BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian dan Peranan Perawatan
Pemeliharaan merupakan suatu fungsi dalam suatu perusahaan manufaktur yang
sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lainnya seperti kegiatan produksi. Hal ini
karena apabila kita memiliki suatu peralatan atau fasilitas, maka biasanya kita akan
berusaha untuk tetap mampergunakan fasilitas itu untuk jangka waktu yang panjang.
Demikian pula halnya dengan perusahaan manufaktur, dimana pimpinan perusahaan
tersebut akan selalu berusaha agar fasilitas/peralatan produksinya dapat terus
digunakan sehingga kegiatan produksinya dapat berjalan lancar.
Maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga
fasilitas/peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian/penggantian
yang diperlukan agar supaya terdapat suatu keadaan operasi produksi yang
memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Jadi dengan adanya kegiatan
maintenance ini maka fasilitas/peralatan pabrik dapat dipergunakan untuk produksi
sesuai dengan rencana, dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan
tersebut dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu
yang telah direncanakan tercapai.
35
Dari pengertian diatas, Perawatan mempunyai peranan yang sangat menentukan
dalam kegiatan produksi dari suatu pabrik yang menyangkut kelancaran atau
kemacetan produksi, kelambatan, volume produksi serta efesiensi produksi.
Adapun kegiatan-kegiatan perawatan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan terhadap sistem atau
mesin untuk mencegah terjadinya breakdown secara mendadak dan untuk
mengetahui apakah sistem atau mesin bekerja dengan baik sesuai dengan
fungsinya.
2. Penggantian komponen (Replacement), yaitu melakukan penggantian
komponen yang tidak dapat berfungsi lagi. Penggantian ini mungkin
dilakukan secara mendadak atau dengan perencanaan terlebih dahulu.
3. Reparasi (repair), yaitu melakukan perbaikan secara cermat pada saat terjadi
kerusakan kecil. Tindakan ini dilakukan setelah kondisi failed stated sudah
terjadi.
4. Overhaul, yaitu tindakan pemeriksaan besar-besaran yang biasanya dilakukan
pada akhir periode tertentu.
2.1.2. Tujuan Perawatan
Tujuan utama fungsi pemeliharaan adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan produksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan rencana
produksi
36
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai
investasi tersebut
4. Untuk mencapai tingkat biaya pemeliharaan serendah mungkin, dengan
melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan efisien
keseluruhannya
5. Menghindari kegiatan pemeliharaan yang berbahaya bagi keselamatan para
pekerja
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya
dari suatu perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan
, yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan
total biaya yang terendah
37
2.1.3 Jenis-jenis Perawatan
2.1.3.1 Preventive Maintenance (Perawatan Pecegahan)
Preventive Maintenance merupakan suatu kegiatan pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan sebelum dibutuhkan dan ditujukan untuk meminimasi
kemungkinan gangguan terhadap proses produksi atau kerusakan yang lebih besar.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang mendapatkan preventive mantenance
akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan
yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat.
Preventive Maintenance dapat dibedakan atas dua kegiatan, yaitu :
1. Perawatan Rutin (Routine Maintenance)
Routine Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatn yang dilakukan
secara rutin, misalnya setiap hari. Sebagai contoh yaitu kegiatan pembersihan
fasilitas dan peralatan, pemberian minyak pelumas (lubrication) atau pengecekan
oli, serta pengecekan bahan bakar dan sebagainya.
2. Perawatan Berkala (Periodic maintenance)
Periodic maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan secara berkala (periodik) atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya
setiap satu minggu sekali, lalu meningkat menjadi setiap satu bulan sekali dan
akhirnya setiap satu tahun sekali. Perwatan berkala dapat pula dilakukan
berdasarkan lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai
jadwal kegiatan, misalnya setiap seratus jam sekali dan seterusnya .
38
Preventive maintenance ini sangat penting karena kegunaannya yang sangat
efektif di dalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam
golongan “critical unit”. Sebuah fasilitas/peralatan produksi akan termasuk
dalam “critical unit”, apabila :
• Kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan kesehatan
atau keselamatan para pekerja
• Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan
• Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh proses
produksi
• Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut adalah cukup besar atau
mahal
Apabila preventive maintenance dilaksanakan pada fasilitas-fasilitas atau
peralatan yang termasuk dalam “critical unit”, maka tugas-tugas maintenance
dapatlah dilakukan dengan suatu perencanaan yang intensif untuk unit yang
bersangkutan, sehingga rencana produksi dapat dicapai dengan jumlah hasil produksi
yang lebih besar dalam waktu yang relatif lebih singkat.
2.1.3.2 Corrective Maintenance ( Perawatan Perbaikan)
Corrective Maintenance merupakan kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang
dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau
39
peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan corrective
maintenance sering disebut kegiatan perbaikan atau reparasi.
Maksud dari tindakan perbaikan ini adalah agar fasilitas atau peralatan tersebut
dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi, sehingga operasi atau proses
produksi dapat berjalan lancar kembali. Dengan demikian, apabila suatu perusahaan
menerapkan kebijakan untuk melakukan corrective maintenance saja, maka terdapat
faktor ketidakpastian (uncertainty) dalam kelancaran proses produksinya akibat
ketidakpastian akan kelancaran bekerjaynya fasilitas/peralatan produksi yang ada.
2.2. Konsep Availability dan Reliability
2.2.1 Konsep Availabilty (ketersediaan)
Menurut Ebeling (1997, p6), ketersediaan (availibilty) adalah probabilitas suatu
komponen atau sistem dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya pada waktu tertentu
ketika digunakan pada kondisi operasi yang telah ditetapkan.
Avalibilitas juga diinterpretasikan sebagai persentase waktu operasi dari sebuah
komponen atau sistem selama interval waktu tertentu atau persentase komponen yang
beroperasi pada waktu tertentu. Perbedaannya dengan reliabilitas adalah bahwa
availibilitas adalah probabilitas bahwa komponen saat ini dapat beroperasi meskipun
sebelumnya komponen tersebut pernah rusak/gagal dan telah dipulihkan atau
dikembalikan pada kondisi operasinya yang normal. Karena itu, avalibilitas sistem
tidak pernah lebih kecil daripada nilai reliabilitasnya.
