BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman dan era globalisasi berjalan sangat cepat baik di
bidang industri ataupun konstruksi. Kemajuan ini membawa dampak positif
terhadap perkembangan perokonomian dan kemakmuran bangsa akan tetapi
juga memiliki dampak negatif berupa potensi bahaya yang mengancam
pekerja atau lingkungan akibat aktifitas produksi. Potensi bahaya tersebut
muncul oleh penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu tinggi dan
penggunaan alat-alat modern lainnya (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa
diimbangi dengan kesiapan sumber daya dan sistem untuk mengendalikannya.
Potensi bahaya yang muncul harus dapat diminimalisir bahkan
dieliminasi keberadaanya untuk menjamin tidak terjadi kecelakaan kerja pada
setiap proses produksi. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak
diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah
diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban
manusia atau harta benda (UU No. 1 tahun 1970). Indonesia sebagai negara
berkembang memiliki angka kecelakaan yang termasuk paling tinggi di
ASEAN dengan penyumbang terbesar sebanyak 32% disebabkan akibat
kegiatan konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek, gedung
jalan, jembatan, terowongan, irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek,
2010). Oleh karena itu, aktifitas di bidang konstruksi memerlukan pengawasan
yang lebih untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.
PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang konstruksi terus berupaya meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja di
berbagai sektor usahanya baik di pembangunan gedung, jalan, jembatan,
terowongan, dll. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi aspek perundangan
terkait keselamatan kerja, lingkungan dan perundangan atau aturan lainnya
yang mengikat demi mewujudkan Zero Accident (tidak terjadi kecelakaan).
Terwujudnya Zero Accident akan berdampak pada besarnya pendapatan
perusahaan karena tidak terjadi kecelakaan yang dapat merugikan baik berupa
korban jiwa ataupun material.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
kecelakaan di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. adalah dengan membuat
prosedur “Sistem Ijin Kerja”. Sistem ijin kerja pada prinsipnya adalah suatu
dokumen tertulis sebagai persyaratan untuk melaksanakan pekerjaan
berbahaya dengan memperhatikan potensi bahaya serta langkah pencegahan
yang harus dilakukan (Sahab, 1997). Ijin kerja terdiri dari ijin kerja panas, ijin
kerja dingin, ijin kerja ketinggian, ijin kerja ruang terbatas, ijin kerja galian,
ijin kerja radio aktif, ijin kerja listrik, dll sesuai dengan jenis pekerjaannya.
Ijin kerja diberikan setelah dilakukan Job Safety Analysis dan semua
persyaratan yang tertera di formulir terpenuhi. Formulir Ijin Kerja dibedakan
berdasarkan jenis pekerjaannya mengingat setiap pekerjaan memiliki jenis dan
tingkat potensi bahaya yang berbeda. Formulir ijin kerja yang dibuat di PT.
Wijaya Karya (Persero), Tbk. masih bersifat general (umum) dan belum
dikategorikan berdasarkan jenis pekerjaannya khususnya untuk penerapan di
Departemen Bangunan Gedung.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah “Bagaimana desain formulir ijin kerja yang sesuai untuk
diterapkan di Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero),
Tbk. berdasarkan jenis pekerjaannya”.
C. Tujuan
1. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Panas di Departemen Bangunan
Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
2. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Ketinggian di Departemen
Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
3. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Listrik di Departemen Bangunan
Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
D. Manfaat
1. Penulis
a. Memenuhi persyaratan untuk pengangkatan sebagai pegawai organic
PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
b. Dapat mengetahui dan mengkaji Sistem Ijin Kerja yang diterapkan di
Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
c. Dapat mengimplementasikan ilmu yang dimiliki untuk berkontribusi di
Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
2. Perusahaan
Mendapat masukan mengenai formulir Ijin Kerja yang diterapkan
sehingga dapat melakukan tindakan perbaikan atau menindaklanjuti hasil
makalah yang disampaikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Tempat Kerja
Menurut Undang - Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja mendefinisikan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau
yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana
terdapat sumber atau sumber – sumber bahaya, termasuk semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian – bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tempat kerja di
bidang konstruksi biasa dikenal dengan proyek dikarenakan sifatnya yang
komplek, tidak rutin, usahanya dibatasi oleh waktu, sumber daya dan
spesifikasi kinerja yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan.
