GAMBARAN KENYAMANAN POSISI DUDUK IBU SAAT MENYUSUI
DI KELURAHAN PISANGAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh:
Dhevy Eka Rusdiana
NIM: 108101000061
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
i
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juli 2013
Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061
Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
xxii + 190 Halaman + 42 Tabel + 39 Gambar + 5 Bagan + 9 Lampiran
ABSTRAK
Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau balita
dari payudara ibu.. Kelancaran proses menyusui salah satunya ditentukan oleh
kenyamanan posisi ibu selama menyusui dan posisi yang paling banyak digunakan
ibu selama melakukan aktivitas menyusui adalah posisi duduk. Namun, masalah
yang kemudian muncul adalah ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kenyamanan
posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan tahun 2013. Variabel yang
diukur dalam penelitian ini adalah kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk yaitu karakteristik
tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui, karakteristik ibu yang menyusui
dengan posisi duduk, dan karakteristik aktivitas menyusui yang dilakukan oleh ibu
yang menyusui dengan posisi duduk. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
dengan jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan tahun
2013. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, wawancara mendalam,
observasi, dan pengukuran langsung.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 80,8% ibu menandai adanya
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh pada kuesioner Body Part Discomfort
Scale saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase terbesar pada bahu
kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan frekuensi paling banyak
pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan intensitasnya tidak
nyaman. Berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu mengubah
sikap duduknya selama menyusui dengan rata-rata jumlah perubahan sikap duduknya
yaitu sebanyak 3 kali. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara mendalam, ibu mulai
merasakan ketidaknyamanan setelah lima menit menyusui dan ketidaknyamanan
yang dirasakan ibu berupa kesemutan dan pegal-pegal. Oleh karena itu, bagi ibu
menyusui sebaiknya menggunakan tempat duduk yang dapat memberikan
kenyamanan dan kebebasan untuk bergerak selama menyusui.
Kata Kunci: menyusui, kenyamanan, posisi duduk.
Daftar Bacaan: 63 (1991-2012)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH AND SAFETY DEPARTMENT
Undergraduate Thesis, July 2013
Dhevy Eka Rusdiana, NIM: 108101000061
Overview Sitting Comfort While Breastfeeding in Pisangan 2013
xxii + 190 Pages + 42 Tables + 39 Figures + 5 Schemes + 9 Attachments
ABSTRACT
Breastfeeding is a natural activity breastfeed to baby or toddler from the mom‟s
breast.. The successfull of breastfeeding, one of them is determined by the comfort
position of mothers while breastfeeding and the most position which widely used by
mothers during breastfeeding activity was seated position. However, the problem that
then arises is discomfort sitting position when breastfeeding.
The purpose of this study is to describe the comfort of sitting position when
breastfeeding in Pisangan year 2013. Variables that‟s measured in this study are the
characteristic of seating, characteristic of mothers who breastfeed in sitting position,
and characteristic breastfeeding activity. This study is a descriptive study with a total
sample of 73 mothers who breastfeed in Pisangan year 2013. Data is collected by
questionnaire, indepth interview, observation, and measurments.
The results of this study showed that 80.8% mothers indicate discomfort in
some parts of the body at Body Part Discomfort Scale questionnaire while
breastfeeding in sitting position with the largest percentage on the right shoulder, left
elbow, lower back and left with the most frequency in each part of the body is
sometimes and the intensity is uncomfortable. Based on the observation of changes
in posture, all mothers change their sitting position during lactation with an average
amount of change in their posture as many as 3 times. While based on in-depth
interviews, the mother began to feel discomfort after feeding for five minutes and the
discomfort felt by the mother in the form of tingling and sore. Therefore, the nursing
mother should use a seat that can provide comfort and freedom of movement during
breastfeeding.
Keywords: breastfeeding, comfort, sitting position.
References: 63 (1991-2012)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Dhevy Eka Rusdiana
Tempat, Tanggal Lahir : Sidoarjo, 29 Agustus 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dsn. Kendal, Ds. Bakung Pringgodani RT 23 RW 03
Kec. Balongbendo 61263, Kab. Sidoarjo,
Prop. Jawa Timur
Domisili : Komplek Batan No. 14 RT 006 RW 008 Kel. Pisangan
Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Nomor Handphone : +62 857 8266 206 7
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2008 – Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2005 – 2008 Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Krian Sidoarjo
2002 – 2005 SMP Negeri I Balongbendo
1996 – 2002 SD Negeri Bakung Pringgodani 02
PENGALAMAN MAGANG
Februari-Maret 2012 Fire Station-HSE (Health, Safety, and Environment) PT
Pertamina EP Region Jawa Field Cepu
PENGALAMAN ORGANISASI
2003 – 2004 Ketua OSIS SMPN I Balongbendo
2006 – 2008 Sekretaris Umum OSIS Madrasah Aliyah (MA) Bilingual
2009 – 2010 Staf Departemen Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Kesehatan
Masyarakat
2009 – 2011 Sekretaris Depertemen Informasi dan Komunikasi
Community of Santri Scholars of Ministry of Religious
Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 – 2011 Redaksi Buletin “DENTA” Community of Santri Scholars
of Ministry of Religious Affairs (CSS MoRA) UIN Syarif
vii
Hidayatullah Jakarta
2010 – 2012 Sekretaris II Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J)
Kesehatan Masyarakat
2010 – 2011 Koordinator Lembaga Semi Otonom (LSO) Penerbitan
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang
Ciputat Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
2008 – Sekarang Anggota Community of Santri Scholars of Ministry of
Religious Affairs (CSS MoRA)
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim,
Alhamdulillahirobbil „alamin, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Banyak proses telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar untuk
menyelesaikan skripsi ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang
telah membantu dan mendukung saya dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima
kasih saya berikan kepada:
1. Kedua orang tua saya tercinta dan kedua adik saya yang selalu mendoakan dan
memberikan motivasi serta selalu menjadi penyemangat dan inspirasi saya untuk
tidak berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik.
2. Pondok Pesantren Modern Al-Amanah dan Madrasah Aliyah Bilingual Krian-
Sidoarjo, dimana tempat saya berasal dan yang telah membekali saya banyak
ilmu.
3. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi.
4. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Bapak Kaprodi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS yang
juga sebagai pembimbing skripsi I saya.
6. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai pembimbing skripsi II saya yang juga
sebagai peneliti utama ergonomi untuk ibu menyusui, yang senantiasa
membimbing, mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada saya.
7. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, sebagai dosen K3 dan penguji I skripsi saya
yang telah banyak memberikan ilmu K3 dan juga telah memberikan banyak
masukan untuk penelitian saya ini.
ix
8. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D sebagai penguji II skripsi saya yang sudah
memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.
9. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sebagai penguji III skripsi saya yang juga
sudah memberikan masukan untuk skripsi saya yang lebih baik.
10. Ibu Eni, dosen Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk berdiskusi terkait kenyamanan.
11. Bapak Dr. H. Arif Sumantri M.Kes dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.SN.Kes yang
telah memberikan izin untuk meminjam peralatan laboratorium kesehatan
lingkungan dan gizi yang dibutuhkan dalam pengukuran langsung pada
penelitian ini.
12. Kak Anis, Kak Ami, Kak Septi laboran-laboran laboratorium kesmas yang
senantiasa membantu terkait peminjaman alat dan selalu memberikan semangat.
Untuk Kak Anis, yang selalu setia mendampingi dalam pengukuran kebisingan
dan suhu di lapangan.
13. Bapak Ahmad Ghozali yang selalu membantu dalam proses administrasi.
14. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pisangan yang selalu bersedia membantu
dalam memberikan informasi terkait ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan.
15. Ibu-ibu menyusui yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.
16. Teman-teman Kos 5A, Pratiwi, Risa, Eka, Ani yang selalu ada saat galau skripsi,
saat dikejar deadline, dan saat-saat urgent yang lain. Thank you so much.
17. Teman-teman tim penelitian ergonomi untuk ibu menyusui: Iqbal, Liazul, Lilis,
Titi, dan Nadya yang saling membantu dan men-support.
18. Someone Special yang selalu memberikan dukungan, semangat, doa, dan
bantuannya selama mengerjakan skripsi ini.
19. Teman-teman Kesmas UIN Jakarta 2008 “Stoopelth” yang juga selalu
memberikan semangat.
20. Beberapa teman baikku di SMP dan Aliyah yang juga selalu memberikan
semangat dan dukungan.
x
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan balasan yang
terbaik dari Allah SWT.
Saya sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu saya mengharapkan banyak koreksi dan masukan supaya penelitian ini
dapat menghasilkan hasil penelitian yang terbaik. Harapan peneliti, semoga
penelitian ini nantinya dapat bermanfaat baik bagi penulis, ibu menyusui, peneliti
lainnya, dan semua pembaca.
Jakarta, Juli 2013
Dhevy Eka Rusdiana
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN ................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xxii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 10
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 11
D. Tujuan ..................................................................................................... 12
1. Tujuan Umum ................................................................................... 12
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 12
E. Manfaat ................................................................................................... 13
D. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 15
A. Menyusui ................................................................................................ 15
1. Manfaat Menyusui ............................................................................ 17
2. Frekuensi dan Lama Menyusui ......................................................... 18
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui ....................................................... 19
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar .......................................... 25
B. Ergonomi ................................................................................................ 31
C. Kenyamanan (Comfort) .......................................................................... 35
xii
1. Pengertian ......................................................................................... 35
2. Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh ..................................... 38
3. Perubahan Nyaman (Comfort) menjadi Tidak Nyaman
(Discomfort) ...................................................................................... 41
4. Cara Mengukur Kenyamanan ........................................................... 41
a. Intensitas ...................................................................................... 42
b. Kualitas ........................................................................................ 49
c. Lokasi ........................................................................................... 49
d. Periode Waktu .............................................................................. 50
D. Postur Kerja ............................................................................................ 58
1. Metode Penilaian Postur Kerja .......................................................... 62
2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment) ............................................ 66
a. Penilaian Postur Tubuh Grup A ................................................... 67
b. Penilaian Postur Tubuh Grup B ................................................... 72
E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort
and Discomfort) ....................................................................................... 78
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk ............. 81
1. Karakteristik Tempat Duduk ............................................................. 82
2. Karakteristik Individu ........................................................................ 84
3. Karakteristik Pekerjaan ...................................................................... 86
4. Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk ................................... 89
G. Kerangka Teori ........................................................................................ 91
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............. 92
A. Kerangka Konsep .................................................................................... 92
B. Definisi Operasional ................................................................................ 95
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 105
A. Desain Penelitian .................................................................................... 105
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 105
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 105
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 107
xiii
E. Instrumen Penelitian ................................................................................ 109
F. Pengolahan Data ...................................................................................... 112
G. Analisis Data ............................................................................................ 120
BAB V HASIL ....................................................................................................... 121
A. Gambaran Kelurahan Pisangan ................................................................ 121
B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 ............................................................................................... 122
C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 .............................................................. 126
D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ...... 133
1. Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ................. 133
2. Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun
2013 .................................................................................................... 135
3. Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan .................... 135
4. Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang
Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013 .......................................................................... 136
E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 .............................................................. 137
1. Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk ......... 137
2. Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ........................................................ 138
3. Gambaran Indeks Massa Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi
Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ........................................ 139
F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ....................... 139
xiv
1. Gambaran Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013 .......................................................................... 140
2. Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi) .................................... 140
3. Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 .................................................... 141
4. Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi
Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ........................................ 142
5. Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak
Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013 .......................................................................... 144
G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Tempat Duduk .................................................................... 145
H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Ibu ....................................................................................... 147
I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Aktivitas Menyusui ............................................................. 148
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 152
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 152
B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 .............................................................................................. 153
C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 .............................................................. 159
D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ...... 167
E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 .............................................................. 170
1. Dimensi Tubuh ..................................................................................... 170
2. Usia ...................................................................................................... 170
3. Indeks Massa Tubuh ............................................................................ 172
xv
F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 ....................... 174
1. Durasi Menyusui ................................................................................. 174
2. Ukuran Objek (Berat Bdan Bayi) ....................................................... 175
3. Postur .................................................................................................. 176
4. Kondisi Lingkungan ........................................................................... 182
5. Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak
Menyusui) ........................................................................................... 185
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 187
A. Simpulan ................................................................................................... 187
B. Saran ......................................................................................................... 189
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Sumber Beberapa Ketidaknyamanan (Helander dan
Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008) 39
2.2 Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort) 53
2.3 Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm) 68
2.4 Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm) 69
2.5 Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist) 70
2.6 Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A) 71
2.7 Skor Aktivitas 72
2.8 Skor Beban 72
2.9 Skor Bagian Leher (Neck) 73
2.10 Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk) 74
2.11 Skor Bagian Kaki (Legs) 75
2.12 Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B) 75
2.13 Skor Aktivitas 76
2.14 Skor Beban 76
2.15 Tabel C 77
2.16 Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu
Dilakukan dari Hasil Analisis RULA 77
3.1 Definisi Operasional 95
5.1 Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan 122
5.2 Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 123
5.3 Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa
Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 127
xvii
5.4 Distribusi Intensitas Ketidaknyamanan pada Beberapa
Bagian Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 128
5.5 Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat
Dilakukan Observasi 129
5.6 Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 (Berdasarkan Observasi) 130
5.7 Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 133
5.8 Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu 134
5.9 Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu
Berupa Bantal saat Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 136
5.10 Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan
Posisi Duduk dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013 137
5.11 Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 138
5.12 Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi
Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 139
5.13 Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140
5.14 Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 140
5.15 Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 141
xviii
5.16 Distribusi Tingkat Kebisingan Tempat Tinggal Ibu yang
Menyusui dengan Posisi Duduk Di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 142
5.17 Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing-
Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013 143
5.18 Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui
Ibu pada Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 143
5.19 Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui 144
5.20 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat
Menyusui Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan
Ibu 145
5.21 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat
Menyusui Berdasarkan Jenis Tempat Duduk dan Kursi
yang Digunakan Ibu 145
5.22 Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat
Menyusui Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu
Berupa Bantal 147
5.23 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
Berdasarkan IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun
2013 148
5.24 Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
Berdasarkan Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013 150
5.25 Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat
Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013 150
xix
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Ruang Lingkup Ergonomi (MacLeod, 2000) 35
2.2 Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA 78
2.3 Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan
Duduk (De Looze et. al, 2003) 80
2.4 Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003;
Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008;
dan Puswiartika, 2008) 91
3.1 Kerangka Konsep 94
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
2.1 Posisi Menyusui dengan Berdiri yang Benar
(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19
2.2 Posisi Menyusui dengan Duduk yang Benar
(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 19
2.3 Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar
(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 20
2.4 Posisi Cradle Hold 23
2.5 Posisi Cross Cradle 23
2.6 Posisi Football Hold 23
2.7 Posisi Menyusui Balita pada Kondisi Normal
(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009) 24
2.8 Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang Benar di
Ruang Perawatan (Perinasia, 2004 dalam Saleha,
2009) 24
2.9 Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring
Miring (Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009) 25
2.10 Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh (Perinasia,
2004 dalam Saleha, 2009) 25
2.11 Posisi Menyusui Bayi Kembar secara Bersamaan 25
2.12 Cara Meletakkan Bayi 27
2.13 Cara Memegang Payudara 27
2.14 Cara Merangsang Mulut Bayi 27
2.15 Perlekatan yang Benar 27
2.16 Perlekatan yang Salah 27
2.17 Transisi Comfort menjadi Discomfort 41
2.18 Single Noun Scale 45
2.19 Multiple Noun Scale 45
xxi
2.20 Visual Analog Scale 46
2.21 Numeric Rating Scale 47
2.22 Graphic Rating Scale 48
2.23 Body Map 50
2.24 General Comfort Scale 51
2.25 General Body Visual Analog Discomfort Scale 52
2.26 Body Part Discomfort for High and Low Carry
Tasks 52
2.27 Postur Lengan Atas (Upper Arm) 67
2.28 Postur Lengan Bawah (Lower Arm) 68
2.29 Postur Pergelangan Tangan (Wrist) 69
2.30 Postur Leher (Neck) 73
2.31 Postur Batang Tubuh (Trunk) 74
5.1 Sofa dan Sejenisnya 124
5.2 Kursi Makan 124
5.3 Kursi Kantor/Kerja yang Dapat
Berputar/Adjustment 124
5.4 Kursi Kecil 124
5.5 Kursi Plastik tanpa Sandaran Punggung dan Tangan 124
5.6 Kursi Plastik dengan Sandaran Punggung dan
Tangan 124
5.7 Contoh Salah Satu Kursi Lainnya 125
5.8 Posisi Duduk Ibu saat Menyusui 125
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pernyataan Persetujuan Menjadi Informan
Lampiran 2 Instrumen Penelitian
Lampiran 3 Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh
Lampiran 4 Contoh Analisis RULA
Lampiran 5 Rekapitulasi Hasil Analisis RULA
Lampiran 6 Form Penilaian RULA
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Mendalam
Lampiran 8 Data Pendukung Lainnya
Lampiran 9 Output Analisis Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah diketahui bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik
bagi bayi. ASI mengandung protein, karbohidrat, dan lemak dengan proporsi
yang tepat untuk kebutuhan bayi. ASI merupakan sumber terbaik dari zat-zat gizi
tersebut dalam enam bulan pertama. ASI juga mengandung asam lemak khusus,
enzim pencernaan, vitamin, dan hormon yang dibutuhkan bayi pada enam bulan
pertama. ASI juga dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. (Moore
dan De Costa, 2006)
Pentingnya ASI bagi bayi pada enam bulan pertama kemudian
memunculkan program ASI eksklusif. Badan Kesehatan Dunia WHO
menganjurkan program ASI eksklusif selama enam bulan karena terbukti bayi
yang memperoleh ASI eksklusif menjadi lebih cerdas, sehat, dan tidak mudah
terinfeksi penyakit (Sutomo dan Anggarini, 2010). Di Indonesia, pemerintah juga
telah menetapkan program pemberian ASI eksklusif. Ketetapan tersebut tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No. 33
Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dijelaskan bahwa ASI Eksklusif
adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan,
2
tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
Oleh karena itu, menyusui menjadi suatu aktivitas rutin ibu setelah melahirkan.
Setelah pemberian ASI eksklusif, yaitu selama enam bulan pertama,
pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. Hal ini
sebagaimana yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO)
dan United International Childrens Emergency Fund (UNICEF) dalam Global
Strategi for Infant and Young Child Feeding, bahwa salah satu hal penting yang
harus dilakukan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal selain
memberikan ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia enam bulan
adalah meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih
(Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih, 2009). Selain itu, di dalam Al-Qur’an
juga dianjurkan bahwa selambat-lambatnya waktu menyapih adalah setelah anak
berumur dua tahun. Firman Allah SWT dalam Surat Luqman Ayat 14 sebagai
berikut:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu.”
Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau
balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Kegiatan menyusui sangat penting
dilakukan, karena dengan menyusui, ibu dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi.
3
Selain itu, menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi maupun bagi
ibu. Manfaat bagi bayi antara lain mengurangi frekuensi penyakit infeksi, dapat
melancarkan pencernaan, memperkecil kejadian kelumpuhan, mengurangi alergi,
memperkecil risiko obesitas, dan memperkecil risiko kerusakan gigi. Sedangkan
manfaat bagi ibu antara lain mempermudah penurunan berat badan, lebih dekat
dan lebih akrab dengan bayi, serta mengurangi risiko kanker payudara (Moore
dan De Costa, 2006).
Pada umumnya, menyusui merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari
oleh ibu pasca melahirkan. Kegiatan menyusui dilakukan selama berjam-jam dan
berkali-kali setiap harinya selama masa menyusui. Menurut Fredregill (2010),
menyusui sebaiknya dilakukan sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi
karena hanya bayi yang tahu kapan dia lapar dan akan memberikan isyarat saat
dia siap untuk makan. Biasanya bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam
atau 10-12 kali dalam 24 jam (Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy
Guide to Breastfeeding juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2
jam sekali, namun waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena
semakin sering bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk
memproduksi lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human
Services Office on Woman’s Health, 2006).
Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada
beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan
bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah
4
payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih
dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk mengosongkan
payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara.
Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk
memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk memproduksi ASI lebih banyak
sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan bayi (Fredregill, 2010).
Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam
kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009).
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan
Sudarmiati (2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh
kesalahan posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet, lalu ibu
enggan untuk menyusui. Akibatnya, produksi ASI menurun dan bayi tidak puas
menyusu. Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk
memposisikan diri dan bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan
lancar. Ibu akan berada pada posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang
waktu menyusui 10-15 menit per payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin,
sesuai dengan permintaan bayi) setiap harinya hingga beberapa bulan selama
masa pemberian ASI. Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak
digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah
posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.
Posisi ibu selama menyusui menentukan bagaimana postur tubuh ibu
selama kegiatan menyusui berlangsung. Edy dan Samad (2011) menyebutkan
5
bahwa postur tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering
dihubungkan dengan faktor risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati
dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada
posisi ergonomis, maka akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher,
sakit pinggang, rasa semutan, pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan
kesehatan lainnya.
Sebelum masuk ke dalam keluhan-keluhan tersebut, maka pekerja yang
bekerja tidak pada posisi ergonomis, akan terlebih dahulu merasakan
ketidaknyamanan, karena menurut Stanton et. al (2005), ketidaknyamanan
merupakan tanda peringatan dari tubuh yang menunjukkan adanya masalah
ketidaksesuaian pekerja dengan pekerjaan, artinya ada faktor pekerjaan yang
harus diubah. Ketidaknyamanan ini mempunyai dampak jangka panjang yang
berupa perubahan patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain.
Secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu
singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan
lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit (Pheasant,
2003). Oleh karena itu, prinsip ergonomi juga harus diterapkan pada ibu
menyusui.
Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, dimana mempertimbangkan faktor
manusia sebagai pelaku pekerjaan, bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut,
peralatan yang digunakan, tempat dilakukannya pekerjaan, dan aspek psikososial
dari situasi pekerjaan (Pheasant, 2003). Menurut Occupational Safety and Health
6
Administration (OSHA), ergonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana menyesuaikan kondisi tempat kerja dan tuntutan pekerjaan dengan
kemampuan pekerja. The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011)
mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah meningkatkan produktivitas,
keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
kenyamanan dapat tercipta salah satunya dengan menerapkan prinsip ergonomi.
Oleh karena itu, dalam banyak penelitian sering dikaitkan antara kenyamanan
dengan ergonomi.
Kenyamanan adalah unsur perasaan manusia yang muncul sebagai akibat
minimalnya atau tidak adanya gangguan pada sensasi tubuh (Manuaba, 1993
dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008). Kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya
keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor lingkungan yang
mempengaruhinya. Dengan kondisi yang nyaman, membuat manusia merasa
sehat, betah melakukan aktivitas, dan mampu berprestasi (Grandjean, 1993 dalam
Rusdjijati dan Widodo, 2008). Namun yang kemudian menjadi masalah adalah
munculnya ketidaknyamanan.
Secara umum ketidaknyamanan digunakan dalam ilmu ergonomi untuk
menunjukkan suatu masalah fisik antara pekerja dengan pekerjaan (Karwowski
dan Marras, 2003). Menurut Stanton et. al (2005), adanya sensasi
ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh bahwa ada beberapa
faktor dari pekerjaan yang harus diubah. Banyak cedera muskuloskeletal yang
berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan
7
menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala,
dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau
Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga
disebutkan bahwa Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs)
merupakan sesuatu yang kompleks dan etiologinya kurang jelas sehingga
menyebabkan kesulitan dalam melakukan penilaian faktor risiko. Oleh karena itu,
secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan indikator risiko
terjadinya WMSDs. Stanton et. al (2005) juga menambahkan bahwa
ketidaknyamanan juga akan mempengaruhi work performance, kuantitas dan
kualitas kerja menurun bahkan dapat meningkatkan error rates.
Pada ibu menyusui, ketidaknyamanan posisi dapat menjadi salah satu hal
yang mempengaruhi aktivitas proses pemberian ASI seperti berkurangnya durasi
menyusui atau pemberian ASI menjadi tidak maksimal. Jika ibu sering
mengalami ketidaknyamanan, selain akan mengganggu aktivitas pemberian ASI,
juga akan memunculkan risiko terjadinya kesakitan pada ibu atau berkembang
menjadi MSDs karena aktivitas menyusui dilakukan ibu berulang-ulang setiap
hari.
Munculnya ketidaknyamanan posisi pada saat menyusui diperkirakan
disebabkan karena prinsip ergonomi belum diterapkan dalam kegiatan menyusui
yang dilakukan oleh ibu menyusui pada umumnya, padahal menyusui merupakan
kegiatan sehari-hari ibu yang baru melahirkan. Sehingga masalah yang kemudian
muncul adalah ketidaknyamanan ibu selama kegiatan menyusui berlangsung
8
sebagai akibat dari posisi menyusui ibu yang bertahan selama 20-30 menit
berkali-kali setiap hari. Hal ini diperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan pada bulan Januari 2013 terhadap 10 ibu menyusui di Kelurahan
Pisangan.
Studi pendahuluan dilakukan dengan mengobservasi posisi ibu saat
menyusui, dimana 80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat
menyusui. Selanjutnya, dilakukan pengukuran kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale yang diisi oleh ibu
setelah ibu selesai menyusui.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa ada dua macam sikap duduk
ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan duduk tanpa
menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa alas duduk
(75%). Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan
menggunakan kursi saat menyusui tidak menggunakan sandaran punggung dan
sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat
menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.
Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper
Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui
berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.
Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu yang
menyusui dengan duduk, 75% ibu (6 ibu: 1 ibu yang duduk di sofa dan 5 ibu yang
duduk tanpa menggunakan kursi) mengalami ketidaknyamanan pada beberapa
9
bagian tubuh. Beberapa bagian tubuh tersebut yaitu leher (23%), punggung
bagian atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%),
pergelangan tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%).
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran
kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan Pisangan lebih lanjut
dengan meninjau juga faktor-faktor lain yang dimungkinkan berkontribusi
mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui, antara lain seperti
karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik aktivitas
menyusui. Kelurahan Pisangan dipilih karena terdapat relatif banyak ibu
menyusui.
Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) yang diterapkan pada aktivitas menyusui. Aktivitas menyusui
merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan oleh ibu-ibu pasca melahirkan pada
umumnya. Perlunya penerapan K3 terutama aspek ergonomi pada aktivitas
menyusui bertujuan untuk meminimalisir risiko-risiko ergonomi pada ibu
menyusui, terutama terkait ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki
posisi duduk ibu saat menyusui menjadi lebih ergonomis, dimana posisi duduk
merupakan posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui, sehingga
dapat membantu meningkatkan kelancaran pemberian ASI di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur.
10
B. Rumusan Masalah
Pada umumnya, menyusui merupakan aktivitas rutin sehari-hari bagi ibu
yang baru melahirkan hingga batas waktu tertentu (enam bulan atau lebih).
Selama masa pemberian ASI tersebut, ibu akan melakukan aktivitas menyusui
secara berulang-ulang selama beberapa jam setiap harinya untuk memenuhi
kebutuhan ASI bayi. Secara umum kegiatan menyusui berlangsung selama 20-30
menit sesering mungkin sesuai dengan permintaan bayi setiap harinya. Selama
melakukan kegiatan menyusui tersebut, ibu harus memposisikan diri dan bayinya
secara tepat agar proses laktasi berjalan lancar dan menciptakan kenyamanan bagi
ibu. Pada saat menyusui tersebut, ibu berada pada posisi tertentu dan posisi yang
paling banyak digunakan ibu pada masa-masa awal menyusui adalah posisi
duduk. Sedangkan prinsip ergonomi secara umum belum diterapkan pada
aktivitas menyusui, sehingga masalah yang kemudian muncul adalah adanya
ketidaknyamanan posisi ibu selama kegiatan menyusui berlangsung dan ini akan
mengganggu proses menyusui maupun proses laktasi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari
2013 terhadap 10 ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan, ditemukan bahwa
80% ibu lebih sering menggunakan posisi duduk saat menyusui. Dari 80%
tersebut, terdapat dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas
kursi sofa (25%) dan duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai
dengan dan/atau tanpa alas duduk (75%).
11
Berdasarkan hasil observasi, ditemukan bahwa ibu yang duduk dengan
menggunakan kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung dan
sandaran tangan yang ada. Selain itu juga ditemukan bahwa postur tubuh ibu saat
menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik.
Berdasarkan hasil analisis postur dengan menggunakan metode Rapid Upper
Limb Assesment (RULA) diperoleh bahwa 75% postur duduk ibu saat menyusui
berada pada level risiko tinggi dan 25% berada pada level risiko sedang.
Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari 80% ibu
yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh dengan frekuensi terbesar yaitu pada leher dan punggung
bagian atas yang masing-masing sebesar 23%. Berdasarkan permasalahan ini,
peneliti ingin mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui
di Kelurahan Pisangan lebih lanjut.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk?
2. Bagaimana gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut
dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan) yang
biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
tahun 2013 saat menyusui?
12
3. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks
Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur tahun 2013?
4. Bagaimana gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran objek,
postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh ibu yang
menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun
2013?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran kenyamanan ibu yang menyusui di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur tahun 2013 saat menyusui dengan posisi duduk.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik tempat duduk (dimensi kursi, sudut
dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan)
yang biasa digunakan ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur tahun 2013 saat menyusui.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (dimensi tubuh, usia, dan Indeks
Massa Tubuh) yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur tahun 2013.
13
d. Diketahuinya gambaran karakteristik aktivitas menyusui (durasi, ukuran
objek, postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu istirahat) oleh
ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur tahun 2013.
E. Manfaat
1. Bagi Ibu Menyusui
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu
menyusui bahwa posisi yang tepat dan nyaman bagi ibu saat menyusui
dapat memperlancar proses pemberian ASI.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi ibu
menyusui tentang risiko kesehatan yang mungkin terjadi pada ibu karena
ketidaknyamanan ibu akibat posisi menyusui yang kurang tepat.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu ibu menyusui untuk
menerapkan posisi menyusui yang benar dan ergonomis sehingga ibu
dapat menyusui dengan nyaman dan proses menyusui menjadi lancar.
2. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain yang
akan melakukan penelitian terkait ergonomi dan kenyamanan kerja.
b. Dengan penelitian ini, peneliti dapat mengaplikasikan ilmu K3 yang
diperoleh selama perkuliahan terutama yang terkait ergonomi.
14
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta karena
ingin mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui di Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur Tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli
2012-Mei 2013 pada beberapa ibu menyusui yang menggunakan posisi duduk
saat menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Populasi
penelitian ini adalah ibu menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan simple random sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 73 ibu yang menyusui dengan posisi duduk.
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner, wawancara, observasi,
dan pengukuran langsung. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan
dengan mengumpulkan data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan hingga Januari 2013 melalui posyandu. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang
kemudian dibahas sesuai dengan tujuan penelitian.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Menyusui
Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makanan
alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI eksklusif serta proses
menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk
membangun SDM berkualitas. Seperti kita ketahui, ASI adalah makanan satu-
satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam
bulan pertama. (Saleha, 2009)
Menyusui adalah kegiatan alamiah memberikan ASI kepada bayi atau
balita dari payudara ibu (Fredregill, 2010). Menurut Saleha (2009), dengan proses
menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi,
maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya.
World Health Oraganization (WHO) dan United International Childrens
Emergency Fund (UNICEF) dalam Global Strategi for Infant and Young Child
Feeding, merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk
mencapai tumbuh kembang optimal, yaitu: Pertama, memberikan ASI kepada
bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir. Kedua, memberikan hanya
ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak bayi lahir sampai bayi berusia
enam bulan. Ketiga, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak bayi
berusia enam bulan sampai 24 bulan. Keempat, meneruskan pemberian ASI
16
sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006 dalam Kusumaningsih,
2009).
Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan.
Payudara semakin padat karena retensi air, lemak, serta berkembangnya kelenjar-
kelenjar payudara yang dirasakan tegang dan sakit. Segera setelah terjadi
kehamilan, maka korpus luteum berkembang terus dan mengeluarkan esterogen
dan progesteron untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat
memberikan ASI.
Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi. Ketika
bayi mengisap payudara, hormon yang bernama oksitosin membuat ASI mengalir
dalam alveoli, melalui saluran susu (ducts/milk canals) menuju reservoir susu
(sacs) yang berlokasi di belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh
hormonal bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita
memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara
(Saleha, 2009).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain sebagai
berikut (Saleha, 2009):
1. Frekuensi pemberian ASI.
2. Berat bayi saat lahir.
3. Usia kehamilan saat melahirkan.
4. Usia ibu dan paritas.
5. Stres dan penyakit akut.
17
6. Mengkonsumsi rokok.
7. Mengkonsumsi alkohol.
8. Penggunaan pil kontrasepsi.
1. Manfaat Menyusui
Di samping ASI yang memiliki banyak manfaat untuk bayi, kegiatan
menyusui juga memiliki banyak manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga,
maupun negara. Berikut beberapa manfaat dari menyusui yaitu (Saleha,
2009):
a. Manfaat bagi bayi
1) Komposisi sesuai kebutuhan.
2) Kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan.
3) ASI mengandung zat pelindung.
4) Perkembangan psikomotorik lebih cepat.
5) Menunjang perkembangan kognitif.
6) Menunjang perkembangan penglihatan.
7) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan anak.
8) Dasar untuk perkembangan emosi yang hangat.
9) Dasar untuk perkembangan kepribadian yang percaya diri.
b. Manfaat bagi ibu
1) Mencegah perdarahan pascapersalinan dan mempercepat kembalinya
rahim ke bentuk semula.
18
2) Mencegah anemia defisiensi zat besi.
3) Mempercepat ibu kembali ke berat badan sebelum hamil.
4) Menunda kesuburan.
5) Menimbulkan perasaan dibutuhkan.
6) Mengurangi kemungkinan kanker payudara dan ovarium.
c. Manfaat bagi keluarga
1) Mudah dalam proses pemberiannya.
2) Mengurangi biaya rumah tangga.
3) Bayi yang mendapat ASI jarang sakit, sehingga dapat menghemat
biaya untuk berobat.
d. Manfaat bagi negara
1) Penghematan untuk subsidi pemakaian obat-obatan untuk anak.
2) Penghematan devisa dalam hal pembelian susu formula.
3) Mengurangi polusi, salah satunya karena sampah bungkus susu
formula.
4) Mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.
2. Frekuensi dan Lama Menyusui
Menurut Fredregill (2010), menyusui sebaiknya dilakukan sesering
mungkin sesuai dengan permintaan bayi karena hanya bayi yang tahu kapan
dia lapar dan akan memberikan isyarat saat dia siap untuk makan. Biasanya
bayi baru lahir ingin minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-12 kali dalam 24 jam
(Bahiyatun, 2009). Selain itu, dalam buku An Easy Guide to Breastfeeding
19
juga disebutkan bahwa menyusui dilakukan minimal 2 jam sekali, namun
waktu menyusui ini tidak boleh dijadwal secara ketat karena semakin sering
bayi menyusu, maka akan menstimulasi payudara ibu untuk memproduksi
lebih banyak ASI (U.S. Departement of Health and Human Services Office on
Woman’s Health, 2006).
Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit
pada beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997)
menyatakan bahwa setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada
kedua buah payudara secara bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit
(tidak boleh lebih dari 20 menit) dan Fredregill (2010) menyatakan bahwa
untuk mengosongkan payudara, sangat jarang dibutuhkan waktu lebih dari 20
menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain kebutuhan ASI bayi
terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu untuk
memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan
bayi (Fredregill, 2010).
3. Posisi dan Perlekatan Menyusui
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang
tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.
Gambar 2.1
Posisi Menyusui dengan Berdiri
yang Benar (Perinasia, 1994
dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.2
Posisi Menyusui dengan Duduk
yang Benar (Perinasia, 1994
dalam Saleha, 2009)
20
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar
saat menyusui, yaitu:
a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang
pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.
b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada
punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.
Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur
atau di lantai atau duduk di kursi.
Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki
ditopang) memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk
menggerakkan bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke
arah badan ibu dan mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi
harus sedikit ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga
posisi kepala yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang
dengan jari-jari tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.
Gambar 2.3
Posisi Menyusui dengan Rebahan yang
Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
21
Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu
saat menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk
yang berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.
a. Cradle Hold
Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui.
Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi caesar, bayi
yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian
karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai
penyangga).
Cara:
1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh
disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga
agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.
2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu.
Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan
payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat
akan menyusui dengan payudara kanan).
3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku.
4) Dekatkan kepala (bibir) bayi pada payudara dengan mengangkat
lengan (bukan membungkuk).
22
b. Cross Cradle
Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah
melahirkan, ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat
ibu berada pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi
didekatkan pada payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk
mendekatkan payudara ke bayi.
Cara:
1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh
disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga
agar posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.
2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang
menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan
bila akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya).
3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada
tangan yang sama.
4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara.
c. Football Hold
Dinamakan football karena ibu memegang bayi seperti memegang
bola pada sisi tubuh (di bawah ketiak). Posisi ini baik untuk ibu yang baru
menjalani operasi caesar (yang sudah boleh duduk), bayi kembar, dan
untuk ibu yang memiliki ukuran payudara sangat besar.
23
Cara:
1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu,
dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan
adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan
digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan
payudara kanan).
2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping
(seperti mengapit tas).
3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh
bayi menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu.
4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh
yang digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi.
Gambar 2.4
Posisi Cradle Hold
Gambar 2.5
Posisi Cross Cradle
Gambar 2.6
Posisi Football Hold
24
Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik (Bahiyatun,
2009):
a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu.
b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara.
c. Areola tidak terlihat dengan jelas.
d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan
ASI-nya.
e. Bayi terlihat tenang dan senang.
f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu.
Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu
pasca operasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi
kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang
bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang
memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha,
2009)
Gambar 2.7
Posisi Menyusui Balita pada
Kondisi Normal (Perinasia, 1994
dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.8
Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir
yang Benar di Ruang Perawatan
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
25
Gambar 2.9
Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
4. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009)
adalah sebagai berikut:
1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai
desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu.
2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu.
3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
Gambar 2.10
Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.11
Posisi Menyusui Bayi Kembar secara
Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam
Saleha, 2009)
26
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan
bokong bayi disokong dengan telapak tangan).
5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di depan.
6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus.
8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di
bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.
10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan
cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi
dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan
ke mulut bayi.
11) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di
bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap
puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak
adekuat dan puting susu lecet.
27
12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.
Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan memperlihatkan
tanda-tanda sebagai berikut:
1) Bayi tampak tenang.
2) Badan bayi menempel pada perut ibu.
3) Mulut bayi terbuka lebar.
Gambar 2.12
Cara Meletakkan Bayi
Gambar 2.13
Cara Memegang Payudara
Gambar 2.14
Cara Merangsang Mulut Bayi
Gambar 2.15
Perlekatan yang Benar
Gambar 2.16
Perlekatan yang Salah
28
4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak
yang masuk.
6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan.
7) Puting susu tidak terasa nyeri.
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9) Kepala bayi agak menengadah.
a. Latch-On
Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan
proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan
menempelkan payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan
menstimulasi bayi untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini
muncul, dorong bayi lurus ke depan menuju puting susu (nipple) dan
areola (lingkaran coklat/gelap di sekeliling puting susu). Saat posisi bayi
sudah tepat (latch-on), puting susu dan sebagian besar dari areola akan
masuk di dalam mulut bayi.
Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara,
tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk
membuat mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.
Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan
memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas
(tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di
29
bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang
areola). Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan
ibu yang memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak
mengganggu mulut bayi.
Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan
tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan
rasa sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan
sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian
susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba
lagi. Hal ini dilakukan agar:
1) Aliran ASI lebih lancar.
2) Mencegah lecet pada puting susu ibu.
3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusu.
4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat.
5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.
Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari
payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling)
tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu.
Proses mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut:
1) Lidah bayi berada di bawah puting susu.
2) Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya
proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.
30
3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat
selama proses menyusui berlangsung.
Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan
dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan
sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan
suplemen apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan
medis. Bayi yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat
asupan air dan nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting
buatan dapat menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan
mengakibatkan gangguan dalam proses menyusui. (Saleha, 2009)
b. Let-Down
Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita
dengan wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli
atau sedikit nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara
yang tidak digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini
merupakan tanda dari refleks let-down.
Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus),
karena hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain
menstimulasi aliran ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim.
Untuk itu, proses menyusui membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran
awal sebelum melahirkan. Proses kram ini merupakan proses normal dan
31
salah satu tanda berhasilnya proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang
dalam satu minggu dan selanjutnya. (Saleha, 2009)
Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Saleha, 2009):
1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong
punggung dan lengan ibu.
2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).
3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi
untuk ibu selama proses menyusui.
4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu
dalam proses menyusui.
5) Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan
selama proses menyusui berlangsung.
B. Ergonomi
Kata ergonomi berasal dari Bahasa Yunani “ergon” yang berarti kerja dan
“nomos” yang berarti peraturan atau hukum. Pada berbagai negara digunakan
istilah yang berbeda, seperti Arbeitswissenschaft di Jerman dan Human Factors
Engineering atau Personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah
penerapan ilmu-ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu
teknik dan teknologi untuk mencapai kesesuaian antara manusia dengan
pekerjaannya. Ergonomi juga sering diartikan sebagai ilmu tentang bekerja (study
32
of work) atau ilmu tentang kerja. Untuk ergonomi di Indonesia digunakan pula
istilah tata karya atau tata kerja. (Suma’mur, 2009)
Menurut Tarwaka (2004) dalam Sutarna (2011) ergonomi adalah ilmu,
teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dengan kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan
lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas
yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut Kubangun (2010), ergonomi adalah
suatu cabang keilmuan yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada tempat kerja dengan
baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif,
aman dan nyaman.
Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multidisipliner dimana
terintegrasi elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, higiene, teknologi dan
ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Di dalam perkembangan dan
prakteknya, ergonomi bertujuan untuk (Sundari, 2010):
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, khususnya dalam rangka
mencegah munculnya cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
mental dan fisik serta mempromosikan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki kualitas kontak
sosial dan bagaimana mengorganisasikan kerja sebaik-baiknya.
33
3. Meningkatkan efisiensi sistem manusia/mesin melalui kontribusi rasional
antara aspek teknis, ekonomi, antropologi dan budaya.
The Joy Institute (1998) dalam Widhyasari (2011) mengungkapkan bahwa
tujuan akhir ergonomi adalah meningkatkan produktivitas, keselamatan,
kenyamanan dan kualitas hidup. Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1993) dalam
Widhyasari (2011) juga mengemukakan bahwa, ergonomi dapat menurunkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Manuaba (1998) dalam Widhyasari (2011),
lebih terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan
lebih cepat selesai; risiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; dan
rasa sakit berkurang atau tidak ada.
Suatu fokus penting dalam ergonomi adalah posisi tubuh (work posture)
dan gerakan seluruh dan anggota badan (body and limb movement), yang
menentukan besarnya pemakaian energi dan aktivitas sensorimotoris. Ilmu
tentang postur kerja dan gerakan seluruh atau sebagian anggota badan disebut
biomekanik. Dari sudut pandang ilmu tersebut, seorang tenaga kerja memenuhi
persyaratan biomekanis dalam melaksanakan pekerjaannya, apabila postur kerja
dan gerakan-gerakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan keadaan alami tubuh beserta anggota badan. Sehubungan dengan itu,
tempat duduk memfasilitasi postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi
sumber hambatan bagi gerakan dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak
menyebabkan keluhan dan ketidaknyamanan. (Suma’mur, 2009)
34
Menurut Dul dan Weerdmeester (2008), dalam disain kerja dan situasi
sehari-hari, fokus dari ergonomi adalah manusia. Situasi yang tidak aman, tidak
sehat, tidak nyaman atau yang tidak efisien dalam pekerjaan atau dalam
kehidupan sehari-hari dapat dicegah dengan memperhitungkan kemampuan fisik
dan psikologi serta keterbatasan manusia. Banyak faktor yang terdapat dalam
ergonomi, yaitu antara lain: postur tubuh dan pergerakannya (duduk, berdiri,
mengangkat, mendorong, menarik), faktor lingkungan (kebisingan, getaran,
pecahayaan, iklim kerja, substansi kimia), informasi dan operasi (informasi
tambahan secara visual atau rasa yang lain, pengendalian atau kontrol, hubungan
antara display dan kontrol), organisasi kerja yang baik (tugas yang tepat dan
pekerjaan yang menarik). Faktor-faktor ini mempengaruhi secara luas tingkat
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kinerja yang efisien dalam pekerjaan
dan kehidupan sehari-hari.
35
C. Kenyamanan (Comfort)
1. Pengertian
Kenyamanan dalam Bahasa Inggris kontemporer memiliki empat
makna. Yang pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya
atau tidak adanya ketidaknyamanan atau akibat dari suatu kondisi atau
perasaan nyaman (comfort as a cause of relief from discomfort and/or a
cause of the state of comfort). Makna yang kedua dari kenyamanan adalah
Bagan 2.1
Ruang Lingkup Ergonomi
(MacLeod, 2000)
36
keadaan dimana ada kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state
of ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari
ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang
keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup mudah dan nyaman
(comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991). Dalam
Kolcaba (2001), kenyamanan (comfort) secara teoritis didefinisikan sebagai
kondisi telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan,
ketenteraman, dan kebebasan (the state of having met basic human needs for
ease, relief, and transcendence).
Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.
Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan
sensasi tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982)
dalam Kolcaba (1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan
pengalaman individu, yang mengindikasikan kebutuhan akan kenyamanan
yang kompleks secara umum.
Menurut Oborne (1995) dalam Ardiana (2007), konsep tentang
kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan, terutama dikarenakan
konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif individu. Seseorang tidak
dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita
cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan.
Hertzberg (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007) untuk pertama kalinya
mendefinisikan istilah kenyamanan sebagai the absence of discomfort.
37
Sementara itu, Branton (dalam Oborne, 1995 dalam Ardiana, 2007)
mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih dari ketidakhadiran perasaan tidak
nyaman. Dia menyatakan bahwa kenyamanan bukan merupakan suatu
kontinum perasaan dari paling senang sampai paling menderita, juga bukan
merupakan perasaan yang bersifat sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu
kontinum dari hilangnya perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaan
yang tidak tertahankan.
Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) juga
menggambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama seperti Branton.
Menurut keduanya, kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat
tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat
mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara
langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada orang tersebut
untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya
dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu,
sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar
hilangnya rasa tidak nyaman, merupakan penilaian respondentif individu yang
sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang
yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman
individu, dan kita harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk
38
mengetahui kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa
nyaman yang dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh
individu lainnya.
The Cambridge Advanced Leamer’s Dictionary dalam Ardiana (2007)
mendefinisikan comfort sebagai perasaan senang, menjadi relaks, dan bebas
dari sakit/nyeri. Shen dan Parsons (1997) dalam Ardiana (2007) menjelaskan
bahwa kenyamanan adalah istilah yang sifatnya umum dan perasaan subjektif
yang sulit untuk diukur, diinterpretasikan, dan berhubungan dengan
homeostasis fisiologis manusia dan kondisi psikologis.
De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa banyak peneliti
mendefinisikan comfort sebagai: (1) Kenyamanan merupakan kondisi yang
didefinisikan secara subjektif oleh seseorang (comfort is a construct of a
subjectively-defined personal nature); (2) Kenyamanan merupakan akibat dari
faktor-faktor dasar yang bervariasi yaitu fisik, fisiologis, dan psikologi
(comfort is affected by factors of various nature (physical, physiological,
psychological)); dan (3) Kenyamanan merupakan reaksi terhadap lingkungan
(comfort is a reaction to the environment).
2. Ketidaknyamanan (Discomfort) pada Tubuh
Secara konseptual, ketidaknyamanan merupakan indikator risiko yang
menjadi feedback dari sistem tubuh untuk mendeteksi adanya kemungkinan
masalah. Sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari
musculoskeletal stress yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh darah, ligamen,
39
sendi, tekanan pada jaringan lunak yang sama, perubahan kimiawi lokal yang
berhubungan dengan kelelahan otot, perubahan kimiawi lokal yang
berhubungan dengan terganggunya aliran darah dan iskemia parsial, gangguan
konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan, dan peradangan
sekunder. Ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial.
(Karwowski dan Marras, 2003)
Perasaan ketidaknyamanan, sebagaimana dideskripsikan oleh
Helander dan Zhang (1997) dalam Tan et. al (2008), diakibatkan oleh faktor
biomekanik (biomechanical factors) dan kelelahan. Sumber dari beberapa
ketidaknyamanan antara lain pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Sumber Beberapa Ketidaknyamanan
(Helander dan Zhang, 1997 dalam Tan et. al, 2008)
Ketidaknyamanan diduga sebagai kondisi khusus untuk menilai
adanya ketidaksesuaian fisik yang berakibat pada otot. Hal ini karena masalah
kecil pada otot tidak dapat dideteksi secara baik dengan metode penilaian
risiko secara umum seperti biomechanical modeling dan gross physiological
indicators (denyut jantung dan suhu tubuh). (Karwowski dan Marras, 2003)
40
Ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor biomekanik yang
menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan sebagainya. Perasaan
tidak nyaman akan meningkat seiring dengan meningkatnya tugas dan
kelelahan. Mengeliminasi gangguan fisik dapat mengurangi
ketidaknyamanan, namun hal ini tidak langsung menghasilkan rasa nyaman.
(Zhang, 1996)
Keadaan kerja yang ketat, yang membatasi kita khususnya perubahan
postur, akan membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam
jangka pendek, ketidaknyamanan dapat mengalihkan perhatian pekerja dari
tugasnya sehingga akan meningkatkan tingkat kesalahan, berkurangnya
output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain. Ketidaknyaman ini akan hilang
setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau pekerjaan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang dapat berupa perubahan patologis dalam
jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Secara umum, rasa sakit
datang seiring dengan adanya beban fisik dalam waktu singkat dan kurangnya
waktu istirahat. Pada poin ini, bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi
lebih kepada cedera fisik dan proses penyakit. (Pheasant, 2003)
41
3. Perubahan Nyaman (Comfort) Menjadi Tidak Nyaman (Discomfort)
Zhang (1996), menampilkan model ilustrasi interaksi comfort dan
discomfort sebagaimana ditampilkan pada gambar:
Gambar 2.17
Transisi Comfort menjadi Discomfort
Ketika rasa tidak nyaman meningkat, seperti setelah melakukan
pekerjaan dan merasakan kelelahan dalam waktu yang lama, rasa nyaman
akan berkurang. Hal ini berarti bahwa faktor biomekanik yang baik mungkin
tidak akan meningkatkan tingkat kenyamanan, namun lebih kepada pengertian
bahwa faktor biomekanik yang kurang baik akan mengubah rasa nyaman
menjadi tidak nyaman. (Tan et. al, 2008)
4. Cara Mengukur Kenyamanan
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa menurut Oborne (1995)
dalam Ardiana (2007), kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan
karena penilaian kenyamanan lebih merupakan penilaian respondentif
individu. Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau mengukur kenyamanan
42
secara pasti, kita cenderung mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat
ketidaknyamanan. Begitu juga menurut Sanders dan McCormick (1993)
dalam Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu
kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi
tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan
oleh orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan
pada orang tersebut untuk memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri
mereka.
Karwowski dan Marras (2003) mencoba mengukur kenyamanan secara
objektif melalui pengukuran ketidaknyamanan dengan melihat empat aspek
yaitu: intensitas, kualitas, lokasi, dan periode waktu. Contohnya seperti duduk
pada kursi yang keras selama beberapa jam akan mengakibatkan
ketidaknyamanan, dimana intensitasnya tergolong rendah hingga menengah
dan terjadi setelah sekitar 15 menit duduk dan akan meningkat selama satu
jam pertama kemudian berada pada level konstan, ketidaknyamanan akan
mereda ke tingkat intensitas minimal setelah lima menit.
a. Intensitas
Pengukuran intensitas ketidaknyamanan biasanya dilakukan
dengan menanyakan kepada pekerja tingkat ketidaknyamanan yang
dirasakan melalui suatu skala subjektif. Ada banyak jenis skala subjektif
yang digunakan yaitu antara lain: verbal rating scales, visual analog
scales, numeric rating scales, dan graphic rating scales. Kesemuanya
43
mempunyai skala yang berusaha agar dapat lebih objektif dalam
mengukur intensitas ketidaknyamanan. Intensitas ketidaknyamanan juga
dapat diukur melalui perubahan perilaku (yaitu menggunakan behaviuor
rating scales) atau perubahan hubungan biomekanik dan fisiologis.
Penjelasan selengkapnya tentang cara mengukur intensitas
ketidaknyamanan, yaitu sebagai berikut:
1) Biomechanical and Physiological Correlates
Jika ketidaknyamanan diduga muncul karena beban mekanik
(mechanical load) pada sendi, maka dapat diperkirakan bahwa analisis
tersebut menggunakan position data dan biomechanical modeling.
Sedangkan jika ketidaknyamanan diduga terjadi karena adanya
peningkatan aktivitas otot, maka electromyography dapat digunakan
sebagai alat penilaian objektif. Ukuran yang lain dapat digunakan pula
denyut jantung, tekanan darah, tingkat pernapasan, hantaran kulit,
tingkat keringat, dan suhu tubuh.
Kelebihan dari metode ini adalah tidak tergantung pada laporan
pekerja atau pengakuan pekerja tentang ketidaknyamanan
(discomfort). Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah bahwa
indikator biomekanik maupun fisiologis yang diukur tersebut belum
tentu menunjukkan adanya ketidaknyamanan. Artinya, ada penyebab
lain yang memunculkan hasil-hasil pengukuran secara biomekanik dan
fisiologis tersebut. Kekurangan yang lain adalah adanya kemungkinan
44
pengaruh budaya dalam pengukuran tentang kenyamanan (comfort),
seperti kebudayaan barat memahami bahwa nyaman sama dengan
keseimbangan yang dinamis, bukan karena kurangnya aktivitas otot.
2) Behaviour Rating Scales
Beberapa ahli ergonomi menyarankan agar pengukuran
intensitas ketidaknyamanan dilakukan dengan melakukan obeservasi
perilaku yang diperkirakan sebagai indikator yang pasti adanya
ketidaknyamanan, seperti kegelisahan. Branton (1969) dalam
Karwowski dan Marras (2003) menyebutkan bahwa dalam posisi
duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi
duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering
seseorang mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin ia merasa tidak nyaman.
Shackel et. al (1969) Karwowski dan Marras (2003) juga
menyebutkan bahwa pengukuran waktu perubahan posisi duduk
sebagai pengukuran objektif juga perlu dilakukan untuk mengetahui
adanya ketidaknyamanan. Hal ini sekarang telah didukung oleh adanya
teknologi dengan elektrogoniometri dan digital motion untuk
menganalisis perubahan posisi duduk.
Satu kelebihan dari metode behavioral scale assessment adalah
metode ini tidak tergantung pada kemampuan pekerja dan kesediaan
pekerja untuk mengungkapkan rasa ketidaknyamanannya secara
45
verbal. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah adanya asumsi
bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari kenyamanan selama
bekerja. Misalnya semakin sering seseorang bergerak mengubah
posisinya mengindikasikan sebagai kebiasaan kerja yang baik daripada
posisi statis dan diperlukan pada beberapa tindakan intervensi
ergonomi.
3) Verbal Rating Scales
Ada dua tipe verbal rating scale, yaitu single noun scale dimana
menggunakan kata tunggal “tidak nyaman (discomfort)” dan multiple
noun scale yang menggunakan banyak kata yang berbeda yang
menunjukkan pada perubahan intensitas dari discomfort.
Gambar 2.18
Single Noun Scale
Gambar 2.19
Multiple Noun Scale
Baik single noun maupun multiple noun, pengumpulan datanya
diisi oleh pekerja dengan melingkari salah satu kata yang sesuai
dengan yang dirasakan oleh pekerja.
Kelebihan dari metode ini adalah terdiri dari tingkatan-tingkatan
kenyamanan yang berurutan dan mudah dipahami oleh pekerja. Satu
46
kekurangan dari metode ini adalah pilihan yang ditunjukkan terbatas
dan intensitas ketidaknyamanan saja yang terdeteksi. Kekurangan
lainnya adalah perasaan yang hampir sama dengan rasa tidak nyaman
dideskripsikan sebagai rasa tidak nyaman oleh pekerja. Multiple noun
scale mempunyai kekurangan yang lain yaitu adanya kesalahan dalam
menginterpretasikan perasaan pada kata yang berbeda. Misalnya,
pekerja merasakan “mati rasa” yang diinterpretasikan memiliki
intensitas ketidaknyamanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
“kaku”, dan pekerja lain mungkin juga menginterpretasikannya
sebaliknya.
4) Visual Analog Scales
Visual analog scale terdiri dari satu garis. Garis yang digunakan
dapat berupa garis horizontal maupun vertikal. Panjang garis biasanya
sekitar 100 mm sebagaimana terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.20
Visual Analog Scale
Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan, pekerja memberi
tanda pada garis. Tingkat intensitas kemudian diukur berdasarkan
jarak dari ujung garis yang paling kiri ke titik pada garis yang telah
ditandai oleh pekerja. Hasil ukurnya dalam satuan mm, dengan skala
sekitar 101 tingkat discomfort.
47
Kelebihan dari metode ini adalah ketepatan dalam administrasi
dan sensitivitas dalam analisis statistik. Sedangkan kekurangan dari
metode ini adalah beberapa pekerja mungkin akan mengalami
kesulitan untuk mempersepsikan intensitas atau tingkat rasa “tidak
nyaman” pada garis.
5) Numeric Rating Scales
Numeric rating scale hampir sama dengan visual analog scale.
Perbedaannya hanya pada numeric rating scale terdapat nomor dari
kategori tingkatan discomfort, sebagaimana terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.21
Numeric Rating Scale
Cara pengisiannya adalah pekerja akan menandai nomor yang
tersedia sesuai dengan tingkat “tidak nyaman” yang dirasakan.
Kelebihan dari metode ini adalah sederhana dan skala verbal
dapat digunakan selama pekerjaan manual tanpa ada gangguan dari
faktor postur. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah
mempunyai sensitivitas yang terbatas.
48
6) Graphic Rating Scales
Graphic rating scale merupakan kombinasi dari visual analog
scale dengan numeric atau verbal rating scale. Skalanya terdiri dari
garis vertikal atau horizontal dengan penambahan nomor atau
keterangan di sepanjang garisnya, sebagaimana terlihat pada gambar
berikut:
Gambar 2.22
Graphic Rating Scale
Cara pengisiannya adalah pekerja akan memberi tanda pada
garis yang mewakili tingkat “tidak nyaman” yang dirasakannya.
Kelebihan dari metode ini adalah mempunyai “ekstra label”
yang mungkin dapat membantu atau mempermudah pekerja yang
mengalami kesulitan dengan visual analog scale. Sedangkan
kekurangan dari metode ini adalah terletak pada pengelompokan
keterangan (label) pada garis. Pekerja mungkin akan mengalami
kesulitan untuk membedakan masing-masing pengelompokan tingkat
discomfort yang tertera pada garis.
49
b. Kualitas
Kualitas ketidaknyamanan hanya dapat dinilai dengan membiarkan
deskripsi yang berbeda-beda tentang ketidaknyamanan yang dirasakan
oleh pekerja. Meskipun kualitas sakit secara luas digunakan pada
penilaian kesehatan, kualitas ketidaknyamanan belum digunakan secara
umum oleh ahli ergonomi. Hal ini mungkin dikarenakan implikasi dari
perbedaan kualitas yang belum jelas, tetapi implikasi intensitas, lokasi,
dan periode waktu telah jelas.
c. Lokasi
Untuk mengetahui lokasi ketidaknyamanan biasanya digunakan peta
tubuh (body map) atau lainnya yang menunjukkan bagian-bagian tubuh
(body part). Pada saat pengukuran dengan body map, biasanya sudah
sekaligus dilakukan pengumpulan data tentang intensitas, kualitas, dan
periode waktu dari ketidaknyamanan pada bagian tubuh tersebut. Dengan
menunjukkan gambar bagian-bagian tubuh, pekerja akan lebih mudah
menunjukkan pada bagian tubuh mana saja ia mengalami
ketidaknyamanan. Pekerja akan memberi tanda pada bagian tubuh yang
dirasakan ada ketidaknyamanan.
50
d. Periode Waktu
Pengukuran periode waktu ketidaknyamanan biasanya dilakukan
pada waktu yang berbeda-beda. Tergantung pada alasan atau tujuan
investigasi ketidaknyamanan. Waktu pengumpulan data dapat berbeda
menurut menit, jam, hari, atau yang lebih lama lagi. Pengumpulan data
yang berulang ini dapat dilakukan dengan menggunakan lembar
pengumpulan data yang berbeda (untuk menjaga agar pekerja tidak
terpengaruh dengan pengumpulan data sebelumnya) atau dengan lembar
pengumpulan data yang sama (yang memungkinkan pekerja untuk
membandingkan dengan pengumpulan data sebelumnya).
Gambar 2.23
Body Map
51
Ada hubungan waktu yang penting antara waktu pekerja
mengalami ketidaknyamanan dengan waktu pengumpulan data. Branton
(1969) Karwowski dan Marras (2003) menyarankan karena pelaporan
post-experience ketidaknyamanan bergantung pada memori kinestetik,
maka informasi ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja
sedang mengalami ketidaknyamanan.
Berikut ini beberapa contoh instrumen penilaian ketidaknyamanan yang
sering digunakan pada banyak penelitian yaitu antara lain sebagai berikut:
Gambar 2.24
General Comfort Scale
(Shackel, B., Chidsey, K.D., dan Shipley, P., 1969
dalam Marras dan Karwowski, 2003)
52
Gambar 2.25
General Body Visual Analog Discomfort Scale
(Visser dan Straker, 1994 dalam Marras dan Karwowski, 2003)
Gambar 2.26
Body part discomfort for high and low carry tasks
(Straker et. al, 1997 dalam Marras dan Karwowski, 2003)
53
Metode pengukuran ketidaknyamanan menurut Karwowski dan Marras (2003) di atas dapat diringkas dalam tabel
berikut:
Tabel 2.2
Metode Pengukuran Ketidaknyamanan (Discomfort)
Pengukuran Metode
Pengukuran Penjelasan Kelebihan Kekurangan
Intensitas Biomechanical and
Physiological
Correlates
Jika ketidaknyamanan diduga
muncul karena beban mekanik
(mechanical load) pada sendi
atau jika ketidaknyamanan
diduga terjadi karena adanya
peningkatan aktivitas otot.
Tidak tergantung pada laporan
pekerja atau pengakuan pekerja
tentang ketidaknyamanan
(discomfort)
- Indikator biomekanik maupun
fisiologis yang diukur tersebut belum
tentu menunjukkan adanya
ketidaknyamanan. Artinya ada
penyebab lain yang memunculkan
hasil-hasil pengukuran secara
biomekanik dan fisiologis tersebut.
- Adanya kemungkinan pengaruh
budaya dalam pengukuran tentang
kenyamanan (comfort)
Behaviour Rating
Scales - Dalam posisi duduk,
ketidaknyamanan dapat dilihat
dari perubahan posisi
duduknya (Branton, 1969
dalam Marras dan Karwowski,
2003).
- Pengukuran waktu perubahan
posisi duduk sebagai
pengukuran objektif perlu
dilakukan untuk mengetahui
adanya ketidaknyamanan.
Metode ini tidak tergantung pada
kemampuan pekerja dan
kesediaan pekerja untuk
mengungkapkan rasa
ketidaknyamanannya secara
verbal.
Adanya asumsi bahwa perubahan posisi
dilakukan untuk mencari kenyamanan
selama bekerja. Misalnya semakin
sering seseorang bergerak mengubah
posisinya mengindikasikan sebagai
kebiasaan kerja yang baik daripada
posisi statis dan diperlukan pada
beberapa tindakan intervensi ergonomi.
54
Pengukuran Metode
Pengukuran Penjelasan Kelebihan Kekurangan
Verbal Rating
Scales:
- Single Noun
Scales
- Multiple Noun
Scales
Menggunakan kata tunggal
“tidak nyaman (discomfort)”.
Menggunakan banyak kata yang
berbeda yang menunjukkan
pada perubahan intensitas dari
discomfort.
Terdiri dari tingkatan-tingkatan
kenyamanan yang berurutan dan
mudah dipahami oleh pekerja.
- Pilihan yang ditunjukkan terbatas dan
intensitas ketidaknyamanan saja yang
terdeteksi.
- Perasaan yang hampir sama dengan
rasa tidak nyaman dideskripsikan
sebagai rasa tidak nyaman oleh
pekerja.
- Pada Multiple Noun Scales: adanya
kesalahan dalam menginterpretasikan
perasaan pada kata yang berbeda.
Visual Analog
Scales
Terdiri dari satu garis
(horizontal atau vertical).
Panjang garis biasanya sekitar
100 mm.
Cara pengisiannya: pekerja
memberi tanda pada garis.
Tingkat intensitas kemudian
diukur berdasarkan jarak dari
ujung garis yang paling kiri ke
titik pada garis yang telah
ditandai oleh pekerja.
Ketepatan dalam adminsitrasi dan
sensitivitas dalam analisis
statistik.
Beberapa pekerja mungkin akan
mengalami kesulitan untuk
mempersepsikan intensitas atau tingkat
rasa “tidak nyaman” pada garis.
Numeric Rating
Scales - Hampir sama dengan visual
analog scales.
- Terdapat nomor dari kategori
tingkatan discomfort.
Sederhana dan skala verbal dapat
digunakan selama pekerjaan
manual tanpa ada gangguan dari
faktor postur.
Mempunyai sensitivitas yang terbatas.
55
Pengukuran Metode
Pengukuran Penjelasan Kelebihan Kekurangan
Graphic Rating
Scales
Kombinasi dari visual analog
scale dengan numeric atau
verbal rating scale. Skalanya
terdiri dari garis vertikal atau
horizontal dengan penambahan
nomor atau keterangan di
sepanjang garisnya
Mempunyai “ekstra label” yang
mungkin dapat membantu atau
mempermudah pekerja yang
mengalami kesulitan dengan
visual analog scale.
Pekerja mungkin akan mengalami
kesulitan untuk membedakan masing-
masing pengelompokan tingkat
discomfort yang tertera pada garis.
Kualitas Hanya dapat dinilai dengan
membiarkan deskripsi yang
berbeda-beda tentang
ketidaknyamanan yang
dirasakan oleh pekerja.
Lokasi Contoh:
General Body
Visual Analog
Discomfort Scale
(Gambar 2.22)
Biasanya digunakan peta tubuh
(body map) atau lainnya yang
menunjukkan bagian-bagian
tubuh (body part). Biasanya
sudah sekaligus dilakukan
pengumpulan data tentang
intensitas, kualitas, dan periode
waktu dari ketidaknyamanan
pada bagian tubuh tersebut.
Periode
Waktu
Biasanya dilakukan pada waktu
yang berbeda-beda. Tergantung
pada alasan atau tujuan
investigasi ketidaknyamanan.
Waktu pengumpulan data dapat
berbeda menurut menit, jam,
hari, atau yang lebih lama lagi.
56
Selain alat penilaian ketidaknyamanan yang diuraikan di atas, menurut
Pheasant (2003) ada cara lain yang dapat digunakan untuk melihat adanya
ketidaknyamanan, yaitu tingkat kegelisahan. Menurut Pheasant (2003), secara
umum kita mungkin berpikir bahwa gelisah merupakan pertahanan tubuh kita
melawan postural stress. Mekanisme ini bekerja pada tingkat bawah sadar,
biasanya kita merasa gelisah sebelum kita menyadari akan adanya
ketidaknyamanan.
Tingkat gelisah dapat digunakan sebagai indeks kenyamanan tempat
duduk kita. Semakin kita gelisah, maka semakin kita merasa kurang nyaman
dengan tempat duduk kita. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi tingkat
kegelisahan kita. Beberapa orang mungkin lebih gelisah dari orang lain, dan kita
akan menjadi lebih gelisah ketika kita mempunyai beban mental yang lebih. Hal
ini dapat menutup rangsangan sensorik sehingga menyebabkan gelisah
(meningkatkan ambang ketidaknyamanan kita).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih alat untuk mengukur
kenyamanan yang dianggap sesuai pada penelitian ini yaitu behavioral rating
scale (untuk mengukur intensitas ketidaknyamanan) karena perubahan posisi
lebih mudah diamati dan tidak tergantung pada pengakuan responden tentang
ketidaknyamanan yang dirasakannya. Sedangkan pengukuran kualitas dan lokasi
menggunakan Body Part Discomfort Scale (Corlett dan Bishop, 1976) karena
sudah dapat mengukur keduanya yaitu lokasi melalui sebuah body map,
sebagaimana telah diuraikan di atas dan kualitas, yaitu dari “nyaman” hingga
57
“sakit”. Body Part Discomfort Scale banyak digunakan pada penelitian-penelitian
ergonomi terkait kenyamanan. Pengukuran akan dilakukan sebanyak dua kali
pada hari yang berbeda (untuk mengukur periode waktu).
Selain metode tersebut untuk mengukur ketidaknyamanan posisi duduk
ibu saat menyusui, peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan
melakukan wawancara mendalam terkait kenyamanan yang dirasakan ibu saat
menyusui. Hal ini berdasarkan pendapat Sanders dan McCormick (1993) dalam
Ardiana (2007) yang menyatakan bahwa kenyamanan adalah suatu kondisi
perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita
tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara
langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan kepada orang tersebut
untuk memberitahukan kepada kita seberapa nyaman diri mereka. Selain itu juga
menurut Richards (1980) dalam De Looze et. al (2003) menyatakan bahwa selain
menggunakan metode pengukuran objektif, kenyamanan dan ketidaknyamanan
juga diukur dengan menggunakan metode pengukuran subjektif, yaitu dengan
menanyakan langsung kepada responden bagaimana kenyamanan yang dirasakan.
Hal ini disebabkan karena kenyamanan atau ketidaknyamanan merupakan suatu
keadaan atau perasaan subjektif.
Pengukuran kenyamanan posisi ibu saat menyusui dilakukan sesaat
setelah ibu selesai menyusui. Hal ini sesuai dengan yang disarankan oleh Branton
(1969) dalam Karwowski dan Marras (2003) yaitu bahwa informasi
ketidaknyamanan sebaiknya dikumpulkan ketika pekerja sedang mengalami
58
ketidaknyamanan karena pelaporan post-experience ketidaknyamanan bergantung
pada memori kinestetik. Dengan dilakukan pengukuran sesaat setelah ibu selesai
menyusui, maka ibu akan masih dapat merasakan rasa kenyamanan atau
ketidaknyamanan yang dirasakannya saat menyusui dengan posisi duduk. Jika
pengukuran dilakukan saat ibu sedang menyusui, dikhawatirkan akan
mengganggu proses menyusui.
D. Postur Kerja
Secara umum, beban fisik pekerjaan berasal dari penggunaan tenaga,
posisi atau postur janggal, dan repetisi atau pengulangan (Feletto dan Graze,
2000). Postur dapat didefinisikan sebagai kondisi relatif tubuh pada suatu
tempat/ruang. Postur kerja dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi tubuh dan
stasiun kerjanya (workstation). Misalnya, tempat kerja yang terlalu tinggi untuk
pekerja yang memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja yang terlalu rendah
untuk pekerja dengan tinggi badan lebih (Pheasant, 2003).
Posisi seseorang dalam bekerja mempengaruhi postur tubuhnya dalam
melakukan pekerjaan atau aktivitas tersebut. Kenyamanan dalam bekerja salah
satunya ditentukan oleh postur seseorang selama melakukan pekerjaan tersebut.
Menurut McKeown (2008) bahwa salah satu elemen kunci untuk memastikan
seseorang dapat bekerja dengan nyaman dan efektif adalah postur yang baik
selama bekerja.
59
Postur netral merupakan posisi optimal dari masing-masing persendian
untuk lebih kuat, lebih bisa mengendalikan setiap pergerakan, dan meminimalkan
physical stress pada persendian dan jaringan di sekitarnya (MacLeod, 2000).
Namun, berbicara tentang postur tidak hanya tentang bagaimana posisi yang tepat
untuk punggung, tetapi juga untuk tubuh bagian atas seperti kepala dan leher,
serta tubuh bagian bawah (McKeown, 2008).
Dalam melakukan pekerjaan, yang sering menjadi perhatian para ahli
ergonomi adalah postur duduk dan postur berdiri. Menurut McKeown (2008), ada
beberapa keuntungan posisi duduk dibandingkan dengan posisi berdiri,
diantaranya adalah dapat memposisikan kaki secara relaks, lebih stabil,
penggunaan energi expenditure berkurang. Bridger (2003) dalam McKeown
(2008) mengatakan bahwa seseorang yang bekerja dengan posisi berdiri untuk
waktu yang lama dapat mengalami perubahan fisiologis seperti pada aliran darah
dan dapat meningkatkan denyut jantung.
Lueder (2002) mengatakan bahwa posisi duduk memerlukan lebih sedikit
kerja otot dibandingkan dengan posisi berdiri. Duduk juga menstabilkan postur
dan lebih memudahkan dalam pekerjaan tertentu. Delleman et. al (2004) juga
mengatakan bahwa ketika seseorang bekerja dengan posisi duduk efisiensi kerja
dapat ditingkatkan dan kelelahan dapat berkurang. Pada posisi berdiri, seseorang
membutuhkan cukup upaya otot statis untuk mempertahankan posisi tetap.
Namun hal ini berkurang ketika seseorang pada posisi duduk. Meskipun
60
demikian, posisi duduk tetap akan menjadi masalah ketika dilakukan untuk waktu
yang lama.
Ada ketentuan untuk postur yang baik pada posisi berdiri dan duduk.
Untuk posisi berdiri, postur yang baik adalah subjek berdiri tegak, menarik
tubuhnya pada tinggi badan maksimal dan pandangan lurus ke depan, dengan
bahu relaks dan lengan menggantung lepas/bebas di samping. Sedangkan untuk
posisi duduk, postur yang baik adalah subjek duduk pada posisi horizontal, pada
permukaan yang datar, duduk tegak hingga tinggi badan maksimal dan pandangan
lurus ke depan. Bahu relaks, dengan lengan atas menggantung bebas di samping
dan lengan bawah berada pada posisi horizontal. Tinggi tempat duduk
disesuaikan hingga paha berada pada posisi horizontal dan kaki bagian bawah
berada pada posisi vertikal. (Pheasant, 2003)
Dalam Karjewski et.al (2009) disebutkan bahwa postur netral untuk
beberapa bagian tubuh adalah sebagai berikut:
1. Kepala dan leher berada pada satu garis atau satu level atau bengkok sedikit
ke depan, pandangan lurus ke depan, seimbang, dan berada satu garis dengan
tulang belakang.
2. Tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah berada lurus pada satu garis.
3. Siku-siku berada dekat dengan tubuh dan miring 90-120 derajat.
4. Bahu relaks, dan lengan atas menggantung normal di samping tubuh.
5. Paha dan bokong ketika duduk harus berada paralel pada lantai.
61
6. Lutut ketika duduk posisinya harus sama tinggi dengan bokong, dengan kaki
sedikit ke depan.
7. Punggung ketika duduk posisinya harus vertikal atau bersandar dengan
dukungan lumbar.
Ketika tulang atau persendian tidak berada pada posisi netral, maka terjadi
postur janggal. Beberapa contoh postur janggal yang berkontribusi menyebabkan
pergerakan mendekati posisi ekstrim antara lain adalah membengkokkan leher ke
depan lebih dari 30 derajat, membengkokkan pergelangan tangan ke bawah
dengan muka tangan menghadap ke bawah lebih dari 30 derajat, membengkokkan
punggung ke depan lebih dari 45 derajat, posisi jongkok, dan sebagainya. Postur
tubuh yang lain yang tidak menyebabkan pergerakan ekstrim, tetapi diketahui
berhubungan dengan peningkatan risiko ketidaknyamanan dan MSDs antara lain
sebagai berikut (Karjewski et.al, 2009):
1. Memutar batang tubuh.
2. Membengkokkan batang tubuh ke salah satu sisi (samping kanan/kiri,
depan/belakang).
3. Membelokkan kepala ke salah satu sisi.
4. Membengkokkan leher ke salah satu sisi.
5. Membengkokkan leher ke belakang.
6. Membengkokkan pergelangan tangan ke atas dengan muka tangan ke bawah.
7. Membengkokkan pergelangan tangan ke sebelah luar tubuh dengan muka
tangan ke bawah.
62
8. Memutar lengan bawah.
9. Berlutut.
Selain postur janggal, postur yang dibatasi juga dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas akan
menimbulkan ketidaknyamanan (Lueder, 2004). McKeown (2008) mengatakan
bahwa kerja otot yang statis dapat mengakibatkan ketidaknyamanan dan waktu
istirahat yang lebih lama dibutuhkan untuk ini. Duduk dengan postur alami akan
mengurangi beban kerja otot statis yang diperlukan untuk menghindari gangguan
pada sendi kaki, lutut, pinggang, dan tulang belakang (Grandjean, 1988 dalam
Kalsum, 2007).
1. Metode Penilaian Postur Kerja
Ada beberapa metode penilaian postur kerja, antara lain QEC (Quick
Exposure Checklist), RULA (Rapid Upper Limb Assesment), REBA (Rapid
Entire Body Assesment), Strain Index, LUBA (Loading on the Upper Body
Assesment), dan OWAS (The Ovako Working Posture Analyzing System).
(Karwowski, 2001; Stanton et. al, 2005; Marras dan Karwowski, 2006)
a. QEC
Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan metode cepat untuk
menilai risiko WMSDs (work-related musculoskeletal disorders) dan
memiliki tingkat pemakaian dan sensitivitas yang tinggi. QEC dapat
mengevaluasi desain tempat kerja dan peralatannya. QEC juga dapat
63
membantu untuk mencegah terjadinya berbagai jenis WMSDs. (Stanton
et.al, 2005)
b. RULA dan REBA
REBA (Rapid Entire Body Assesment) dan RULA (Rapid Upper
Limb Assesment) merupakan metode analisis cepat berdasarkan sistem
muskuloskeletal seseorang ketika sedang melakukan pekerjaan. REBA
dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur secara observasional
secara cepat dan mudah untuk aktivitas seluruh tubuh (statis dan dinamis)
dan memberikan gambaran tingkat risiko pada otot (McAtamney, 2000).
RULA dikembangkan lebih dahulu (McAtamney dan Corlett, 1993) untuk
memfasilitasi penilaian objektif terhadap risiko muskuloskeletal yang
disebabkan oleh pekerjaan yang menetap (sedentary work) dimana terjadi
pembebanan yang tinggi pada tubuh bagian atas. Kedua instrumen
tersebut menghasilkan skor tingkat risiko mulai dari risiko yang dapat
diabaikan hingga risiko yang paling tinggi (Marras dan Karwowski,
2006).
RULA secara umum digunakan ketika seseorang berada dalam
posisi duduk, berdiri, atau yang lainnya dengan posisi menetap dan lebih
banyak menggunakan tubuh bagian atas (upper body) dan tangan untuk
bekerja. Selain pekerjaan tersebut, maka sebaiknya analisisnya
menggunakan REBA.
64
RULA dikembangkan untuk memfasilitasi analisis postur dimana
pekerjaan tersebut mempunyai beban fisik pada punggung, leher, dan
anggota tubuh bagian atas. RULA menilai postur, tenaga, dan perpindahan
yang berkaitan dengan pekerjaan menetap seperti pekerjaan operator
komputer atau pekerjaan lainnya yang membutuhkan posisi duduk atau
berdiri tanpa pergerakan/perpindahan. (Marras dan Karwowski, 2006)
c. Strain Index
Strain Index merupakan metode yang digunakan untuk menilai
risiko MSDs pada ekstrimitas atas, seperti luka pada siku, lengan bawah,
pergelangan tangan, dan telapak tangan. (Stanton et.al, 2005)
d. LUBA
Metode ini berdasarkan pada data eksperimental untuk
ketidaknyamanan, dengan menggunakan skor rasio untuk suatu
pergerakan sendi, termasuk tangan, lengan, leher, dan punggung. Metode
ini digunakan untuk postur duduk atau postur berdiri dengan
bantuan/dukungan dari anggota ekstrimitas bawah yang baik. (Marras dan
Karwowski, 2006)
e. OWAS
Metode OWAS merupakan salah satu metode observasi sederhana
untuk analisis postur (Karhu et. al, 1997 dalam Karwowski, 2001).
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai macam postur
65
kerja pada banyak tempat kerja. Metode OWAS dapat digunakan untuk
tujuan (Karwowski, 2001):
1) Evaluasi ergonomi terstandarisasi untuk beban postur (postural load).
2) Mengembangkan dan merencanakan desain tempat kerja, metode
kerja, peralatan dan mesin yang digunakan.
3) Digunakan oleh bagian kesehatan kerja dalam merencanakan
pekerjaan untuk pekerja yang mempunyai keterbatasan.
4) Penelitian ilmiah untuk digunakan pada bidang yang lain.
Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk
mengambil data postur, beban/tenaga, dan fase kerja untuk kemudian
dibuat kode berdasarkan data tersebut. Evaluasi penilaian didasarkan pada
skor dari tingkat bahaya postur kerja yang ada dan selanjutnya
dihubungkan dengan kategori tindakan yang harus diambil. Klasifikasi
postur kerja dari metode OWAS adalah pergerakan tubuh bagian belakang
(punggung), lengan, dan kaki. (Karwowski, 2001)
Dalam penelitian ini, metode yang dipilih dan dirasa tepat menurut
peneliti untuk menilai postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk adalah
RULA. RULA dipilih karena saat menyusui ibu berada pada posisi yang
menetap selama 30-60 menit dalam sekali menyusui dan lebih banyak terjadi
pembebanan fisik pada leher, bahu, tangan, dan punggung.
66
2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
RULA merupakan metode penilaian yang mudah untuk menilai
tingkat beban pada otot karena pekerjaan. RULA digunakan untuk menilai
postur, tenaga, dan perpindahan yang berkaitan dengan pekerjaan yang
menetap.
Empat aplikasi utama RULA yaitu untuk (Marras dan Karwowski, 2006):
a) Mengukur risiko muskuloskeletal, biasanya menjadi bagian dari
investigasi ergonomi.
b) Membandingkan antara beban muskuloskeletal saat ini dan modifikasi
desain tempat kerja.
c) Mengevaluasi outcome seperti produktivitas atau ketepatan peralatan yang
digunakan dalam bekerja.
d) Memberikan pengetahuan kepada pekerja tentang risiko muskuloskeletal
karena perbedaan postur kerja.
