BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau yang sering
disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan
penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di saluran nafas
yang bersifat progresif non reversible atau reversible parsial karena adanya
inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi
dalam waktu yang cukup lama degan gejala utama sesak nafas, batuk dan
produksi sputum. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab yang
terpenting. Kebiasaan merokok dapat memperburuk progresivitas PPOK.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai prevalensi,
morbiditas yang bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dan beban PPOK
diprediksi meningkat pada dekade yang akan datang karena pajanan faktor
resiko yang terus menerus dan peningkatan populasi usia lanjut.
Dari definisi PPOK yang lama dapat ditangkap kesan pesimis yang
menunjukkan proses penyakit yang tidak reversibel dan manfaat terapi
hanya sedikit.pandangan yang lebih optimis datang dari global initiative
for chronic obstruktive lung disease suatu pedoman PPOK international
yang menyatakan bahwa PPOK merupakan penyakit yang dapat diobati
dan dapat dicegah.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema
menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Menurut Prediksi WHO, pada tahun 2020 angka kejadian PPOK
akan meningkat dari posisi 12 ke posisi 5 sebagai penyakit terbanyak di
1
dunia dan dari posisi 6 ke posisi 3 sebagai penyebab kematian terbanyak.
Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992,
PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok
merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko
lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan anatomi dan fisiologi saluran pernafasan pada manusia?
2. Apa yang dimaksud dengan COPD?
3. Apa etiologi dan klasifikasi COPD?
4. Bagaimana patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada COPD?
5. Bagaimana penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD?
6. Bagaimana penatalaksanaan pasien COPD?
7. Apa komplikasi COPD?
8. Bagaimana prognosis pasien dengan COPD?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi saluran pernafasan
pada manusia.
2. Mengetahui definisi COPD.
3. Mengetahui etiologi dan klasifikasi COPD.
4. Memahami patofisiologi dan mekanisme terjadinya manifestasi klinis
pada COPD.
5. Mengetahui penegakkan diagnosis dan diagnosis banding COPD.
6. Mengetahui penatalaksanaan pasien COPD.
7. Mengetahui komplikasi COPD.
8. Mengetahui prognosis COPD.
1.4 Manfaat
1.4.1. Mnafaat untuk Penelaah
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang COPD.
2
2. Khususnya dapat memahami tentang COPD baik itu etiologi,
klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,
penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.
1.4.2.Manfaat untuk Pembaca
1. Menambah ilmu pengetahuan tentang COPD.
2. Memahami tentang COPD baik itu etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis,
penatalaksanaannya, komplikasi, maupun prognosisnya.
3. Sebagai bekal bagi para dokter muda, khususnya mahasiswa FK
Unisma dalam prakteknya dan aplikasinya di lapangan sesuai
dengan kompetensi dokter umum.
1.4.3.Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan
1. Sebagai salah satu literatur dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan tentang kedokteran, khususnya COPD.
2. Memberikan inspirasi kepada para ilmuwan untuk dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran
3
BAB II
STATUS PENDERITA
2.1 IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn.M
Umur : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Jl.Jati sukorejo,Blitar
Status Perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal periksa : 29 Januari 2015
2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak sejak
seharian ini. Sesak dirasakan tambah berat, dibuat bekerja maupun istirahat
tetap mengeluh sesak. Sesak dirasakan seperti ngongsrong setiap beraktifitas
ringan seperti berjalan ke kamar mandi didalam rumahnya dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Selain itu pasien mengeluh batuk. Batuk di
keluhkan sejak ± 1 tahun yang lalu, Batuk yang dirasakan kumat-kumatan
dan ada riaknya berwarna putih agak kental. Pasien menyangkal adamya
sesak yang dirasakan terutama saat pagi maupun malam hari yang disertai
dengan suara ngik-ngik. Pasien juga menyangkal adanya batuk lama,
berdahak maupun berdarah terus menerus yang disertai dengan badan
sumer-sumer serta keringat dingin pada malam hari,nafsu makan kurang
serta adanya penurunan berat badan tanpa sebab dan adanya nyeri dada.
4
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat rawat inap : 2 tahun yang lalu, Pernah opname
dengan sakit yang sama seperti ini
- Riwayat TBC : Disangkal
- Riwayat sakit gula : Disangkal
- Riwayat darah tinggi : Disangkal
- Riwayat jantung : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat alergi : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit gula : Disangkal
- Riwayat darah tinggi : Disangkal
- Riwayat TBC : disangkal
- Riwayat jantung : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
5. Riwayat Pengobatan: Menjalani pengobatan rutin di poli paru mardi
waluyo
6. Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok (+)
Pasien pernah merokok namun semenjak sakit pasien sudah berhenti
merokok, pasien merupakan perokok berat, perhari pasien bisa
menghabiskan 2 bungkus rokok, pasien merokok sejak remaja usia 17
tahunan.
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat minum kopi (+)
Pasien senang minum kopi, biasanya hampir setiap hari pasien minum
kopi.
Riwayat olahraga (-)
Riwayat terpapar asap kendaraan (+)
Hampir setiap harinya pasien terpapar asap kendaraan bermotor.
2.3 ANAMNESIS SISTEM
5
1. Kulit
Turgor kulit menurun (+), ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-),
petechie (-), spider nevi (-).
2. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah /
bells palsy (-).
3. Mata
konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
4. Hidung
Nafas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-).
5. Mulut
Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), Pursed lip
breathing (+).
6. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
7. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
8. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
9. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan abdominalthoracal, Sesak nafas (+),
batuk (+) keluar dahak putih, mengi (+), retraksi dinding dada (+),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (+), Barrel
Chest (+).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
6
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : dada kanan kiri simetris, retraksi intercostae (+),
massa (-)
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi :
HiperSonor HiperSonor
HiperSonor HiperSonor
HiperSono
r
HiperSonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan :
Ronchi
+ +
+ +
- -
Wheezing
+ +
+ +
+ +
10. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut tampak cekung
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium
Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
11. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
- -
- -
- -
- -
7
12. Sistem genetalia: dalam batas normal.
13. Pemeriksaan Neurologik: dalam batas normal
2.4 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Tampak Sesak, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi kesan
cukup.
2. Tanda Vital
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 100 x / menit
Pernafasan : 32 x /menit
Suhu : 36,5oC
3. Kulit
Turgor kulit menurun (+), ikterik (-), sianosis (-), venektasi (-),
petechie (-), spider nevi (-).
4. Kepala
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut tidak mudah dicabut, atrofi m.
temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimic wajah
/ bells palsy (-).
5. Mata
konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (+), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut
Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-), Pursed lip
breathing (+).
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-).
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-).
10. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
8
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan abdominalthoracal, Sesak nafas (+),
batuk (+) keluar dahak putih, mengi (+), retraksi dinding dada (+),
spider nevi (-), pulsasi infrasternalis (-), sela iga melebar (+), Barrel
Chest (+).
