Transcript
Page 1: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

March 15th, 2009 ardhiprabowo Leave a comment Go to comments

Assalamu’alaikum

Sobat indonesia… sore ini saya akan menuliskan artikel menegani belajar dan pembelajaran matematika. Mahasiswa saya sering salah menafsirkan belajar dengan pemebelajaran serta sebaliknnya. sesungguhnya kedua hal tersebuyt secara prinsip berbeda. Untuk memperjelasnya saya coba muat postingan berikut mengenai hal tersebut. Mari kita mulai…

Bismillahir rohmaanir rohiim…

Pendekatan Pembelajaran Matematika

Suherman (1993:220) mengemukakan pendekatan dalam pembelajaran adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus. Suherman (1993:221) menyatakan pula bahwa pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu Soedjadi (1991:102), membedakan pendekatan pembelajaran matematika menjadi dua, sebagai berikut.

1) Pendekatan materi (material approach), yaitu proses penjelasan topik matematika tertentu menggunakan materi matematika lain.

2) Pendekatan pembelajaran (teaching approach), yaitu proses penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar mempermudah siswa memahaminya

Steen (2001:305) menyatakan bahwa proses belajar mengajar tidak hanya berlandaskan pada teori pembelajaran perilaku, tetapi menekankan pada pembentukan keterampilan mendapatkan pengetahuan sendiri. Sejalan dengan itu, Hudoyo (1994:5) menyatakan bahwa pembelajaran matematika hendaknya diarahkan untuk membantu anak didik untuk berpikir, karena matematika memungkinkan penyelesaian masalah dengan benar dan benarnya penyelesaian karena penalarannya memang sangat jelas.

Menurut Steen (2001:307), belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur yang diatur menurut urutan logis. Belajar matematika tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan saja. Belajar matematika baru bermakna bila dimengerti. Steen (2001:307), juga mengemukakan bahwa hendaknya mahasiswa tidak belajar matematika hanya dengan menerima dan menghafalkan saja. Mahasiswa harus belajar matematika secara bermakna, yakni suatu cara belajar yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan.

Page 2: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

Mengingat bahwa mahasiswa dan dosen keduanya merupakan subyek dalam pembelajaran, maka dalam pembelajaran matematika, dosen hendaknya memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang dapat melibatkan mahasiswa secara aktif. Mahasiswa tidak hanya dituntut aktif dalam mengerjakan soal, tetapi juga perlu mementingkan penalaran mahasiswa dalam proses terbentuknya suatu konsep, sehingga akan memudahkan bagi penerapan konsep tersebut. Atau dengan kata lain hendaknya dosen dapat mengajar secara bermakna. Pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) adalah suatu cara mengajar yang lebih mengutamakan proses terbentuknya suatu konsep daripada menghapalkan konsep yang sudah jadi. Konsep-konsep dalam matematika tidak diajarkan melalui definisi, melainkan melalui contoh-contoh yang relevan dengan melibatkan konsep tertentu yang sudah terbentuk dalam pikiran mahasiswa.

Dengan demikian pembelajaran matematika ditekankan untuk membangun makna atau pemahaman. Hal ini berarti bahwa makna atau pemahaman diperoleh dengan membangun tidak sekedar menerima saja. Pemilihan pembelajaran penemuan terbimbing dianggap tepat karena dalam penemuan terbimbing makna atau pemahaman dibangun oleh mahasiswa dengan bimbingan dosen.

Belajar

Belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Tanpa belajar manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Winkel (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Sartain (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan bahwa belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman. Perubahan tersebut antara lain ialah cara merespon suatu sinyal, cara menguasai suatu keterampilan dan mengembangkan sikap terhadap suatu objek.

Winkel (dalam Darsono, 2000:4) menyatakan bahwa belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental siswa yang belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:5). Agar belajar dapat berkualitas dengan baik, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya.