Prosedur penggunaan RULA terdiri dari 3 tahap, yaitu:
a) Observasi dan memilih postur yang akan dianalisis.
b) Merekam dan memberikan skor pada postur menggunakan lembar
scoring, diagram bagian tubuh, dan tabel.
c) Mengkoreksi skor dengan tingkat aktivitas (action level).
Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka dalam metode ini
tubuh dibagi atas 2 segmen grup yaitu grup A dan grup B.
67
a) Penilaian Postur Tubuh Grup A
Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan
bawah (lower arm), pergelangan tangan (wrist), dan putaran pergelangan
tangan (wrist twist).
1) Lengan Atas (Upper Arm)
Penilaian terhadap lengan atas (upper arm) adalah penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan atas pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan atas
diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan atas (upper
arm) dapat dilihat pada gambar berikut:
Skor penilaian untuk postur tubuh bagian lengan atas dapat
dilihat pada tabel berikut:
Gambar 2.27
Postur Lengan Atas (Upper Arm)
68
Tabel 2.3
Skor Penilaian Lengan Atas (Upper Arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
20o (ke depan
maupun ke belakang
tubuh)
+1 +1 jika bahu naik
+1 jika lengan
berputar/bengkok
-1 jika terdapat
sanggahan pada lengan
atau dalam posisi
bersandar
>20o (ke belakang)
atau 20o-45
o
+2
45o-90
o +3
>90o
+4
2) Lengan Bawah (Lower Arm)
Penilaian terhadap lengan bawah (lower arm) adalah penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk lengan bawah pada saat
melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh lengan bawah
diukur menurut posisi batang tubuh. Adapun postur lengan bawah
(lower arm) dapat dilihat pada gambar berikut:
Skor penilaian untuk bagian lengan bawah (lower arm) dapat
dilihat pada tabel berikut:
Gambar 2.28
Postur Lengan Bawah (Lower Arm)
69
Tabel 2.4
Skor Penilaian Lengan Bawah (Lower Arm)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
60o-100
o +1 +1 jika lengan bawah
bekerja melewati
garis tengah
+1 jika lengan bawah
bekerja keluar dari
sisi tubuh.
0o-60
o atau >100
o +2
3) Pergelangan Tangan (Wrist)
Penilaian terhadap pergelangan tangan (wrist) adalah penilaian
yang dilakukan terhadap sudut yang dibentuk oleh pergelangan tangan
pada saat melakukan aktivitas kerja. Sudut yang dibentuk oleh
pergelangan tangan diukur menurut posisi lengan bawah. Adapun
postur pergelangan tangan (wrist) dapat dilihat pada gambar berikut:
Skor penilaian untuk bagian pergelangan tangan (wrist) dapat
dilihat pada tabel berikut:
Gambar 2.29
Postur Pergelangan Tangan (Wrist)
70
Tabel 2.5
Skor Penilaian Pergelangan Tangan (Wrist)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi netral +1
+1 jika pergelangan
tangan putaran
menjauhi sisi tengah
0o-15
o (ke atas
maupun ke bawah)
+2
>15o (ke atas
maupun ke bawah)
+3
4) Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral
diberi skor:
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran
Nilai dari postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah,
pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan dimasukkan ke
dalam tabel postur tubuh grup A (Tabel A) untuk memperoleh skor postur
tubuh grup A seperti yang terlihat pada tabel berikut:
71
Tabel 2.6
Skor Postur Tubuh Grup A (Tabel A)
5) Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup A,
kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas.
Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat
dilihat pada tabel berikut:
72
Tabel 2.7
Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statis +1 Satu atau lebih
bagian tubuh
statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan
berulang-ulang lebih
dari 4 kali per menit.
6) Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas
untuk postur tubuh grup A, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan
dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan
kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.8
Skor Beban
Beban Skor Keterangan
<2 kg 0 -
2 kg-10 kg +1 Jika dilakukan
sesekali
2 kg-10 kg +2 Jika postur statis dan
dilakukan berulang-
ulang
>10 kg +3 -
b) Penilaian Postur Tubuh Grup B
Postur tubuh grup B terdiri dari leher (neck), batang tubuh (trunk),
dan kaki (legs).
73
1) Leher (Neck)
Penilaian terhadap leher (neck) adalah penilaian yang
dilakukan terhadap posisi leher pada saat melakukan aktivitas kerja
apakah operator harus melakukan kegiatan ekstensi atau fleksi dengan
sudut tertentu. Adapun postur leher dapat dilihat pada gambar berikut:
Skor penilaian untuk leher (neck) dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.9
Skor Bagian Leher (Neck)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
0o-10
o +1 +1 jika leher berputar
+1 leher menekuk 10o-20
o +2
>20o
+3
Ekstensi +4
2) Batang Tubuh (Trunk)
Penilaian terhadap batang tubuh (trunk) merupakan penilaian
terhadap sudut yang dibentuk tulang belakang tubuh saat melakukan
aktivitas kerja dengan kemiringan yang sudah diklarifikasikan.
Gambar 2.30
Postur Leher (Neck)
74
Adapun klasifikasi kemiringan batang tubuh saat melakukan aktivitas
kerja dapat dilihat pada gambar berikut:
Skor penilaian bagian batang tubuh (trunk) dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.10
Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk)
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Ketika duduk dan
ditopang dengan baik
(terdapat sandaran)
dengan sudut paha-
tubuh 90o atau lebih
+1 +1 jika batang tubuh
berputar
+1 jika batang tubuh
bungkuk atau miring
ke samping 0
o-20
o atau ketika
duduk tidak terdapat
sandaran
+2
20o-60
o +3
>60o +4
3) Kaki (Legs)
Penilaian terhadap kaki (legs) adalah penilaian yang dilakukan
terhadap posisi kaki pada saat melakukan aktivitas kerja apakah
operator bekerja dengan posisi normal/seimbang atau bertumpu pada
Gambar 2.31
Postur Batang Tubuh (Trunk)
75
satu kaki lurus. Adapun penilaian bagian kaki (legs) dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.11
Skor Bagian Kaki (Legs)
Pergerakan Skor
Posisi normal (kaki tertopang ketika
duduk dengan bobot seimbang rata)
1
Tidak seimbang (kaki tidak tertopang
atau bobot tubuh tidak tersebar
merata)
2
Nilai dari skor postur tubuh bagian leher, batang tubuh, dan kaki
dimasukkan ke dalam tabel B berikut untuk memperoleh skor postur tubuh
grup B:
Tabel 2.12
Skor Postur Tubuh Grup B (Tabel B)
4) Penambahan Skor Aktivitas
Setelah diperoleh hasil skor untuk postur tubuh grup B,
kemudian hasil skor tersebut ditambahkan dengan skor aktivitas.
76
Penambahan skor aktivitas tersebut berdasarkan kategori yang dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13
Skor Aktivitas
Aktivitas Skor Keterangan
Postur Statis +1 Satu atau lebih
bagian tubuh
statis/diam
Pengulangan +1 Tindakan dilakukan
berulang-ulang lebih
dari 4 kali per menit.
5) Penambahan Skor Beban
Setelah diperoleh hasil penambahan dengan skor aktivitas
untuk postur tubuh grup B, kemudian hasil skor tersebut ditambahkan
dengan skor beban. Penambahan skor beban tersebut berdasarkan
kategori yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.14
Skor Beban
Beban Skor Keterangan
<2 kg 0 -
2 kg-10 kg +1 Jika dilakukan
sesekali
2 kg-10 kg +2 Jika postur statis dan
dilakukan berulang-
ulang
>10 kg +3 -
Untuk memperoleh skor akhir (final score), skor yang diperoleh untuk
postur tubuh grup A (skor C) dan grup B (skor D) dikombinasikan ke tabel C
berikut:
77
Tabel 2.15
Tabel C
Hasil skor dari tabel C di atas diklasifikasikan ke dalam beberapa
kategori level risiko sebagai berikut:
Tabel 2.16
Kategori Tingkat Risiko dan Tindakan yang Perlu Dilakukan dari
Hasil Analisis RULA
Kategori Tindakan Level Risiko Tindakan
1-2 Minimum Aman
3-4 Kecil Diperlukan beberapa
waktu ke depan
5-6 Sedang Tindakan dalam
waktu dekat
7 Tinggi Tindakan sekarang
juga
Secara lengkap dan lebih jelasnya langkah-langkah dalam analisis
postur dengan metode RULA dapat dilihat pada lampiran 3. Berikut ini
diperlihatkan bagan prosedur menggunakan metode RULA.
78
E. Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Posisi Duduk (Sitting Comfort and
Discomfort)
Posisi duduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan
kenyamanan pada seseorang. Namun, posisi duduk untuk waktu yang lama tetap
akan menjadi masalah (Delleman et. al, 2004). Grandjean (1973) dalam
Munawwarah (2004), menggambarkan duduk dengan postur alami
memungkinkan tenaga kerja menjaga postur tegak yang mengurangi beban kerja
otot statis yang diperlukan untuk mengunci sendi-sendi kaki, lutut, pinggang, dan
tulang belakang serta mengurangi penggunaan energi. Selanjutnya, dinyatakan
bahwa sirkulasi darah pada posisi duduk lebih baik daripada posisi berdiri. Phoon
Bagan 2.2
Prosedur Analisis Postur dengan Metode RULA
79
(1988) dalam Munawwarah (2004) menyatakan bahwa waktu duduk diusahakan
berat badan tidak ditahan oleh kaki sehingga posisi tetap stabil selama bekerja.
Kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk merupakan suatu
persepsi subjektif dan pengalaman sensoris. Beberapa studi mengindikasikan
bahwa kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk dipengaruhi oleh banyak
variabel (Kleeman, 1981; Kamijo et. al, 1982 dalam De Looze et. al, 2003).
Sebuah studi yang dilakukan oleh Zhang et. al (1996) dalam De Looze et. al
(2003) menyimpulkan bahwa kenyamanan dan ketidaknyamanan terjadi
berdasarkan pada faktor-faktor independen yang mempengaruhinya. Perasaan
tidak nyaman berhubungan dengan rasa sakit, kelelahan, dan mati rasa.
Sedangkan perasaan nyaman berhubungan dengan perasaan relaks dan kondisi
tubuh yang baik.
De Looze et. al (2003) memodelkan teori kenyamanan dan
ketidaknyamanan posisi duduk menurut paparan/faktor eksternal (exposure),
internal state atau kondisi internal individu (dose), respon (response), dan
kapasitas (capacity) sebagai berikut:
80
Kondisi internal individu dapat mempengaruhi terjadinya respon dalam
tubuh individu tersebut, baik respon mekanis, biomekanis, dan fisiologis. Efek
paparan eksternal terhadap kondisi dan respon internal individu tergantung pada
kapasitas fisik individu. Jika hal tersebut diaplikasikan pada posisi duduk, maka
dapat dikatakan bahwa paparan eksternalnya adalah berupa karakteristik fisik
tempat duduk seperti bentuk dan kelembutannya, lingkungan seperti tinggi meja,
dan pekerjaan seperti aktivitas kerja. Paparan eksternal ini akan menghasilkan
aktivasi otot, beban internal, tekanan intra-discal, gerakan saraf dan sirkulasi, dan
peningkatan suhu tubuh, dimana hal ini yang dimaksud dengan kondisi internal
(internal state). Selanjutnya, kondisi internal ini akan menimbulkan respon dalam
tubuh berupa respon kimiawi, fisiologis, dan biomekanik. Berdasarkan
Bagan 2.3
Pemodelan Teori Kenyamanan dan Ketidaknyamanan Duduk
(De Looze et. al, 2003)
81
exterocepsis (stimulus dari sensor kulit), propriocepsis (stimulus dari sensor yang
ada pada otot spindel, tendon, dan persendian), interocepsis (stimulus dari sistem
organ dalam), dan nocicepsis (stimulus dari adanya rasa sakit), maka persepsi
tidak nyaman akan muncul.
Pada bagian sebelah kanan, yaitu fokus pada rasa nyaman merupakan
perasaan relaks dan well-being. Pada tingkat “context”, tidak hanya kondisi fisik
saja yang berkontribusi, tetapi juga ada faktor psikososial seperti kepuasan kerja
dan dukungan sosial. Pada tingkat “seat”, estetika disain tempat duduk sebagai
tambahan dari kondisi fisik tempat duduk juga dapat mempengaruhi perasaan
nyaman. Pada tingkat “human”, diasumsikan faktor yang terlibat adalah harapan
individu dan perasaan atau emosi yang lain dari individu itu sendiri. Faktor yang
dominan dari ketidaknyamanan dapat digambarkan dengan anak panah horizontal
dari bagian kiri (discomfort) ke bagian kanan (comfort). Dari model ini,
pengukuran secara objektif terhadap ketidaknyamanan (discomfort) diharapkan
akan lebih kuat dibandingkan dengan pengukuran terhadap kenyamanan
(comfort). (De Looze et. al, 2003)
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenyamanan Posisi Duduk
Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk antara lain
yaitu karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, karakteristik pekerjaan,
dan persepsi terhadap kenyamanan posisi duduk (Kumar, 1999; Pheasant, 2003;
82
Ramadhani, 2003 dalam Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008).
Selengkapnya akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Karakteristik Tempat Duduk
Tempat duduk dan meja sebagai permukaan kerja mempunyai
pengaruh yang penting terhadap kondisi fisik seseorang dan menjadi sarana
penunjang utama dalam bekerja. Tempat duduk harus dapat memberikan
kenyamanan bagi pemakainya sehingga dapat mengurangi kelelahan orang
yang duduk pada saat orang tersebut bekerja (Sutanto, dkk., 1999 dalam
Puswiartika, 2008)
Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan
bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera
punggung para pekerja. Menurut Bridger (1995) dalam studi yang dilakukan
di Eastman Kodak Company New York, ditemukan bahwa 35 persen dari
pekerja yang duduk terus menerus selama bekerja, mengunjungi bagian
kesehatan dengan keluhan sakit punggung selama periode 10 tahun.
Seseorang yang mengalami problem sakit punggung yang menetap ini tidak
dapat bertahan duduk selama lebih dari beberapa jam selama sehari bekerja.
Akibatnya pekerja tersebut tidak dapat bekerja dengan baik dan produktivitas
kerjanya menurun.
Apabila karyawan merasakan bahwa tempat duduknya nyaman, maka
kelelahan kerja baik kelelahan fisik (berupa sakit atau nyeri pada sistem
kerangka otot manusia) maupun kelelahan psikis (berupa rasa jemu atau bosan
83
terhadap pekerjaan yang dilakukan) akan berkurang (Anoraga, 1998 dalam
Puswiartika, 2008). Apabila kelelahan kerja berkurang maka tidak akan
banyak terjadi kesalahan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecepatan dan
ketepatan kerja karyawan pun akan meningkat sehingga kinerja dan keluaran
dalam proses produksi akan meningkat atau dengan kata lain produktivitas
kerja para karyawan akan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja perusahaan atau organisasi (Puswiartika, 2008).
Menurut Pheasant (2003), karakteristik tempat duduk yang
mempengaruhi kenyamanan pada saat bekerja dengan posisi duduk terdiri dari
dimensi kursi, sudut dudukan (seat angle), bentuk kursi, dan
bahan/pelapis/bantalan kursi. Dimensi kursi yang dapat diukur antara lain
tinggi dudukan, lebar alas duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran,
lebar sandaran, sudut sandaran, tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran
tangan.
Kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya akan
menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk
tersebut (Pheasant, 2003). Santoso (2004) dalam Mulyono (2010) juga
mengatakan bahwa kenyamanan menggunakan suatu alat sangat tergantung
dari kesesuaian ukuran alat dengan ukuran manusia. Apabila ukuran alat tidak
sesuai dengan manusia penggunanya dalam jangka waktu tertentu, alat
tersebut dapat mengakibatkan stres tubuh berupa ketidaknyamanan, lelah,
pusing, dan nyeri. Pheasant (2003) menambahkan bahwa tidak cukup hanya
84
kesesuaian dimensi tempat duduk dengan penggunanya, posisi seseorang
dalam duduk juga menentukan kenyamanan selama duduk. Hal ini berkaitan
dengan proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk
tersebut. Kenyamanan akan meningkat jika didukung oleh adanya seperti
gundukan bantal, atau hal lain yang mendukung untuk dilakukannya
perubahan postur/posisi selama duduk.
2. Karakteristik Individu
Menurut Pheasant (2003), karakteristik individu yang mempengaruhi
kenyamanan seseorang ketika bekerja dengan posisi duduk antara lain
dimensi tubuh, kondisi tubuh seperti nyeri atau adanya sakit pada tubuh,
sirkulasi atau peredaran darah, dan kondisi pikiran atau tingkat stres. Dimensi
tubuh yang diukur untuk posisi duduk antara lain tinggi duduk tegak (sitting
height), tinggi bahu duduk (sitting shoulder height), tinggi siku duduk (sitting
elbow height), jarak pantat-popliteal (buttock-popliteal length), tinggi
popliteal (popliteal height), lebar bahu (shoulder breadth: bideltoid dan
biacromial), lebar pinggul (hip breadth), dan jarak siku ke ujung jari (elbow-
fingertip length).
Dimensi tubuh manusia memiliki variasi dan berbeda-beda pada setiap
orang. Variasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (Wignjosoebroto,
2000 dan Wicken et. al, 2004)
85
a. Usia
Usia merupakan faktor yang dapat menunjukkan secara jelas
mengenai terdapatnya variasi dimensi ukuran tubuh manusia. Hal ini
terlihat jelas adanya perbedaan ukuran dimensi tubuh antara balita dengan
orang dewasa.
b. Gender
Secara umum, ukuran dimensi tubuh pria lebih besar dibandingkan
dengan ukuran dimensi tubuh wanita. Namun, pada beberapa bagian
tubuh seperti pinggul, hal tersebut tidak berlaku.
c. Suku bangsa/ras
Seperti diketahui bahwa setiap suku bangsa/ras memiliki
karakteristik yang khas terkait dengan ukuran dimensi tubuh mereka.
d. Postur tubuh
Faktor postur tubuh ini biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan sikap
seseorang yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ukuran dimensi tubuh
seseorang.
e. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan khususnya pekerjaan-pekerjaan yang bersifat fisik
dapat melatih otot pada bagian-bagian tubuh tertentu. Hal tersebut
kemudian menyebabkan ukuran yang berbeda pada bagian tubuh tertentu
tersebut dengan ukuran tubuh manusia pada umumnya.
86
f. Nutrisi
Sebagaimana diketahui bahwa asupan nutrisi yang baik akan
mendukung pertumbuhan tubuh manusia dan sebaliknya. Oleh karena itu,
nutrisi memiliki pengaruh terhadap ukuran dimensi tubuh seseorang.
Selain dimensi tubuh dan faktor-faktor lain yang disebutkan di atas
menurut Pheasant (2003), suatu hasil penelitian yang dilakukan oleh Tan et. al
(2010) pada sopir truk di Belanda menunjukkan bahwa umur, tinggi badan,
dan Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index) mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kenyamanan saat mengemudikan truk. Hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa sopir truk yang umurnya lebih tua lebih sering
merasakan ketidaknyamanan pada bahu kanan dibandingkan dengan sopir
truk yang lebih muda. Sopir truk yang memiliki tinggi badan lebih, jarang
merasakan ketidaknyamanan pada kepala dan leher dibandingkan dengan
sopir truk yang lebih pendek. Begitu juga dengan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Sopir truk yang memiliki IMT lebih tinggi, lebih sering merasakan
ketidaknyamanan pada betis kanan setelah satu jam bekerja.
3. Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan yang mempengaruhi kenyamanan seseorang
ketika bekerja dengan posisi duduk menurut Pheasant (2003) terdiri dari
durasi, beban visual, beban fisik, beban mental dan sosial. Sedangkan Kumar
(1999), selain faktor-faktor tersebut, kondisi lingkungan, waktu istirahat dan
87
aktivitas pada waktu istirahat juga ikut mempengaruhi kenyamanan seseorang
ketika bekerja dengan posisi duduk.
Delleman et. al (2004), mengatakan bahwa parameter penting
menyangkut karakterisktik pekerjaan itu sendiri ditentukan oleh durasi rata-
rata komponen pekerjaan atau tugas tertentu. Durasi menunjukkan pada
jumlah waktu seseorang secara terus-menerus terpapar oleh faktor risiko.
Pekerjaan yang membutuhkan otot yang sama atau pergerakan untuk durasi
yang panjang meningkatkan kemungkinan kelelahan lokal dan umum (Cohen
et. al, 1997 dalam Rahmawati, 2010). Mansfield (2007) juga menyebutkan
bahwa duduk dengan postur yang sama (tetap/statis) untuk waktu yang lama
dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan. Risiko tinggi juga telah
ditemukan pada saat duduk untuk waktu yang lama, terutama di kendaraan
(Kelsey, 1975 dan Mangora, 1972 dalam Kumar, 1999).
Menurut Kumar (1999), beban visual terdiri dari jarak dan arah
pandang, ukuran objek yang dilihat, warna, tekstur, dan waktu. Sedangkan
beban fisik terdiri dari ukuran objek kerja (massa, bentuk, dan posisi),
penggunaan tenaga, postur, perpindahan atau pergerakan (tidak statis), dan
waktu. Beban mental dan sosial terdiri dari pembuatan keputusan, konsentrasi,
tekanan waktu, komunikasi dan interaksi sosial. Waktu istirahat dan aktivitas
pada waktu istirahat terdiri dari stabilitas selama istirahat, kemampuan untuk
relaks, bergerak bebas, dan mengubah postur. Sedangkan kondisi lingkungan
88
terdiri dari pencahayaan (tingkat pencahayaan, kontras, silau, dan sumber
cahaya), kebisingan, suhu, iklim, bahan kimia, dan getaran.
Ramadhani (2003) dalam Rusdjijati dan Widodo (2008)
menambahkan bahwa dari faktor lingkungan, selain faktor-faktor tersebut di
atas, juga ada faktor kimia dan biologi. Faktor kimia selain bahan kimia,
keberadaan gas, uap, dan debu juga mempengaruhi kenyamanan seseorang
dalam bekerja. Faktor biologi antara lain seperti bakteri, jamur, virus, dan
cacing penyebab penyakit. Rusdjijati dan Widodo (2008) mengatakan bahwa
faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman
apabila tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan atau
tidak melebihi toleransi manusia untuk menghadapinya.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang Rumah, kadar yang disyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah
antara 18-30oC dan pencahayaan minimal 60 Lux. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan, tingkat kebisingan yang diperbolehkan untuk
kawasan perumahan dan pemukiman adalah tidak lebih dari 55 dB.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan di suatu
tempat, yaitu (Mashuri, 2007 dalam Anggraini et. al, 2012):
89
a. Jarak
Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat. Di
permukaan bumi, gelombang bunyi merambat melalui udara. Dalam
perjalanannya, gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas
karena gesekan dengan udara.
b. Serapan udara
Gelombang suara akan mengalami gesekan dengan udara. Udara
yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada udara bersuhu
tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih rapat sehingga
gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar.
c. Angin
Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang
diterima oleh pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan
mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya.
d. Permukaan bumi
Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan barrier
yang sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung. Sebaliknya,
permukaan yang tertutup aspal jalan atau konblok akan langsung
memantulkan bunyi.
4. Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi Duduk
Setiap individu dalam kehidupannya sehari-hari akan menerima
stimulus atau rangsang berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang
90
berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi
makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian
makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi.
Menurut Robbins (1999) dalam Suprani (2010), persepsi adalah suatu
proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan
indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungan. Sedangkan
menurut Sarwono (1983) dalam Suprani (2010), persepsi dinyatakan sebagai
kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Kemampuan
tersebut antara lain kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, dan
memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda
meskipun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang
bersangkutan.
Dari beberapa pengertian persepsi di atas, persepsi terhadap
kenyamanan posisi duduk dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam
menafsirkan kondisi tempat duduk yang berimplikasi pada rasa nyaman yang
dirasakannya selama menggunakan tempat duduk tersebut. Kantowitz dan
Sorkin (1996) dalam Puswiartika (2008) menjelaskan bahwa persepsi individu
terhadap tempat duduk mempengaruhi kenyamanan duduk seseorang dalam
bekerja. Setiap individu memiliki pandangan yang berlainan terhadap tempat
duduk, karena adanya perbedaan individu masing-masing dalam menerima,
menyeleksi dan mengorganisasi serta menginterpretasikan tempat duduk.
91
Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan kelima indera. Tempat duduk
menurut seseorang mungkin keras, tetapi untuk orang lain tidak begitu keras.
G. Kerangka Teori
Mekanisme kenyamanan oleh faktor-faktor yang telah diuraikan di atas
belum ditemukan secara jelas oleh peneliti, begitu pula pada penelitian
sebelumnya. Oleh karena itu, belum dapat dilihat hubungan secara jelas masing-
masing faktor di atas dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan posisi duduk
seseorang. Sehingga kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kenyamanan Posisi
Duduk
Karakteristik Tempat Duduk:
1. Dimensi Kursi/Tempat Duduk
2. Sudut Dudukan
3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk
4. Bahan Pelapis atau Bantalan
Kursi/Tempat Duduk
Karakteristik Individu:
1. Dimensi Tubuh (Termasuk Tinggi
Badan)
2. Kondisi Tubuh
3. Sirkulasi atau Peredaran Darah
4. Kondisi Pikiran atau Tingkat Stres
5. Usia
6. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Karakteristik Pekerjaan:
1. Durasi
2. Beban Visual
3. Beban Fisik
a. Ukuran Objek (Massa, Bentuk, dan
Posisi)
b. Penggunaan Tenaga
c. Postur
d. Pergerakan
4. Beban Mental dan Sosial
5. Kondisi Lingkungan
6. Waktu Istirahat
7. Aktivitas pada Waktu Istirahat
Persepsi terhadap Kenyamanan Posisi
Duduk
Bagan 2.4
Kerangka Teori (Kumar, 1999; Pheasant, 2003; Ramadhani, 2003 dalam
Rusdjijati dan Widodo, 2008; dan Puswiartika, 2008)
92
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu
saat menyusui dengan memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya
antara lain karakteristik tempat duduk, karakteristik individu, dan karakteristik
pekerjaan atau aktivitas menyusui yang dilakukan. Karakteristik tempat duduk
yang akan diukur yaitu dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk dan pelapis atau
bantalan kursi atau tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui.
Karakteristik individu yang akan diukur yaitu dimensi tubuh, usia, dan Indeks
Massa Tubuh (IMT) ibu. Sedangkan karakteristik pekerjaan yang akan diukur
yaitu durasi menyusui, ukuran objek, postur ibu saat menyusui dengan posisi
duduk, kondisi lingkungan tempat menyusui ibu, dan aktivitas ibu pada waktu
istirahat (sedang tidak menyusui).
Pada penelitian ini, pengukuran dimensi kursi hanya dilakukan pada ibu
yang menyusui dengan duduk menggunakan kursi. Selanjutnya, hasil ukurnya
akan dianalisis kesesuaiannya dengan dimensi tubuh ibu pengguna kursi tersebut.
Faktor kondisi tubuh dan sirkulasi atau peredaran darah tidak diukur
karena keterbatasan peneliti. Sedangkan kondisi pikiran atau tingkat stres tidak
diukur karena penelitian ini hanya ingin melihat gambaran kenyamanan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk, bagaimana kenyamanan ibu betul-betul pada saat
93
dia berada pada posisi duduk tersebut, sehingga faktor yang diukur oleh peneliti
hanya faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, dimana menurut peneliti dapat
menentukan atau mempengaruhi posisi duduk ibu yang pada akhirnya
mempengaruhi kenyamanan ibu selama menyusui dengan posisi duduk.
Begitupun dengan faktor beban mental dan sosial. Selain itu, tujuan akhir dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi yang nyaman dan ergonomis untuk
ibu menyusui.
Kondisi lingkungan yang diukur dalam penelitian ini hanya kondisi
lingkungan fisik saja yang meliputi kebisingan, suhu, dan pencahayaan. Kondisi
lingkungan kimia dan biologi tidak diukur karena mempertimbangkan
keterbatasan peneliti, dimana untuk mengukur kondisi lingkungan kimia dan
biologi memerlukan analisis laboratorium lebih lanjut, seperti kadar debu, jumlah
mikroorganisme, dan sebagainya.
Faktor beban visual tidak diukur karena aktivitas menyusui tidak berkaitan
dengan beban visual. Penggunaan tenaga tidak diukur karena keterbatasan
peneliti. Faktor pergerakan tidak diukur karena aktivitas menyusui merupakan
aktivitas yang statis. Pergerakan yang mungkin terjadi adalah perubahan posisi
duduk ibu. Hal ini akan diukur oleh peneliti sebagai salah satu metode untuk
mengetahui kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui.
Faktor waktu istirahat tidak diukur karena berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, jeda atau selang aktivitas
menyusui tidak jauh berbeda sekitar 2-3 jam, artinya ibu menyusui bayi rata-rata
94
2-3 jam sekali. Waktu istirahat di sini diartikan sebagai waktu dimana ibu sedang
tidak melakukan aktivitas menyusui. Sedangkan faktor persepsi terhadap
kenyamanan posisi duduk tidak diukur karena keterbatasan peneliti.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Kenyamanan Posisi
Duduk Ibu saat
Menyusui
Karakteristik Tempat Duduk:
1. Dimensi Kursi
2. Sudut Dudukan
3. Bentuk Kursi/Tempat Duduk
4. Bahan Pelapis atau Bantalan
Kursi/Tempat Duduk
Karakteristik Individu:
1. Dimensi Tubuh
2. Usia
3. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Karakteristik Pekerjaan:
1. Durasi
2. Ukuran Objek (Berat Badan
Bayi)
3. Postur
4. Kondisi Lingkungan
5. Aktivitas pada Waktu Istirahat
95
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Kenyamanan posisi
duduk
Kondisi perasaan ibu dimana
ibu merasa nyaman, terbebas
dari rasa tidak nyaman atau
tidak adanya sensasi dari tubuh
ibu yang tidak menyenangkan
saat ibu berada pada posisi
duduk saat menyusui.
Semakin sedikit seseorang
mengubah posisi duduknya,
maka hal tersebut menunjukkan
bahwa semakin ia merasa
nyaman. (Branton, 1969 dalam
Karwowski dan Marras, 2003)
Subjektif:
Wawancara
mendalam
Objektif:
Observasi
perubahan posisi
duduk dan
kuesioner
Subjektif:
Pedoman
wawancara,
Objektif:
Lembar
observasi dan
kuesioner Body
Part Discomfort
Scale
Subjektif:
1. Deskripsi kenyamanan
yang dirasakan ibu
saat menyusui dengan
posisi duduk.
Objektif:
2. Perubahan sikap
duduk ibu selama
menyusui
3. Ketidaknyamanan
pada beberapa bagian
tubuh yang tergambar
pada Body Part
Discomfort Scale:
0. Tidak 1. Iya
Ratio
Ordinal
96
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Dengan frekuensi:
1. Kadang-kadang
2. Sering
3. Selalu
Dengan intensitas:
1. Tidak nyaman
2. Sakit
3. Sangat sakit
Ordinal
Ordinal
Dimensi Kursi:
1. Tinggi dudukan
2. Lebar alas
duduk
Tinggi alas duduk yang diukur
dari lantai hingga rangka alas
duduk.
Panjang alas duduk yang diukur
pada bagian terlebar alas duduk
dari sisi paling kanan alas duduk
hinggi sisi paling kiri alas
duduk.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Meteran gulung
Meteran gulung
1. Sesuai dengan tinggi
popliteal pengguna
2. Tidak sesuai dengan
tinggi popliteal
pengguna
1. Sesuai dengan lebar
pinggul pengguna
2. Tidak sesuai dengan
lebar pinggul
pengguna
Ordinal
Ordinal
97
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
3. Kedalaman alas
duduk
4. Tinggi sandaran
punggung
5. Lebar sandaran
punggung
Panjang alas duduk yang diukur
dari bagian paling tepi sebelah
depan kursi hingga bagian
paling tepi sebelah belakang
kursi.
Tinggi sandaran untuk
punggung yang diukur dari alas
duduk.
Lebar sandaran untuk punggung
yang diukur dari sisi terlebar
dimulai dari tepi paling kanan
ke tepi paling kiri.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Meteran gulung
Meteran gulung
Meteran gulung
1. Sesuai dengan jarak
pantat-popliteal
pengguna
2. Tidak sesuai dengan
jarak pantat-popliteal
pengguna
1. Sesuai dengan tinggi
duduk tegak atau
tinggi bahu duduk
pengguna
2. Tidak sesuai dengan
tinggi duduk tegak
atau tinggi bahu
duduk pengguna
1. Sesuai dengan lebar
bahu bideltoid atau
biacromial pengguna
Ordinal
Ordinal
Ordinal
98
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
6. Sudut Sandaran
7. Tinggi sandaran
tangan
8. Panjang
sandaran tangan
Sudut yang dibentuk oleh
sandaran punggung dengan alas
duduk.
Tinggi sandaran untuk tangan
yang diukur dari alas duduk
hingga sisi yang paling atas
sandaran tangan.
Panjang sandaran untuk tangan
yang diukur dari sisi yang
berbatasan langsung dengan
sandaran punggung.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Busur derajat
Meteran gulung
Meteran gulung
2. Tidak sesuai dengan
lebar bahu bideltoid
atau biacromial
pengguna
Sudut dalam derajat
1. Sesuai dengan tinggi
siku duduk pengguna
2. Tidak sesuai dengan
tinggi siku duduk
pengguna
1. Sesuai dengan jarak
siku ke ujung jari
pengguna
2. Tidak sesuai dengan
jarak siku ke ujung
jari pengguna
Ratio
Ordinal
Ordinal
99
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Sudut Dudukan Sudut yang dibentuk antara
bidang datar horizontal (sejajar
dengan lantai) dengan alas duduk.
Pengukuran
langsung
Penggaris dan
busur derajat
Sudut dalam derajat Ratio
Bentuk
Kursi/Tempat
Duduk
Model tempat duduk yang biasa
digunakan ibu saat menyusui.
Observasi Lembar
observasi dan
kamera digital
Gambaran tempat duduk
yang biasa digunakan ibu
saat menyusui
Nominal
Bahan
Pelapis/Bantalan
Kursi atau Tempat
Duduk
Bahan tempat duduk atau
bantalan yang melapisi serta
peralatan bantu seperti bantalan
yang menunjang posisi duduk
ibu di tempat duduk yang biasa
digunakan ibu saat menyusui.
Observasi Lembar
observasi dan
kamera digital
Gambaran bahan
pelapis/bantalan tempat
duduk dan bantalan yang
menunjang posisi duduk
ibu di tempat duduk yang
biasa digunakan ibu saat
menyusui
Nominal
Dimensi Tubuh
1. Tinggi duduk
tegak
Jarak vertikal alas duduk sampai
ujung atas kepala. Subjek duduk
tegak dengan mata memandang
lurus ke depan dan membentuk
sudut siku-siku.
Pengukuran
langsung
Sit Body
Measurement
Ukuran tinggi duduk
tegak dalam cm
Ratio
100
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
2. Tinggi bahu
duduk
3. Tinggi siku
duduk
4. Jarak pantat-
popliteal
5. Tinggi popliteal
Jarak vertikal dari permukaan
alas duduk sampai ujung tulang
bahu yang menonjol pada saat
subjek duduk tegak.
Jarak vertikal dari permukaan
alas duduk sampai ujung bawah
siku kanan. Subjek duduk tegak
dengan lengan atas vertikal di
sisi badan dan lengan bawah
membentuk sudut siku-siku
dengan lengan atas.
Jarak horizontal dari bagian
terluar pantat sampai lekukan
lutut sebelah dalam. Paha dan
kaki bagian bawah membentuk
sudut siku-siku.
Jarak vertikal dari lantai sampai
bagian bawah paha.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Sit Body
Measurement
Meteran gulung
Sit Body
Measurement
Sit Body
Measurement
Ukuran tinggi bahu duduk
dalam cm
Ukuran tinggi siku duduk
dalam cm
Ukuran jarak pantat-
popliteal dalam cm
Ukuran tinggi popliteal
dalam cm
Ratio
Ratio
Ratio
Ratio
101
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
6. Lebar bahu
(bideltoid)
7. Lebar bahu
(biacromial)
8. Lebar pinggul
9. Jarak dari siku
ke ujung jari
Jarak horizontal antara kedua
lengan atas. Subjek duduk tegak
dengan lengan atas merapat ke
badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan.
Jarak horizontal antara kedua
bahu. Subjek duduk tegak
dengan lengan atas merapat ke
badan dan lengan bawah
direntangkan ke depan.
Jarak horizontal dari bagian
terluar pinggul sisi kanan hingga
sisi kiri.
Jarak horizontal dari siku ke
ujung jari tengah pada saat
lengan bawah ditekuk 90o
terhadap lengan atas.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Meteran gulung
Meteran gulung
Meteran gulung
Meteran gulung
Ukuran lebar bahu
(bideltoid) dalam cm
Ukuran lebar bahu
(biacromial) dalam cm
Ukuran lebar pinggul
dalam cm
Ukuran jarak dari siku ke
ujung jari dalam cm
Ratio
Ratio
Ratio
Ratio
102
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Usia Lama masa hidup ibu terhitung
sejak dilahirkan hingga saat
pengumpulan data penelitian ini
dilaksanakan.
Kuesioner Kuesioner Usia dalam tahun Ratio
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Ukuran status gizi ibu
berdasarkan tinggi badan dan
berat badan.
Perhitungan BB
(kg)/TB2 (m)
Alat pengukur
tinggi badan
(microtoise),
timbangan
digital, dan
kalkulator
1. Kurus: < 17,0 atau
17,0-18,5
2. Normal: 18,5-25,0
3. Gemuk: 25,0-27,0 atau
> 27,0
(Depkes, 1994 dalam
Almatsier, 2004)
Ordinal
Durasi Lama waktu yang biasa
dibutuhkan ibu untuk menyusui
bayinya dengan posisi duduk.
Kuesioner Kuesioner Durasi menyusui dalam
menit
Ratio
Ukuran Objek Berat badan bayi pada saat
dilakukan pengumpulan data
penelitian ini.
Pengukuran
langsung
Timbangan berat
badan digital
untuk bayi (Baby
Scale)
Berat badan dalam
kilogram (kg)
Ratio
103
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Postur Kondisi relatif tubuh ibu pada
ruang/tempat tertentu.
(Pheasant, 2003)
Analisis Postur
Tubuh dengan
metode Rapid
Upper Limb
Assesment
(RULA)
Kamera video,
penggaris, busur
derajat, timbangan
berat badan bayi
untuk mengukur
beban objek
Skor RULA dengan
klasifikasi menurut level
risiko:
1. Minimum: Skor 1-2
2. Kecil: Skor 3-4
3. Sedang: Skor 5-6
4. Tinggi: Skor 7
Ordinal
Kondisi
Lingkungan:
1. Kebisingan
2. Suhu
Bunyi yang tidak diinginkan
dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang
dapat menimbulkan gangguan
kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
(KEPMENLH No. 48 Tahun 1996)
Ukuran panas atau dinginnya
suatu benda atau lingkungan.
Pengukuran
langsung
Pengukuran
langsung
Sound Level Meter
Thermohygrometer
1. < 55 dB
2. > 55dB
Suhu dalam oC
Ordinal
Ratio
104
Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
3. Pencahayaan Jumlah penyinaran pada suatu
bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif. (Kep-Menkes RI
No. 1405/MENKES/SK/XI/2002)
Pengukuran
langsung
Lux Meter 1. > 60 lux
2. < 60 lux
(Per-Menkes RI No.
1077/MENKES/PER/V/2011)
Ordinal
Aktivitas pada
Waktu Istirahat
Kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan ibu saat tidak sedang
menyusui.
Kuesioner Kuesioner Gambaran aktivitas ibu saat
sedang tidak menyusui
Nominal
105
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif.
Dalam penelitian ini akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui berdasarkan faktor karakteristik tempat duduk, individu, dan aktivitas
menyusui yang diukur.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012-Mei 2013 di Kelurahan
Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang menyusui di
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur yang menggunakan posisi duduk saat
menyusui. Data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur tersebut
diperoleh melalui posyandu yang berada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut:
106
Keterangan:
n : Besar sampel
Z1-α/2 : Harga kurva normal sesuai α (dalam penelitian ini digunakan α = 0,05
sehingga nilai Z1-α/2 = 1,96)
p : Proporsi kejadian (karena tidak ditemukan pada literatur atau penelitian
lain, maka dalam penelitian ini digunakan nilai p berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang sudah dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Pisangan
yaitu sebesar 0,75)
q : 1-p
d : Beda antara proporsi di sampel dengan di populasi (presisi). Dalam
penelitian ini ditetapkan sebesar 10% = 0,1.
Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka besar
sampel dalam penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut:
Jadi, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak 73 ibu
yang menyusui yang menggunakan posisi duduk saat menyusui. Kriteria utama
sampel adalah ibu yang menyusui dan menggunakan posisi duduk saat menyusui
107
serta ibu bukan ibu yang bekerja, artinya ibu hanya sebagai ibu rumah tangga.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan simple
random sampling, dimana dari sampling frame yang diperoleh dari data sekunder,
kemudian diambil secara acak ibu menyusui yang akan menjadi sampel dalam
penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dan
data primer. Data sekunder berupa data ibu yang menyusui di Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur hingga Januari 2013 dikumpulkan melalui seluruh posyandu yang
berada di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
Data primer berupa data dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk dan bahan
pelapis atau bantalan kursi atau tempat duduk, dimensi tubuh, usia, IMT, durasi,
postur, kondisi lingkungan, aktivitas pada waktu istirahat, dan kenyamanan ibu
saat menyusui dengan posisi duduk. Data dimensi kursi, sudut dudukan, dimensi
tubuh, dan ukuran objek dikumpulkan melalui pengukuran langsung, sedangkan
bentuk dan bahan pelapis atau bantalan tempat duduk dikumpulkan melalui
observasi langsung pada tempat duduk yang biasa digunakan ibu saat menyusui.
Data IMT dikumpulkan berdasarkan hasil perhitungan berat badan dibagi tinggi
badan kuadrat dalam meter (BB dalam kg/TB2 dalam meter). Data berat badan
dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran langsung.
108
Data postur dikumpulkan melalui observasi dengan pengambilan gambar
berupa video kegiatan ibu saat menyusui dengan posisi duduk untuk melihat
posisi tubuh ibu yang kemudian dianalisis dengan metode RULA. Data usia,
durasi, aktivitas pada waktu istirahat dikumpulkan dengan kuesioner. Untuk
kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk, metode pengumpulan data
yang digunakan adalah melalui kuesioner dan wawancara mendalam. Selain itu,
juga dilakukan obervasi perubahan posisi atau sikap duduk ibu selama aktivitas
menyusui dengan posisi duduk berlangsung.
Pada pengumpulan data kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui,
wawancara mendalam dilakukan karena kenyamanan adalah suatu kondisi
perasaan subjektif dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi
tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh
orang lain secara langsung atau dengan observasi, kita harus menanyakan pada
orang tersebut untuk memberitahukan kepada kita seberapa nyaman diri mereka
(Sanders dan McCormick, 1993 dalam Ardiana, 2007) atau mengukur
kenyamanan/ketidaknyamanan secara subjektif (Richards, 1980 dalam De Looze,
2003). Oleh karena itu, metode wawancara mendalam digunakan dalam penelitian
ini untuk memperoleh informasi mendalam mengenai kenyamanan yang
dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Observasi dilakukan untuk
mengetahui perubahan posisi/sikap duduk ibu selama menyusui berlangsung
sebagai salah satu metode untuk mengukur ketidaknyamanan secara objektif
(Karwowski dan Marras, 2003). Sedangkan kuesioner digunakan untuk
109
mengetahui keluhan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh ibu saat
menyusui dengan posisi duduk melalui suatu body map area.
Pengumpulan data primer dilakukan sesaat setelah ibu selesai menyusui.
Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali untuk melihat kekonsistenan data,
terutama informasi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dan aktivitas ibu
saat sedang tidak menyusui dan juga untuk mengetahui aktivitas ibu yang lain
saat tidak sedang menyusui yang berbeda-beda setiap waktunya.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner,
pedoman wawancara, lembar observasi, kamera digital, RULA, sit body
measurement, meteran gulung, busur derajat, alat pengukur tinggi badan
(microtoise), timbangan berat badan digital untuk bayi dan dewasa, sound level
meter, termometer, lux meter, penggaris, dan kalkulator. Kuesioner digunakan
untuk mengumpulkan data usia, durasi menyusui, aktivitas ibu pada waktu
istirahat, dan kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Pedoman wawancara
digunakan untuk mengumpulkan data kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui.
Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui kenyamanan posisi duduk
ibu saat menyusui adalah Body Part Discomfort Scale. Body Part Discomfort
Scale merupakan suatu alat penilaian gejala secara subjektif, yang digunakan
untuk mengevaluasi pengalaman ketidaknyamanan responden secara langsung
110
pada bagian tubuh yang berbeda (Corlett dan Bishop, 1976). Pada Body Part
Discomfor Scale, tubuh dibagi menjadi 12 bagian, yaitu leher, bahu (kanan dan
kiri), punggung bagian atas, punggung bagian bawah (kanan dan kiri), siku-siku
(kanan dan kiri), lengan bawah (kanan dan kiri), pergelangan tangan (kanan dan
kiri), pinggul (kanan dan kiri), paha (kanan dan kiri), lutut (kanan dan kiri), betis
(kanan dan kiri), dan tumit (kanan dan kiri). Selain responden akan memberikan
tanda pada bagian tubuh yang mengalami ketidaknyamanan, juga ditanyakan
frekuensi (seberapa sering) dan intensitas (seberapa parah) responden mengalami
ketidaknyamanan pada bagian tubuh yang ditandai tersebut. Frekuensinya terdiri
dari: 1) Kadang-kadang, 2) Sering, 3) Selalu. Sedangkan Intensitasnya terdiri dari:
1) Tidak nyaman, 2) Sakit, 3) Sangat sakit.
Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi karakteristik tempat
duduk yang biasa digunakan ibu saat menyusui yang meliputi bentuk tempat
duduk dan bantalan tempat duduk atau yang digunakan ibu untuk menunjang
posisi duduk ibu saat menyusui. Selain itu, lembar obervasi juga digunakan untuk
mengobservasi perubahan posisi duduk ibu selama kegiatan menyusui
berlangsung untuk mengetahui intensitas ketidaknyamanan ibu saat menyusui
dengan posisi duduk tersebut. Kamera digital digunakan untuk mengobservasi
posisi duduk ibu saat menyusui yang hasilnya akan digunakan untuk analisis
postur ibu saat menyusui dengan metode RULA. Selain itu, kamera digital juga
digunakan sebagai alat bantu untuk mengobservasi karakteristik tempat duduk
yang biasa digunakan ibu saat menyusui.
111
Sit Body Measurement digunakan untuk mengukur dimensi tubuh ibu
yang meliputi tinggi duduk tegak, tinggi bahu duduk, tinggi popliteal, dan jarak
pantat-popliteal. Sedangkan meteran gulung digunakan untuk mengukur dimensi
tubuh yang tidak dapat diukur dengan Sit Body Measurement yaitu tinggi siku
duduk, lebar bahu (bideltoid dan biacromial), lebar pinggul, dan jarak siku ke
ujung jari. Selain itu, meteran gulung juga digunakan untuk mengukur dimensi
kursi.
Penggaris dan busur derajat digunakan untuk melakukan analisis RULA
berdasarkan hasil observasi untuk menentukan kemiringan tubuh atau gerakan
tubuh pada saat menyusui dengan posisi duduk, yaitu tubuh bagian lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan, leher, batang tubuh, dan kaki. Busur derajat
juga digunakan untuk mengukur sudut dudukan dan sudut sandaran.
Microtoise digunakan untuk mengukur tinggi badan ibu dan timbangan
berat badan digital digunakan untuk mengukur berat badan ibu secara langsung.
Begitu juga dengan timbangan berat badan digital untuk bayi digunakan untuk
mengukur secara langsung berat badan bayi. Sound Level Meter digunakan untuk
mengukur tingkat kebisingan, termometer untuk mengukur suhu, dan Lux Meter
untuk mengukur tingkat pencahayaan di lingkungan tempat ibu melakukan
aktivitas menyusui. Sedangkan kalkulator digunakan untuk menghitung IMT ibu
berdasarkan berat badan dan tinggi badan ibu.
112
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari empat jenis pengolahan
data, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk dari hasil
kuesioner, kesesuaian dimensi kursi dan dimensi tubuh, penilaian postur dengan
metode RULA, dan hasil wawancara mendalam.
Untuk pengolahan data dari hasil kuesioner, terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1. Data Coding
Data coding merupakan kegiatan mengklasifikasi data dan
memberikan kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan
dikumpulkannya data.
Pengkodean data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Adanya ketidaknyamanan pada bagian tubuh : 0. Tidak
1. Iya
1) Dengan frekuensi : 1. Kadang-kadang
2. Sering
3. Selalu
2) Dengan Intensitas : 1. Tidak nyaman
2. Sakit
3. Sangat Sakit
b. Dimensi kursi : 1. Sesuai dengan dimensi tubuh pengguna
2. Tidak sesuai dengan dimensi tubuh pengguna
113
c. Skor analisis RULA berdasarkan level risiko : 1. Minimum: Skor 1-2
4. Kecil: Skor 3-4
5. Sedang: Skor 5-6
6. Tinggi: Skor 7
d. Indeks Massa Tubuh (IMT) : 1. Kurus: < 17,0 atau 17,0-18,5
2. Normal: 18,5-25,0
3. Gemuk: 25,0-27,0 atau > 27,0
e. Kebisingan : 1. < 55 dB
2. > 55 dB
f. Pencahayaan : 1. > 60 lux
2. < 60 lux
3. Data Editing
Data editing adalah penyuntingan memeriksa kembali data yang
dilakukan sebelum proses pemasukan data (data entry). Penyuntingan data ini
dilakukan di lapangan. Hal-hal yang dapat dilakukan meliputi:
a. Memeriksa kembali apakah semua jawaban responden dapat dibaca.
b. Memeriksa kembali apakah semua pertanyaan yang diajukan kepada
responden telah dijawab.
c. Memeriksa kembali apakah hasil isian yang diperoleh sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti.
d. Memeriksa kembali apakah masih ada kesalahan-kesalahan lain yang
terdapat pada kuesioner dan jawaban responden.
114
3. Data Structure
Data structure dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan
dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan.
4. Data Entry
Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program
atau fasilitas analisis data.
5. Data Cleaning
Data cleaning merupakan proses pembersihan data setelah data di
entri. Cara yang sering dilakukan adalah dengan melihat distribusi frekuensi
dari variabel-variabel dan menilai kelogisannya. Untuk data continue dapat
dilihat sebarannya untuk melihat ada atau tidaknya outliers.
Sedangkan pengolahan data untuk melihat kesesuaian dimensi kursi
dengan dimensi tubuh dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dikumpulkan data dimensi kursi yang terdiri dari tinggi dudukan, lebar alas
duduk, kedalaman alas duduk, tinggi sandaran punggung, lebar sandaran
punggung, tinggi sandaran tangan, dan panjang sandaran tangan serta data
dimensi tubuh yang terdiri dari tinggi duduk tegak, tinggi bahu duduk, tinggi
siku duduk, jarak pantat-popliteal, tinggi popliteal, lebar bahu (bideltoid dan
biacromial), lebar pinggul, dan jarak siku ke ujung jari dari masing-masing
responden.
2. Data tinggi dudukan yang terukur dibandingkan dengan data tinggi popliteal
ibu, lebar alas duduk dibandingkan dengan lebar pinggul, kedalaman alas
115
duduk dibandingkan dengan jarak pantat-popliteal, tinggi sandaran punggung
dibandingkan dengan tinggi duduk tegak atau tinggi bahu duduk, lebar
sandaran punggung dibandingkan dengan lebar bahu (bideltoid atau
biacromial), tinggi sandaran tangan dibandingkan dengan tinggi siku duduk,
dan panjang sandaran tangan dibandingkan dengan jarak siku ke ujung jari.
Kemudian masing-masing dilihat kesesuaian ukurannya antara dimensi kursi
dan dimensi tubuh yang terukur.
3. Dilakukan pengklasifikasian pada masing-masing dimensi kursi, yaitu dimensi
kursi yang sesuai dengan dimensi tubuh ibu dan dimensi kursi yang tidak
sesuai dengan dimensi tubuh ibu.
Untuk pengolahan data penilaian postur dengan metode RULA, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memberi skor pada postur tubuh grup A yang terdiri dari lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan.
a. Kriteria penilaian lengan atas:
1) Skor 1 untuk pergerakan lengan atas sebesar 20o ke depan maupun ke
belakang tubuh.
2) Skor 2 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 20o ke belakang atau
20o-45
o.
3) Skor 3 untuk pergerakan lengan atas 45o-90
o
4) Skor 4 untuk pergerakan lengan atas lebih dari 90o.
116
Penambahan atau pengurangan skor diberikan apabila sikap bahu
naik (ditambah 1), lengan berputar atau bengkok (ditambah 1), dan
terdapat sanggahan pada lengan atau lengan dalam posisi bersandar
(dikurangi 1).
b. Kriteria penilaian lengan bawah:
1) Skor 1 untuk pergerakan lengan bawah sebesar 60o-100
o.
2) Skor 2 untuk pergerakan lengan bawah 0o-60
o atau lebih dari 100
o.
Penambahan skor diberikan apabila lengan bawah bekerja melewati
garis tengah atau keluar dari sisi tubuh (masing-masing ditambah skor 1).
c. Kriteria penilaian pergelangan tangan:
1) Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi netral.
2) Skor 2 apabila pergerakan pergelagan tangan 0o-15
o ke atas maupun ke
bawah.
3) Skor 3 apabila pergerakan pergelangan tangan lebih dari 15o.
Penambahan skor diberikan apabila pergerakan pergelangan tangan
menjauhi sisi tengah, yaitu ditambah skor 1.
d. Kriteria penilaian putaran pergelangan tangan:
1) Skor 1 apabila pergelangan tangan berada pada posisi tengah dari
putaran.
2) Skor 2 apabila pergelangan tangan berada pada atau dekat dari
putaran.
117
2. Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup A selesai
diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel A.
Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor postur
tubuh grup A.
3. Skor postur tubuh grup A kemudian ditambahkan dengan skor aktivitas, yaitu
untuk postur statis (satu atau lebih bagian tubuh statis atau diam) atau
pengulangan (tindakan dilakukan berulang-ulang lebih dari empat kali per
menit) ditambahkan skor 1.
4. Setelah ditambahkan skor aktivitas, ditambahkan juga skor beban dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Skor 0 ditambahkan untuk beban kurang dari 2 kg.
b. Skor 1 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan hanya sesekali dilakukan.
c. Skor 2 ditambahkan untuk beban 2-10 kg dan jika postur statis dan
dilakukan berulang-ulang.
d. Skor 3 diberikan untuk beban lebih dari 10 kg.
5. Skor postur tubuh grup A, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan. Hasil
penjumlahannya dimasukkan pada tabel C.
6. Memberikan skor pada postur tubuh grup B yang terdiri dari leher, batang
tubuh, dan kaki.
a. Kriteria penilaian leher:
1) Skor 1 diberikan apabila pergerakan leher 0o-10
o ke depan.
2) Skor 2 diberikan apabila pergerakan leher 10o-20
o ke depan.
118
3) Skor 3 diberikan apabila pergerakan leher lebih dari 20o ke depan.
4) Skor 4 diberikan apabila pergerakan leher ke atas (ekstensi).
Penambahan skor pada leher diberikan apabila leher berputar atau
menekuk. Masing-masing ditambahkan skor 1.
b. Kriteria penilaian batang tubuh:
1) Skor 1 diberikan apabila berada pada posisi duduk dan ditopang
dengan baik (terdapat sandaran) dengan sudut paha-tubuh 90o atau
lebih.
2) Skor 2 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 0o-20
o atau ketika
duduk tidak terdapat sandaran.
3) Skor 3 diberikan apabila pergerakan batang tubuh 20o-60
o.
4) Skor 4 diberikan apabila pergerakan batang tubuh lebih dari 60o.
Penambahan skor pada batang tubuh dilakukan apabila batang
tubuh berputar atau bungkuk. Masing-masing ditambahkan skor 1.
c. Kriteria penilaian kaki:
1) Skor 1 diberikan apabila posisi kaki normal atau seimbang dimana
bobot tubuh tersebar merata pada kaki.
2) Skor 2 diberikan apabila posisi kaki tidak seimbang dimana kaki tidak
tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata.
7. Setelah penilaian pada masing-masing postur tubuh pada grup B selesai
diberikan, kemudian masing-masing skornya dimasukkan ke dalam tabel B.
119
Pertemuan silang antara masing-masing skor akan menghasilkan skor postur
tubuh grup B.
8. Setelah diperoleh hasil skor postur tubuh grup B, kemudian ditambahkan skor
aktivitas dan skor beban sebagaimana disebutkan di atas.
9. Skor postur tubuh grup B, skor aktivitas, dan skor beban dijumlahkan. Hasil
penjumlahannya dimasukkan pada tabel C.
10. Pertemuan silang antara skor hasil penjumlahan skor tubuh grup A, skor
aktivitas, dan skor beban dengan skor hasil penjumlahan skor tubuh grup B,
skor aktivitas, dan skor beban pada tabel C menghasilkan skor akhir RULA.
11. Skor akhir RULA kemudian digunakan untuk menentukan level risiko
ergonomi dan tindakan yang harus dilakukan.
Sedangkan pengolahan data hasil wawancara mendalam, dilakukan
dengan cara mereduksi data hasil wawancara mendalam. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Miles
dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2009)
Pada penelitian ini, hasil wawancara mendalam yang telah direkam,
diterjemahkan secara tertulis berupa transkrip wawancara. Selanjutnya
keseluruhan data tersebut dikumpulkan dan direduksi dan disajikan dalam bentuk
teks naratif sesuai dengan tujuan dilakukannya wawancara mendalam.
120
G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini hanya berupa analisis
deskriptif dimana akan dilihat gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui berdasarkan masing-masing faktor yang mempengaruhi kenyamanan
posisi duduk yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program
analisis data pada komputer.
Kajian pada analisis deskriptif meliputi penataan, peringkasan, dan
penggambaran. Penataan pada umumnya berupa tabel-tabel baik tabel distribusi
frekuensi maupun tabel silang yang melibatkan dua atau lebih variabel.
Peringkasan meliputi ukuran pusat atau ukuran tengah dan ukuran penyebaran.
Ukuran pusat misalnya modus, median, dan mean. Sedangkan ukuran penyebaran
antara lain rentang, variasi, standard deviasi, dan lain-lain. Penggambaran data
pada analisis deskriptif dapat berupa diagram batang, diagram lingkaran,
histogram, dan sebagainya (Fajar, 2009). Setelah dilakukan analisis data, hasilnya
kemudian diinterpretasikan dan dibahas sesuai dengan tujuan penelitian.
121
BAB V
HASIL
A. Gambaran Kelurahan Pisangan
Kelurahan Pisangan merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Batas wilayah Kelurahan
Pisangan adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara : Cireundeu, Ciputat Timur
2. Sebelah selatan : Pondok Cabe Ilir, Pamulang
3. Sebelah timur : Cinere, Limo
4. Sebelah barat : Cempaka Putih, Ciputat Timur
Luas wilayah Kelurahan Pisangan adalah sebesar 405 ha/m2 dengan luas
pemukiman 380 ha/m2. Penduduk di Kelurahan Pisangan berjumlah 29.779 orang
yang terdiri dari 15.035 penduduk laki-laki (50,49%) dan 14.744 penduduk
perempuan (49,51%). Kelurahan Pisangan terbagi menjadi 18 RW dengan 108
RT.
Kondisi lingkungan di Kelurahan Pisangan antara lain yaitu Kelurahan
Pisangan mempunyai suhu rata-rata harian sekitar 24-34oC dan memiliki tingkat
kebisingan yang tergolong tingkat kebisingan ringan. (Profil Kelurahan Pisangan,
2012)
Kelurahan Pisangan mempunyai posyandu yang aktif yang berjumlah 23
posyandu. Berikut daftar posyandu yang ada di Kelurahan Pisangan.
122
Tabel 5.1
Daftar Nama Posyandu di Kelurahan Pisangan
No. Nama Posyandu Alamat
1. Melati I Jl. Lurah Disah RT 02 RW 01
2. Melati II Jl. Legoso Raya RT 03 RW 07
3. Melati III Jl. Legoso Raya RT 06 RW 01
4. Mawar I Jl. H. Muri Salim RT 02 RW 02
5. Mawar II Jl. Puri Intan RT 04 RW 17
6. Mawar III Jl. Purnawarman RT 03 RW 02
7. Anggrek Jl. Legoso Gg. Gandaria RT 01 RW
02
8. Tulip Komplek Telkom
9. Nirwana Jl. Legoso Raya RT 04 RW 11
10. Wijaya Kusuma Jl. Legoso RT 04 RW 01
11. Kenanga Ciputat Molek RT 05 RW 07
12. Bugenvil Jl. Jambu II RT 01 RW 11
13. Nusa Indah I Jl. Kertamukti RT 04 RW 08
14. Flamboyan I Jl. Bungur RT 05 RW 08
15. Flamboyan II Jl. Sedap Malam RT 08 RW 08
16. Melon Jl. Tarumanegara RT 03 RW 10
17. Cempaka I Jl. Cirendeu Indah I RT 05 RW 03
18. Cempaka II Jl. Lebak Hijau Pemancingan RT 05
RW 05
19. Cempaka III Jl. Gelagah RT 02 RW 03
20. Dahlia Jl. Pluto Dalam RT 05 RW 04
21. Peruri Komplek Peruri RT 08 RW 02
22. Soka Jl. Pondok Hijau RW 09
23. Teratai Masjid Al Mabrur RT 01 RW 01
Sumber: Data Posyandu Kelurahan Pisangan Tahun 2012
B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun
2013
Berdasarkan hasil observasi, diperoleh bahwa sebagian besar ibu yang
menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan lebih memilih duduk di
atas tempat duduk yang bukan kursi atau ibu tidak menggunakan kursi saat
menyusui dengan duduk, yaitu sebesar 75,3% (55 orang) yang terdiri dari ibu
yang lebih sering menyusui dengan duduk di atas tempat tidur 37% (27 orang), di
atas lantai tanpa alas 37% (27 orang), dimana saja sesuai dengan keinginan ibu
123
tetapi bukan kursi (duduk di bawah bukan kursi) 1,4% (1 orang). Sedangkan ibu
yang selalu menyusui dengan duduk di kursi berjumlah 18 orang (24,7%). Kursi
yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di rumah terdiri dari
kursi sofa atau sejenisnya 12,4% (9 orang), kursi makan 1,4% (1 orang), kursi
kantor/kursi kerja yang dapat berputar/adjustment 1,4% (1 orang), kursi kecil
1,4% (1 orang), kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan 1,4% (1
orang), kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan 1,4% (1 orang), dan
kursi lainnya 5,5% (4 orang). Berikut tabel distribusi tempat duduk yang
digunakan ibu saat menyusui dengan duduk:
Tabel 5.2
Distribusi Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Tempat Duduk
yang Digunakan n %
Jenis Tempat
Duduk yang
Digunakan
n %
1. Bukan Kursi 55 75,3
Di atas tempat tidur 27 37
Di atas lantai 27 37
Di mana saja (di
bawah dan bukan
kursi)
1 1,4
2. Kursi 18 24,7
Sofa dan sejenisnya 9 12,4
Kursi makan 1 1,4
Kursi kantor/kerja
yang dapat
berputar/adjustment
1 1,4
Kursi kecil 1 1,4
Kursi plastik tanpa
sandaran punggung
dan tangan
1 1,4
Kursi plastik dengan
sandaran punggung
dan tangan
1 1,4
Kursi lainnya 4 5,5
Total 73 100 73 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
124
Gambar tempat duduk dan kursi-kursi yang digunakan ibu saat menyusui:
Gambar 5.1
Sofa dan Sejenisnya
Gambar 5.2
Kursi Makan
Gambar 5.3
Kursi kantor/kerja yang dapat
berputar/adjustment
Gambar 5.4
Kursi Kecil
Gambar 5.5
Kursi Plastik tanpa Sandaran
Punggung dan Tangan
Gambar 5.6
Kursi Plastik dengan Sandaran
Punggung dan Tangan
125
Gambar posisi duduk ibu saat menyusui:
Secara umum, posisi duduk ibu saat menyusui adalah dengan salah satu
tangan memegang bayi/menyangga/menopang kepala bayi (sesuai dengan
payudara yang disusukan. Jika payudara kanan, tangan kanan ibu yang
digunakan untuk menyangga kepala bayi. Jika payudara kiri, maka tangan kiri
ibu yang digunakan untuk menyangga kepala bayi), dengan pandangan ibu
mengarah ke bayi selama menyusui. Punggung ibu sedikit membungkuk dengan
bersandar maupun tidak, memposisikan sedemikian rupa agar posisi payudara
Gambar 5.8
Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
Gambar 5.7
Contoh Salah Satu Kursi
Lainnya
126
ibu pas dengan mulut bayi atau ibu menggunakan sanggahan (peralatan bantu,
biasanya berupa bantal) pada tangan yang digunakan ibu untuk menyangga
kepala bayi atau meniggikan posisi paha ibu agar posisi mulut bayi pas ke
payudara ibu.
Tangan ibu yang tidak digunakan untuk menyangga bayi digunakan ibu
untuk memegang payudara ibu yang sedang disusukan. Kaki ibu bersila atau
selonjor (jika ibu menyusui tidak di atas kursi) atau kaki ibu menggantung secara
vertikal (jika ibu menyusui dengan duduk di atas kursi) sesuai dengan posisi
yang paling nyaman menurut ibu.
C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Penilaian kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dilakukan dengan
tiga cara, yaitu dengan kuesioner Body Part Discomfort Scale, observasi
perubahan sikap duduk ibu selama menyusui, dan wawancara mendalam terkait
kenyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui. Berdasarkan hasil kuesioner
Body Part Discomfort Scale diperoleh bahwa sebesar 80,8% (57 orang)
menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh selama
menyusui berlangsung. Berikut ini disajikan tabel frekuensi dan intensitas
ketidakyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai oleh ibu pada Body
Part Discomfort Scale.
127
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu
saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Bagian Tubuh
Frekuensi Total
(orang) Kadang-
kadang Sering Selalu
n % n % n % N %
1. Leher 6 8,2 1 1,4 1 1,4 8 11
2. Bahu kanan 14 19,2 6 8,2 1 1,4 21 28,8
3. Bahu kiri 10 13,7 3 4,1 1 1,4 14 19,2
4. Siku kanan 6 8,2 3 4,1 0 0 9 12,3
5. Siku kiri 11 15,1 4 5,5 1 1,4 16 21,9
6. Lengan bawah
kanan
2 2,7 1 1,4 0 0 3 4,1
7. Lengan bawah kiri 4 5,5 2 2,7 1 1,4 7 9,6
8. Tangan/pergelangan
tangan kanan
0 0 1 1,4 0 0 1 1,4
9. Tangan/pergelangan
tangan kiri
2 2,7 1 1,4 0 0 3 4,1
10. Punggung bagian
atas
10 13,7 2 2,7 0 0 12 16,4
11. Punggung bagian
bawah kanan
14 19,2 9 12,3 1 1,4 24 32,9
12. Punggung bagian
bawah kiri
14 19,2 8 11 1 1,4 23 31,5
13. Pinggul kanan 8 11 2 2,7 0 0 10 13,7
14. Pinggul kiri 7 9,6 1 1,4 0 0 8 11
15. Paha kanan 1 1,4 1 1,4 0 0 2 2,7
16. Paha kiri 3 4,1 1 1,4 0 0 4 5,5
17. Lutut kanan 3 4,1 1 1,4 0 0 4 5,5
18. Lutut kiri 5 6,8 2 2,7 0 0 7 9,6
19. Betis kanan 3 4,1 3 4,1 0 0 6 8,2
20. Betis kiri 5 6,8 3 4,1 0 0 8 11
21. Tumit kanan 2 2,7 1 1,4 0 0 3 4,1
22. Tumit kiri 3 4,1 0 0 0 0 3 4,1
Sumber: Data Primer Tahun 2013
128
Tabel 5.4
Distribusi Intensitas Ketidaknyamanan pada Beberapa Bagian Tubuh Ibu
saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Bagian Tubuh
Intensitas Total
(orang) Tidak
Nyaman Sakit
Sangat
Sakit
n % n % n % n %
1. Leher 4 5,5 4 5,5 0 0 8 11
2. Bahu kanan 13 17,8 8 11 0 0 21 28,8
3. Bahu kiri 11 15,1 3 4,1 0 0 14 19,2
4. Siku kanan 8 11 1 1,4 0 0 9 12,3
5. Siku kiri 15 20,5 1 1,4 0 0 16 21,9
6. Lengan bawah
kanan
3 4,1 0 0 0 0 3 4,1
7. Lengan bawah kiri 6 8,2 1 1,4 0 0 7 9,6
8. Tangan/pergelangan
tangan kanan
1 1,4 0 0 0 0 1 1,4
9. Tangan/pergelangan
tangan kiri
1 1,4 2 2,7 0 0 3 4,1
10. Punggung bagian
atas
8 11 4 5,5 0 0 12 16,4
11. Punggung bagian
bawah kanan
17 23,3 7 9,6 0 0 24 32,9
12. Punggung bagian
bawah kiri
16 21,9 7 9,6 0 0 23 31,5
13. Pinggul kanan 7 9,6 3 4,1 0 0 10 13,7
14. Pinggul kiri 6 8,2 2 2,7 0 0 8 11
15. Paha kanan 2 2,7 0 0 0 0 2 2,7
16. Paha kiri 3 4,1 1 1,4 0 0 4 5,5
17. Lutut kanan 3 4,1 1 1,4 0 0 4 5,5
18. Lutut kiri 5 6,8 2 2,7 0 0 7 9,6
19. Betis kanan 6 8,2 0 0 0 0 6 8,2
20. Betis kiri 8 11 0 0 0 0 8 11
21. Tumit kanan 1 1,4 2 2,7 0 0 3 4,1
22. Tumit kiri 2 2,7 1 1,4 0 0 3 4,1
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.3 dan 5.4 di atas, terlihat bahwa ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh ibu saat menyusui dengan posisi duduk dengan persentase
terbesar adalah pada bahu kanan sebesar 28,8% dengan frekuensi kadang-kadang
(19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (17,8%), siku kiri sebesar 21,9%
129
dengan frekuensi kadang-kadang (15,1%) dan dengan intensitas tidak nyaman
(20,5%), punggung bagian bawah kanan yaitu sebesar 32,9% dengan frekuensi
kadang-kadang (19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (23,3%), dan
punggung bagian bawah kiri sebesar 31,5% dengan frekuensi kadang-kadang
(19,2%) dan dengan intensitas tidak nyaman (21,9%).
Sedangkan berdasarkan hasil observasi perubahan sikap duduk, semua ibu
mengalami perubahan sikap duduk selama menyusui dengan posisi duduk.
Kegiatan observasi tidak dapat dilakukan kepada semua responden. Hal ini
disebabkan karena ada sebagian responden yang tidak bersedia untuk diobservasi
karena menyusui merupakan aktivitas privasi ibu. Berikut tabel distribusi lama
menyusui dengan posisi duduk saat dilakukan observasi.
Tabel 5.5
Distribusi Lama Menyusui dengan Posisi Duduk saat Dilakukan Observasi
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Lama Menyusui saat
Observasi 6,91 menit 5,70 menit 1,00 menit 23,47 menit
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Dari tabel 5.5 di atas terlihat bahwa pada saat dilakukan observasi, waktu
menyusui minimum adalah satu menit dan maksimum adalah 23,47 menit.
Sedangkan rata-rata lama menyusui adalah 6,91 menit dengan standar deviasi
5,70 menit.
Pada rentang waktu tersebut, ibu mengubah sikap duduknya rata-rata
sebanyak 3 kali dengan standar deviasi 2 kali. Jumlah perubahan sikap duduk
130
minimum adalah sebanyak satu kali dan maksimum 12 kali. Sebagaimana dapat
dilihat pada tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6
Distribusi Jumlah Perubahan Sikap Duduk Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
(Berdasarkan Observasi)
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Jumlah Perubahan Sikap
Duduk 3 kali 2 kali 1 kali 12 kali
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Perubahan sikap duduk ibu yang terjadi terdiri dari perubahan sikap kaki,
tangan, kepala, bahu, dan punggung ibu. Perubahan sikap kaki yang terjadi yaitu
perubahan dari sikap duduk bersila menjadi duduk dengan kaki berselonjor atau
sebaliknya dari berselonjor menjadi bersila, atau dari bersila kedua kaki ibu
kemudian satu kaki tetap bersila dan satu kaki berselonjor, atau kedua kaki
berselonjor dengan posisi kedua kaki disilangkan (kaki kanan di atas kaki kiri
atau sebaliknya).
Perubahan sikap tangan terjadi pada tangan ibu yang menyangga kepala
bayi. Kadang ibu mengangkat sebentar kepala bayi dan menyangganya dengan
telapak tangan ibu kemudian meletakkannya kembali pada lekukan siku ibu
sebagaimana posisi sebelumnya. Perubahan sikap tangan yang lain, yaitu ibu
mengangkat tangan yang menyangga kepala bayi mendekati payudara ibu yang
disusukan, kemudian berubah menjadi tangan ibu yang menyangga bayi
diletakkan pada paha atau bantal (jika ibu menggunakan sanggahan bantal) dan
sebaliknya dari diletakkan di paha atau bantal menjadi diangkat mendekati
payudara ibu yang disusukan. Hal ini menyebabkan perubahan posisi badan ibu
131
terutama punggung ibu menjadi membungkuk atau dari membungkuk menjadi
tegak atau bersandar, baik bersandar pada sandaran kursi (untuk ibu yang
menggunakan kursi) maupun bersandar pada dinding.
Selama menyusui, pandangan ibu tidak seterusnya mengarah kepada bayi.
Tetapi ibu sesekali mengangkat kepalanya dan posisi leher ibu berada pada posisi
tegak, hanya menoleh ke kanan atau ke kiri. Namun, pada saat pandangan ibu
mengarah ke bayi, posisi leher ibu menjadi menunduk dan bengkok. Begitu
seterusnya perubahan sikap kepala atau leher ibu selama aktivitas menyusui
berlangsung.
Hasil dari wawancara mendalam dengan ibu yang menyusui dengan
posisi duduk menunjukkan bahwa ibu tidak mempunyai ketentuan khusus
terhadap posisi duduk yang membuat ibu merasa nyaman saat menyusui. Ibu
lebih cenderung mengutamakan ketepatan posisi bayi terhadap payudara ibu saat
menyusui. Jadi, posisi duduk ibu mengikuti posisi yang pas untuk bayi. Seperti
kutipan hasil wawancara berikut:
“Engga bisa nyender sih, kan ngikutin bayi. Kalau bayinya udah enak
kadang saya baru bisa nyantai.”(Ibu Yp)
Ibu mengatakan bahwa ketidaknyamanan dengan posisi duduk ibu saat
menyusui mulai dirasakan ibu setelah menyusui berlangsung selama lima menit.
Seperti kutipan hasil wawancara berikut:
“Lima menitan udah mulai ngerasa kesemutan...” (Ibu Dw)
“Ya itu kalau udah deket-deket 5 menitan. Biasanya empat menit saat
menyusui udah mulai kesemutan.” (Ibu Tk)
132
“Paling selama 5 menit setelah 5 menit, tapi entar pegelnya ilang sendiri
gitu.” (Ibu Dy)
“Ya, kalau nyusunya lama, punggung dan tangan juga mulai pegel-
pegel.” (Ibu Yp)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, dapat diketahui bahwa
ketidaknyamanan yang dirasakan oleh ibu selama menyusui antara lain berupa
kesemutan dan pegal-pegal.
Ketika sudah merasakan ketidaknyamanan tersebut, yang biasa ibu
lakukan adalah mengubah posisi duduknya. Seperti kutipan hasil wawancara
berikut:
“Ya, posisinya engga duduk begitu terus. Kadang begini
duduknya...(sambil ibu memperagakan posisi duduknya)” (Ibu Py)
“Ya misalnya saya udah capek nih, tangannya pegel, saya pindahin aja
ke tangan satunya.” (Ibu Yp)
Namun ketika ibu sudah tidak bisa lagi menahan ketidaknyamanan yang
dirasakan, biasanya ibu menghentikan menyusui sebentar dan/atau mengubah
posisi menyusui menjadi berdiri atau berbaring miring. Sebagaimana kutipan
hasil wawancara berikut:
“Berhentiin aja sebentar, terus bawa jalan-jalan keluar. Terus lanjutin
lagi neteknya, tapi sambil tiduran.” (Ibu Py)
“Ya terusin aja nyusunya sampai selesai, kadang ya sambil tiduran.”
(Ibu Tk)
133
D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Karakteristik tempat duduk yang diukur terdiri dari dimensi kursi, sudut
dudukan, bentuk kursi/tempat duduk, dan bahan pelapis atau bantalan. Berikut
gambaran karakteristik tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan
posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013.
1. Gambaran Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Pengukuran dimensi kursi hanya dilakukan pada ibu yang
menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk. Ibu yang
menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan berjumlah 18 orang, sehingga dimensi kursi yang digunakan ibu
saat menyusui dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7
Distribusi Dimensi Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Variabel Mean
Standar
Deviasi Minimum Maksimum
1. Tinggi Dudukan 36,26 cm 7,64 cm 19,2 cm 46 cm
2. Lebar Alas
Duduk 47,89 cm 11 cm 24 cm 67,5 cm
3. Kedalaman Alas
Duduk 47,65 cm 11,83 cm 24 cm 73 cm
4. Tinggi Sandaran
Punggung 41,85 cm 9,46 cm 21,5 cm 53 cm
5. Lebar Sandaran
Punggung 51,03 cm 14,25 cm 29,5 cm 72 cm
6. Sudut Sandaran 112,35 cm 30,47 cm 90 cm 160 cm
7. Tinggi Sandaran
Tangan 18,68 cm 7,8 cm 10,8 cm 39 cm
8. Panjang Sandaran
Tangan 44,73 cm 12,56 cm 24 cm 60 cm
Sumber: Data Primer Tahun 2013
134
Berdasarkan tabel 5.6 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata ukuran
dimensi tinggi dudukan adalah 36,26 cm; lebar alas duduk adalah 47,89 cm;
kedalaman alas duduk adalah 47,65 cm; tinggi sandaran punggung adalah
41,85 cm; lebar sandaran punggung adalah 51,03 cm; sudut sandaran adalah
112,35 cm; tinggi sandaran tangan adalah 18,68 cm; dan panjang sandaran
tangan adalah 44,73 cm. Setelah dilakukan analisis kesesuaian antara masing-
masing dimensi kursi dengan masing-masing dimensi tubuh ibu yang
menggunakannya, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.8
Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh Ibu
No. Kesesuaian
Dimensi Kursi
1 2 3 4 5 6 7
n % n % n % n % n % n % n %
1. Sesuai 3 16,7 14 77,8 11 61,1 1 5,9 15 88,2 5 38,5 9 69,2
2. Tidak Sesuai 15 83,3 4 22,2 7 38,9 16 94,1 2 11,8 8 61,5 4 30,8
Total 18 100 18 100 18 100 17 100 17 100 13 100 13 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Keterangan Dimensi Kursi:
1) Tinggi Dudukan
2) Lebar Alas Duduk
3) Kedalaman Alas Duduk
4) Tinggi Sandaran Punggung
5) Lebar Sandaran Punggung
6) Tinggi Sandaran Tangan
7) Panjang Sandaran Tangan
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, dapat diketahui bahwa dari tujuh
dimensi kursi yang diukur, terdapat tiga dimensi kursi yang paling banyak
135
tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu, yaitu tinggi dudukan (83,3%), tinggi
sandaran punggung (94,1%), dan tinggi sandaran tangan (61,5%). Sedangkan
dimensi kursi yang paling banyak sesuai dengan dimensi tubuh ibu yaitu
lebar alas duduk (77,8%), kedalaman alas duduk (61,1%), lebar sandaran
punggung (88,2%), dan panjang sandaran tangan (69,2%).
Jumlah responden yang menggunakan kursi saat menyusui dengan
posisi duduk ada 18 orang. Namun, tidak semua kursi yang digunakan
terdapat tujuh dimensi kursi yang diukur. Ada satu responden yang
menggunakan kursi tanpa sandaran punggung dan sandaran tangan, dan
empat responden menggunakan kursi tanpa sandaran tangan.
2. Gambaran Sudut Dudukan Kursi yang Digunakan Ibu saat Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di
Kelurahan Pisangan ternyata memiliki sudut dudukan yang sama yaitu 0o.
3. Gambaran Bentuk Kursi/Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Gambaran bentuk kursi atau tempat duduk yang digunakan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan sebagaimana disajikan
pada tabel 5.2 di atas. Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui
dengan posisi duduk terdiri dari tempat tidur, lantai, sofa dan sejenisnya,
kursi makan, kursi kantor/kerja yang dapat berputar/adjustment, kursi kecil,
kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan, kursi plastik dengan
sandaran punggung dan tangan, serta kursi lainnya. Sebagaimana dapat
dilihat pada gambar 5.1 sampai dengan 5.7 di atas.
136
4. Gambaran Bahan Pelapis atau Bantalan Kursi/Tempat Duduk yang
Digunakan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Bahan pelapis tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui
dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan terdiri dari bahan spon/busa,
kapuk, plastik, dan stainless/besi/logam lainnya. Ada sebanyak 21 ibu
(28,8%) yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui
dengan posisi duduk. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:
Tabel 5.9
Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu Berupa Bantal saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Menggunakan Alat
Bantu Bantal n Persentase (%)
1. Iya 21 28,8
2. Tidak 52 71,2
Total 73 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Ibu yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui
dengan posisi duduk tersebut, 66,7% (14 ibu) diantaranya adalah ibu yang
usia bayi yang sedang disusuinya kurang dari enam bulan.