40
Ada beberapa macam cara yang berbeda untuk mengemukakan availability ini
diantaranya :
1. Inherent Availability (Ketersediaan Inheren)
Keterediaan inheren ini merupakan ketersediaan yang hanya
mempertimbangkan faktor kerusakan dan perbaikan dan umumnya digunakan
untuk mengukur ketersediaan pada perusahaan yang menerapkan
kebijaksanaan corrective maintenance.
Ketersediaan inheren ini dirumuskan sebagai berikut :
MTTRMTBFMTBFAinh
+=
Dimana :
Ainh = Ketersediaan Inheren
MTBF = Rata-rata waktu antara kegagalan (Mean Time Between Failure)
MTTR = Rata-rata waktu antar perbaikan (Mean Time to Repair)
2. Achieved Availability (Ketersediaan Tercapai)
Ketersediaan tercapai ini merupakan pengukuran ketersediaan yang telah
mempertimbangkan faktor pemeliharaan dan pada umumnya digunakan oleh
perusahaan yang menerapkan metode proactive maintenance.
Rumus yang digunakan :
MMTBMMTBMAa
+=
41
Dimana :
Aa = Ketersediaan Tercapai
MTBM = Mean Time Between Maintenance
pm
dd
pm
dd
Tttm
MPMTTtMTTRtm
M+
+=
)(
)()(
Pemeliharaan yang tidak terjadwal dan pemeliharaan pencegahan termasuk
dalam MTBM ini, dimana MTBM dihitung dengan menggunakan rumus :
pm
dd
d
Tttm
tMTBM+
=)(
Dimana :
td = waktu ekonomis
Tpm = rata-rata selang waktu antar preventive maintenance yang digunakan
MPMT = rata-rata waktu preventive maintenance (Mean Preventive
Maintenance Time)
3. Operational Availability (Ketersediaan operasional)
Operational availability merupakan ketersediaan yang telah
mempertimbangkan aspek keterlambatan pemeliharaan yang disebabkan oleh
karena maintenance delay dan supply delay, dihitung dengan rumus :
MMTBM
MTBMAo+
=
: rumusdengan dihitung yang an,pemelihara waktu rata-Rata =M
42
Dimana :
Ao = ketersediaan operasional
MTBM = rata-rata waktu antar pemeliharaan (Mean Time Between
Maintenance)
anpemelihara downtime rata-rata M =
2.2.2 Konsep Reliability (Keandalan)
Menurut Ebeling (1997, p5), Reliability (Keandalan) adalah peluang suatu
komponen atau sistem akan dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang diinginkan
untuk suatu periode tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang
ditetapkan.
Sedangkan menurut Leemis (1995,p2), Keandalan dari suatu unit adalah
probabilitas bahwa unit tersebut akan memberikan kemampuan yang diharapkan
untuk suatu tujuan tertentu dalam periode waktu tertentu ketika berada dalam kondisi
lingkungan tertentu.
Jadi melalui definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keandalan atau reliability
menunjukkan tingkat kerewelan suatu mesin atau peralatan. Semakin besar nilai
reliability, maka semakin jarang mesin atau peralatan tersebut mengalami gangguan.
2.2.3 Konsep Keterawatan (Maintainability)
Menurut Ebeling (1997, p5) keterawatan merupakan probabilitas bahwa suatu
komponen atau sistem yang rusak akan diperbaiki atau direparasi kepada kondisi
43
yang telah ditentukan dalam periode waktu tertentu saat pemeliharaan yang dilakukan
telah sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan.
2.2.4 Konsep Downtime
Downtime merupakan waktu menganggur atau waktu dimana suatu unit tak dapat
lagi menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat terjadi
apabila suatu unit mengalami masalah seperti kerusakan mesin yang dapat
mengganggu performasi dari mesin secara keseluruhan termasuk kualitas produk
yang dihasilkan atau kecepatan produksinya sehingga membutuhkan waktu tertentu
untuk mengembalikan fungsi unit tersebut pada kondisi semula.
Downtime terdiri dari beberapa unsur :
• Supply delay yaitu waktu yang dibutuhkan oleh personel maintenance untuk
memperoleh komponen yang dibutuhkan dalam proses perbaikan. Supply
delay dapat terdiri dari lead time administrasi, lead time produksi, dan waktu
transportasi komponen pada lokasi perbaikan.
• Maintenance delay yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menunggu
ketersediaan sumber daya maintenance untuk melakukan suatu proses
perbaikan. Sumber daya maintenance dapat berupa personel, alat bantu, alat
tes.
• Access time yaitu waktu untuk mendapatkan akses ke komponen yang
mengalami kerusakan.
44
• Diagnosis time yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menentukan penyebab
kerusakan dan langkah perbaikan yang harus ditempuh untuk memperbaiki
kerusakan.
• Repair or Replacement time yaitu waktu aktual yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan proses pemulihan setelah permasalahan dapat diidentifikasi
dan akses ke komponen yang rusak dapat dicapai.
• Verification and alignment yaitu waktu untuk memastikan bahwa fungsi dari
suatu unit telah kembali pada kondisi operasi semula.
Supply delay dan maintenance delay tidak termasuk kedalam inherent repair time
yang merupakan waktu perbaikan yang benar-benar merefleksikan maintainability
dari sebuah unit. Hal ini dikarenakan keduanya dipengaruhi oleh parameter eksternal
yang bukan merupakan bagian dari sisem itu sendiri.
2.3 Fungsi Distirbusi Kerusakan
Yang dimaksud dengan distribusi kerusakan adalah ekspresi matematis usia dan
pola kerusakan peralatan. Karakteristik kerusakan dari setiap peralatan akan
mempengaruhi bentuk kedekatan yang digunakan dalam menguji kesesuaian dan
menghitung parameter fungsi distribusi kerusakan.
Setiap peralatan atau mesin memiliki karakteristik kerusakan yang berbeda-beda.
Sejumlah perawatan yang sama akan mempunyai karakteristik kerusakan yang
berbeda jika dioperasikan pada lingkungan yang berbeda. Bahkan bila sejumlah
45
perawatan yang sama diopersikan pada kondisi lingkungan yang sama pun dapat
mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda.
Keputusan yang berkaitan dengan masalah probabillitas, seperti menentukan
kapan melaksanakan perawatan pencegahan untuk suatu peralatan, membutuhkan
informasi mengenai saat atau waktu peralatan tersebut akan mencapai kondisi gagal /
rusak. Transisi suatu peralatan dari kondisi baik ke gagal tidak dapat diketahui secara
pasti waktunya tetapi dapat diketahui informasi mengenai probabilitas terjadinya
transisi tersebut pada waktu tertentu berdasarkan fungsi kerusakannya.