2. Bahaya
Bahaya merupakan sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan
dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja (Tarwaka, 2008). Sumber bahaya merupakan sesuatu yang
merupakan inti atau pusat dari proses kegiatan yang mengakibatkan
timbulnya resiko, bisa berupa equipment, lokasi/area, sistem, peraturan,
produk, unit kegiatan, sumber daya manusia dan lain-lain (Soeripto, 2008).
Pada umumnya semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang
dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja (Sahab,
1997).
Sumber bahaya yang ada pada tempat kerja Departemen Bangunan
Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. antara lain berasal dari :
a. Bahan
Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat
dan karakteristik bahan yang digunakan seperti solar yang mudah
terbakar, semen yang berbentuk serbuk sehingga sangat mudah ikut
masuk dalam pernafasan yang dapat menyebabkan gangguan saluran
pernafasan dan lain-lain.
b. Proses
Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi dan
cara kerja yang digunakan. Proses menggunakan teknologi modern
seperti barbender dan barcutter untuk mempermudah pekerjaan
pembesian menimbulkan berbagai macam potensi bahaya seperti
terjepit, terpotong, terkena aliran listrik dan lain-lain. Proses dengan
cara kerja yang sesuai prosedur juga masih menimbulkan resiko dan
potensi bahaya seperti bekerja di ketinggian yang dapat dikategorikan
sebagai pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi (High Risk).
Cara kerja lain yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau
kecelakaan berupa tindakan yang tidak aman (Unsafe Act) antara lain :
1) Cara mengangkat dan mengangkut (Manual Handling) yang salah
dan dipaksakan melebihi batas maksimal beban (40 kg).
2) Posisi tubuh yang tidak benar sehingga dapat memicu timbulnya
kelainan akibat kelelahan otot seperti Muscoskeletal Disorders.
3) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan
peruntukkannya dan lain sebagainya.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugs yang diembannya. Bahaya dari lingkungan kerja dapat
digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan
berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta
penurunan produktifitas dan efisiensi kerja. Bahaya faktor lingkungan
antara lain sebagai berikut :
1) Lingkungan Fisik
Bahaya lingkungan fisik adalah bahaya yang dapat dengan
mudah diidentifikasi keberadaan dan dampaknya. Bahaya
lingkungan fisik antara lain terlalu bising, kurang penerangan,
getaran dan suhu tempat kerja terlalu panas. Lingkungan fisik
dapat diukur dan dimonitor perubahannya dengan alat seperti
Soundlevel meter untuk mengukur tingkat kebisingan, Lux meter
untuk mengukur tingkat pencahayaan dan lain-lain.
2) Lingkungan Kimia
Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan-]bahan
yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses
produksi.
3) Lingkungan Biologik
Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari
serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.
4) Faal kerja atau Ergonomi
Gangguan yang bersifat faal karena beban kerja yang
diberikan terlalu berat atau dikarenakan adanya ketidaksesuaian
antara tenaga kerja dengan alat yang digunakan.
5) Sosial Psikologis
Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan
social tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan
jiwa pada karyawan seperti hubungan antara atasan bawahan yang
tidak serasi.
3. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan menurut Suma’mur (1981) adalah kejadian yang tidak
terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena di belakang
peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan, terlebih dalam bentuk
perencanaan. Tidak diharapkan karena kecelakaan disertai kerugian
material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling
berat.
Kecelakaan kerja terjadi karena terdapat potensi bahaya yang
beresiko akan tetapi tidak ditanggulangi keberadaannya. Pada dasarnya
penyebab kecelakaan kerja terdiri dari dua penyebab, yaitu :
a. Unsafe Condition
Unsafe Condition atau kondisi yang tidak aman adalah kondisi
yang mengandung bahaya yang potensial, misalnya pekerjaan
dilakukan di tepi bangunan, instalasi listrik berserakan, jalan kerja
terhalang material dan lain-lain.
b. Unsafe Act
Unsafe Act atau tindakan yang tidak aman adalah setiap
tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang dibuat untuk menjamin
keselamatan di tempat kerja, dan hal tersebut jelas dilarang keras
seperti tidak mengenakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya,
melompati lubang dan lain-lain.
