39
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan era globalisasi berjalan sangat cepat baik di bidang industri ataupun konstruksi. Kemajuan ini membawa dampak positif terhadap perkembangan perokonomian dan kemakmuran bangsa akan tetapi juga memiliki dampak negatif berupa potensi bahaya yang mengancam pekerja atau lingkungan akibat aktifitas produksi. Potensi bahaya tersebut muncul oleh penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu tinggi dan penggunaan alat-alat modern lainnya (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa diimbangi dengan kesiapan sumber daya dan sistem untuk mengendalikannya. Potensi bahaya yang muncul harus dapat diminimalisir bahkan dieliminasi keberadaanya untuk menjamin tidak terjadi kecelakaan kerja pada setiap proses produksi. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

BAB I.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman dan era globalisasi berjalan sangat cepat baik di

bidang industri ataupun konstruksi. Kemajuan ini membawa dampak positif

terhadap perkembangan perokonomian dan kemakmuran bangsa akan tetapi

juga memiliki dampak negatif berupa potensi bahaya yang mengancam

pekerja atau lingkungan akibat aktifitas produksi. Potensi bahaya tersebut

muncul oleh penggunaan bahan kimia, proses dengan suhu tinggi dan

penggunaan alat-alat modern lainnya (mesin mekanik atau mesin listrik) tanpa

diimbangi dengan kesiapan sumber daya dan sistem untuk mengendalikannya.

Potensi bahaya yang muncul harus dapat diminimalisir bahkan

dieliminasi keberadaanya untuk menjamin tidak terjadi kecelakaan kerja pada

setiap proses produksi. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak

diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah

diatur dari suatu aktifitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban

manusia atau harta benda (UU No. 1 tahun 1970). Indonesia sebagai negara

berkembang memiliki angka kecelakaan yang termasuk paling tinggi di

ASEAN dengan penyumbang terbesar sebanyak 32% disebabkan akibat

kegiatan konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek, gedung

jalan, jembatan, terowongan, irigasi bendungan dan sejenisnya (Jamsostek,

2010). Oleh karena itu, aktifitas di bidang konstruksi memerlukan pengawasan

yang lebih untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.

Page 2: BAB I.docx

PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. sebagai perusahaan yang bergerak di

bidang konstruksi terus berupaya meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja di

berbagai sektor usahanya baik di pembangunan gedung, jalan, jembatan,

terowongan, dll. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi aspek perundangan

terkait keselamatan kerja, lingkungan dan perundangan atau aturan lainnya

yang mengikat demi mewujudkan Zero Accident (tidak terjadi kecelakaan).

Terwujudnya Zero Accident akan berdampak pada besarnya pendapatan

perusahaan karena tidak terjadi kecelakaan yang dapat merugikan baik berupa

korban jiwa ataupun material.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimalisir terjadinya

kecelakaan di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. adalah dengan membuat

prosedur “Sistem Ijin Kerja”. Sistem ijin kerja pada prinsipnya adalah suatu

dokumen tertulis sebagai persyaratan untuk melaksanakan pekerjaan

berbahaya dengan memperhatikan potensi bahaya serta langkah pencegahan

yang harus dilakukan (Sahab, 1997). Ijin kerja terdiri dari ijin kerja panas, ijin

kerja dingin, ijin kerja ketinggian, ijin kerja ruang terbatas, ijin kerja galian,

ijin kerja radio aktif, ijin kerja listrik, dll sesuai dengan jenis pekerjaannya.

Ijin kerja diberikan setelah dilakukan Job Safety Analysis dan semua

persyaratan yang tertera di formulir terpenuhi. Formulir Ijin Kerja dibedakan

berdasarkan jenis pekerjaannya mengingat setiap pekerjaan memiliki jenis dan

tingkat potensi bahaya yang berbeda. Formulir ijin kerja yang dibuat di PT.

Wijaya Karya (Persero), Tbk. masih bersifat general (umum) dan belum

dikategorikan berdasarkan jenis pekerjaannya khususnya untuk penerapan di

Departemen Bangunan Gedung.

Page 3: BAB I.docx

B. Rumusan Masalah

Bedasarkan Latar Belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penulisan ini adalah “Bagaimana desain formulir ijin kerja yang sesuai untuk

diterapkan di Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero),

Tbk. berdasarkan jenis pekerjaannya”.