2.3.1 Fungsi Kepadatan Probabilitas
Bila x menyatakan continuous random variable sebagai waktu kerusakan dari
suatu sistem dari jumlah kerusakan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi
distribusi fx yang kontinyu disetiap titik sumbu nyata maka fx dikatakan sebagai
fungsi kepadatan peluang dari variabel x. Jika x dapat bernilai nyata (x ≥ 0) pada
interval waktu t, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Fx(t)≥0; untuk t ≥ 0
Sehingga,
∫∞
=0
1)( dttf x
Seperti yang telah dijelaskan bahwa karakteristik kerusakan dari peralatan yang
berbeda adalah tidak sama. Bahkan karakteristik kerusakan dari peraltan yang identik
mungkin tidak sama jika dioperasikan dalam kondisi yang berbeda.
46
2.3.2 Fungsi Distribusi Kumulatif
Menurut Ebeling (1997, p23) fungsi distribusi kumulatif merupakan fungsi yang
menggambarkan probabilitas atau peluang terjadinya kerusakan sebelum waktu t.
Probabilitas suatu sistem atau peralatan mengalami kegagalan dalam beroperasi
sebelum waktu t, yang merupakan fungsi dari waktu yang secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
∫ ≥=
<=
t
0
0 tdimana dt;f(t)F(t)
ataut)P(xF(t)
Keterangan rumus :
F(t) = Fungsi Distribusi Kumulatif
f(t) = Fungsi kepadatan peluang
nilai probabilitas fungsi distribusi kumulatif ini berkisara antara 0 ≤ F(t) ≤ 1 dan jika
terdapat nilai t → ∞, maka F(t) = 1
2.3.3 Fungsi Keandalan (Reliability)
Saat menentukan keandalan dari suatu peralatan, terdapat hal penting yang harus
diperhatikan yaitu spesifikasi fungsi yang diharapkan dari peralatan tersebut.
Keandalan harus diterjemahkan dalam satuan fungsi waktu.
Fungsi keandalan merupakan probabilitas suatu peralatan dapat beroperasi dengan
baik tanpa mengalami kerusakan dalam periode waktu tertentu. Menurut Ebeling
47
(1997, p23), probabilitas dari kemungkinan peralatan akan memenuhi fungsinya
paling tidak hingga waktu tertentu (t), dapat didefinisikan sebagai berikut :
• R(t) = P (x ≥ t); dengan R(t) merupakan distribusi keandalan.
Bila dilihat dari waktu kerusakan atau kegagalan variabel x yang memiliki
fungsi kepadatan f(t), maka dapat didefinisikan sebagai berikut :
• R(t) = 1- F(t)
• ∫ ≥−=t
0
0 untuk tdt tf(t)1R(t)
• ∫∞
=0
dtf(t)R(t)
Luas area keseluruhan kurva sama dengan 1 sehingga dapat dikatakan bahwa nilai
dari probabilitas fungsi keandalan dan fungsi distribusi kumulatif berada diantara 0
hingga 1, yakni :
0 ≤ R(t) ≤ 1
0 ≤ F(t) ≤ 1
2.3.4 Fungsi Laju Kerusakan
Menurut Jardine (1993, p19), laju kerusakan suatu peralatan pada waktu t
merupakan probabilitas dimana peralatan akan mengalami kerusakan pada selang
waktu berikutnya dan diketahui kondisinya baik pada awal interval.
Laju kerusakan sesaat (hazard rate) merupakan limit atau batas dari laju
kerusakan dengan panjang interval waktu yang mendekati nol. Simbol dari laju
kerusakan sesaat adalah λ(t) dan fungsinya :
48
R(t)f(t)λ(t) =
Menurut Ebeling (1997, p28), jika λ(t) ∆t merupakan probabilitas saat peralatan
mengalami kerusakan selama interval waktu yang pendek ∆t, dan diketahui bahwa
peralatan tersebut tidak mengalami kerusakan sampai waktu t, maka notasi dari
probabilitas dapat ditulis sebagai berikut :
• Kemungkinan kegagalan atau kerusakan antara waktu t dan ∆t :
[ ] ∫+
−−==+≤≤Δtt
0
Δt)R(tR(t)dtf(t)ΔttTtP
• Kemungkinan sistem bekerja pada saat t :
[ ] [ ][ ] R(t)
Δt)R(tR(t)tTPΔttTtPtTΔttTtP +−
=≥+≤≤
=≥+≤≤
Fungsi dari laju kerusakan merupakan unit dari laju kerusakan dengan ∆t → 0,
dengan demikian fungsi laju kerusakan sesaat dan fungsi laju kerusakan dapat
didefinisikan sebagai berikut :
[ ]
R(t)f(t)λ(t)
R(t)1
dtdr(t)λ(t)
ΔtR(t)R(t)Δt)R(tlimλ(t)
0Δt
=
⋅−
=
−+−=
→
Dimana :
• λ(t) = fungsi laju Kerusakan fasilitas ini
49
• f(t) = fungsi ketepatan peluang
• R(t) = fungsi keandalan
Jika λ(t) meningkat sesuai dnegan nilai waktu, maka sifatnya disebut dengan
Increasing Failur Rate (IFR), jika λ(t) menurun terhadap nilai waktu maka λ(t)
disebut dengan Decreasing Failure Rate (DFR), atau Constant Failure Rate (CFR)
jika λ(t) nilainya konstan. Perlu diperhatikan bahwa dalam masalah perawatan, yang
dimaksud dengan laju kerusakan adalah laju kerusakan sesaat / fungsi hazard (hazard
rate).