4. Ijin Kerja
Setiap proyek pasti memiliki tempat-tempat atau lokasi dimana
potensi bahayanya tinggi seperti bekerja di tepi bangunan, bekerja di ruang
terbatas, dan lain sebagainya sehingga memerlukan perhatian khusus
dalam pengerjaannya. Menanggapi adanya lokasi-lokasi kerja yang
memiliki potensi bahaya tinggi tersebut, maka perlu adanya tindakan
pencegahan (preventif) yang lebih ketat dari tempat kerja lainnya dengan
menerapkan prosedur kerja khusus berupa Ijin Kerja (Sahab, 1997).
a. Definisi
Ijin kerja adalah prosedur terdokumentasi yang dikeluarkan oleh
orang yang berwenang untuk memberikan ijin atas pekerjaan
berdasarkan waktu dan lokasi dengan mempertimbangkan potensi
bahaya serta resiko yang ada (www.hse.gov.uk). Ijin kerja
dikategorikan berdasarkan potensi bahaya yang ada sesuai dengan
jenis pekerjaannya, seperti ijin kerja panas, ijin kerja di ketinggian, ijin
kerja listrik, ijin kerja radioaktif, dsb.
b. Tujuan
Tujuan penerapan sistem ijin kerja adalah untuk memberikan
pedoman bagi seluruh karyawan, tenaga kerja dan mitra kerja sehingga
memahami persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
melaksanakan perkerjaan beresiko tinggi dan melaksanakan pekerjaan
di ruang terbatas (confined space) (WIKA-PEM-PM-03.05, 2008).
Menurut American Istitute of Chemical (1995) tujuan penerapan ijin
kerja adalah untuk mengontrol dan memonitor pekerjaan atau kondisi
tempat kerja guna memastikan adanya keselamatan/keamanan bagi
pekerja. Sahab (1997) menyebutkan tujuan pemberlakuan ijin kerja
antara lain sebagai berikut :
1) Supaya pengawas benar-benar mengetahui bahwa pekerjaan
tertentu akan dilaksanakan di lokasi yang menjadi tanggung
jawabnya, meliputi tipe pekerjaan, jumlah pekerja serta peralatan
yang digunakan sehingga bisa dilakukan langkah-langkah
pencegahan yang perlu agar apabila terjadi keadaan darurat bisa
segera mengambil langkah cepat untuk mengatasinya.
2) Agar setiappekerja yang ditugaskan melakukan pekerjaan
berbahaya benar-benar mengetahui resiko bahayanya dan telah
mengetahui prosedur kerja aman yang harus dilaksanakan dalam
pekerjaan tersebut serta dilengkapi dengan alat-alat perlindungan
diri yang sesuai.
3) Mengidentifikasi bahaya serta pengendaliannya yang dapat
mengancam jiwa manusia dna asset perusahaan melalui
serangkaian pengecekan terhadap lokasi, bahaya, proses, instalasi
serta lingkungan kerja melalui Job Safety Analysis (JSA).
c. Dasar Hukum
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bab III pasal 3,
disebutkan bahwa, “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga
kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi
bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi
yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)”. Sistem dan
pengawasan yang tercantum dalam Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti diatur dalam Peraturan Mnteri
Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 adalah sebagai berikut :
1) Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang
potensial dan telah menilai resiko-resiko yang timbul dari suatu
proses kerja.
2) Apabila upaya pengendalian diperlukan maka upaya tersebut
ditetapkan melalui tingkat pengendalian.
3) Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan
diterapkan suatu “Sistem Ijin Kerja” untuk tugas-tugas yang
berisiko tinggi.
4) Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang
berkompeten dengan masukan dari tenaga kerja yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang
ditunjuk.
5) Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara
benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.
6) Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilakukan dengan aman dan mnegikuti prosedur yang telah
dilakukan.
7) Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan
tingkat resiko tugas.
d. Macam Ijin Kerja
Ijin kerja terbagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan
karakteristik pekerjaannya. Sahab (1997) menyatakan ada beberapa
tipe ijin kerja seperti ijin kerja dingin, ijin kerja pengendalian dan ijin
kerja melakukan pekerjaan berbahaya yang terdiri dari ijin
menggunakan api, ijin kerja di ruang terbatas dan ijin kerja bernergi
panas. Lembaga Pembinaan Ketrampilan Kerja ALKON (1997)
menyebutkan perijinan kerja di daerah berbahaya meliputi :
1) Ijin Kerja Panas
Diperlukan untuk jenis pekerjaan yang berkaitan dengan
penggunaan nyala api yang dapat menyalakan bahan yang mudah
terbakar. Pengecualian untuk hal tersebut adalah kendaraan dengan
sistem pmbakaran tertutup, dapur unit proses atau pembangkit
tenaga uap.