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis Sinistra
batas kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
batas kiri bawah : SIC V 1 cm medial Linea Medio
Clavicularis Sinistra
batas kanan bawah: SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
pinggang jantung : SIC III Linea Para Sternalis Sinistra
(batas jantung terkesan normal)
Auskultasi: Bunyi jantung I–II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : dada kanan kiri simetris, retraksi intercostae
(+), massa (-)
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi :
HiperSonor HiperSonor
HiperSonor HiperSonor
HiperSono
r
HiperSonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan :
9
Ronchi
+ +
+ +
- -
Wheezing
+ +
+ +
+ +
12. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut tampak cekung
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium
Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
13. Ektremitas
Palmar eritema (-/-)
akral dingin Oedem
- -
- -
- -
- -
14. Sistem genetalia: dalam batas normal.
15. Pemeriksaan Neurologik: dalam batas normal
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah lengkap
Jenis Tes Hasil Tes Hasil Tes Normal
DARAH LENGKAP
HEMOGLOBIN 13,4 L:13-17g/dL ; P:11,5-16g/dL
HITUNG LEUKOSITE 8.800 4000-11.000 CMM
LED/BSS 27-51 L: 0-15 JAM; P:0-20 JAM
HITUNG JENIS -/-/1/86/6/7 1-2/0-1/3-5/54-82/25-33/3-7
HITUNG ERYTROSIT 4.430.000 L: 4,5-6,5 JT/CMM; P: 3,0-6,0 JT/CMM
HITUNG TROMBOSIT 252.000 150.000-450.000 CMM
HEMATOKRIT 42,5 L 40-50% P 35-47%
MCV/MCH/MCHC 95,9/30,2/31,5 80-97fl/27-31pg/32-36%
SERUM CREATININ 1,1 (L 0,6-1,4mg/dl; P 0,5-1,2 mg/dl)
BUN 22 (4,7-23,4mg/dl)
ASAM URAT 4,4 (L 3,4-7,0mg/dl; P 2,5-6,0 mg/dl)
10
GULA DARAH ACAK 98 70-140mg/dl
BILIRUBIN TOTAL 0,32 s.d 1,00 mg/dl
BILIRUBIN DIREK 0,02 s.d 0,25 mg/dl
ALKALI
PHOSFATASE/ALP 168 Anak <645 u/L Dewasa: 100-290 u/L
SGOT 41 L <37 u/L P <31 u/L
SGPT 23 L <40 u/L P <31 u/L
ALBUMIN 3,79 3,8-5,1 g/dL
GAMMA GT 22 L 11-43 u/L P 9-37 u/L
Pemeriksaan rontgen (AP)
Interpretasi
Identitas → Nama : Tn.M
Usia : 68 tahun
Jenis foto PA
Simetris
Kecukupan inspirasi ekspirasi kurang
Jaringan lunak : tipis
Tulang : kondisi tulang normal, celah intercosta melebar, tidak tampak
kelainan.
Trakea : di tengah, bentuk lurus, tidak ada pergeseran, tidak didapatkan
kelainan.
Hilus : hilus kiri 1 ICS lebih tinggi dari hilus kanan, tampak normal.
11
Cor/mediastinum : ukuran normal (tidak membesar), letak di tengah,
pinggang jantung masih ada.
Hemi diafragma : letak normal, bagian kanan dan kiri bentuk mendatar.
Sinus costophrenicus : sudut bagian kiri tampak tajam, bagian kanan
sudutnya tampak tajam.
Lapang paru : tak tampak infiltrate
Corakan bronchovaskuler dalam batas normal.
Panjang paru 7 costae, costae 6 memotong di atas
diafragma (kesan memanjang)
2.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSA
o Asma
o Tuberkulosis paru
2.7 WORKING DIAGNOSA
COPD
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit yang di derita.
Menjelaskan kepada pasien supaya patuh dalam minum obat dan
keluarga pasien dalam mengawasi pasien untuk minum obat.
Diit tinggi kalori dan protein.
Bed rest dengan posisi semi fowler dan tidak dianjurkan untuk
beraktivitas berlebihan.
Untuk hari ketiga pasien epistaksis (Tampon dan konsul THT).
2. Medikamentosa
- IVFD : Infus RL 1500 cc/hari (20 tpm)
- O2 : 2 L/mnt
- Drip Aminofilin 10 cc
- Teofilin 200 mg 2x1
- B.Complex 3x1
- Ventolin 2,5 mg nebul 3 x 1
- Paracetamol 250 mg
- Salbutamol 2 mg
12
- CTM 1 tablet Mfla pulv da in caps td No:XX / 2 dd 1
- Ambroxol HCL 30 mg
2.9 RESUME
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak. Sesak sejak
seharian ini. Sesak dirasakan tambah berat, dibuat bekerja maupun istirahat
tetap mengeluh sesak. Sesak dirasakan seperti ngongsrong setiap beraktifitas
ringan seperti berjalan ke kamar mandi didalam rumahnya dan sedikit
berkurang dengan istirahat. Selain itu pasien mengeluh batuk. Batuk di
keluhkan sejak ± 1 tahun yang lalu, Batuk yang dirasakan kumat-kumatan
dan ada riaknya berwarna putih agak kental. Pasien menyangkal adamya
sesak yang dirasakan terutama saat pagi maupun malam hari yang disertai
dengan suara ngik-ngik. Pasien juga menyangkal adanya batuk lama,
berdahak maupun berdarah terus menerus yang disertai dengan badan
sumer-sumer serta keringat dingin pada malam hari,nafsu makan kurang
serta adanya penurunan berat badan tanpa sebab dan adanya nyeri dada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
100 x / menit, RR 32 x /menit, suhu 36,5oC, nyeri ulu hati (+), ronkhi (+),
wheezing (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung jenis (↑),
dari hasil rontgen thorax didapatkan hasil emphisema pulmonal serta non
spesifik chronic bronkhitis.
2.10 FLOW SHEET
Nama : Tn. M
Diagnosis : COPD
Tabel 1. Flowsheet Penderita
No Tgl S O A P
1. 29/1/1
5
Batuk
berdahak
(+), sesak
nafas
(+).nafsu
makan
turun
KU: Cukup
T : 110/80
mmHg
N : 100x/menit
Rr : 32x/menit
S : 36.5oC
Thorax :
COPD Non Medika
mentosa
Tirah
baring posisi
setengah duduk
(semi fowler)
Edukas
13
Inspeksi : kanan
dan kiri simetris
Palpasi : suara
fremitus
kanan/kiri sama
Perkusi :
HiperSonor
seluruh lapang
paru
Auskultasi :
Wheezing +/+,
Ronkhi +/+
Abdomen : nyeri
tekan
epigastrium (+).