Beberapa alasan penggunaan bantal yang dikemukakan ibu antara
lain supaya tidak lelah atau pegal (9,6%), supaya posisi bayi lebih tinggi dan
pas untuk menyusu (6,8%), supaya ibu tidak membungkuk ketika menyusui
(5,5%), supaya ada sandaran pada tangan, kepala, dan punggung masing-
masing 2,8%.
137
E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Karakteristik ibu menyusui dengan posisi duduk yang diukur terdiri dari
dimensi tubuh, usia, dan indeks massa tubuh ibu menyusui. Berikut gambaran
karakteristik ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan
tahun 2013.
1. Gambaran Dimensi Tubuh Ibu saat Berada pada Posisi Duduk
Pengukuran dimensi tubuh ibu saat berada pada posisi duduk saat
menyusui hanya dilakukan pada ibu yang menggunakan kursi. Hal ini
dilakukan untuk menganalisis kesesuaian dimensi kursi yang digunakan ibu
saat menyusui dengan dimensi tubuh ibu. Ibu yang menyusui dengan
menggunakan kursi berjumlah 18 orang, sehingga dimensi tubuh ibu yang
menyusui dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10
Distribusi Dimensi Tubuh Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk
dengan Menggunakan Kursi di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Dimensi Mean Standar
Deviasi Min. Maks. 5% 95%
1. Tinggi duduk
tegak
78,16
cm
4,56 cm 71,0 cm 86,3 cm 71,00
cm
86,30
cm
2. Tinggi bahu
duduk
54,34
cm
3,84 cm 49,0 cm 61,0 cm 49,00
cm
61,00
cm
3. Tinggu siku
duduk
21,55
cm
2,45 cm 18,3 cm 26,5 cm 18,30
cm
26,50
cm
4. Jarak pantat-
popliteal
45,71
cm
5,51 cm 30,9 cm 59,0 cm 30,90
cm
59,00
cm
5. Tinggi popliteal 41,56
cm
3,16 cm 37,0 cm 61,0 cm 36,10
cm
49,00
cm
Sumber: Data Primer Tahun 2013
138
No. Dimensi Mean Standar
Deviasi Min. Maks. 5% 95%
6. Lebar bahu
(bideltoid)
44,78
cm
7,29 cm 37,0 cm 61,0 cm 37,00
cm
61,00
cm
7. Lebar bahu
(biacromial)
36,49
cm
4,64 cm 29,0 cm 47,0 cm 29,00
cm
47,00
cm
8. Lebar pinggul 40,89
cm
7,05 cm 32,0 cm 57 cm 32,00
cm
57,00
cm
9. Jarak siku ke
ujung jari
42,68
cm
2,74 cm 37,0 cm 46,0 cm 37,00
cm
46,00
cm
Sumber: Data Primer Tahun 2013
2. Gambaran Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Gambaran usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut.
Tabel 5.11
Distribusi Usia Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Usia Ibu 28 tahun 6 tahun 17 tahun 43 tahun
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.11 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata usia
ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan tahun 2013
adalah 28 tahun dengan standar deviasi 6 tahun. Usia ibu yang menyusui
dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan yang paling muda adalah 17
tahun dan yang paling tua adalah 43 tahun.
139
3. Gambaran Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu yang Menyusui dengan
Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Perhitungan (IMT) ibu dilakukan dengan membagi berat badan ibu
(dalam kg) dengan tinggi badan ibu (dalam meter) kuadrat. Berikut gambaran
klasifikasi berdasarkan IMT ibu yang menyusui dengan posisi duduk di
Kelurahan Pisangan tahun 2013.
Tabel 5.12
Gambaran IMT Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Klasifikasi Berdasarkan IMT n Persentase (%)
1. Kurus 3 4,1
2. Normal 41 56,2
3. Gemuk 29 39,7
Total 73 100
Berdasarkan tabel 5.12 di atas, dapat diketahui bahwa berdasarkan
IMT, terdapat 4,1% ibu yang kurus, 56,2% ibu yang normal, dan 39,7% ibu
yang gemuk.
F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Karakteristik aktivitas menyusui yang diukur terdiri dari durasi menyusui,
ukuran objek (dalam hal ini adalah berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan,
dan aktivitas pada waktu istirahat. Berikut gambaran karakteristik aktivitas
menyusui oleh ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan
tahun 2013.
Sumber: Data Primer Tahun 2013
140
1. Gambaran Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Gambaran durasi menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut:
Tabel 5.13
Distribusi Durasi Menyusui dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Durasi 19,8 menit 16,1 menit 2 menit 90 menit
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.13 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata lama
menyusui ibu dengan posisi duduk adalah 19,8 menit dengan standar deviasi
16,1 menit. Sedangkan lama menyusui tercepat yaitu 2 menit dan terlama
yaitu 90 menit.
2. Gambaran Ukuran Objek (Berat Badan Bayi)
Gambaran ukuran objek, dimana dalam penelitian ini yang dimaksud
ukuran objek adalah berat badan bayi, dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut:
Tabel 5.14
Distribusi Berat Badan Bayi yang Disusui Ibu dengan Posisi Duduk
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Berat Badan
Bayi 7,08 kg 1,99 kg 3,87 kg 14,20 kg
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.14 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata berat
badan bayi adalah 7,08 kg dengan standar deviasi 1,99 kg. Berat badan bayi
yang paling kecil adalah 3,87 kg dan yang paling besar adalah 14,20 kg.
141
3. Gambaran Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Penilaian postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk
dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap posisi duduk ibu saat menyusui
yang kemudian dianalisis dengan metode RULA. Namun, tidak semua ibu
bersedia untuk diamati saat sedang menyusui dengan posisi duduk. Dari 73
responden, hanya 59 ibu saja yang bersedia untuk diamati.
Penilaian postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk
dilakukan dengan membagi bagian tubuh ibu menjadi dua kelompok, yaitu
postur tubuh grup A dan grup B. Postur tubuh grup A terdiri dari lengan atas,
lengan bawah, pergelangan tangan, dan putaran pergelangan tangan.
Sedangkan postur tubuh grup B terdiri dari leher, batang tubuh, dan kaki.
Selain penilaian postur tubuh grup A dan grup B tersebut, juga dilakukan
penilaian terhadap aktivitas dan beban (berat badan bayi) saat menyusui.
Setelah dilakukan analisis postur ibu saat menyusui dengan posisi
duduk dengan metode RULA, diperoleh level risiko postur duduk ibu saat
menyusui berdasarkan skor akhir RULA sebagai berikut:
Tabel 5.15
Gambaran Level Risiko Postur Tubuh Ibu saat Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Level Risiko n Persentase (%)
1. Risiko Sedang 4 6,78
2. Risiko Tinggi 55 93,22
Total 73 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
142
Berdasarkan tabel 5.15 di atas, dapat diketahui bahwa 4 ibu (6,78%)
postur tubuhnya saat menyusui dengan posisi duduk berada pada level risiko
sedang dan 55 ibu (93,22%) berada pada level risiko tinggi.
4. Gambaran Kondisi Lingkungan Ibu yang Menyusui dengan Posisi
Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
a. Kebisingan
Hasil pengukuran kebisingan menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan di tempat tinggal ibu yang menyusui dengan posisi duduk di
Kelurahan Pisangan seluruhnya (100%) lebih dari 55 dB dengan nilai
rata-rata tingkat kebisingan yaitu 66,46 dB dan standar deviasi 4,39 dB.
Sedangkan nilai minimum tingkat kebisingan di tempat tinggal ibu yang
menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan adalah 55,1 dB dan
nilai maksimumnya adalah 81,4 dB. Sebagaimana terlihat pada tabel 5.16
berikut:
Tabel 5.16
Distribusi Tingkat Kebisingan Tempat Tinggal Ibu yang Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Tingkat
Kebisingan 66,46 dB 4,39 dB 55,1 dB 81,4 dB
Sumber: Data Primer Tahun 2013
b. Suhu
Hasil pengukuran suhu di tempat menyusui ibu pada masing-
masing tempat tinggal ibu dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut:
143
Tabel 5.17
Distribusi Suhu Tempat Menyusui Ibu pada Masing-masing
Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Variabel Mean Standar
Deviasi Minimum Maksimum
Suhu 32,66oC 1,67
oC 30
oC 37
oC
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.17 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu
di tempat menyusui ibu adalah sebesar 32,66oC dengan standar deviasi
1,67oC. Sedangkan suhu minimum di tempat menyusui ibu adalah 30
oC
dan suhu maksimumnya adalah 37 oC.
c. Pencahayaan
Hasil pengukuran tingkat pencahayaan di tempat menyusui ibu pada
masing-masing tempat tinggal ibu dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut:
Tabel 5.18
Gambaran Tingkat Pencahayaan di Tempat Menyusui Ibu pada
Masing-Masing Tempat Tinggal Ibu di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013
No. Tingkat Pencahayaan n Persentase (%)
1. > 60 lux 41 56,2
2. < 60 lux 32 43,8
Total 73 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.18 di atas, dapat diketahui bahwa terdapat
56,2% (41 orang) yang tempat menyusuinya memiliki tingkat
pencahayaan > 60 lux dan 43,8% (32 orang) yang memiliki tingkat
pencahayaan < 60 lux.
144
5. Gambaran Aktivitas pada Waktu Istirahat (saat Ibu Sedang Tidak
Menyusui) Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Gambaran aktivitas ibu pada saat sedang tidak menyusui adalah
sebagai berikut:
Tabel 5.19
Gambaran Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui
No. Aktivitas n Persentase (%)
1. Mencuci dengan tangan 45 61,6
2. Mencuci dengan mesin cuci 21 28,8
3. Menjemur pakaian 69 94,5
4. Menyetrika 66 90,4
5. Mencuci peralatan
masak/makan
67 91,8
4. Memasak 49 67,1
5. Mengepel lantai 62 84,9
6. Menyapu lantai 69 94,5
7. Membersihkan halaman 37 50,7
8. Membereskan peralatan 71 97,3
9. Membersihkan perabot rumah
tangga lainnya dengan banyak
menggunakan tangan
69 94,5
10. Membuang sampah 64 87,7
11. Mengelap kaca jendela 41 56,2
12. Nonton TV 56 76,7
13. Mengantarkan anak ke sekolah 4 5,5
14. Bersosialisasi dengan tetangga
sekitar
60 82,2
15. Mengikuti kegiatan di
masyarakat
9 12,3
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.19 di atas, dapat diketahui bahwa aktivitas ibu
saat sedang tidak menyusui adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga
sebagaimana disebutkan pada tabel di atas.
145
G. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Tempat Duduk
Gambaran kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan
tempat duduk yang digunakan ibu adalah sebagai berikut:
Tabel 5.20
Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
Berdasarkan Tempat Duduk yang Digunakan Ibu
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.20 di atas, dapat diketahui bahwa, 77,8% (14 ibu)
dari 18 ibu yang menyusui dengan posisi duduk di atas kursi dan 81,8% (45 ibu)
dari 55 ibu yang menyusui dengan posisi duduk dimana tempat duduknya bukan
kursi, merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai
pada Body Part Discomfort Scale. Secara lebih terperinci, kenyamanan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk berdasarkan jenis tempat duduk dan kursi yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 5.21 berikut:
Tabel 5.21
Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Jenis Tempat Duduk dan Kursi yang Digunakan Ibu
No. Tempat Menyusui
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. Di atas tempat tidur 5 18,5 22 81,5 27 100
2. Di atas lantai 4 14,8 23 85,2 27 100
3. Di mana saja bukan
kursi
1 100 0 0 1 100
4. Sofa dan sejenisnya 1 11 8 89 9 100
5. Kursi makan 0 0 1 100 1 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
No. Tempat
Menyusui
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. Kursi 4 22,2 14 77,8 18 100
2. Bukan Kursi 10 18,2 45 81,8 55 100
146
No. Tempat Menyusui
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
6. Kursi kantor/kerja
yang dapat
berputar/adjustment
0 0 1 100 1 100
7. Kursi kecil 1 100 0 0 1 100
8. Kursi plastik tanpa
sandaran punggung
dan tangan
1 100 0 0 1 100
9. Kursi plastik
dengan sandaran
punggung dan
tangan
0 0 1 100 1 100
10. Kursi lainnya 1 25 3 75 4 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.21 di atas, dapat diketahui bahwa yang paling banyak
mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada
Body Part Discomfort Scale adalah yang menyusui dengan posisi duduk di atas
tempat tidur (81,5% dari 27 ibu), di atas lantai (85,2% dari 27 ibu), di sofa dan
sejenisnya (89% dari 9 ibu), di kursi makan, kursi kantor/kerja yang dapat
berputar/adjustment, kursi plastik dengan sandaran punggung dan tangan, serta di
kursi lainnya (75% dari 4 ibu).
Berdasarkan penggunaan peralatan bantu berupa bantal saat menyusui
dengan posisi duduk, diperoleh bahwa yang merasakan ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada
Body Part Discomfort Scale adalah 95,2% ibu yang menggunakan bantal dan
75% ibu yang tidak menggunakan bantal saat menyusui dengan posisi duduk.
Jadi, baik pada ibu yang menggunakan peralatan bantu berupa bantal saat
menyusui maupun yang tidak, paling banyak merasakan ketidaknyamanan pada
147
beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale.
Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5.22 berikut:
Tabel 5.22
Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
Berdasarkan Penggunaan Peralatan Bantu Berupa Bantal
Sumber: Data Primer Tahun 2013
H. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Ibu
Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan karakteristik
ibu adalah sebagai berikut:
1. Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk Berdasarkan Usia
Ibu
Rata-rata usia ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa
bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body
Part Discomfort Scale adalah 27 tahun dengan standar deviasi 6 tahun dan
yang tidak adalah 33 tahun dengan standar deviasi 5 tahun.
2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan IMT Ibu
Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan IMT ibu
dapat dilihat pada tabel 5.23 berikut:
No. Penggunaan
Bantal
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. Iya 1 4,8 20 95,2 21 100
2. Tidak 13 25 39 75 52 100
148
Tabel 5.23
Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
IMT Ibu di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Klasifikasi
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. Kurus 0 0 3 100 3 100
2. Normal 9 22 32 78 41 100
3. Gemuk 5 17,2 24 82,8 29 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
Berdasarkan tabel 5.23 di atas, dapat diketahui bahwa yang merasakan
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi
duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah 3 ibu yang
memiliki IMT kategori kurus, 78% (32 ibu) dari 41 ibu yang memiliki IMT
kategori normal, dan 82,8% (24 ibu) dari 29 ibu yang memiliki IMT kategori
gemuk.
I. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Karakteristik Aktivitas Menyusui
1. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Durasi
Menyusui
Rata-rata lama menyusui dengan posisi duduk pada ibu yang
merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada
Body Part Discomfort Scale adalah 21,8 menit dengan standar deviasi 19,7
menit dan yang tidak adalah 16,9 menit dengan standar deviasi 11,8 menit.
Ibu tidak mengetahui dengan pasti durasi menyusuinya karena lama
menyusui yang tidak menentu. Hal ini menyebabkan ketika ditanya lama
149
rata-rata menyusui ibu dengan posisi duduk, jawaban ibu cenderung hanya
memperkirakan saja.
2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Berat
Badan Bayi
Rata-rata berat badan bayi ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai
pada Body Part Discomfort Scale adalah 6,95 kg dengan standar deviasi 2,07
kg dan yang tidak adalah 7,61 kg dengan standar deviasi 1,60 kg.
3. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Postur Ibu
saat Menyusui dengan Posisi Duduk
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya bahwa tidak
semua ibu bersedia untuk diambil gambar untuk kemudian dianalisis postur
duduk ibu saat menyusui dengan metode RULA. Hanya 59 ibu yang bersedia,
sehingga data nilai postur ibu saat menyusui dengan posisi duduk yang dapat
diperoleh hanya 59. Dari 59 ibu tersebut, setelah dilakukan analisis, dari 4 ibu
yang berada pada risiko sedang, kesemuanya merasakan ketidaknyamanan.
Sedangkan dari 55 ibu yang berada pada risiko tinggi, 43 (78,2%)
diantaranya mengalami ketidaknyamanan.Sebagaimana dapat dilihat pada
tabel 5.24 berikut:
150
Tabel 5.24
Distribusi Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan
Nilai Postur Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013
No. Nilai Postur
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. Risiko Sedang 0 0 4 100 4 100
2. Risiko Tinggi 12 21,8 43 78,2 55 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
4. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Kondisi
Lingkungan Tempat Menyusui
1. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Suhu
Tempat Menyusui
Rata-rata suhu tempat menyusui pada ibu yang merasakan
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan
posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah
32,48oC dengan standar deviasi 1,70
oC dan yang tidak adalah 33,46
oC
dengan standar deviasi 1,31oC.
2. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Tingkat
Pencahayaan Tempat Menyusui
Kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui berdasarkan tingkat
pencahayaan tempat menyusui dapat dilihat pada tabel 5.25 berikut:
Tabel 5.25
Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
Berdasarkan Tingkat Pencahayaan Tempat Menyusui
di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Tingkat
Pencahayaan
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
n % n % n %
1. > 60 lux 9 22 32 78 41 100
2. < 60 lux 5 15,6 27 84,4 32 100
Sumber: Data Primer Tahun 2013
151
Berdasarkan tabel 5.25 di atas, dapat diketahui bahwa yang
merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui
dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale
adalah 78% (32 ibu) dari 41 ibu yang tempat menyusuinya memiliki
tingkat pencahayaan > 60 lux dan 84,4% (27 ibu) dari 32 ibu yang tempat
menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan < 60 lux. Hal ini berarti, baik
pada tingkat pencahayaan > 60 lux maupun < 60 lux, sebagian besar ibu
merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk.
152
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas menyusui merupakan aktivitas
yang tidak dapat ditentukan waktunya. Ia merupakan aktivitas yang insidental
yaitu suatu proses alami dan tidak dapat dipaksakan. Aktivitas menyusui
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemauan bayi, bukan kemauan ibu.
Tidak seperti pekerjaan di sektor formal maupun non formal pada umumnya
yang mempunyai waktu kerja dan standar operasional kerja yang pasti. Selain itu,
aktivitas menyusui cenderung merupakan aktivitas yang bersifat privasi bagi ibu
yang menyusui karena menyusui merupakan kegiatan memberikan ASI langsung
dari payudara ibu. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai keterbatasan-
keterbatasan yaitu antara lain:
1. Waktu atau kondisi yang tidak memungkinkan bagi ibu untuk menyusui
bayinya saat pengumpulan data dilakukan (waktu pengumpulan data tidak
sesuai dengan waktu menyusui), seperti bayi baru selesai menyusu dan tidak
mau menyusu lagi; bayi baru selesai menyusu dan saat pengumpulan data
sedang dilakukan, bayi sedang tidur; bayi yang berusia lebih dari enam bulan,
ketika pengumpulan data sedang dilakukan, bayi sedang atau baru saja
makan, sehingga bayi sudah tidak mau menyusu lagi; bayi sedang sakit
153
sehingga tidak mau menyusu, sehingga sulit untuk dilakukan observasi sesuai
dengan kondisi yang sebenarnya.
2. Ibu cenderung tidak bersedia untuk menyusui di depan orang lain. Maka
ketika pengumpulan data dilakukan, pada saat ibu sedang menyusui,
observasi tidak dapat dilakukan karena ibu tidak mengizinkan pengumpul
data untuk mengamati aktivitas menyusui yang sedang dilakukan. Ibu
melakukan aktivitas menyusuinya di dalam ruangan pribadi ibu.
3. Ketika dilakukan pengambilan video oleh pengumpul data, seringkali ibu
tidak berada pada sikap duduk alami saat menyusui karena ibu menyadari
aktivitas menyusuinya sedang diamati atau diambil gambar, seperti ibu selalu
melihat ke arah kamera dan ibu berusaha melakukan aktivitas menyusui
sebaik-baiknya dengan maksud supaya gambar ibu terlihat bagus di kamera.
4. Pada pengumpulan data kedua, ibu cenderung enggan untuk diamati kembali
aktivitas menyusuinya.
B. Gambaran Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun
2013
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75,3% (55 orang) saat menyusui
dengan posisi duduk lebih memilih untuk duduk di atas tempat duduk yang
bukan kursi atau ibu tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi
duduk, yaitu terdiri dari duduk di atas tempat tidur, di atas lantai, dan dimana saja
bukan kursi (duduk di bawah bukan kursi). Sedangkan 24,7% (18 orang) lainnya
menggunakan kursi saat menyusui, yaitu terdiri dari kursi sofa dan sejenisnya,
154
kursi makan, kursi kantor/kursi kerja yang dapat berputar/adjustment, kursi kecil,
kursi plastik tanpa sandaran punggung dan tangan, kursi plastik dengan sandaran
punggung dan tangan, dan kursi lainnya.
Pemilihan tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi
duduk selain dipengaruhi oleh faktor kenyamanan menurut masing-masing ibu,
juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi ibu. Sebagian besar responden penelitian
ini berada pada kondisi ekonomi rendah dengan kondisi rumah yang berada pada
wilayah pemukiman yang padat. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam
kepemilikan kursi. Artinya, tidak terdapat kursi di rumah ibu. Oleh karena itu,
selain alasan kenyamanan, tidak adanya kursi menjadi penyebab ibu menyusui
dengan posisi duduk tidak menggunakan kursi (duduk di bawah atau di atas
tempat tidur).
Keputusan ibu untuk memilih posisi duduk sebagai posisi yang paling
sering (hampir seluruh aktivitas menyusui ibu dalam sehari dilakukan dengan
duduk) dilakukan ibu saat menyusui secara umum sudah tepat dilakukan. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan dalam Bahiyatun (2009) bahwa ada dua posisi
ibu dan bayi yang benar saat menyusui, yaitu berbaring miring dan duduk.
Namun ada sebagian ibu dalam penelitian ini yang pada saat menyusui dengan
posisi duduk baik duduk di atas tempat tidur, di lantai, maupun di kursi, posisi
punggung ibu tidak bersandar atau membungkuk. Sedangkan menurut Bahiyatun
(2009), pada posisi duduk, penting untuk memberikan topangan atau sandaran
pada punggung ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya.
155
Hal ini dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai
atau duduk di kursi.
Namun, tidak semua ibu yang memilih untuk menggunakan posisi duduk
selalu menggunakan posisi duduk saat menyusui. Adakalanya ibu juga
menggunakan posisi berbaring miring. Posisi ini dilakukan ibu saat bayi sedang
akan tidur atau lebih sering dilakukan ibu pada malam hari. Selain itu, posisi ini
juga dilakukan ibu ketika ibu sudah merasakan ketidaknyamanan saat menyusui
dengan posisi duduk dan ibu sudah tidak dapat menahan rasa ketidaknyamanan
tersebut, sedangkan bayi masih ingin menyusu. Oleh karena itu, ibu akan
mengubah posisi menyusui dari posisi duduk menjadi posisi berbaring miring.
Posisi yang digunakan ibu menyusui di Kelurahan Pisangan saat
menyusui dengan posisi duduk adalah posisi cradle hold seperti pada gambar 5.8.
Sebagian besar ibu menyusui yang menjadi responden dalam penelitian ini saat
menyusui dengan posisi duduk tidak duduk di kursi dan posisi punggung ibu
membungkuk, meskipun ada sebagian ibu yang menyangga punggungnya dengan
bantal atau bersandar di dinding (bagi ibu yang tidak menggunakan kursi) dan
bersandar pada sandaran kursi (bagi ibu yang menggunakan kursi). Tidak hanya
ibu yang tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk, ibu yang
menggunakan kursi juga posisi punggungnya membungkuk dan tidak
menggunakan sandaran kursi meskipun kursi yang digunakan ibu memiliki
sandaran punggung. Sedangkan menurut Widodo (2011), posisi cradle hold yang
benar beberapa diantaranya adalah ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman,
156
punggung tegak (boleh disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan
nyaman). Posisi ibu dijaga agar tidak membungkuk karena akan cepat lelah.
Posisi ibu yang membungkuk disebabkan karena ibu harus menyesuaikan
posisi puting ibu dengan mulut bayi, sebagaimana yang dikemukakan ibu pada
kutipan hasil wawancara pada bab sebelumnya. Padahal menurut Widodo (2011),
yang seharusnya dilakukan adalah mendekatkan bibir bayi dengan payudara ibu
dengan mengangkat tangan, bukan membungkuk.
Secara umum posisi tangan ibu saat menyusui dengan posisi duduk
(gambar 5.8), yaitu ibu menempatkan posisi kepala bayi pada lekukan sikunya
dan lengan bawah ibu menyangga tubuh bayi hingga bokong. Namun, ketika ibu
sudah merasakan ketidaknyamanan pada sikunya, maka ibu akan mengubah
posisi kepala bayi. Ibu akan mengangkat kepala bayi dan memindahkannya dari
lekukan siku ke jari-jari tangan ibu, sebagaimana telah diuraikan pada bab
sebelumnya tentang macam-macam perubahan sikap duduk ibu yang berhasil
diamati saat ibu menyusui dengan posisi duduk.
Posisi tangan ibu yang demikian sudah tepat, karena menurut Bahiyatun
(2009), saat menyusui, kepala bayi dapat ditopang dengan jari-jari tangan yang
telentang atau pada lekukan siku ibunya. Widodo (2011) juga menyebutkan
bahwa punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu.
Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan payudara
yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan
payudara kanan). Hal ini juga yang dilakukan oleh beberapa ibu dalam penelitian
ini yang posisi menyusuinya bergantian antara payudara kanan dan kiri.
157
Selanjutnya, Widodo (2011) menyebutkan bahwa kepala dan leher bayi
ditempatkan pada lekuk siku.
Tangan ibu yang tidak digunakan untuk menyangga bayi digunakan ibu
untuk memegang payudara ibu yang sedang disusukan. Ibu memegang payudara
ibu dengan jari-jari ibu supaya bayi dapat menyusu dengan tepat. Hal ini sesuai
dengan yang dijelaskan dalam Saleha (2009) bahwa memegang/menyangga
payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas (tidak sedang dalam posisi
menggendong bayi) dapat membantu bayi untuk latch-on (bayi sudah tepat
menyusu). Cara memegangnya adalah dengan menempatkan jari-jari ibu di
bawah payudara dan ibu jari diletakkan pada bagian atas (di belakang areola).
Posisi bayi berada setinggi payudara. Selain itu, duduk dengan menggunakan
kursi yang nyaman yang dapat menyokong punggung dan lengan ibu serta bayi
berada pada posisi yang tepat dapat membantu proses let-down. Namun, tidak
semua ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan Pisangan
melakukan hal tersebut. Ibu memang duduk di tempat duduk yang nyaman
menurut ibu, tetapi punggung dan lengan ibu tidak bersandar meskipun pada ibu
yang menggunakan kursi terdapat sandaran punggung dan tangan pada kursi
yang digunakan tersebut.
Menurut ibu, ibu tidak bisa bersandar karena ibu lebih mengutamakan
ketepatan posisi menyusui (posisi payudara ibu dengan mulut bayi) sebagaimana
pada kutipan hasil wawancara yang ditampilkan pada bab sebelumnya. Hal ini
memang sudah sesuai dengan penjelasan Saleha (2009), bahwa saat menyusui
dengan posisi duduk, lebih mengutamakan ketepatan posisi menyusui, karena
158
posisi yang tepat saat menyusui adalah elemen kunci dalam kesuksesan proses
menyusui. Namun, cara yang dilakukan ibu kurang tepat. Untuk memposisikan
mulut bayi agar tepat dengan payudara ibu, ibu memilih untuk membungkuk.
Padahal seharusnya menurut Widodo (2011), untuk mendekatkan bibir bayi
dengan payudara ibu, dilakukan dengan mengangkat tangan, bukan posisi ibu
yang membungkuk.
Ditinjau dari sudut pandang ergonomi, tempat duduk dapat memfasilitasi
postur kerja sehingga posisi tubuh tidak menjadi sumber hambatan bagi gerakan
dalam melakukan pekerjaan dan juga tidak menyebabkan keluhan dan
ketidaknyamanan (Suma’mur, 2009). Ibu-ibu yang menyusui dalam penelitian ini
lebih memilih duduk tidak menggunakan kursi dengan alasan kenyamanan yaitu
ibu lebih bebas bergerak, seperti mengubah sikap kaki dari bersila menjadi
selonjor dan sebaliknya. Perubahan atau pergerakan inilah yang membuat ibu
tetap merasakan nyaman saat menyusui dengan posisi duduk karena menurut
Lueder (2004), postur yang dibatasi dapat menyebabkan ketidaknyamanan,
misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas akan menimbulkan
ketidaknyamanan.
Namun, meskipun demikian jika menyusui dilakukan ibu dalam waktu
yang lama (lebih dari lima menit), maka rasa ketidaknyamanan akan muncul dan
jika sudah tidak dapat dipertahankan lagi, maka ibu akan menghentikan
menyusui atau mengubah posisi menyusui menjadi berdiri atau berbaring miring.
Sebagaimana kutipan hasil wawancara yang ditampilkan pada bab sebelumnya.
159
Delleman et. al (2004) juga mengatakan bahwa posisi duduk tetap akan menjadi
masalah ketika dilakukan untuk waktu yang lama.
C. Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui di Kelurahan
Pisangan Tahun 2013
Secara fisiologis, kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.
Kenyamanan adalah suatu keadaan pikiran yang dihasilkan dari ketiadaan sensasi
tubuh yang tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Seseorang tidak dapat
mendefinisikan atau mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung
mengukur kenyamanan berdasarkan tingkat ketidaknyamanan (Oborne, 1995
dalam Ardiana, 2007), sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini.
Kenyamanan merupakan suatu kondisi perasaan yang lebih dari sekedar
hilangnya rasa tidak nyaman, tetapi merupakan penilaian respondentif individu
yang sulit untuk didefinisikan secara pasti karena sangat tergantung pada orang
yang mengalami situasi tersebut atau berhubungan dengan pengalaman individu,
dan kita harus menanyakan langsung kepada orang tersebut untuk mengetahui
kenyamanan yang dirasakan. Dengan demikian, maka rasa nyaman yang
dirasakan oleh individu satu belum tentu sama dirasakan oleh individu lainnya.
(Sanders dan McCormick, 1993; Oborne, 1995; Branton dalam Oborne, 1995
dalam Ardiana, 2007)
Pada penelitian ini, digunakan tiga metode untuk mengetahui
kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Ketiga metode tersebut adalah
kuesioner Body Part Discomfort Scale untuk mengidentifikasi adanya
160
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh menurut frekuensi dan
intensitasnya. Kedua, dilakukan pengamatan terhadap perubahan sikap duduk,
karena menurut Branton (1969) dalam Kawowski dan Marras (2003) bahwa
dalam posisi duduk, ketidaknyamanan dapat dilihat dari perubahan posisi
duduknya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin sering seseorang
mengubah posisi duduknya, maka hal tersebut menunjukkan bahwa semakin ia
merasa tidak nyaman. Sedangkan yang ketiga adalah wawancara mendalam
tentang kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk.
Hasil dari kuesioner Body Part Discomfort Scale menunjukkan bahwa
bagian tubuh ibu yang paling banyak mengalami ketidaknyamanan adalah bahu
kanan, siku kiri, punggung bagian bawah kanan dan kiri dengan frekuensi paling
banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-kadang dan
intensitasnya tidak nyaman. Sebagaimana yang disajikan pada tabel 5.3. Rasa
ketidaknyamanan yang paling banyak dirasakan ibu yaitu berupa kesemutan dan
pegal-pegal, namun tidak sampai sakit.
Menurut Zhang (1996), ketidaknyamanan berhubungan dengan faktor
biomekanik yang menghasilkan perasaan nyeri, sakit, mati rasa, kram, dan
sebagainya. Rasa tidak nyaman ini akan hilang setelah aktivitas menyusui
dihentikan dan setelah ibu beristirahat. Sebagaimana kutipan hasil wawancara
pada bab sebelumnya, bahwa rasa tidak nyaman yang dirasakan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk akan hilang setelah selesai menyusui dan
beristirahat. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pheasant (2003) bahwa
161
ketidaknyamanan akan hilang setelah beristirahat atau melakukan aktivitas atau
pekerjaan yang lain.
Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu pada bahu dan siku kemungkinan
disebabkan karena sikap menggendong bayi saat menyusui dengan posisi duduk.
Sedangkan ketidaknyamanan pada punggung kemungkinan disebabkan karena
saat menyusui dengan posisi duduk, punggung ibu tidak bersandar dan
membungkuk sehingga memunculkan rasa ketidaknyamanan seperti pegal-pegal
pada punggung bagian bawah ibu setelah menyusui dalam waktu yang lama.
Hasil penelitian Klinpikul et.al (2010) menunjukkan bahwa postur duduk selama
menyusui untuk waktu yang lama menyebabkan sakit punggung. Semakin lama
waktu menyusui dengan posisi duduk, maka akan semakin besar sakit punggung
yang dialami ibu.
Pada penelitian ini juga diamati adanya perubahan sikap duduk ibu
selama melakukan aktivitas menyusui dengan posisi duduk. Perubahan yang
paling banyak terjadi pada ibu yang tidak menggunakan kursi adalah perubahan
sikap kaki dari bersila atau menekuk lutut menjadi selonjor atau sebaliknya.
Menurut Mulyono (2010), gerakan meluruskan kaki ke depan dan menekuk lutut
merupakan salah satu gerak sebagai upaya memperluas dasar dari massa tubuh
dan mengurangi usaha dari otot-otot lain untuk menjadikan batang tubuh stabil.
Jumlah perubahan sikap duduk ibu selama melakukan aktivitas menyusui
bervariasi. Hal ini tergantung pada lama menyusui dan kondisi bayi yang disusui,
seperti keaktifan bayi, bayi susah menyusu, dan sebagainya. Sehingga perubahan
sikap duduk ibu selama melakukan aktivitas menyusui ada kemungkinan
162
disebabkan juga karena ibu berusaha menyesuaikan antara posisi ibu dengan
bayi, bukan hanya karena ibu sudah mulai tidak nyaman dengan posisi duduk ibu
saat menyusui. Namun, meskipun demikian, saat menyusui dengan posisi duduk,
ibu tetap memilih posisi yang paling nyaman seperti dengan kaki bersila atau
selonjor, duduk di bawah bukan kursi, dengan bersandar, dan sebagainya.
Salah satu kekurangan metode pengamatan perubahan sikap duduk,
adalah adanya asumsi bahwa perubahan posisi dilakukan untuk mencari
kenyamanan selama bekerja (Karwowski dan Marras, 2003). Hal ini juga yang
kemungkinan terjadi pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Perubahan
sikap duduk yang dilakukan ibu selama menyusui adalah untuk mencari
kenyamanan selama ibu menyusui. Selain kenyamanan untuk ibu juga
kenyamanan untuk bayi, yaitu kesesuaian posisi ibu dengan posisi bayi.
Keadaan kerja yang membatasi kita khususnya perubahan postur, akan
membawa dampak jangka panjang dan jangka pendek. Dalam jangka pendek,
dampak yang muncul adalah adanya ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini
dapat mengalihkan perhatian pekerja dari tugasnya sehingga akan meningkatkan
tingkat kesalahan, berkurangnya output, terjadinya kecelakaan, dan lain-lain.
Pada ibu menyusui, dampak adanya ketidaknyamanan ini dapat mengurangi lama
waktu menyusui. Sedangkan dampak jangka panjangnya dapat berupa perubahan
patologis dalam jaringan otot maupun jaringan lunak yang lain. Pada poin ini,
bukan ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan
proses penyakit (Pheasant, 2003). Oleh karena itu, perubahan sikap duduk ibu
163
selama menyusui dengan posisi duduk juga penting untuk dilakukan dengan
tujuan untuk menghindari adanya risiko ini.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam sebagaimana telah diuraikan
pada bab sebelumnya, ibu sudah mulai merasa tidak nyaman dengan posisi
duduknya setelah 5 menit menyusui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
hanya 4 ibu yang lama menyusuinya kurang dari 5 menit. Hal ini berarti bahwa
hampir semua ibu mengalami ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi
duduk, yaitu sebesar 94,5% (69 ibu. Sedangkan berdasarkan kuesioner Body Part
Discomfort Scale, hanya 80,8% ibu yang menandai adanya ketidaknyamanan
pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Perbedaan ini
kemungkinan disebabkan karena adanya faktor kasih sayang ibu yang besar
kepada anak sehingga dapat menghilangkan atau mengabaikan rasa
ketidaknyamanan yang sebenarnya dirasakan ibu selama menyusui dengan posisi
duduk. Di dalam Al-Qur’an juga sudah disebutkan bahwa kasih sayang seorang
ibu begitu besar. Ibu sudah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah dan menyusui selama dua tahun. Firman Allah SWT:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu.”(QS. Luqman: 14)
164
Besarnya kasih sayang seorang ibu juga terlihat sebagaimana berdasarkan
hasil wawancara mendalam, meskipun ibu sudah merasakan ketidaknyamanan
pada posisi duduknya saat menyusui, ibu akan tetap mempertahankannya.
Bahkan bila ibu sudah tidak dapat lagi menahan ketidaknyamanannya selama
menyusui dengan posisi duduk, ibu akan mengubah posisi menyusui menjadi
berbaring miring atau berdiri atau menghentikan sejenak aktivitas menyusuinya
kemudian melanjutkannya kembali dengan posisi yang berbeda yaitu berbaring
miring atau berdiri. Hal ini dilakukan ibu untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi
atau balitanya supaya kebutuhan nutrisi bayinya terpenuhi sehingga bayinya akan
terus sehat.
Namun, kasih sayang ibu yang demikian juga dapat memberikan dampak
kesehatan bagi ibu akibat rasa tidak nyaman yang sebenarnya dirasakan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk. Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu seperti
rasa kesemutan dan pegal-pegal terutama pada bagian punggung dan tangan yang
menurut ibu akan hilang dengan sendirinya, untuk waktu yang lama dapat
berkembang menjadi MSDs (Musculoskeletal Disorders).
Pada awalnya memang hanya tidak nyaman atau pegal-pegal saja yang
akan hilang dengan sendirinya sebagaimana yang dikatakan oleh ibu. Namun jika
hal ini berlangsung terus-menerus, maka akan meningkatkan ketidaknyamanan
yang dirasakan dan dapat berkembang menjadi penyakit. Hal ini sebagaimana
yang dikemukakan oleh Stanton et. al (2005) bahwa ketidaknyamanan
merupakan tanda peringatan dari tubuh dan banyak cedera muskuloskeletal yang
berawal dari ketidaknyamanan. Jika dibiarkan, maka ketidaknyamanan ini akan
165
menjadi faktor risiko untuk memunculkan atau meningkatkan keparahan gejala,
dan dari ketidaknyamanan ini akan berkembang menjadi sakit atau
Musculoskeletal Disorders (MSDs). Dalam Karwowski dan Marras (2003) juga
disebutkan bahwa secara luas dipercaya bahwa ketidaknyamanan merupakan
indikator risiko terjadinya WMSDs (Work-Related Musculoskeletal Disorders).
Sumber ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui antara lain
dapat berasal dari sikap menyusui ibu yaitu dengan menggendong bayi yang
mempunyai massa tertentu dan mempertahankan sikap menyusui yang tepat dan
sesuai untuk bayi. Selain itu, dimungkinkan juga faktor tempat duduk ibu yang
keras berkontribusi untuk memunculkan rasa tidak nyaman saat menyusui
dengan posisi duduk di tempat duduk tersebut. Menurut Karwowski dan Marras
(2003), sumber ketidaknyamanan yang mungkin antara lain berasal dari
musculoskeletal stress di antaranya yaitu: ketegangan otot, saraf, pembuluh
darah, ligamen, sendi, adanya tekanan pada jaringan lunak, kelelahan otot,
perubahan kimiawi lokal yang berhubungan dengan terganggunya aliran darah,
dan adanya gangguan konduksi saraf yang diakibatkan karena adanya tekanan.
Musculoskeletal stress ini dapat berasal dari kedua hal di atas, yaitu sikap
menggendong bayi dan tekanan dari tempat duduk ibu. Namun tidak hanya itu,
ketidaknyamanan juga dipengaruhi oleh faktor psikologi dan sosial.
Menurut McKeown (2008), ada beberapa keuntungan posisi duduk
dibandingkan dengan posisi berdiri, diantaranya adalah dapat memposisikan kaki
secara relaks, lebih stabil, penggunaan energi expenditure berkurang. Lueder
(2002) mengatakan bahwa posisi duduk memerlukan lebih sedikit kerja otot
166
dibandingkan dengan posisi berdiri. Duduk juga menstabilkan postur dan lebih
memudahkan dalam pekerjaan tertentu. Meskipun demikian, Delleman et. al
(2004) mengatakan bahwa posisi duduk tetap akan menjadi masalah ketika
dilakukan untuk waktu yang lama.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa ada dua posisi menyusui yang
benar, yaitu berbaring miring dan duduk (Bahiyatun, 2009). Selain itu, menurut
Delleman et. al, (2004), posisi duduk mempunyai peranan yang sangat penting
dalam memberikan kenyamanan pada seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa
posisi duduk merupakan posisi terbaik dan yang paling tepat dilakukan untuk
menyusui. Namun, posisi duduk untuk waktu yang lama tetap akan menjadi
masalah.