2) Ijin Kerja Dingin
Diperlukan untuk setiap pekerjaan kecuali pekerjaan rutin yang
tidak menggunakan atau menimbulkan nyala api seperti bekerja di
ketinggian, pembobokan dan lain-lain.
3) Ijin Ruang Terbatas (Confined Space)
Ijin masuk sangat penting apabila seseorang baik seluruh atau
sebagian tubuhnya harus masuk ke dalam ruangan tertutup dengan
akses terbatas seperti bejana (vessel), tangki, bak (pit), lubang
galian dengan kedalaman lebih dari 1,3 meter, atau tempat-tempat
lain yang terasa terdapat debu, gas, uap ataupun fume yang
berbahaya.
4) Ijin Penggalian
Setiap pekerjaan penggalian tanpa melihat berapapun dalamnya
penggalian tersebut harus dilengkapi dengan ijin penggalian.
Penggalian dengan kedalaman lebih dari 1,3 meter harus disertai
dengan ijin masuk ruang terbatas.
5) Ijin Kerja Listrik
Merupakan surat pernyataan yang ditandatangani dan dikeluarkan
oleh pejabat listrik yang berwenang yaitu seseorang yang diberi
tugas untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan listrik ataupun
peralatannya.
6) Ijin Pekerjaan Radio Aktif
Digunakan untuk pekerjaan yang menggunakan pelaratan X-
Ray atau sumber radio aktif.
e. Form Ijin Kerja
Setiap sebelum melaksanakan pekerjaan, penanggung jawab fungsi
Safety Health and Environment (SHE) wajib menyampaikan informasi
terkait keselamatan dan kesehatan pekerja di lokasi kerja. Komunikasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara baik lisan ataupun tertulis.
Komunikasi secara lisan mempunyai beberapa kelemahan seperti salah
dengar, salah intepretasi, susah didokumentasikan dan mudah lupa,
sedangkan komunikasi secara tertulis lebih mudah untuk ditangkap dan
didokumentasikan sehingga lebih mudah untuk diingat. Oleh karena
itu untuk pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi, penyampaian materi
secara lisan harus disertai dengan penyampaian informasi secara
tertulis dalam bentuk ijin kerja (work permit).
Setiap bentuk informasi baik instruksi atau persyaratan pekerjaan
dituliskan dalam formulir ijin kerja (Sahab, 1997). Tidak ada format
yang baku dalam penulisan formulir ijin kerja. Formulir disesuaikan
dengan jenis pekerjaan dan dicetak dalam tiga rangkap (triplicate)
masing-masing untuk penanggung jawab fungsi SHE, penanggung
jawab area kerja (Pelaksana) dan pekerja yang mengajukan ijin kerja.
Formulir ijin kerja dicetak dengan nomor seri dan berbagai warna
seperti merah untuk ijin kerja panas, biru untuk ijin kerja dingin dan
kuning untuk ijin kerja masuk ruang terbatas (British Petroleum
Chemical, 1995).
British Petroleum Chemical (1995) menyebutkan ketentuan
formulir ijin kerja sebagai berikut :
1. Lokasi pasti dan deskripsi peralatan untuk pekerjaan yang akan
dilakukan harus tertera pada bagian atas ijin kerja.
2. Sifat dan metode pekerjaan yang akan dilakukan harus tertera,
termasuk peralatan yang akan digunakan.
3. Masa berlaku ijin kerja harus tertera pada formulir ijin kerja.
4. Formulir ijin kerja mencantumkan metode isolasi yang akan
digunakan dan adanya checklist yang berisi keadaan-keadaan yang
penting dan tindakan pencegahan yang sesuai dengan pekerjaan
yang dilakukan.
5. Pengesahan ijin oleh Operating Authority dan Performing
Authority sebagai penerima wewenang.
6. Penutupan ijin setelah pekerjaan selesai, penandatanganan
Operating Authority dan Performing Authority.