Pemeriksaan
DL, Thorax PA
i kepada pasien
supaya berhenti
merokok dan
patuh dalam
minum obat,
Medikamentosa :
- IVFD : Infus RL
1500 cc/hari (20 tpm)
- O2 : 2 L/mnt
- Drip Aminofilin 10
cc
- Teofilin 200 mg 2x1
- B.Complex 3x1
- Ventolin 2,5 mg
nebul 3 x 1
- Kapsul batuk sesak 2
x 1
2. 30/1/1
5
Batuk (+),
sesak
nafas
(+).nafsu
makan
turun
Mual (+)
KU: Cukup
T : 110/80
mmHg
N : 100 x/menit
Rr : 32x/menit
S : 36,5oC
Thorax :
Inspeksi :kanan
dan kiri simetris
Palpasi : suara
fremitus
kanan/kiri sama
Perkusi :hiper
sonor seluruh
lapang paru
COPD Non Medika
mentosa
Tirah
baring posisi
setengah duduk
(semi fowler)
Edukas
i kepada pasien
supaya berhenti
merokok dan
patuh dalam
minum obat,
Medikamentosa :
- IVFD : Infus RL
1500 cc/hari (20 tpm)
14
Auskultasi :
wheezing (+/+),
rhonki (+/+)
Abdomen : nyeri
tekan
epigastrium (+)
Thorax PA :
emfisema
pulmonal serta
non spesifik
chronic
bronkhitis.
- O2 : 2 L/mnt
- Drip Aminofilin 10
cc
- Teofilin 200 mg 2x1
- B.Complex 3x1
- Ventolin 2,5 mg
nebul 3 x 1
- Kapsul batuk sesak 2
x 1
3. 31/1/1
5
Batuk (+),
sesak
nafas (+)
berkurang,
mual (+)
Mimisan
(epistaksis
) (+/-)
KU : Cukup
T : 130/80
mmHg
N : 75x/menit
Rr : 30x/menit
S : 36oC
Thorax :
Inspeksi :kanan
dan kiri simetris
Palpasi : suara
fremitus
kanan/kiri sama
Perkusi :
hipersonor
seluruh lapang
paru
Auskultasi:
Wheezing (+/+),
Ronkhi (-/-)
Abdomen : nyeri
COPD Non Medika
mentosa
Tirah
baring posisi
setengah duduk
(semi fowler)
Edukas
i kepada pasien
supaya berhenti
merokok dan
patuh dalam
minum obat,
Medikamentosa :
- IVFD : Infus RL
1500 cc/hari (20
tpm)
- O2 : 2 L/mnt
- Drip Aminofilin
10 cc
- Teofilin 200 mg
15
tekan (-) 2x1
- B.Complex 3x1
- Ventolin 2,5 mg
nebul 3 x 1
- Kapsul batuk
sesak 2 x 1
-Tampon hidung
+konsul THT
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan 2,8
3.1.1 Anatomi
A. Traktus pernafasan atas
i. Rongga hidung dan nasal
- Hidung eksternal : berbentuk piramin dan tersusun dari kerangka kerja
tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroareolar.
a. Septum nasal : membagi sisi kiri dan kanan.
b. Naris (Nostril) eksternal
c. Tulang hidung teriri dari:
1. Tulang nasal
2. Vomer dan lempeng perpendicular tulang etmoid
3. Lantai longgar nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang
maksila dan palatina.
4. Langit-langit nasal sisi medial dari lempeng kribiorm tulang etmoid dan
sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, sisi posterior dari tulang sfenoid.
5. Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior.
6. Meatus superior, medial, dan interior yang merupakan jalan udara
dibawah konka.
d. Empat pasang sinus paranasalis (frontal, etmoid, maksilar dan stenoid)
yang berfungsi untuk:
16
1. Meringankan tulang kranial, menghangatkan dan melembabkan udara
yang masuk, produksi mukus dan memberikan efek resonansi dalam
produksi bicara.
2. Mengalirkan cairan ke meatus rongga nasal.
3. Duktus lakrimal dari kelenjar air mata membuka kearah meatus inferior.
- Membran mukosa nasal :
a. Fungsi :
1. Penyaringan partikel kecil
2. Penghangat dan pelembab udara yang masuk
Gambar 1. Cavum nasal
ii. Faring dibagi menjadi :
-Nasofaring.
Dinasofaring terdapat:
a. Dua tuba eustachius menghubung nasofaring dengan telinga tengah
b. Amandel (adenoid) faring : penumpukan jaringan limfatik terletak
dekat naris internal.
-Orofaring.
a. Uvula :prosesus kerucut kecil yang menjulur ke baah dari bagian
tengan tepi bawah palatum lunak.
b. Amandel palatum pada kedua sisi orofaring posterior.
-Laringofaring : mengelilingi mulu esofagus dan laring. Merupakan
gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
17
Gambar 2. Anatomi Saluran Pernafasan
B.Saluran pernafasan bawah :
i. Laring (Kotak suara) : menghubungkan faring dengan traka. Bentuk seperti
kotak triangular dan ditopang sembilan kartilago: tiga berpasangan, tiga tidak
berpasangan.
- Kartilago tidak berpasangan:
a. kartilago tiroid
b. kartilago krikoid
c. Epiglottis
- Kartilago berpasangan:
a. kartilago aritenoid
b. kartilago kornikulata
c. kartilago kuneiform
- Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring.
a. Lipatan ventrikularis (pita suara palsu)
b. Pasangan di bawah adalah pita suara sejati (plika vokalis) yang melekat
pada kartilago tiroid dan krikoid. Pembukaan antara kedua pita adalah
glotis.
ii. Trakea : tuba dengan panjang 10 cm sampai 20 cm dan diameter 2,5 cm dari
vertebra thoraks kelima.
-Ada 16 sampai 20 cincin kartilago bentuk-C
18
- Dilapisi eptithelium respiratorik yang mempunyai banyak sel goblet.
iii. Percabangan bronkhus:
2.10.1 -. Bronkus pwrimer (utama) kanan dan kiri
- Struktur yang mendasar kedua paru-paru adalah percabangan bronkial, yang
selalnjutnya : bronki, brokhiolus terminal, bronkiolus respiratorik, duktus
alveolar dan alveoli.
Gambar 3. Trakea dan percabangan bronkus sampai alveeoli
iv. Paru-paru
-Berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara terletak dalam rongga
thoraks.
a. Paru-paru kanan ada tiga lobus, kiri ada dua lobus.
b. Setiap paru mempunyai apek, permukaaan diafragmatif (basal) permukaan
mediastinal (medial) dan permukaan kostal.
c. Permukaan mediastinal mempunyai hilus (akar) yaitu tempat keluar masuk
pembuluh darah, bronki, pulmonal dan bronchial dari paru.
- Pleural : membran yang membungkus paru-paru
a. Pleural parietal
Melapisi rongga thoraks
b.Pleural visceral
Melapisi paru dan bersambungan dengan pleural parietal bagian bawah
paru-paru.
c. Rongga pleural
19
Ruangan yang terisi cairan yang di sekresi sel-sel pleural.
d. Resesus pleural : rongga yang tidak terisi jaringan paru.
Muncul saat pleural parietal berilang dari satu permukaan ke permukaan
lain. Paru-paru bergerak keluar masuk tempat ini saat bernafas.
i.Kostomediastinal
ii.Kostodiafragmatik.
Gambar 4. Anatomi Paru-Paru
3.1.2 Fisiologi 2
i. Thoraks adalah rongga tertutup kedap udara di sekelilingi paru- paru yang
terbuka ke atmosfer hanya melalui jalur sisem pernafasan.
ii. Pernafasan adalah proses inspirasi udara ke dalam paru-paru dan ekspirasi
udara dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh.
iii. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosfer (sekitar 760 mmhg)
sama dengan tekanan udara alveoli yang disebut dengan tekanan intra-
alveolar (intrapulmonar).
iv. Tekanan intrapleura dalam rongga pleura adalah tekanan sub-atmosfer
atau kurang dari tekanan intra-alveolar.
v. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan
intrapleural dan intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan
pengembangan dan pengempisan paru-paru.
vi. Otot-otot inspirasi memperbesarkan rongga thoraks dan meningkatkan
volumenya. Otot-otot ekspirasi menurunkan volume rongga thoraks.