Beberapa teori tentang belajar dijelaskan sebagai berikut.

a. Teori Ausubel

Belajar dapat dikelompokkan menjadi dua dimensi, menurut Ausubel (dalam Dahar, 1996:23). Dimensi pertama, berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan kepada peserta didik, melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua,

Page 3: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

menyangkut cara bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi tersebut pada struktur kognitif yang telah ada. Pada tingkat pertama, belajar penerimaan (reception learning) menyangkut materi dalam bentuk final, sedangkan belajar penemuan (discovery learning) yang mengharuskan peserta didik untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang dipelajari. Pada tingkat kedua, peserta didik menghubungkan atau mengkaitkan informasi tersebut pada konsep-konsep dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini “belajar bermakna (meaningful learning)”. Tetapi peserta didik mungkin saja tidak mengkaitkan informasi tersebut pada konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitifnya; peserta didik hanya terbatas menghafal informasi baru tersebut; dalam hal ini terjadi “belajar hafalan (rote learning)”. Pada pembelajaran matematika di perguruan tinggi, karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual yang berfungsi sebagai motivasi awal “starting point” dalam pembelajaran. Dosen meminta kepada mahasiswa untuk menggunakan strategi atau cara mereka sendiri dalam memecahkan masalah. Untuk keperluan tersebut mahasiswa harus mampu menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan permasalahan yang dihadapi. Bila pengetahuan atau konsep yang dimiliki mahasiswa belum dapat digunakan dalam memecahkan masalah, maka dosen perlu membimbing mahasiswa (bersifat terbatas) dalam menemukan konsep tersebut. Dengan demikian mahasiwa akan mampu menyelesaikan masalah kontekstual yang diajukan kepadanya apabila ia memiliki cukup pengetahuan yang terkait dengan masalah tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran bernuansa problem based learning telah sesuai dengan teori belajar Ausubel yaitu mengedepankan pemecahan masalah dalam pembelajaran di kelas dan tetap mengutamakan pembelajaran bermakna.

b. Teori Piaget

Teori belajar kognitif yang terkenal adalah teori Piaget. Menurut Piaget (dalam Dahar, 1996:27), perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yakni, organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan atau struktur-struktur. Adaptasi merupakan organisasi yang cenderung untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada (Suparno, 1997:31). Asimilasi tidak menyebabkan perubahan atau pergantian skema, melainkan memperkembangkan skema. Bila dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang telah ia punyai, karena pengalaman yang baru itu tidak cocok dengan skema yang sudah ada, maka orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan yang baru itu atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:a) Memusatkan perhatian pada proses berpikir mahasiswa, bukan sekedar pada hasilnya.b) Menekankan pada pentingnya peran mahasiswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan secara aktif dalam pembelajaran.

Page 4: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

c) Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Sehingga dosen harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau kelompok-kelompok kecil.

Berdasarkan penjelasan di atas maka model pembelajaran bernuansa problem based learning sesuai dengan kondisi dari teori Piaget bahwa peran mahasiswa dalam kelas serta keaktifan mahasiswa adalah salah satu bagian yang dilakukan dalam model pembelajaran bernuansa problem based learning.

c. Teori Vygotsky

Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky (dalam Dahar, 1996:15), yaitu: (1) penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran (the sociocultural nature of learning), (2) zona perkembangan terdekat (zone of proximal development), (3) pemagangan kognitif (cognitive apprenticenship), dan (4) perancah (scaffolding). Pada prinsip pertama, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain (orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu) dalam proses pembelajaran. Prinsip kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa peserta didik belajar paling baik apabila berada dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan anak saat ini. Prinsip ketiga dari teori Vygotsky adalah menekankan pada kedua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. Mahasiswa dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk, peringatan, dorongan,ataupun yang lainnya.Dengan demikian, keterkaitan antara pendekatan teori Vygotsky ini adalah interaksi sosial dan hakikat sosial bahwa mahasiswa diperkenankan melakukan pekerjaan dengan berkelompok kecil serta merangsang mahasiswa untuk aktif bertanya dan berdiskusi.

d. Teori Bruner

Bruner (dalam Dahar, 1996:45) menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yakni: (1) Tahap enaktif. Dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung. (2) Tahap ikonik, Tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung obyek-obyek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek. (3) Tahap simbolik. Tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan obyek-obyek.