Operating Authority atau pemberi wewenang adalah orang yang
mengetahui mengenai bahaya-bahaya yang dapat terjadi dalam
pelaksanaan pekerjaan, sudah di training tentang sistem ijin kerja dan
diberi wewenang untuk mengeluarkan ijin kerja. Sedangkan
Performing Authority atau penerima wewenang adalah orang yang
bertanggung jawab atas pekerjaan yang sedang berlangsung. Tanggung
jawab Operating Authority atau pemberi wewenang di proyek adalah
Safety Health Environment (SHE) dan penanggung jawab Performing
Authority atau penerima wewenang adalah Pelaksana lapangan
ataupun teknik.
5. Safety Health Environment (SHE) di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
Safety Health Environment (SHE) adalah unit yang bertanggung
jawab untuk memastikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan
Lingkungan. Fungsi utama SHE di tingkat proyek berdasarkan WIKA-
PEM-PM-02.02 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) dan Lingkungan PT. WIjaya Karya (Persero),
Tbk. adalah sebagai berikut :
a. Menghimpun mengolah data tentang K3L di tempat kerja.
b. Mengidentifikasi dan menjelaskan kepada setiap pegawai dan tenaga
kerja tentang :
1) Berbagai faktor bahaya dan aspek lingkungan di tempat kerja yang
dapat menimbulkan gangguan K3 dan lingkungan, termasuk
bahaya kebakaran, peledakan, tumpahan B3 serta cara
penanggulangannya.
2) Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan
produktifitas kerja.
3) Alat pelindung diri yang sesuai bagi tenaga kerja yang
bersangkutan.
4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
c. Melaksanakan tanggung jawab dan wewenang K3L, antara lain :
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya dan dampak
lingkungan.
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat
kerja, pencemaran lingkungan serta mengambil langkah-langkah
yang diperlukan.
5) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan makanan tenaga
kerja.
6) Memeriksa kelengkapan K3.
7) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
d. Menghentikan proses pekerjaan yang sedang berlangsung, apabila
ternyata persyaratan K3L belum dipenuhi dan atau terdapat kondisi
yang membahayakan K3L dan mengijinkan dimulainya kembali proses
pekerjaan bila persyaratan telah dipenuhi.
e. Membuat laporan kegiatan penerapan SMK3L setiap bulan dan
dilaporkan kepada PJPU.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sistem Ijin Kerja di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
Sistem ijin kerja yang diterapkan di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.
bertujuan untuk memberikan pedoman bagi seluruh karyawan, tenaga kerja
dan mitra kerja sehingga mamahami persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi sebelum melaksanakan pekerjaan yang beresiko tinggi dalam rangka
keselamatan dan kesehatan kerja dan melaksanakan pekerjaan di ruang
terbatas (confined space) (WIKA-PEM-PM-03.05). Prosedur sistem ijin kerja
dipergunakan diseluruh proyek / pabrik di lingkungan PT Wijaya Karya
(Persero) Tbk. sebelum memulai pekerjaan yang beresiko tinggi seperti :
1. Pelaksanaan Non Destructive Test (NDT) – Radiographic Test (RT).
Non destructive test yaitu pemeriksaan tanpa merusak hasil pengelasan
sedangkan radiographic test yaitu pengelasan dengan membuat foto
melalui metode penyinaran sinar radio aktif.
2. Pelaksaan pekerja tempat tinggi seperti pemasangan lift / passenger,
pemsangan penangkal petir dll.
3. Pelaksanaan trial erection tower dan inspeksinya.
4. Pelaksanaan Blasting . peledakan di tunnel / terowongan dan bawah air.
Blasting yaitu pekerjaan galian / pembongkaran dengan menggunakan
bahan peledak, TNT, gelatin dan sebagainya.
5. Pelaksanaan pekerjaan di ruang terbatas (confined space)
Ruang terbatas (confined space) adalah suatu ruangan yang terbatas, pintu
yang sempit yang tidak digunakan untuk suatu pekerjaan yang terus
menerus tetapi digunakan untuk melakukan pekerjaan yang sesaat.
Tempat yang dikategorika sebagai confined space antara lain tangki,
boiler, sewer, furnace, tunnel, sumur, galian tanah dll.
Sistem ijin kerja diberlakukan untuk seluruh karyawan, tenaga kerja
dan mitra kerja yang akan memulai pekerjaan beresiko tinggi sehingga
diperlukan pemenuhan terhadap hal-hal yang dipersyaratkan untuk
mengajukan Ijin Kerja ke penanggung jawab fungsi SHE. Setiap jenis
pekerjaan memiliki resiko dan tingkat potensi bahaya yang berbeda sehingga
persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan pekerjaan pun
berbeda antara satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lain seperti :
1. Radiographic Test
a. Memasang rambu-rambu tanda bahaya radioaktif.
