BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih
tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Air kemih di dalam
sistem saluran kemih biasanya steril, walaupun demikian ujung uretra bagian
bawah dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di bagian uretra yang
dekat dengan kandung kemih. Setelah melalui uretra biasanya sudah tercemar
dengan bakteri yang terdapat di meatus uretra, preputium atau vulva.2 Infeksi
yang terjadi bergantung dengan virulensi kuman dan mekanisme pertahanan
tubuh. Secara umum faktor predisposisi memudahkan terjadi infeksi saluran
kemih antara lain adanya bendungan aliran air kemih refluks vesiko ureter, air
kemih sisa adanya dalam buli-buli, pemakaian instrumentasi dan kehamilan
(Samirah et al 2006).
Prevalensi infeksi saluran kemih lebih banyak diderita oleh wanita
daripada pria. Angka kejadian bakteriuri di wanita meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia dan aktifitas seksual. Kelompok wanita yang tidak menikah
angka kejadian infeksi saluran kemih lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang sudah menikah. Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya
pernah menderita ISK akut dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20
sampai 50 tahun (Samirah et al 2006).
7
8
1. Klasifikasi infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih dapat dibedakan menjadi infeksi saluran kemih
asimptomatik yaitu bakteriuria bermakna tanpa disertai presentasi klinis (covert
bakteriuria), dan infeksi saluran kemih simptomatik yaitu bakteriuria bermakna
disertai presentase klinis. Presentase klinis infeksi saluran kemih berbeda-beda
tergantung bagian tubuh yang terinfeksi yaitu infeksi saluran kemih bawah dan
infeksi saluran kemih atas (Dipiro et al 2005).
Dilihat dari segi anatomi infeksi saluran kemih dapat diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu:
1.1. Infeksi saluran kemih bawah. Sistitis adalah inflamasi kandung
kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari uretra, hal ini
disebabkan oleh aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih,
kontraminasi fekal, pemakaian kateter atau sitoskop. Sistitis lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria. Bagian distal uretra biasanya dikolonisasi di vagina.
Efek mukosa uretra, vagina, genitalia ekterna menyebabkan organisme melekat
dan berkolonisasi di suatu tempat di periuretral dan masuk ke dalam kandung
kemih. Sistitis akut pada wanita biasanya disebabkan oleh Escherichia coli.
Hubungan seksual berkaitan dengan infeksi saluran kemih, terutama pada wanita
yang gagal berkemih setelah hubungan seksual. Sistitis pada pria adalah akibat
dari beberapa faktor (misalnya infeksi prostat, epidimitis, atau batu kandung
kemih). Konsekuensinya pria akan menjalani pemeriksaan diagnostik setelah
episode sistitis yang pertama untuk mengidentifikasi dan menangani penyebabnya
(Smeltzer et al 2002).
9
1.2. Infeksi saluran kemih atas. Pielonefritis merupakan infeksi bakteri
pada ginjal, tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal.
Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun
ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantumg, bakteri jarang yang mencapai
ginjal melalui aliran darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering diakibatkan dari refluks ureterovesikal, dimana katup
upielonefritis yang tidak kompeten menyebabkan urin mengalir balik ke dalam
ureter. Obstruksi traktus urinarius (yang meningkatkan kerentanan ginjal
terhadap infeksi), tumor kandung kemih, struktur, hiperplasia prostatik benigna,
dan batu urinarius merupakan penyebab lain. Pielonefritis dapat akut atau kronis
Infeksi saluran kemih juga dibedakan dalam tiga golongan, yaitu:
a. Infeksi pertama. Sekitar 80% infeksi pertama disebabkan oleh Escherichia
coli, sangat sensitif terhadap agen antimikroba. Infeksi ini mudah
disembuhkan sehingga bisa disembuhkan dengan terapi oral. Jika penderita
dirawat inap bakteri dapat lebih resisten dan memerlukan terapi spesifik yang
didasarkan pada gambaran sensivitas antibiotik. Terapi antibiotik diberikan
selama 7 hari.
b. Bakteriuria tidak sembuh. Bakteriuria yang tidak sembuh menunjukkan
kegagalan mensterilisasi kemih walaupun diberi terapi antimikroba. Jika
bakteriuria tidak sembuh maka infeksi yang terjadi tidak dapat diklasifikasi
sebagai kambuh. Penyebab yang paling sering dari bakteriuria yang tidak
sembuh selama pengobatan adalah adanya organisme yang pada mulanya
resisten atau yang menjadi resisten terhadap agen antimikroba yang dipilih.
10
Penyebab lain adalah kegagalan untuk mencapai kadar yang cukup agen
antimikroba yang cocok. Penderita ini tetap mengalami bakteriuria walaupun
penderita mendapat agen antimikroba yang sensitif terhadap mikroorganisme
(Schaeffer 1994).
c. Bakteriuria kambuh. Jenis bakteriuria kambuh dapat ditentukan bila
bakteriuria telah sembuh selama beberapa hari dan obat antimikroba
dihentikan. Bakteriuria kambuh dapat dibagi menjadi dua jenis, yang pertama
bakteri menetap adalah menetapnya bakteri dalam saluran kemih sehingga
menimbulkan infeksi kambuh dengan spesies yang sama dan yang kedua
reinfeksi, apabila disebabkan oleh pemasukan kembali bermacam-macam
bakteri dari reservoir di luar saluran kemih (Schaeffer 1994).