Menurut model teori kenyamanan dan ketidaknyamanan posisi duduk De
Looze et. al (2003), maka ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat menyusui
dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketidaknyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui yang berupa rasa kesemutan dan pegal-pegal dimungkinkan
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik ibu dan karakteristik tempat duduk
yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Kedua hal ini kemudian
menjadi paparan eksternal dalam tubuh ibu. De Looze et. al (2003) menjelaskan
bahwa paparan eksternal ini akan menghasilkan aktivasi otot, beban internal,
tekanan intra-discal, gerakan saraf dan sirkulasi, dan peningkatan suhu tubuh.
Selanjutnya, paparan eksternal ini akan mempengaruhi kondisi internal ibu.
Kondisi internal ibu akan memunculkan respon internal dalam tubuh berupa
respon kimiawi, fisiologis, dan biomekanik. Berdasarkan exterocepsis (stimulus
167
dari sensor kulit), propriocepsis (stimulus dari sensor yang ada pada otot spindel,
tendon, dan persendian), interocepsis (stimulus dari sistem organ dalam), dan
nocicepsis (stimulus dari adanya rasa sakit), maka persepsi tidak nyaman akan
muncul.
Proses yang berlangsung dalam tubuh ibu ini dipengaruhi juga oleh
kapasitas fisik ibu untuk merespon paparan eksternal sampai muncul respon
berupa rasa tidak nyaman. Kondisi lingkungan, karakteristik tempat duduk, dan
kapasitas fisik ibu yang berbeda-beda inilah yang menyebabkan
ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk juga
berbeda-beda.
D. Gambaran Karakteristik Tempat Duduk yang Digunakan Ibu saat
Menyusui dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa karakteristik
tempat duduk terdiri dari dimensi kursi, sudut dudukan, bentuk kursi atau tempat
duduk, dan bahan pelapis atau bantalan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dari 18 orang yang menggunakan kursi saat menyusui dengan posisi duduk,
dimensi kursi yang paling banyak tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu adalah
tinggi dudukan, tinggi sandaran punggung, dan tinggi sandaran tangan. Menurut
Pheasant (2003), kesesuaian antara dimensi tempat duduk dengan penggunanya
akan menciptakan kenyamanan pengguna selama menggunakan tempat duduk
tersebut. Berdasarkan penjelasan Pheasant (2003) ini, dapat dikatakan bahwa jika
terdapat ketidaksesuaian antara dimensi kursi dengan dimensi tubuh
168
penggunanya, maka akan memunculkan ketidaknyamanan selama duduk
menggunakan kursi tersebut.
Santoso (2004) dalam Mulyono (2010) juga menyatakan bahwa
kenyamanan menggunakan suatu alat sangat tergantung dari kesesuaian ukuran
alat dengan ukuran manusia. Apabila ukuran alat tidak sesuai dengan manusia
pengguna dalam jangka waktu tertentu, alat tersebut dapat mengakibatkan stres
tubuh berupa ketidaknyamanan, lelah, pusing, dan nyeri.
Berdasarkan kedua penjelasan di atas, maka ketidaksesuaian dimensi
kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan dimensi tubuh ibu
dimungkinkan menjadi penyebab ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat
menyusui dengan posisi duduk di kursi tersebut. Namun, tidak dapat dipaksakan
juga bahwa ibu harus menggunakan kursi yang sesuai dengan dimensi tubuh ibu
saat menyusui dengan duduk. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ibu dalam
kepemilikan kursi. Kursi yang digunakan ibu adalah kursi yang memang sudah
ada di rumah. Jadi, ibu memanfaatkan kursi yang sudah ada di rumah untuk
menyusui saat ibu memilih menyusui dengan duduk. Selain itu, kursi yang
digunakan ibu saat menyusui bukan merupakan kursi menyusui yang ergonomis.
Schuler dan Jackson (1999) dalam Puswiartika (2008) mengemukakan
bahwa tempat duduk yang tidak nyaman dapat menyebabkan cedera punggung
pemakainya. Inilah yang dimungkinkan menjadi penyebab keluhan
ketidaknyamanan yang paling banyak dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi
duduk yaitu di bagian punggung bawah kanan dan kiri. Dari 18 orang yang
menggunakan kursi, 77,8% (14 orang) mengalami ketidaknyamanan.
169
Pada penelitian ini, selain kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh
ibu yang menggunakannya, posisi ibu saat menyusui juga menentukan
kenyamanan ibu selama menyusui dengan posisi duduk tersebut. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Pheasant (2003), yaitu tidak cukup hanya kesesuaian
dimensi tempat duduk dengan penggunanya, posisi seseorang dalam duduk juga
menentukan kenyamanan selama duduk. Hal ini berkaitan dengan proses
fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut.
Kenyamanan akan meningkat jika didukung seperti oleh adanya gundukan bantal
atau hal lain yang mendukung untuk dilakukannya perubahan postur/posisi
selama duduk. Namun dalam penelitian ini, meskipun ibu sudah menggunakan
peralatan bantu saat menyusui dengan posisi duduk berupa bantal dengan alasan
paling banyak adalah supaya tidak lelah atau pegal, 95,2% dari 21 ibu yang
menggunakan peralatan bantu berupa bantal tersebut tetap merasakan
ketidaknyamanan. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan karena adanya faktor
lain yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui. Artinya,
tidak hanya dari tempat duduk yang menyebabkan ibu merasakan
ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk.
170
E. Gambaran Karakteristik Ibu yang Menyusui dengan Posisi Duduk di
Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa karakteristik
ibu terdiri dari dimensi tubuh, usia, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) ibu.
1. Dimensi Tubuh
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengukuran
dimensi tubuh hanya dilakukan kepada ibu yang menggunakan kursi saat
menyusui dengan posisi duduk. Berdasarkan hasil pengumpulan data
diperoleh bahwa ada 18 ibu yang menyusui dengan posisi duduk
menggunakan kursi, sehingga pengukuran dimensi tubuh hanya dilakukan
pada 18 ibu tersebut. Pengukuran dimensi tubuh dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kesesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh ibu yang
menggunakannya saat menyusui dengan posisi duduk.
Ukuran dimensi tubuh setiap orang sudah pasti berbeda-beda. Menurut
Wignjosoebroto (2000) dan Wicken et. al (2004), faktor-faktor yang
menyebabkan variasi pada dimensi tubuh manusia adalah usia, gender, suku
bangsa/ras, postur tubuh, jenis pekerjaan, dan nutrisi.
2. Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu yang
menyusui dengan posisi duduk adalah 28 tahun. Sedangkan rata-rata usia ibu
yang merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat
menyusui dengan posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort
Scale adalah 27 tahun.
171
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang berusia 27 tahun
atau kurang dari 27 tahun merupakan ibu yang baru mengalami pengalaman
menyusui. Artinya, bayi yang sedang disusui ibu merupakan bayi pertama
ibu (lampiran 8) sehingga aktivitas menyusui merupakan aktivitas dan
pengalaman yang baru bagi ibu. Bayi yang merupakan bayi pertama ibu,
61,5% diantaranya berusia kurang dari sama dengan 6 bulan (lampiran 8).
Hal ini berarti, bayi masih berada pada masa pemberian ASI eksklusif atau
frekuensi menyusui lebih sering dilakukan dan durasinya lebih lama
dibandingkan dengan bayi yang berusia lebih dari enam bulan.
Pada penelitian ini, dari 73 responden penelitian, terdapat 38
responden (52,1%) yang usia bayinya kurang dari sama dengan enam bulan
dan 35 responden (47,9%) yang usia bayinya lebih dari enam bulan.
Berdasarkan usia bayi, kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui dapat
dilihat pada tabel yang terdapat pada lampiran 8.
Berdasarkan tabel 3 pada lampiran 8, dapat diketahui bahwa 86,8% (33
ibu) dari 38 ibu yang usia bayinya kurang dari sama dengan enam bulan dan
74,3% (26 ibu) dari 35 ibu yang usia bayinya lebih dari enam bulan,
merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh yang ditandai pada
Body Part Discomfort Scale.
Menurut Fredregrill (2010), menyusui dilakukan selama bayi mau,
rata-rata 15 sampai 30 menit pada beberapa minggu pertama. Sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Klinpikul et.al (2010) menunjukkan bahwa
postur duduk selama menyusui untuk waktu yang lama menyebabkan sakit
172
punggung. Semakin lama waktu menyusui dengan posisi duduk, maka akan
semakin besar sakit punggung yang terjadi.
Moore dan De Costa (2006) mengatakan bahwa ASI merupakan
sumber terbaik bagi zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi pada enam bulan
pertama. Hal ini menyebabkan pemberian ASI pada enam bulan pertama
pada umumnya dilakukan lebih sering dan lebih lama yaitu selama 15-30
menit sebagaimana telah diuraikan di atas. Oleh karena itu, pada enam bulan
pertama, risiko ketidaknyamanan yang diterima ibu akibat posisi duduk saat
menyusui akan lebih besar. Sedangkan menurut Stanton et. al (2005) dan
Pheasant (2003), ketidaknyamanan merupakan tanda peringatan dari tubuh
dan mempunyai dampak jangka panjang yaitu berupa perubahan patologis
yang berupa rasa sakit.
Namun, berdasarkan tabel 3 pada lampiran 8, baik ibu yang usia bayi
yang sedang disusuinya kurang dari sama dengan enam bulan maupun yang
lebih dari enam bulan, masing-masing menunjukkan persentase tertinggi
adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan
posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale. Hal ini berarti,
kemungkinan ada kontribusi dari faktor lain yang menyebabkan ibu
merasakan ketidaknyamanan tersebut saat menyusui dengan posisi duduk.
3. Indeks Massa Tubuh
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik pada ibu yang kurus,
normal, maupun gemuk, sebagian besar ibu merasakan ketidaknyamanan
pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk,
173
sebagaimana disajikan pada tabel 5.23. Persentase ketidaknyamanan pada
ibu yang kurus adalah 100%, pada ibu yang normal adalah 78%, dan pada
ibu yang gemuk adalah 82,8%. Namun, jika ditinjau berdasarkan jumlah ibu
yang merasakan ketidaknyamanan, ibu yang normal justru paling banyak
merasakan ketidaknyamanan yaitu sebanyak 32 orang dari 59 orang yang
merasakan ketidaknyamanan.
IMT akan menentukan dimensi tubuh seseorang. Sebagaimana telah
dijelaskan di atas, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran
dimensi tubuh seseorang adalah nutrisi dan asupan nutrisi akan menentukan
IMT seseorang. Pada umunya, semakin tinggi IMT, maka akan semakin
besar ukuran dimensi tubuhnya dan semakin besar pula kemungkinan
ketidaksesuaian dimensi kursi dengan dimensi tubuh seseorang yang
menggunakan kursi tersebut. Hal ini akan semakin memperkecil ruang
pergerakan posturnya selama bekerja menggunakan kursi tersebut dan akan
memperbesar kemungkinan terjadinya ketidaknyamanan.
Namun, tidak demikian pada ibu menyusui. Tempat duduk yang
digunakan oleh ibu menyusui bervariasi. Pada penelitian ini, 75,3% ibu lebih
memilih untuk menyusui dengan duduk tidak menggunakan kursi. Ibu
memilih untuk duduk di tempat duduk yang lebih luas seperti di atas tempat
tidur, di atas lantai, dan sebagainya sehingga ibu akan lebih bebas bergerak
dan tidak dipengaruhi oleh IMT ibu.
174
F. Gambaran Karakteristik Aktivitas Menyusui oleh Ibu yang Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa karakteristik
aktivitas menyusui terdiri dari durasi menyusui, ukuran objek (dalam hal ini
adalah berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan, dan aktivitas pada waktu
istirahat atau pada waktu ibu sedang tidak menyusui.
1. Durasi Menyusui
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama menyusui
dengan posisi duduk pada ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale
adalah 21,78 menit dengan standar deviasi 19,71 menit dan yang tidak adalah
16,93 menit dengan standar deviasi 11,82 menit. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam dengan ibu yang merasakan ketidaknyamanan saat
menyusui dengan posisi duduk, ibu sudah mulai merasakan ketidaknyamanan
setelah 5 menit menyusui. Ketidaknyamanan yang dirasakan ibu seperti rasa
kesemutan atau pegal-pegal, sebagaimana hasil kutipan wawancara pada bab
sebelumnya. Ini berarti, hampir semua ibu merasakan ketidaknyamanan saat
menyusui dengan posisi duduk, karena hanya 4 ibu yang lama menyusuinya
kurang dari 5 menit.
Menurut Delleman et. al (2004), durasi menunjukkan jumlah waktu
seseorang secara terus-menerus terpapar oleh faktor risiko. Meskipun
menurut Delleman et. al, (2004) posisi duduk mempunyai peranan yang
sangat penting dalam memberikan kenyamanan pada seseorang, namun posisi
175
duduk untuk waktu yang lama tetap akan menjadi masalah. Mansfield (2007)
juga menyebutkan bahwa duduk dengan postur yang sama (tetap/statis) untuk
waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan Cohen
et. al (1997) dalam Rahmawati (2010) menjelaskan bahwa pekerjaan yang
membutuhkan otot yang sama atau pergerakan untuk durasi yang panjang
meningkatkan kemungkinan kelelahan lokal dan umum. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa durasi menyusui dimungkinkan menjadi penyebab
terjadinya ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk.
2. Ukuran Objek (Berat Badan Bayi)
Rata-rata berat badan bayi ibu yang merasakan ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk yang ditandai
pada Body Part Discomfort Scale adalah 6,95 kg dan yang tidak adalah 7,61
kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bayi yang memiliki berat badan
kurang dari sama dengan 7 kg, 79,5% diantaranya adalah bayi yang usianya
kurang dari sama dengan enam bulan (lampiran 8).
Menurut Kumar (1999), berat objek dapat mempengaruhi pengeluaran
energi metabolik dan dapat memberikan beban pada otot. Semakin berat
objek, maka pengeluaran energi metabolik akan meningkat dan beban pada
otot akan semakin besar. Beban pada otot inilah yang kemudian dapat
menyebabkan terjadinya musculoskeletal stress yang dapat mengakibatkan
terjadinya ketidaknyamanan.
Pada penelitian ini, yang lebih banyak mengalami ketidaknyamanan
adalah ibu yang bayinya memiliki berat badan kurang dari sama dengan 7 kg.
176
Hal ini disebabkan karena bayi yang memiliki berat badan kurang dari sama
dengan 7 kg, 79,5% diantaranya adalah bayi yang usianya kurang dari sama
dengan enam bulan, dimana frekuensi menyusuinya lebih sering dan lama
waktu menyusuinya juga lebih lama serta ibu yang usia bayinya kurang dari
sama dengan enam bulan lebih sering menggunakan posisi duduk daripada
posisi menyusui lainnya. Sedangkan pada ibu yang berat badan bayinya lebih
dari 7 kg, 79,4% usia bayi sudah lebih dari enam bulan, dimana frekuensi dan
lama waktu menyusuinya sudah berkurang karena bayi sudah mendapatkan
makanan lain selain ASI serta durasi menyusui lebih lama dengan posisi
berbaring miring daripada posisi duduk.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa menurut Delleman et. al,
(2004) posisi duduk untuk waktu yang lama akan menjadi masalah dan
Mansfield (2007) juga menyebutkan bahwa duduk dengan postur yang sama
(tetap/statis) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
ketidaknyamanan.
3. Postur
Postur tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk antara lain
dipengaruhi oleh tempat duduk ibu saat menyusui dan kesesuaian dimensi
kursi dengan dimensi tubuh ibu menyusui yang menggunakannya.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pheasant (2003) bahwa postur kerja
dipengaruhi oleh hubungan antara dimensi tubuh dan stasiun kerjanya
(workstation). Misalnya, tempat kerja yang terlalu tinggi untuk pekerja yang
177
memiliki tinggi badan rendah atau tempat kerja yang terlalu rendah untuk
pekerja dengan tinggi badan lebih.
Selain itu, postur duduk ibu saat menyusui juga dipengaruhi oleh
posisi duduk ibu itu sendiri, dimana ibu harus menyesuaikan posisi ibu
dengan bayi yang disusuinya supaya posisi bayi pas dan tepat untuk
menyusu. Menurut Pheasant (2003), posisi seseorang saat duduk juga
menentukan kenyamanan selama duduk karena hal ini berkaitan dengan
proses fisiologis dan biomekanik dalam tubuh akibat posisi duduk tersebut.
Sedangkan menurut McKeown (2008), salah satu elemen kunci untuk
memastikan seseorang dapat bekerja dengan nyaman dan efektif adalah
postur yang baik selama bekerja.
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil penilaian postur duduk ibu saat
menyusui dengan metode RULA, diperoleh bahwa dari 59 ibu yang berhasil
diobservasi, 93,22% (55 orang) diantaranya berada pada level risiko tinggi.
Ini berarti, dibutuhkan tindakan sekarang juga untuk memperbaiki postur
duduk ibu saat menyusui agar posisi duduk ibu saat menyusui lebih
ergonomis dan mengurangi terjadinya ketidaknyamanan ibu selama menyusui
dengan posisi duduk atau bahkan lebih jauh lagi dapat mengurangi risiko
terjadinya MSDs akibat postur duduk ibu saat menyusui.
Postur duduk ibu berada pada level risiko tinggi kemungkinan
disebabkan karena posisi pergelangan tangan, leher, dan punggung ibu. Pada
saat menyusui dengan posisi duduk, ibu membengkokkan pergelangan
tangannya ke bawah untuk menyangga bayi, leher ibu menunduk dan
178
bengkok karena selama aktivitas menyusui berlangsung ibu akan melihat ke
arah bayi atau memperhatikan keluarnya ASI dari payudara ibu, sedangkan
sikap punggung ibu menyesuaikan dengan ketepatan posisi bayi untuk
menyusu dan kemungkinan ibu sudah terbiasa dengan sikap duduk
membungkuk yang menurut ibu nyaman.
Menurut Bahiyatun (2009) salah satu cara menyusui yang benar adalah
ibu menyusui sambil menatap bayi dengan kasih sayang. Oleh karena itu,
wajar jika postur leher ibu menunduk dan bengkok karena saat menyusui, ibu
sambil menatap bayi dengan kasih sayang serta memperhatikan proses bayi
saat menyusu. Namun, menurut Karjewksi et. al (2009) membelokkan kepala
atau leher ke salah satu sisi, diketahui berhubungan dengan peningkatan
risiko ketidaknyamanan dan MSDs.
Sikap duduk ibu yang membungkuk selama menyusui dengan alasan
menyesuaikan posisi payudara ibu dengan mulut bayi, merupakan sikap
duduk yang kurang tepat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Widodo
(2011), bahwa yang seharusnya dilakukan untuk mendekatkan bibir bayi
dengan payudara ibu adalah dengan mengangkat tangan, bukan
membungkuk. Selain itu, menurut Anderson (1981) dan Tyson et. al (2005)
dalam Klinpikul et. al (2010), duduk dengan postur membungkuk atau
membengkokkan tulang belakang akan mengakibatkan otot akan lebih
menegang dimana hal ini pada akhirnya akan menyebabkan kelelahan dan
ketidaknyamanan. Karjewski et.al (2009) juga menjelaskan bahwa ketika
tulang atau persendian tidak berada pada posisi netral, maka terjadi postur
179
janggal. Sedangkan menurut Mulyono (2010), sikap duduk yang salah dapat
menyebabkan masalah pada punggung dan menyebabkan otot perut
melembek.
Postur pergelangan tangan ibu yang bengkok disebabkan karena ibu
harus memegang dan menyangga tubuh bayi saat menyusui. Postur
pergelangan tangan yang seperti ini merupakan salah satu bentuk postur
janggal menurut Karjewski et. al (2009). Sebagaimana yang disebutkan oleh
Karjewski et. al (2009), salah satu contoh postur janggal yang berkontribusi
menyebabkan pergerakan mendekati posisi ekstrim adalah membengkokkan
pergelangan tangan ke bawah dengan muka tangan menghadap ke bawah
lebih dari 30 derajat.
Sedangkan beberapa postur netral untuk beberapa bagian tubuh
menurut Karjewski et.al (2009) yaitu sebagai berikut:
1. Kepala dan leher berada pada satu garis atau satu level atau bengkok
sedikit ke depan, pandangan lurus ke depan, seimbang, dan berada satu
garis dengan tulang belakang.
2. Tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah berada lurus pada satu
garis.
3. Siku-siku berada dekat dengan tubuh dan miring 90-120 derajat.
4. Bahu relaks dan lengan atas menggantung normal di samping tubuh.
5. Paha dan bokong ketika duduk harus berada paralel dengan lantai.
6. Lutut ketika duduk posisinya harus sama tinggi dengan bokong, dengan
kaki sedikit ke depan.
180
7. Punggung ketika duduk posisinya harus vertikal atau bersandar dengan
dukungan lumbar.
Selama melakukan aktivitas menyusui (setiap menyusui), tidak
seterusnya postur duduk ibu saat menyusui sama dengan pada saat dilakukan
observasi. Mungkin kadangkala postur leher ibu saat menekuk kurang dari 20
derajat, atau sudut yang dibentuk oleh pergerakan lengan atas atau lengan
bawah ibu lebih kecil dari yang diobservasi, pergelangan tangan ibu berada
pada posisi lurus atau tidak dibengkokkan, atau sikap punggung ibu tegak,
dan seterusnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena pada umumnya
selain ibu mencari kenyamanan untuk dirinya sendiri saat menyusui, ibu juga
harus memperhatikan kenyamanan dan ketepatan bayi saat menyusu. Kedua
hal ini, baik kenyamanan ibu maupun ketepatan bayi saat menyusu dapat
memperlancar proses menyusui.
Menurut Pheasant (2003), postur yang baik untuk posisi duduk adalah
subjek duduk pada posisi horizontal, pada permukaan yang datar, duduk
tegak hingga tinggi badan maksimal dan pandangan lurus ke depan. Bahu
relaks, dengan lengan atas menggantung bebas di samping dan lengan bawah
berada pada posisi horizontal. Tinggi tempat duduk disesuaikan hingga paha
berada pada posisi horizontal dan kaki bagian bawah berada pada posisi
vertikal. Namun, pada ibu menyusui tidak demikian. Lengan ibu harus
menggendong dan menyangga bayi selama menyusui dan posisi ibu harus
menyesuaikan dengan ketepatan bayi untuk menyusu.
181
Selain postur janggal, postur yang dibatasi juga dapat menyebabkan
ketidaknyamanan, misalnya postur duduk yang statis dan tidak bebas
(Lueder, 2004). Menurut McKeown (2008), kerja otot yang statis dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan dan waktu istirahat yang lebih lama
dibutuhkan untuk ini. Pada ibu menyusui, postur duduknya cenderung statis,
artinya tidak banyak pergerakan yang dilakukan ibu dan postur duduk ibu
juga dibatasi. Mungkin hanya kaki, punggung, dan tangan ibu yang dapat
melakukan pergerakan. Namun, meskipun demikian, pergerakannya tetap
terbatas karena ibu masih harus tetap menggendong dan menyangga serta
menjaga posisi bayi agar masih tetap pas dan tepat untuk menyusu.
Menurut Grandjean (1988) dalam Mulyono (2010), masalah utama
yang ditemukan pada aktivitas dalam posisi duduk adalah kelelahan otot dan
tulang bagian belakang yang disebabkan posisi duduk yang terlalu tegang.
Oleh karena itu, untuk menunjang posisi duduk yang efektif perlu
memperhatikan perilaku aktivitas yang didukung dengan fasilitas duduk atau
kursi yang tepat. Fasilitas duduk atau kursi yang tepat ini dapat membantu
agar dapat duduk dengan postur alami. Grandjean (1988) dalam Kalsum
(2007) mengatakan bahwa duduk dengan postur alami akan mengurangi
beban kerja otot statis yang diperlukan untuk menghindari gangguan pada
sendi kaki, lutut, pinggang, dan tulang belakang.
182
4. Kondisi Lingkungan
Faktor lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah tingkat
kebisingan, suhu dan pencahayaan. Menurut Rusdjijati dan Widodo (2008),
faktor-faktor lingkungan tersebut akan menciptakan kondisi yang nyaman
apabila tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan atau tidak melebihi
toleransi manusia untuk menghadapinya. Namun sebaliknya, jika faktor-
faktor lingkungan tersebut melebihi NAB yang telah ditetapkan, maka akan
mengakibatkan ketidaknyamanan.
a. Kebisingan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan tempat menyusui
73 ibu memiliki tingkat kebisingan lebih dari 55 dB. Nilai ini berada di
atas NAB yang diperbolehkan untuk wilayah perumahan dan pemukiman
menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun
1996 (55 dB). Rata-rata sumber kebisingan di lingkungan sekitar tempat
tinggal ibu berasal dari keramaian masyarakat (seperti suara anak-anak,
orang-orang yang sedang mengobrol, dan sebagainya). Namun, bagi
tempat tinggal ibu yang berada dekat dengan jalan raya, maka sumber
kebisingannya selain dari keramaian masyarakat juga dapat berasal dari
lalu lintas kendaraan bermotor.
Menurut Rusdjijati dan Widodo (2008), jika nilai kebisingan
sudah melebihi NAB yang ditetapkan, maka dapat mengakibatkan
ketidaknyamanan bagi manusia yang menerima kebisingan tersebut.
Dengan demikian, maka faktor kebisingan dimungkinkan menjadi salah
183
satu penyebab terjadinya ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui
dengan posisi duduk.
Kondisi cuaca yang tidak menentu saat dilakukan pengumpulan
data mempengaruhi kondisi angin dan udara. Menurut Mashuri (2007)
dalam Anggraini et. al (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat kebisingan di suatu tempat, yaitu jarak, serapan udara, angin, dan
permukaan bumi. Udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara
daripada udara bersuhu tinggi. Selain itu, besarnya frekuensi bunyi yang
diterima juga dipengaruhi oleh arah angin. Arah angin yang menuju
pendengar akan mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga
sebaliknya.
b. Suhu
Rata-rata suhu tempat menyusui pada ibu yang merasakan
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan
posisi duduk yang ditandai pada Body Part Discomfort Scale adalah
32,48oC dan yang tidak adalah 33,46
oC.
Pada penelitian ini, suhu paling rendah yang terukur pada tempat
menyusui ibu adalah 30oC dan suhu tertinggi adalah 37
oC dengan rata-
rata 32,66oC. Tingginya suhu yang terukur ini kemungkinan disebabkan
karena faktor cuaca, seperti cuaca yang panas dengan sinar matahari yang
terik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
184
Ruang Rumah, kadar yang disyaratkan untuk suhu di dalam rumah adalah
antara 18-30oC. Rata-rata nilai suhu yang terukur di tempat ibu menyusui
sudah melebihi NAB yang ditetapkan. Menurut Rusdjijati dan Widodo
(2008), jika nilai suhu melebihi NAB yang telah ditetapkan, maka akan
mengakibatkan ketidaknyamanan. Dengan demikian, maka suhu
dimungkinkan juga menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan ibu
saat menyusui dengan posisi duduk.
c. Pencahayaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 78% ibu yang tempat
menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan > 60 lux dan 84,4% ibu
yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan < 60 lux
merasakan ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui
dengan posisi duduk. Jadi, baik yang tingkat pencahayaan tempat
menyusui ibu > 60 lux maupun < 60 lux, sebagian besar ibu merasakan
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan
posisi duduk.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang Rumah, pencahayaan yang disyaratkan minimal 60 Lux. Oleh
karena itu, jika nilai pencahayaan kurang dari 60 lux, maka dapat
menyebabkan ketidaknyamanan (Rusdjijati dan Widodo, 2008). Artinya,
ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan kurang dari
60 lux, jelas akan lebih banyak mengalami ketidaknyamanan
185
dibandingkan dengan ibu yang tempat menyusuinya memiliki tingkat
pencahayaan lebih dari 60 lux.
5. Aktivitas pada Waktu Istirahat (pada Waktu Ibu Sedang Tidak
Menyusui)
Pada penelitian ini, keseluruhan responden adalah ibu rumah tangga
dan bukan ibu yang bekerja. Penentuan responden ini dilakukan untuk
menghindari adanya kemungkinan faktor pekerjaan ibu di luar rumah yang
dapat menjadi penyebab terjadinya ketidaknyamanan ibu saat menyusui
dengan posisi duduk. Oleh karena itu, aktivitas ibu saat sedang tidak
menyusui adalah aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga
seperti yang ditampilkan pada tabel 5.19. Aktivitas yang rata-rata dilakukan
ibu setiap harinya yaitu mencuci dan menjemur pakaian yang telah dicuci,
memasak, mencuci peralatan masak dan makan, mengepel lantai, menyapu
lantai, membersihkan halaman, membereskan peralatan, membersihkan
perabot rumah tangga lainnya dengan banyak menggunakan tangan,
membuang sampah, menonton TV, dan bersosialisasi dengan tetangga
sekitar.
Banyaknya aktivitas rumah tangga ibu dimungkinkan juga menjadi
penyebab ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk. Menurut
Zhang (1996), perasaan tidak nyaman akan meningkat seiring dengan
meningkatnya tugas dan kelelahan. Perlu diketahui juga bahwa ibu menyusui
yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang
186
tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga, sehingga seluruh pekerjaan
rumah tangga dikerjakan sendiri oleh ibu.
Beban pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga dan kurangnya waktu
istirahat pada beberapa ibu dapat meningkatkan dampak ketidaknyamanan
menjadi munculnya rasa sakit. Hal ini dijelaskan oleh Pheasant (2003) bahwa
secara umum, rasa sakit datang seiring dengan adanya beban fisik dalam
waktu singkat dan kurangnya waktu istirahat. Pada poin ini, bukan
ketidaknyamanan lagi yang terjadi, tetapi lebih kepada cedera fisik dan
proses penyakit. Oleh karena itu, aktivitas rumah tangga ibu dimungkinkan
juga berkontribusi menyebabkan ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan
posisi duduk.
187
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Kenyamanan Posisi Duduk Ibu
saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013, diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Ibu yang mengalami ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh saat
menyusui dengan posisi duduk adalah sebesar 80,8% dengan persentase
terbesar pada bahu kanan, siku kiri, punggung bagian bawah dan kiri dengan
frekuensi paling banyak pada masing-masing bagian tubuh adalah kadang-
kadang dan intensitasnya tidak nyaman. Semua ibu mengalami perubahan
sikap duduk selama menyusui dengan posisi duduk dengan rata-rata jumlah
perubahan sikap duduknya adalah 3 kali. Ketidaknyamanan mulai dirasakan
ibu setelah lima menit menyusui.
2. Sebagian besar ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan lebih memilih tidak menggunakan kursi saat menyusui dengan
posisi duduk, yaitu sebesar 75,3% (55 orang).
3. Dari tujuh dimensi kursi yang diukur, terdapat tiga dimensi kursi yang paling
banyak tidak sesuai dengan dimensi tubuh ibu yaitu dimensi tinggi dudukan,
tinggi sandaran punggung, dan tinggi sandaran tangan.
188
4. Kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan ternyata memiliki sudut dudukan yang sama yaitu 0o.
5. Bahan pelapis tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui dengan
posisi duduk di Kelurahan Pisangan terdiri dari bahan spon/busa, kapuk,
plastik, dan stainless/besi/logam lainnya.
6. Ada sebanyak 21 ibu (28,8%) yang menggunakan peralatan bantu berupa
bantal saat menyusui dengan posisi duduk dengan alasan paling banyak
adalah supaya ibu tidak lelah atau pegal.
7. Rata-rata usia ibu yang menyusui dengan posisi duduk di Kelurahan
Pisangan tahun 2013 adalah 28 tahun.
8. Berdasarkan IMT ibu, terdapat 4,1% ibu yang kurus, 56,2% ibu yang normal,
dan 39,7% ibu yang gemuk.
9. Rata-rata lama menyusui ibu dengan posisi duduk adalah 19,8 menit.
10. Rata-rata berat badan bayi yang sedang disusui ibu adalah 7,08 kg.
11. Dari 59 ibu yang berhasil diobservasi, 93,22% postur ibu saat menyusui
dengan posisi duduk berada pada level risiko tinggi dan 78,2% diantaranya
mengalami ketidaknyamanan.
12. Tingkat kebisingan yang terukur di tempat tinggal ibu melebihi NAB yang
disyaratkan (55dB), yaitu antara 55,1 s.d 81,4 dB dengan rata-rata 66,46 dB;
suhu yang terukur di tempat menyusui ibu melebihi NAB yang disyaratkan
(18-30oC), yaitu antara 30 s.d 37
oC dengan rata-rata 32,66
oC; dan terdapat
43,8% (32 orang) yang tempat menyusuinya memiliki tingkat pencahayaan
kurang dari NAB yang disyaratkan (60 lux).
189
13. Aktivitas ibu saat sedang tidak menyusui adalah mengerjakan pekerjaan
rumah tangga.
14. Faktor-faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya
ketidaknyamanan pada ibu saat menyusui dengan posisi duduk adalah
ketidaksesuaian dimensi kursi yang digunakan ibu saat menyusui dengan
posisi duduk dengan dimensi tubuh (antropometri) ibu, durasi, berat objek
(berat badan bayi), postur, kondisi lingkungan (kebisingan, suhu, dan
pencahayaan), aktivitas ibu pada waktu sedang tidak menyusui (aktivitas
rumah tangga), dan usia bayi yang kurang dari sama dengan enam bulan.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi Ibu Menyusui
Saran yang dapat diberikan kepada ibu menyusui berdasarkan hasil
penelitian ini adalah memberikan pelatihan kepada ibu hamil tentang cara
menyusui yang benar, yaitu meliputi posisi menyusui yang benar, pemilihan
tempat duduk yang tepat untuk menyusui, dan pengaturan kondisi ruang
menyusui yang tepat sehingga akan memberikan kenyamanan bagi ibu
selama menyusui. Sasaran pelatihan adalah ibu hamil karena ibu hamil akan
menjadi ibu menyusui. Pelatihan sebaiknya diberikan sedini mungkin supaya
ketika ibu hamil menjadi ibu menyusui sudah dapat melakukan teknik
menyusui yang benar dari awal proses menyusui dilakukan. Pelatihan dapat
diberikan melalui kelas ibu hamil.
190
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat menggunakan metode penelitian
dimana peneliti dapat mengikuti setiap kegiatan menyusui ibu sehingga
kenyamanan atau ketidaknyamanan ibu saat menyusui dengan posisi
duduk dapat diidentifikasi lebih jauh setiap waktunya.
b. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melihat lebih jauh lagi hubungan
faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan posisi duduk dengan
kenyamanan posisi duduk ibu saat menyusui sehingga dapat diketahui
dengan jelas mekanisme terjadinya ketidaknyamanan atau kenyamanan
posisi duduk ibu saat menyusui dan faktor apa saja yang mempengaruhi
atau yang paling mempengaruhi kenyamanan posisi duduk ibu saat
menyusui dengan posisi duduk.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cet. IV. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
An Easy Guide to Breastfeeding. 2006. U.S. Departement of Health and Human
Services Office on Woman’s Health
Anggraini, Bima et. al. 2012. Penentuan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas di Jalan
Tuanku Tambusai Pekanbaru. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Available on:
http://repository.unri.ac.id/bitstream/123456789/2444/1/karya%20imiah%20b
ima%20anggraini.pdf
Ardiana, Lintang. 2007. Dalam http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124448-
155.942%20ARD%20p%20-%20Persepsi%20ketidaknyamanan-Literatur.pdf.
Diakses pada tanggal 17 September 2012 pukul 21.00
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bridger. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraw-Hill Inc.
Corlett, E. N. & Bishop, R. P. 1976. A Technique For Measuring Postural
Discomfort. Dalam http://www.humanics-
es.com/bodypartdiscomfortscale.htm. Diakses pada tanggal 5 Desember 2012
pukul 6.01
De Looze, Michiel P. et. al. 2003. Sitting Comfort and Discomfort and the
Relationships with Objective Measures. Ergonomics, Vol. 46 No. 10 985-997.
Taylor & Francis Ltd.
Delleman, Nico J. et. al. 2004. Working Posture and Movements: Tool for Evaluation
and Engineering. Boca Raton Florida: CRC Press. Ed.
Dul, Jan dan Bernhard Weerdmeester. 2008. Ergonomics for beginners: A Quick
Reference Guide. Boca Raton: London: CRC Press Taylor & Francis Group
Edy, Sarwo dan Rasmidar Samad. 2011. Aplikasi Postur yang Ergonomi Dokter Gigi
Selama Perawatan Klinis di Kota Makassar. Departemen Ilmu Kesehatan
Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar
Fajar, Ibnu. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ed. I.
Cet. I
Feletto, Mario dan Walter Graze. 2000. A Back Injury Prevention Guide For Health
Care Providers. Publication Available from the California OSHA
Consultation, Education & Training Units with Modifications Suitable to
Oregon
Fredregill, Suzanne dan Ray Fredregill. 2010. The Everything Breastfeeding Book.
Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc.
Kalsum. 2007. Kenyamanan dan Produktivitas Pembuat Sapu Ijuk Ditinjau dari
Aspek Ergonomis Di Desa Medan Sinembah, Tanjung Morawa. Available on:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19038/1/ikm-jun2007-
11%20(8).pdf
Karjewski, Janet Torma et. al. 2009. Ergonomics: MSD Risk Factors-Awkward
Postures. NIOSH Publication No. 2009-107
Karwowski, Waldemar. 2001. International Encyclopedia of Ergonomics and Human
Factors Volume 1. London: CRC Press Taylor & Francis Group. Ed.
Karwowski, Waldemar dan William S. Marras. 2003. Principles and Application in
Engineering Series Occupational Ergonomics Engineering and
Administrative Controls. Florida: CRC Press
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
450/MENKES/SK/IV/2004 Tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
Eksklusif pada Bayi di Indonesia
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang: Baku
Mutu Kebisingan
Klinpikul, N., et. al. 2010. Factors Affecting Low Back Pain during Breastfeeding of
Thai Woman. World Academy of Science, Engineering and Technology.
Available on: http://www.waset.org/journals/waset/v48/v48-56.pdf
Kolcaba, Katharine. 1991. A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE:
Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4
Kolcaba, Katharine. 1992. Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A
Nurse-Sensitive Outcome. Advance in Nursing Science
Kolcaba, Katharine. 2001. Evolution of The Mid Range Theory of Comfort for
Outcomes Research. Nursing Outlook Vol. 49
Kubangun, Hamdani. 2010. Analisis Ergonomi Pada Proses Mesin Tenun Dengan
Pendekatan Subjektifitas Pada PT Industri Sandang Nusantara Unit Makateks
Makassar. Arika, Vol. 04, No. 1
Kumar, Shrawan. 1999. Biomechanics in Ergonomics. London: CRC Press Taylor &
Francis Group. Ed.
Kusumaningsih, Tri Puspa. 2009. Hubungan Antara Pemberian Makanan
Pendamping ASI dengan Status Gizi pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Desa
Gogik Kecamatan Ungaran Barat. Available on: http://e-journal.akbid-
purworejo.ac.id/index.php/jkk4/article/view/60. Diakses pada tanggal 6
Desember 2012 pukul 15.34.
Lueder, Rani. 2002. Anatomical, Physiological and Health Considerations Relevant
to The SwingSeat. For SmartMotion Technology, Inc.
Lueder, Rani. 2004. Ergonomics of Seated Movement, A Review of The Scientific
Literature. Humanics ErgoSystems, Inc.
MacLeod, Dan. 2000. The Rules of Work: A Practical Engineering Guide to
Ergonomics. CRC Press Taylor & Francis Group
Mansfield, Neil J., et. al. 2007. Relative Influence of Sitting Duration and Vibration
Magnitude on Sitting Discomfort in A Car Seat. Presented at the 42nd
United
Kingdom Conference on Human Responses to Vibration, held at ISVR
University of Southampton, Southampton, England, 10-12 September 2007
Marras, William S. dan Waldemar Karwowski. 2006. Fundamentals and Assesment
Tools for Occupational Ergonomics. Boca Raton: CRC Press Taylor &
Francis Group. Ed.
McKeown, Celine. 2008. Office Ergonomics: Practical Applications. Boca Raton:
CRC Press Taylor & Francis Group
Moore, Michele C. dan Caroline M. de Costa. 2006. Pregnancy and Parenting After
Thirty-Five: Mid Life, New life. U.S.A: The Johns Hopkins University Press
Mulyono, Grace. 2010. Kajian Ergonomi pada Fasilitas Duduk Universitas Kristen
Petra Surabaya. Dimensi Interior, Vol. 8, No. 1, Juni 2010: 44-51
Munawwarah, Sa’adatul. 2004. Sikap Kerja Duduk terhadap Kenyamanan Kerja
Ditinjau dari Aspek Ergonomi pada Pekerja Pembuat Sapu Ijuk Di Desa
Medan Sinembah Tanjung Morawa Medan Tahun 2004. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi
Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Ergonomics. Available on:
http://www.osha.gov/SLTC/ergonomics/. Diakses pada tanggal 28 Juni 2012
pukul 9.23
Pangaribuan, Dina Meliana. 2010. Analisa Postur Kerja dengan Metode RULA pada
Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan. Skripsi. Departemen
Teknik Industri Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1077/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam
Ruang Rumah
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif
Pheasant, Stephen. 2003. Body Space Anthropometry, Ergonomics and the Design of
Work. London: Taylor & France. Second Edition
Puswiartika, Dhevy. 2008. Peran Ergonomi dalam Meningkatkan Produktivitas
Kerja. Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 8 No. 1
Rahayu, Rizka Yulianti dan Sari Sudarmiati. 2012. Pengetahuan Ibu Primipara
tentang Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Produksi ASI. Jurnal
Nursing Studies Vol. 1 No. 1. Available on: http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jnursing
Rahmawati, Suci. 2009. Analisis Tingkat Risiko Terjadinya Musculoskeletal
Disorders (MSDs) pada Aktivitas Pekerjaan Di Unit Produksi Donat PD.