Gambar 3.1. Rambu Bahaya Radio Aktif
b. Memasang pita tanda pembatas daerah berbahaya radioaktif (radius
bahaya ditentukan oleh pelaksana radiography.
c. Melakukan pengumuman lewat pengeras suara agar semua orang
menjauhi area radiography.
d. Memeriksa lokasi sekitar area untuk memastikan bahwa tidak ada lagi
orang berada di sekitar lokasi bahaya.
e. Memberitahu kepada pelaksana X-ray bahwa pelaksanaan radiography
test dapat dilakukan.
f. Selama penembakan radioaktif tidak boleh ada orang yang di dalam
pembatas daerah bahaya radioaktif termasuk pelaksana radiography
test.
2. Pelaksanaan blasting / pekerjaan peledakan
a. Memasang rambu-rambu tanda bahaya pelaksanaan blasting /
pekerjaan peledakan.
b. Memasang pita tanda pembatas daerah bahaya pelaksanaan blasting /
peledakan.
c. Melakukan pengumuman lewat pengeras suara agar semua orang
menjauhi area blasting / peledakan.
d. Memeriksa lokasi sekitar area untuk memastikan bahwa tidak ada lagi
orang berada di sekitar lokasi bahaya.
e. Memberitahu kepada pelaksana bahwa pekerjaan blasting / peledakan
dapat dilakukan.
f. Selama pelaksanaan blasting / peledakan tidak boleh ada orang yang di
dalam pembatas daerah bahaya.
3. Bekerja di ketinggian
a. Memastikan bahwa alat-alat bantu yang diperlukan sudah tersedia
lengkap dengan kondisi yang baik.
b. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus dalam kondisi
sehat / tidak sakit dan orang yang tidak menderita takut pada
ketinggian.
c. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus terampil,
terlatih dan sudah berpengalaman.
d. Sewaktu pelaksanaan pekerjaan tidak boleh ada orang yang berada di
bawah tower atau pekerja di atap kecuali para pekerja.
e. Memepergunakan alat pelindung diri (helm, safety belt / body harness,
safety shoes, sarung tangan dan kaca mat alas bbila melaksanakan
pengelasan.
f. Bila menggunakan alat angkat maka harus dipastikan bahwa alat
angkat yang digunakan dalam kondisi yang baik.
4. Bekerja di ruang terbatas (confined space)
a. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus dalam kondisi
sehat / tidak sakit dan orang yang tidak menderita takut pada tempat
sempit.
b. Pekerja harus terampil, terlatih, berpengalaman dan bekerja tidak boleh
sendirian.
c. Setiap orang yang masuk ruang terbatas harus mengenakan APD
sesuai (min. helm dan sepatu).
d. Memastikan hal-hal sebagai berikut berjalan dengan baik :
1) Pengetesan atmosfir
Bila diperlukan (khususnya untuk ruang di dalam tanah), sebelum
pekerjaan dimulai, dilakukan identifikasi atmosfir ruang terbatas.
Pemeriksaan udara di ruang meliputi pemeriksaan kadar oksigen
dan gas berbahaya. Kondisi aman jikak kadar oksigen 19.5% -
23%. Jika diluar kondisi aman, dilakukan evakuasi ruang dan
dilakukan pemompaan udara sampai kondisi aman tercapai serta
kepada pekerja diwajibkan memakai respirator. Perlu dilakukan
identifikasi terhadap kondisi sekitarnya mengenai kemungkinan
kontaminasi gas berbahaya atau gas udah terbakar di dalam ruang.
2) Ventilasi
Penyediaan ruang opening ventilasi berikut exhaust blower untuk
memastikan udara mengalir di ruangan bila kadar oksigen kurang.
Ukuran ventilasi dan jumlah disesuaikan dengan luas ruang dan
jumlah orang.
3) Penerangan
Penyediaan penerangan yang cukup dan untuk ruang yang
dimungkinkan terdapat gas mudah terbakar digunakan penerangan
dengan menggunakan lampu yang tidak menimbulkan munculnya
penyalaan api, misalnya lampu bettery.
