2007).
c. Pencahayaan. Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa
kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam
waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh
(Bukhori, 2010). Pencahayaan yang inadekuat dapat merusak salah satu
fungsi organ tubuh. Hal ini berkaitan dengan tingkat pekerjaan yang
membutuhkan tingkat ketilitian yang tinggi atau tidak. Bila pencahayaan
yang inadekuat pada ruangan kerja akan menyebabkan postur leher lebih
condong kedepan (fleksi) begitupun dengn postur tubuh, postur seperti
ini dapat menambah risiko MSDs.
4. Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift
kerja, waktu istirahat, dll) (Widyastoeti, 2008). Organisasi kerja didefinisikan
sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari
tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan
periode istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi
khusus pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan.
Bukhori (2010) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang
menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi umumnya
memiliki kekuatan yang lemah.
Tanda dan Gejala MSDs
Menurut Zulfiqor (2011) gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah:
1. Leher dan punggung terasa kaku
2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk
4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku
5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai
bengkak
6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat
7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta
kehilangan kepekaan
8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa
panas.
Metode Penilaian Keluhan Musculoskeletal Disorers (MSDs)
Ukuran tubuh yang penting dalam postur kerja dengan penentuan sudut
leher, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, dan batang tubuh
untuk mengetahui resiko terjadinya Musculoskeletal Disorder pada pekerja. (Joshi
& Lal, 2014; Varmazyar et al., 2012).
Metode RULA (The Rapid Upper Limb Assessment). Metode ini pertama
kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett, E. (1993), seorang
ahli ergonomi dan Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics England.
Metode ini prinsip dasarnya hampir sama dengan metode REBA (Rapid Entire
Body Assessment maupun metode OWAS (Ovako Postur Analysis System). Ketiga
metode ini (RULA, REBA dan OWAS) sama-sama mengobservasi segmen tubuh
khususnya upper limb dan mentransfernya dalam bentuk skoring. Selanjutnya,
skor final yang diperoleh akan digunakan sebagai pertimbangan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
memberikan saran perbaikan secara tepat. Berdasarkan alasan tersebut, maka pada
topik ini hanya akan didiskusikan secara detail tentang aplikasi metode RULA.
Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target
postur tubuh untuk mengestimasi terjadinya risiko gangguan sistem
muskuloskeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas (upper limb
disorders), seperti; adanya gerakan repetitif, pekerjaan diperlukan pengerahan
kekuatan, aktivitas otot statis pada sistem muskuloskeletal, dan lain-lain. Penilaan
dengan metode RULA mi merupakan penilaian yang sistematis dan cepat
terhadap risiko terjadinya gangguan dengan menunjuk bagian anggota tubuh
pekerja yang mengalami gangguan tersebut. Analisa dapat dilakukan sebelum dan
sesudah intervensi, untuk menunjukkan bahwa intervensi yang diberikan akan
dapat menurunkan risiko cedera.
Di dalam aplikasinya, metode RULA dapat digunakan untuk menentukan
prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan
membandingkan nilai tugas-tugas yang berbeda yang dievaluasi menggunakan
RULA. Metode mi juga dapat digunakan untuk mencari tindakan yang paling
efektif untuk pekerjaan yang memiliki risiko relatif tinggi. Analisa dapat
menentukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan
dengan cara melalui nilai tiap faktor risiko. Di samping itu, Metode RULA
merupakan Alat untuk melakukan analisa awal yang mampu menentukan
seberapa jauh risiko pekerja yang terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera,
yaitu:
1. Postur tubuh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
2. Kontraksi otot statis
3. Gerakan repetitif
4. Pengerahan tenaga dan pembebanan
Aplikasi metode RULA dimulai dengan mengobservasi aktivitas pekerja.
Pengukuran terhadap postur tubuh dengan metode RULA pada dasarnya adalah
mengukur sudut dasar yaitu sudut yang dibentuk oleh perbedaan anggota tubuh
(limbs) dengan titik tertentu pada postur tubuh yang dinilai. Pengukuran ini dapat
secara langsung dilakukan pada pekerja dengan menggunakan peralatan pengukur
sudut, seperti : busur, elektro-goniometer, atau peralatan ukur sudut lainnya atau
juga dengan kamera.
Metode ini, harus dilakukan terhadap kedua sisi anggota tubuh kiri dan
kanan. Metode RULA membagi anggota tubuh ke dalam dua (2) segmen yang
membentuk dua (2) group yang terpisah yaitu group A dan group B. Group A
meliputi anggota tubuh bagian atas (lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan). Sementara itu, group B meliputi kaki, badan (trunk) dan leher.
Selanjutnya skor A dan B dihitung dengan menggunakan tabel dengan
memasukkan skor untuk masing-masing postur tubuh secara individu. Skor postur
tubuh untuk masing-masing anggota tubuh didapatkan dari pengukuran sudut
yang dibentukmoleh perbedaan anggota tubuh pekerja.
Prosedur penggunaan metode RULA secara ringkas sebagai berikut :
1. Menentukan siklus kerja dan mengobservasi pekerja selama variasi siklus
kerja tersebut.
2. Memilih postur tubuh yang akan dinilai. 3. Memutuskan untuk menilai kedua sisi anggota tubuh.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
4. Menentukan skor postur tubuh untuk masing-masing anggota tubuh.
5. Menghitung grand skor dan action level untuk menilai kemungkinan risiko
terjadi.
6. Merevisi skor postur tubuh untuk anggota tubuh yang berbeda yang
digunakan untuk menentukan dimana perbaikan diperlukan.
7. Redesain stasiun kerja atau mengadakan perubahan untuk perbaikan postur
tubuh saat kerja bila diperlukan.
8. Jika perubahan untuk perbaikan telah dilakukan, perlu melakukan penilaian
kembali terhadap postur tubuh dengan metode RULA untuk memastikan
bahwa perbaikan telah berjalan sesuai yang diinginkan.
Untuk mengaplikasikan metode RULA digunakan teknik pengukuran.
Teknik pengukuran ini dengan menggunakan ilustrasi gambar piktogram pada
masing-masing anggota tubuh yang dinilai berdasarkan group segmen tubuh dan
cara membuat skor penilaian.
Rapid Entire Body Assessment (REBA). REBA (Highnett and
McAtamney,2000) dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang ditemukan
pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan lainnya. Data yang
dikumpulkan termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari
pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA
diberikan untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada
bagian mana yang harus dilakukan tindakan penaggulangan. Metode REBA
digunakan untuk menilai postur pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan
musculoskeletal disorders/work related musculoskeletal disorders (WRMSDs).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah cara penilaian tingkat
risiko dari repetitive motion dengan melihat pergerakan/postur yang dilakukan
oleh pekerja. Pengukuran dilakukan menggunakan task analysis (tahapan kegiatan
kerja dari awal hingga akhir). Sistem penilaian REBA digunakan untuk
menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang
dapat menyebabkan MSDs dengan menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk
melakukan penilaian berdasarkan postur-postur yang terjadi beberapa bagian
tubuh dan melihat beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya.
Perubahan nilai-nilai disediakan untuk setiap bagian tubuh untuk memodifikasi
nilai dasar jika terjadi perubahan atau penambahan faktor risiko dari setiap
pergerakan postur yang dilakukan (Muhamad, 2014).
Untuk mendapatkan skor REBA secara keseruhan, peneliti harus
melakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Mengambil foto dari postur yang akan dianalisis
2. Mengestimasi sudut dari enam bagian tubuh yang dianalisis
3. Mengubah informasi sudut menjadi klasifikasi postur menurut REBA
4. Menentukan beberapa adjustment seperti: apakah ada gaya yang
dikeluarkan dari tubuh dalam postur tersebut?
Prosedur Penilaian Metode REBA
1. Observasi Pekerjaan, Mengobservasi pekerjaan untuk mendapatkan formula
yang tepat dalam pengkajian faktor ergonomik ditempat kerja, termasuk
dampak dari desain tempat kerja dan lingkungan kerja, penggunaan
peralatan, dan perilaku pekerja yang mengabaikan risiko. Jika
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
memungkinkan, data disimpan dalam bentuk foto atau video. Bagaimana
juga, dengan menggunakan banyak peralatan observasi sangat dianjurkan
untuk mencegah kesalahan parallax.
2. Memilih Postur Tubuh yang Akan Dikaji, Memutuskan postur yang mana
untuk dianalisa dapat dengan menggunakan kriteria dibawah ini :
a. Postur yang sering dilakukan
b. Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut
c. Postur yang membutuhkan banyak melakukan aktivitas otot atau yang
banyak menggunakan tenaga
d. Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan
e. Postur tidak stabil atau postur janggal, khususnya postur yang
mengunakan kekuatan
f. Postur yang mungkin dapat diperbaiki oleh intervensi, kontrol, atau
perubahan lainnya.
Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih kriteria diatas.
3. Memberikan Penilaian Pada Postur Tersebut, Menggunakan kertas penilaian
dan penilaian bagian tubuh untuk menghitung skor postur. Penilaian awal
dibagi dua grup :
a. GrupA : Punggung, leher, kaki
b. Grup B : Lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan
4. Proses Penilaian, Gunakan tabel A untuk menghasilkan skor tunggal dari
beban, leher, dan kaki. Kemudian dicatat dalam kotaknya dan dimasukkan
kedalam Tabel A untuk menghasilkan skor A. Sama seperti sebelumnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
penilaian lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan digunakan
untuk menghasilkan nilai tunggal yang menggunakan Tabel B. Penilaian ini
akan kembali dilakukan apabila risiko terhadap musculoskeletal berbeda.
Penilaian kemudian dimasukan kedalam nilai gabungan untuk menghasilkan
nilai B. Nilai A dan B dimasukan kedalam Tabel C dan kemudian nilai
tunggal didapatkan. Nilai tunggal ini adalah skor C atau skor keseluruhan.
a. Menetapkan Skor REBA, Tipe dari aktifitas otot yang sedang
bekerja kernudian diwakilkan oleh nilai aktifitas, dimana dimasukan
untuk memberi nilai akhir dari REBA.
b. Mendapatkan tingkat Tindakan, Nilai REBA yang sudah ada
dicocokan dengan tabel tingkat aktivitas.
Hasil Pengukuran REBA. Hasil akhir dari pengukuran adalah tingkat
risiko berupa skoring dengankriteria:
1. Skor 1 mempunyai tingkat resiko sangat rendah
2. Skor 2-3 mempunyai tingkat resiko rendah 3. Skor4-7 mempunyai tingkat risiko sedang
4. Skor8-10 mempunyai tingkat risiko tinggi 5. Skor 11-15 mempunyai tingkat resiko sangat tinggi
Langkah-langkah Metode REBA. Penilaian postur tubuh pada grup A
yaitu postur leher (Gambar 2), Punggung (Gambar 3), dan kaki (Gambar 4) juga
terdapat penambahan nilai jika terdapat postur lain yang ekstrim dan penilaian
pada grup B yaitu lengan atas (Gambar 5), lengan bawah (Gambar 6),
pergelangan tangan (Gambar 7), juga terdapat penambahan nilai jika terdapat
postur lain yang ekstrim. Kemudian penentuan nilai beban sesuai dengan berat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
beban yang ditangani oleh pekerja, lalu penentuan nilai untuk kondisi genggaman
dengan melihat sebaik apa pekerja dapat menggenggam beban/objek berikut
keterangan dan langkah-langkah dalam menggunakan REBA.
Gambar 2. Postur leher
Skor untuk pergerakan leher dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 1
Skor Range Pergerakan Leher
Pergerakan Skor Perubahan Skor
0- 20 flexion 1 + jika memutar >20 flexion atau extension 2 miring/kesamping
Sumber: Ergonomi Industri
Gambar 3. Postur tulang belakang/ punggung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Skor pergerakan punggung dapat dilihat ditabel 4 berikut ini:
Tabel 2
Skor Pergerakan Punggung
Sumber: Ergonomi Industri
Gambar 4. Postur pergerakan kaki
Skor untuk pergerakan kaki dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini
Tabel 3
Skor Pergerakan Kaki
Pergerakan Skor Perubahan
Kaki tertopang, bobot atau duduk 1 +1 jika lutut antara Terseb
ar
merata, jalan30 dan 60
flexion
Kaki tidak tertopang, bobot 2 +2 jika lutut >60 flexion
tersebar merata/ postur tidak sehat (tidak ketika duduk)
Sumber: Ergonomi Industri
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal (tegak) 1 +1 jika batang tubuh
0- 20 flexion 2 berputar/bengkok/
0- 20 extension Bungkuk
20 - 60 flexion 3
>20
>60 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Tabel 4
Skor Tabel A
Leher
Punggung
1 2 3
Kaki
Kaki
Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Beban
0 1 2 +1
Penambahan Beban <5 kg 5-10 kg >10 kg secara tiba-tiba atau
secara cepat
Sumber: Ergonomi Industri
Langkah-Langkah Penilaian dan Skoring dengan Metode REBA (Grup A):
1. Menilai Postur Leher (Locate Neck Posture)pada postur leher ini kitaakan
mengobservasi pekerja dan menilai berapa sudut yang dibentuk olehleher
pekerja.