C. Tujuan

1. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Panas di Departemen Bangunan

Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

2. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Ketinggian di Departemen

Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

3. Membuat desain form checklist Ijin Kerja Listrik di Departemen Bangunan

Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

D. Manfaat

1. Penulis

a. Memenuhi persyaratan untuk pengangkatan sebagai pegawai organic

PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

b. Dapat mengetahui dan mengkaji Sistem Ijin Kerja yang diterapkan di

Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

c. Dapat mengimplementasikan ilmu yang dimiliki untuk berkontribusi di

Departemen Bangunan Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

Page 4: BAB I.docx

2. Perusahaan

Mendapat masukan mengenai formulir Ijin Kerja yang diterapkan

sehingga dapat melakukan tindakan perbaikan atau menindaklanjuti hasil

makalah yang disampaikan.

Page 5: BAB I.docx

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Tempat Kerja

Menurut Undang - Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja mendefinisikan tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan,

tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau

yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana

terdapat sumber atau sumber – sumber bahaya, termasuk semua ruangan,

lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian – bagian

atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Tempat kerja di

bidang konstruksi biasa dikenal dengan proyek dikarenakan sifatnya yang

komplek, tidak rutin, usahanya dibatasi oleh waktu, sumber daya dan

spesifikasi kinerja yang direncanakan untuk memenuhi kebutuhan

pelanggan.

2. Bahaya

Bahaya merupakan sesuatu yang berpotensi menyebabkan

terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan

dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan

sistem kerja (Tarwaka, 2008). Sumber bahaya merupakan sesuatu yang

merupakan inti atau pusat dari proses kegiatan yang mengakibatkan

timbulnya resiko, bisa berupa equipment, lokasi/area, sistem, peraturan,

produk, unit kegiatan, sumber daya manusia dan lain-lain (Soeripto, 2008).

Pada umumnya semua tempat kerja selalu terdapat sumber bahaya yang

Page 6: BAB I.docx

dapat mengancam keselamatan maupun kesehatan tenaga kerja (Sahab,

1997).

Sumber bahaya yang ada pada tempat kerja Departemen Bangunan

Gedung PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk. antara lain berasal dari :

a. Bahan

Bahaya dari bahan meliputi berbagai resiko sesuai dengan sifat

dan karakteristik bahan yang digunakan seperti solar yang mudah

terbakar, semen yang berbentuk serbuk sehingga sangat mudah ikut

masuk dalam pernafasan yang dapat menyebabkan gangguan saluran

pernafasan dan lain-lain.

b. Proses

Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung teknologi dan

cara kerja yang digunakan. Proses menggunakan teknologi modern

seperti barbender dan barcutter untuk mempermudah pekerjaan

pembesian menimbulkan berbagai macam potensi bahaya seperti

terjepit, terpotong, terkena aliran listrik dan lain-lain. Proses dengan

cara kerja yang sesuai prosedur juga masih menimbulkan resiko dan

potensi bahaya seperti bekerja di ketinggian yang dapat dikategorikan

sebagai pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi (High Risk).

Cara kerja lain yang berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau

kecelakaan berupa tindakan yang tidak aman (Unsafe Act) antara lain :

1) Cara mengangkat dan mengangkut (Manual Handling) yang salah

dan dipaksakan melebihi batas maksimal beban (40 kg).

Page 7: BAB I.docx

2) Posisi tubuh yang tidak benar sehingga dapat memicu timbulnya

kelainan akibat kelelahan otot seperti Muscoskeletal Disorders.

3) Menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai dengan

peruntukkannya dan lain sebagainya.

c. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar

para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan

tugas-tugs yang diembannya. Bahaya dari lingkungan kerja dapat

digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan

berbagai gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja serta

penurunan produktifitas dan efisiensi kerja. Bahaya faktor lingkungan

antara lain sebagai berikut :

1) Lingkungan Fisik

Bahaya lingkungan fisik adalah bahaya yang dapat dengan

mudah diidentifikasi keberadaan dan dampaknya. Bahaya

lingkungan fisik antara lain terlalu bising, kurang penerangan,

getaran dan suhu tempat kerja terlalu panas. Lingkungan fisik

dapat diukur dan dimonitor perubahannya dengan alat seperti

Soundlevel meter untuk mengukur tingkat kebisingan, Lux meter

untuk mengukur tingkat pencahayaan dan lain-lain.