-Otot yang kontraksi semasa inspirasi:
a. Diafragma
20
b. Interkostal eksternal
c. Pada inspirasi aktif atau dalam:
i. Otot sternokleidomastoideus
ii. Pektoralis mayor
iii. Serratus anterior
iv. Otot skalena
-Otot yang berperan semasa ekspirasi:
a. Relaksasi otot inspirasi
b. Ekspirasi dalam:
i. kontraksi otot abdomen
ii. Penarikan kerangka iga ke bawah oleh otot interkostal.
Gambar 5. Mekanisme Pernafasan
3.2 DEFINISI
Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
mendifinisikan PPOk sebagai penyakit yang dapat diobati dan dicegah dengan
beberapa efek ektra pulmonal yang memberi kontribusi keparahan penyakit.
Komponen paru ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak reversible
sempurna. Hambatan aliran udara biasanya progresif dan ada hubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap berbagai partikel noksa dan gas 3.
3.3 FAKTOR RISIKOTabel 1. Faktor risiko menurut GOLD PPOK 3
21
1 Gen
2 Paparan: asap rokok, occupational dust, polusi udara indoor, polusi udara outdoor
3 Lung growth dan development
4 Stress oksidatif
5 Gender
6 Usia
7 Infeksi respirasi
8 Pernah sakit tuberkulosa
9 Status social ekonomi
10 Nutrisi
11 Kormobid
Adapun faktor resiko berdasarkan PPDI 2003
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting.
Riwayat terpajan polus udara di lingkungannya
Hiperaktifiti bronkus
Riwayat infeksi saluran nafas bawah yang berulang.
Defesiensi antitrypsin alfa -!A fsoitribalfa alfa es tah,akusin.umumnya jarang
terdapat di indonesia.
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai
dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten.
Gambaran ini muncul dikarenakan adanya yang persisten. Gambaran ini
muncul dikarenenakan adalnya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok
dan membaik saat merokok dihentikan. Terdapat banyak faktor resiko yang
diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor resiko yang ada
adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres
oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi,
nutrisi dan komor biditas.
3.4 KLASIFIKASI
22
Berdasar hasil spirometri keparahan PPOK dibagi menjadi 4
Table 2. klasifikasi PPOK berdasar spirometri
Stadium I : Ringan FEV1 / FVC < 0,7FEV1 > 80% prediksi
Stadium II : Sedang FEV1 / FVC < 0,750% ≤ FEV1 < 80% prediksi
Stadium III : Berat FEV1 / FVC < 0,730% ≤ FEV1 < 50% prediksi
Stadium IV : Sangat Berat FEV1 / FVC < 0,7FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% + gagal napas kronik
3.5 PATOLOGI
Perubahan-perubahan patologik yang khas untuk PPOK dijumpai di :
saluran nafas proksimal, saluran nafas perifer, parenkim paru dan vaskuler
pulmonal 3. Perubahan tersebut berupa inflamasi spesifik diberbagai bagian paru
dan perubahan struktural akibat inflamasi dan perbaikan (repair) berulang.secara
umum inflamasi dan perubahan struktural pada saluran napas meningkat
sebanding dengan keparahan penyakit dan menetap walaupun berhenti merokok 3.
1. Saluran napas proksimal (trakea, bronkus dengan diameter internal >2mm):
1.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat,
neutrofil atau eosinofil sedikit.
1.2 Perubahan struktural : sel goblet meningkat, kelenjar submukosa
membesar, metaplasi skuamus dari epitel
2. Saluran napas perifer (bronkioli dengan diameter internal < 2mm):
2.1 Sel inflamsi : makrofag meningkat, sel T meningkat (CD8 + >
CD4+), sel B, folikel limfoid meningkat,
fibroblast meningkat neutrofil atau eosinofil
sedikit.
2.2 Perubahan struktural : penebalan dinding saluran napas,
fibrosisperibronkial eksudat inflamasi pada
lumen saluran napas, penyempitan saluran
napas.
3. Parenkim paru (bronkioli respirasi dan alveoli):
23
3.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat.
3.2 Perubahan structural : destruksi dinding alveoli, apoptosis sel epitel
dan endotel.
Emfisema sentrilobuler : dilatasi dan destruksi bronkioli respirasi
terutama dijumpai pada perokok.
Emfisema panasiner : destruksi sakus alveolaris dan juga bronkioli
respirasi terutama dijumpai pada defisiensi al
antitripsin
4. Vaskuler pulmonal:
4.1 Sel inflamasi : makrofag meningkat, sel T CD8+ meningkat.
4.2 Perubahan structural : tunika intima menebal, disfungsi selendotel, otot
polos meningkat menyebabkan hipertensi
pulmonal 3.
Structural yang banyak terkena adalah parenkim paru dan saluran napas
perifer.
3.6 PATOGENESIS
Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel noxious
inhalasi lain dan berbagai gas juga memberi kontribusi. Merokok menyebabkan
inflamasi paru. Karena sebab yang belum diketahui sampai sekarang beberapa
perokok menunjukkan peringatan respons inflamasi normal, protektif dari paparan
inhalasi yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan, gangguan mekanisme
pertahanan yang membatasi destruksi jaringan paru dan memutus mekanisme
perbaikan, ini membawa perubahan berupa lesi patologi yang khas PPOK. Di
samping inflamasi ada proses lain yang juga penting pada patogenesis PPOK
adalah ketidak imbangan protease dan antiprotease dan sters oksidatif .
24
Secara umum telah diterima bahwa merokok merupakan faktor risiko
terpenting PPOK namun hanya 10-20% perokok mengalami gangguan fungsi paru
berat yang terkait PPOK. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang ikut berperan.
Faktor genetik dipastikan berperan pada kerentanan untuk PPOK pada perokok.
Gen yang berimplikasi dalam perkembangan PPOK terlibat dalam ketidak
imbangan protease, metabolisme material toksik tembakau, kliren mukosilier dan
proses inflamasi 9,10.
3.7 GAMBARAN KLINIS
1. Riwayat penyakit
Batuk, dahak dan sesak napas merupakan keluhan yang sering
dilaporkan penderita PPOK. Batuk biasanya timbul sebelum atau bersamaan
dengan sesak napas. Dahak umumnya tidak banyak hanya beberapa sendok
teh/hari, bersifat mukoid namun menjadi purulen pada keadaan infeksi 6.
Sesak napas terutama waktu mengerahkan tenaga, bila penyakit
progresif bergerak sedikit sudah sesak. Sesak pada PPOK terjadi akibat
hiperinflasi dinamik yang bertambah berat dengan peningkatan jumlah napas
(respiration rate), sebagai konsekuensinya untuk menghindari sesak banyak
pasien menghindari pengerahan tenaga dan menjadi terpaku di tempat tidur /
duduk (sedentary) 6.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak banyak abnormalitas yang dijumpai pada pemeriksaan fisik.