2.4 Kurva Laju Kerusakan
Kurva yang menunjukkan pola laju kerusakan sesaat yang umum bagi suatu
produk dikenal dengan istilah kurva bak mandi (bathub curve) karena bentuknya
(Ebeling,1997,p31). Sistem yang memiliki fungsi laju kerusakan ini pada awal siklus
penggunannya mengalami penurunan laju kerusakan (kerusakan dini), diikuti dengan
laju kerusakan yang mendekati konstan (usia pakai), kemudian mengalami
peningkatan laju kerusakan (melewati usia pakai). Bentuk kurvanya dapat dilihat
sebagai berikut:
50
0
Gambar 2.1 Bathub Curve
Setiap periode waktu dari kurva diatas mempunyai karakteristik tertentu, yang
ditentukan oleh laju kerusakannya : (lawrence, hal 51-52 ; Dhillon, hal 127-128)
1. Early Failure / Kerusakan awal
Daerah ini sering disebut juga dengan Burn-in period. Pada periode ini laju
kerusakan menurun seiring dengan peningkatan waktu. Kerusakan yang terjadi
pada waktu ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti:
• Pengendalian kualitas yang tidak memenuhi syarat
• Performansi material dan tenaga kerja yang dibawah standar
• Metode manufacturing yang tidak tepat
• Kesalahan manusia
51
Bila terjadi kerusakan ini dapat diatasi dengan percobaan accceptance dan
pengontrolan awal operasi. Kerusakan pada fase ini dapat dipenuhi oleh distribusi
Weibull.
2. Useful Life
Periode waktu ini ditandai dengan laju kerusakan yang kostan. Kerusakan
yang terjadi pada fase ini diasumsikan terjadi secara acak dan penyebab
kerusakannya adalah faktor keselamatan yang rendah, kerusakan yang terdeteksi,
kesalahan manusia dan kerusakan alamiah atau kerusakan yang tidak jelas
penyebabnya. Hal ini berarti bahwa laju kerusakan sesaat tidak akan bertambah
walaupun umur peralatan terus bertambah.
Kesalahan – kesalahan operasional merupakan penyebab dari kerusakan pada
fase ini sehingga pelaksanaan operasi yang tepat dapat mengatasi kerusakan yang
terjadi. Kerusakan pada fase ini dapat dipenuhi oleh distribusi eksponensial.
3. Wear Out Failure / Periode Wear Out
Periode ini deitandai dengan laju kerusakan yang meningkat tajam, karena
memburuknya kondisi peralatan. Peningkatan ini mengindikasikan berakhirnya
umur pakai peralatan. Bila suatu alat telah memasuki fase ini, sebaiknya
dilakukan perawatan pencegahan untuk mengurangi terjadinya kerusakan yang
lebih fatal. Fase ini disebabkan oleh produk atau peralatan yang digunakan telah
melebihi umur produk, perawatan yang tidak memadai, kelelahan karena friksi
52
atau aus karena pemakaian dan korosi. Kerusakan pada fase ini dapat dipenuhi
oleh distribusi Weibull, Normal dan Lognormal.
Secara kesuluruhan perawatan pencegahan kerusakan dapat mengurangi laju
kerusakan yang terjadi. Namun untuk fase Early Failure dan Useful Life,
sebaiknya perawatan pencegahan yang dilakukan bukan berupa panggantian
pencegahan karena tindakan ini tidak dapat mengurangi probablilitas kerusakan
yang terjadi. Sehingga bila dilakukan tindakan penggantian pencegahan akan sia-
sia. Penggantian pencegahan hanya dapat dilakukan untuk mengurangi laju
kerusakan pada fase Wear Out. Sedangkan kebijaksanaan perawatan yang lebih
umum seperti overhaul, pelumasan, dan pembersihan dapat diterapkan untuk
setiap jenis fase kerusakan. (Jardine, hal. 22)
2.5. Distribusi Untuk Menghitung Keandalan
Pendekatan yang digunakan untuk mencari kecocokan antara distribusi keandalan
dengan data kerusakan terbagi dalam dua cara yaitu :
1. Menurunkan distribusi keandalan secara empiris langsung dari data
kerusakan. Jadi dengan kata lain kita menentukan model matematis untuk
keandalan, laju kerusakan dan rata-rata waktu kerusakan secara langsung
berdasarkan pada data kerusakan. Cara ini disebut juga dengan non-
parametric method. Hal ini dikarenakan metode ini tidak membutuhkan
53
spesifikasi dari distribusi teoritis tertentu dan selain itu juga tidak
membutuhkan penaksiran dari parameter untuk distribusi.
2. Mengidentifikasi sebuah distribusi keandalan secara teoritis, menaksir
parameter dan kemudian melakukan uji kesesuaian distribusi. Metode ini akan
menggunakan distribusi teoritis dengan tingkat kecocokan tertinggi dan data
kerusakan sebagai model distribusi reliabilitas yang digunakan untuk
menghitung keandalan, laju kerusakan, dan rata-rata waktu kerusakan.
Berdasarkan kenyataan bahwa hampir semua data kerusakan umum memiliki
kecocokan yang tinggi terhadap suatu distribusi teoritis tertentu, maka cara kedua
umumnya lebih disukai daripada cara pertama. Cara kedua juga memiliki beberapa
keunggulan (Ebeling, 1997, p358-359) :
1. Model empiris tidak menyediakan informasi di luar range dari data sampel,
sedangkan dalam model distribusi teoritis, ekstrapolasi melebihi range data
sample adalah mungkin untuk dilakukan.
2. Yang ingin diprediksi adalah data kerusakan secara keseluruhan bukan hanya
terbatas pada sampel saja karena sampel hanya merupakan sebagian kecil dari
populasi yang diambil secara acak sehingga model kerusakan tidak cukup bila
hanya dibentuk berdasarkan data sampel saja.
3. Distribusi teoritis dapat digunakan untuk menggambarkan berbagai macam
laju kerusakan.
54
4. Ukuran sampel yang kecil menyediakan informasi yang sedikit mengenai
proses kegagalan. Akan tetapi jika sampel konsisten terhadap distribusi
teoritis maka hasil prediksi yang lebih kuat dapata diperoleh.
5. Distribusi teoritis lebih mudah untuk digunakan dalam menganalisa proses
kegagalan yang kompleks.
Adapun distribusi statistik yang pada umumnya digunakan sebagai model
distribusi keandalan yaitu :
1. Distribusi Eksponensial (Exponential Distribution)
2. Distribusi Weibull (Weibull Distribution)
3. Distribusi Normal (Normal Distribution)
4. Distribusi Lognormal (Lognormal Distribution)
2.5.1 Exponential Distribution
Menurut Steven Nahmias (2001, p721), distribusi eksponensial ini memiliki laju
kerusakan yang konstan terhadap waktu (Constant Failure Rate Model). Menurut
Ebeling (1997, p41), jika terdapat peralatan yang memiliki laju kerusakan tetap, maka
dapat dipastikan termasuk dalam distribusi eksponensial. Distribusi ini merupakan
distribusi yang paling populer digunakan dalam teori keandalan.