4) Jalur masuk – keluar dan evakuasi
Perlu disediakan jalur masuk – keluar yang cukup serta adanya
jalur evakuasi dalam kondisi darurat.
5) Dialarang menyalakan api dan atau merokok dalam ruang terbatas.
6) Penanganan material sesuai Material Safety Data Sheet (MSDS).
e. Untuk pekerjaan yang spesifik dan beresiko tinggi, maka dibuatkan
instruksi kerja tersendiri.
Pelaksanaan ijin kerja harus diajukan oleh penanggung jawab
pekerjaan dalam hal ini pelaksana lapangan ataupun pelaksana mitra kerja dan
ijin kerja hanya dapat dikeluarkan oleh penanggung jawab fungsi SHE. Urutan
pelaksanaan ijin kerja berbahaya / beresiko tinggi di PT. Wijaya Karya
(Persero), Tbk. seperti pada table 3.1 berikut :
Tabel 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan Berbahaya / Beresiko Tinggi atau di Ruang Terbatas
No.
URAIAN KEGIATANPelaksana Pekerjaan
Safety Officer
Pj. Fungsi SHE
Keterangan
1. Mengajukan ijin kerja Gambar 3.2
2. Melakukan inspeksiMemastikan bahwa perlengkapan APD telah dipenuhi
Gambar 3.3
3. Mengajukan ijin kerja yang dibuat oleh pelaksana / mitra kerja dengan melampirkan hasil inspeksi
4. Menerima laporan hasil inspeksi dan pengujian ijin kerja
5. Memeriksa, mereview hasil inspeksi
6. Memberikan persetujuan ijin kerja
7. Melakukan pengawasan selama pekerjaan berlangsung
Penanggung jawab pekerjaan (pelaksana) baik tenaga kerja atau mitra
kerja mengajukan ijin kerja ke penanggung jawab fungsi SHE dan mengisi
form seperti Gambar 3.2 berikut.
Ya
Tidak
Setelah itu safety officer bertugas untuk melakukan inspeksi di area kerja
yang diajukan terkait keselamatan dan kesehatan kerja. Inspeksi dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di area tersebut beserta
pengendaliannya atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan Job Safety
Analysis (JSA). Inspeksi dilakukan dengan menggunakan bantuan formulir
inspeksi untuk memastikan bahwa tidak ada aspek keselamatan yang
terlewat dalam pelaksanaannya seperti pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Lembar Inspeksi Sebelum Pelaksanan Pekerjaan
Langkah berikutnya dalam pengajuan ijin kerja adalah pelaksana
mengajukan form ijin kerja yang telah diisi disertai dengan lampiran lembar
inspeksi yang diperoeh dari safety officer kepada penanggung jawab fungsi
SHE. Penanggung jawab fungsi SHE bertugas memeriksa dan mereview hasil
inspeksi yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ijin kerja. Ijin
kerja diberikan apabila seluruh aspek keselamatan yang ada pada lembar
inspeksi dalam keadaan aman dan catatan yang ada telah dipenuhi. Setelah ijin
kerja diberikan maka penanggung jawab SHE harus mengawasi berjalannya
pekerjaan yang beresiko tinggi yang memerlukan pengawasan khusus.
Form ijin kerja yang ada di atas masih bersifat umum dan kurang
sesuai apabila diterapkan ke setiap jenis pekerjaan dikarenakan tiap-tiap
pekerjaan memiliki resiko dan tingkat bahaya yang berbeda-beda. Resiko dan
tingkat potensi bahaya yang variatif maka penanganan yang dilakukan berbeda
sesuai dengan jenis pekerjaannya. Contohnya untuk pekerjaan di ketinggian
maka perlu dilihat apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum
dengan lokasi dan cara kerja yang digunakan. Misal pekerjaan pemasangan
pembesian kolom dapat dilakukan dengan menggunakan tangga atau
Elevating Work Platform (EWP) atau dengan sistem pengamanan body
harness dinilai dari segi efektifitas dan aspek keselamatannya. Perbedaan
metode kerja yang digunakan, maka berbeda pula potensi dan resiko bahaya
yang harus dinilai sebelum ijin kerja diberikan. Ijin kerja diatas belum
mencantumkan checklist potensi bahaya sesuai dengan jenis pekerjaannya,
batas masa berlaku ijin kerja, uraian pekerjaan
Recommended