Wheezing tidak selalu ditemukan dan tidak berkolerasi dengan keparahan
obtruksi. Yang selalu dijumpai pada PPOK simtomatik adlah waktu ekspirasi
memanjang yang paling baik didengar di depan laring saat maneuver forced
expiratory. Ekspirasi yang > 4 detik suatu indiaksi yang bermakna dari
obsturksi 6.
Jika penyakit bertambah berat kelainan fisik bertambah jelas. Tampak
barrel chest, purse-lipped breathing, badan bertambah kurus.
25
3.8 LABORATORIUM
1. Foto toraks
PPOK merupakan diagnosis fungsional sehingga foto toraks hanya
dapat memberi arah diagnosis PPOK. Trias overinflasi, oligemia, bula
merupakan pola arterial defisiensi paling sering berhubungan dengan
emfisema dan peningkatan pulmonary marking yang menyerupai dirty chest
dijumpai pada bronchitis kronis. Tanda overinflasi terbaik adalah diafragma
mendatar dengan permukaan superior konkaf, tanda lain peningkatan lebar
ruang retrosternal, tetapi ini kurang sensitive 6.
2. CT-scan
Computed tomography scan dapat memberikan gambaran parenkim
paru lebih baik dari foto toraks. High resolution yang dipakai dengan lebar
irisan 1,0-2,0 mm dapat memberi gambaran langsung area emfisematus 6.
3. Tes fungsi paru
Spiro metri merupakan tes paling penting untuk diagnosis staging
PPOK. Rasio FEV1 / FVC menurun diagnostik untuk kelainan obstruktif 6.
3.9 DIAGNOSIS
Pemeriksaan fisik dan foto toraks bukan metode yang sensitif untuk
mendiagnosis PPOK. Pemeriksanaan fisik dari hiperinflasi paru seperti diafragma
letak rendah, suara napas menurun dan hipersonor pada perkusi sangat spesifik
untuk PPOk tetapi biasanya hanya pada penyakit stadium lanjut. High-resolution
computed tomography (HRCT) paru merupakan teknik yang canggih untuk
deteksi awal emfisema tetapi peranan HRCT pada deteksi awal dan monitoring
PPOK saat ini belum baku 11.
Spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana, tidak mahal, non
invasif dapat digunakan untuk mendiagnosis, menentukan keparahan penyakit dan
memonitoring progresi PPOK. Rasio FEV1 / FVC menunjukkan laju (rate)
26
pengosongan paru digunakan untuk menunjukkan ada kelainan ventilasi obstruksi 11. Spirometri merupakan gold standart diagnosis PPOK 3.
3.10 DIAGNOSIS BANDING
1. Asma bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Bronkiektasis
4. Tuberculosis
5. Bronkioltis obliteratif
6. Diffuse pambronchiolitis
3.11 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah 3 :
1. Mencegah progresi penyakit
2. Menghilangkan gejala
3. Memperbaiki exercise tolerance
4. Memperbaiki status kesehatan
5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi
6. Menurunkan mortalitas
27
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan implementasi 4 komponen program
penatalaksanaan yaitu: 3
1. Menilai dan monitor perjalanan penyakit
2. Mengurangi faktor-faktor risiko
3. Penatalaksanaan PPOK stabil
4. Penatalaksanaan eksaserbasi.
1. Penilaian dan pemantauan penyakit
Penderita dengan keluhan sesak napas, batuk kronis atau berdahak dan
atau riwayat paparan faktor risiko perlu dicurigai menderita PPOK. Diagnosis
harus dikonfirmasi dengan spirometri. Spirometri merupakan gold standart
diagnosis PPOK. FEV1 / FVC < 70% pasca bronkodilator menunjukkan
hambatan aliran udara yang tidak reversible sempurna 3.
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit progresif, dengan
faal paru dapat diprediksi memburuk dengan berjalannya waktu, meskipun
dengan perawatan terbaik yang ada. Komorbid sering dijumpai pada PPOK
dan harus diidentifikasi secara aktif 3.
Disamping riwayat penyakit juga diperlukan pemeriksaan spirometri
dan pemeriksaan lain seperti foto toraks, analisa gas darah, tes reversibel
bronkodilator, pemeriksaan alfa 1 antitripsin 3.
Penyakit paru obstruktif kronik biasanya progresif, oleh sebab itu
gejala dan pemeriksaan untuk mengetahui hambatan aliran udara harus
dimonitor untuk menentukan kapan terapi dimodifikasi dan identifikasi
penyulit bila ada. Untuk menyesuaikan terapi dengan progresi penyakit setiap
kunjungan psaien untuk control harus didiskusikan tentang regimen, yang
sedang dikonsumsi. Dosis obat, kepatuhan minum obat, cara pemakaian obat
inhalasi, efektivitas obat dalam mengkontrol gejala dan efek samping obat
harus dimonitor 3.
2. Mengurangi faktor risiko
2.1 Berhenti merokok
28
Mengurangi paparan asap rokok, accuptional dusts dan chemicals dan
polusi udara indoor dan outdoor penting untuk mencegah onset dan
progresi PPOK.
Berhenti merokok merupakan intervensi tunggal yang paling efektif dan
cos-effective untuk menurunkan risiko timbulnya PPOK dan
memperlambat progresi PPOK 3. Oleh sebab itu setiap upaya harus
dikerjakan untuk membantu pasien berhenti merokok terutama psaien-
pasien dengan hambatan aliran udara ringan atau sedang. Namun sayang
tidak ada regimen yang dengan mudah/cepat membantu semua pasien.
Seperti pada penyebab mulai merokok dan terus merokok adalah multi
faktor keberhasilan penyelesaian juga sering kali juga melibatkan
multiple intervensi. Para klinisi harus punya suatu rencana untuk
membantu pasien berhenti merokok. Dikatakan nasihat untuk berhenti
merokok walaupun diberikan 1-2 menit mempunyai dampak yang berarti.
Sebanyak 5% pasien berhenti merokok sebagai respons terhadap nasihat
tersebut 3.
Bila konseling tidak cukup membantu berhenti merokok dianjurkan
untuk memberikan farmakoterap (nicotin replacement dan atau
burpropion) 3. Nicotin replacement dapat dicoba dengan chewing gurn
yang mengandung 2 mg nikotin per biji. Transdermal nicotin patch juga
ada dipasaran. Angka keberhasilan jangka pendek bervariasi lebar
anatara 10-77% tetapi secara keseluruhan angka keberhasilan 2x lebih
besar dari placebo (ATS 95). Perhatian khusus perlu diberikan sebelum
memakai farmakoterapi pada perokok <10 batang/hari, wanita hamil,
adulecens, yang dengan kontraindikasi medis (penyakit koroner tidak
stabil, tukak lambung yang tidak diterapi, infark atau stroke yang baru
untuk nikotin dan riwayat kejang untuk bupropion) 3.
2.2 Mencegah merokok
Menganjurkan kebijaksanaan dan program pengendalian tembakau yang
komprehensif dengan jelas, konsisten dan pesan tidak merokok berulang.