55
Gambar 2.2 Distribusi Eksponentsial
Distribusi eksponensial merupakan distribusi yang paling mudah untuk dianalisa
(Ebeling, 1997, p41). Parameter distribusi eksponensial adalah λ (laju kerusakan).
Menurut Ebeling (1997, p42), fungsi-fungsi dari distribusi eksponensial :
• Fungsi kepadatan peluang
waktudengan t dan 0,λ0,untuk t ;e λf(t)
λt)λexp(λ)tf(λt)(- =>≥=
−=
• Fungsi Distribusi Kumulatif
λt)e1F(t)λt)exp(1F(t)
−=
−−=
• Fungsi Keandalan
λt)(eR(t) −=
• Nilai rata-rata dari dstribusi eksponensial
λ1MTTF =
• Variansi (σ2) dan standar deviasi (σ)
56
λ1σ
λ1dtλe
λ1tσ 2
0
λt2
2
=
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
= ∫∞ −
2.5.2 Weibull Distribution
Distribusi Weibull ini merupakan distriusi yang muncul pada hampir semua
karakteristik kegagalan produk (Ebeling, 1997, p58).
Distribusi Weibull yang banyak digunakan adalah dalam dua parameter yaitu
parameter skala (θ) dan parameter bentuk (β).
Gambar 2.3 Distribusi Weibull
Menurut Ebeling (1997, p58-59), fungsi-fungsi dalam distribusi weibull yaitu:
57
• Fungsi kepadatan peluang
0 untuk t eθt
θβf(t)
β
θt1β
≥⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
• Fungsi distribusi kumulatif
β
θt
e1F(t)⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
−=
• Keandalan
1β
θt
θt
θβλ(t)
eR(t)β
−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
=
• Nilai rata-rata waktu kerusakan dalam distribusi weibull
( )( ) ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+=β11ΓθMTTF
( ) ( )
gamma fungsi Γ(x)dimana
1xΓ1x(x)
=
−−=Γ
• Variansi
( )⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+Γ−⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+Γ=
222 1121
ββθσ
58
2.5.3 Normal Distribution
Normal distribution seringkali disebut juga dengan Gaussian (Gaussian
Distribution), dimana distribusi ini memiliki ciri-ciri simetris di sekitar rataan dengan
sebaran di distribusi yang ditentukan oleh σ. Distribusi normal ini sangat cocok untuk
menggambarkan fenomena kelelahan akibat kondisi wear out di suatu item.
Gambar 2.4 Distribusi Normal
Sebenarnya distribusi ini bukanlah distribusi reliabilitas murni karena variabel
acaknya memiliki range antara minus tak hingga sampai plus tak hingga. Akan tetapi,
karena hampir untuk semua nilai μ dan σ, peluang untuk variabel acak yang memiliki
nilai negatif dapat diabaikan, maka distribusi normal dapat digunakan sebagai
pendekatan yang baik untuk proses kegagalan.
Menurut Ireson (1995, p17), fungsi-fungsi yang digunakan dalam distribusi
normal yaitu :
59
• Fungsi kepadatan peluang
( )
waktu t dimana ,t-untuk eΠ2σ
1f(t)2
2
σ2μt
=∞<<∞= ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡ −
• Fungsi distribusi kumulatif
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Φ=σμtF(t)
• Fungsi keandalan
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Φ−=
−=
σμt1R(t)
F(t)1R(t)
• Fungsi laju kerusakan
R(t)
t
(t)σ
σμ
λ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Φ=
• Nilai rata-rata waktu kerusakan
MTTF = μ
2.5.4 Lognormal Distribution
Lognormal Distribution mengenal dua parameter yaitu s sebagai parameter bentuk
(shape parameter) dan tmed sebagai parameter lokasi (location parameter) yang
merupakan nilai tengah dari waktu kerusakan.
Distribusi ini didefinisikan hanya intuk nilai t positif, oleh sebab itu lebih sesuai
sebagai distribusi kerusakan. Lognormal distribution mempunyai beberapa bentuk
60
dan menurut Ebeling (1997, p73), seringkali juga dijumpai data yang sesuai dengan
Weibull Distribution sesuai pula untuk distribusi ini.
Gambar 2.5 Distribusi Lognormal
Fungsi-fungsi yang sering digunakan dalam distribusi ini menurut Ebeling (1997,
p73), yakni :
• Fungsi kepadatan peluang
0 untuk t 2st
1f(t)
2
2 ln21
≥Π
= ⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
medtt
se
• Fungsi distribusi kumulatif
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛Φ=
medttln
s1F(t)
• Fungsi keandalan
F(t)1R(t) −=
61
• Laju kerusakan
stR(t)
ln1
(t)⎟⎠⎞
⎜⎝⎛Φ
= medtt
sλ
• Nilai rata-rata
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
= 2s
2
etMTTF med
• Variansi
[ ]12222 −= ssmed eetσ
2.6 Identifikasi Distribusi Kerusakan
Menurut Ebeling (1997, p359), identifikasi distribusi dilakukan melalui tiga tahap,
yaitu identifikasi awal, estimasi parameter, dan uji goodness of fit. Perincian
mengenai tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut berikut.
2.6.1 Identifikasi Awal
Identifikasi awal dapat dibedakan dengan dua metode, yaitu probability plot dan
metode least square. Dengan probability plot dibuat grafik dengan titik-titik (ti,
F(ti)). Bila data tersebut menghampiri suatu distribusi, maka grafik yang terbentuk
akan berbentuk garis lurus. Namun demikian, tingkat subjektifitas untuk menilai
kelurusan garis menyebabakan metode ini tidak terlalu populer digunakan.
Dengan metode least square, dicari nilai index of fit (nilai korelasi) antara ti (atau
ln ti) sebagai x dengan y yang merupakan fungsi dari distribusi teoritis terhadap x.
62
Kemudian distribusi yang terpilih adalah distribusi yang memiliki nilai index of fit
terbesar.
Perhitungan umum pada metode least square yaitu :
Nilai tengah kerusakan 4.0n3.0iF(ti)
+−
==
Dimana :
kerusakan datajumlah n -ke waktu data i
== t
Menurut Walpole (1995, p664), perhitungan index of fit memiliki cara yang sama
dengan perhitungan korelasi Pearson.