2. Penyebab infeksi saluran kemih
Klasifikasi penyebab infeksi saluran kemih bedasarkan etiologinya adalah
E.coli sebanyak 60-80% bakteri Gram-negatif lain (Klebsiella pneumonia dan
Proteus Spesies) dan kokus bakteri Gram-positif (Enterococcus faecalis dan
Staphylococcus epidermidis) juga merupakan uropatogen potensial. Infeksi
nokosomial saluran kencing disebabkan oleh spektrum mikroorganisme yang
lebih luas seperti Pseudomonas sp. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
pergeseran cepat terjadi dalam mikroba flora usus sesudah rawat inap di rumah
sakit. Staphyloccus saprophyticus adalah patogen pada wanita muda yang aktif
secara seksual. Infeksi kronis, sering terkomplikasi oleh E.coli namun dapat
juga disebabkan oleh klebsiella, enterobacter, proteus enterococcus spp,
P.aureginosa (Woodley dan Whelan 2005)
11
Faktor pencetus Infeksi Saluran Kemih meliputi :Obstruksi saluran kemih,
menahan BAK, diabetes melitus, nefropati analgesik, senggama, kehamilan,
kateterisasi.
3. Gejala
Gejala yang sering terjadi pada penderita infeksi saluran kemih : disuria,
polakisuria dan terdesaknya kencing yang terjadi bersamaan, nyeri suprapublik
dan daerah pulvi. Stranguria yaitu kencing yang susah disertai kejangnya otot
pinggang, teriesmus yaitu rasa nyeri dengan keinginan mengosongkan kandung
kemih meskipun telah kosong, nouturia yaitu cenderung sering kencing pada
malam hari akibat kapasitas kandung kemih menurun (Tessy et al 2001).
Gejala klinis infeksi saluran kemih sesuai dengan bagian saluran kemih
yang terinfeksi sebagai berikut: Pada infeksi saluran kemih bagian bawah pasien
sistitis mengalami urgensi, sering berkemih, rasa panas dan nyeri pada saat
berkemih nokturia dan nyeri atau spasme pada area kandung kemih dan
suprapubis. Piuria (adanya sel darah putih dalam urin), bakteri, dan sel darah
merah (hematuria) ditemukan pada pemeriksaan urin. Kit kultur memberikan
informasi kualitatif yang umum mengenai jumlah koloni bakteri dan
mengidentifikasi apakah organisme Gram-negatif atau positif
Pada infeksi saluran kemih bagian atas pasien pielonefritis mengalami
demam dan menggigil, nyeri panggul, nyeri tekan pada sudut kostovertebral
lekositosis, dan adanya bakteri dan sel darah putih dalam urin. Selain itu, gejala
saluran urinarius bawah seperti disuria dan sering berkemih umumnya terjadi.
Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam
12
urin. Ginjal pasien pielonefritis akut biasanya membesar disertai infiltrasi
interstisial sel sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada
taut kortikomedularis. Pada akhirnya atropi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi. Ketika pieonefritis menjadi kronis, ginjal membentuk jaringan
parut, berkontraksi dan tidak berfungsi (Smeltzer S.C dan Bare B.G 2002).
4. Faktor resiko
Menurut Dipiro (2007):
a. Kelainan sistemik : DM, hipertensi, hipokalemi, asidosis, hipokalsinosis dan
nefrolitiasis
b. Kelainan lokal : sumbatan saluran kencing, hipertropi prostat, kelainan
kongenital
c. Pada wanita lebih mudah timbul infeksi, karena uretra lebih pendek dan letak
ofisium yang dekat anus serta tidak adanya getah prostat seperti pada pria yang
diduga memiliki sifat sebagai antimikroba. Resiko meningkat pada kehamilan
dan persalinan
d. Medula ginjal yang hipertonis mempunyai sifat menghambat gerakan leukosit
sehingga mudah untuk pertumbuhan bakteri
e. Pemasangan kateterisasi, akan mempermudah masuknya bakteri
13
Tabel 1. Prevalensi bakteriuria sebagai fungsi umur dan jenis kelaminKelompok Umur Prevalensi Bakteurius
%Keterangan
Neonatus 1 Didominasi laki-laki karena abnormalitas genitourinarius kongenital
Anak-anak prasekolah
1-2 Bakteuria lebih sering pada wanita 15-20% mempunyai abnormalitas pada sistem pengumpul ginjal, misalnya refluks ureterovesika, yang dapat dideteksi dengan IVP dan sistouretrogram berkemih
Anak –anak sekolah laki laki wanita
0,041,2
Didominasi wanita 30: 1. 5-6% wanita akan mendapatkan satu U.T.I di antara derajat pertama dan kedua belas. Dengan setiap infeksi yang diterapi: angka kesembuhan = 2%; angka rekurensi =80%
Wanita dewasa (tidak hamil)
2-4 Sering berhubungan dengan aktivitas seksual “sistitis bulan madu”, uretra yang pendek berdekatan dengan anus dan cacat dalam produksi imunoglobulin lokal.