Safari Donat Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahmawati, Yulita dan Sugiharto. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Kejadian
Cumulative Trauma Disorder Pekerja Pengamplasan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol. 7 No. 1 Hal. 8-11. Available on:
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Cet. I. Jakarta: Pustaka Bunda.
Rusdjijati, Retno dan Eko Muh Widodo. 2008. Pengaruh Paparan Getaran Tempat
Duduk Pengemudi Bis terhadap Kenyamanan Kerja. J@TI UNDIP, Vol. III,
No. 3
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan.
Cetakan I (Ed). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Stanton, Neville et. al. 2005. Handbook of Human Factor dan Ergonomics Methode.
London: CRC Press Taylor & Francis Group
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta:
CV Sagung Seto
Sundari, Komang Nelly. 2010. Tinjauan Ergonomi terhadap Sikap Kerja Petani di
Banjar Tengah, Desa Peguyangan, Denpasar Utara. Metris, Vol. 11 No. 2
Suprani, Budi. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Supir
Angkot (Angkutan Kota) Jurusan Parung-Bogor Tentang Keselamatan
Berkendara di Jalan Raya Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sutarna, I Nyoman. 2011. Aplikasi Ergonomi Pada Proses Pemotongan Pelat Eser
Meningkatkan Kinerja Mahasiswa Di Bengkel Teknologi Mekanik Politeknik
Negeri Bali. Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar
Sutomo, Budi dan Dwi Yanti Anggraini. 2010. Makanan Sehat Pendamping ASI. Cet.
I. Jakarta: Demedia Pustaka
Tan, CheeFai et. al. 2008. Subjective and Objective Measurements for Comfortable
Truck Driver’s Seat
Tan, Chee Fai et. al. 2010. Seat Discomfort of Dutch Truck Driver Seat: A Survey
Study and Analysis
Widhyasari, Maria Putri. 2011. Aspek Ergonomi Pada Aktivitas Penangkapan Ikan
Tuna (Studi Kasus Pada KM Satelit Di Muara Baru Jakarta Utara). Skripsi.
Available on
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52200/C11mpw.pdf?se
quence=1
Widodo, Ariani Dewi. 2011. Posisi Menyusui yang Nyaman Bagi Ibu dan Buah Hati.
Available on: http://www.tanyadok.com/anak/posisi-menyusui-yang-nyaman-
bagi-ibu-dan-buah-hati. Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pukul 5.39
Zhang, L. et. al. 1996. Identifying Factors of Comfort and Discomfort in Sitting.
Human Factors Vol. 38 Hal. 377-389
Wicken, C.D., et. al. 2004. An Introduction to Human Factors Engineering. New
Jersey: Pearson Education
Wignjosoebroto, S. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu-Teknik Analisis untuk
Peningkatan Produktivitas Kerja. Surabaya: Guna Widya
Lampiran 1: Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
PENYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Saya mahasiswa S1 Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Program
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian tentang “Gambaran
Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Saat Menyusui Di Kelurahan Pisangan Tahun 2013”.
Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya meminta kesediaan Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini dimana akan diberikan kuesioner dan dilakukan observasi
serta wawancara mendalam terkait dengan aktivitas menyusui ibu. Semua informasi yang
Ibu berikan dan peneliti amati akan terjamin kerahasiaannya. Setelah Ibu membaca maksud
dan kegiatan penelitian ini, maka saya meminta Ibu untuk mengisi nama dan tanda tangan di
bawah ini.
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini dan
akan memberikan informasi yang diminta dengan sebenar-benarnya”.
Nama: ____________________________________________________________________
Tanda Tangan:
____________________________________________________________________
Atas kesediaan dan partisipasi Ibu, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Ciputat, ______________2013
Hormat Saya,
Dhevy Eka Rusdiana
Lampiran 2: Instrumen Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Pertanyaan Koding
A. Informasi Umum Responden
A.1 Posisi yang digunakan ibu saat menyusui:
1) Duduk (Lanjut) 2) Berbaring (Selesai)
A.2 Apakah saat ini Ibu bekerja?
1) Iya (Selesai) 2) Tidak (Lanjut)
A.3 Nama Ibu : _______________________________
A.4 Tanggal Lahir Ibu : __ __ / __ __ / __ __ __ __
A.5 Tanggal Lahir Bayi : __ __ / __ __ / __ __ __ __
A.6 Bayi adalah anak ke- : __
A.7 Alamat : _________________________________
_________________________________
A.8 No. Telp./Hp : ________________________
B. Informasi Aktivitas Menyusui
B.1 Berapa kali Ibu menyusui dalam sehari: __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu
B.2 Jika saat ini, sudah berapa kali Ibu menyusui? __ __ kali 99. Lupa/Tidak tahu
B.3 Berapa lama Ibu menyusui dengan posisi duduk dalam sehari per menyusui: __ __ menit
99. Lupa/Tidak tahu
C. Penilaian Tempat Duduk yang Biasa Digunakan Ibu saat Menyusui
C.1 Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui adalah: (Tidak perlu ditanyakan, dari pengamatan
peneliti saat pengumpulan data)
1) Kursi, sebutkan_______________ 2) Bukan kursi, sebutkan ___________________
C.2 Apakah ibu menggunakan peralatan bantu seperti bantal saat menyusui dengan duduk di tempat
duduk tersebut? (Tidak perlu ditanyakan, dari pengamatan peneliti saat pengumpulan data)
1) Iya (ambil gambar) 2) Tidak pertanyaan D1
C.3 Jika iya, mengapa ibu menggunakannya? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari yang sesuai
dengan jawaban ibu)
No. Alasan Ya Tidak
C.3.a Supaya nyaman 1 2
C.3.b Supaya lebih rileks 1 2
C.3.c Mempermudah proses menyusui 1 2
C.3.d Supaya tidak lelah/pegal 1 2
C.3.e Supaya posisi bayi lebih tinggi dan pas 1 2
A1 ( )
A2 ( )
A3 ( )
A4 ( )
A5 ( )
A6 ( )
B1 ( )
B2 ( )
B3 ( )
C1 ( )
C2 ( )
C3a ( )
C3b ( )
C3c ( )
C3d ( )
C3e ( )
untuk menyusu
C.3.f Supaya ibu tidak membungkuk ketika
menyusui 1 2
C.3.g Supaya ada sandaran pada tangan 1 2
C.3.h Supaya ada sandaran pada kepala 1 2
C.3.i Supaya ada sandaran pada punggung 1 2
C.3.j Supaya ada sandaran pada kaki 1 2
C.3.k Supaya tidak sakit 1 2
C.3.l Supaya bisa menyusui lebih lama 1 2
C.3.m Lainnya, sebutkan ________________ 1 2
D. Penilaian Aktivitas Ibu saat Sedang Tidak Menyusui
D.1 Apa saja aktivitas Ibu saat sedang tidak menyusui?
No. Aktivitas Ya Tidak
D.1.a Mencuci dengan tangan 1 2
D.1.b Mencuci dengan mesin cuci 1 2
D.1.c Menjemur pakaian 1 2
D.1.d Memasak 1 2
D.1.e Mengepel lantai 1 2
D.1.f Menyapu lantai 1 2
D.1.g Membersihkan halaman 1 2
D.1.h Membereskan peralatan 1 2
D.1.i Membersihkan rumah dengan banyak
menggunakan tangan 1 2
D.1.j Membuang sampah 1 2
D.1.k Berkebun 1 2
D.1.l Mengelap kaca jendela 1 2
D.1.m Nonton TV 1 2
D.1.n Mengantarkan anak ke sekolah dengan
berjalan kaki 1 2
D.1.o Mengantarkan anak ke sekolah dengan
bersepeda 1 2
D.1.p Bersosialisasi dengan tetangga sekitar 1 2
D.1.q Mengikuti kegiatan di masyarakat 1 2
D.1.r Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
C3f ( )
C3g ( )
C3h ( )
C3i ( )
C3j ( )
C3k ( )
C3l ( )
C3m ( )
D1a ( )
D1b ( )
D1c ( )
D1d ( )
D1e ( )
D1f ( )
D1g ( )
D1h ( )
D1i ( )
D1j ( )
D1k ( )
D1l ( )
D1m ( )
D1n ( )
D1o ( )
D1p ( )
D1q ( )
D1r ( )
D.2 Apa saja aktivitas Ibu sebelum menyusui saat ini? (Bacakan pilihan jawaban dan jawaban boleh
lebih dari satu)
No. Aktivitas Ya Tidak
D.2.a Mencuci dengan tangan 1 2
D.2.b Mencuci dengan mesin cuci 1 2
D.2.c Menjemur pakaian 1 2
D.2.d Memasak 1 2
D.2.e Mengepel lantai 1 2
D.2.f Menyapu lantai 1 2
D.2.g Membersihkan halaman 1 2
D.2.h Membereskan peralatan 1 2
D.2.i Membersihkan rumah dengan banyak
menggunakan tangan 1 2
D.2.j Membuang sampah 1 2
D.2.k Berkebun 1 2
D.2.l Mengelap kaca jendela 1 2
D.2.m Nonton TV 1 2
D.2.n Mengantarkan anak ke sekolah dengan
berjalan kaki 1 2
D.2.o Mengantarkan anak ke sekolah dengan
bersepeda 1 2
D.2.p Bersosialisasi dengan tetangga sekitar 1 2
D.2.q Mengikuti kegiatan di masyarakat 1 2
D.2.r Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
E. Penilaian Kenyamanan Posisi Duduk saat Menyusui
E.1 Mengapa Ibu memilih menggunakan posisi duduk? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup lingkari
yang sesuai dengan jawaban ibu)
No. Alasan Ya Tidak
E.1.a Ibu merasa lebih nyaman daripada posisi
lainnya 1 2
E.1.b Supaya bayi tidak tersedak 1 2
E.1.c Supaya Ibu dapat sambil melakukan
aktivitas lainnya 1 2
E.1.d Supaya Ibu tidak tidur 1 2
E.1.e Supaya ASI Ibu dapat keluar dengan baik 1 2
D2a ( )
D2b ( )
D2c ( )
D2d ( )
D2e ( )
D2f ( )
D2g ( )
D2h ( )
D2i ( )
D2j ( )
D2k ( )
D2l ( )
D2m ( )
D2n ( )
D2o ( )
D2p ( )
D2q ( )
D2r ( )
E1a ( )
E1b ( )
E1c ( )
E1d ( )
E1e ( )
E.1.f Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
E.2 Apakah Ibu merasakan ketidaknyamanan (pegal/kram/kesemutan/mati rasa/kaku) pada beberapa
bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk?
0) Tidak pertanyaan E4 1) Iya
E.3 Jika iya, pada bagian tubuh mana saja Ibu merasakan ketidaknyamanan tersebut? (Perlihatkan
gambar 1)
E.3.1 Frekuensi (Jawaban boleh lebih dari satu)
No. Bagian Tubuh Kadang Sering Selalu
E.3.1.a Leher 1 2 3
E.3.1.b Bahu Kanan 1 2 3
E.3.1.c Bahu Kiri 1 2 3
E.3.1.d Siku-siku Kanan 1 2 3
E.3.1.e Siku-siku Kiri 1 2 3
E.3.1.f Lengan Bawah Kanan 1 2 3
E.3.1.g Lengan Bawah Kiri 1 2 3
E.3.1.h Tangan/Pergelangan Tangan Kanan 1 2 3
E.3.1.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri 1 2 3
E.3.1.j Punggung Bagian Atas 1 2 3
E.3.1.k Punggung Bagian Bawah Kanan 1 2 3
E.3.1.l Punggung Bagian Bawah Kiri 1 2 3
E.3.1.m Pinggul Kanan 1 2 3
E.3.1.n Pinggul Kiri 1 2 3
E.3.1.o Paha Kanan 1 2 3
E.3.1.p Paha Kiri 1 2 3
E.3.1.q Lutut Kanan 1 2 3
E.3.1.r Lutut Kiri 1 2 3
E.3.1.s Betis Kanan 1 2 3
E.3.1.t Betis Kiri 1 2 3
E.3.1.u Tumit Kanan 1 2 3
E.3.1.v Tumit Kiri 1 2 3
E.3.2 Intensitas (Jawaban boleh lebih dari satu)
No. Bagian Tubuh Tidak
Nyaman Sakit Sangat Sakit
E.3.2.a Leher 1 2 3
E.3.2.b Bahu Kanan 1 2 3
E1f ( )
E2 ( )
E3.1a ( )
E3.1b ( )
E3.1c ( )
E3.1d ( )
E3.1e ( )
E3.1f ( )
E3.1g ( )
E3.1h ( )
E3.1i ( )
E3.1j ( )
E3.1k ( )
E3.1l ( )
E3.1m ( )
E3.1n ( )
E3.1o ( )
E3.1p ( )
E3.1q ( )
E3.1r ( )
E3.1s ( )
E3.1t ( )
E3.1u ( )
E3.1v ( )
E3.2a ( )
E3.2b ( )
E.3.2.c Bahu Kiri 1 2 3
E.3.2.d Siku-siku Kanan 1 2 3
E.3.2.e Siku-siku Kiri 1 2 3
E.3.2.f Lengan Bawah Kanan 1 2 3
E.3.2.g Lengan Bawah Kiri 1 2 3
E.3.2.h Tangan/Pergelangan Tangan
Kanan 1 2 3
E.3.2.i Tangan/Pergelangan Tangan Kiri 1 2 3
E.3.2.j Punggung Bagian Atas 1 2 3
E.3.2.k Punggung Bagian Bawah Kanan 1 2 3
E.3.2.l Punggung Bagian Bawah Kiri 1 2 3
E.3.2.m Pinggul Kanan 1 2 3
E.3.2.n Pinggul Kiri 1 2 3
E.3.2.o Paha Kanan 1 2 3
E.3.2.p Paha Kiri 1 2 3
E.3.2.q Lutut Kanan 1 2 3
E.3.2.r Lutut Kiri 1 2 3
E.3.2.s Betis Kanan 1 2 3
E.3.2.t Betis Kiri 1 2 3
E.3.2.u Tumit Kanan 1 2 3
E.3.2.v Tumit Kiri 1 2 3
E.4 Apa saja kendala Ibu saat menyusui dengan posisi duduk? (Jawaban jangan dibacakan. Cukup
lingkari yang sesuai dengan jawaban ibu)
No. Kendala Ya Tidak
E.4.a Tidak ada kendala 1 2
E.4.b Tangan pegal 1 2
E.4.c Duduk tidak nyaman 1 2
E.4.d Membutuhkan sandaran 1 2
E.4.e Pantat pegal atau kram 1 2
E.4.f Betis sakit atau kram 1 2
E.4.g Pinggul pegal 1 2
E.4.h Leher pegal 1 2
E.4.i Punggung pegal 1 2
E.4.j Kaki pegal/kesemutan 1 2
E.4.k Lainnya, sebutkan ___________________ 1 2
E3.2c ( )
E3.2d ( )
E3.2e ( )
E3.2f ( )
E3.2g ( )
E3.2h ( )
E3.2i ( )
E3.2j ( )
E3.2k ( )
E3.2l ( )
E3.2m ( )
E3.2n ( )
E3.2o ( )
E3.2p ( )
E3.2q ( )
E3.2r ( )
E3.2s ( )
E3.2t ( )
E3.2u ( )
E3.2v ( )
E4a ( )
E4b ( )
E4c ( )
E4d ( )
E4e ( )
E4f ( )
E4g ( )
E4h ( )
E4i ( )
E4j ( )
E4k ( )
LEMBAR OBSERVASI
1. Ambil gambar tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui. Jika Ibu menggunakan
kursi, maka lakukan pengukuran dimensi kursi dan antropometri.
2. Ambil gambar video posisi atau sikap tubuh ibu saat menyusui dengan posisi duduk.
3. Saat sedang dilakukan pengumpulan data, hitung berapa lama ibu menyusui.
4. Saat pengumpulan data sedang dilakukan, observasi perubahan sikap duduk ibu selama
menyusui.
5. Berapa kali ibu mengubah sikap duduknya saat menyusui?
Perubahan Menit ke- setelah menyusui
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
6. Apa saja perubahan sikap duduk ibu saat menyusui?
______________________________________________________________________
______________________________________________________________________
______________________________________________________________________
______________________________________________________________________
______________________________________________________________________
HASIL PENGUKURAN LANGSUNG
Faktor yang Diukur Hasil
Pengukuran
Tinggi Badan Ibu (cm)
Berat Badan Ibu (kg)
Indeks Massa Tubuh (IMT) Ibu
Berat Badan Bayi (kg)
Kebisingan (dB)
Suhu (oC)
Pencahayaan (Lux)
ANTROPOMETRI
No. Ukuran Antropometri Hasil Ukur
(cm)
1. Sitting Height (8)
2. Sitting Shoulder Height (10)
3. Sitting Elbow Height (11)
4. Buttock-Popliteal Length (14)
5. Popliteal Height (16)
6. Shoulder Breadth (bideltoid) 17
7. Shoulder Breadth (biacromial) 18
8. Hip Breadth (19)
10. Elbow-Fingertip Length (23)
DIMENSI KURSI
No. Ukuran Tempat Duduk Hasil Ukur
(cm)
1. Tinggi Dudukan (H)
2. Lebar Alas Duduk
3. Kedalaman Alas Duduk (D)
4. Tinggi Sandaran
5. Lebar Sandaran
6. Sudut Sandaran (α)
7. Sudut Dudukan (β)
8. Tinggi Sandaran Tangan
9. Panjang Sandaran Tangan
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana posisi duduk yang membuat ibu merasa nyaman? Bagaimana posisi kaki,
tangan, punggung ibu yang menurut ibu nyaman saat menyusui dengan duduk? Gali
terus lebih dalam, misalnya kaki selonjor, punggung bersandar, dst.
2. Untuk ibu yang tidak menandai adanya ketidaknyamanan pada beberapa bagian
tubuh saat menyusui, tanyakan apakah ibu sama sekali tidak pernah merasakan
ketidaknyamanan (seperti merasakan kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, atau
kaku pada beberapa bagian tubuh ibu) selama menyusui dengan posisi duduk? Jika
jawaban ibu pernah, rasa tidak nyaman yang bagaimana yang ibu rasakan (tidak nyaman
pada bagian tubuh, atau dari segi psikis/emosi ibu)? Jika jawaban ibu tidak, maka lanjut
ke pertanyaan selanjutnya.
3. Berapa lama biasanya ibu menyusui dengan posisi duduk? (Waktu tercepat dan terlama)
Tanyakan untuk ibu yang tidak menandai adanya ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh saat menyusui dengan posisi duduk. Pada saat ibu menyusui
dengan posisi duduk dengan waktu terlama yang disebutkan ibu, apakah ibu tetap tidak
merasakan ketidaknyamanan saat menyusui dengan posisi duduk tersebut? Jika iya,
maka lanjut ke pertanyaan no. 9. Jika jawaban ibu ada ketidaknyamanan, maka lanjut ke
pertanyaan no. 4.
4. Setelah menyusui berapa lama ibu biasanya mulai merasa tidak nyaman dengan posisi
duduk ibu (seperti merasakan kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, atau kaku pada
beberapa bagian tubuh ibu)?
5. Bagaimana ketidaknyamanan yang dirasakan ibu saat menyusui dengan posisi duduk
tersebut? (seperti kesemutan, pegal-pegal, kram, mati rasa, kaku pada beberapa bagian
tubuh ibu, atau yang lainnya)
6. Apa yang ibu lakukan ketika sudah merasa tidak nyaman dengan posisi duduk ibu
tersebut (seperti mengubah sikap duduk, berhenti menyusui, dsb)? Mengapa ibu lebih
memilih melakukannya?
7. Biasanya jika sudah merasakan ketidaknyamanan tersebut, berapa lama lagi ibu akan
bertahan untuk melanjutkan aktivitas menyusuinya saat itu?
8. Apakah ketidaknyamanan itu selalu ibu rasakan saat menyusui? Lalu apakah posisi
duduk ibu berubah-ubah setiap kali menyusui atau tidak (seperti posisi kaki, tangan,
punggung) yang menurut ibu nyaman pada jawaban ibu sebelumnya?
9. Apakah ibu mempunyai syarat posisi duduk tertentu saat menyusui dengan duduk
(seperti posisi kaki, punggung, tangan, atau tubuh ibu harus bagaimana supaya ibu
merasa nyaman dengan posisi duduknya tersebut selama menyusui)? Apakah ibu
menggunakan peralatan bantu menyusui seperti bantal atau lainnya yang mendukung
kenyamanan ibu saat menyusui dengan posisi duduk?
10. Jika usia bayi ibu lebih dari enam bulan, apakah ada perbedaan cara ibu menyusui
dengan posisi duduk dan keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu? Jika iya,
bagaimana perbedaannya?
11. Jika bayi ibu bukan anak pertama ibu, apakah ada perbedaan cara ibu menyusui dengan
posisi duduk dan keluhan ketidaknyamanan yang dirasakan ibu? Jika iya, bagaimana
perbedaannya?
Lampiran 3: Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh
Analisis Kesesuaian Dimensi Kursi dengan Dimensi Tubuh
1. Tinggi Dudukan
Responden Tinggi
Popliteal
Tinggi
Dudukan Keterangan
1 42,2 46,0 Tidak Sesuai
2 41,3 36,0 Tidak Sesuai
3 39,5 36,0 Tidak Sesuai
4 38,0 32,5 Tidak Sesuai
5 49,0 38 Tidak Sesuai
6 39,5 40,5 Sesuai
7 40,5 24 Tidak Sesuai
8 43,4 44,5 Sesuai
9 43,2 41 Tidak Sesuai
10 40,7 33 Tidak Sesuai
11 41,0 23 Tidak Sesuai
12 43,4 34,5 Tidak Sesuai
13 36,1 37,5 Sesuai
14 36,5 19,2 Tidak Sesuai
15 45,0 43 Tidak Sesuai
16 45,3 43 Tidak Sesuai
17 41,5 43 Tidak Sesuai
18 41,9 38 Tidak Sesuai
2. Lebar Alas Duduk
Responden Lebar
Pinggul
Lebar Alas
Duduk Keterangan
1 35,0 24,0 Tidak Sesuai
2 41,0 54,0 Sesuai
3 39,0 47,0 Sesuai
4 48,0 67,5 Sesuai
5 57,0 56,0 Sesuai
6 52,0 40,0 Tidak Sesuai
7 33,5 Sofa Panjang Sesuai
8 48,0 49,5 Sesuai
9 40,5 61,0 Sesuai
Responden Lebar
Pinggul
Lebar Alas
Duduk Keterangan
10 35,0 52,0 Sesuai
11 36,5 53,0 Sesuai
12 42,0 54,0 Sesuai
13 34,5 42,0 Sesuai
14 35,0 30,2 Tidak Sesuai
15 48,0 46,0 Tidak Sesuai
16 38,0 51,0 Sesuai
17 32,0 39,0 Sesuai
18 41,0 Sofa Panjang Sesuai
3. Kedalaman Alas Duduk
Responden
Jarak
Pantat-
Popliteal
Kedalaman
Alas Duduk Keterangan
1 45,7 24 Tidak Sesuai
2 48,5 47 Sesuai
3 43,5 45 Sesuai
4 50,0 56,5 Sesuai
5 59,0 51 Tidak Sesuai
6 51,0 37 Tidak Sesuai
7 46,5 73 Sesuai
8 30,9 52,7 Sesuai
9 46,7 54 Sesuai
10 46,5 54 Sesuai
11 45,5 53,5 Sesuai
12 45,6 53 Sesuai
13 41,4 36,5 Tidak Sesuai
14 41,6 29,5 Tidak Sesuai
15 46,0 39 Tidak Sesuai
16 46,7 58 Sesuai
17 41,0 38 Tidak Sesuai
18 46,7 56 Sesuai
4. Tinggi Sandaran Punggung
Responden
Dimensi Tubuh Tinggi
Sandaran
Punggung
Keterangan Tinggi
Duduk
Tegak
Tinggi Bahu
Duduk
1 77,5 55,1 Tidak Ada
2 82,3 60,4 45 Tidak Sesuai
3 72,8 50,7 34 Tidak Sesuai
4 71,0 49,0 36 Tidak Sesuai
5 83,0 56,0 50 Tidak Sesuai
6 75,0 50,0 40 Tidak Sesuai
7 81,5 57,0 48 Tidak Sesuai
8 81,8 53,3 47,5 Tidak Sesuai
9 79,1 56,7 47 Tidak Sesuai
10 80,1 56,3 49 Tidak Sesuai
11 75,4 52,7 22 Tidak Sesuai
12 86,3 61,0 40,5 Tidak Sesuai
13 72,3 50,2 41 Tidak Sesuai
14 72,5 50,5 21,5 Tidak Sesuai
15 78,0 52,0 37 Tidak Sesuai
16 84,7 61,0 53 Tidak Sesuai
17 74,5 53,8 47 Tidak Sesuai
18 79,7 52,4 53 Sesuai
5. Lebar Sandaran Punggung
Responden
Dimensi Tubuh Lebar
Sandaran
Punggung
Keterangan Lebar Bahu
(Bideltoid)
Lebar Bahu
(Biacromial)
1 40,0 34,5 Tidak Ada
2 47,0 44,0 72 Sesuai
3 42,0 35,5 38 Sesuai
4 52,0 36,0 66,5 Sesuai
5 60,0 47,0 55 Sesuai
6 61,0 40,0 41 Sesuai
7 40,0 34,5 Sofa Panjang Sesuai
8 41,9 38,5 60 Sesuai
9 47,0 41,0 57,5 Sesuai
10 37,0 29,0 60 Sesuai
11 42,3 34,0 68 Sesuai
12 44,0 37,0 55 Sesuai
13 37,5 31,5 35 Sesuai
14 37,8 32,0 29,5 Tidak Sesuai
Responden
Dimensi Tubuh Lebar
Sandaran
Punggung
Keterangan Lebar Bahu
(Bideltoid)
Lebar Bahu
(Biacromial)
15 50,0 38,0 30 Tidak Sesuai
16 41,0 32,0 59 Sesuai
17 37,0 32,8 39 Sesuai
18 48,5 39,5 Sofa Panjang Sesuai
6. Tinggi Sandaran Tangan
Responden Tinggi Siku
Duduk
Tinggi
Sandaran
Tangan
Keterangan
1 23,5 Tidak Ada
2 23,0 23 Sesuai
3 19,0 19,5 Sesuai
4 22,0 Tidak Ada
5 23,0 23 Sesuai
6 19,5 17 Tidak Sesuai
7 25,0 Tidak Ada
8 19,3 10,8 Tidak Sesuai
9 18,3 11 Tidak Sesuai
10 21,0 39 Tidak Sesuai
11 18,3 17 Sesuai
12 26,5 25,5 Sesuai
13 21,0 Tidak Ada
14 21,0 11 Tidak Sesuai
15 19,0 13 Tidak Sesuai
16 25,0 15 Tidak Sesuai
17 21,0 Tidak Ada
18 22,5 18 Tidak Sesuai
7. Panjang Sandaran Tangan
Responden Jarak Siku-
Jari Tengah
Panjang
Sandaran
Tangan
Keterangan
1 42,0 Tidak Ada
2 45,0 59 Sesuai
3 43,0 24 Tidak Sesuai
4 39,0 Tidak Ada
5 44,0 55 Sesuai
6 41,5 31 Tidak Sesuai
Responden Jarak Siku-
Jari Tengah
Panjang
Sandaran
Tangan
Keterangan
7 45,0 Tidak Ada
8 45,5 44,5 Sesuai
9 43,7 44,0 Sesuai
10 43,0 60,0 Sesuai
11 43,0 56,0 Sesuai
12 46,0 48,0 Sesuai
13 37,0 Tidak Ada
14 37,0 26,0 Tidak Sesuai
15 43,0 33,0 Tidak Sesuai
16 46,0 46,0 Sesuai
17 41,0 Tidak Ada
18 43,5 55 Sesuai
Lampiran 4: Contoh Analisis RULA
Langkah-langkah penilaian postur duduk ibu saat menyusui dengan metode RULA:
1. Diambil gambar postur duduk ibu saat menyusui melalui video.
2. Video yang telah direkam, kemudian dijadikan gambar-gambar sesuai dengan postur
yang diinginkan untuk dianalisis.
3. Ditentukan sudut-sudut bagian tubuh yang terbentuk dari postur duduk ibu saat
menyusui tersebut.
4. Ditentukan skor masing-masing bagian tubuh berdasarkan sudut yang dibentuk dan
ketentuan skor pada masing-masing bagian tubuh.
5. Skor tubuh grup A ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil
penjumlahannya dimasukkan ke dalam tabel C. Begitu juga dengan skor tubuh grup B
ditambahkan dengan skor aktivitas dan beban kemudian hasil penjumlahannya
dimasukkan ke dalam tabel C.
6. Diperoleh skor akhir RULA.
Contoh pada gambar di atas:
1. Skor Tubuh Grup A
a. Postur Lengan Atas
Sudut yang dibentuk adalah sebesar 35 derajat, sehingga skor untuk postur lengan
atas adalah 2.
b. Postur Lengan Bawah
Sudut yang dibentuk adalah sebesar 105 derajat, sehingga skor untuk postur lengan
bawah adalah 2.
c. Postur Pergelangan Tangan
Sudut yang dibentuk adalah sebesar 30 derajat dan menjauhi sisi tengah sehingga
skor untuk postur pergelangan tangan adalah 2 + 1 = 3
d. Putaran Pergelangan Tangan
Putaran pergelangan tangan ibu pada gambar di atas adalah dekat dari putaran,
sehingga skor untuk putaran pergelangan tangan adalah 2.
Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam tabel A, yaitu sebagai
berikut:
Skor lengan atas
Skor lengan bawah
Skor pergelangan
tangan
Skor putaran
pergelangan tangan
Skor tubuh grup A gambar di atas adalah 4. Skor tersebut kemudian ditambahkan
dengan skor aktivitas dan skor beban.
a. Skor aktivitas untuk gambar di atas adalah 1 karena postur saat menyusui adalah
merupakan postur statis.
b. Skor beban pada gambar di atas adalah 2 karena berat beban objek adalah 4,54 kg dan
postur statis serta dilakukan berulang-ulang.
Jadi, skor tubuh grup A + skor aktivitas + skor beban = 4 + 1 + 2 = 7
2. Skor Tubuh Grup B
a. Postur Leher
Sudut yang dibentuk adalah sebesar 25 derajat dan leher menekuk, sehingga skor
untuk postur leher adalah 3 + 1 = 4
b. Postur Batang Tubuh
Sudut yang dibentuk adalah sebesar 0 derajat dan tidak terdapat sandaran. Selain itu,
posisi punggung ibu membungkuk, sehingga skor untuk postur batang tubuh adalah 2
+ 1 = 3.
c. Postur Kaki
Kaki ibu pada gambar di atas berada pada posisi normal, sehingga skor untuk postur
kaki adalah 1.
Masing-masing skor postur tubuh di atas dimasukkan ke dalam tabel B, yaitu sebagai
berikut:
Skor leher
Skor batang
tubuh
Skor kaki
Skor tubuh grup B gambar di atas adalah 6. Skor tersebut kemudian ditambahkan
dengan skor aktivitas dan skor beban.
a. Skor aktivitas untuk gambar di atas adalah 1 karena karena postur saat menyusui adalah
merupakan postur statis.
b. Skor beban pada gambar di atas adalah 2 karena berat beban objek adalah 4,54 kg dan
postur statis serta dilakukan berulang-ulang.
Jadi, skor tubuh grup B + skor aktivitas + skor beban = 6 + 1 + 2 = 9
Skor A dan Skor B dimasukkan ke dalam tabel C berikut:
Diperoleh skor akhir RULA gambar di atas adalah 7, sehingga responden pada gambar
di atas berada pada level risiko tinggi dan dibutuhkan tindakan sekarang juga untuk
mengurangi risiko dan meminimalisir akibat dari risiko lebih lanjut.
Skor A
Skor B
Lampiran 5: Rekapitulasi Hasil Analisis RULA
Skor Postur Duduk Ibu saat Menyusui Berdasarkan Metode Analisis RULA
No. Skor Tubuh Grup A
Skor
Tabel
A
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
A
Skor Tubuh
Grup B
Skor
Tabel
B
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
B
Skor
RULA LA LB PT PPT L BT K
1. 2 2 3 2 4 1 2 7 4 3 1 6 1 2 9 7 2. 1 1 2 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 3. 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7 4. 2 2 3 2 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7 5. 1 2 2 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7 6. 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7 7. 3 1 3 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7 8. 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 9. 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 10. 2 1 2 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7 11. 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 12. 1 3 2 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6 13. 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7 14. 1 2 1 1 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 16. 1 2 3 1 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6 17. 1 2 4 2 3 1 2 6 2 1 1 2 1 2 5 6 18. 1 2 3 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 19. 2 1 4 2 4 1 2 7 2 1 2 3 1 2 6 7 20. 2 1 4 2 4 1 2 7 2 2 1 2 1 2 5 7 21. 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7 22. 2 1 3 2 4 1 2 7 3 2 2 4 1 2 7 7
No. Skor Tubuh Grup A
Skor
Tabel
A
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
A
Skor Tubuh
Grup B
Skor
Tabel
B
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
B
Skor
RULA LA LB PT PPT L BT K
23. 3 1 2 1 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 24. 1 2 1 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7 25. 3 1 3 2 4 1 2 7 3 3 2 5 1 2 8 7 26. 3 1 2 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7 27. 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 29. 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 30. 2 1 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 32. 1 1 3 1 2 1 2 5 4 2 1 5 1 2 8 7 33. 2 1 2 1 3 1 2 6 4 2 1 5 1 2 8 7 35. 3 1 3 1 4 1 2 7 3 3 1 4 1 2 7 7 36. 1 2 1 1 2 1 2 5 3 3 1 4 1 2 7 7 38. 2 2 2 1 3 1 2 6 3 3 1 4 1 2 7 7 40. 2 1 3 2 4 1 2 7 3 2 1 3 1 2 6 7 41. 1 1 1 2 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7 42. 1 1 1 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 43. 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7 44. 2 2 4 2 4 1 2 7 3 2 1 3 1 2 6 7 45. 2 2 4 2 4 1 2 7 4 2 1 5 1 2 8 7 46. 2 3 1 1 2 1 2 5 4 1 1 5 1 2 8 7 48. 1 2 1 2 3 1 2 6 4 2 2 5 1 2 8 7 49. 1 1 4 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 50. 2 1 4 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7
No. Skor Tubuh Grup A
Skor
Tabel
A
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
A
Skor Tubuh
Grup B
Skor
Tabel
B
Skor
Aktivitas
Skor
Beban
Skor
B
Skor
RULA LA LB PT PPT L BT K
51. 1 1 3 2 3 1 2 6 2 2 1 2 1 2 5 6 52. 2 1 2 1 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7 53. 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7 54. 1 1 3 1 2 1 2 5 3 2 1 3 1 2 6 7 55. 2 1 2 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7 56. 1 1 3 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7 57. 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 58. 3 1 3 2 4 1 2 7 2 1 1 2 1 2 5 7 59. 2 1 3 2 4 1 2 7 3 1 1 3 1 2 6 7 60. 2 2 1 2 3 1 2 6 4 1 1 5 1 2 8 7 61. 1 1 3 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 64. 1 1 3 2 3 1 2 6 2 2 2 3 1 2 6 7 65. 2 2 2 2 3 1 2 6 3 1 1 3 1 2 6 7 66. 1 1 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7 67. 2 1 3 2 4 1 2 7 1 1 2 3 1 2 6 7 68. 1 2 2 2 2 1 2 5 3 1 1 3 1 2 6 7
Keterangan:
LA : Lengan Atas
LB : Lengan Bawah
PT : Pergelangan Tangan
PPP : Putaran Pergelangan Tangan
L : Leher
BT : Batang Tubuh
K : Kaki
Lampiran 7: Transkrip Wawancaran Mendalam
Draft Wawancara Kenyamanan Posisi Duduk Ibu Menyusui
Ibu Py: Tidak nyaman, di atas lantai
Pw : Ibu, tolong dipraktekkan posisi duduk ibu ketika menyusui dedek yang
paling nyaman menurut ibu.
Py : Oh iya. (Bu Paiyem mengatur posisi duduk)
Pw : Biasanya di atas lantai ya, bu?
Py : Ya, begini. Duduk dulu nah dedeknya (sambil menunjukkan posisi
duduknya: kedua kaki selonjor, kaki kiri di atas kaki kanan untuk membuat
bayi lebih tinggi sehingga lebih menjangkau payudara ketika akan menyusu,
punggung menyandar ke tembok)
Pw : Itu paling nyaman begitu ya, bu?
Py : Ya, ini yang nyaman. Sambil senderan tembok.
Pw : Sambil senderan tembok?
Py : Ya, sambil senderan tembok. Dedeknya engga boleh nakal.
Pw : Punggungnya senderan. (responden Pa kemudian mempraktikkan posisi
duduk sambil menyusui, sehingga pewawancara menemukan areola sekitar
putting kiri ibu diplester)
Py : Ya, perlu nyender gitu.
Pw : Terus, paling nyaman di payudara kiri atau kanan, bu?
Py : Yang kiri. Kiri, Mba. (sambil member isyarat tidak ketika menunjuk
payudara kanan)
Pw : Oh, kanan engga disusui?
Py : Engga.
Pw : Kenapa itu, Bu?
Py : Dari dulu anak pertama ya engga mau dianya. Ya, mau, cuma sayanya
engga mau gantian. Males gitu gantian.
Pw : Kenapa, dari ibunya memang merasa kenapa, bu?
Py : Sakit.
Pw : Sakit di kanan
Py : Ya.
Pw : Itu kejadiannya sakitnya karena pas kalau lagi disusui atau karena sakit
dari sebab lain?
Py : Ya, pas kalau disusui itunya lecet.
Pw : Oh, putingnya lecet. Tadi di payudara kiri diplester itu kenapa ya, bu?
Py : Ya, lecet juga.
Pw : Itu kira-kira lecetnya mulai kapan ya, bu? Pas tumbuh gigi dedeknya atau
emang udah dari dedeknya bayi?
Py : Pas tumbuh gigi. Tapi nggigit-nggigit itu mah belum lama, baru
semingguan.
Pw : Oh begitu. Terus ada pengaruhnya engga bu untuk mengubah posisi duduk
ibunya ketika menyusui?
Py : Ya, berunah. Jadi begini sambil nahan sakit. (sambil menunjukkan contoh
perubahan posisi duduknya: kaki kiri ditekuk ke samping sedangkan kaki
kanan tetap selonjor)
Pw : Tapi, kira-kira kenapa dedeknya bias nggigit ya, bu?
Py : Ya, giginya tajem soalnya. Ini juga kayaknya mau tumbuh gigi lagi, tuh.
(artinya, usia bayi yang sudah tumbuh gigi ikut mempengaruhi kenyamanan
posisi duduk saat menyusui, karena bayi cenderung aktif)
Pw : Lanjut ya, bu. Berapa lama waktu menyusui paling cepat buat ibu?
Py : 15 menit.
Pw : Kalau yang paling lama, bu?
Py : 30 menit.
Pw : Nah, terus setelah menyusui berapa lama sih, ibu biasanya mulai merasa
engga nyaman?
Py : Ya sekitar 5 menitan kayaknya.
Pw : Terus bu, selain engga nyaman di tubuh ibu, apa ada rasa engga nyaman
secara emosional gitu bu saat menyusui?
Py : Engga sih.
Pw : Nah, bu, ketika ibu udah ngerasa engga nyaman kayak tadi, apa yang ibu
lakukan?
Py : Langsung udahan aja neteknya.
Pw : Kenapa ibu melakukan itu?
Py : Berhentiin aja sebentar, terus bawa jalan-jalan keluar. Terus lanjutin lagi
neteknya, tapi sambil tiduran.
Py : Nah, biasanya kalau ibu merasa engga nyaman tadi untuk meneruskan
menyusui itu butuh berapa lama lagi, bu?
Py : Ya, paling 10 menitan.
Pw : Terus, rasa engga nyaman tadi apakah selalu ibu rasakan setiap menyusui?
Py : Ya, kalau neteknya kelamaan sih iya.
Pw : Terus, posisi duduknya berubah engga, bu?
Py : Ya, posisinya engga duduk begitu terus. Kadang begini duduknya (kaki kiri
ditekuk ke samping sedangkan kaki kanan selonjoran)
Pw : Terus apa lagi yang diubah, bu?
Py : Paling ganti posisi, sambil gendong, berdiri atau tiduran.
Pw : Nah, sekarang usia bayi udah 8 bulanan nih bu, tumbuh gigi lagi, terus
kira-kira ada engga perbedaan posisi duduk saat menyusui ketika dedeknya
masih bayi dengan usia 8 bulanan ini, bu?
Py : Engga, sama aja kayak posisi tadi kalau duduk. Cuman karena sekarang
udah tumbuh gigi terus banyak gerak, paling ya sambil berdiri atau tiduran
gitu.
Pw : Terus, keluhan engga nyamannya ada bedanya, bu?