Page 5: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

Berdasarkan teori Bruner, pada awal pembelajaran sangat dimungkinkan mahasiswa memanipulasi obyek-obyek yang ada kaitannya dengan masalah yang diberikan dosen secara langsung. Kemudian pada prosesnya mahasiswa memanipulasi simbol-simbol. Dengan demikian, keterkaitan teori Bruner dengan model pembelajaran benuansa problem based learning adalah mahasiswa belajar dengan menggunakan obyek konkrit atau gambar dari obyek konkrit, kemudian mahasiswa secara aktif membangun pengetahuannya melalui kegiatan yang memungkinkan ia memanipulasi obyek-obyek konkrit, gambar obyek, dan simbol-simbol.

Pendekatan dalam Pembelajaran

Sumber: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi/ berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teachercenteredapproach).

Sumber: http://mat.um.ac.id/Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan. Misalnya memahami suatu konsep dengan pendekatan induktif atau deduktif, atau mempelajari operasi perkalian dengan pendekatan hasil kali Cartesius, demikian juga bagaimana siswa memperoleh, mengorganisasi dan mengkomunikasikan hasil belajarnya lewat pendekatan ketrampilan proses (process skill).

Sumber: http://agangrt.wordpress.com/Dalam proses belajar mengajar kita mengenal pendekatan dalam belajar yang artinya pola atau dasar berfikir dalam melaksanakan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan seorang guru akan menentukan strategi dan metode akan ditentukan oleh pilihan strateginya.

Sumber: Suherman, H. Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:JicaPendekatan belajar-mengajar dapat merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan belajar-mengajar.

Pendekatan yang menggunakan prosedur atau tata cara tertentu untuk membahas pelajaran yaitu:

1. Pendekatan spiral : Pengajaran matematika modern menganut pendekatan spiral. Pendekatan ini dipakai untuk mengajarkan konsep. Dengan pendekatan spiral

Page 6: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

suatu konsep tidak diajarkan dari awal sampai selesai dalam sebuah selang waktu, tetapi diberikan dalam beberapa selang waktu yang terpisah-pisah. Di selang waktu pertama konsep itu dikenalkan secara sederhana, misalnya dengan cara intuitif melalui benda-benda konkret atau gambar-gambar sesuai dengan kemampuan murid. Setelah selang waktu itu selesai, maka pelajaran dilanjutkan dengan topik-topik lain. Di selang waktu yang terpisah-pisah selanjutnya, konsep tadi diajarkan lagi makin lama semakin abstrak. Notasinya pun berubah pula, hingga akhirnya menggunakan notasi yang umum dipakai dalam matematika. Jadi, pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai dengan cara sederhana, dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari eksplorasi ke penguasaan, dalam jangka waktu yang cukup lama dalam selang-selang waktu yang terpisah mulai dari tahap yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

2. Pendekatan induktif : Penalaran ialah proses berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik kesimpulan. Pendekatan induktif menggunakan penalaran induktif, hingga cara empris bisa diterapkan. Dengan cara ini konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret. Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan itu ada kelemahannya, tidak dapat menjamin kesimpulan berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi matamatik. Dengan menggunakan induksi lengkap ini kesimpulan yang ditarik berlaku secara umum.

3. Pendekatan deduktif : Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif. Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Ini terdiri dari dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Kesimpulan diperoleh dari hasil penalaran deduktif berdasarkan macam premis itu.

4. Pendekatan formal : Sebelum ada program pengajaran matematika modern, geometri diajarkan di SMP dan SMA secara deduktif formal. Cara deduktif itu sesuai dengan sistemnya. Suatu system formal dimulai dengan unsur-unsur atau dengan isilah-istilah yang tidak didefinisikan. Lalu dibuat definisi-definisi mengenai unsur-unsur atau istilah-istilah itu dan ditetapkan pula sejumlah anggapan dasar atau aksioma yang merupakan pernyataan-pernyataan mengenai unsur-unsur itu. Fakta-fakta atau teorema dalam sistem itu menyusul, sebagai konsekuensi logis dengan penalaran deduktif.