Wanita dewasa (hamil)
6 25-35% dengan bakteriuria asimtomatik yang tidak diterapi pada trimester pertama akan berkembang menjadi pielonefritis akut pada trimester ketiga atau pascaperssalinan; hindari kateterisasi uretra.
Laki-laki dewasa 0,5 Bakteriuria menunjukkan infeksi prostat, obstruksi, atau instrumentasi sebelumnya.
Orang dewasa tua wanita diatas 55 tahun
5-15 Bakteriuria kronika yang berhubungan dengan sistokel, paritas.
Orang dewasa tuaLaki-laki (di atas 70 tahun)
3,5 Prostat yang terobstruksi dan terinfeksi merupakan sumber urina vesika urinaria yang menyebabkan U.T.I kronik.
Sumber: Buku Antibiotik dan Infeksi tahun 1983 (Stephen C dan Stephen A)
14
B. Standar Terapi Infeksi Saluran Kemih
Pada infeksi saluran kemih yang tidak memberikan gejala klinis tidak
perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat
diberikan antibiotik. Antibiotik yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman
dan test kepekaan antibiotika ( Tessy et al 2001).
Tujuan pengobatan infeksi saluran kemih adalah untuk mencegah atau
mengobati konsekuensi sistemik infeksi, membasmi organisme menyerang dan
mencegah terulangnya infeksi (Dipiro et al 2011)
1. Pertimbangan diagnostik
Prevalensi dan kemaknaan bakteriuria menjadi fungsi umur dan jenis
kelamin, dengan insidens tertinggi diantara wanita tua. Semua anak laki-laki
harus diperiksa setelah episode tunggal infeksi traktus urinarius, yang meliputi:
a. Suatu pielogram intravena untuk mendeteksi obstruksi atau abnormalitas
kongenital.
b. Sitouretrogram berkemih untuk mendeteksi refluks urinarius.
c. Sistoskopi, untuk mendeteksi katub uretra.
Anak-anak wanita mengalami angka rekurens 80 persen setelah infeksi
pertama, 5 persen akan memerlukan pembedahan karena refluks vesikoureteral,
yang mengharuskan pembuatan pielogram intravena dan sistouretrogram, seperti
untuk anak laki-laki. Anak belasan tahun dan wanita dewasa tidak perlu menjalani
pemeriksaan di atas kecuali kalau infeksinya resisten, berat, atau rekurens. Laki-
laki dewasa harus dipertimbangkan untuk pielografi dan sitoskopi setelah suatu
infeksi tunggal yang tidak dapat diterangkan (Edberg, Berger 1986).
15
2. Terapi/pandangan umum
Terapi/Pandangan Umum terhadap infeksi saluran kemih:
a. Kebanyakan infeksi traktus urinarius disebabkan oleh bakteri.
1. Didominasi basil usus Gram negatif dan enterokokus
2. Infeksi pertama yang tanpa hubungan dengan abnormalitas anatomik
tersering disebabkan oleh bakteri yang relatif sensitif
b. Pembasmian infeksi dapat dihambat oleh adanya pembesaran prostat, batu,
disfungsi vesika urinaria neurologik atau kateter
c. Pasien-pasien dengan infeksi rekurens harus mendapatkan terapi profilaktik
d. Respon terhadap terapi dapat digolongkan sebagai:
1. Persisten: bakteri masih ada di dalam urin, dengan atau tanpa gejala yang
kontinu
2. Relaps: bakteri tampak kembali setelah pembasmian sepintas
3. Reinfeksi: episode infeksi baru dihubungkan dengan perubahan spesies
bakteri.
4. Sembuh: pembasmian bakteriuria tanpa rekuensi
Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi
tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan
untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran
kemih (Katzung et al 2004).
Menyatakan adanya infeksi saluran kemih harus ditemukan adanya bakteri
di dalam urin. Indikasi yang paling penting dalam pengobatan dan pemilihan
antibiotik yang tepat adalah mengetahui jenis bakteri apa saja yang menyebabkan
16
infeksi saluran kemih (Katzung et al 2001). Biasanya yang paling sering
menyebabkan infeksi saluran kemih adalah bakteri Gram negatif Escheriricia
coli. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang pada infeksi saluran kemih
untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor
predisposisi infeksi saluran kemih sehingga mampu menganalisa penggunaan obat
serta memilih obat yang tepat (Tessy et al. 2001).
Penatalaksanaan sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi
sebagai berikut:
a. Infeksi saluran kemih bawah. Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal
adalah agen antibakterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari
traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina, dengan
demikian akan memperkecil insidens infeksi ragi vagina. Selain itu, agens
antibakterial harus murah dan menyebabkan sedikit efek samping dan rendah
resisten (Smeltzer et al 2002).
b. Infeksi saluran kemih atas (pielonefritis) beresiko terhadap bakteremia dan
memmerlukan terapi antimikrobial yang intensif, terapi parenteral diberikan
selama 24 sampai 48 jam sampai pasien afebril, dan pada pasien yang kritis
ditangani dengan agen oral. Berkembangbiaknya bakteri yang tersisa perlu
dicegah, maka pengobatan pielonefritis akut biasanya lebih lama dari Asistitis
(Smeltzer et al 2002).