2. Menilai Postur Punggung/Badan, Sama halnya dengan postur leher, setelah
kita tau berapa skor batang tubuhnya pekerja, cuss langsung diisi skor di
kotak total punggung.
3. Menilai Postur Kaki, Skor kaki bias kita dapatkan dari gambar di atas.
Kalkulasi Total Postur Leher, Punggung/Batang tubuh, dan kaki dengan
menggunakan tabel A di atas. Jadi kalo kita sudah dapat skor postur leher (1
atau 2 atau 3), kita lingkari di di tabel bagian leher tersebut skornya, lalu
lingkari juga skor punggung (range 1 – 5) dan yangterakhir skor kaki (range
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
1 -4). Setelah ketemu masing-masing tarik garis lurus untuk nemuin ketiga
skor tersebut, maka dapat skor grup A.
Contohnya sebagai berikut:
a. Nilai leher: 1
b. Nilai kaki: 3
c. Nilai punggung: 3
Maka skor grup A adalah 5 :
1. Menambahkan nilai beban dan gaya (force)
2. Dalam Observasi ergonomi dengan menggunakan metode REBA, diperlukan
pula perhitungan beban. Setelah kita mendapatkan total skor grup A (Leher,
Punggung, dan Kaki), selanjutnya kita tambahkan dengan skor beban.
Interpretasinya adalah sebagai berikut : total skor grup A tadi ditambahkan
dengan beban dan gaya. Jika beban yang didapatkan oleh pekerja kurang dari
5kg maka tidak perlu ada penambahan, jika beban diantara 5 – 10 kg, maka
skor ditambahkan +1, dan jika beban lebih dari 10 kg maka skor ditambahkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
+2. Jika ada gaya yang terjadi (secara cepat atau tiba-tiba) skor ditambahkan
+1.
Contoh :
Kita sudah dapat skor untuk total postur grup A adalah 5, lalu pada observasi
pekerja mengangkat beban sebesar 6 kg, dan tidak ada penambahan beban
yang secara cepat atau tiba-tiba. Maka skor A adalah 5 + 1 = 6
Gambar 5. Postur lengan atas
Skor pada pergerakan lengan dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 5
Skor Pergerakan Lengan Atas
Sumber: Ergonomi Industri
Pergerakan Skor Perubahan
20 extension sampai 1 +1 jika posisi lengan Adduced
20 flexion Rotated
>20 extension 2 +1 jika bahu ditinggikan
20- 45 flexion
45- 90 flexion 3 +1 jika besandar, bobot lengan ditopang atau sesuai gravitasi
>90 flexion 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Gambar 6. Postur lengan bawah
Skor terhadap pergerakan lengan bawah dapat dilihat ditabel 7 berikut
Tabel 6
Skor Pergerakan Lengan Bawah
Sumber: Ergonomi Industri
Gambar 7. Postur pergelangan tangan
Skor terhadap pergerakan tangan dapat dilihat ditabel 8 berikut:
Pergerakan Skor
60-100 flexion 1
<20 flexion atau 100 flexion 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
Tabel 7
Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Pergerakan Skor Perubahan
0-15 flexion/extension 1 + jika pergelangan tangan
15 flexion/extension 2 Menyimpang/berputar Sumber: Ergonomi Industri
Tabel 8
Skor Tabel B
Lengan
Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4 3 3 3 4 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Coupling
0-Good 1-Fair 2-Poor 3-Unacceptable
Pegangan pas dan tepat ditengah,
genggaman kuat
Pegangan tangan bisa diterima tapi
tidak ideal/couping lebih sesuai
digunakan oleh bagian lain dari
tubuh
Pegangan tangan tidak bisa diterima
walaupun memungkinkan
Dipaksakan genggaman yang tidak aman, tanpa pegangan coupling
tidak sesuai digunakan oleh bagian lain dari
tubuh
Sumber: Ergonomi Industri
Langkah-Langkah Penilaian dan Skoring dengan Metode REBA (Grup B):
1. Menilai Postur Lengan bagian atas (Bahu)
2. Pada saat kita melaksanakan observasi untuk menilai postur lengan bagian
atas (bahu), kita dapat menggunakan acuan pada gambar 7.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
3. Menilai Postur Tangan/Lengan Bagian Bawah (Siku). Pada saat kita
melaksanakan observasi untuk menilai postur tangan bagian bawah (siku),
kita dapat menggunakan acuan pada gambar 8.
4. Menilai Postur Pergelangan Tangan. Pada saat kita melaksanakan observasi
untuk menilai postur pergelangan tangan, kita dapat menggunakan acuan
pada gambar 9.
Kalkulasi Total Postur Lengan Atas, Bawah, dan PergelanganTangan
dengan menggunakan tabel B di atas.
Contoh : Jika didapatkan rata-rata skor Lengan Bagian atas kanan & kiri =3, Skor
rata-rata Pergelangan tangan kanan dan kiri = 2 dan skor rata-rataLengan Bagian
Bawah (siku) kanan dan kiri = 2, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Maka skor table B adalah 5.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Setelah skor didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah
mencariskor coupling (pegangan/handle) dengan table 10 Skor dilihat
postur kanan dan kiri, selanjutnya dapat dicari rata-rata darikedua
coupling kanan dan kiri. Setelah didapatkan skor coupling,tambahkan
dengan skor pada tabel B.
Contoh : Skor Tabel B = 5, Skor Coupling = 1, maka 5+1 = 6, skor
iniakan digunakan untuk mencari skor pada tabel C.
Tabel 9
Skor Tabel C
Skor A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12
5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12
6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12
Skor B
7
4
5
6
7
8
9
9
10
11
11
12
12
8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12
9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12
10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Activity Skor
+1 Jika pengulangan +1 Jika gerakan
+1 Jika 1 atau lebih gerakan dam rentang
menyebabkan perubahan
bagian tubuh statis, waktu singkat, diulang
atau pergeseran atau
ditahan lebih dari 1 lebih dari 4 kali
pergeseran postur yang
menit permenit (tidak
cepat dari posisi awal
termasuk berjalan)
Sumber: Ergonomi Industri
Skor A didapatkan dari penjumlahan Skor Tabel A dengan beban, lalu
hasilnya bisa diberi tanda di lajur skor A, Skor B didapatkan dari penjumlahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Skor Tabel B dengan kondisi genggaman , lalu hasilnya bisadiberi lajur skor B.
Cara penilaian skor C adalah sebagai berikut:
Total Skor A dan Skor B dengan menggunakan Tabel C untuk
mendapatkan Skor C
Contohnya: Diketahui bahwa skor A adalah 6, Skor B adalah 6, maka akan
didapatkan Skor C dengan menggunakan tabel C.
Maka didapatkan Skor C adalah 8.
Skor akhir dengan metode REBA, Skor dari tabel C, ditambah dengan
skor aktivitas. Skor aktivitasdidapatkan dengan menggunakan table 11 Contoh
Final Score : Skor C = 8+1+0+0 = 9
Skor Akhir dari contoh ini adalah 9, Langkah selanjutnya adalah
membandingkan
dengan tabel Action Level.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Tabel 10
Tabel Resiko Ergonomi
REBA Skor Risk Level Tindakan
1 Diabaikan Tidak Diperlukan 2-3 Rendah Mungkin Diperlukan
4-7 Sedang Diperlukan
8-10 Tinggi Sangat Diperlukan
11-15 Sangat Tinggi Diperlukan Sekarang Sumber: Hignett and Atamney (2000)
Landasan Teori
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi
pembebanan yang panjang. Bila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran
darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh
besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Grandjean, 1988).
Peter Vi (2000) dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal yaitu
peregangan otot yang berlebihan, aktivitas berulang, sikap kerja tidak alamiah,
faktor penyebab sekunder (tekanan, getaran, dan mikrolimat) dan penyebab
kombinasi (umur, jenis kelamin, kesegaran jasmani, kekuatan fisik dan ukuran
tubuh). Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan
tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan
sebagainya. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya terjadi karena karakteristik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
tuntutan tugas, fasilitas (alat) kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan pekerja.
Kerangka Konsep
Postur Duduk dan Berdiri
Pekerja Pengepak Air
Minum Dalam Kemasan
Keluhan Musculoskeletal
Disorders Pekerja pengepak
Air Minum Dalam Kemasan
1. Postur Ergonomis
2. Postur Tidak Ergonomis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
52
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui
gambaran sikap kerja dan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja
pengepakan air minum dalam kemasan Fa. Marinson Pematangsiantar tahun 2020.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar dan waktu penelitian direncanakan
dari bulan Januari 2020 sampai dengan selesai.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi adalah semua pekerja bagian pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar yang berjumlah 8 orang pekerja.
Sampel. Berdasarkan data yang diperoleh dari personalia, Fa. Marinson
Pematangsiantar tercatat 5 orang sampel pekerja aktif di bagian penyusunan, 3
orang sampel pekerja bagian pelakbanan Fa. Marinson Pematangsiantar. Sampel
adalah seluruh pekerja bagian pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar yang
berjumlah 8 orang sampel.
Variabel dan Definisi Operasional
1. Pekerja adalah orang yang melakukan kegiatan bagian pengepak air minum
dalam kemasan
2. Sikap kerja adalah gerakan-gerakan tubuh dan posisi tubuh yang terbentuk
karena adanya hubungan pekerja dengan mesin / alat yang digunakan pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
saat pekerja sedang melakukan pekerjaannya dibagian masing-masing stasiun
produksi penerimaan pengepak air minum dalam kemasan dalam kotak.
a. Posisi/ sikap kerja duduk adalah posisi duduk mempunyai keuntungan
yaitu pembebanan pada kaki yang minimal sehingga pemakaian energi
dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Posisi kerja duduk
mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi, dapat mengurangi
kelelahan dan keluhan subyektif bila bekerja lebih dari 2 jam. Tenaga
kerja juga dapat mengendalikan tungkai dan kaki untuk melakukan
gerakan. Kerja dengan posisi duduk yang terlalu lama dapat
menyebabkan tonus otot perut menurun dan tulang belakang akan
melengkung sehingga dapat menyebabkan pekerja mudah lelah.
b. Posisi/sikap kerja berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis
tubuh pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan
penumpukan cairan tubuh di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan
berulang pada perut dan leher untuk jenis gerak menjangkau meraih
maupun memutar. Keluhan biasanya terjadi karena lambat laun terasa
berat pada otot vena, jarak raih di luar toleransi jangkauan normal,
luasan kerja yang ketinggian atau kependekan, tidak tersedianya ruang
gerak kaki (knee).
3. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan- keluhan terhadap otot-otot tubuh
pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu, pinggang, punggung,
leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya yang dialami pekerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54
pengepakan air minum dalam kemasan pada saat bekerja yang ditinjau dari
sikap kerja.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai sumber
dan berbagai cara. Dilihat dari sumber data, maka pengumpulan data dapat
menggunakan data primer dan sekunder. Selanjutnya, dilihat dari segi cara atau
teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview, kuesioner, dan
observasi (Sugiyono, 2013). Selain menggunakan lembar kuesioner peneliti juga
menggunakan kamera untuk mendokumentasikan sikap kerja yang terbentuk saat
pekerja bagian pengepakan melakukan pekerjaannya di Fa. Marinson
Pematangsiantar Pengumpulan data diklasifikasikan menjadi 2 bagian utama
yaitu:
1. Penilaian sikap kerja duduk dan berdiri. Data dikumpulkan berdasarkan
observasi dengan lembar observasi untuk melihat sikap kerja pada pekerja
pengepakan Fa. Marinson Pematangsiantar
2. Penilaian keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) menggunakan metode
RULA (The Rapid Upper Limb Assessment) untuk postur kerja duduk dan
metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) untuk postur kerja berdiri
yang dibantu oleh asisten laboratorium ergonomi teknik industri fakultas
teknik Universitas Sumatera Utara
Data sekunder. Data sekunder berupa gambaran umum Fa. Marinson
Pematangsiantar yang diperoleh dari bagian pengepakan personalia Fa. Marinson
Pematangsiantar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
55
Metode Pengukuran
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs). Untuk mengetahui keluhan
musculoskeletal disorders pekerja bagian pengepakan di Fa. Marinson
Pematangsiantar, maka dilakukan pengukuran dengan metode RULA dan metode
REBA, menggunakan ilustrasi gambar piktogram yang dinilai berdasarkan group
segmen tubuh. Penggunaan metode RULA dan REBA untuk mengetahui postur
duduk dan berdiri pekerja dapat dilihat di lampiran.