2) Lingkungan Kimia

Bahaya yang bersifat kimia yang berasal dari bahan-]bahan

yang digunakan maupun bahan yang dihasilkan selama proses

produksi.

Page 8: BAB I.docx

3) Lingkungan Biologik

Bahaya biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari

serangga maupun dari binatang lainnya yang ada di tempat kerja.

4) Faal kerja atau Ergonomi

Gangguan yang bersifat faal karena beban kerja yang

diberikan terlalu berat atau dikarenakan adanya ketidaksesuaian

antara tenaga kerja dengan alat yang digunakan.

5) Sosial Psikologis

Gangguan jiwa dapat terjadi karena keadaan lingkungan

social tempat kerja yang tidak sesuai dan menimbulkan ketegangan

jiwa pada karyawan seperti hubungan antara atasan bawahan yang

tidak serasi.

3. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan menurut Suma’mur (1981) adalah kejadian yang tidak

terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga oleh karena di belakang

peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan, terlebih dalam bentuk

perencanaan. Tidak diharapkan karena kecelakaan disertai kerugian

material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling

berat.

Kecelakaan kerja terjadi karena terdapat potensi bahaya yang

beresiko akan tetapi tidak ditanggulangi keberadaannya. Pada dasarnya

penyebab kecelakaan kerja terdiri dari dua penyebab, yaitu :

Page 9: BAB I.docx

a. Unsafe Condition

Unsafe Condition atau kondisi yang tidak aman adalah kondisi

yang mengandung bahaya yang potensial, misalnya pekerjaan

dilakukan di tepi bangunan, instalasi listrik berserakan, jalan kerja

terhalang material dan lain-lain.

b. Unsafe Act

Unsafe Act atau tindakan yang tidak aman adalah setiap

tindakan yang tidak sesuai dengan aturan yang dibuat untuk menjamin

keselamatan di tempat kerja, dan hal tersebut jelas dilarang keras

seperti tidak mengenakan APD sesuai dengan jenis pekerjaannya,

melompati lubang dan lain-lain.

4. Ijin Kerja

Setiap proyek pasti memiliki tempat-tempat atau lokasi dimana

potensi bahayanya tinggi seperti bekerja di tepi bangunan, bekerja di ruang

terbatas, dan lain sebagainya sehingga memerlukan perhatian khusus

dalam pengerjaannya. Menanggapi adanya lokasi-lokasi kerja yang

memiliki potensi bahaya tinggi tersebut, maka perlu adanya tindakan

pencegahan (preventif) yang lebih ketat dari tempat kerja lainnya dengan

menerapkan prosedur kerja khusus berupa Ijin Kerja (Sahab, 1997).

a. Definisi

Ijin kerja adalah prosedur terdokumentasi yang dikeluarkan oleh

orang yang berwenang untuk memberikan ijin atas pekerjaan

berdasarkan waktu dan lokasi dengan mempertimbangkan potensi

bahaya serta resiko yang ada (www.hse.gov.uk). Ijin kerja

Page 10: BAB I.docx

dikategorikan berdasarkan potensi bahaya yang ada sesuai dengan

jenis pekerjaannya, seperti ijin kerja panas, ijin kerja di ketinggian, ijin

kerja listrik, ijin kerja radioaktif, dsb.

b. Tujuan

Tujuan penerapan sistem ijin kerja adalah untuk memberikan

pedoman bagi seluruh karyawan, tenaga kerja dan mitra kerja sehingga

memahami persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi sebelum

melaksanakan perkerjaan beresiko tinggi dan melaksanakan pekerjaan

di ruang terbatas (confined space) (WIKA-PEM-PM-03.05, 2008).