3. Patogenesis
Dua jalur utama terjadinya infeksi saluran kemih hematogen dan asending,
akan tetapi kedua cara ini asending yang paling banyak terjadi adalah Infeksi
17
hematogen. Infeksi hematogen banyak terjadi pada pasien yang mempunyai daya
tahan tubuh rendah, menderita suatu penyakit kronik, atau menderita suatu
penyakit kronik. Penyebaran hematogen diakibatkan oleh adanya fokus infeksi di
salah satu tempat, misalnya infeksi S.aureus pada ginjal terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau di tempat lain. Jenis
bakteri yang dapat menyebar secara hematogen adalah salmonela, pseudomonas,
kandida, dan proteus (Tessy et al 2001).
Infeksi hematogen E.coli jarang ada karena ginjal yang normal biasanya
mempunyai daya tahan terhadap infeksi E.coli, meskipun penyebaran hematogen
ini jarang terjadi akan tetapi dapat mengakibatkan infeksi ginjal yang berat
misalnya infeksi staphyloccocus dapat menimbulkan abses pada ginjal
(Tessy et al 2001).
4. Infeksi asending.
Infeksi secara asending antara lain:
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina. Saluran kemih yang tidak
mengandung mikroorganisme disebut saluran kemih normal kecuali pada
bagian distal uretra yang biasanya ditempati oleh bakteri normal kulit seperti
basil difteroid, streptoccocus. Pada wanita selain bakteri normal flora kulit,
1/3 bagian distal uretra disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis, dan
juga banyak dihuni bakteri yang berasal dari usus karena letak anus tidak jauh
dari tempat tersebut. Selain golongan enterobakter dan S. Fecalis pada wanita
kuman penghuni terbanyak adalah E.coli (Tessy et al 2001).
18
b. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal. Ini diakibatkan oleh refluks
vasikoureter dan menyebarnya infeksi dari pelvis ke korteks karena refluks
intrarenal. Pengertian dari refluk vasikoureter itu sendiri adalah keadaan
patologis karena tidak berfungsinya valvula vasikureter sehingga
mengakibatkan aliran urin naik dari kandung kemih ke bagian ginjal (Tessy et
al 2001).
c. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung kemih.
Keadaan normal mikroorganisme yang masuk ke dalam kandung kemih
manusia atau binatang akan cepat menghilang sehingga tidak sempat
berkembang biak dalam urin. Eradikasi organisme yang disebabkan oleh efek
pembilasan dan pengenceran urin, efek antibakteri dari urin, dan mekanisme
pertahanan mukosa kandung kemih yang intrinsik merupakan interaksi tiga
faktor yang mempengaruhi pertahanan yang normal dari kandung kemih.
Tabel 2. Agen antibiotik yang biasa digunakan pada terapi infeksi saluran kemih Terapi Oral Keterangan
Golongan Sulfonamida Umumnya telah digantikan oleh agen lain karena resistensi.
Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini sangat efektif melawan bakteri enterik aerob kecuali P. Aeruginosa. Mencapai konsentrasi tinggi dalam saluran kemih. Efektif untuk profilaksis pada infeksi berulang
Golongan PenisilinAmpisilin, Amoksisilin-klavulanat, Karbenisilin indanil
Ampisilin merupakan penisilin standar dengan aktivitas spektrum luas. Resistensi E. Coli membatasi penggunaannya pada sinitis akut. Drug of choise untuk enterococci sensitif terhadadap penisilin. Amoksisilin-klavulanat dipilih pada problem resistensi
Golongan SefalosporinSefaleksin, Sefadrin, Sefuroksim, Sefaklor, Sefadroksil, Sefiksim, Sefzil, Sefpodoksim
Tidak banyak keuntungan dibanding agen lain pada penanganan ISK dan harganya lebih mahal. Berguna pada kasus resistensi terhadap amoksisilin dan trimetroprim-sulfametoksasol. Agen ini tidak aktif melawan enterococci.
19
Terapi Oral KeteranganGolongan TetrasiklinTetrasiklin, Doksisiklin, Minosiklin
Efektif untuk episode inisial ISK, tetapi resistensi berkembang cepat dan penggunaannya terbatas. Berguna pada infeksi klamidial.
Golongan kuinolonSiprofloksasin, Norfloksasin, Levofloksasin
Kuinolon yang lebih baru spektrumnya lebih luas termasuk P. Aeruginosa. Agen ini efektif untuk pielonefritis dan prostatitis. Hindari penggunaan pada wanita hamil.
Nitrofurantoin Efektif sebagai agen terapeutik maupun profilaktik pada ISK berulang, resistensi rendah bahkan setelah terapi yang lama.
Azitromisin Terapi dosis tunggal pada infeksi klamidialMethenamin Terapi profilaksis atau supresif diantara episode
infeksi.Fosfomisin Terapi dosis tunggal pada infeksi uncomplicatedTerapi ParenteralGolongan AminoglikosidaGentamisin, Amikasin, Tobramisin, Netilmisin.