5. Pendekatan informal : Suatu bagian dari sebuah sistem formal menyimpang dari cara formal, pembahasan itu disebut menggunakan pendekatan informal(tidak formal). Sebagai contoh, misalnya mengenalkan suatu rumus dan menggunakannya untuk menyelesaikan soal-soal tanpa menurunkannya atau membuktikan terlebih dulu kebenarannya.

6. Pendekatan analitik : Pembahasan bahan pelajaran bisa dimulai dari hal yang tidak bisa diketahui sampai kepada yang sudah diketahui atau sebaliknya dari yang sudah diketahui menghasilkan apa yang ingin diketahui. Bila prosedur yang

Page 7: Belajar dan Pendekatan Pembelajaran Matematika

ditempuh adalah dari apa yang belum diketahui ke yang sudah diketahui, maka dikatakan menggunakan pendekatan analitik. Pada pendekatan analitik, masalah yang ingin diselesaikan perlu dipecah-pecah hingga jelas hubungan antara bagian-bagian yang belum diketahui dengan yang sudah diketahui. Dimulai dengan langkah dari hal yang tidak diketahui dicari langkah-langkah selanjutnya yang mengaitkan hal yang belum diketahui hingga sampai ke hal yang sudah diketahui, urutan langkah itu akhirnya mendapatkan apa yang dikehendaki. Kekuatan pendekatan ini adalah pendekatan yang logis dan meyakinkan. Tiap langkah yang dilakukan selalu beralasan, hingga pemahaman dapat tercapai. Kelemahan pendekatan ini adalah tidak semua bahan pelajaran dapat diajarkan dengan pendekatan analitik dan kadang-kadang pembahasan dengan pendekatan analitik memerlukan prosedur yang panjang.

7. Pendekatan sintetik : Pendekatan sintetik merupakan kebalikan dari pendekatan analitik. Jadi pada pendekatan sintetik pembahasan mulai dari yang diketahui ke yang diketahui langkah-langkah secara berurut ditempuh dengan mengkaitkan hal yang diketahui dengan hal-hal lain yang diperlukan dan tidak diketahui dari soal, hingga akhirnya apa yang tidak dicari dapat ditemukan. Kekuatan pendekatan ini adalah pendekatan sintetik merupakan pendekatan yang logis, sering kali pembahasan dengan pendekatan sintetik lebih singkat daripada analitik, penggunaan kombinasi pendekatan sintetik dan analitik akan mengurangi kelemahan pendekatan analitik. Kelemahan pendekatan ini adalah pendekatan sintetik tidak menjamin pengertian murid mengenai bahan yang dipelajari. Seorang murid yang benar menyelesaikan soal tertentu dengan benar, mungksin saja hanya karena ia hafal langkah-langkah yang harus ditempuhnya tanpa memiliki pengertian. Jika demikian, menghafal langkah-langkah penyelesaian berbagai macam soal makin lama akan menjadi beban yang makin berat. Bila murid itu harus menyelesaiakan sebuah bentuk soal dan lupa langkah-langkah yang dihafalkannya, maka ia akan gagal menyelesaiakannya. Sedang murid yang memiliki pengertian, jika lupa masih dapat menemukan lagi langkah-langkah itu.

8. Pendekatan intuitif : Selain dari penalaran induktif dan deduktif, ada lagi kegiatan berpikir lain yang dinamakan berpikir intuitif. Intuisi (gerak hati) merupakan pula sumber pengetahuan seperti halnya akal dan pengalaman. Pendekatan intuitif merupakan sebuah bentuk lain dai pendekatan induktif. Pengajaran matematika dengan pendekatan intuitif dan induktif hanya berbeda dalam contoh-contohnya. Dalam cara intuitif contoh-contoh yang diberikan biasanya berbentuk permainan, keadaan, atau persoalan sehari-hari yang menarik yang memuat konsep matematika yang akan diajarkan. Kekuatan pendekatan ini adalah lebih menarik minat belajar murid karena diperkenalkan melalui contoh-contoh keadaan sehari-hari dalam kehidupannya. Kelemahan pendekatan ini adalah lebih banyak menyita waktu.


Recommended