Menurut American Istitute of Chemical (1995) tujuan penerapan ijin

kerja adalah untuk mengontrol dan memonitor pekerjaan atau kondisi

tempat kerja guna memastikan adanya keselamatan/keamanan bagi

pekerja. Sahab (1997) menyebutkan tujuan pemberlakuan ijin kerja

antara lain sebagai berikut :

1) Supaya pengawas benar-benar mengetahui bahwa pekerjaan

tertentu akan dilaksanakan di lokasi yang menjadi tanggung

jawabnya, meliputi tipe pekerjaan, jumlah pekerja serta peralatan

yang digunakan sehingga bisa dilakukan langkah-langkah

pencegahan yang perlu agar apabila terjadi keadaan darurat bisa

segera mengambil langkah cepat untuk mengatasinya.

2) Agar setiappekerja yang ditugaskan melakukan pekerjaan

berbahaya benar-benar mengetahui resiko bahayanya dan telah

mengetahui prosedur kerja aman yang harus dilaksanakan dalam

Page 11: BAB I.docx

pekerjaan tersebut serta dilengkapi dengan alat-alat perlindungan

diri yang sesuai.

3) Mengidentifikasi bahaya serta pengendaliannya yang dapat

mengancam jiwa manusia dna asset perusahaan melalui

serangkaian pengecekan terhadap lokasi, bahaya, proses, instalasi

serta lingkungan kerja melalui Job Safety Analysis (JSA).

c. Dasar Hukum

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja bab III pasal 3,

disebutkan bahwa, “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga

kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi

bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi

yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,

pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)”. Sistem dan

pengawasan yang tercantum dalam Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) seperti diatur dalam Peraturan Mnteri

Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996 adalah sebagai berikut :

1) Petugas yang berkompeten telah mengidentifikasi bahaya yang

potensial dan telah menilai resiko-resiko yang timbul dari suatu

proses kerja.

2) Apabila upaya pengendalian diperlukan maka upaya tersebut

ditetapkan melalui tingkat pengendalian.

Page 12: BAB I.docx

3) Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan

diterapkan suatu “Sistem Ijin Kerja” untuk tugas-tugas yang

berisiko tinggi.

4) Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang

berkompeten dengan masukan dari tenaga kerja yang dipersyaratkan

untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang

ditunjuk.

5) Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara

benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak pakai.

6) Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan

dilakukan dengan aman dan mnegikuti prosedur yang telah

dilakukan.

7) Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan

tingkat resiko tugas.

d. Macam Ijin Kerja

Ijin kerja terbagi menjadi beberapa kategori sesuai dengan

karakteristik pekerjaannya. Sahab (1997) menyatakan ada beberapa

tipe ijin kerja seperti ijin kerja dingin, ijin kerja pengendalian dan ijin

kerja melakukan pekerjaan berbahaya yang terdiri dari ijin

menggunakan api, ijin kerja di ruang terbatas dan ijin kerja bernergi

panas. Lembaga Pembinaan Ketrampilan Kerja ALKON (1997)

menyebutkan perijinan kerja di daerah berbahaya meliputi :

Page 13: BAB I.docx

1) Ijin Kerja Panas

Diperlukan untuk jenis pekerjaan yang berkaitan dengan

penggunaan nyala api yang dapat menyalakan bahan yang mudah

terbakar. Pengecualian untuk hal tersebut adalah kendaraan dengan

sistem pmbakaran tertutup, dapur unit proses atau pembangkit

tenaga uap.

2) Ijin Kerja Dingin

Diperlukan untuk setiap pekerjaan kecuali pekerjaan rutin yang

tidak menggunakan atau menimbulkan nyala api seperti bekerja di

ketinggian, pembobokan dan lain-lain.

3) Ijin Ruang Terbatas (Confined Space)

Ijin masuk sangat penting apabila seseorang baik seluruh atau

sebagian tubuhnya harus masuk ke dalam ruangan tertutup dengan

akses terbatas seperti bejana (vessel), tangki, bak (pit), lubang

galian dengan kedalaman lebih dari 1,3 meter, atau tempat-tempat

lain yang terasa terdapat debu, gas, uap ataupun fume yang

berbahaya.

4) Ijin Penggalian

Setiap pekerjaan penggalian tanpa melihat berapapun dalamnya

penggalian tersebut harus dilengkapi dengan ijin penggalian.

Penggalian dengan kedalaman lebih dari 1,3 meter harus disertai

dengan ijin masuk ruang terbatas.