Gentamisin dan tobramisin sama efektif, gentamisin lebih murah. Tobramisin aktivitas pseudomonal lebih baik. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri multiresisten.
Golongan PenisilinAmpisilin, Ampisilin-sulbaktam, Tikarsilin-klavulanat, Piperasil, Piperasil-tazobaktam
Penisilin spektrum diperluas lebih efektif melawan P. Aeruginosa dan enterocci dan lebih dipilih daripada sefalosporin. Sangat berguna pada pasien dengan gangguan ginjal dan ketika aminoglikosida harus dihindari.
Golongan sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga
Generasi kedua dan ketiga punya aktivitas spektrum luas melawan bakteri gram negatif, tapi tidak aktif melawan enterococci dan P. Aeruginosa.
Imipenem-cilastin, Meropenem
Aktivitas spektrum luas meliputi gram positif, negatif, bakteri anaerob. Aktif melawan P. Aeruginosa dan enterococci.
Aztreonam Monobaktam yang hanya aktif melawan bakteri gram negatif, berguna pada infeksi nosokomial
Golongan kuinolonSiprofloksasin, Levofloksasin, Gatifloksasin
Aktivitas spektrum luas melawan bakteri gram negatif dan gram positif. Konsentrasi dalam urin tinggi dan disekresikan secara aktif pada fungsi ginjal yang turun.
Sumber: Pharmacotherapy: A pathophysiologic Approach tahun 2002 (Coyle and Prince
2002)
5. Antibiotik
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang
memiliki khasiat untuk mematikan atau menghambat perkembangbiakan kuman,
Akan tetapi efek toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tan dan Raharja 2007).
20
5.1. Mekanisme kerja antibiotik. Cara kerjanya yang terpenting adalah
perintangan sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi
dan ada pula antibiotik yang bekerja terhadap dinding sel. Antibiotik tidak aktif
terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena virus tidak memilki proses
metabolisme sesungguhnya, melainkan tergantung seluruhnya darimetabolisme
tuan rumah (Tan dan Raharja 2007).
Pemilihan antibiotik dipertimbangkan berdasarkan 3 faktor utama:
a. Kuman penyebab. Menentukan kuman penyebab tergantung pada kombinasi
gejala-gejaja klinis yang dialami dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Kebanyakan antibiotik dipilih menurut diagnosis klinis saja. Biasanya dokter
memilih antibiotik yang tepat berdasarkan pengalaman klinis dan pengetahuan
tentang pola kepekaan kuman.
b. Faktor-faktor pasien. Pasien, status imun, riwayat penyakit terdahulu, status
alergi, faktor farmakokinetik, dan faktor farmakogenetik.
c. Faktor-faktor antibiotik. Spektrum kepekaan kuman; dosis, rute, dan frekuensi
pemberian untuk mencapai konsentrasi terapeutis; farmakokinetik; efek
sinergistik; interaksi obat; efek samping yang berat; biaya; dan kepatuhan
pasien dalam pengobatan (Juwono dan Prayitno 2004).
5.2. Penggunaan antibiotik secara rasional. Beberapa kasus yang
berkaitan dengan penyalahgunaan penggunaan antibiotik dapat menyebabkan
resistensi antibiotik dan meningkatkan efek samping obat, sehingga sekarang
banyak patogen yang resisten terhadap antibiotik (Juwono dan Prayitno 2004).
Resistensi merupakan kemampuan alami bakteri untuk tidak terpengaruh
21
(resisten) terhadap anti-mikrobial. Suatu bakteri dapat menjadi resisten terhadap
suatu mikroba diakibatkan karena produksi enzim yang dapat menginaktivasi
obat, perubahan sisi ikatan, penurunan pengambilan obat kembali, perkembangan
jalur lain menghindari reaksi yang dihambat oleh antibiotik lain (Nugroho 2012).
Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi berdasarkan salah
satu atau lebih mekanisme berikut:
a. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika.
b. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat.
c. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.
d. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung dihambat
oleh obat.
e. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi
metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim
pada kuman yang rentan.
5.3. Keberhasilan penggunaan antibiotik. Hal yang perlu perhatian
khusus pada penanganan infeksi ialah:
a. Dosis antibiotik
b. Rute pemberian antibiotik
Rute parenteral: ditempuh bila infeksi perlu segera diatasi; infeksi terdapat
pada lokasi yang memerlukan konsentrasi darah yang tinggi dari antibiotik untuk
menjamin penetrasi yang memadai dari jaringan yang terinfeksi (endokardium;
tulang; otak). Rute oral: dipilih untuk mengatsi kebanyakan jenis infeksi saluran
kemih; faringitis oleh streptokokus dimana antibiotik disampaikan kejaringan
22
tanpa masalah dan mikroorganisme yang menimbulkan infeksi sangat peka untuk
antibiotik.