Postur duduk. Untuk mengetahui postur duduk pekerja bagian
penyusunan pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar dilakukan pengukuran
dengan metode RULA, menggunakan ilustrasi gambar piktogram yang dinilai
berdasarkan group segmen tubuh.
Langkah-langkah dari pengukuran dengan menggunakan metode RULA
adalah sebagai berikut :
1. Menentukan siklus kerja pekerja yang akan di ukur dan mengobservasi
selama variasi siklus kerja tersebut.
2. Mengambil foto pekerja dengan menggunakan kamera.
3. Membagi segmen tubuh pekerja yang akan di ukur dalam beberapa group,
yaitu group A untuk menentukan skor anggota tubuh pada upper limbs, group
B untuk leher, badan, dan kaki.
4. Menentukan sudut yang terbentuk dari postur pekerja dengan
menggunakan software auto CAD.
5. Menetukan skor postur tubuh untuk masing-masing segmen tubuh
6. Menentukan skor group A dan group B
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56
7. Menghitung grand skor dan action level untuk menilai kemungkinan risiko
yang terjadi.
Menurut Tarwaka (2015) sikap kerja/postur tubuh diukur menggunakan
metode RULA yaitu:
Tabel 11
Tingkat Aksi yang Diperlukan Berdasarkan Grand Skor
Skor Akhir Tingkat Kategori
Tindakan RULA Risiko Risiko
1-2 0 Rendah Tidak ada masalah dengan postur tubuh
3-4 1 Sedang Diperlukan investigasi lebih lanjut,
mungkin diperlukan adanya perubahan
untuk perbaikan sikap kerja
5-6 2 Tinggi Diperlukan adanya investigasi dan
perbaikan segera
7+ 3 Sangat Diperlukan adanya investigasi dan
Tinggi perbaikan secepat mungkin
Postur berdiri. Untuk mengetahui postus berdiri perkerja bagian pelakbanan
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar dilakukan pengukuran dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
metode REBA, menggunakan ilustrasi gambar piktogram yang dinilai
berdasarkan group segmen tubuh
Langkah-langkah dari pengukuran dengan menggunakan metode REBA
adalah sebagai berikut :
1. Menilai Postur Lengan bagian atas (Bahu)
2. Menilai Postur Tangan/Lengan Bagian Bawah (Siku).
3. Menilai Postur Pergelangan Tangan
4. Selanjutnya adalah kalkulasi Total Postur Bahu + Siku + Pergelangan
tangan dengan menggunakan tabel B
5. Setelah skor didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah mencari skor
coupling (pegangan/handle).
6. Total Skor A dan Skor B dengan menggunakan Tabel C untuk
mendapatkan Skor C
7. Skor akhir dengan metode REBA
8. Membandingkan dengan Tabel Action Level, maka didapatkan sebagai
berikut:
Menurut Hignett (2000) dalam Tarwaka (2015) postur tubuh diukur
menggunakan metode REBA yaitu :
REBA Skor Risk Level Tindakan
1 Diabaikan Tidak Diperlukan 2-3 Rendah Mungkin Diperlukan
4-7 Sedang Diperlukan
8-10 Tinggi Sangat Diperlukan
11-15 Sangat Tinggi Diperlukan Sekarang
Cara perhitungan adalah dengan memberi nilai pada setiap postur yang
terjadi, yang terdiri dari tiga group, yakni: pertama pada bagian leher, punggung,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58
dan kaki; kedua pada bagian lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan;
ketiga merupakan penggabungan antara bagian pertama dan bagian kedua. Bagian
pertama dijumlahkan dengan berat sedangkan bagian kedua dijumlahkan dengan
coupling, dan ketiga dijumlahkan dengan aktivitas yang dilakukan. Setelah
didapatkan hasilnya maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan
pengendalian, berdasarkan atas tingkat risiko yang terjadi (Muhamad, 2014).
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu
teknik analisa yang menguraikan, menggambarkan, dan menjelaskan data secara
sistematis yang telah diperoleh dari lokasi penelitian guna mendapatkan gambaran
yang jelas, dan objektif kemudian di narasikan dan di sajikan. Pada jenis analisis
ini lebih merinci hasil informasi dengan menggambarkan fakta yang didapat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
59
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambaran umum perusahaan. Fa. Marinson Pematangsiantar didirikan
atas dasar semangat dan keinginan untuk perluasan usaha, memenuhi kebutuhan
dan permintaan yang tinggi. Fa. Marinson didirikan pada tahun 2011 oleh Julian
Martin.
Fa. Marinson merupakan suatu industri yang bergerak dibidang
pengolahan air yang mengolah bahan baku air menjadi air minum dalam kemasan
(AMDK). Bahan tambahan yang digunakan adalah Ozon. Pada proses pembuatan
air minum dalam kemasan menggunakan alat berkualitas tinggi dan penerapan
teknologi jepang dalam produksi air minum dalam kemasan berkualitas
Internasional.
Identitas perusahaan. Identitas dari lokasi penelitian adalah sebagai
berikut.
Nama Perusahaan : Fa. Marinson
Alamat : Jalan Prambanan No. 39 Pematangsiantar
Kode Pos : 21144
No. Telepon : (0622) 22731
NPWP : 01.229.352.8.117.000
Bidang Bisnis : Industri produksi air minum dalam kemasan (AMDK)
Visi. Visi Fa. Marinson Pematangsiantar:
a. Menjadi Perusahaan yang mempunyai reputasi tinggi sebagai Market
Leader untuk Perusahaan AMDK.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
60
b. Menjadi Perusahaan AMDK yang mempunyai Product image yang
berkualitas tinggi untuk memberikan kepuasan pelanggan.
Misi. Misi Fa Marinson Pematangsiantar:
a. Memberikan jaminan harga yang komperatif kepada pelanggan.
b. Memberikan pelayanan terbaik untuk mencapai kepuasan pelanggan
melalui profesionalisme, jaringan yang luas, sistem manajemen terpadu,
teknologi tepat guna dan penggunaan standar yang diakui nasional dan
internasional yaitu SNI-01-3553-2015.
c. Mengembangkan sumber daya manusia secara efektif dan efisien,
sehingga menjadi aset perusahaan yang paling bernilai.
Jumlah tenaga kerja. Fa. Marinson Pematangsiantar memiliki jumlah
pekerja sebanyak 18 pekerja. Data karyawan dan karyawati di Fa. Marinson
Pematangsiantar dapat dilihat melalui tabel 11 berikut :
Tabel 12
Jumlah Tenaga Kerja Fa. Marinson
Bagian Jumlah
Direktur 1 General Manager 1
Administrasi 1
Mesin Filling Cup 1
Penyusunan (Pengepakan) 5
Packingan (Lakban) 3
Penjualan 6
Total 18
(Sumber: Data perusahaan Tahun 2019)
Pelaksaan proses produksi. Adapun proses pengolahan air mium dalam
kemasan yang dilakukan Fa. Marinson Pematangsiantar dimulai dari :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
1. Mesin Filling Cup
Pada proses ini wadah cup air akan diambil sesuai kebutuhan produksi,
kemudian wadah cup air tersebut akan disusun sesuai dengan wadah pada
mesin produksi, yang bertujuan agar proses penuangan air tepat pada wadah
cup yang sudah disusun dengan ukuran air yang sudah diatur sesuai ukuran
cup air.
2. Conveyer Belt
Pada proses Coveyer belt, cup air minum dalam kemasan yang sudah selesai
dari mesin produksi akan diterima Coveyer belt (Mesin ban hitam berjalan)
dan dilakukan penyusunan sesuai dengan kebutuhan dan pemesanan.
3. Roller Conveyer
Pada proses Roller conveyer cup air minum dalam kemasan yang sudah
melalui proses penyusunan dengan rapi menggunakan kotak/dus akan
didorong mengunakan Roller conveyer (alat roda besi) untuk memudahkan
para pekerja menggerakan kotak/ dus yang sudah berisi cup air minum dalam
kemasan menuju mesin pelakbanan.
a. Mesin Pelakbanan
Pada bagian Mesin pelakbanan cup air minum dalam kemasan yang
sudah rapi disusun kembali dengan memastikan jumlah didalam 1
kotak/dus berisi 48 cup dibantu dengan tangan untuk ketepatan kerapian
proses pelakbanan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
62
b. Pallet
Pada bagian Pallet air minum dalam kemasan yang sudah melewati
proses pelakbanan, kotak/dus disusun diatas pallet dengan rapi untuk
dipindahkan ke gudang penjualan.
Material. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di Fa.
Marinson Pematangsiantar adalah :
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pabrik pengolahan air minum dalam
kemasan adalah air tanah yang berasal dari mata air di bawah permukaan dan
diambil dengan cara pemboran (air sumur bor) menggunakan alat filterisasi.
Dimana kegiatan filterisasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan,
ketika permintaan meningkat maka pesanan bahan baku juga meningkat..
b. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang digunakan untuk proses pengolahan air minum dalam
kemasan berupa Ozon yang dilakukan terhadap pencemaran mikroba dalam
proses disinfeksi air minum dalam kemasan, sehingga didapat air dengan
cemaran mikroba yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia.
c. Bahan Penolong
Bahan penolong yang digunakan untuk proses pengolahan air minum dalam
kemasan berupa cup plastik dan karton kotak.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
63
d. Bahan Jadi
Bahan jadi proses pengolahan adalah air minum dalam kemasan yang sudah
berada dalam kemasan kotak dan sudah diberi label.
Hasil produksi. Hasil produksi yang dihasilkan dari bahan baku dan
proses produksi di Fa. Marinson Pematangsiantar adalah :
1. Air minum dalam kemasan (AMDK)
Gambaran Proses Produksi Air Minum dalam Kemasan Bagian
Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Dari Hasil penelitian yang telah dilakukan di bagian Pengepakan Fa.
Marinson Pematangsiantar, proses kerja yang dilakukan di bagian Pengepakan
yaitu menyusun dan melakban cup air minum dalam kemasan yang telah dihitung
dan dimasukkan kedalam kotak/dus sesuai dengan pesanan. Air minum dalam
kemasan diolah dengan mesin dibantu oleh pekerja dengan menyusun cup air
minum dalam kemasan yang telah dibentuk ke bagian produksi mesin filling cup
dengan proses kerja duduk. Setelah air minum dalam kemasan melewati proses
penyusunan, proses kerja berdiri dilakukan pekerja untuk melakukan proses
pelakbanan air minum dalam kemasan. Pekerjaan dimulai pada pukul 08.00
sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada
pukul 12.00-13.00 WIB. Berikut dapat dilihat proses kerja bagian pengepakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
64
Gambar 8. Proses penyusunan air minum dalam kemasan
Gambar 9. Proses pelakbanan air minum dalam kemasan
Kursi yang digunakan pekerja tidak memiliki sandaran dan ditimpa
menggunakan alas karton sesuai dengan kebutuhan pekerja. Sikap kerja duduk
dan berdiri yang terbentuk disaat pekerja tersebut melakukan pekerjaannya adalah
membungkuk kesamping, kedepan dan tangan menggantung menyusun air minum
dalam kemasan dengan menggunakan conveyer belt berjalan yang diatasnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
65
sudah terdapat cup air minum dalam kemasan. Bentuk kursi yang digunakan
pekerja bagian pengepakan dapat dilihat pada gambar 10.