Page 14: BAB I.docx

5) Ijin Kerja Listrik

Merupakan surat pernyataan yang ditandatangani dan dikeluarkan

oleh pejabat listrik yang berwenang yaitu seseorang yang diberi

tugas untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan listrik ataupun

peralatannya.

6) Ijin Pekerjaan Radio Aktif

Digunakan untuk pekerjaan yang menggunakan pelaratan X-

Ray atau sumber radio aktif.

e. Form Ijin Kerja

Setiap sebelum melaksanakan pekerjaan, penanggung jawab fungsi

Safety Health and Environment (SHE) wajib menyampaikan informasi

terkait keselamatan dan kesehatan pekerja di lokasi kerja. Komunikasi

dapat dilakukan dengan berbagai cara baik lisan ataupun tertulis.

Komunikasi secara lisan mempunyai beberapa kelemahan seperti salah

dengar, salah intepretasi, susah didokumentasikan dan mudah lupa,

sedangkan komunikasi secara tertulis lebih mudah untuk ditangkap dan

didokumentasikan sehingga lebih mudah untuk diingat. Oleh karena

itu untuk pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi, penyampaian materi

secara lisan harus disertai dengan penyampaian informasi secara

tertulis dalam bentuk ijin kerja (work permit).

Setiap bentuk informasi baik instruksi atau persyaratan pekerjaan

dituliskan dalam formulir ijin kerja (Sahab, 1997). Tidak ada format

yang baku dalam penulisan formulir ijin kerja. Formulir disesuaikan

dengan jenis pekerjaan dan dicetak dalam tiga rangkap (triplicate)

Page 15: BAB I.docx

masing-masing untuk penanggung jawab fungsi SHE, penanggung

jawab area kerja (Pelaksana) dan pekerja yang mengajukan ijin kerja.

Formulir ijin kerja dicetak dengan nomor seri dan berbagai warna

seperti merah untuk ijin kerja panas, biru untuk ijin kerja dingin dan

kuning untuk ijin kerja masuk ruang terbatas (British Petroleum

Chemical, 1995).

British Petroleum Chemical (1995) menyebutkan ketentuan

formulir ijin kerja sebagai berikut :

1. Lokasi pasti dan deskripsi peralatan untuk pekerjaan yang akan

dilakukan harus tertera pada bagian atas ijin kerja.

2. Sifat dan metode pekerjaan yang akan dilakukan harus tertera,

termasuk peralatan yang akan digunakan.

3. Masa berlaku ijin kerja harus tertera pada formulir ijin kerja.

4. Formulir ijin kerja mencantumkan metode isolasi yang akan

digunakan dan adanya checklist yang berisi keadaan-keadaan yang

penting dan tindakan pencegahan yang sesuai dengan pekerjaan

yang dilakukan.

5. Pengesahan ijin oleh Operating Authority dan Performing

Authority sebagai penerima wewenang.

6. Penutupan ijin setelah pekerjaan selesai, penandatanganan

Operating Authority dan Performing Authority.

Operating Authority atau pemberi wewenang adalah orang yang

mengetahui mengenai bahaya-bahaya yang dapat terjadi dalam

pelaksanaan pekerjaan, sudah di training tentang sistem ijin kerja dan

Page 16: BAB I.docx

diberi wewenang untuk mengeluarkan ijin kerja. Sedangkan

Performing Authority atau penerima wewenang adalah orang yang

bertanggung jawab atas pekerjaan yang sedang berlangsung. Tanggung

jawab Operating Authority atau pemberi wewenang di proyek adalah

Safety Health Environment (SHE) dan penanggung jawab Performing

Authority atau penerima wewenang adalah Pelaksana lapangan

ataupun teknik.

5. Safety Health Environment (SHE) di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

Safety Health Environment (SHE) adalah unit yang bertanggung

jawab untuk memastikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan

Lingkungan. Fungsi utama SHE di tingkat proyek berdasarkan WIKA-

PEM-PM-02.02 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) dan Lingkungan PT. WIjaya Karya (Persero),

Tbk. adalah sebagai berikut :

a. Menghimpun mengolah data tentang K3L di tempat kerja.

b. Mengidentifikasi dan menjelaskan kepada setiap pegawai dan tenaga

kerja tentang :

1) Berbagai faktor bahaya dan aspek lingkungan di tempat kerja yang

dapat menimbulkan gangguan K3 dan lingkungan, termasuk

bahaya kebakaran, peledakan, tumpahan B3 serta cara

penanggulangannya.

2) Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan

produktifitas kerja.

Page 17: BAB I.docx

3) Alat pelindung diri yang sesuai bagi tenaga kerja yang

bersangkutan.

4) Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan

pekerjaannya.

c. Melaksanakan tanggung jawab dan wewenang K3L, antara lain :

1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja.

2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.

3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya dan dampak

lingkungan.

4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat

kerja, pencemaran lingkungan serta mengambil langkah-langkah

yang diperlukan.

5) Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan makanan tenaga

kerja.

6) Memeriksa kelengkapan K3.

7) Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.

d. Menghentikan proses pekerjaan yang sedang berlangsung, apabila

ternyata persyaratan K3L belum dipenuhi dan atau terdapat kondisi

yang membahayakan K3L dan mengijinkan dimulainya kembali proses

pekerjaan bila persyaratan telah dipenuhi.

e. Membuat laporan kegiatan penerapan SMK3L setiap bulan dan

dilaporkan kepada PJPU.

Page 18: BAB I.docx

BAB III

PEMBAHASAN

A. Sistem Ijin Kerja di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

Sistem ijin kerja yang diterapkan di PT. Wijaya Karya (Persero), Tbk.

bertujuan untuk memberikan pedoman bagi seluruh karyawan, tenaga kerja

dan mitra kerja sehingga mamahami persyaratan-persyaratan yang harus

dipenuhi sebelum melaksanakan pekerjaan yang beresiko tinggi dalam rangka

keselamatan dan kesehatan kerja dan melaksanakan pekerjaan di ruang

terbatas (confined space) (WIKA-PEM-PM-03.05). Prosedur sistem ijin kerja

dipergunakan diseluruh proyek / pabrik di lingkungan PT Wijaya Karya

(Persero) Tbk. sebelum memulai pekerjaan yang beresiko tinggi seperti :

1. Pelaksanaan Non Destructive Test (NDT) – Radiographic Test (RT).

Non destructive test yaitu pemeriksaan tanpa merusak hasil pengelasan

sedangkan radiographic test yaitu pengelasan dengan membuat foto

melalui metode penyinaran sinar radio aktif.

2. Pelaksaan pekerja tempat tinggi seperti pemasangan lift / passenger,

pemsangan penangkal petir dll.

3. Pelaksanaan trial erection tower dan inspeksinya.

4. Pelaksanaan Blasting . peledakan di tunnel / terowongan dan bawah air.

Blasting yaitu pekerjaan galian / pembongkaran dengan menggunakan

bahan peledak, TNT, gelatin dan sebagainya.

5. Pelaksanaan pekerjaan di ruang terbatas (confined space)

Ruang terbatas (confined space) adalah suatu ruangan yang terbatas, pintu

yang sempit yang tidak digunakan untuk suatu pekerjaan yang terus

Page 19: BAB I.docx

menerus tetapi digunakan untuk melakukan pekerjaan yang sesaat.

Tempat yang dikategorika sebagai confined space antara lain tangki,

boiler, sewer, furnace, tunnel, sumur, galian tanah dll.

Sistem ijin kerja diberlakukan untuk seluruh karyawan, tenaga kerja

dan mitra kerja yang akan memulai pekerjaan beresiko tinggi sehingga

diperlukan pemenuhan terhadap hal-hal yang dipersyaratkan untuk

mengajukan Ijin Kerja ke penanggung jawab fungsi SHE. Setiap jenis

pekerjaan memiliki resiko dan tingkat potensi bahaya yang berbeda sehingga

persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan pekerjaan pun

berbeda antara satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lain seperti :

1. Radiographic Test

a. Memasang rambu-rambu tanda bahaya radioaktif.

Gambar 3.1. Rambu Bahaya Radio Aktif

b. Memasang pita tanda pembatas daerah berbahaya radioaktif (radius

bahaya ditentukan oleh pelaksana radiography.

c. Melakukan pengumuman lewat pengeras suara agar semua orang

menjauhi area radiography.