Lamanya pemberian antibiotik harus menjamin musnah total penyebab
infeksi sehingga tidak mungkin penyakit infeksi tidak mungkin penyakit infeksi
kambuh lagi, kekambuhan ditentukan oleh daya tahan mikroorganisme terhadap
sistem pertahanan tubuh tuan rumah, lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik
untuk mencapainya, aktivitas primer antibiotik terhadap mikroorganismenya,
mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik.
5.4. Kegagalan terapi antibiotik. Kesalahan ini pada dasarnya berkisar
pada : salah pilih antibiotik seperti antibiotik yang salah sasaran, antibiotik
diberikan untuk demam tanpa dokumentasi mikroorganisme, menggunakan
antibiotik toksik walaupun ada yang kurang toksik, menggunakan antibiotik yang
mahal walaupun tersedia yang murah dan efektif), yang kedua yaitu salah
pemberian/penggunaan (dosis keliru, rute pemberian tidak memadai, jangka
waktu penggunaan tidak cukup, kepatuhan pasien tidak tercapai), dan faktor
lainnya adalah karena resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik yang
digunakan, terjadinya superinfeksi (Wattimena et al 1991).
5.5. Efek samping antibiotik. Terapi dengan antibiotik dapat
menyebabkan komplikasi karena obat dapat megakibatkan respon alergik atau
toksik yang berkaitan dengan aktivitas antimikroba:
a. Hipersensitivitas, reaksi hipersensitivitas terhadap antimikroba atau produk
metabolitnya sering terjadi misalnya, penicillin, selain memiliki kemampuan
23
toksisitas mikroba yang selektif, obat ini dapat menimbulkan masalah
hipersensitivitas serius misalnya gatal – gatal dan syok anafilaksi.
b. Toksisitas langsung, kadar antibiotik tertentu yang tinggi dapat menyebabkan
toksisitas langsung.
c. Terapi obat terutama dengan antibiotik spectrum luas atau kombinasi dapat
menimbulkan perubahan flora normal saluran nafas atas, intestinal, yang
memungkinkan timbulnya pertumbuhan organisme berlebihan, terutama jamur
atau bakteri yang resisten hal tersebut biasanya sulit diobati
(Mycek et al 2001).
5.6. Penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan pada infeksi
saluran kemih diantaranya yaitu Sulfametoksazol dan Trimetoprim.
Sulfametoksazol menghambat sintesis asam dihidrofolat bakteri berkompetisi
dengan asam para aminobenzoat. Trimetropim menghambata produksi asam
tetrahidrofolat dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Trimetroprim-
sulfametoksazol diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Sekitar 44%
trimetoprim dan 70% sulfametoksazol terikat dengan protein. Waktu paruh
dengan pemberian oral, trimetoprim adalah 8-11 jam dan sulfametoksazol adalah
10-12 jam. Trimetoprim dimetabolisme menjadi bentuk yang lebihkecil dan
sulfametoksazol mengalami biotransformasi menjadi senyawa tidak aktif.
a. Penisilin. Penisilin bersifat bakterisid yang bekerja dengan cara menghambat
sintetis dinding sel. Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan
tubuh, tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak
24
mengalami infeksi. Obat ini diekskresi ke urin dalam kadar terpeutik.(iso
farmakoterapi).
b. Sefalosporin. Sefalosforin lebih tahan terhadap β-laktamase bakteri sehingga
aktivitas spektrum lebih yang luas (Katzung et al 2007). Pemberian
sefalosporin untuk pengobatan infeksi saluran kemih diberi dalam sediaan
peroral (Dipiro et al 2005). Sefalosporin untuk infeksi saluran kemih terdiri
dari:
1. Sefalosforin generasi pertama: aktif terhadap kuman Gram positif,
golongan ini efektif terhadap sebagian besar S.aureus dan streptococcus
termasuk Str. Piogenes, Str. Viridans dan Str. Pneumonia. Obat ini
diindikasikan untuk infeksi saluran kemih yang tidak berespons terhadap
obat lain atau yang terjadi selama kehamilan, infeksi saluran nafas,
sinusitis, infeksi kulit dan jaringan lunak.
2. Sefalosforin generasi kedua: Dibandingkan dengan generasi pertama,
sefalosforin generasi kedua kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi
lebih aktif tehadap bakteri gram negatif, misalnya H.influenzae, Pr.
Mirabilis, E coli dan Klebsiella. Golongan ini tidakefektif terhadap
Ps.aeruginosa dan enterokokkus. Sefoksitin aktif terhadap kuman anaerob.
Sefuroksim dan sefamandol lebih tahan terhadap penisilanase dibandingkan
dengan generasi pertama dan memiliki aktvasi yang lebih besar terhadap H.
Influenza dan N. Gonorrhoeae.
3. Sefalosforin generasi ketiga: Golongan ini kurang aktif terhadap kokus
gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tapi jauh lebih aktif
25
terhadap Enterobacteriaceae termasuk strain penghasil penisilinase.