Pada proses kerja, pekerja mengendalikan 2 alat mesin sehingga pekerja
harus memutar badan lebih kurang 90º ke arah mesin satunya lagi untuk
menggeser kotak yang sudah tersusun air minum dalam kemasan yang akan di
terima di mesin pelakbanan. Posisi pekerja dan mesin dapat dilihat pada gambar
9.
Gambar 10. Bentuk kursi yang digunakan pekerja bagian pengepakan
Gambar 11. Posisi kerja pekerja dan mesin kerja bagian penyusunan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
66
Gambaran Pekerja bagian Pengepakan
Postur duduk. Pekerja penyusunan dibagian pengepakan Fa. Marinson
Pemtangsiantar bekerja dengan postur duduk. Pekerja melakukan aktivitas dengan
kecepatan dan ketepatan dalam penyusunan air minum dalam kemasan,
diantaranya pekerja melakukan pengambilan kotak/ dus yang dibentuk terlebih
dahulu untuk tempat penyusunan cup air minum dalam kemasan yang sudah
selesai dari mesin produksi (filling cup), proses pengambilan cup air ditampung
oleh mesin coveyer belt (mesin ban hitam berjalan) kemudian pekerja
penyusunan mulai untuk menyusun cup dengan kecepatan dengan postur duduk
membungkuk kesamping, menghitung dengan tepat sampai dus berisi cup air
minum dalam kemasan berjumlah 48 cup didalam dus, lalu pekerja penyusun
mengambil pipet kebelakang badan dengan tangan kanan pekerja, selanjutnya
pekerja penyusun mendorong dus berisi cup air minum dalam kemasan ke roller
conveyer (alat roda besi) untuk pelakbanan kotak/dus menggunakan mesin
pelakbanan.
Pengukuran terhadap postur duduk dilihat dari nilai aktivitas yang diha-
silkan oleh grand skor RULA yang merupakan kombinasi skor C dan skor D. Per-
hitungan dilakukan terhadap kedua sisi anggota tubuh kiri dan kanan. Anggota
tubuh dibagi ke dalam dua (2) segmen yang membentuk dua (2)
group yang terpi-sah yaitu group A dan group B. Group A meliputi
anggota tubuh bagian atas (le-ngan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan).
Sementara itu, group B meli-puti kaki, badan (trunk) dan leher. Skor postur yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
diperoleh dari group A dan B akan diubah dengan mempertimbangkan
penggunaan otot dan pengerahan tenaga selama melakukan pekerjaan.
Hasil penelitian mengenai gambaran postur duduk pada pekerja bagian
penyusunan pengepakan berdasarkan tingkatan risikonya yang didapatkan dari
perhitungan grand skor RULA dapat dilihat pada tabel 11.
Postur berdiri. Pekerja pelakbanan bagian pengepak Fa. Marinson
Pematangsiantar melakukan aktivitas kerjanya dengan postur berdiri dengan
kegiatan yang berulang dalam jangka waktu yang lama. Pekerja pelakbanan
bagian pengepak terus menerus berdiri untuk melakukan pelakbanan
kotak/dus yang sudah selesai dari penyusun dengan jumlah pekerja yang sedikit
yaitu 3 orang sedangkan pekerja penyusunan dengan 5 orang membuat pekerja
bagian pelakbanan terus menerus memperhatikan, menunggu dan mendorong
kotak/dus selesai dari penyusunan menuju mesin pelakbanan dengan kedua tangan
mendorong kedepan secara bersamaan agar proses pelakbanan tidak menumpuk,
pembagian pekerja pelakbanan setelah selesai dari mesin pelakbanan pekerja
yang lain mengangkat kotak/dus dan meletakkan kotak/dus disusun di atas pallet
dengan menumpuk ke atas secara terus menerus sampai akhirnya pekerja
pelakbanan menarik pallet yang sudah tersusun dengan kotak/dus yang sudagh
berisi cup air minum dalam kemasan menggunakan alat berat beroda.
Pengukuran terhadap postur berdiri dilihat dari nilai aktivitas yang diha-silkan
oleh grand skor REBA yang merupakan kombinasi skor Aktivitas dan skor C.
Per-hitungan dilakukan terhadap tiga group, yakni: pertama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
68
(1) pada bagian leher, punggung, dan kaki; kedua (2) pada bagian lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan; ketiga (3) merupakan penggabungan
antara bagian pertama (A) dan bagian kedua (B). Bagian pertama (A) dijumlahkan
dengan berat sedangkan bagian kedua (B) dijumlahkan dengan coupling (nilai
genggaman), dan ketiga (C) dijumlahkan dengan aktivitas yang dilakukan. Setelah
didapatkan hasilnya maka dapat ditentukan rekomendasi untuk tindakan
pengendalian, berdasarkan atas tingkat risiko yang terjadi.
Hasil penelitian mengenai gambaran postur berdiri pada pekerja bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar berdasarkan tingkatan risikonya
yang didapatkan dari perhitungan grand skor REBA dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 13
Distribusi Frekuensi Pekerja bagian Pengepakan berdasarkan Postur Duduk di Fa. Marinson Pematangsiantar
Tingkat Risiko N (%) Tindakan
Sedang (duduk) 5 62,5 Diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya
perubahan untuk perbaikan sikap
Kerja
Tinggi 3 37,5 Diperlukan adanya investigasi dan
perbaikan segera Tabel 14
Distribusi Frekuensi Pekerja bagian Pengepakan berdasarkan Postur Berdiri di Fa. Marinson Pematangsiantar
Tingkat Risiko N (%) Tindakan
Sedang 5 62,5 Diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya
perubahan untuk perbaikan sikap
Kerja
Tinggi (beridiri) 3 37,5 Diperlukan adanya investigasi dan
perbaikan segera
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 5 responden (62,5%)
memiliki postur duduk dengan tingkat risiko sedang, dan sebanyak 3 orang
responden (37,5%) memiliki postur berdiri dengan tingkat risiko tinggi, serta
semua responden memerlukan investigasi dan perbaikan lebih lanjut.
Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian Pengepakan
Postur duduk dan berdiri yang salah ketika bekerja dapat meningkat risiko
keluhan musculoskeletal disorders. Untuk mengetahui keluhan musculoskeletal
disorders menggunakan lembaran kuesioner. Dengan hasil pada tabel 12.
Tabel 15
Distribusi Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Pertanyaan Keluhan Jumlah Persentase
Ada Tidak
(n) (%)
Sebelum bekerja di perusahaan 0 8 8 100,0 merasakan keluhan otot dan tulang
Mengalami kecelakaan atau trauma 0 8 8 100,0
sendi sebelumnya
Saat bekerja merasakan keluhan pada 8 0 8 100,0
otot dan tulang
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua pekerja bagian
pengepakan sebelum bekerja di Fa. Marinson Air Minum dalam Kemasan tidak
mengalami keluhan pada bagian otot dan tulang, dan juga tidak pernah
mengalami kecelakaan atau trauma sendiri sebelumnya, tetapi memiliki keluhan
pada otot dan tulang saat melakukan pekerjaannya saat ini yaitu sebanyak 8 orang
(100,0%).
Hasil dari distribusi keluhan misculoskeletal disoerders yang telah
dilakukan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
70
Tabel 16
Distribusi Titik Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Keluhan
Bagian Tubuh Sakit %
Tidak %
Total %
Sakit
Pinggang belakang 8 100,0 0 0 8 100 Pinggul belakang 6 75,5 2 25,5 8 100
Bokong 4 50,0 4 50,0 8 100
Kaki/tungkai 5 62,5 3 37,5 8 100
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pekerja bagian pengepakan
mengalami keluhan Musculoskeletal Disorders terbanyak yaitu keluhan pada
pinggang sebanyak 8 orang (100,0%), pinggul sebanyak 6 orang (75,5%),
kemudian bokong sebanyak 4 orang (50,0%) dan penjalaran ke kaki atau tungkai
sebanyak 5 orang (62,5%).
Tabel 17
Distribusi Lama Keluhan Musculoskeletal Disorders Lebih dari Satu Tahun yang Dirasakan Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Keluhan
musculoskeletal Ya Tidak (n) (%)
Disorders
Pinggang Belakang 8 0 8 100 Pinggul belakang 6 2 8 100
Bokong 4 4 8 100
Kaki 5 3 8 100
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua pekerja bagian forged yaitu 8
orang (100,0) merasakan keluhan pada pinggang belakang, 6 orang (75,5%)
merasakan keluhan pada bagiang pinggul belakang, 4 orang pada bagian bokong
(50,0%), dan 5 orang merasakan keluhan yang menjalar ke kaki atau tungkai
(62,5%). Keluhan dirasakan lebih dari 1 tahun.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
71
Tabel 18
Distribusi Keluhan Musculoskeletal Disorders yang Dirasakan Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Keluhan Kapan dirasakan saat Tidak
Musculoskeletal bekerja Ada (n) (%)
Disorders Sebelum Setelah Keluhan
Pinggang Belakang 0 8 0 8 100,0 Pinggul belakang 0 6 2 8 100,0
Bokong 0 4 4 8 100,0
Kaki atau tungkai 0 5 3 8 100,0
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pekerja bagian pengepakan yang
merasakan keluhan MSDs dirasakan setelah bekerja melakukan pekerjaannya.
Tabel 19
Distribusi Waktu Keluhan Musculoskeletal Disorders Lebih Satu Minggu yang Dirasakan Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Keluhan Ya Tidak (n) (%)
Musculoskeletal
Disorders
Pinggang Belakang 8 0 8 100,0
Pinggul belakang 6 2 8 100,0
Bokong 4 4 8 100,0
Kaki atau Tungkai 5 3 8 100,0
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pekerja bagian pengepakan
merasakan keluhan musculoskeletal disorders berlangsung lebih dari satu minggu
pada bagian pin-ggang belakang sebanyak 8 orang (100,0%), pinggul belakang
sebanyak 6 orang (75,5%), pada bagian bokong sebanyak 4 orang (50,0%), dan
keluhan penjalaran ke kaki dan tungkai sebanyak 5 orang (62,5%).
Hasil penelitian terkait keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja
bagian pengepakan Fa. Marinson Pematangsiantar dapat dilihat pada tabel 17.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
72
Tabel 20
Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Musculoskeletal disorders N %
Ada keluhan 8 100,0
Tidak ada keluhan 0 0
Jumlah 8 100,0
Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa semua pekerja bagian pengepakan
mengalami keluhan Musculoskeletal disoreders, yaitu sebanyak 8 orang
(100,0%).
Gambaran Sikap Kerja Duduk dan Berdiri dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Tahun 2020
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan tingkat risiko dari postur
duduk dan beridiri dengan keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar, dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 21
Gambaran Postur Duduk dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Postur duduk Keluhan MSDs
Tindakan dan berdiri Ada Tidak (%)
n% n%
Resiko Sedang 5 0 62,5 Diperlukan investigasi lebih lanjut, (duduk) mungkin diperlukan adanya
perubahan untuk perbaikan sikap
Kerja
Resiko Tinggi 3 0 37,5 Diperlukan adanya investigasi dan
perbaikan segera
Total 8 0 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
73
Tabel 22
Gambaran Postur Berdiri dan Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Hasil analisis gambaran antara postur duduk dan berdiri dengan keluhan
musculoskeletal disorders didapatkan bahwa pekerja dengan tingkat risiko
sedang sebanyak 5 orang (62,5%) dan pekerja dengan tingkat risiko tinggi
sebanyak 3 orang (37,5%) semuanya (100%) mengalami keluhan
musculoskeletal disorders dan diperlukan investigasi dan perbaikan sikap kerja
atau postur duduk dan berdiri. Oleh sebab itu dapat disimpulkan semua pekerja
di bagian Pengepakan Fa. Marinson Pematangsiantar dengan postur duduk dan
berdiri berisiko dan perlu tindakan mengalami keluhan musculoskeletal
disorders.
Postur duduk Keluhan MSDs
Tindakan dan berdiri Ada Tidak (%)
n% n%
Resiko Sedang 5 0 62,5 Diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya
perubahan untuk perbaikan sikap
Kerja
Resiko Tinggi 3 0 37,5 Diperlukan adanya investigasi dan
(berdiri) perbaikan segera
Total 8 0 100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
74
Pembahasan
Gambaran Postur Duduk Pekerja Penyusunan Bagian Pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar
Proses kerja yang dilakukan di bagian penyusunan yaitu menyusun air
minum dalam kemasan yang telah dibentuk sesuai dengan pesanan. Air minum
dalam kemasan yang sudah selesai dari mesin produksi dibantu oleh pekerja
dengan menggeser air minum dalam kemasan ke alat besi berputar (roller
conveyer) menuju mesin pelakanan. Proses kerja dilakukan dengan posisi duduk.