Page 20: BAB I.docx

d. Memeriksa lokasi sekitar area untuk memastikan bahwa tidak ada lagi

orang berada di sekitar lokasi bahaya.

e. Memberitahu kepada pelaksana X-ray bahwa pelaksanaan radiography

test dapat dilakukan.

f. Selama penembakan radioaktif tidak boleh ada orang yang di dalam

pembatas daerah bahaya radioaktif termasuk pelaksana radiography

test.

2. Pelaksanaan blasting / pekerjaan peledakan

a. Memasang rambu-rambu tanda bahaya pelaksanaan blasting /

pekerjaan peledakan.

b. Memasang pita tanda pembatas daerah bahaya pelaksanaan blasting /

peledakan.

c. Melakukan pengumuman lewat pengeras suara agar semua orang

menjauhi area blasting / peledakan.

d. Memeriksa lokasi sekitar area untuk memastikan bahwa tidak ada lagi

orang berada di sekitar lokasi bahaya.

e. Memberitahu kepada pelaksana bahwa pekerjaan blasting / peledakan

dapat dilakukan.

f. Selama pelaksanaan blasting / peledakan tidak boleh ada orang yang di

dalam pembatas daerah bahaya.

3. Bekerja di ketinggian

a. Memastikan bahwa alat-alat bantu yang diperlukan sudah tersedia

lengkap dengan kondisi yang baik.

Page 21: BAB I.docx

b. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus dalam kondisi

sehat / tidak sakit dan orang yang tidak menderita takut pada

ketinggian.

c. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus terampil,

terlatih dan sudah berpengalaman.

d. Sewaktu pelaksanaan pekerjaan tidak boleh ada orang yang berada di

bawah tower atau pekerja di atap kecuali para pekerja.

e. Memepergunakan alat pelindung diri (helm, safety belt / body harness,

safety shoes, sarung tangan dan kaca mat alas bbila melaksanakan

pengelasan.

f. Bila menggunakan alat angkat maka harus dipastikan bahwa alat

angkat yang digunakan dalam kondisi yang baik.

4. Bekerja di ruang terbatas (confined space)

a. Pekerja yang melakukan pekerjaan di ketinggian harus dalam kondisi

sehat / tidak sakit dan orang yang tidak menderita takut pada tempat

sempit.

b. Pekerja harus terampil, terlatih, berpengalaman dan bekerja tidak boleh

sendirian.

c. Setiap orang yang masuk ruang terbatas harus mengenakan APD

sesuai (min. helm dan sepatu).

d. Memastikan hal-hal sebagai berikut berjalan dengan baik :

1) Pengetesan atmosfir

Bila diperlukan (khususnya untuk ruang di dalam tanah), sebelum

pekerjaan dimulai, dilakukan identifikasi atmosfir ruang terbatas.

Page 22: BAB I.docx

Pemeriksaan udara di ruang meliputi pemeriksaan kadar oksigen

dan gas berbahaya. Kondisi aman jikak kadar oksigen 19.5% -

23%. Jika diluar kondisi aman, dilakukan evakuasi ruang dan

dilakukan pemompaan udara sampai kondisi aman tercapai serta

kepada pekerja diwajibkan memakai respirator. Perlu dilakukan

identifikasi terhadap kondisi sekitarnya mengenai kemungkinan

kontaminasi gas berbahaya atau gas udah terbakar di dalam ruang.

2) Ventilasi

Penyediaan ruang opening ventilasi berikut exhaust blower untuk

memastikan udara mengalir di ruangan bila kadar oksigen kurang.

Ukuran ventilasi dan jumlah disesuaikan dengan luas ruang dan

jumlah orang.

3) Penerangan

Penyediaan penerangan yang cukup dan untuk ruang yang

dimungkinkan terdapat gas mudah terbakar digunakan penerangan

dengan menggunakan lampu yang tidak menimbulkan munculnya

penyalaan api, misalnya lampu bettery.

4) Jalur masuk – keluar dan evakuasi

Perlu disediakan jalur masuk – keluar yang cukup serta adanya

jalur evakuasi dalam kondisi darurat.

5) Dialarang menyalakan api dan atau merokok dalam ruang terbatas.