Bekerja sama dengan pemerintah untuk meloloskan undang-undang yang
29
menetapkan bebas rokok disekolah, fasilitas umum dn lingkungan kerja
dan menganjurkan pasien untuk tidak merokok di rumah 3.
2.3 Paparan okupasional
Ditekankan pencegahan primer yang dapat dicapai dengan eliminasi atau
pengurangan paparan terhadap berbagai bahan-bahan di tempat kerja.
Pencegahan sekunder dapat lewat surveilen dan deteksi awal 3.
2.4 Polusi udara indoor dan outdoor
Laplementasi tindakan untuk mengurangi atau menghindari polusi indoor
dari bahan bakar biomassa, bahan bakar untuk masak dan pemanasan di
tempat tinggal. Dengan ventilasi jelek. Anjurkan masyarakat untuk
memonitor kwalitas saluran udara dan hindari exercise berlebihan di luar
rumah atau tinggal di rumah selam waktu polusi 3.
3. Penatalaksanaan PPOK stabil 3
Penyuluhan kesehatan berperan penting pada proses berhenti merokok dan
meningkatkan keterampilan, kemampuan untuk mengatasi penyakit dan status
kesehatan.
Tidak ada medikmentosa untuk PPOK yang terbukti dapat memodifikasi
penurunan fungsi paru jangka panjang. Terapi farmakologi digunakan untuk
menurunkan gejala dan atau penyakit.
Bronkodilator merupakan obat utama untuk penetalaksanaan PPOK.
Diberikan bila diperlukan atau rutin untuk mencegah atau mengurangi gejala
dan eksaserbasi.
3.1 Edukasi
Tidak memperbaiki exercise performance atau faal paru tetapi dapat :
- Memperbaiki skill, kemampuan untuk menanggulanginya penyakit
dan status kesehatan
- Efektif untuk mencapai tujuan khusus seperti berhenti merokok
3.2 Obat-obat
Tidak ada obat-obat untuk PPOK yang telah terbukti mampu merubah
penurunan faal paru jangka panjang. Jadi obat-obatan digunakan untuk
mengurangi keluhan dan atau komplikasi.
Terdiri dari :
30
3.2.1 Bronkodilator
Bronkodilator yang sering digunakan untuk pengobatan PPOK
adalah :
Agonis beta 2 : salbutamol, terbutalin, fenoterol
Antikolinergis : ipatropium bromide, tiotropium bromide
Derivate santin : aminofilin, teofilin
- Bronkodilator merupakan bagian penting dari
penatalaksanaan simptomatik PPOK (Evidence A), diberikan
bila perlu atau rutin untuk mencegah atau mengurangi gejala.
- Terapi inhalasi lebih dianjurkan
- Pemilihan antara agonis beta 2, antikolinergik dan santin atau
terapi kombinasi tergantung dari obat yang tersedia dan
respons individu terhadap terapi dan ESO (efek obat
samping).
- Pengobatan regular dengan bronkodilator long acting lebih
efektif dan menyenangkan dari pada bronkodilator short
acting tetapi lebih mahal (Evidence A). penggunaan regular
long-acting β2 agonist (LABA) atau long-acting
anticholinergic meningkatkan status kesehatan.
Obat kombinasi dapat meningkatkan efikasi dan menurunkan
risiko ESO disbanding peningkatan dosis obat tunggal.
3.2.2 Kortikosteroid
Pengobatan regular (teratur) dengan inhaled corticosteroid (ICS)
tidak mempengaruhi penurunan jangka panjang FEV, pada pasien
PPOK. Namun pengobatan regular dengan ICS sudah tepat untuk
pasien PPOK simtomatik dengan FEV1 < 50% prediksi (stadium
III dan IV) dan eksaserbasi berulang (Evidence A). pengobatan
ini terbukti mengurangi frekwensi eksaserbasi dan memperbaiki
status kesehatan (Evidence A).
- Kortikosteroid oral jangka panjang tidak dianjurkan
(Evidence A). Tidak ada bukti manfaat jangka panjang dari
pengobatan ini, apalagi efek samping obat jangka panjang
31
steroid sistematik adalah steroid myopathy yang memberi
kontribusi kelemahan otot, penurunan fungsional dan gagal
napas pada pasien PPOK stadium lanjut.
3.2.3 Mukolitik
Beberapa pasien dengan sputum yang kental mukolitik
bermanfaat, namun secara keeluruhan manfaatnya kecil. Oleh
sebab itu sampai saat ini penggunaan secara luas tidak dianjurkan.
3.2.4 Antioksidan
Antioksidan khususnya N-acetylcysteine telah menunjukkan
manfaatnya menurunkan frekwensi eksaserbasi dan mempunyai
peran dal;am terapi pada penderita dengan eksaserbasi berulang.
Perlu penilaian lebih lanjut sebelum direkomendasikan untuk
digunakan secara rutin.
3.2.5 Antibiotik
Tidak dianjurkan kecuali untuk terapi eksaserbasi infeksius dan
infeksi bacterial lain.
4. Oksigen
Oksigen jangka panjang ( > 15 jam/hari) pada PPOK dengan gagal napas
kronik terbukti dapat meningkatkan survival (Evidence A).
Indikasi : PaO2 < 55 mmHg (7,3 kPA) atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa
hiperkapni atau PaO2 antara 55 mmHg (7,3 kPA) dan 60 mmHg (8,0 kPA)
atau SaO2 89% tetapi ada hipertensi pulmonal udem perifer yang dicurigai
karena congestive heart failure atau polisitemia (Hct > 55%)
5. Ventilator
Sampai saat ini belum ada data yang membuktikan bahwa ventilator punya
peranan pada penatalaksanaan rutin PPOK stabil.
6. Rehabilitasi medic
Tujuan utama rehabilitasi pulmonal adalah mengurangi gejala, menigkatkan
kualitas hidup dan meningkatkan partisip[asi fisik dan emosi dalam aktivitas
sehari-hari.
32
Dengan rehab medic semua pasien menunjukkan manfaat dari exercise
training programe. Ada perbaikan exercise tolerance dan keluhan sesak napas
dan capek.
Durasi minimal dari program rehabilitasi efektif adalah 2 bulan, makin
panjang program diteruskan makin efektif hasilnya. Rehab paru komprehensif
terdiri dari : - exercise training
- Konsultasi nutrisi
- Edukasi
7. Operasi
7.1 Bulektomi
Pada pasien-pasien tertentu tindakan operasi ini efektif menurunkan
sesak napas dan memperbaiki faal paru (Evidence C).
7.2 Transplantasi paru
Pada PPOK stadium lanjut yang terseleksi dengan tepat, transplantasi
terbukti memperbaiki kualitas hidup dan kapasitas fungsional
(Evidence C).
4. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut 1,3,7
Tidak ada definisi eksaserbasi yang diterima secara umum. Secara
umum eksaserbasi adalah perburukan secara menetap (a sustained worsening)
kondisi pasien dari keadaan stabil dan di luar variasi normal hari ke hari, yang
bersifat akut dan mengharuskan perubahan obat regular. Deskripsi ini dapat
membedakan eksaserbasi dari perburukan symptom / gejala dalam beberapa
jam yang dapat dengan mudah diatasi dengan rapid acting bronchodilator.