Pekerjaan dimulai pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan
waktu istirahat selama 1 jam yaitu pada pukul 12.00-13.00 WIB.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penyusunan bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar diketahui bahwa kursi yang
digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya tidak memiliki sandaran dan
alas duduk menggunakan kardus yang ditumpuk sesuai dengan kebutuhan
pekerja. Meja kerja tidak memiliki penopang untuk tangan, sehingga tangan
pekerja menggantung memegang kardus air minum dalam kemasana hingga
kardus terhitung penuh dan digeser ke mesin pelakbanan. Postur duduk yang
terbentuk disaat pekerja tersebut melakukan pekerjaannya adalah cendrung
membungkuk kesamping dan kedepan, sehingga postur duduk yang terbentuk
ketika operator melakukan pekerjaannya tidak ergonomis.
Postur duduk pekerja bagian penyusunan juga dipengaruhi oleh bentuk
kursi yang digunakan oleh pekerja, dimana kursi yang digunakan tidak memiliki
sandaran, sehingga pekerja tidak bisa duduk dengan posisi tegak dengan
punggung yang disangga oleh sandaran kursi tersebut, karena sandaran punggung
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
75
yang tepat akan mengurangi tekanan di diskus lumbal sampai 30%. Duduk
dengan postur tegak dianggap sebagai postur duduk yang baik. Duduk tegak
sangat cocok untuk pekerjaan yang menggunakan mesin.
Pengukuran terhadap postur duduk pekerja penyusunan bagian
pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar dilihat dari nilai aktivitas yang
dihasilkan oleh grand skor RULA berbeda beda setiap penyusun, tergantung dari
besaran sudut yang terbentuk disaat pekerja melakukan gerakan dalam aktivitas
kerjanya.
Pada penyusun 1 sampai dengan 5 pemberian skor untuk setiap segmen
tubuh sama karena proses kerja dan gerakan yang dilakukan oleh pekerja tersebut
sama.
Lengan atas. Kisaran sudut ergonomis pada lengan atas dari tabel
piktogram kisaran sudut RULA (The Rapid Upper Limb Assessment) adalah
ekstensi (gerakan ke belakang bagian tubuh) sebesar 20º sampai fleksi (gerakan
menekuk ke depan/ mengangkat ke atas) sebesar 20º dengan skor 1. Pada
penyusun 1 sampai dengan 5 Skor lengan atas diberikan skor tambahan satu (+1)
karena mengalami modifikasi, dimana pada saat proses kerja lengan di angkat
menjauh dari badan, hal ini disebabkan karena penyusun atau pekerja harus
menggeser kardus air minum dalam kemasan yang akan digeser menuju mesin
pelakbanan
Lengan bawah. Kisaran sudut ergonomis pada lengan bawah dari tabel
piktogram kisaran sudut RULA (The Rapid Upper Limb Assessment) adalah fleksi
60º - 100º dengan skor 1. Lengan bagian bawah penyusun 1 sampai 5 mengalami
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
76
modifikasi sehingga menerima penambahan skor satu (+1), karena lengan bawah
bekerja pada luar sisi tubuh, terutama disaat pekerja harus mengendalikan 2 mesin
sekaligus.
Pergelangan tangan. Posisi ergonomis pada pergelangan tangan jika
pergelangan tangan berada pada posisi netral atau lurus dengan lengan bagian
bawah, diberi skor 1. Pada penyusun 1 sampai 5 Pergelangan tangan tidak
mengalami deviasi ke atas maupun ke bawah, posisi pergelangan pekerja tetap
mengikuti gerakan lengan bawah, oleh karena itu pergelangan tangan tidak
mendapat penambahan skor.
Leher. Posisi dan kisaran sudut yang ergonomis untuk leher berdasarkan
piktogram kisaran sudut RULA adalah fleksi 0º - 15º dengan skor 1. Pada leher
tidak menerima penambahan skor, karena posisi leher tidak memuntir atau
menekuk pada saat menggeser kardus air minum dalam kemasan ke mesin
pelakbanan. Tetapi, leher memuntir mengikuti pergerakan badan atau mengikuti
posisi badan yang memuntir ketika pekerja harus mengendalikan 2 mesin ketika
bekerja.
Badan. Posisi ergonomis untuk badan pada saat duduk dengan kedua kaki
dan telapak kaki tertopang dengan dan sudut antara badan dan tulang pinggul
membentuk sudut ≥ 90º. Pekerja mengendalikan 2 mesin sekaligus ketika bekerja,
sehingga badan penyusun memuntir ketika mengendalikan 2 mesin tersebut.
karena badan memuntir ketika bekerja, maka badan mengalami modifikasi dan
mendapatkan skor tambahan. Skor tambahannya dimasukkan ke bagian segmen
badan sesuai dengan cara penilaian metode RULA.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
77
Kaki. Posisi ergonomis untuk kaki jika kaki dan telapak kaki tertopang
dengan baik pada saat duduk, dan diberi skor 1. Pemberian skor pada kaki sama
pada setiap pekerja bagian penyusun pengepak, pada saat duduk kedua kaki dan
telapak kaki operator tertopang dengan baik. Sehingga skor untuk kaki diberi 1.
Berikut Contoh perhitungan sudut dari segmen postur duduk yang
terbentuk pada operator 1 sampai dengan 5.
Gambar. 12 Postur duduk penyusun 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
78
Tabel 23
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 1
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Tambahan Total
Lengan atas 42 2 - 2
Lengan bawah - 1 - 1
Pergelangan tangan 46 4 1 5
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher 14 1 - 1
Badan 90 1 - 1
Kaki - 1 - 1
Lengan atas. Berdasarkan hasil pengukuran sudut dan skor yang di dapat
pada postur duduk penyusun 1, diketahui bahwa sudut lengan atas yang terbentuk
adalah fleksi (terangkat ke atas) sebesar 42º. Pada perhitungan piktogram segmen
tubuh untuk lengan atas dengan besaran sudut 42º diberikan skor 2 (piktogram
lengan atas fleksi 20º-45º adalah skor 2). Pada saat operator melakukan proses
kerja lengan atas tidak menjauh dari badan, sehingga mendapatkan skor tidak
tambahan satu, (piktogram posisi yang dimodifikasi jika lengan diangkat menjauh
dari badan diberi skor +1).
Lengan bawah dan pergelangan tangan. Pada operator 1 Lengan bawah
fleksi sebesar 0º dengan skor 1 dan tidak mendapat skor tambahan 1 karena
lengan bekerja pada luar sisi tubuh. Pada penyusun 1 pergelangan tangan fleksi
sebesar 46º dengan skor 4, dan mendapat skor tambahan 1 karena menekuk ke
atas maupun ke bawah. Posisi pergelangan tangan dengan skor 4 karena memuntir
melebihi batas maksimal puntiran. Perhitungan skor segmen tubuh group A
berdasarkan tabel postur group A tabel RULA didapatkan empat (4).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
79
Leher. Pada penyusun 1 Leher fleksi sebesar 14º dengan skor 1 (pada
piktogram kisaran sudut leher fleksi <20º adalah skor 1), tetapi tidak mendapat
skor tambahan karena posisi leher saat bekerja tidak menekuk maupun memuntir.
Badan. Besaran sudut yang terbentuk pada badan yaitu fleksi 90º dengan
skor 1 (piktogram kisaran sudut pada leher jika fleksi 0º sampai dengan 20º
adalah skor 1). Kemudian mendapat tidak tambahan skor satu (+1) karena pada
saat proses kerja mengendalikan 2 mesin penyusun tidak memuntir badannya
kesamping yang melibatkan leher juga ikut memuntir.
Kaki. Skor untuk kaki diberi 1. karena kaki dan telapak kaki tertopang
dengan baik pada saat duduk. Perhitungan skor segmen tubuh group B
berdasarkan tabel perhitungan skor group B pada tabel RULA didapatkan empat
(4).
Setelah di dapatkan skor untuk postur tubuh pada group A dan B,
selanjutnya dihitung kombinasi untuk kedua group tersebut dengan
mempertimbangkan lama penggunaan otot dan pengerahan tenaga selama
melakukan pekerjaan. Skor postur tubuh A dan B ditambah dengan 1 (+1), Jika
sikap tubuh pada saat bekerja dalam keadaan statis untuk waktu yang lebih dari 1
menit, atau pekerjaan dilakukan secara repetitif lebih dari 4 kali permenit.
Penggunaan otot pada proses pekerjaan bagian penyusun tidak
mengerahkan tenaga lebih dari 1 menit dan tidak terdapat pula gerakan repetitif
lebih dari 4 kali permenit, oleh sebab itu skor pada segmen tubuh group A dan B
tidak mendapat nilai tambahan. Selanjutnya dapat dihitung grand skor RULA dari
total skor yang didapat dari segmen tubuh group A dan B akibar postur duduk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
80
yang terbentuk dari proses kerjanya. Perhitungan Grand Skor merupakan
kombinasi dari hasil perhitungan skor group A dan B pada tabel RULA.
Berdasarkan hasil perhitungan grand skor postur duduk pada penyusun 1
didapatkan skor 4, dan termasuk ke dalam kategori sedang. Sehingga tindakan
yang dibutuhkan yaitu perlunya investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan
adanya perubahan untuk perbaikan sikap kerja. Hasil tersebut di dapat dari
kombinasi perhitungan total skor setiap segmen tubuh yang dinilai berdasarkan
ketentuan RULA, yaitu lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan, leher,
badan, dan kaki. Segmen tubuh tersebut juga telah diberikan penilaian
berdasarkan penggunaan dan pembebanan pada otot, serta lama postur tersebut
berlangsung.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pada operator 3 dan 5 posisi kaki
saat bekerja terkadang menekuk ke dalam bawahan kursi yang digunakan ketika
bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerja memiliki postur tubuh yang tinggi.
Tetapi kaki masih dapat dapat tertopang dengan baik karena memilki ruang untuk
bergerak (posisi kaki tidak selalu menekuk ke kolong kursi) serta, berat badan
masih terdistribusi dengan seimbang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
81
Gambar 13. Postur duduk operator 3
Posisi punggung pekerja berada dalam kondisi condong ke depan sejauh
7º, posisi ergonomis pada bagian punggung berdasarkan piktogram kisaran sudut
pada badan berdasarkan metode RULA adalah jika pada saat duduk dengan kedua
kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik dan sudut antara badan dan tulang
pinggul membentuk sudut > 90º. Pada operator 3 sudut yang terbentuk antara
badan dan tulang pinggul adalah 7º, oleh sebab itu berdasarkan penilaian metode
RULA diberikan skor 2 (skor 2 jika fleksi 0º-20º).
Pergerakan leher membentuk sudut 26º dan terdapat beberapa kali gerakan
punggung berputar selama proses kerja berlangsung, dikarenakan mengendalikan
2 mesin kerja. Posisi kaki tidak tegak lurus dengan lantai dan lutut, sehingga kaki
harus di tekuk sedikit, tetapi tetap tertopang dengan baik.
Lengan atas bergerak sejauh 68º dan lengan bawah. Selain itu pergerakan
pada pergelangan tangan bengkok membentuk sudut 37º. Berdasarkan skor maka
pekerja dikategorikan berisiko mengalami MSDs tinggi (posisi duduk tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
82
ergonomis) sehingga diperlukan adanya investigasi dan perbaikan segera, untuk
mencegah dan mengurangi kemungkinan pekerja mengalami MSDs (Ritonga,
2016).
Gambaran Postur Berdiri Pekerja Pelakbanan Bagian Pengepakan di Fa.
Marinson Pematangsiantar
Untuk pelakban enam dan delapan menerima penambahan skor pada
lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Pada saat pekerja pelakbanan
kardus berisi air minum dalam kemasan sudah rapi disusun proses selanjutnya ke
mesin pelakbanan untuk melakban kardus yang nanti akan dipindahkan ke pallet,
tangan pekerja akan bergerak menjauhi badan, kemudian pergelangan tangan saat
bekerja menekuk ke atas maupun ke bawah. Contoh penilaian postur berdiri
pelakbanan 6.