Seftazidimaktif terhadap pseudomonas dan beberapa kuman gram negatif
lainnya. Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang
dibandingkan sefalosporin yang lain,sehingga cukup diberikan satu kali
sehari. Obat ini diindikasikan untuk infeksi berat seperti septikemia,
pneumonia, dan maningitis.
c. Tetrasiklin. Bakteriostatik yang bekerja menghambat sintesis protein dengan
berikatan pada ribosomal subunit 30S sehingga menghambat ikatan aminoasil-
tRNA ke sisi A pada kompleks ribosomal. Hambatan ikatan ini menyebabkan
hambatan sintetis ikatan peptida.
d. Aminoglikosida. Aminoglikosida merupakan antibiotik yang bersifat
bakterisid. Mekanisme kerja aminoglikosida yaitu menghambat sintesis protein
secara irreversible. Didalam sel bakteri, aminoglikosida berikatan dengan
reseptor pada subunit 30S protein ribosom bakteri (Katzung et al 2007).
Untuk pengobatan infeksi saluran kemih aminoglikosida diberikan dalam
bentuk sediaan parenteral.
e. Gentamisin, tobramasin, dan amikasin merupakan obat pilihan dari golongan
aminoglikosida untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Gentamisin
merupakan aminoglikosida yang berkhasiat terhadap Pseudomonas, Proteus,
Staphylococcus yang resisten terhadap penisillin. Gentamisin diberi dalam
sediaan parenteral. Tobramasin memiliki aktivitas terhadap Pseudomonas
yang lebih baik dibandingkan gentamisin. Amikasin secara umum diberikan
untuk bakteri yang multiresisten (Dipiro et al 2005).
26
f. Florokuinolon. Golongan flurokuinolon yang efektif untuk pengobatan infeksi
saluran kemih yaitu siprofloksasin, levofloksasin dan norfloksasin. Obat ini
bersifat bakterisid dan efikasinya lebih baik dibandingkan dengan kombinasi
trimetropim-sulfametoksazol (Goodman & Gilman 2010). Florokuinolon
diberikan dalam sediaan peroral dan efektif untuk pielonefritis dan prostatitis.
Mekanisme kerja flurokuinolon yaitu dengan menghambat topoisomerase
II (DNA girase) dan topoisomerase IV bakteri. Inhibisi DNA girase mencegah
relaksasi DNA supercoiled positif yang diperlukan untuk transkripsi dan replikasi
normal. Inhibisi topoisomerase IV mengganggu pemisahan kromosom DNA
pascareplikasi ke dalam masing-masing sel anak selama pembelahan sel
(Katzung et al 2007).
5.7. Mekanisme penyebab resistensi. Ketika fluorokuinolon pertama kali
diperkenalkan, terdapat optimisme bahwa tidak akan terjadi resitensi, Akan tetapi
terdapat juga resistensi silang diantara sesama kuinolon.
Mekanisme penyebab resistensi Target yang berubah: Modifikasi pada
DNA-girase, khususnya pada asam amino N-terminus subunit A, telah
menyebakan penurunan afinitas terhadap fluorokuinolon. Subunit B girase jarang
mengalami mutasi.
Akumulasi yang berkurang: konsentrasi obat yang berkurang dalam sel
bakteri berkaitan dengan dua mekanisme. Satu melibatkan suatu penguranagn
jumlah porin protein di membran luar sel resisten, sehingga mengganggu
masuknya obat ke dalam girase intrasel. Mekanisme lainnya berhubungan dengan
mekanisme efluks di dalam membran sitoplasmik.
27
Ciprofloxacin. Ciprofloxacin bersifat bakteri, menghambat DNA-girase
melalui pengikatan pada untai DNA kromosom, merupakan generasi kedua dari
floroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram
negatif dan juga melawan gonococcus, mycobacteria, termasuk Mycoplasma
pneumonia. Efek samping yang paling umum meliputi gangguan gastrointestinal
ringan, insomnia, bingung, mual, muntah, dan kejang (Goodman dan Gilman
2010). Ciprofloxacin dan norfloxacin efektif dalam mengobati infeksi saluran
kemih mengalami komplikasi dan tidak berkomplikasi. Respon bakteriologik dan
klinis ciprofloxacin serupa dengan respons pada sulfametaksasol-trimetoprim
(Mycek et al 2001).
Levofloxacin merupakan generasi ketiga dari floroquinolones. Hampir
sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif
(Katzung et al 2007).
5.8. Antiseptik saluran kemih. Antiseptik saluran kemih terdiri dari:
Metenamin. Metenamin mandelat adalah garam methoksamin (heksamin) dari
asam mandelat. Masing-masing senyawa bersifat bakterisidal. Methoksamin
melepaskan formaldehid dalam urin yang asam. Obat ini aktif terhadap semua
bakteri Gram negatif kecuali proteus. Obat ini digunakan untuk pengobatan
infeksi yang tanpa komplikasi dan digunakan untuk profilaksis pada infeksi
saluran kemih berulang. Metenamin tidak di pakai bersamaan dengan sulfonamid
karena dapat membentuk endapan yang tidak larut dalam urin (Mycek et al 2001).
Nitrofurantoin. Obat ini bersifat bakterisid dan bakteriostatik dan memiliki
spektrum aktivitas yang luas. Nitrofurantoin diabsorbsi cepat dan sempurna oleh
28
usus. Kadar obat dalam darah rendah, tetapi kadar bakterisid dalam urin dapat
tercapai. Penggunaan satu-satunya adalah untuk pengobatan bakteriuria dan
penggunaan terbatas untuk profilaksis. Efek samping nitrofurantoin adalah mual
dan muntah, neuropatiperifer, erupsi kulit (Mycek et al 2001).
C. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
modern, yang semuanya terikat bersama – sama dalam maksud yang sama, untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Rumah sakit dapat dipandang
sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama – sama semua
profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas
fisik ke dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan
bagi masyarakat (Siregar 2003).
Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi vital untuk dua
maksud utama, yaitu memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan
peningkatan atau perbaikan pelayanan rumah sakit. Kedua maksut tersebut
ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
penderita. Penelitian klinis dari obat investigasi member banyak peluang bagi
apoteker rumah sakit berpartisipasi dalam penelitian. Apoteker terlibat dalam
banyak jenis penelitian lain, seperti studi farmakokinetik untuk individualisasi
dosis obat bagi pasien, studi biofarmasetika produk obat, formulasi sediaan
29
radiofarmasetik, juga studi administratif dan profesional tentang sistem distribusi,
keefektifan peranan klinik apoteker, dan studi pengkajian penggunaan obat
(Siregar 2003).
D. Profil RSUD Dr. Moewardi
Rumah Sakit RSUD Dr. Moewardi merupakan satu-satunya rumah sakit
pemerintah terbesar diwilayah Surakarta. RSUD Dr. Moewardi adalah rumah
sakit tipe A dengan status kepemilikan provinsi Jawa Tengah yang dilengkapi
dengan jumlah kamar sebanyak 750 tempat tidur, dan jumlah sumber daya
manusia sebanyak 2004. Rumah sakit yang beralamat di jalan Kolonel Sutarto
132 ini ditetapkan hari jadinya pada tanggal 1 Januari 1950, namun baru
diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 28 Februari 1997
(Depkes 2011b).
E. Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta
informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit
disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) Rumah Sakit dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara
ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di rumah sakit tersebut. Penerapan
Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau (Siregar & Amalia 2003).
30
F. Landasan Teori
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih
tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Dengan demikian air
kemih di dalam sistem saluran kemih biasanya steril. Walaupun demikian ujung
uretra bagian bawah dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya berkurang di
bagian uretra yang dekat dengan kandung kemih. Setelah melalui uretra biasanya
sudah tercemar dengan bakteri yang terdapat di meatus uretra, preputium atau
vulva. Infeksi yang terjadi bergantung dengan virulensi kuman dan mekanisme
pertahanan tubuh. Secara umum faktor predisposisi memudahkan terjadi infeksi
saluran kemih antara lain adanya bendungan aliran air kemih refluks vesiko
ureter, air kemih sisa adanya dalam buli-buli, pemakaian instrumentasi dan
kehamilan (Samirah dkk 2006).
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba lainnya (Tjay dan
Rahardja 2007). Ciprofloxacin dan levofloxacin kedua antibiotik ini merupakan
golongan floroquinolon. Kedua antibiotik ini efektif terhadap bakteri gram positif
dan negatif yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Tingkat resistensi kedua
antibiotik ini lebih rendah dibandingkan dengan antibiotik lainnya. Ciprofloxacin
merupakan generasi kedua dari fluroquinolone mekanisme kerja dari
ciprofloxacin ini adalah menghambat aktivitas DNA-girase melalui pengikatan
pada untai DNA kromosom sedangkan levofloxacin merupakan generasi ketiga
(Goodman dan Gilman 2010).
31
Rumah sakit adalah organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan
alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel
terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern
yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan
dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Rumah Sakit merupakan lembaga
komunitas yang merupakan instrument masyarakat. Rumah Sakit merupakan
pusat untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan pada komunitasnya.
Dengan demikian, rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur
terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan,
fasilitas diagnosa dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam
suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi
masyarakat (Siregar & Amalia 2003).
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekaman
medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal
maupun penderita rawat jalan. Rekaman medik itu harus secara akurat
didokumentasikan, segera tersedia, dapat digunakan, mudah di telusuri kembali
(retrieving), dan lengkap informasi (Siregar & Amalia 2003).
Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati beserta
informasinya yang harus diterapkan di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit
disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) / Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) Rumah Sakit dengan mempertimbangkan obat lain yang terbukti secara
ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di rumah sakit tersebut. Penerapan
Formularium Rumah Sakit harus selalu dipantau (Siregar & Amalia 2003).
32
G. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
a. Banyak digunakan antibiotik ciprofloxacin dan levofloxacin yang digunakan
pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Rawat Inap di RSUD dr.
Moewardi pada tahun 2013
b. Ada perbedaan yang signifikan antara antibiotik ciprofloxacin dan
levofloxacin.
c. Penggunaan antibiotik yang digunakan oleh pasien infeksi saluran kemih di
RSUD dr. Moewardi pada tahun 2013 sesuai dengan Formularium RSUD
dr.Moewardi
d. Penggunaan antibiotik yang digunakan oleh pasien infeksi saluran kemih di
RSUD dr. Moewardi pada tahun 2013 sesuai dengan guidlines