Gejala utama dari eksaserbasi adalah peningkatan sesak napas, sering
disertai wheezing dan chest tightness, peningkatan batuk dan dahak,
perubahan warna dan atau tenacity (keliatan) dahak dan panas. Eksaserbasi
juga bisa disertai sejumlah gejala nonspesifik seperti : malaise, insomnia,
ngantuk, capek, depresi, dan kebingunan. Peningkatan volume dahak dan
purulen menunjuk pada penyebab bacterial.
Penilaian berat-ringan eksaserbasi didasarkan: riwayat penyakit
sebelum eksaserbasi, gejala-gejala, pemeriksaan fisik, tes faal paru, analisa
gas darah, dan tes laboratorium lain. Riwayat penyakit harus mencakup
33
berapa lama perburukan gejala atau gejala-gejala yang baru dijumpai,
frekwensi dan berat-ringan sesak napas dan batuk, warna dan volume dahak,
limitasi aktiviti sehari-hari, episode / eksaserbasi sebelumnya dan apakah
perlu rawat inap dan regimen pengobatan sekarang. Pada pasien PPOK
stadium sangat berat, tanda yang sangat penting dari eksaserbasi berat adalah
perubahan kesadaran dan tanda ini perlu segera dievaluasi di rumah sakit.
4.1 Tes faal paru
Tes faat paru sangat sederhanapun sulit untuk dikerjakan dengan benar,
namun secara umum PEF < 100 L/menit atau FEV1 < 1 L menunjukkan
eksaserbasi berat.
4.2 Pemeriksaan gas darah
Di rumah sakit pemeriksaan gas darah penting sekali untuk menilai berat-
ringan (severty) eksaserbasi. PaO2 < 60 mmHg dan atau SaO2 < 90%
dengan atau tanpa PaCO2 > 50 mmHg waktu bernapas dengan udara
kamar menunjukkan gagal napas. Penderita dengan PaO2 < 50 mmHg,
PaCO2 > 70 mmHg dengan pH < 7,30 mengarah pada episode
eksaserbasi yang mengancam jiwa dan perlu monitoring yang baik atau
penatalaksanaan diruang perawatan intensif.
4.3 Foto toraks
Foto toraks (PA dan Lateral) bermanfaat untuk identifikasi diagnosis
alternative yang menyerupai gejala-gejala eksaserbasi dari PPOK.
Pemeriksaan EKG dapat membantu diagnosis right ventricular
hypertrophy (RVH), aritmia, dan episode iskemi. Emboli paru dapat
sangat sulit dibedakan dari eksaserbasi PPOK terutama pada PPOL
sangat berat karena RVH dan arteri pulmonalis besar menyebabkan
gangguan pada hasil pemeriksaan EKG dan foto toraks. CT scan spiral
dan angiography dan mungkin pemeriksaan D-dimer spesifik adalah
sarana diangnostik terbaik untuk mendiagnosis emboli paru pada pasien
PPOK.
4.4 Pemeriksaan lain
pemeriksaan darah tepi dapat mendeteksi polisitemia (hematokrit >55%)
atau perdarahan. Jumlah leukosit tidak sangat informatif.
34
4.5 Penyebab
- Terbanyak disebabkan infeksi tracheobronchial tree. Bukti baru
menunjukkan infeksi bakteri menyebabkan kira-kira 40-50%
eksaserbasi akut.
- Penyebab lain : Polusi udara, pneumoni, gagal jantung kanan atau
kiri atau aritmia emboli paru, pneumotoraks spontan, pemberian O2
tidak tepat, obat-obat (hipnotik, tranquilliser, diuretika), penyakit
metabolic (diabetes, gangguan elektrolit), status nutrisi jelek,
stadium akhir penyakit.
4.6 Penatalaksanaan
PPOK yang mengalami eksaserbasi dapat dirawat di rumah atau dirumah
sakit.
4.6.1 Perawatan di rumah
Ada peningkatan interes untuk home care bagi pasien PPOK
stadium terminal walaupun hasil studi ekonomi perawatan home
care hasilnya masih beragam Issue yang penting adalah kapan
dirawat di rumah dan kapan dirawat dirumah sakit?
Obat yang diberikan:
4.6.1.1 Bronkodilator
Dosis dan atau frekwensi bronkodilator ditingkatkan
(Evidence A). Pada kasus yang lebih berat terapi
nebulizer dengan bronkodilator dosis tinggi diberikan
atas dasar bila diperlukan untuk beberapa hari jika
nebulizer yang tepat tersedia.
4.6.1.2 Kortikonteroid
Kortikosteroid sistemik memperpendek waktu pemulihan
dan membantu memperbaiki fungsi paru lebih cepat dan
dapat mengurangi risiko kambuh lebih awal.
Kortikosteroid dipertimbangkan untuk diberkan sebagai
tambahan terapi bronkodilator pada pasien PPOK dengan
FEV1 < 50%. Yang direkomendasi adalah prednisolon 40
mg perhari selama 10 hari (Evidence D).
35
4.6.1.3 Antibiotik
Antibiotik hanya efektif bila pasien dengan peningkatan
sesak dan batuk yang disertai peningkatan volume dahak
dan dahak purulen )Evedence B).
4.6.2 Perawatan di rumah sakit
Resiko meninggal waktu eksaserbasi terkait erat dengan
timbulnya respirasi asidosis, dijumpai komorbid yang bermakna
dan kebutuhan penggunaan ventilator mekanik. Pasien-pasien
yang tidak dijumpai gambaran tersebut tidak beresiko tinggi
untuk meninggal tetapi pasien dengan penyakit dasar PPOK yang
sudah berat sering memerlukan rawat inap.
Tindakan pertama bila pasien datang di UGD adalah member
oksigen terkontrol dan menentukan apakah eksaserbasi tersebut
life threatening? jika ya segera masukkan pasien ke ICU. Jika
tidak pasien dapat diterapi di UGD atau rawat inap.
4.6.3 Oksigen terkontrol
Terapi oksigen adalah bagian yang sangat penting dari
penatalaksanaan di rumah sakit. Oksigenasi adequate (PaO2 > 60
mmHg atau SaO2 > 90%) mudah dapat dicapai pada eksaserbasi
yang uncomplicated tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara
tersamar dengan sedikit perubahan gejala. Setelah oksigen
diberikan, 30 menit kemudian pemeriksaan gas darah harus
dikerjakan untuk mengevaluasi oksigensi tercapai dengan baik
tanpa retensi CO2 atau asidosis.
Cara : Nasal 1-4 L/menit
Venturi mask FLO2 24-28%
Sasaran : PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%
4.6.4 Bronkodilator
Inhalasi SABA adalah bronkodilator yang lebih disenangi untuk
terapi PPOK eksaserbasi (Evidence A). Jika respons adequate dari
obat tidak terjadi tambahan antikolinergik dianjurkan.
36
SABA diberkan secara nebulizer atau MDI dengan spacer. Jika
tidak ada fasilitas agonis beta 2 dapat diberikan subkuntan.
Dosis: Obat
Agonis beta 2 FenoterolTerbutalin
AntikolinergiIpratropium bromide
MDI mcg
150-200250-500
40-80
Nebuliser mcg
0,1-2,05-10
0,25-0,5
Jika terapi inhalasi belum adequate di tambah teofilin :
loading dose : 2,5-5mg/KgBB dalam 30 menit
maintence 0,5/KgBB/jam dan modifikasi jika diperlukan atas
dasar gejala atau level serum. Pada pemberian teofilin, monitoring
kadar teofilin serum harus dipantau untuk menghindari efek
samping obat. Kadar serum 8-12 mg/mL cukup untuk sebagian
besar pasien namun beberapa pasien masih mentolerir level tinggi
(18-20 mg/mL).
4.6.5 Antibiotika
Indikasi : eksaserbasi karena infeksi bacterial (peningkatan
sesak dan batuk yang disertai volume dahak
meningkat dan purulen.
Pilihan : antibiotika yang masih sensitive terhadap S
pneumoni, H influenza, M catarhalis.
Pilihan antibiotika umumnya adalah : amoksisilin kotrimoksasol,
eritromisin, dosisiklin. Sebagai pilihan alternative : amoksisilin +
asam klavulanat, sepalosporin, claritromisin, azitromisin.
4.6.6 Mukolitik
Saat eksaserbasi mukolitik seperti N asetil sistein tidak
menunjukkan manfaat.
4.6.7 Kortikosteroid
37
Steroid oral atau intravena direkomendasi sebagai terapi
tambahan dari bronkodilator (plus antibiotic bila perlu dan
oksigen) pada penatalaksanaan PPOK yang rawat inap.
(Evidience A). Dosis yang tepat yang harus diberikan tidak
diketahui tetapi dosis tinggi dikaitkan dengan resiko efek
samping. Predinisolon oral 30-40 mg/hari selama 10-14 hari
optimal bila ditinjau dari sudut efikasi dan keamanan.
4.6.8 Cairan dan elektrolit
Perlu dimonitor
4.6.9 Nutrisi
Tujuan : mempertahankan berat badan dan mencegah
pemecahan protein
Tatalaksana : tinggi protein rendah karbohidrat. protein > 1,5
mg/kgBB/hari.
4.6.10 Ventilator mekanik
Tujuan utama bantuan ventilator mekanik untuk pasien ekaserbasi
dengan stadium IV (PPOK sangat berat) adalah menurunkan
mortalitas dan morbiditas dan menghilangkan keluhan. Bantuan
ventilasi mekanik dapat non invasive mechanical ventilation
(NIPPV) dan invasive mechanical ventilation.
Tabel 3. Indikasi dan kontraindikasi relatif NIPPV.
Kriteria seleksi- sesak sedang sampai berat dengan penggunaan otot napas
tambahan dan gerakan abdomen paradoksal- asidosis sedang sampai berat (pH < 7,35) dan hiperkapni (PaCO2
> 45 mmHg)- frekwensi napas >25x/menit
Kriteria eksklusi- respiratoryarrest- ketidakstabilan kardiovaskuler (hipotensi, aritmia, infrak miokard)- somnolence, kesadaran menurun dan pasien tidak kooperatif- ridiko aspirasi tinggi : secret yang banyak atau kental- operasi daerah muka atau gastroesofageal yang baru- trauma kraniofasial, fixed nasopharyngeal abnormalities.- sangat gemuk.
38
3.12 PENYULIT
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
3. Kor Pulmonal
3.13 PROGNOSIS
Setelah muncul secara kliniuk, median survival kira-kira 10 tahun.
Beberapa factor yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada
PPOK : FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemi, nutrisi jelek, corpulmonale,
penyakit komorbid dan kapasitas difusi rendah.
Pasien dengan FEV1 < 35% prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun.
Jika pasien mengatakan tidak mampu berjalan 100m tanpa harus berhenti oleh
karena sesak napas, five year survival hanya 30%.
Indeks prognostic yang multi dimensi adalah BODE INDEX (Body mass index,
obstructive ventilatory defect severity, dyspneu severity and exercise capacity) 11.
39
BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus ini dapat dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang rontgen thorax yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
diagnosis dari penderita adalah COPD.
COPD/PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran
udara yang kronik dan terjadi berbagai perubahan patologis di paru, sehingga
dapat menimbulkan beberapa penyakit pada setiap individu.
Menurut Prediksi WHO, pada tahun 2020 angka kejadian PPOK akan
meningkat dari posisi 12 ke posisi 5 sebagai penyakit terbanyak di dunia dan dari
posisi 6 ke posisi 3 sebagai penyebab kematian terbanyak.
Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping
faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.
Terapi farmakologis dilakukan untuk mengurangi gejala, mengurangi
keparahan eksaserbasi dan meningkatkan status kesehatan. Setiap pengobatan
harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan dari
keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor seperti frekuensi
keparahan eksaserbasi, adanya gagal nafas dan status kesehatan secara umum.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Emerman CL Acute Exacerbation of COPD 2006: Outcome-effective antimicrobial selsection and recent advnces in outpatient management.
2. Guyton and Hall, 2007. Fisiologi kedokteran, jakarta : penerbit buku kedokteran EGC.
3. Global initiative for chronic obstructive lung.disease.Global strategy for the diagnosis, management and prevention of COPD.WWW.goldcopd.comUpdate 2009.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di indonesia;2011.
5. Seymor JM, Moore L, Jolley JC. Outpatient pulmonary rehabilitation following acute exacerbations of COPD. BMJ 2010;65:423-428.
6. Shapiro SD, Gorgon LS and Rennard SI,2008. Chronic bronchitis and emphysema.In: Mason RJ, Murray JF, Broaduds VC and Nadel JA (Eds). Murrayand Nadel’s. Textbook o respiratory medicine. Philadelphia, Elsevier-Saunders.4rd.1115-1165.
7. Sherk PA and Grossman RF. The COPD exacerbation. Clin Chest Med.2008;21:705-722.
8. Snell, Richard S, 2011. Anatomi klinik berdasarkan system,jakarta: EGC
9. Standford AJ and Pare PD,2008.Genetic risk factors for COPD Clin Chest Med 21:633-643.
10. Tzortzaki EG and Siafakas NM,2006.Gnetic susceptibility to chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir Mon 38:84-99.
11. Wise RA 2008. Chronic obstructive pulmonary disease:Clinical course and management.In: Fishman AP, Elias JA,Fishman JA et al (Eds). Fishman’s pulmonary disease and disorder.New York,McGraw Hill Medical 4rd.729-746.
12. Wiyono WH, Riyadi J, Yunus F, Ratnawti A, Prasetyo S. The benefit of pulmonary rehabilitation againts quality of life alteration and functional capacity of chronic obstruktive pulmonary disease (COPD) patient assessed using St George’s respiratory questionnaire (SGRQ) and 6 minute walking distance test (6 MWD). Med J Indones 2005;15:165-72.
13. Wouters EFM (2007) Body weight and systemic effect.In:Stockley RA,Rennard SI, Rabe K and Celli B (Eds). Chronic obstructive pulmonary disease.Malden Black Pub Ltd.460-466.
41
42