Gambar 14. Postur beridiri pelakban 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
83
Tabel 24
Besaran Sudut Postur Duduk Pelakban 6
Gerakan Sudut Skor Skor Tambahan Total
Leher - 1 1 1
Kaki 152 1 2 3
Badan 81 4 1 4
Pergelangan Tangan - 1 - 1
Lengan Atas 81 3 1 4
Lengan Bawah 53 2 - 3
Dari tabel 14 dapat dilihat besaran sudut yang terbentuk pada pelakban
enam (6) saat melakukan proses kerja. Berdasarkan tabel diketahui bahwa sudut
lengan atas yang terbentuk adalah fleksi 81º dengan skor 3, posisi lengan atas
pada pelakban 6 adalah tidak ergonomis. kemudian mendapatkan skor tambahan
satu (1) karena gerakan pada lengan atas saat melakukan proses kerja menjauh
dari badan (penambahan skor +1 jika lengan diangkat menjauh dari badan).
Lengan bawah fleksi sebesar 53º dengan skor 2, pada panilaian metode
REBA posisi ergonomis pada lengan bawah jika sudut yang terbentuk fleksi 0º -
60º dengan skor 2. Kemudian mendapat skor tambahan 1 karena lengan bekerja
pada luar sisi tubuh.
Pergelangan tangan fleksi sebesar 0º dengan skor 1, dan tidak mendapat
skor tambahan karena tidak menekuk ke atas maupun ke bawah pada saat
mengankat kardus air minum dalam kemasan ke papan pallet penggumpul
sementara. Posisi pergelangan tangan dengan skor 1 karena tidak memuntir
melebihi batas maksimal puntiran.
Leher fleksi sebesar 0º dengan skor 1, posisi ergonomis pada leher jika
kisaran sudut pada leher fleksi 0º - 15º dengan skor 1. Tetapi tidak mendapat skor
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
84
tambahan karena posisi leher saat bekerja tidak menekuk maupun memuntir.
Besaran sudut yang terbentuk pada badan yaitu fleksi 81º dengan skor 4,
kemudian tidak mendapat skor tambahan karena pada saat proses kerja pekerja
tidak memuntir kesamping serta tidak mengendalikan 2 mesin. Skor untuk kaki
satu (1) karena kaki dan telapak kaki tertopang dengan baik pada saat berdiri.
Perhitungan skor segmen tubuh group A berdasarkan tabel postur group A tabel
REBA didapatkan empat (3).
Berdasarkan tabel perhitungan REBA untuk skor group postur B dapat
dilihat nilai skor untuk lengan atas yaitu tiga (3), skor lengan bawah (2), skor
untuk pergelangan tangan (1). Jadi skor untuk postur group B didapatkan tiga (4).
Karena Proses pekerjaan yang dilakukan menggunakan otot dan
pengerahan tenaga dalam keadaan statis untuk waktu lebih dari 1 menit, atau
pekerjaan dilakukan secara repetitif lebih dari 4 kali permenit, maka ada
penambahan skor untuk postur group A maupun group B. Sehingga ada
penambahan skor yang akan dimuat pada perhitungan skor C maupun aktivitas.
Pengukuran terhadap postur duduk dilihat dari nilai aktivitas yang
dihasilkan oleh grand skor RULA didapatkan risiko paling banyak dengan tingkat
sedang yaitu sebanyak 5 orang (62.5%). Postur duduk pekerja bagian penyusun
semuanya memiliki risiko dan perlu tindakan. Pengendalian pada tingkat risiko
sedang diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya perubahan
untuk perbaikan sikap kerja yaitu dengan memperbaiki postur duduk yang baik.
(Ritonga, 2016).
Risiko MSDs ringan-tinggi (skor 3-6) dikategorikan posisi duduk tidak
ergonomis dialami sebanyak 5 orang pekerja (100,0%). Postur duduk yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
85
ergonomis adalah duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu kebelakang. Paha
menempel di dudukan kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang kursi.
Tulang punggung memiliki bentuk yang sedikit melengkung ke depan pada
bagian pinggang, sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga
kelengkungan tulang punggung tersebut.
Pengukuran terhadap postur berdiri dilihat dari nilai aktivitas yang
dihasilkan oleh grand skor REBA didapatkan risiko paling banyak dengan tingkat
sedang yaitu sebanyak 3 orang (37.5%). Postur beridri pekerja bagian pelakbanan
semuanya memiliki risiko dan perlu tindakan. Pengendalian pada tingkat risiko
sedang diperlukan investigasi lebih lanjut, mungkin diperlukan adanya perubahan
untuk perbaikan sikap kerja yaitu dengan memperbaiki postur berdiri yang baik.
(Ritonga, 2016).
Risiko MSDs sedang (skor 4-7) dikategorikan posisi berdiri tidak
ergonomis dialami sebanyak 3 orang pekerja (100,0%). Postur berdiri yang
ergonomis adalah berdiri tegak dengan punggung lurus dan bahu kebelakang.
Paha menempel di dudukan kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang
kursi. Tulang punggung memiliki bentuk yang sedikit melengkung ke depan pada
bagian pinggang, sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga
kelengkungan tulang punggung tersebut.
Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian
Pengepakan di Fa. Marinson Pematangsiantar
Berdasarkan hasil penilitian diketahui semua pekerja bagian pengepakan,
yaitu sebanyak 8 orang (100%) mengalami keluhan musculoskeletal disorders.
Selain itu, di dapatkan data keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
86
bagian pengepakan dimana semua pekerja yaitu 8 orang (100%) sebelum bekerja
di Fa. Marinson Pematangsiantar tidak pernah merasakan keluhan pada otot dan
tulang. Serta tidak memiliki riwayat kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya.
Keluhan yang dirasakan pekerja yaitu setelah melakukan pekerjaannya, dan
berlangsung lebih dari satu minggu.
Data ini menunjukkan bahwa pekerja bagian pengepakan di Fa. Marinson
Pematangsiantar mengalami keluhan musculoskeletal disorders. Pernyataan ini
sesuai dengan NIOSH, 2005. Dimana NIOSH mengelompokkan keluhan
musculoskeletal disorders apabila :
1. Merasakan ketidaknyamanan dalam satu tahun terakhir
2. Rasa ketidaknyamanan dirasakan setelah bekerja pada pekerjaan saat ini
3. Tidak ada kecelakaan atau trauma sendi sebelumnya
4. Rasa ketidaknyamanan berlangsung lebih dari satu minggu, atau terjadi
lebih dari 3 kali pada tahun sebelumnya
Penilaian keluhan musculoskeletal disorders yaitu pinggang bagian
belakang, pinggul, pantat dan tungkai kaki. Didapatkan hasil penilaian yang
paling banyak pada pinggang belakang dan pinggul yaitu sebanyak 8 orang
(100,0%), Keluhan myeri, pegal dan panas pada bagian pantat sebanyak 4 orang
(50,0%). Keluhan paling banyak pada bagian pinggang, pinggul belakang
disebabkan oleh postur duduk dan berdiri yang tidak ergonomis, posisi segmen
anggota tubuh yang tidak ergonomis berdasarkan sudut yang terbentuk sesuai
dengan penilaian metode RULA (duduk) dan REBA (berdiri), sehingga
menimbulkan tekanan pada bagian pinggang, pinggul dan bokong yang memicu
timbulnya rasa nyeri. Kemudian duduk statis yang terlalu lama, serta kursi yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
digunakan tidak memiliki sandaran sehingga pekerja tidak dapat rileks dalam
melakukan pekerjaannya. Keluhan panas pada bokong disebabkan karna kursi
yang digunakan pekerja tidak memiliki bantalan, serta proses kerja yang
dilakukan dengan duduk dan berdiri dalam waktu yang lama.
Terdapat keluhan nyeri, pegal dan panas pada bagian tungkai kaki
sebanyak 5 orang (62,5%) hal ini disebabkan karena pekerja tersebut memiliki
tungkai yang panjang, keadaan tersebut terkadang membuat pekerja sedikit
menekuk kakinya kedalam. Jika postur duduk dan berdiri tersebut dalam waktu
yang lama maka akan terasa kesemutan dan nyeri pada tungkai atau kaki. Rata-
rata pekerja bekerja dengan posisi duduk dan beridiri statis selama 3 jam dalam
satu trip air minum dalam kemasan yang disusun dan pergeseran air minum dalam
kemaan ke mesin pelakbanan. Hal ini semakin diperberat oleh kondisi
bantalan/sandaran kursi yang tidak nyaman sehingga risiko mengalami nyeri
punggung bawah semakin besar.
Kejadian tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu, dimana pekerja yang
memiliki postur tubuh tinggi lebih banyak mengeluhkan nyeri pada punggung
bawah. Hal ini didukung dengan penelitian NIOSH (1992) yang dikutip oleh
Armands (2010) mendapatkan hasil 90% pekerja (tinggi) mengeluhkan
ketidaknyamanan pada daerah tulang belakangnya setelah bekerja. Pegal-pegal
disebabkan adanya akumulasi produk sisa berupa asam laktat pada jaringan
(Bridger, 2003). Rasa pegal yang dialami pekerja adalah cara identifikasi awal
bahwa pekerja mengalami ketidaknyamanan saat bekerja atau mengalami
gangguan musculoskeletal disorders. Banyaknya aktivitas pekerjaan dengan
penanganan secara manual dapat menyebabkan cedera jaringan otot dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
88
persendian jika terjadi salah pergerakan, terlebih jika dilakukan dengan teknik
yang tidak benar.
Gambaran Postur Duduk dan Berdiri dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders Pada Pekerja Penyusun Bagian Pengepakan Fa. Marinson
Pematangsiantar
Postur duduk yang salah dapat menimbulkan masalah-masalah pada
punggung. Pada saat duduk tekanan di tulang belakang akan meningkat
dibandingkan ketika berdiri atau berbaring (Nurmianto, 1996). Postur duduk tidak
baik pada waktu yang cukup lama menyebabkan rasa pegal, bahkan kejang otot
atau kram pada bagian tubuh tertentu (Bendix et al., 1996 ; brunswic, 1984).
Postur duduk tidak baik, terutama dengan waktu yang cukup lama dapat
menyebabkan nyeri punggung bawah (Troussier et al., 1994). terkadang nyeri
disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki.
Berdasarkan hasil observasi pada pekerja penyusunan, diketahui bahwa
postur duduk yang cendrung terbentuk disaat pekerja melakukan pekerjaannya
adalah condong ke depan, dan hanya sedikit yang duduk dengan postur tegak
dalam waktu yang lama. Seandainya tekanan pada tulang belakang sebesar 100%,
maka postur duduk yang tegang atau kaku akan menyebabkan tekanan tadi naik
menjadi 140% dan postur duduk membungkuk kedepan yang terjadi saat bekerja
dapat menyebabkan tekanan tersebut naik sampai 190%. (Santoso, 2004).
Hasil analisis gambaran antara postur duduk menggunakan metode RULA
dengan keluhan musculoskelatal disorders diketahui bahwa semua pekerja yaitu 5
orang (62,5%) dengan postur duduk tidak ergonomis mengalami keluhan
musculoskelatal disorders. Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
89
oleh Aditya Tahun 2012 terhadap pekerja bagian pelintingan rokok di Pt. Djitoe
Indonesia Tobacco menunjukkan bahwa ada pengaruh sikap kerja duduk atau
postur kerja duduk terhadap keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja tersebut.
Dari 40 responden diketahui bahwa 37 responden (92,5%) mengalami nyeri
punggung bawah akibat sikap atau posisi duduk yang tidak ergonomis.
Postur kerja berdiri merupakan posisi siaga baik fisik maupun mental
sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Tetapi pada
dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang
dikeluarkan untuk berdiri 10%-15% lebih banyak dibandingkan dengan duduk.
Pada posisi kerja berdiri, apabila tenaga kerja harus bekerja pada periode yang
lama, maka sering menimbulkan kelelahan (Kuswana, 2014)
Berdasarkan hasil observasi pada pekerja pelakbanan, diketahui bahwa
postur berdiri yang cendrung terbentuk disaat pekerja melakukan pekerjaannya
adalah condong ke depan, dan hanya sedikit yang duduk dengan postur tegak
dalam waktu yang lama.