6) Penanganan material sesuai Material Safety Data Sheet (MSDS).

e. Untuk pekerjaan yang spesifik dan beresiko tinggi, maka dibuatkan

instruksi kerja tersendiri.

Page 23: BAB I.docx

Pelaksanaan ijin kerja harus diajukan oleh penanggung jawab

pekerjaan dalam hal ini pelaksana lapangan ataupun pelaksana mitra kerja dan

ijin kerja hanya dapat dikeluarkan oleh penanggung jawab fungsi SHE. Urutan

pelaksanaan ijin kerja berbahaya / beresiko tinggi di PT. Wijaya Karya

(Persero), Tbk. seperti pada table 3.1 berikut :

Tabel 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Pekerjaan Berbahaya / Beresiko Tinggi atau di Ruang Terbatas

No.

URAIAN KEGIATANPelaksana Pekerjaan

Safety Officer

Pj. Fungsi SHE

Keterangan

1. Mengajukan ijin kerja Gambar 3.2

2. Melakukan inspeksiMemastikan bahwa perlengkapan APD telah dipenuhi

Gambar 3.3

3. Mengajukan ijin kerja yang dibuat oleh pelaksana / mitra kerja dengan melampirkan hasil inspeksi

4. Menerima laporan hasil inspeksi dan pengujian ijin kerja

5. Memeriksa, mereview hasil inspeksi

6. Memberikan persetujuan ijin kerja

7. Melakukan pengawasan selama pekerjaan berlangsung

Penanggung jawab pekerjaan (pelaksana) baik tenaga kerja atau mitra

kerja mengajukan ijin kerja ke penanggung jawab fungsi SHE dan mengisi

form seperti Gambar 3.2 berikut.

Ya

Tidak

Page 24: BAB I.docx

Setelah itu safety officer bertugas untuk melakukan inspeksi di area kerja

yang diajukan terkait keselamatan dan kesehatan kerja. Inspeksi dilakukan

untuk mengidentifikasi potensi bahaya yang ada di area tersebut beserta

pengendaliannya atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan Job Safety

Analysis (JSA). Inspeksi dilakukan dengan menggunakan bantuan formulir

inspeksi untuk memastikan bahwa tidak ada aspek keselamatan yang

terlewat dalam pelaksanaannya seperti pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Lembar Inspeksi Sebelum Pelaksanan Pekerjaan

Langkah berikutnya dalam pengajuan ijin kerja adalah pelaksana

mengajukan form ijin kerja yang telah diisi disertai dengan lampiran lembar

inspeksi yang diperoeh dari safety officer kepada penanggung jawab fungsi

SHE. Penanggung jawab fungsi SHE bertugas memeriksa dan mereview hasil

inspeksi yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ijin kerja. Ijin

kerja diberikan apabila seluruh aspek keselamatan yang ada pada lembar

inspeksi dalam keadaan aman dan catatan yang ada telah dipenuhi. Setelah ijin

Page 25: BAB I.docx

kerja diberikan maka penanggung jawab SHE harus mengawasi berjalannya

pekerjaan yang beresiko tinggi yang memerlukan pengawasan khusus.

Form ijin kerja yang ada di atas masih bersifat umum dan kurang

sesuai apabila diterapkan ke setiap jenis pekerjaan dikarenakan tiap-tiap

pekerjaan memiliki resiko dan tingkat bahaya yang berbeda-beda. Resiko dan

tingkat potensi bahaya yang variatif maka penanganan yang dilakukan berbeda

sesuai dengan jenis pekerjaannya. Contohnya untuk pekerjaan di ketinggian

maka perlu dilihat apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum

dengan lokasi dan cara kerja yang digunakan. Misal pekerjaan pemasangan

pembesian kolom dapat dilakukan dengan menggunakan tangga atau

Elevating Work Platform (EWP) atau dengan sistem pengamanan body

harness dinilai dari segi efektifitas dan aspek keselamatannya. Perbedaan

metode kerja yang digunakan, maka berbeda pula potensi dan resiko bahaya

yang harus dinilai sebelum ijin kerja diberikan. Ijin kerja diatas belum

mencantumkan checklist potensi bahaya sesuai dengan jenis pekerjaannya,

batas masa berlaku ijin kerja, uraian pekerjaan