Py : Engga, sama aja paling biasanya di tangan kiri (menunjuk siku kiri) karena
nyangga kepala bayi.
Pw : Dedek yang sekarang kan anak ketiga ya bu, kalau waktu menyusui anak
pertama dulu di payudara kanan, kiri, atau keduanya bu?
Py : Tetep sama yang kiri. Tapi, waktu masih bayi sempet sih nyusuin pake yang
kanan, cuman pas mulai lecet udah gitu putingnya emang lebih kecil
daripada yang kiri, nyusuinnya dari yang kiri terus. (ada indikasi ibu trauma
pada payudara kanan dengan proses menyusui pertama kali)
Pw : Kalau posisi duduk menyusuinya ada bedanya bu antara anak pertama
dengan ketiga?
Py : Engga, sama.
Ibu Dw: Tidak nyaman, di atas lantai
Pw : Ibu, bias minta tolong dipraktikkan posisi duduk menyusui yang nyaman
menurut ibu?
Dw : Ya kayak gini (sambil menunjukkan posisi menyusui: duduk dengan kedua
kaki disilang ke depan, biasanya tidak bersandar tetapi nyaman jika
duduknya bersandar)
Pw : Apakah ibu butuh bantuan bantalan buat nyangga bayi?
Dw : Engga.
Pw : Ketika menyusui, apakah bergantian pada payudara kanan dan kiri, bu?
Dw : Ya.
Pw : Ibu pakai sandaran duduknya?
Dw : Engga.
Pw : Tapi, merasa lebih nyaman kalau ibu bersandar atau tidak?
Dw : Ya bersandar.
Pw : Berapa lama waktu menyusui ibu yang paling cepat?
Dw : Lima menit paling.
Pw : Kalau paling lama?
Dw : Paling 10 menitan.
Pw : Setelah berapa lamakah ibu mulai merasakan ketidaknyamanan saat
menyusui dengan posisi duduk seperti itu?
Dw : Lima menitan udah mulai ngerasa kesemutan.
Pw : Terus, selain ketidaknyamanan secara fisik, adakah ketidaknyamanan
secara emosional ketika ibu menyusui dengan posisi duduk demikian?
Dw : Pengennya udahan gitu nyusunya. Udah dong dek nyusunya, gitu.
Pw : Apakah yang ibu lakukan ketika merasakan ketidaknyamanan saat sedang
menyusui?
Dw : Ini copot aja neteknya.
Pw : Kenapa ibu?
Dw : Capek.
Pw : Kira-kira butuh berapa lama lagi untuk ibu dapat kembali menyusui ketika
berhenti menyusui setelah merasa tidak nyaman?
Dw : Ya paling sekitaran 10 atau 15 menitan.
Pw : Kalau masih dalam keadaan menyusui tapi ibu sudah mulai merasa engga
nyaman, kira-kira berapa lama lagi ibu akan bertahan untuk terus
melanjutkan menyusuinya?
Dw : Ya paling 2 menitan lah, engga lama.
Pw : Apakah ketidaknyamanan itu selalu ibu rasakan ketika menyusui?
Dw : Engga, engga selalu sih. Kalau lama doank, kayak 10 menitan gitu. Lama
itu kan. Kalau pas lagi dia mau tidur juga lama kan.
Pw : Ketika setelah 5 menit ibu merasa engga nyaman pas menyusui, adakah
posisi duduk ibu berubah saat menyusui?
Dw : Ya paling kadang tiduran.
Pw : Kalau posisi duduknya yang tadinya kakinya disilang ke depan, ada yang
berubah, bu?
Dw : Ya, paling selonjoran.
Pw : Bagaimana dengan perubahan yang terjadi pada tangan atau punggung
ibu?
Dw : Paling yang tadinya dibeginiin jadi begini (maksudnya, posisi tangan yang
menyangga kepala bayi awalnya menggunakan bagian siku kemudian dapat
berubah menjadi telapak tangan beserta jari-jarinya yang memegang kepala
bayi).
Pw : Apakah ibu punya syarat tertentu dalam posisi duduk ketika menyusui?
Dw : Apa, ya. Engga ada sih. Ya paling bersandar doing kalau nyusunya lama
gitu.
Pw : Sekarang dedeknya udah berapa bulan, bu?
Dw : Sembilan.
Pw : Nah, apakah ada perbedaan cara posisi duduk ibu saat menyusui sampai
dedek usianya 9 bulan?
Dw : Ya ada. Dulu kan waktu masih kecil neteknya pake dialasin bantal,
duduknya juga engga bersila begini di bangku gitu.
Pw : Bangkunya itu kayak gimana ya, bu?
Dw : Kayak itu, kakinya ke bawah terus dipakein bantal buat nyangga dedeknya.
Pw : Lebih nyaman yang mana bu posisi duduknya selama menyusui ini?
Dw : Kalau dulu lebih nyaman yang di bangku itu, kalau sekarang ya lebih
nyaman yang bersila ini.
Pw : Bu, tadi kalau setelah 5 menit ibu sudah merasa engga nyaman, terus kan
ibu menghentikan menyusui, posisi menyusuinya berubah tidak, bu?
Dw : Paling tiduran aja.
Ibu Dy: Nyaman, di atas kasur
Pw : Ibu, tolong dipraktekkin cara posisi duduk yang nyaman menurut ibu saat
menyusui?
Dy : Oh, kalau lagi duduk ya, biasanya di kasur saya. Kalau duduknya, begini
saja dah (salah satu kaki selonjor sedangkan yang lainnya ditekuk ke arah
dalam hingga bagian pergelangan kaki sampai jari-jari berada di atas/
menopang paha dari kaki yang selonjor)
Pw : Oh, jadi kaki kirinya…
Dv : Buat iniin paha dia gitu
Pw : Kaki kanannya buat ninggiin kepala.
Dv : He’eh iya, kan begini (sambil menunjukkan posisi duduknya) jadi biar agak
tinggian gitu.
Pw : Oh gitu, kalau begini untuk menyusui pada payudara yang mana ya, bu?
Dy : Sebelah kiri
Pw : Kalau yang payudara kanan, tetep atau berubah?
Dy : Berubah begini, ngikutin gitu aja gitu.
Pw : Terus, ibu nyamannya kalau ibu sandaran tidak?
Dy : Engga sih Mba.
Pw : Terus, selama menyusui samai sekarang nih, bu, apakah ibu sama sekali
tidak merasakan rasa engga nyaman seperti: kesemutan, mati rasa, pegal-
pegal, kram?
Dy : Engga.soalnya emang nysuinnya kan emang gag lama juga.
Pw : Berapa lama waktu paling cepat saat ibu menyusui dengan posisi duduk
demikian?
Dy : Berapa menit gitu ya?.
Pw : Ya, bu.
Dy : Ya, 5 menitan deh.
Pw : Kalau yang paling lama, bu?
Dy : Ya, 10 menitan dah.
Pw : Nah, ibu, kalau pas menyusui dedek dengan waktu terlama tadi selama 10
menit, apakah ibu sama sekali tak merasakan engga nyaman seperti pegel-
pegel, kesemutan, mati rasa, kaku ketika ibu menyusui dengan posisi duduk
begiti?
Dy : Engga sih. Biasa aja. Paling kalau pas tiduran di tangan karena dia kan
nyangga kepala saya gitu.
Pw : Oh. Apakah ibu punya syarat tertentu kalau menyusui dengan posisi duduk
tadi?
Dy : Ya, paling ya biasa aja. Paling kalau lagi netek ya saya cuma fokus liatin
dia aja, jadi engga sambil nonton tv gitu.
Pw : Oh, jadi kalau pas lagi menyusui, ibunya harus fokus dalam menyusui gitu
ya, bu? Tanpa melakukan aktivitas lainnya?
Dy : Ya, pokoknya emang haus fokus.
Pw : Terus, ibu pake bantuan peralatan kayak bantalan tertentu saat menyusui?
Dy : Dulu ya, waktu masih bayi. Kalau sekarang sih udah gedean, jadi gag pake
bantalan.
Pw : Sekarang sudah berapa bulan memangnya, bu?
Dy : Sudah 6 bulan.
Pw : Kira-kira adakah perbedaan cara posisi duduk saat menyusui ketika bayi
kurang dari enam bulan sebelumnya dengan sekarang yang udah 6 bulanan
ini?
Dy : Paling waktu masih bayi dulu neteknya harus duduk karena kan kalau
tiduran belum bisa.
Pw : Kalau cara posisi duduknya sama kayak tadi engga, bu?
Dy : Ya sama aja, cuma pake bantalan waktu masih kecil gitu.
Pw : Oh, jadi bedanya waktu bayi ibu merasa lebih mudah menyusui dengan
posisi duduk sedangkan ketika bayi udah gede kayak sekarang posisinya
bisa duduk atau tiduran, gitu?
Dy : Ya begitu.
Pw : Terus bu, kan sekarang dedeknya itu anank kedua, kira-kira ada bedanya
engga bu dengan anak pertama waktu menyusui dengan posisi duduk?
Dy : Sama sih.
Pw : Kalau keluhan engga nyaman kayak kesemutan atau pegel-pegel tadi ada
engga bu saat menyusui anank pertama?
Dy : Engga ada, sama. Paling ya tadi kalau posisinya tiduran udah lama ya,
tangannya agak pegel gitu. Kan tidurannya miringan, jadi kalau udah lama
ya pegel
Pw : Oh jadi keluhannya kalau lagi tiduran ya bu, tapi sama sekali engga ada
keluhan pas duduk?
Dy : Ya, soalnya kalau tiduran kan miring terus.
Ibu Mn: Nyaman, di atas kasur
Pw : Mohon maaf ibu, bisa tolong dipraktekkan posisi duduk ibu menyusui yang
menurut ibu nyaman?
Mn : Biasa aja, ya gini-gini aja (sambil menunjukkan posisi duduknya: kedua
kaki selonjor tapi kaki kanan di atas kaki kiri dan posisi kaki ini tidak
berubah meski menyusui dengan payudara secara bergantian, ibu biasanya
tidak sandaran).
Pw : Terus, ibu nyamannya kalau ibu sandaran tidak?
Mn : Engga, begini aja. Jadi, engga pernah nyender.
Pw : Apakah selama proses menyusui dedek dengan posisi duduk demikian
ibsama sekali engga pernah merasakan ketidaknyamanan seperti keluhan
pegal-pegal, kesemutan, mati rasa, kaku, dan semacamnya?
Mn : Engga.
Pw : Terus, ibu nyamannya kalau ibu sandaran tidak?
Mn : Engga. Biasa aja.
Pw : Waktu paling cepet ibu menyusui biasanya berapa lama ya, bu?
Mn : 5 menitan, kalau lama sampai setengah jam-an. Kalau malem malah bias
sampai 1 jam. Terus, kalau udah pegel paling ditaroh bayinya.
Pw : Oh berarti ibu pernah merasakan pegal-pegal saat menyusui?
Mn : Engga, sih. Pegelnya biasa, paling kalau kelamaan nyusunya gitu.
Pw : Pegalnya di bagian mana, bu?
Mn : Di tangan, di siku kiri, biasa aja sih.
Pw : Terus, selain pegal di siku, ibu pernah ngalamin ketidaknyamanan secara
emosional tidak?
Mn : Engga. Paling pegal disitu doang.
Pw : Setelah berapa lama menyusui ibu mulai merasakan pegal seperti tadi, bu?
Mn : Paling selama 5 menit setelah 5 menit, tapi entar pegelnya ilang sendiri
gitu.
Pw : Apa yang ibu lakukan ketika merasakan ketidaknyamanan saat sedang
menyusui?
Mn : Ya engga ngapa-ngapain, diterusin aja nyusunya. Kan pegelnya bentar.
Daripada entar kalau diberhentiin nangis anaknya, jadi diterusin aja.
Pw : Kenapa ibu melakukan itu, padahal katanya tadi ibu merasakan pegal di
siku kirinya?
Mn : Ya, emang kalau diberhentiin nangis soalnya.
Pw : Ibu, kalau tadi ibu memilih meneruskan menyusui padahal ibu merasa
pegal?
Mn : Ya diterusin aja, soalnya kan pegelnya sebentar, paling 5 menitan gitu
pegelnya.
Pw : Apakah ibu punya syarat tertentu dalam mengatur posisi duduk menyusui
yang nyaman menurut ibu?
Mn : Ya duduk aja.
Pw : Anak ke berapa, bu dedeknya?
Mn : Anak ketiga.
Pw : Kira-kira ada perbedaan cara posisi duduk pada anak ibu sebelumnya
ketika menyusui dengan anak ketiga ini?
Mn : Engga, sama aja. Paling sering di kasur kayak gini.
Pw : Bagaimana dengan perbedaan keluhan pegal-pegalnya, bu?
Mn : Engga, sama aja di tangan siku ini.
Ibu Tk: Tidak nyaman, kursi
Pw : Ibu, maaf ibu, bisa tolong dipraktekkan posisi duduk yang nyaman menurut
ibu ketika menyusui bagaimana ya, bu?
Tk : Oh, begini (sambil menunjukkan posisi duduk: di atas kursi dengan ada
bantalan dan sandaran tangan, tapi bantalan pada sandaran punggung hanya
sedikit, kedua kaki dapat menyentuh lantai tetapi kaki kiri di angkat di atas
kaki kanan ketika menyusui pada payudara kiri, begitu sebaliknya dengan
alasan meninggikan posisi bayi karena payudara si ibu kecil, ibu juga tidak
bisa sandaran karena mengikuti posisi alamiah ketika menyusui sehingga
punggung cenderung membungkuk dan kepala cenderung menunduk).
Pw : Terus, punggung ibu biasanya bersandar?
Tk : Kalau nyender engga bias, soalnya nenennya kecil.
Pw : Menyusuinya selalu bergantian dari payudara kanan dengan kiri, bu?
Tk : He’eh sih, tapi lebih sering yang sebelah kiri.
Pw : Waktu paling cepat ibu menyusui kira-kira berapa lama ya, bu?
Tk : Engga lama, paling satu menit.
Pw : Kalau paling lama, bu?
Tk : Paling lama lima menit.
Pw : Setelah berapa lama menyusui ibu merasakan ketidaknyamanan seperti
keluhan pegal-pegal, kesemutan, mati rasa, kaku, dan semacamnya?
Tk : Ya itu kalau udah deket-deket 5 menitan. Biasanya empat menit saat
menyusui udah mulai kesemutan.
Pw : Selain ketidaknyamanan tadi, apakaah ibu pernah mengalami
ketidaknyamanan secara psikis/emosional?
Tk : Engga, engga ada.
Pw : Lalu, apa yang ibu lakukan ketika mengalami ketidaknyamanan itu?
Tk : Istirahat, ngeratain pinggang.
Pw : Bagaimana kalau dedeknya masih nyusu, bu?
Tk : Ya terusin aja nyusunya sampai selesai, kadang ya sambil tiduran.
Pw : Kenapa ibu lebih memilih meneruskan menyusui?
Tk : Ya dedeknya masih nyusu, ya terusin aja. Soalnya kalau udah tiduran engga
mau lagi nyusunnya.
Pw : Setelah menyusui berapa lama ibu mulai merasakan ketikanyamanan itu
saat menyusui?
Tk : Ya paling sekitar satu menitaan, soalnya dedekny.
Pw : Apakah ketidaknyamanan itu selalu ibu rasakan setiap kali menyusi?
Tk : He’em, engga engga sih tergantung, kalau lama aja.
Pw : Terus, kadang ikut berubah tidak posisi duduknya?
Tk : Engga sih, paling karena sekarang usianya sudah 6 bulanan jadi kadang
kalau pegel saya posisikan anak begini (posisi anak: duduk di pangkuan ibu
dengan kedua kaki ngangkang mengapit pinggang ibu menghadap kea rah
ibu).
Pw : Apakah ibu punya syarat tertentu dalam mengatur posisi duduk ketika
menyusui?
Tk : Engga, biasa aja. Yang penting nyaman aja dan asal anaknya mau netek.
Pw : Terus, pakai peralatan bantu tidak?
Tk : Bantal. Tapi juga udah jarang juga sih. Dulu waktu masih bayi sih iya.
Sekarang udah engga juga.
Pw : Anak keberapa ya, bu, dedeknya sekarang?
Tk : Anak kedua.
Pw : Apakah ada perbedaan cara posisi duduk ibu menyusui antara anak
pertama dan kedua ini?
Tk : Kalau waktu anak pertama bisa sambil duduk sama tiduran, tapi paling
sering tiduran. Kalau yang kedua malah engga mau tiduran, maunya sambil
duduk dia.
Pw : Kalau keluhan ketidaknyamanannya sama atau berbeda, bu?
Tk : Sama, Mba. Kan kalau tiduran miring, jadi pinggang juga pegel.
Pw : Anak keberapa ya, bu dedeknya sekarang?
Tk : Anak kedua.
Ibu Yp: Tidak nyaman, kursi
Pw : Ibu, bisa minta tolong dipraktekkin cara posisi duduk menyusui yang
nyaman menurut ibu?
Yp : Oh, begini (sambil menunjukkan posisi duduknya: duduk di atas sofa
panjang di dekat sandaran tangan, satu kaki agak jinjit karena tak sempurna
menyentuh lantainya sedangkan satu kakinya lagi menyentuh pijakan meja
bagian bawah agar posisi bayi lebih tinggi) ya, begini aja.
Pw : Ibu biasanya senderan punggungnya?
Yp : Engga bisa nyender sih, kan ngikutin bayi.
Pw : Oh, gitu.
Yp : Kalau bayinya udah enak kadang saya baru bisa nyantai.
Pw : Kalau posisi kakinya memang nyaman begitu ya, bu? Agak jinjit gitu?
Yp : Ya, kaki kiri begini soalnya buat ngimbangin biar posisi kepalanya tinggi
gitu.
Pw : Kalau pas nyusuinnya di payudara kanan, kaki kanannya yang agak
ditinggiin gitu ya, bu?
Yp : Ya.
Pw : Biasanya waktu tercepat saat menyusui, berapa lama ya, bu?
Yp : Paling lama 20 menit.
Pw : Kalau paling cepet, bu?
Yp : Paling cepet ya 10 menit.
Pw : Terus, kira-kira setelah menyusui berapa lama ibu biasanya mulai merasa
engga nyaman?
Yp : Engga nyamannya?
Pw : Kayak keluhan kesemutan, pegel, kaku, mati rasa dan semacamnya gitu di
bagian tubuh ibu.
Yp : Oh paling di punggung belakang pegelnya.
Pw : Mulai pegelnya setelah berapa lama menyusui, bu?
Yp : Ya kalau nyusunya udah lama. Waktu bayi kan dulu nyusunya pernah
hampir 30 menitan karena laper banget kali ya, punggung ya pegel tangan
juga (menunjuk siku).
Pw : Kalau sekarang bu, setelah berapa lama menyusui ibu merasa
ketidaknyamanan?
Yp : Ya, kalau nyusunya lama, punggung dan tangan juga mulai pegel-pegel.
Pw : Kira-kia setelah berapa menit, bu.
Yp : Ya tadi, kalau udah hampir 20 menitan.
Pw : Terus, bu, selain engga nyaman seperti keluhan fisik tadi, adakah
kenyamanan secara psikis/emosional yang ibu rasakan saat sedang
menyusui?
Yp : Dari awal juga engga ada, yang ada seneng aja. Paling haus laper udah
biasa kan.
Pw : Ada rasa ingin menghentikan menyusui gitu, bu?
Yp : Engga, engga ada. Saya rasa seluruh ibu-ibu engga ada yang begitu. Paling
malah pengennya terus dek terus sampai kenyang, gitu. Kalau kenyang kan
ibu seneng. Kayak nyuapin makan anak aja. Kan kalau habis, ibunya jadi
seneng. Kalau engga habis, ya kita kecewa gitu.
Pw : Apa yang ibu lakukan ketika ibu merasakan ketidaknyamanan itu saat
menyusui?
Yp : Berdiri atau tiduran.
Pw : Tapi, saat itu ibu masih dalam keadaan sedang menyusui.
Yp : Oh kalau masih menyusui ya terusin aja nyusunya sampai berhenti sendiri.
Pw : jadi, tetap ibu tahan rasa engga nyamannya ya, bu.
Yp : Iya.
Pw : Kenapa ibu rela menahan ketidaknyamanan itu?
Yp : Ya mungkin itu ada hubungannya saat kita melahirkan. Itu saya rasa masih
ada hubungannya. Karena apa? Ya namanya kita ibunya kan. Saya lebih
suka ngasih air susu ibu ya daripada susu formula. Saya selama ini kalau
dedeknya belum mau lepas, saya engga lepas.
Pw : Kira-kira ibu sanggup menahan rasa engga nyamannya sampai berapa
lama ya, bu?
Yp : Ya 5 menitan. Karena kan nyusunya udah lama ya. Paling sebentar lagi.
Paling engga sampai 5 menit juga.
Pw : Dan setelah sekitar 5 menit tadi ibunya yang lepasin atau dari bayinya?
Yp : Lepas sendiri dari nayinya.
Pw : Lalu, apakah ketidaknyamanan itu selalu dirasakan ibu setiap menyusui?
Yp : Engga. Engga ada. Paling kalau lagi lama. Kalau nyusunya sebentar-
sebentar sih engga ada.
Pw : Ketika mengalami ketidaknyamanan itu, posisi duduk ibu ada yang
berubah? Misalnya dari tangan yang menahan kepala bayi?
Yp : Ya misalnya saya udah capek nih, tangannya pegel, saya pindahin aja ke
tangan satunya.
Pw : Bagaimana dengan bagian kaki atau punggungnya, bu?
Yp : Ya paling kalau sandaran begini enak banget. Kalau kakinya begini ya saya
engga enak. Paling saya nyari apa gitu di dalam yang bisa menopang kaki
supaya lurus. Tapi emang enak lurus sih, bener. Itu sebenarnya kalau kita
menyusui enakan lurus kakinya. Bahkan saya suka ngebayangin ada kursi
yang begitu.
Pw : Tapi, bu, kan tadi ibu engga bisa senderan dan cenderung mengikuti bayi
gitu sementara ibu merasa nyaman senderan. Kira-kira ibu paksain untuk
bisa senderan saat menyusui?
Yp : Engga, tetep ngikutin aja ngebungkuk.
Pw : Apakah ibu punya syarat tertentu untuk posisi duduk ketika menyusui agar
terasa nyaman?
Yp : Oh kadang ya kalau lagi mau nenen pakai kursi apapun bisa. (artinya, si ibu
terbiasa jika menyusui harus menggunakan kursi)
Pw : Terus, ibu butuh peralatan bantu seperti bantalan gitu, bu?
Yp : Kalau ada. Kalau begini kan juga enak (maksudnya, ketika ibu menyusui
diupayakan agar dekat dengan sandaran tangan untuk membantu menopang
bagian tangan yang memegang kepala bayi)
Pw : Dedek ini anak yang keberapa ya, bu?
Yp : Ketiga.
Pw : Nah, jika dibandingkan dengan anak ibu sebelum dedek, adakah perbedaan
cara posisi duduknya ketika ibu menyusui?
Yp : Engga ada, sama. Di kursi juga.
Pw : Bagaimana dengan perbedaan keluhan ketidaknyamanan yang ibu rasakan?
Yp : Engga beda, sama aja.
Ibu Sr: Nyaman, Kursi
Pw : Bagaimana posisi duduk yang membuat ibu merasa nyaman saat menyusui?
Sr : Ya duduk biasa aja, begini. Begini aja udah nyaman.
Pw : Apakah posisi tangan ibu harus disanggah atau bagaimana ibu?
Sr : O iya, tangannya harus disanggah.
Pw : Apakah disanggah pakai bantal atau memakai alat bantu lain ibu?
Sr : O enggag, begini saja. Biasa aja.
Pw : Punggungnya harus sandaran atau tidak ibu?
Sr : Kalo duduk mah di kursi biasa aja.
Pw : Apakah perlu bersandar ibu?
Sr : Enggag
Pw : Apakah ibu sama sekali tidak pernah merasakan ketidaknyamanan seperti
kesemutan, pegal-pegal, kaku, kram saat menyusui dengan posisi duduk?
Sr : Enggag. Jarang sih netekin sambil duduk, kalo lagi santai2 aja begini
sambil duduk
Pw : Berapa lama ibu biasanya menyusui dengan duduk?
Sr : Emmm...berapa ya. Nggag pernah ngitungin sih.
Pw : Waktu tercepatnya ibu?
Sr : Ya sekitar 15 menitan...
Pw : Kalau waktu terlamanya ibu?
Sr : Kalo setengah jam ngga mungkin. Ya paling 20 menitan.
Pw : Selama 20 menit menyusui itu, apakah ibu sama sekali tidak merasakan
ketidaknyamanan seperti kesemutan, dsb?
Sr : Enggag ada, ngga ada sama sekali. Soalnya kalo orang begitu punya
penyakit. Tapi alhamdulillah saya enggag. Kesemutan itu asam urat.
Pw : Apakah ada perbedaan cara menyusui dengan posisi duduk antara bayi
pertama sampai bayi yang keempat ini?
Sr : Enggag, enggag ada bedanya. Kalo lagi snatai aja, duduk di bawah.
Pw : Ibu merasa lebih nyaman duduk dimana, di bawah atau di kursi?
Sr : Kalo lagi duduk nyamannya duduk di atas kursi.
Lampiran 8: Data Pendukung Lainnya
Tabel 1
Distribusi Anak Ke- Berdasarkan Usia Ibu yang Menyusui dengan
Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Usia Ibu
Anak Ke- Total
1 2 3 4
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %
1. < 27 tahun 32 80 8 20 0 0 0 0 40 100
2. > 27 tahun 7 21,2 14 42,4 11 33,3 1 3 33 100
Tabel 2
Distribusi Anak Ke- Berdasarkan Usia Bayi yang sedang Disusui oleh Ibu yang
Menggunakan Posisi Duduk saat Menyusui di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Usia Bayi
Anak Ke-
1 2 3 4
Jml % Jml % Jml % Jml %
1. < 6 bulan 24 61,5 8 36,4 5 45,5 1 100
2. > 6 bulan 15 38,5 14 63,6 6 54,5 0 0
Total 39 100 22 100 11 100 1 100
Tabel 3
Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
Berdasarkan Usia Bayi di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Usia Bayi
Kenyamanan Total
Nyaman Tidak Nyaman
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. < 6 bulan 5 13,2 33 86,8 38 100
2. > 6 bulan 9 25,7 26 74,3 35 100
Tabel 4
Distribusi Ibu yang Menggunakan Peralatan Bantu Berupa Bantal saat Menyusui
dengan Posisi Duduk di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Usia Bayi
Penggunaan Bantal
Iya Tidak
Jumlah % Jumlah %
1. < 6 bulan 14 66,7 24 46,2
2. > 6 bulan 7 33,3 28 53,8
Total 21 100 52 100
Tabel 4
Distribusi Kenyamanan Ibu saat Menyusui dengan Posisi Duduk
Berdasarkan Usia Bayi di Kelurahan Pisangan Tahun 2013
No. Berat Badan Bayi
Kenyamanan Total
< 6 bulan > 6 bulan
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. < 7 kg 31 79,5 8 20,5 39 100
2. > 7 kg 7 20,6 27 79,4 34 100
Lampiran 9: Output Analisis Data
1. Kenyamanan Posisi Duduk Ibu saat Menyusui
a. Frekuensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0 14 19.2 19.2 19.2
1 59 80.8 80.8 100.0
Total 73 100.0 100.0
Leher
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 8.2 75.0 75.0
2 1 1.4 12.5 87.5
3 1 1.4 12.5 100.0
Total 8 11.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
Bahu kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 14 19.2 66.7 66.7
2 6 8.2 28.6 95.2
3 1 1.4 4.8 100.0
Total 21 28.8 100.0
Missing System 52 71.2
Total 73 100.0
Bahu kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 10 13.7 71.4 71.4
2 3 4.1 21.4 92.9
3 1 1.4 7.1 100.0
Total 14 19.2 100.0
Missing System 59 80.8
Total 73 100.0
Siku kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 8.2 66.7 66.7
2 3 4.1 33.3 100.0
Total 9 12.3 100.0
Missing System 64 87.7
Total 73 100.0
Siku kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 11 15.1 68.8 68.8
2 4 5.5 25.0 93.8
3 1 1.4 6.2 100.0
Total 16 21.9 100.0
Missing System 57 78.1
Total 73 100.0
Lengan bawah kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 2.7 66.7 66.7
2 1 1.4 33.3 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
Lengan bawah kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 4 5.5 57.1 57.1
2 2 2.7 28.6 85.7
3 1 1.4 14.3 100.0
Total 7 9.6 100.0
Missing System 66 90.4
Total 73 100.0
Tangan/Pergelangan tangan kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 1 1.4 100.0 100.0
Missing System 72 98.6
Total 73 100.0
Tangan/Pergelangan tangan kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 2.7 66.7 66.7
2 1 1.4 33.3 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0 Punggung bagian atas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 10 13.7 83.3 83.3
2 2 2.7 16.7 100.0
Total 12 16.4 100.0
Missing System 61 83.6
Total 73 100.0
Punggung bagian bawah kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 14 19.2 58.3 58.3
2 9 12.3 37.5 95.8
3 1 1.4 4.2 100.0
Total 24 32.9 100.0
Missing System 49 67.1
Total 73 100.0 Punggung bagian bawah kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 14 19.2 60.9 60.9
2 8 11.0 34.8 95.7
3 1 1.4 4.3 100.0
Total 23 31.5 100.0
Missing System 50 68.5
Total 73 100.0
Pinggul kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 11.0 80.0 80.0
2 2 2.7 20.0 100.0
Total 10 13.7 100.0
Missing System 63 86.3
Total 73 100.0
Pinggul kiri
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 7 9.6 87.5 87.5
2 1 1.4 12.5 100.0
Total 8 11.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
Paha kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 1 1.4 50.0 50.0
2 1 1.4 50.0 100.0
Total 2 2.7 100.0
Missing System 71 97.3
Total 73 100.0
Paha kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 75.0 75.0
2 1 1.4 25.0 100.0
Total 4 5.5 100.0
Missing System 69 94.5
Total 73 100.0
Lutut kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 75.0 75.0
2 1 1.4 25.0 100.0
Total 4 5.5 100.0
Missing System 69 94.5
Total 73 100.0
Lutut kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 5 6.8 71.4 71.4
2 2 2.7 28.6 100.0
Total 7 9.6 100.0
Missing System 66 90.4
Total 73 100.0
Betis kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 50.0 50.0
2 3 4.1 50.0 100.0
Total 6 8.2 100.0
Missing System 67 91.8
Total 73 100.0
Betis kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 5 6.8 62.5 62.5
2 3 4.1 37.5 100.0
Total 8 11.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
b. Intensitas
Leher
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 4 5.5 50.0 50.0
2 4 5.5 50.0 100.0
Total 8 11.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
Tumit kanan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 2.7 66.7 66.7
2 1 1.4 33.3 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
Tumit kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 100.0 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
Lengan bawah kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 100.0 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
Bahu kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 13 17.8 61.9 61.9
2 8 11.0 38.1 100.0
Total 21 28.8 100.0
Missing System 52 71.2
Total 73 100.0
Bahu kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 11 15.1 78.6 78.6
2 3 4.1 21.4 100.0
Total 14 19.2 100.0
Missing System 59 80.8
Total 73 100.0
Siku kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 11.0 88.9 88.9
2 1 1.4 11.1 100.0
Total 9 12.3 100.0
Missing System 64 87.7
Total 73 100.0
Siku kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 15 20.5 93.8 93.8
2 1 1.4 6.2 100.0
Total 16 21.9 100.0
Missing System 57 78.1
Total 73 100.0
Lengan bawah kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 8.2 85.7 85.7
2 1 1.4 14.3 100.0
Total 7 9.6 100.0
Missing System 66 90.4
Total 73 100.0
Tangan/Pergelangan tangan kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 1 1.4 100.0 100.0
Missing System 72 98.6
Total 73 100.0
Punggung bagian atas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 11.0 66.7 66.7
2 4 5.5 33.3 100.0
Total 12 16.4 100.0
Missing System 61 83.6
Total 73 100.0
Tangan/Pergelangan tangan kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 1 1.4 33.3 33.3
2 2 2.7 66.7 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
Punggung bagian bawah kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 17 23.3 70.8 70.8
2 7 9.6 29.2 100.0
Total 24 32.9 100.0
Missing System 49 67.1
Total 73 100.0
Punggung bagian bawah kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 16 21.9 69.6 69.6
2 7 9.6 30.4 100.0
Total 23 31.5 100.0
Missing System 50 68.5
Total 73 100.0
Pinggul kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 7 9.6 70.0 70.0
2 3 4.1 30.0 100.0
Total 10 13.7 100.0
Missing System 63 86.3
Total 73 100.0
Pinggul kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 8.2 75.0 75.0
2 2 2.7 25.0 100.0
Total 8 11.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
Paha kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 2.7 100.0 100.0
Missing System 71 97.3
Total 73 100.0
Paha kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 75.0 75.0
2 1 1.4 25.0 100.0
Total 4 5.5 100.0
Missing System 69 94.5
Total 73 100.0 Lutut kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 3 4.1 75.0 75.0
2 1 1.4 25.0 100.0
Total 4 5.5 100.0
Missing System 69 94.5
Total 73 100.0
Lutut kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 5 6.8 71.4 71.4
2 2 2.7 28.6 100.0
Total 7 9.6 100.0
Missing System 66 90.4
Total 73 100.0
Betis kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 6 8.2 100.0 100.0
Missing System 67 91.8
Total 73 100.0
Betis kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 8 11.0 100.0 100.0
Missing System 65 89.0
Total 73 100.0
Tumit kanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 1 1.4 33.3 33.3
2 2 2.7 66.7 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0 Tumit kiri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 2.7 66.7 66.7
2 1 1.4 33.3 100.0
Total 3 4.1 100.0
Missing System 70 95.9
Total 73 100.0
2. Dimensi Kursi 3. Dimensi Tubuh
Statistics
DIMENSI_8
N Valid 18
Missing 23
Mean 78.156
Std. Error of Mean 1.0759
Median 78.550
Mode 71.0a
Std. Deviation 4.5649
Variance 20.838
Range 15.3
Minimum 71.0
Maximum 86.3
Percentiles 5 71.000
95 86.300
a. Multiple modes exist. The smallest value is
shown
Statistics
T_DUDU
K L_DUDUK
DALAM_DUDU
K
T_SANDAR
AN
L_SANDA
RAN
T_SAND
_TANGA
N
P_SAND_
TANGAN
N Valid 18 16 18 17 15 13 13
Missing 0 2 0 1 3 5 5
Mean 36.261 47.888 47.650 41.853 51.033 18.677 44.731
Std. Error of
Mean 1.8007 2.7509 2.7888 2.2948 3.6792 2.1623 3.4847
Median 37.750 50.250 51.850 45.000 55.000 17.000 46.000
Mode 43.0 54.0 54.0 47.0a 55.0
a 11.0
a 55.0
Std. Deviation 7.6399 11.0034 11.8319 9.4617 14.2496 7.7963 12.5642
Variance 58.368 121.076 139.993 89.524 203.052 60.782 157.859
Range 26.8 43.5 49.0 31.5 42.5 28.2 36.0
Minimum 19.2 24.0 24.0 21.5 29.5 10.8 24.0
Maximum 46.0 67.5 73.0 53.0 72.0 39.0 60.0
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
Statistics
DIMENS
I_10
DIMENS
I_11
DIMENS
I_14
DIMENS
I_16
DIMENS
I_17
DIMENSI
_18
DIMENSI_
19
DIMENSI_
22
DIMENSI_
23
N Valid 18 18 18 18 18 18 18 18 18
Missin
g 23 23 23 23 23 23 23 23 23
Mean 54.339 21.550 45.711 41.556 44.778 36.489 40.889 32.750 42.678
Std. Error of
Mean .9058 .5774 1.2998 .7453 1.7182 1.0928 1.6625 .7443 .6452
Median 53.550 21.000 46.250 41.400 42.150 35.750 39.750 33.850 43.000
Mode 61.0 21.0 46.7 39.5a 37.0
a 32.0
a 35.0
a 35.0 43.0
Std. Deviation 3.8428 2.4498 5.5147 3.1621 7.2896 4.6364 7.0535 3.1577 2.7372
Variance 14.767 6.001 30.412 9.999 53.138 21.496 49.752 9.971 7.492
Range 12.0 8.2 28.1 12.9 24.0 18.0 25.0 10.5 9.0
Minimum 49.0 18.3 30.9 36.1 37.0 29.0 32.0 26.0 37.0
Maximum 61.0 26.5 59.0 49.0 61.0 47.0 57.0 36.5 46.0
Perce
ntiles
5 49.000 18.300 30.900 36.100 37.000 29.000 32.000 26.000 37.000
95 61.000 26.500 59.000 49.000 61.000 47.000 57.000 36.500 46.000
a. Multiple modes exist. The
smallest value is shown
Statistics
umuribu Usia Ibu:
N Valid 73
Missing 0
Mean 27.89
Std. Error of Mean .698
Median 27.00
Mode 23
Std. Deviation 5.962
Variance 35.543
Range 26
Minimum 17
Maximum 43
4. Usia Ibu
5. Indeks Massa Tubuh (IMT) 6. Durasi
IMT_NEW
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kurus 3 4.1 4.1 4.1
normal 41 56.2 56.2 60.3
gemuk 29 39.7 39.7 100.0
Total 73 100.0 100.0
7. Berat Badan Bayi
Statistics
N Valid 72
Missing 0
Mean 19.76
Std. Error of Mean 1.898
Median 15.00
Mode 30
Std. Deviation 16.104
Variance 259.338
Range 88
Minimum 2
Maximum 90
Statistics
BB_BAYI
N Valid 73
Missing 0
Mean 7.0768
Std. Error of Mean .23343
Median 6.9100
Mode 7.50
Std. Deviation 1.99439
Variance 3.978
Range 10.33
Minimum 3.87
Maximum 14.20
8. Skor RULA 9. Kebisingan 10. Suhu
Statistics
SKOR_RULA
N Valid 59
Missing 14
Mean 6.93
Std. Error of Mean .033
Median 7.00
Mode 7
Std. Deviation .254
Variance .064
Range 1
Minimum 6
Maximum 7
Statistics
BISING
N Valid 73
Missing 0
Mean 66.462
Std. Error of Mean .5138
Median 66.300
Mode 67.8
Std. Deviation 4.3901
Variance 19.273
Range 26.3
Minimum 55.1
Maximum 81.4
Statistics
SUHU
N Valid 73
Missing 0
Mean 32.664
Std. Error of Mean .1958
Median 33.000
Mode 31.0
Std. Deviation 1.6730
Variance 2.799
Range 7.0
Minimum 30.0
Maximum 37.0
9. Pencahayaan
CAHAYA_NEW
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 41 56.2 56.2 56.2
2 32 43.8 43.8 100.0
Total 73 100.0 100.0
10. Tempat duduk yang digunakan saat menyusui dengan posisi duduk
Tempat duduk yang digunakan ibu saat menyusui adalah:
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kursi 18 24.7 24.7 24.7
bukan kursi 55 75.3 75.3 100.0
Total 73 100.0 100.0
Statistics
Sdt_Sandaran
N Valid 17
Missing 0
Mean 112.35
Std. Error of Mean 7.390
Median 90.00
Mode 90
Std. Deviation 30.471
Variance 928.493
Range 70
Minimum 90
Maximum 160
Lanjutan Dimensi Kursi (Sudut Sandaran)
, sebutkan Sebutkan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BANGKU 2 2.7 2.7 2.7
DI ATAS LANTAI 27 37.0 37.0 39.7
DI ATAS TEMPAT TIDUR 27 37.0 37.0 76.7
DI MANA SAJA BUKAN
KURSI 1 1.4 1.4 78.1
DINGKLIK KECIL 1 1.4 1.4 79.5
KURSI BERPUTAR 1 1.4 1.4 80.8
KURSI LENGAN TANPA
BANTAL 1 1.4 1.4 82.2
KURSI MAKAN 1 1.4 1.4 83.6
KURSI PLASTIK 1 1.4 1.4 84.9
KURSI TAMU 3 4.1 4.1 89.0
KURSI TAMU (SOFA) 1 1.4 1.4 90.4
KURSI TANPA SANDARAN 1 1.4 1.4 91.8
KURSI YANG ADA
BANTALAN 1 1.4 1.4 93.2
MIRIP SOFA 1 1.4 1.4 94.5
SOFA 4 5.5 5.5 100.0
Total 73 100.0 100.0
11. Rata-rata usia ibu, durasi menyusui dengan posisi duduk, berat badan bayi, dan suhu tempat menyusui pada ibu yang
mengalami ketidaknyamanan
Group Statistics
kenya
manan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
umurib
u Usia
Ibu:
0 14 32.50 5.403 1.444
1
59 26.80 5.589 .728
Group Statistics
Kenya
manan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BB_B
AYI
0 14 7.6107 1.60167 .42807
1 59 6.9501 2.06823 .26926
Group Statistics
kenya
manan N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
B.3 Berapa lama Ibu
menyusui dalam
sehari per menyusui:
0 14 16.93 11.822 3.160
1 59 21.78 19.706 2.565
Group Statistics
Kenyam
anan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
SUHU 0 14 33.464 1.3077 .3495
1 59 32.475 1.7030 .2217