Hasil analisis gambaran antara postur berdiri menggunakan metode REBA
dengan keluhan musculoskelatal disorders diketahui bahwa semua pekerja yaitu 3
orang (37,5%) dengan postur berdiri tidak ergonomis mengalami keluhan
musculoskelatal disorders. Hal ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan
oleh Aditya Tahun 2012 terhadap pekerja bagian pelintingan rokok di Pt. Djitoe
Indonesia Tobacco menunjukkan bahwa ada pengaruh sikap kerja duduk atau
postur kerja duduk terhadap keluhan nyeri punggung bawah pada pekerja tersebut.
Dari 40 responden diketahui bahwa 37 responden (92,5%) mengalami nyeri
punggung bawah akibat sikap atau posisi duduk yang tidak ergonomis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Perbedaan keluhan musculoskelatal disorders tersebut terlihat dari postur
duduk yang tidak ergonomis berdasarkan piktogram kisaran sudut yang terbentuk
pada anggota tubuh yang dinilai untuk dicari risiko MSDsnya, semakin besar
sudut yang terbentuk dari setiap segmen tubuh yang dinilai semakin tinggi tingkat
risiko MSDs yang dihasilkan, hal ini berbanding lurus dengan keluhan
musculoskelatal disorders yang dirasakan oleh pekerja. Pekerja dengan postur
duduk yang salah akan menimbulkan nyeri atau keluhan pada punggungnya.
Posisi menyandar mengikuti proporsi tubuh dapat mengurangi tekanan discus
25% sehingga merupakan posisi yang paling nyaman, namun permasalahan pada
posisi ini target visual terlalu jauh atau terlalu rendah.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian dalam penelitian ini adalah waktu berdiskusi
dengan responden penelitian yang kurang oleh karena waktu dalam pekerjaaan
yang tidak bisa diganggu lama.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
91
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Postur duduk pekerja penyusun bagian pengepakan di Fa. Marinson
Pematangsiantar adalah tidak ergonomis, pekerja melakukan kegiatan yang
berulang-ulang dengan menggunakan kecepatan tangan dan postur duduk
yang membungkuk kedepan dan dan kesamping. Lamanya bekerja dengan
postur duduk dan banyak aktivitas/ beban kerja yang harus diselesaikan
sesuai kebutuhan pesanan, pekerja sering merasakan keluhan pada bagian
pungung belakang, pinggul belakang, bokong, dan kaki atau tungkai dengan
tingkat risiko MSDs pekerja penyusun bagian pengepakan yang diperoleh
yaitu tingkat risiko sedang sebanyak 5 orang dan diperlukan perbaikan sikap
kerja.
2. Postur berdiri pekerja pelakbanan bagian pengepakan di Fa. Marinson
Pematangsiantar adalah tidak ergonomis. Pekerja pelakbanan melakukan
kegiatan dengan postur berdiri dalam jagak waktu yang lama dan berulang-
ulang, kegiatan pekerja pelakbanan mendorong, mengangkat, meletakkan
dan menarik pekerja lakukan setiap bekerja dengan beban kerja yang banyak
sesuai kebutuhan pesanan. Keluhan dirasakan pekerja dibagian punggung
belakang, pinggul belakang, bokong dan menjalar kaki atau tungkai.
Pekerja mengalami tingkat risiko MSDs pekerja pelakbanan bagian
pengepakan yang diperoleh yaitu tingkat risiko sedang sebanyak 3 orang dan
diperlukan perbaikan sikap kerja.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
92
3. Keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja bagian pengepakan di Fa.
Marinso Pematangsiantar mayoritas mengeluhkan pegal-pegal dan nyeri
pada bagian pinggang belakang sebanyak 8 orang (100,0%), pinggul
belakang sebanyak 8 orang (100,0%), bagian bokong sebanyak 4 orang
(50,0%). Serta nyeri yang dirasakan menjalar hingga ke kaki atau tungkai
dirasakan oleh 5 orang pekerja (62,5%).
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan beberapa upaya
yang dilakukan untuk mengurangi adanya keluhan musculoskeletal disorders pada
pekerja bagian pengepakan di Fa. Marinso Pematangsiantar sebagai berikut :
1. Sebaiknya pekerja bekerja dengan postur duduk yang ergonomis, dagu
ditarik ke dalam, kepala tidak membungkuk ke depan, punggung tetap
tegak dengan bantalan kursi menopang punggung bawah, posisi
punggung santai dan tidak membungkuk (Lumbal tetap lordosis), tibia
(betis) tegak lurus dengan lantai, posisi paha horizontal, sejajar dengan
lantai, posisi telapak kaki menapak ke lantai. Dalam melakukan pekerjaan
sebaiknya pekerja duduk dengan postur tegak, agar tekanan pada lumbal
tidak terlalu besar sehingga dapat meminimalisir keluhan musculoskeletal
disorders.
Menggunakan Kursi yang sesuai prosedur ergonomi dengan postur duduk
(Sanders & McCormick, 1987)
a. Meja dapat diatur naiik turun
b. Ketinggian kursi:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
93
Pria: 550 (tinggi lutut) + 25(sepatu) + 25 (kelonggaran) = 600 mm
Wanita: 540 (tinggi lutut) + 40 (sepatu) + 25 (kelonggaran) = 645 mm
2. Pekerja yang bekerja dengan postur berdiri diharapkan agar
memperbanyak kegiatan olahraga untuk pencegahan, melakukan istirahat
dan untuk peregangan otot apabila merasakan keluhan-keluhan selama
bekerja.
Menggunakan Kursi yang sesuai prosedur ergonomi untuk postur berdiri
(R. Farley) yaitu : Idealnya ketinggian bangku 5 cm dibawah tinggi siku
operator, perancangan untuk persentil 95 dan diberi platform lantai utk
operator yg lebih kecil, Perancangan utk persentil 5 dan menambah tinggi
bangku utk operator yang lebih besar
3. Sebaiknya perusahaan menyediakan kursi yang digunakan pekerja bagian
pengepakan dan pelakbanan dilengkapi dengan bantalan dan sandaran.
Sehingga pekerja dapat bekerja dengan postur duduk yang nyaman,
mencegah dan mengurangi risiko terjadinya keluhan musculoskeletal
disorders. Memberikan himbauan untuk pekerja agar melakukan
stretching sekitar 5-10 menit sebelum bekerja atau pada saat istirahat
disela waktu kerja untuk memudahkan kerja otot, dan menghindari
kontraksi otot secara tiba-tiba dan kontraksi berlebihan.
4. Jika keluhan nyeri tidak berkurang atau semakin parah disarankan untuk
melakukan pemeriksaan serta perawatan secara medis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
94
Daftar Pustaka
Anies.(2014). Kedokteran okupasi berbagai penyakit akibat kerja dan upaya penanggulangan dari aspek kedokteran. Yogyakarta: ArRuzz.
Auliya, S. A. (2015). Pengaruh pendidikan, pelatihan dan motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. (pada PT. Inti Sukses Garmindo Semarang). Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Amelinda, I (2017). Hubungan sikap kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja unit weaving di PT Delta Merlin Dunia Textile IV Boyolali. Universitas Sebelas Maret. Diakses dari
https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/index.php/PROSIDING_SNST_FT/a
rticle/view/1841/1896.
Bukhori E. (2010). Hubungan faktor resiko pekerjaan dengan terjadinya keluhan musculosketal disorder (msds) pada tukang angkut beban penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1224/1/ENDAN
G%20BUKHORI-FKIK.PDF
Departemen Kesehatan RI. (2009). Metode Penghitungan Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban Kerja (Workload Indikator Staff Need). Jakarta: Badan PPSDM
Fuady, A, R. (2013). Faktor – faktor yang berhubungan dengan musculoskeletal
disorders (msds) pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Univeristas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Hardianto, I. Yassierli. (2014). Ergonomi suatu pengantar. Jakarta: Rosda Jaya Putra.
Helmi, Zairin N. (2012). Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba medika.
Hignett, S., & McAtamney, L. (2000). Rapid entire body assessment (REBA). Applied Ergonomics, 31(2), 201–205.
International Labour Organization (ILO). (2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Untuk Produktivitas. Jakarta, Indonesia: International Labour Organization.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
95
Joshi EG, Lal H. (2014). REBA Technique on small scale casting industry.
International Journal Of Emerging Technology. 5(2): 61- 65.
Karwowski, W. (Ed). (2006). International Encyclopedia Of Ergonomics and Human Factors, (Edisi ke-2). Kentucky: CRC Press.
Kemenperindag RI. Kepmenperindag 2003. No.705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan dan Perdagangannya. Kemenperindag RI, Jakarta.
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 197 Tahun 2017 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Minuman Bidang Industri Air Minum Dalam Kemasan Sub Bidang Produksi.
Kurniawan, A. (2006). Transformasi pelayanan publik. Yogyakarta: Penerbit Pembaharuan
Kuswana S,W. (2014). Ergonomi dan keselamatan dan kesehatan kerja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Merulalia. (2010). Postur tubuh yang ergonomis saat bekerja. Diakses dari
http://www.K3(OHAS).ac.id
Muhammad, A & Ali, M. (2014). Metodologi dan aplikasi riset pendidikan.
Jakarta : PT Bumi Aksara
NIOSH. (1997). Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical
Review Of Epidemiologic Evidence For Work Related Musculoskeletal Disorders. NIOSH: Center of Disease Control and Prevention
Noor Zairin H. (2012). Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurmianto, E. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya (Edisi ke-2).
Surabaya: Guna Widya.
Purwanto, S. (2008). Sikap kerja perawat. Diakes 20 Januari 2020 dari http://www.Artikel Psikologis Klinis Dan Perkembangan.htm.id.
Rahayu, I, I. (2005). Hubungan antara sikap kerja duduk terhadap produktivitas kerja pada penjahit konveksi rumah tangga panca daya sakti Semarang. Universitas Negeri Semarang.
Santiasih, Indri. (2013). Kajian manual material handling terhadap kejadian low back pain pada pekerja tekstil 2013. Vol Viii, No 1, Januari 2013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
96
Santoso, G. (2014). Ergonomi manusia, peralatan dan lingkungan. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Shofwati I, Rosidati C, Nourmayanti D. (2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer. Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/412/1/91962-
DIAN%20NOURMAYANTI-FKIK.pdf
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alfabeta.
Sunaryo, W. (2014). Ergonomi dan K3 kesehatan dan keselamatan kerja.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Suma’mur, P. K. (2009). Higiene perusahaan dan keselamatan kerja (HIPERKES). Jakarta: CV. Sagung Seto.
Suma’mur P. K. (2014). Kesehatan kerja dalam perspektif hiperkes dan keselamatan kerja. Ciracas, Jakarta: Erlangga.
Sutalaksana, Iftikar Z. (2006). Teknik tata cara kerja. laboratorium tata cara kerja dan ergonomi. Departemen Teknik Industri ITB. Bandung.
Tarwaka. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas.
Surakarta. UNIBA Press.
Tarwaka. (2015). Ergonomi indutri: dasar-dasar ergonomi dan implementasidi tempat kerja. Surakarta. Harapan Press.
Tjahayuningtyas, A (2019). faktor yang mempengaruhi keluhan musculoskeletal disorders (msds) pada pekerja informal. Diakses dari https://ejournal.unair.ac.id/IJOSH/article/view/5668/pdf
Utami, C. (2017). Hubungan lama kerja, sikap kerja dan beban kerja dengan muskuloskeletal disorders (msds) pada petani padi di Desa Ahuhu Kecamatan Meluhu Kabupaten Konawe. Diakses dari http://ojs.uho.ac.id/index.php/JIMKESMAS/article/viewFile/2921/2179
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. 25 Maret 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39.
Wulandari, L. (2011). Kromatografi lapis tipis. Jember: PT Taman Kampus Presindo
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
97
Lampiran
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
98
Lampiran 2. Surat Selesai Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
99
Lampiran 3. Surat Balasan Pengukuran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
100
Lampiran 5. Kuesioner Penelitian
Kuesioner penelitian Gambaran Sikap Kerja dan Keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pengepakan Air Minum Dalam Kemasan Fa.
Marinson Pematangsiantar Tahun 2019
oleh : Rizka Auliya Sitorus
Nim : 161000006
Saya mahasiswa Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan
Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sedang
melakukan penelitian. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon dengan segala
kerendahan hati agar kiranya Bapak/Ibu/Saudara bersedia meluangkan
waktunya untuk menjawab pertanyaan berikut. Kejujuran Bapak/Ibu/Saudara
dalam menjawab pertanyaan sangat saya hargai.