JxxJyyJxy
yiyinxixin
yixixiyinr
2n
1i
n
1i
22n
1i
n
1i
2
n
1i
n
1i
n
1i =
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
=
∑∑∑∑
∑∑∑
====
===
Dimana = n adalah jumlah kerusakan yang terjadi.
Gradien :
Lognormal Normal, Weibull,distribusiuntuk xixin
yixixiyinb 2n
1i
n
1i
2
n
1i
n
1i
n
1i
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−
=
∑∑
∑∑∑
==
===
63
xb-y a : Intersep
lExponensia distribusiuntuk xin
xiyinb n
1i
2
n
1i
=
=
∑
∑
=
=
Menurut Ebeling (1997, p364), metode least square memiliki rumus sebagai
berikut :
• Untuk Exponensial Distribution
[ ]
ike-dataadalah ti: Dimanab1 MTTF :Dan
tixiF(ti)11lnyi
: Dimana
xi
xiyibλ :Parameter n
1i
2
n
1i
=
=⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
−=
==
∑
∑
=
=
• Untuk Weibull Distribution
Xi = ln ti
βα
θβ-
e dan b
:Parameter i-ke dataadalah ti: Dimana
F(ti)11lnlnyi
==
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=
64
• Untuk Normal Distribution
ti xi =
[ ]
bab1
:Parameter i-ke dataadalah ti: Dimana
)(ziyi 1
=
=
−=Φ==
μ
σ
σμtitiF
• Untuk Lognormal Distribution
[ ]
i-ke dataadalah ti: Dimana
e tb1s
:Parameter
ln1ln1F(ti)ziyi
ln ti xi
sa-med ==
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛=Φ==
=
medts
ts
2.6.2 Estimasi Parameter (Maximum Likehood Estimator)
Setelah distribusi teridentifikasi, maka langkah selanjutnya adalah menentukan
parameter dari distribusi tersebut. Parameter dari suatu distribusi hanya dapat diduga
(diestimasi) dan tidak dapat secara tepat diketahui, karena tidak ada suatu metode
yang dapat mengetahui dengan tepat parameter dari suatu distribusi berdasarkan data
sampel yang diambil.
65
Pada penjelasan sebelumnya, pendugaan parameter dapat dihitung bersama-sama
dengan identifikasi awal distribusi, yaitu dengan menggunakan metode least square
fit, tetapi metode tersebut umumnya kurang disukai. Metode pendugaan parameter
yang lebih sering digunakan adalah Maximum Likelihood Estimator (MLE). Karena
metode ini memberikan hasil yang lebih akurat.
Secara umum, untuk menemukan MLE dari setiap distribusi teoritis, kita harus
mencari nilai maksimum dari likehood function berikut yang mengandung sejumlah
parameter kθθ .........,,1 yang tidak diketahui (Ebeling, p375).
∏=
=n
i
kk tif1
,1,1 .........,).........,L(L( θθθθ
Tujutan MLE adalah menentukan nilai parameter kθθ .........,,1 yang dapat
memberikan likehood function yang sebesar mungkin untuk setiap nilai t1, t2,........tn.
Oleh karena bentuk perkalian daripada likehood function pada umumnya lebih
mudah untuk memecahkan logaritma dari likehood function. Nilai maximum
likehood function dapat diperoleh dengan mengambil turunan pertama dari logaritma
likehood function = 0, yaitu :
( ) k ..,1,2,...... i ........,ln1
1=
∂∂
θθθ kL
a) Weibull MLE
Turunan pertama dari likehood function dari distribusi ini :
66
0ln11ln
)(
1
1 =−−=
∑
∑
=
=ir
i
i
r
iii
trt
ttg
ββ
β
β
Tujuan dari MLE yaitu memperoleh nilai β dari persamaan diatas. Namun
terdapat permasalahan dalam hal ini yakni persamaan diatas tersebut tidak
dapat diselesaikan dengan cara matematis. Jadi metode Newton Rhapson
dapat digunakan untuk memecahkan persamaan non linear yaitu dengan
menggunakan persamaan :
dxxdgxg
gg
j
jjj
)()( dimana )(
)( 1
111 =−=
++ β
βββ
Persamaan ini harus dipecahkan dengan cara iterasi hingga mencapai nilai
βj yang maksimum atau dengan kata lain yaitu nilai g(β) yang mendekati nol.
Oleh karena itulah, terlebih dahulu akan dicari turunan pertama dari g(β):
22
1
2
111
21
1 1lnln
)(β
ββ
βββ
+
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛
=
∑
∑∑∑
=
===
r
ii
r
iii
r
ii
r
ii
t
tttttg
Untuk dapat mempermudah penyelesaian iterasi dengan Newton Rhapson
maka disarankan nilai βjawal yang digunakan adalah nilai βyang diperoleh
melalui metode least square.
Kemudian nilai MLE untuk θ diperoleh dari persamaan di bawah ini :
67
ββθ
1
1
1⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛= ∑
=
n
iitn
)
b) Exponential MLE
Nilai MLE untuk parameter dengan distribusi ini adalah :
∑=
=
==
=
r
1i i kerusakantu jumlah wakmerupakan yang t T
kerusakan datajumlah n r : dimana
Trλ
c) Lognormal MLE
Nilai MLE untuk parameter dari distribusi ini :
( )nt
s
etnt
n
i i
med
n
i
i
∑
∑
=
=
−=
=
=
12
1
2
ln
ln
μ
μ
μ
))
)
)
d) Normal MLE
Nilai MLE untuk parameter dari distribusi normal :
nsn
x2
2 )1( −=
=
σ
μ
)
)
68
2.6.3 Goodness of Fit
Tahap terakhir dalam identifikasi distribusi adalah Goodness of Fit Test (uji
kecocokan distribusi) yaitu uji kesesuaian secara statistik yang didasarkan pada
sampel waktu kerusakan. Uji ini dilakukan dengan membandingkan H0 (hipotesis
nol) dan H1 (hipotesis alernatif). H0 akan menyatakan bahwa waktu kerusakan yang
berasal dari distribusi tertentu dan H1 akan menyatakan bahwa waktu kerusakan tidak
berasal dari distribusi terentu. Apabila Ho diterima, maka hal itu berarti bahwa
pengujian statistik ini berada di luar nilai kritik.
Dalam hal ini terdapat dua jenis goodness of fit test yaitu general tests (uji umum)
dan spesific tests (uji khusus). Yang merupakan uji umum yaitu uji chi square dan uji
khusus yaitu Barlett’s test untuk exponential distribution, Mann’s test untuk Weibull
distribution, Kolmogorov Smirnov test untuk normal distribution dan lognormal
distribution.
Uji umum dapat digunakan untuk menguji beberapa distribusi, akan tetapi uji
khusus masing-masing hanya dapat menguji satu jenis distribusi. Lagipula
dibandingkan dengan uji umum, uji khusus lebih akurat dalam menolak suatu
distribusi yang tidak sesuai.
• Barlett’s test untuk exponential distribution
Menurut Ebeling (1997, p399), hipotesa untuk uji ini yaitu :
o H0 : Data berdistribusi eksponensial.
o H1 : Data tidak berdistribusi eksponensial.
69
Uji statistiknya :
rr
tr
tir
rB
r
ii
r
i
611
ln11ln211
++
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛
=∑∑==
Keterangan rumus :
o i-kekerusakan waktu data t i =
o kerusakanjumlah r =
o B = nilai uji statistik untuk uji Barlett’s test
H0 diterima bila nilai B jatuh dalam wilayah kritik :
21.2
21.21 −−−
<<rr
xBx αα
o Dimana distribusi chi square memiliki r-1 derajat kebebasan.
• Mann’s Test untuk Weibull distribution.
Perlu diketahui bahwa pada tahun 1974, distribusi ini dikembangkan oleh
Mann, Schafer, dan Singpurwalla.
Menurut Ebeling (1997, p400), hipotesis untuk melakukan uji ini yaitu :
o H0 : Data berdistribusi Weibull.
o H1 : Data tidak berdistribusi Weibull.
Uji statisiknya :
( )
( ):dengan ;
lnln
lnln
1
1
1
12
1
1
11
∑
∑
=
+
−
+=
+
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ −
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡ −
=k
i i
ii
r
ki i
ii
Mtt
k
Mtt
kM
70
o ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡=21rk
o ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ −
=2
12 rk
o i1ii Z ZM += +
o ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
+−
−−=25.05.01lnln
niZi
Keterangan Rumus :
o M = nilai uji statistik untuk Mann’s test.
o i-kekerusakan waktu data t i =
o 1)(i-kekerusakan waktu data t !i +=+
o [x] = bilangan integer dari x
o diamati yangunit jumlah yaitu n r =
o n) 3,..., 2, (1,kerusakan datanomor i =
bila M < Fcrit maka H0 diterima. Nilai Fcrit diperoleh dari tabel distribusi F dengan
v1 = 2k1 dan v2 = 2k2.
• Kolmogorov-Smirnov test untuk normal distribution dan lognormal
distribution.
Uji ini dikembangkan oleh H.W. Lilliefors pada tahun 1967.
Menurut Ebeling (1997, p402), hipotesa untuk melakukan uji ini yaitu :
o H0 : Data terdistribusi normal (lognormal)
o H1 : Data tidak terdistribusi normal (lognormal)
71
Uji statistiknya :
Dn = max {D1, D2}; dengan :
o ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
Φ=≤≤ n
is
ttD
ni
11
11 max
o ⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛ −Φ−=
≤≤ stt
niD i
nimax
12
o ∑=
=n
i
i
nt
t1
o ( )
11
2
2
−
−=∑=
n
tts
n
ii
keterangan rumus :
o ti = data waktu antar kerusakan ke-i
o s = standar deviasi sample.
o n = banyaknya data kerusakan
Bila Dn < Dcrit maka H0 diterima. Nilai Dcrit diperoleh dari tabel critical value fr the
Kolmogorov-Smirnov test for normality (Lilliefors test).
2.7 Mean Time to Repair (MTTR)
Untuk dapat menentukan nilai tengah dari fungsi probabilitas untuk waktu
perbaikan, maka perlu diketahui terlebih dahulu distribusi data waktu perbaikannya.
Penentuan atau pengujian dilakukan dengan cara yang sama dengan yang telah
72
dijelaskan sebelumnya. Menurut Ebeling (1997, p192), MTTR diperoleh dengan
menggunakan rumus :
( )∫ ∫∞ ∞
−==0 0
)(1)( tHdttthMTTR
Dimana :
h(t) = fungsi kepadatan peluang untuk data waktu perbaikan
H(t) = fngsi distribusi kumulatif untuk ata data waktu perbaikan
Adapun perhitungan MTTR untuk masing-masing distribusi adalah sebagai berikut :
• Distribusi eksponensial.
perbaikanlaju : dimana ;1
1)( /
0
/
==
−== −−
∫
λλ
MTTR
eMTTR
etH MTTRtt MTTRt
• Distribusi lognormal dan normal
ln t dari deviasistandar sdan perbaikan ktu tengah wanilai t: Dimana
med
2/2
==
= smed etMTTR
• Distribusi Weibull
FunctionGamma
MTTR
tabeldaridiperoleh dapat Nilai: Dimana
11
Γ
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+Γ=β
θ
73
2.8 Interval Waktu Penggantian Pencegahan Kerusakan untuk Meminimasi
Total Downtime
Penggantian pencegahan dilakukan untuk menghindari terhentinya mesin akibat
kerusakan komponen. Untuk melakukan tindakan perawatan ini, maka harus
diketahui interval waktu antara tindakan penggantian (tp) yang optimal dari suatu
komponen sehingga dicapai minimasi downtime yang maksimal.
Perawatan jenis ini memerlukan suatu metode perhitungan sebagai berikut :
• Block Replacement
Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka tindakan penggantian
dilakukan pada suatu interval tp yang tetap. Jika sistem rusak sebelum jangka
waktu tp, maka dilakukan penggantian kerusakan dan penggantian selanjutnya
akan tetap dilakukan pada saat tp dengan mengabaikan penggantian perbaikan
sebelumnya.
• Age Replacement
Dalam metode ini tindakan penggantian dilakukan pada saat pengoperasiannya
sudah mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp. Jika pada selang waktu tp
tidak terdapat kerusakan, maka dilakukan penggantian sebagai tindakan korektif.
Perhitungan umur tindakan penggantian tp dimulai dari awal lagi dengan
mengambil acuan dari waktu mulai bekerjanya sistem kembali setelah dilakukan
tindakan perawatan korektif tersebut.
Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah :
74
D(tp) = (Total ekspektasi downtime per siklus)/(Ekspektasi panjang waku
siklus)
Rumus dari total ekspektasi downtime per siklus yaitu :
Total ekspektasi downtime per siklus = ))R(t1(T)R(tT pfpp −⋅+⋅
Keterangan rumus : TP = interval waktu tindakan penggantian pencegahan
R(tp) = probabilitas suatu siklus tindakan pencegahan
Tf = interval waktu tindakan perbaikan kerusakan
Reliabilitas waktu siklus pencegahan sama dengan probabilitas dari kerusakan
yang terjadi setelah waktu tp, yaitu :
∫∞
=pt
p dttftR )()(
Jadi probabilitas dari suatu siklus rusak = 1- R(ti).
Ekspektasi panjang siklus pencegahan adalah panjang siklus pencegahan dikali
dengan probabilitas siklus pencegahan, kemudian ditambah dengan ekspektasi
panjang siklus kegagalan yang dikalikan dengan probabilitas siklus kegagalan.
Rumus dari ekspektasi panjang waktu siklus yaitu :
Ekspektasi panjang waktu siklus =
( ) ))R(t-.(1kegagalan) siklus panjang i(ekspektas)R(t.Tt pppp ++
75
Untuk menentukan ekspektasi panjang siklus kegagalan, perlu diperhatikan waktu
rata-rata kegagalan atau MTTF (Mean Time to Failure), dimana untuk preventive
maintenance diperoleh :
∫∞
=0
)( dtttfMTTF
Nilai tengah distribusi kerusakan adalah :
)(1
)()( 0
pp tR
dtttftM
−=∫∞
Sehingga ekspektasi panjang siklus kegagalan adalah :
fp
TtR
dtttf+
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−=∫
)(1
)( kegagalan siklus panjang Ekspektasi
pt
0
Dengan demikian ekspektasi panjang waktu siklus adalah :
∫
∫
−+++=
−
⎥⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡
+
⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−++=
p
p
p
t
pfppp
pfp
t
pp
tRTdttfttRTt
tRTtR
dtttftRTt
0
0
))(1()(.)().(
))(1.()(1
)()().(
76
Total downtime per satu siklus (D(tp)) adalah :
))(1)()(()()())(1()(.
)(
))(1()(.)()(
))(1()(.)(
0
pfpppp
pfppp
t
pfppp
pfppp
tRTtMtRTttRTtRT
tD
tRTdttfttRTt
tRTtRTtD
p
−+++
−+=
−+++
−+=
∫
Keterangan Rumus :
Tf = waktu untuk meltaakukan penggantian kerusakan komponen.
Tp = waktu untuk melakukan penggantian preventif.
tp = fungsi kepadatan peluang dari waktu kegagalan komponen.
f(t) = fungsi kepadatan peluang dari waktu kegagalan komponen.
R(tp) = probabilitas terjadinya penggantian pencegahan pada saat tp.
2.9 Interval Waktu Pemeriksaan Optimal Berdasarkan Kriteria Minimasi
Downtime
Selain tindakan penggantian pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan
pemeriksaan yang dilakukan secara teratur. Hal ini dilakukan agar dapat meminimasi
downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba (Jardine, 1993, p108).
Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah :
1. perbaikan. rata-ratawaktu 1=
μ
77
2. n.pemeriksaa rata-ratawaktu 1=
i
Menurut Jardine (1993, p109), total downtime per unit waktu merupakan fungsi
dari frekuensi pemeriksaan (n) dan dinotasikan dengan D(n), yakni :
D(n) = downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan.
in
μλ(n)D(n) += , A(n) =1-D(n) = Availability pemeriksaan
Keterangan :
λ(n) = laju kerusakan yang terjadi = k/n
n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu.
μ = berbanding terbalik dengan 1/μ.
i = berbanding terbalik dengan 1/i.
Diasumsikan bahwa laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah
pemeriksaan :
nkn =)(λ
dan karena
innnD +=
μλ )()(
maka
2)(nkn −=λ
78
dan
in
knD 1)( 2 +−=μ
dimana : k = nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan waktu.
sehingga diperoleh :
μ
ikn ×=
2.10 Perhitungan Reliability Pada Mean Time to Failure (MTTF) tanpa dan
dengan Perawatan Pencegahan
Peningkatan keandalan dapat ditempuh dengan cara pemeliharaan pencegahan.
Perawatan pencegahan dapat mengurangi pengaruh wear out dan menunjukkan hasil
yang signifikan terhadap umur mesin. Model keandalan berikut ini mengasumsikan
sistem kembali ke kondisi baru setelah menjalani pemeliharaan pencegahan. Menurut
Ebeling (1997, p204), keandalan pada saat t dinyatakan sebagai berikut :
Rm(t) = R(t) untuk 0 ≤ t < T
Rm(t) = R(T).R(t-T) untuk T ≤ t < 2T
Dimana :
T = interval waktu penggantian pencegahan kerusakan.
Rm(t) = keandalan (reliability) dari sistem dengan pemeliharaan pencegahan.
R(t) = keandalan sistem tanpa pemeliharaan pencegahan.
R(T) = peluang dari keandalan hingga pemeliharaan pencegahan pertama.
79
R(t-T) = peluang dari keandalan antara waktu (t-T) setelah sistem dikembalikan pada
kondisi awal pada saat T.
Secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :
Rm(t) = R(T)n.R(t-nT) untuk nT ≤ t < (n+1)T dan n = 0, 1, 2, ...
Keterangan rumus :
R(T)n = probabilitas keandalan hingga n selang waktu pemeliharaan.
R(t-nT) = probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari pemeliharaan yang terakhir.
Untuk laju kerusakan yang konstan : teR(t) λ−= maka :
R(t)ee.e.e(t)R
e.)(e(t)Rλtλntλtλnt
m
nT)λt(tnλtm
===
=−−−−
−−−
Ini membuktikan bawa bila dilakukan preventive maintenance pada distribusi
eksponensial (laju kerusakan konstan), maka tidak akan menghasilkan dampak
apapun atau tidak ada peningkatan reliability seperti yang diharapkan. Menurut
Ebeling (1997, p204), MTTF untuk preventive maintenance :
∫∫∞
−==
0
0
)(1
)()(
TR
dttRdttRMTTF
T
m