Ucapan terimakasih yang sebesarnya saya ucapkan atas bantuan dan
partisipasi Bapak/Saudara dalam menjawab kuesioner ini.
Responden
Berikan tanda √ pada salah satu kotak yang tersedia dan isilah titik-titik yang
tersaji di bawah ini sesuai dengan keadaan Bapak/Ibu.
1. Nama : .................................
2. Usia : ................................. Tahun
3. Jenis Kelamin :
Pria
Wanita
4. Pendidikan : SD SMP SMU PT
5. Status : Kawin Belum kawin
6. Masa kerja : ..................................
Nordic Body Map Questioner
1. Apakah sebelum bekerja di Air Minum Dalam Kemasan Fa. Marinson
Pematangsiantar anda pernah merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/
pegal pada otot dan tulang atau kecelakaan/ trauma sendi ? a. Ya, (SELESAI) b. Tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
101
2. Apakah saat bekerja anda pernah merasakan nyeri/panas/kejang/mati
rasa/pegal pada otot dan tulang ? a. Ya b. Tidak
Jika Iya, coba perhatikan gambar berikut, gambaran berikut adalah potongan
dari badan yaitu punggung bawah
Keterangan :
7. pinggang
belakang
8. pinggul belakang
9. bokong
3. Apakah anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal pada bagian
pinggang belakang ? a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal pada bagian
pinggang belakang ? a. Ya b. Tidak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
5. Apakah anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal pada bagian
pinggul belakang ? a. Ya b. Tidak
6. Apakah anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal pada bagian
pantat ? a. Ya b. Tidak
7. Apakah rasa nyeri disertai dengan penjalaran kearah tungkai dan
kaki?
a. Ya b. Tidak
8. Sejak kapan anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal tersebut ? a. < 1 tahun b. > 1 tahun
9. Kapan anda merasakan nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal tersebut ? a. Sebelum bekerja b. Setelah bekerja
10. Berapa lama nyeri/panas/kejang/mati rasa/pegal berlangsung ? a. > 1 minggu b. < 1 minggu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
Lampiran 6. Tabel RULA dan REBA
RULA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
REBA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
105
Lampiran 7. Pengukuran Piktogram Besaran Sudut Anggota Tubuh
1. Penyusun 1 (RULA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 1
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Lengan atas 42 2 - 2
Lengan bawah - 1 - 1
Pergelangan tangan 46 4 1 5
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher 14 1 - 1
Badan 90 1 - 1
Kaki - 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
106
Tabel 2
Skor Postur Group A Penyusun 1
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
Atas Bawah 1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan
Pergelanga
n Pergelangan
tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 2 2 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2 2 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Penyusun 1
Leher Badan (Tubuh)
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
107
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D Penyusun 1
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
2. Penyusun 2 (RULA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 2
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Lengan atas 29 4 - 4
Lengan bawah 39 1 - 1
Pergelangan tangan 40 1 1 1
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher - 1 - 1
Badan 10 1 - 1
Kaki 74 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
108
'Tabel 2
Skor Postur Group A Penyusun 2
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
Atas Bawah 1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan
Pergelanga
n Pergelangan
tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 2 2 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2 2 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Penyusun 2
Leher Badan (Tubuh)
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
109
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D Penyusun 2
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
3. Penyusun 3 (RULA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 3
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Lengan atas 68 3 - 3
Lengan bawah - 2 - 2
Pergelangan tangan 37 1 1 2
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher 26 3 - 3
Badan 7 2 - 2
Kaki 75 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
110
Tabel 2
Skor Postur Group A Penyusun 3
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
Atas Bawah 1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan
Pergelanga
n Pergelangan
tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 2 2 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2 2 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Penyusun 3
Leher Badan (Tubuh)
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D Penyusun 3
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
4. Penyusun 4 (RULA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 4
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Lengan atas 41 2 - 2
Lengan bawah - 1 - 1
Pergelangan tangan 19 3 1 4
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher 33 2 - 2
Badan 8 2 - 2
Kaki 85 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
112
Tabel 2
Skor Postur Group A Penyusun 4
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
Atas Bawah 1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 2 2 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2 2 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Penyusun 4
Leher Badan (Tubuh)
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
113
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D Penyusun 4
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
5. Penyusun 5 (RULA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Penyusun 5
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Lengan atas 51 3 - 3
Lengan bawah - 2 - 2
Pergelangan tangan 40 1 1 2
Posisi pergelangan tangan - 1 1 2
Leher - 1 - 1
Badan - 1 - 1
Kaki 105 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
114
Tabel 2
Skor Postur Group A Penyusun 5
Lengan Lengan Pergelangan Tangan
Atas Bawah 1 2 3 4
Pergelangan Pergelangan Pergelangan Pergelangan
tangan tangan tangan tangan
memuntir memuntir memuntir memuntir
1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 2 2 3 3 3 4 4
2 1 2 3 3 3 3 3 4 4
2 2 3 3 3 3 4 4 4
3 3 4 4 4 4 4 5 5
3 1 3 3 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 4 4 4 4 4 5 5 5
4 1 4 4 4 4 4 5 5 5
2 4 4 4 4 4 5 5 5
3 4 4 4 5 5 5 6 6
5 1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
6 1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 8 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Penyusun 5
Leher Badan (Tubuh)
1 2 3 4 5 6
Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
115
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan D Penyusun 5
Skor C 1 2 3 4 5 6 7+
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
6. Pelakbanan 1 (REBA)
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Pelakbanan 1
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Leher 51 3 - 3
Kaki - 2 - 2
Badan 40 1 - 2
Posisi pergelangan tangan - 1 2 3
Lengan atas - 1 - 1
Lengan bawah - 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
116
Tabel 2
Skor Postur Group A Pelakbanan 1
Tabel A Leher
1 2 3
Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
Skor Postur 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Punggung 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Pelakbanan 1
Tabel B Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Lengan 3 3 4 5 4 5 5
Atas 4 4 5 5 5 6 7
5 5 7 8 7 8 8
6 6 8 8 8 9 9
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 1
Skor A
Skor B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 10 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 11 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
117
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 1
Skor A
Skor B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
7. Pelakbanan 2
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Pelakbanan 2
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Leher - 1 - 1
Kaki 169 1 - 1
Badan - 1 2 3
Posisi pergelangan tangan 37 2 1 3
Lengan atas 51 2 - 2
Lengan bawah 125 1 - 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
118
Tabel 2
Skor Postur Group A Pelakbanan 2
Tabel A Leher
1 2 3
Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
Skor Postur 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Punggung 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Pelakbanan 2
Tabel B Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Lengan Atas 3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 5 7 8 7 8 8
6 6 8 8 8 9 9
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 2
Skor B
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 10 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 11 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 2
Skor B
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
8. Pelakbanan 3
Tabel 1
Besaran Sudut Postur Duduk Pelakbanan 3
Gerakan Sudut (º) Skor Skor Total
Tambahan
Leher 34 2 - 2
Kaki - 1 - 1
Badan 26 2 - 2
Posisi pergelangan tangan 1 2 3
Lengan atas 52 3 - 3
Lengan bawah 45 2 - 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
120
Tabel 2
Skor Postur Group A Pelakbanan 1
Tabel A Leher
1 2 3
Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
Skor Postur 2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
Punggung 3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Tabel 3
Skor Postur Group B Pelakbanan 3
Tabel B Lengan Bawah
1 2
Pergelangan Tangan 1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
Lengan Atas 3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 5 7 8 7 8 8
6 6 8 8 8 9 9
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 3
Skor B
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 10 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 11 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
121
Tabel 4
Perhitungan Grand Skor Berdasarkan Kombinasi Skor C dan Aktivitas
Pelakbanan 3
Skor B
Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122
Lampiran 9. Master Data
Tabel Data Perhitungan Skor RULA Group A (Penyusun)
N Lengan atas Lengan bawah
Pergelangan
Skor
tabel
A
o tangan
mem
unti
r
Sk
or
akh
ir
beb
an
Sudut
(º)
skor
Skor
(+)
tota
l
Sudut
(º)
skor
Skor
(+)
tota
l
Sudut
(º)
skor
Skor
(+)
tota
l
oto
t
1 42 2 - 2 - 1 - 1 46 4 1 5 1 4 0 0 4
2 29 4 - 4 39 1 - 1 40 1 1 2 1 4 0 0 4
3 68 3 - 3 - 2 - 2 37 1 1 2 1 3 0 0 4
4 41 2 - 2 - 1 - 1 19 3 1 4 1 3 0 0 4
5 51 3 - 3 - 1 - 1 40 1 1 2 1 3 0 0 4
Tabel Data Perhitungan Skor RULA Group B
N Leher
Tubuh
Sk
or
Tab
el B
o
Skor
Akhir
Sudut
(º)
Skor
Skor
(+)
To
tal
Sudut
(º)
Skor
Skor
(+)
To
tal
Kak
i
Oto
t
Beb
an
1 14 1 - 1 - 1 - 1 1 1 0 0 4
2 - 1 - 1 10 1 - 1 1 1 0 0 4
3 26 3 - 3 7 2 - 2 1 3 0 0 4
4 33 2 - 2 8 2 - 2 1 2 0 0 3
5 - 1 - 1 - 1 - 1 1 1 0 0 3
Tabel Data Perhitungan Skor REBA Group A (Pelakbanan)
N Leher
Kaki
Badan
o
Skor
tabel
A
Skor
akhir
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
tota
l
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
tota
l
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
tota
l
beb
an
6 - 1 - 1 152 1 - 1 81 4 1 5 3 - 3
7 - 1 - 1 169 1 - 1 - 1 2 3 1 2 3
8 34 2 - 2 - 1 - 1 26 2 - 2 3 - 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
123
Tabel Data Perhitungan Skor REBA Group B (Pelakbanan)
N Pergelangan Lengan atas Lengan bawah
o tangan
Sk
or
tab
el B
Sk
or
tab
el C
Skor
akhir
akti
vit
as
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
To
tal
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
tota
l
Sudut
(º)
skor
Sk
or
(+)
tota
l
6 - 1 - 1 81 2 - 2 53 3 - 3 6 5 1 6
7 37 2 1 3 51 2 - 2 125 1 - 1 3 3 1 4
8 - 1 2 3 52 3 - 3 45 2 - 2 6 5 1 6
Tingkat Risiko MSDs Pekerja Bagian Musculoskeletal Disorders
Pekerja Bagian Pengepak di Fa. Marinson Pematangsiantar
Penyusun (RULA)
Skor
Skor
Grand Kategori postur
No. Nama skor Risiko
tabel A tabel B
Duduk tabel C
1 Penyusun 1
5
2
4
Sedang Tidak
Ergonomis
2 Penyusun 2
5
2
4
Sedang Tidak
Ergonomis
3 Penyusun 3
4
4
4
Sedang Tidak
Ergonomis
4 Penyusun 4
4
3
3
Sedang Tidak
Ergonomis
5 Penyusun 5
4
2
3
Sedang Tidak
Ergonomis
Pelakbanan (REBA)
Skor Skor Skor Aktivitas
Kategori
No. Nama tabel tabel tabel Risiko
Skor postur duduk A
B
C
6 Pelakban
3
6
5
6
Sedang Tidak
6
Ergonomis
7 Pelakban
3
3
3
4
Sedang Tidak
7
Ergonomis
8 Pelakban
3
6
5
6
Sedang Tidak
8
Ergonomis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
124
Gambaran Keluhan Musculoskeletal Disorders Pekerja Bagian Pengepak di Fa. Marinson Pematangsiantar
sebe
lum
bek
erja
dipe
rusa
haan
,kec
elak
aan/
traum
asen
di
Kapan
Waktu Lama
kel
uhan
ato
t/ t
ula
ng
kel
uhan
ato
t/ t
ula
ng
Pin
ggan
g b
elak
ang
keluhan
Pin
ggul
bel
akan
g
dirasakan dirasakan
Penj
alar
an k
etun
gkai
/kak
i
berlangsung Keluhan
Punggung
(tahun) (bekerja)
Bo
ko
ng
(minggu) Muscolo
Nama
seb
elu
m
skeletal
sete
lah
Disorde
<1 >1 >1 <1 rs
Penyusun 1 Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Penyusun 2 Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Penyusun 3 Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Penyusun 4 Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Penyusun 5 Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Pelakban 6 Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Pelakban 7 Tidak Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
Pelakban 8 Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
125
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA