1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan
bagi Bangsa Indonesia adalah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20
Tahun 2003 itu dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu langkah kongkrit peningkatan mutu pendidikan adalah
pemberdayaan satuan pendidikan agar mampu berperan sebagai subyek
penyelenggara pendidikan, yang diberi kewenangan dan peran luas untuk
merancang serta melaksanakan pendidikan sesuai dengan potensi dan kondisi
masing-masing, dengan tetap mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Contoh gambaran dari program peningkatan mutu pembelajaran di sekolah dapat
dilihat dari kemampuan dan kemauan warga sekolah, khususnya peserta didik untuk
mengungkap proses informalisasi dan kemajuan teknologi. Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan
komunikasi telah memberi pengaruh terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam
2
proses pembelajaran. Hal ini semakin membuktikan bahwa salah satu tuntutan
global dunia pendidikan adalah penguasaan terhadap TIK.
Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan pedayagunaan TIK telah
dikeluarkan berbagai kebijakan antara lain adanya Keppres No.26/2006 tentang 7
(tujuh) flagship program pemerintah yang berkaitan dengan TIK, salah satunya
diemban oleh Depdiknas yaitu mengenai adanya program e-pendidikan. Tiga butir
dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 pada bagian 4.2.7 tentang Penguatan dan
perluasan pemanfaatan TIK di bidang pendidikan dikatakan bahwa: a)
Pengembangan sistem pengelolaan pengetahuan untuk mempermudah dalam
berbagi informasi dan pengetahuan antar peserta didik dan tenaga pendidik; b)
Pengembangan pusat sumber belajar berbasis TIK pada pendidikan dasar dan
menengah; c) Peningkatan kemampuan SDM untuk mendukung pendayagunaan
TIK di pusat dan daerah.
Bicara tentang kreativitas dan inovasi sekolah dalam era teknologi informasi
dan komunikasi sekarang ini, tentu tak lepas dari peran pengetahuan dan teknologi
sebagai kekuatan penggeraknya. Karena itu, membina anak didik masa kini berarti
mempersiapkan kemampuan mereka untuk dapat menyerap ilmu pengetahuan dan
teknologi yang menunjang proses industrialisasi itu. Knowledge management (KM)
pun menjadi salah satu perangkat yang mampu menyokong kebutuhan akan
pengetahuan dalam organisasi pendidikan. Dimana knowledge tersebar dan tercipta
di sekolah, semenjak dari penentuan visi dan misi sekolah, penentuan strategi dan
target pembelajaran, perancangan desain kurikulum, pembuatan lesson plan,
penyusunan modul dan bahan pengajaran (paper, video, songs, media dsb) serta
3
worksheet, sampai kepada bahan evaluasi. Manajemen pengetahuan merupakan
paradigma pengelolaan informasi yang berasal dari pemikiran bahwa pengetahuan
yang murni sebenarnya tertanam dalam benak dan pikiran setiap manusia. Karena
itu perlu dibangun suatu mekanisme penyebaran informasi dan pengalaman dari
sumber daya manusia yang ada agar terjadi peningkatan pengetahuan di masing-
masing individu dalam organisasi khususnya sekolah. Disinilah pentingnya
mengelola pengetahuan yang ada sebagai asset sekolah sehingga berbagai inovasi
dapat dilakukan terus menerus untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas
pembelajaran karena manajemen pengetahuan dapat membantu suatu organisasi
dalam memecahkan suatu masalah yang kemudian mengembangkan pengetahuan
baru untuk menyelesaikan masalah tersebut, itulah yang disebut inovasi, Sangkala
(2007).
Pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kualitas SDM makin diperkuat
dengan kecenderungan yang terus berkembang tentang makin pentingnya posisi
pengetahuan dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era
global dewasa ini. Jeffrey Pfeffer merupakan salah satu ahli manajemen dari
Harvard, mengemukakan bahwa keunggulan organisasi semakin ditentukan oleh
keunggulan dari manusia-manusia di dalamnya kemudian ahli competitiveness
Michael E.Porter mempunyai premis bahwa keunggulan setiap organisasi Negara,
ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya, Riant Nugroho (2008). Jadi kesimpulan
dari 2 pendapat tadi adalah keunggulan setiap organisasi, tidak peduli bisnis, LSM,
hingga publik, lebih banyak ditentukan oleh keunggulan manusia-manusia di
dalamnya. Hal itu karena isu yang dihadapi semuanya bermuatan pengetahuan
4
(knowledge) dan hanya manusia yang bisa mengelola serta mengembangkan
pengetahuan, bukan mesin, bukan uang.
Berkembangnya manajemen pengetahuan dalam mengelola SDM
menjadikan perlunya lembaga pendidikan melakukan antisipasi terhadapnya, hal ini
didasarkan pada alasan-alasan berikut:
1. Pendidikan atau lembaga pendidikan bergerak dalam membina peserta didik
untuk meningkatkan pengetahuannya yang dapat bermanfaat dan atau
dimanfaatkan pemiliknya untuk menjalankan perannya di masyarakat.
2. Oleh karena itu maka lembaga pendidikan harus mengelola pengetahuannya
guna mencapai tujuan yang ditetapkan yang meninfkatkan kualitas SDM baik
dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang nantinya akan sangat
bermanfaat bagi kehidupan dirinya maupun masyarakat.
Proses pembelajaran di sekolah harus mampu mendidik para siswa menjadi
orang-orang kreatif, dan ini hanya mungkin dilaksanakan bila organisasi sekolah itu
sendiri menjadi organisasi pembelajar dimana seluruh anggota organisasi mampu
meningkatkan kemampuan belajarnya dalam rangka meningkatkan kemampuan
organisasi sekolah dalam menghadapi berbagai perubahan, bahkan perlu terus
diupayakan lebih jauh agar organisasi sekolah dapat melakukan langkah-langkah
antisipasi terhadap perubahan yang mungkin terjadi, dan ini berarti pembelajaran
adaptif perlu terus dibarengi dengan pembelajaran generatif yang merupakan ciri
dari organisasi pembelajar. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak bisa lagi
melakukan respon yang biasa dalam menghadapi kenyataan tersebut, ini berarti
diperlukan komitmen bersama bahwa mendidik dan membelajarkan memerlukan
5
kondisi organisasi yang juga mampu mensinergikan pengetahuan yang ada di
dalamnya dan mengintegrasikannya dalam proses pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, dan itu berarti lembaga pendidikan perlu menjadi Learning Organization.
Bagaimana manusia akan survive dalam suatu dunia yang penuh dengan resiko.
Pertanyaan ini menjadi relevan karena Indonesia hari ini dan dimasa akan dating
memasuki tahun yang penuh resiko. Jawaban dari masalah tersebut dikemukakan
oleh HAR Tilaar dalam Riant Nugroho (2008).
“Di dalam masyarakat yang sederhana, menghadapi dunia yang penuh resiko dapat menghancurkan masyarakat itu. Tetapi kebudayaan manusia telah memberikan manusia dengan sejumlah kemampuan untuk menghadapi perubahan-perubahan sekitanya, baik perubahan-perubahan alamiah, perubahan dunia ide, dan perubahan-perubahan sosial budaya lainnya. Itulah ilmu pengetahuan yang telah dikumpulkan dan dikembangkan di dalam kebudayaan umat manusia. Dengan pengetahuan, manusia menghadapi kenyataan hidupnya.”
Pemikiran di atas sejalan dengan Peter Ferdinand Drucker dalam Riant
Nugoho (2008) yang mengemukakan bahwa masyarakat bukan lagi masyarakat
kapitalis atau sosialis, melainkan masyarakat pengetahuan yaitu masyarakat yang
berbasiskan pengetahuan.
“Knowledge is the only meaningfull resource today. The traditional „factors of production‟-land, labour, and capital- have not disaapeared. But they have become secondary. They can be obtained, and obtained easlily, provided there is knowledge. And knowledge in this new meaning knowledge as a utility, knowledge as the means to obtain social and economic results….the economic challenge of the post capital society will therefore be the productivity of knowledge work and knowledge worker.”
Jika pemikiran Tilaar memberikan penekanan yang bersifat makro, yaitu
bahwa kebutuhan dari setiap Negara bangsa hari ini adalah mempuyai warga
Negara yang mempunyai kemampuan yang unggul dalam mengambil keputusan di
zaman perubahan, sementara Drucker memberikan penekanan mikro, bahwa
6
keunggulan suatu korporasi ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan produk
yang ditentukan oleh muatan pengetahuan di dalamnya, Riant Nugroho (2008).
SMA Negeri 1 Marioriwawo, seperti juga organisasi lainnya, merupakan
kesatuan sosial (social entity) dengan batas-batas yang relatif dapat diidentifikasikan
dan dapat dikendalikan secara sadar pada satu arah yang konsisten. Sebagai suatu
kesatuan sosial SMA Negeri 1 Marioriwawo terdiri dari kelompok orang dengan sifat
dan perilaku individu yang berbeda-beda, berinteraksi, saling mempengaruhi dan
mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Sebagai suatu lembaga
pendidikan dan penelitian, keluaran (output) yang dihasilkan adalah manusia yang
mempunyai kualitas pengetahuan dan keterampilan, produk-produk ilmiah serta jasa
untuk berbagai kegiatan masyarakat. Asupan (input) , proses dan keluaran (output)
SMA Negeri 1 adalah perilaku, pengetahuan, dan keterampilan, yang menyatu pada
manusia. Sebagai suatu masyarakat pengetahuan (knowledge society), kompetensi
inti (core competence) SMA Negeri 1 adalah pada staf pengajar dan siswanya
sebagai satu kesatuan modal intelektual sehingga kinerja (performance) ditentukan
oleh kualitas staf pengajar dan siswanya.
SMA Negeri 1 Marioriwawo terletak di Kabupaten Soppeng Sul-Sel dan mulai
tahun 2010 sudah beralih dari RSSN/RSKM menjadi SMA Model SKM-PBKL-PSB
setelah lulus verifikasi dari Dirjen Kementrian Pendidikan Nasional. Prestasi ini
tergolong luar biasa, bagaimana tidak program 3 tahun RSSN/RSKM dijalani 2009
hanya dengan 1 tahun kemudian (2010) diverifikasi dan dinyatakan layak untuk
menjadi sekolah model SKM-PBKL-PSB. Sekolah model PSB ini juga adalah salah
satu sasaran mutu sekolah, dan dalam rangka menyelenggarakan proses PSB ini
7
maka sekolah seyogyanya mencari alternatif solusi untuk bagaimana nantinya model
pembelajaran harus berbasis tik. Jadi dengan melihat kebutuhan sekolah dalam
penguasaan TIK serta menjadi sekolah model PSB (Pusat Sumber Belajar), maka
sekolah kemudian membentuk sebuah tim yang bertanggung jawab untuk
menciptakan atau mengakuisisikan pengetahuan baik berupa tasit maupun eksplisit
untuk dirumuskan menjadi sebuah produk yang menjawab permasalahan di atas.
Disinilah peran dari aktivitas manajemen pengetahuan khususnya pada proses
penciptaan pengetahuan menyangkut TIK. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa
untuk menciptakan pengetahuan baru atau inovasi adalah dengan menggali potensi
yang ada dari tiap individu-individu, dan memanfaatkan pengetahuan seseorang
berdasarkan pengalamannya ataupun keahliannya. Artinya inovasi itu lahirnya dari
pengetahuan SDM itu sendiri bukan melalui mesin atau asset tangible lainnya,
karena untuk dapat terus mengembangkan inovasi yang unik dan kreatif, maka
organisasi tidak semata-mata hanya bertumpu pada sumber daya finansial,
bangunan, tanah, teknologi, dan asset-aset lain yang bersifat tangible saja. Justru
perkembangan saat ini menunjukkan fakta bahwa organisasi apapun seharusnya
bertumpu pada asset pengetahuan, baik itu pengetahuan tasit maupun eksplisit,
Sangkala (2007).
Sangkala (2007) mengemukakan bahwa dalam proses penciptaan
pengetahuan terdapat berbagai tahapan yang dimulai dari memperluas pengetahuan
dengan mengikuti pelatihan dan sebagainya, dilanjutkan dengan pembentukan tim
untuk menciptakan konsep baru yang kemudian dikristalisasikan, diujicobakan untuk
mendapat feedback sampai pada lahirnya suatu produk. Jadi nantinya produk yang
8
diciptakan tersebut adalah berupa program pembelajaran baru yang lebih efektif dan
efisien dan tentunya berbasis tik.
Rasa saling percaya (trust) harus dikembangkan dan dibina antar individu-
individu dan antara individu-individu dengan pimpinan SMAN 1, demikian pula pada
unit-unit kecil yang terdesentralisasi (misalnya, kelompok keahlian). Bila rasa saling
percaya tidak mampu ditanamkan akan timbul kondisi dimana semakin tinggi
kompetensi individu-individu mengakibatkan semakin rendah modal intelektual. Nilai-
nilai kebersamaan (share values), yang disusun bersama-sama oleh individu-
individunya harus menjadi landasan yang dipercaya untuk meraih cita-citanya.
Budaya saling percaya mempercayai yang dilandasi oleh nilai-nilai kebersamaan
akan mendorong terciptanya jejaring (network) dan aliansi strategis (strategic
alliance ) yang sinergistik.
Dalam penciptaan konsep baru dalam rangka e-pendidikan di SMAN 1 ini
tentu saja tidak luput dari beberapa masalah yang terjadi. Idealnya ketika sekolah
menerapkan manajemen pengetahuan khususnya pada proses penciptaan
pengetahuannya, hendaklah melalui proses yang matang dan berkelanjutan, mulai
dari tahap memperluas pengetahuan, kemudian berbagi pengetahuan, sampai pada
menghasilkan suatu pengetahuan baru sehingga akan menentukan sejauh mana
keberhasilan dari proses penciptaan pengetahuan tersebut. Berdasarkan penjajakan
awal saya, melalui observasi langsung dan wawancara kepada wakil kepala sekolah
serta salah seorang staf tenaga administrasi, ditemukan berbagai kendala yang
menghambat berkaitan dengan penciptaan pengetahuan di sekolah ini. Adapun
kendala teknisnya adalah masalah integrasi sistem, antara sistem yang lama dan
9
sistem yang baru yaitu TIK sendiri. Banyak pegawai yang belum terintegrasi dengan
pekerjaannya menyangkut TIK ini karena baik pegawai maupun guru belum
termotivasi untuk berkontribusi, termasuk beberapa anggota yang tergabung dalam
tim PSB/SIM. Dikarenakan pula belum adanya penghargaan dari keefektifan
mengelola dan mengembangkan penciptaan pengetahuan. Masalah lain yang
muncul dalam proses penciptaan pengetahuan di sekolah tersebut adalah masih
terdapatnya beberapa anggota tim yang tidak bekerja maksimal dan cenderung
bebera orang saja yang bekerja dan belum bekerja secara tim yang utuh. Selain itu
proses penciptaan pengetahuan ini juga secara umum belum melalui tahap-tahap
yang ideal, dan masih tidak efektif. Pada sarana dan prasarana yang kurang
mendukung proses penciptaan pengetahuan, fasilitas-fasilitas seperti komputer dan
koneksi internet, masih sangat minim. Banyak komputer-komputer di sekolah ini
yang sudah tua dan jaringan speedy hanya di satu titik padahal untuk bisa maksimal
harus terdapat tiga titik speedy di sekolah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “PENCIPTAAN PENGETAHUAN DI SMA NEGERI 1
MARIORIWAWO KABUPATEN SOPPENG : STUDI KASUS PENCIPTAAN
WEBSITE SEKOLAH/PSB ”.
I.2. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan,
permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana proses
penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo kabupaten soppeng dengan studi
kasus penciptaan website sekolah/PSB?
10
I.3. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah penelitian yang telah diungkapkan,
ditentukan tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: Untuk
mengetahui, menganalisa, mendeskripsikan dan menginterpretasikan proses
penciptaan pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo kabupaten soppeng dengan studi
kasus penciptaan website sekolah/PSB.
I.4. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk :
1. Manfaat Akademik
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai referensi yang dapat menunjang
untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Administrasi
Negara (study manajemen publik) dan sebagai bahan masukan ataupun
komparasi bagi penelitian-penelitian yang selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan informasi,
masukan (input) dan komparasi dalam melakukan aktivitasnya bagi dunia
pendidikan, khususnya pada SMA Negeri 1 Marioriwawo Kabupaten
Soppeng.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Manajemen Pengetahuan
II.1.1. Definisi Pengetahuan
Untuk memudahkan memahami perbedaan antara data informasi, dan
pengetahuan maka Davenport dan Prusak (1998) dalam Bambang Setiarso (2009),
membedakan pengertian ketiganya yaitu:
“knowledge is neither data nor information, though it related to both, and the
differences between these terms are often a matter of degree”.
1. Data is a set of discrete,objective facts about events
Seperti yang dicontohkan oleh Davenport dan Prusak, bila seseorang
pelanggan datang untuk mengisi tanki mobilnya ke pompa bensin, maka
transaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagian oleh data, yaitu berapa uang
yang harus dibayarkan, berapa liter bensin yang diisikan, namun tidak
menjelaskan mengapa pelanggan itu datang ke pompa bensin, kualitas
pelayanan pompa bensin, dan tidak dapat meramalkan kapan lagi pelanggan
tersebut akan kembali ke pompa bensin. Dalam organisasi, data terdapat dalam
catatan-catatan (records) atau transaksi-transaksi.
2. Information is data that makes a difference.
Kata inform sejatinya berarti to give shape atau untuk memberi bentuk,
dan informasi ditujukan untuk membentuk orang yang mendapatkannya, yaitu
untuk membuat agar pandangan atau wawasan orang tersebut berbeda
12
(dibandingkan sebelum memperoleh informasi). Sebagai contoh pelanggan
mengisi tanki mobilnya dengan bensin premix, bukan premium, pernyataaan
tersebut merupakan informasi. Menurut Peter Drucker dalam Bambang Setiarso
(2009), tidak seperti data, informasi mempunyai makna (meaning) yang
ditimbulkan oleh relevansi dan tujuan yang diberikan oleh penciptanya. Misalnya
pembei informasi menyampaikan bahwa pelanggan mengisi tanki mobilnya
dengan bensin premix, bukan premium, mengandung tujuan tertentu yang
dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang
dikaitkan dengan lawan bicara, atau mengandung relevansi tertentu yang
dikaitkan dengan topic pembicaraan. Davenport dan Prusak memberikan metode
mengubah data menjadi informasi melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf
C: contextualized, calculated, corrected, dan condensed. Dalam organisasi,
infomasi terdapat dalam pesan (messages).
3. Knowledge is a fluid mix of framed experience, values, contextual
information,and expert insight that provides a framework for evaluating
and incorporating new experiences and information. It originates and is
applied in the minds of knowers. In organizations, it often becomes
embedded not only in documents or repositories but also in organizational
routines, processes, practices, and norms.
Davenport dan Prusak memberikan metode mengubah informasi menjadi
pengetahuan melalui kegiatan yang dimulai dengan huruf C: comparation,
consequences, connections, dan conversation. Dalam organisasi, pengetahuan
diperoleh dari individu-individu atau kelompok orang-orang yang mempunyai
13
pengetahuan, atau kadang kala dalam rutinitas organisasi. Pengetahuan diperoleh
melalui media yang terstuktur seperti: buku dan dokumen, hubungan orang-ke-orang
yang berkisar dari pembicaraan ringan hingga ilmiah.
Definisi pengetahuan menurut Bergeron dalam Bambang Setiarso (2009)
adalah:
“informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman. Jadi pengetahuan merupakan kombinasi metadata dan kesadaran terhadap suatu konteks dimana metadata dapat diterapkan dengan sukses.”
Dalam buku yang ditulis oleh Von Krough, Ichiyo, serta Nonaka (2000) dan
Chun Wei Choo (1998), disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian
knowledge dalam Bambang Setiarso dkk (2009) adalah sebagai berikut:
1. Knowledge merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan
(justified true believe).
Seorang individu membenarkan (justifies) kebenaran atas
kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila
seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas
suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah
dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari
kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan
pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta-fakta, namun suatu
proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru.
Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan system kepercayaan
(belief systems) dimana perasaan atau system kepercayaan itu bisa tidak
disadari.
14
2. Knowledge merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit).
Beberapa pengetahuan dapat dituliskan di kertas, diformulasikan
dalam bentuk kalimat-kalimat, atau diekspresikan dalam bentuk gambar.
Namun ada pula pengetahuan yang terkait erat dengan perasaan,
keterampilan dan bentuk bahasa utuh, persepsi pribadi, pengalaman fisik,
petunjuk praktis (rule of thumb) dan institusi. Pengetahuan terbatinkan
seperti itu sulit sekali digambarkan kepada orang lain. Mengenali nilai dari
pengetahuan terbatinkan dan memahami bagaimana menggunakannya
merupakan tantangan utama organisasi yang ingin terus menciptakan
pengetahuan.
3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang
memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut.
Apa yang dimaksud dengan konteks yang memungkinkan terjadinya
penciptaan pengetahuan adalah ruang bersama yang dapat memicu
hubungan-hubungan yang muncul. Dalam konteks organisional, bisa berupa
fisik, maya, mental atau ketiganya. Pengetahuan bersifat dinamis, relasional
dan berdasarkan tindakan manusia, jadi pengetahuan berbeda dengan data
dan informasi, bergantung pada konteksnya.
4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama yaitu:
a. Berbagi knowledge terpikirkan (tacit)
b. Menciptakan konsep
c. Membenarkan konsep
d. Membangun prototype
15
e. Melakukan penyebaran knowledge tersebut.
II.1.2. Definisi Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan berakar pada banyak disiplin ilmu, dengan
demikian banyak pula definisi mengenai manajemen pengetahuan. Definisi itu juga
makin beragam dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan
pengetahuan. Cara pandang terhadap pengetahuan juga menentukan definisi
manajemen pengetahuan tersebut.
Beberapa ahli mencoba memberikan definisi mengenai manajemen
pengetahuan, namun masing-masing definisi memiliki makna yang berbeda-beda.
Menurut Sangkala (2007 : 6), misalkan saja ketika seorang akuntan diminta untuk
mendefenisikan manajemen pengetahuan, mereka akan mengatakan bahwa
manajemen pengetahuan terkait dengan pengukuran modal intelektual (intellectual
capital measuring) perusahaan. Sementara itu jika ditanyakan kepada para ahli
teknologi informasi, manajemen pengetahuan lebih dimaknai sebagai aspek
manajemen terutama terkait dengan sistem jaringan computer, bank data,
pengintegrasian sistem, dan sebagainya. Munculnya pemaknaan yang berbeda
pada hakikatnya tidak salah karena dikemukakan dalam perpektif individual.
Salah satu definisi manajemen pengetahuan menurut para ahli adalah
seperti yang dikemukakan oleh Horwitch dan Armacost (2002) dalam Sangkala
(2007 : 6):
“Manajemen pengetahuan adalah sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.”
16
Lebih lanjut, menurut Lendy Widayana (2005:5) mengemukakan bahwa :
“Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.” Dalam berbagai literatur, dikemukakan bahwa pada prinsipnya manajemen
pengetahuan mencoba untuk menjawab pertanyaan tentang: pengelolaan
pengetahuan yang memungkinkan adanya proses penciptaan pengetahuan dan
pengorganisasian pengetahuan. Tujuan akhir dari manajemen pengetahuan adalah
menarik keuntungan dari setiap individu yang berbeda dalam organisasi, khususnya
mendorong terjadinya transfer pengetahuan, mendukung penyebaran serta
penggunaan kembali pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga mendorong dan
memfasilitasi bebasnya aliran pengetahuan antar berbagai komponen dalam
organisasi, dan menjadi basis bagi percepatan pembelajaran dan pengembangan
secara sistematis kemampuan organisasi.
Jadi pada intinya manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang
dibuat untuk membantu organisasi dalam melakukan penciptaan,
pendokumentasian, pengumpulan, penyimpanan, penggolongan, pemanfaatan dan
penyebaran serta pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat sehingga
mudah digunakan kapanpun diperlukan oleh siapa saja sesuai tingkat kebutuhan
dan kompetensinya.
II.1.3. Model Sistem Manajemen Pengetahuan
Dalam buku yang ditulis Bambang Setiarso, Nazir Harjanto Triyono, dan
Hendro Subagyo (2009) bahwa untuk merancang sistem manajemen pengetahuan
17
yang dapat membantu organisasi untuk meningkatkan kinerjanya, diperlukan empat
komponen.
Gambar 1
Sistem knowledge management
Sumber: Bambang Setiarso, dkk, Penerapan Knowledge Management pada Organisasi: Yogyakarta: 2009
1. Aspek manusia.
Disarankan pada organisasi untuk menunjuk atau mempekerjakan
seorang document control yang bertanggungjawab mengelola sistem
knowledge management dengan cara mendorong para karyawan untuk
mendokumentasikan dan mempublikasikan knowledge mereka, mengatur
file, menghapus knowledge yang sudah tidak relevan, dan mengatur sistem
reward and punishment.
18
2. Proses.
Telah dirancang serangkaian proses yang mengaplikasikan konsep
model SECI dalam pelaksanaanya.
3. Teknologi
Telah dibuat usulan penambahan infrastruktur yang diperlukan untuk
menunjang berjalannya sistem knowledge management yang efektif.
4. Content (isi)
Telah dirancang content dari sistem knowledge management yaitu
berupa database knowledge dan dokumen yang dibutuhkan karyawan untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya.
II.1.4. Manfaat Manajemen Pengetahuan
Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi.
1. They facilitate the collection, recording, organizing, filtering, analysis,
retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This explicit knowledge
consists of all documents, accounting records, and data stored in computer
memories. This information must be widely and easily available for an
organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent
that it is able to do this.
2. They facilitate the collection, recording, organizing, filtering, analysis,
retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge
consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This
19
“how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of
employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify
these “best practice”, store them, and disseminate them through-out the
organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive
employee turnover. It makes tacit knowledge explicit.
3. They can also perform an explicit strategic function. Many feel that in a fast
changing business environment, there is only one strategic advantage that is
truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so agile
that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is
only possible with an adaptive system like a KMS which creates learning
loops that automatically adjust the organization knowledge base every time it
is used.
4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply
chain with the use of extranet based knowledge portals.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa manfaat dari manajemen
pengetahuan adalah:
1. Memfasilitasi pengumpulan, rekaman, pengorganisasian, penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan ekspilisit. Pengetahuan
eksplisit yang dimaksud terdiri dari seluruh dokumen dan data yang disimpan
di komputer. Informasi ini harus secara menyeluruh dan dengan mudah
tersedia untuk kelangsungan organisasi.
2. Memfasilitasi pengumpulan, rekaman, pengorganisasian, penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan implisit. Pengetahuan
20
implisit yang dimaksud terdiri dari prosedur informal dan tidak terekam,
latihan dan keahlian. Pengetahuan ini penting karena dapat menunjukkan
komopetensi pegawai.
3. Dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Banyak yang
merasakan bahwa dalam perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat,
hanya ada satu manfaat strategis yang benar-benar dapat bertahan yaitu
untuk membangun suatu organisasi agar selalu waspada, gesit dan dapat
mengatasi segala perubahan. Ketangkasan ini hanya mungkin dilakukan
dengan mengadaptasi suatu sistem seperti manajemen pengetahuan yang
menciptakan lingkaran pembelajaran yang secara otomatis menyesuaikan
dasar pengetahuan organisasi setiap kali digunakan.
4. Ketiga manfaat yang disebutkan di atas dapat diperluas dengan
menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.
Berdasarkan 4 manfaat di atas yang dikemukakan oleh Webster Online
Dictionary bahwa manfaat manajemen pengetahuan pada intinya adalah untuk
memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis,
temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit, serta
dapat menunjukkan fungsi strategis dengan jelas dapat diperluas dengan
menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.
Menurut Frappaolo dan Toms dalam Dewiyana (2008 : 10), fungsi aplikasi
manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:
21
1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia
dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match)
kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara
optimal. Dengan demikian, Intermediation menjamin transfer pengetahuan
berjalan lebih efisien.
2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat
penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin.
Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan.
3. Internalization: adalah “pengembilan” (extraction) pengetahuan dari tempat
penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk
disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi
pengguna dalam bentuk lebih cocok dengan pemahamannya. Maka fungsi ini
mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan.
4. Cognition: adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang
didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan
pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu.
5. Measurement: yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur,
memetakan dan mengkuantitaskan pengetahuan korporat dan performance
dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi
lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen
pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan
pencari pengetahuan dari pikiran pemiliknya ketempat penyimpanan eksternal.
22
II.1.5. Aktivitas Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan bagi bidang pendidikan bukanlah hal baru karena
aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktivitas keseharian dan semua
manajemen pengetahuan identik dengan kegiatan rutin di sekolah-sekolah.
Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi pengadaan, penyaringan, pengorganisasian,
penyimpanan, penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan.
Menurut definisi konsultan internasional terkemuka Accenture yang dikutip
oleh Kaham (2008 : 1) dalam www.pdf.com “Penerapan Manajemen Pengetahuan”:
“Manajemen pengetahuan adalah suatu proses pengelolaan sistematis yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan pendistribusian informasi, pengetahuan dan pengalaman untuk menunjang pencapaian tujuan organisasi.”
Sedangkan Sangkala (2007:95) menyatakan bahwa aktivitas utama
manajemen pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, akuisisi pengetahuan,
transfer dan pengubahan pengetahuan, penyimpanan dan penggunaan kembali
pengetahuan.
Dari kedua pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa keduanya
menyimpulkan aktivitas manajemen pengetahuan yang kurang lebih sama. Yaitu
penciptaan, penyampaian atau transfer, penyimpanan dan penggunaan kembali
pengetahuan.
1. Penciptaan Pengetahuan
Penciptaan pengetahuan dalam organisasi dapat dilakukan dengan
enam langkah, yaitu memperluas dan mengembangkan pengetahuan
pribadi, berbagi tacit knowledge individu melalui interaksi social sehingga
muncul persepktif baru, mengeksternalkan perspektif yang sudah tercipta
23
tersebut ke dalam bentuk konsep, konsep yang sudah tercipta tersebut
selanjutnya dikristalisasikan melalui uji coba ke beberapa bagian atau
departemen yang ada di dalam organisasi. Kemudian menyatukan dan
menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan di dalam organisasi benar-
benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat melalui langkah-langkah
penilaian, dan terakhir pengetahuan yang sudah tercipta disebarkan ke
seluruh organisasi sehingga terintegrasi di dalam basis pengetahuan
organisasi.
2. Transfer Pengetahuan
Tahapan transfer pengetahuan menyangkut dengan aktifitas
pemindahan pengetahuan dari satu pihak ke pihak lain. Termasuk juga
dengan komunikasi, penerjemahan, konversi, penyaringan dan pengubahan.
Transfer pengetahuan dapat dikatakan sebagai tahap yang paling sulit
dilaksanakan dalam proses knowledge management. Kadang individu yang
memiliki kompetensi atau pengetahuan merasa enggan mentransfer
pengetahuan yang dimilikinya karena takut menghilangkan nilai kompetitif
pribadinya dalam organisasi. Selain itu untuk mentransfer pengetahuan
dibutuhkan pengetahuan mengenai komunikasi sehingga menyulitkan
individu yang sebenarnya mau mentransfer pengetahuan yang dimilikinya
namun kurang memahai cara mengkomunikasikan pengetahuan tersebut
dengan efektif.
24
3. Penyimpanan dan Penggunaaan Kembali Pengetahuan
Penggunaan kembali pengetahuan berlangsung di dalam empat
bentuk, yaitu menangkap atau mendokumentasikan pengetahuan,
pengemasan pengetahuan untuk digunakan kembali, distribusi atau
penyebaran pengetahuan, dan penggunaan kembali pengetahuan. Dalam
proses penggunaan kembali pengetahuan terdapat tiga aktor yang berperan
yaitu pertama, yang memproduksi pengetahuan apakah peranannya
menciptakan atau melakukan pendokumentasian pengetahuan, mencatat
explicit knowledge atau mereka yang membuat tacit knowledge menjadi
explicit knowledge. Kedua, mereka yang memediasi pengetahuan, yakni
mereka yang mempersiapkan pengetahuan untuk digunakan kembali dengan
terlebih dahulu mengindeks, meringkas, membersihkan, mengemas, serta
mereka yang berperan memfasilitasi dan menyebarkan pengetahuan. Ketiga,
pengguna pengetahuan, yakni mereka yang menggunakan kembali
pengetahuan, mencari kembali isi pengetahuan dan menerapkannya ke
dalam berbagai macam cara, Sangkala ( 2007:173-174).
II.2. Penciptaan Pengetahuan
II.2.1. Defenisi Penciptaan Pengetahuan
Proses penciptaaan pengetahuan dalam era inovasi, adalah kemampuan
organisasi untuk menciptakan pengetahuan merupakan hal yang sangat mendasar,
namun diketahui bahwa penciptaaan pengetahuan terjadi dalam benak individu-
individu (manusia) yang berada di organisasi. Tanpa individu-individu tersebut,
25
organisasi tak mampu menciptakan pengetahuan yang dibutuhkannya untuk
melakukan berbagai inovasi (dalam berbagai penelitian konseptual maupun empiris).
Proses penciptaaan pengetahuan yang mulai dari akses informasi dan pengalaman,
refleksi individu-individu atas tindakan di masa lalu, kemampuan menyerap
pengetahuan, motivasi individu untuk belajar-persepsi atas kebernilaian aktivitas
yang menuju terciptanya pengetahuan baru tersebut.
Dalam penciptaan pengetahuan juga sering terjadi akuisisi pengetahuan.
Misalnya saja, organisasi memperoleh pengetahuan dari sumber eksternal ataupun
internal. Sumber eksternal sendiri seperti benchmarking dari organisasi lain, atau
mencari informasi-informasi baru melalui internet, koran, televisi, dan lain-lain. Dapat
juga dilakukan dengan merekrut staf baru yang berkompeten yang dapat membantu
menciptakan pengetahuan. Sedangkan sumber internal, misalnya saja memperoleh
pengetahuan dari belajar memahami apa yang dilakukan organisasi atau belajar dari
berbagai pengalaman. Informasi yang diperoleh merupakan hasil filterisasi persepsi
dari informasi yang didengar dan diterima organisasi. Informasi juga tidak hanya
diperoleh secara sengaja, kadang kala suatu informasi diperoleh secara tidak
sengaja.
II.2.2. Proses Penciptaan Pengetahuan
Professor Nonaka dalam Bambang Setiarso (2009), menyatakan bahwa
proses penciptaan knowledge organisasi terjadi karena adanya interaksi (konversi)
antara tacit knowledge dan explicit knowledge, melalui proses sosialisasi,
eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi.
26
Saat ini, organisasi biasanya menggunakan media-media berikut ini sebagai
sarana komunikasi antar sumber daya manusia yang ada di organisasi dan pihak-
pihak yang berkepentingan, yaitu:
1. Rapat secara berkala
2. Diskusi secara berkala
3. Pertemuan bulanan
4. Intranet
5. Surat edaran atau surat keputusan
6. Papan pengumuman
7. Internet atau media massa
Untuk mendukung proses aktivitas dan pengembangan sumber daya
manusia di suatu organisasi yang merupakan perwujudan dari model SECI
(socialization, externalization, combination, internalization) Nonaka dalam Bambang
Setiarso (2009), digunakan perangkat teknologi yang ada di organisasi.
27
Gambar 2
Pemetaan infrastruktur teknologi informasi ke dalam proses SECI
Sumber: Bambang Setiarso, dkk, Penerapan Knowledge Management pada Organisasi: Yogyakarta: 2009
1. Sosialisasi
Proses sosialisasi antar SDM di organisasi salah satunya dilakukan
melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan).
Melalui pertemuan tatap muka ini, SDM dapat saling berbagi knowledge dan
pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta knowledge baru bagi mereka.
Di dalam sistem knowledge management yang akan dikembangkan, fitur-fitur
collaboration, seperti e-mail, diskusi elektronik, komunitas praktis
memungkinkan pertukaran tacit knowledge (informasi, pengalaman, dan
keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu
belajar serta melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif.
28
Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan
pelatihan (training) dengan mengubah tacit knowledge para trainer menjadi
tacit knowledge para karyawan.
2. Eksternalisasi
Sistem manajemen pengetahuan akan sangat membantu proses
eksternalisasi ini, yaitu proses untuk mengartikulasi tacit knowledge menjadi
suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses eksternalisasi ini, dapat
diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari
knowledge yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk
elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang
berkepentingan.
Organisasi telah mendatangkan beberapa expert untuk melakukan
serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang tidak dimiliki
oleh organisasi. Dengan mendatangkan expert akan terdapat pengetahuan
baru dalam organisasi yang dapat dipelajari, dikembangkan dan
dimanfaatkan untuk meningkatkan pengetahuan atau kompetensi SDM.
Untuk itu, semua tacit knowledge yang diperoleh dari expert dan hasil
pekerjaan expert yang antara ain berwujud konsep-konsep, sistem serta
prosedur, manual, laporan pelaksanaan uraian pekerjaan, dan sebagainya
harus didokumentasikan untuk kemudian dimanfaatkan oleh organisasi.
3. Kombinasi
Proses konversi knowledge melalui kombinasi adalah
mengombinasikan berbagai explicit knowledge yang berbeda untuk disusun
29
ke dalam sistem knowledge management. Media untuk proses ini dapat
melalui intranet (forum diskusi) untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-
fitur Enterprise Portal seperti knowledge organization system yang memiliki
fungsi untuk pengategorian informasi (taksonomi), pencarian, dan
sebagainya sangat membantu dalam proses ini. Business Intelligence
sebagai fungsi penganalisis data secara matematis dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan. Data yang telah tersimpan dalam sistem dianalisis
terutama untuk analisa data kondisi daerah, keuangan, operasional, serta
yang bersifat strategis, seperti pembuatan indicator-indikator kinerja.
Demikian pula content management yang memiliki fungsi untuk
mengelola informasi organisasi baik yang terstruktur (database) maupun
yang tidak terstruktur (dokumen, laporan, notulen) dapat mendukung proses
kombinasi ini.
4. Internalisasi
Semua dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah
didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Pada proses inilah terjadi
peningkatan knowledge sumber daya manusia. Sumber-sumber explicit
knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database organisasi),
surat edaran, papan pengumuman dan internet serta media massa sebagai
sumber eksternal. Untuk dapat mendukung proses ini, sistem perlu memiliki
alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen. Content management,
selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi proses
internalisasi. Pemicu untuk proses ini adalah penerapan “learning by doing”.
30
Fitur-fitur yang terdapat pada fungsi learning akan sangat membantu
terlaksananya proses ini. Selain itu, pendidikan dan pelatihan dapat
mengubah berbagai pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit
knowledge pada karyawan.
Berdasarkan analisis dengan mempertimbangkan model SECI dapat disusun
sebuah proses general untuk menjalankan sistem knowledge management yang
baik adalah sebagai berikut:
1. Pada saat awal tahun anggaran organisasi, karyawan terlebih dahulu
menguasai pengetahuan yang akan dipakai dengan cara mencari
pengetahuan tersebut pada database.
2. Apabila pengetahuan tersebut tidak terdapat pada database, karyawan
tersebut harus menghubungi experts, untuk kemudian berdiskusi.
3. Hasil dari diskusi tersebut kemudian didokumentasikan untuk selanjutnya
dipublikasikan di dalam database knowledge management.
4. Pada saat pelaksanaan kegiatan, karyawan diwajibkan untuk mencatat
setiap permasalahan yang terjadi dan solusi dari permasalahan tersebut.
5. Pada saat kegiatan telah selesai, karyawan wajib membuat log book.
Kemudian, log book tersebut dipresentasikn dihadapan rekan-rekannya dan
diserahkan ke dalam dokumen untuk dipublikasikan di database knowledge
management agar dapat menjadi referensi kegiatan belajar-mengajar
selanjutnya.
31
Nonaka dalam Sangkala (2007:104), menjelaskan bahwa pendekatan yang
memungkinakan individual dapat diperluas dan dinilai dalam organisasi, dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 3
Proses Penciptaan Pengetahuan menurut Nonaka
Sumber: Sangkala, Knowledge Management: Jakarta, 2007:105
Proses penciptaan pengetahuan diawali dengan memperkaya pengetahuan
individu dalam organisasi. Hal itu dapat dilakukan dengan metode pelatihan maupun
mendorong self learning yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan tim.
Dimana anggotanya berasal dari latar belakang divisi yang berbeda untuk lebih
memperkaya perspektif. Dalam tim ini terjadi proses berbagi pengetahuan hingga
pada akhirnya diciptakan sebuah konsep baru yang kemudian dikristalisasikan,
diujicobakan untuk mendapatkan feedback dari pengguna produk dalam rangka
pengembangan dan penyempurnaan hingga akhirnya dapat diaplikasikan keseluruh
32
bidang atau bagian organisasi. Dalam proses penciptaan pengetahuan ada
beberapa kondisi yang ikut menunjang, diantaranya tujuan, fluktuasi dan kekacauan,
otonomi, redudansi, dan keperluan beragam.
1. Proses Perluasan Pengetahuan (Enlarging Knowledge)
Hal pertama yang dilakukan dalam proses penciptaan pengetahuan adalah
bagaimana memperluas pengetahuan. Tahapan ini mengakumulasi tacit knowledge
berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Kualitas pengetahuan tasit dipengaruhi oleh
2 faktor, yang pertama adalah keragaman pengalaman individu dan yang kedua
adalah kualitas pengetahuan terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan
pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang telah melekat. Untuk memperluas
pengetahuan, individu di sekolah, kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru serta
pegawai mengikuti pelatihan-pelatihan atau workshop baik internal maupun
eksternal, serta self learning bisa belajar melalui internet (browsing), buku, dll.
Sesuai dengan pendapat Nonaka dalam Sangkala (2007), bahwa langkah awal
dalam proses penciptaan pengetahuan adalah dengan perluasan pengetahuan
terlebih dahulu. Pada proses ini ada berbagai upaya peningkatan kualitas individu
pegawai dengan cara tacit knowledge yang dimiliki individu diarahkan kepada upaya
untuk mempengaruhi aspek yang relevan dengan explicit knowledge. Beberapa
upaya peningkatan kualitas yang diterjemahkan oleh Nonaka yaitu melalui proses
pelatihan dan self learning.
33
2. Berbagi Pengetahuan (Sharing Tacit Knowledge)
Sharing tacit knowledge sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada
hakekatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning)
kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya
secara mandiri, Paul L Tobing (2007:25). Namun perspektif ini tetap bersifat
personal kecuali mereka mengartikulasikan dan memperluasnya melalui interaksi
sosial, dan salah satu caranya adalah dengan membentuk self-organizing team
dimana anggota berkolaborasi untuk menciptakan konsep, Sangkala (2007).
Tahapan transfer pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai tahap yang paling sulit
dilaksanakan dalam proses knowledge management. Kadang individu yang memiliki
kompetensi atau pengetahuan merasa enggan mentransfer pengetahuan yang
dimilikinya karena takut menghilangkan nilai kompetitif pribadinya dalam organisasi.
Selain itu untuk mentransfer pengetahuan dibutuhkan pengetahuan
mengenai komunikasi sehingga menyulitkan individu yang sebenarnya mau
mentransfer pengetahuan yang dimilikinya namun kurang memahai cara
mengkomunikasikan pengetahuan tersebut dengan efektif. Untuk lebih efektifnya
proses budaya transfer pengetahuan, maka organisasi sekolah setidak-tidaknya
harus memenuhi berbagai prasyaratan yaitu membangun kepercayaan (trust) dan
keterbukaan, serta penggunaan fasilitas berbagi pengetahuan seperti dalam rapat
atau briefing, kemudian melalui via internet (chatting atau e-mail).
34
3. Konseptualisasi (Creating Concept) dan Kristalisasi (Crystallization)
Proses konseptualisasi adalah proses interaksi intensif antara pengetahuan
tasit ( melalui berbagi pengalaman) dan eksplisit yang kemudian dibagi kedalam tim.
Dalam proses ini terjadi pengartikulasian tacit knowledge menjadi explicit knowledge
melalui proses dialog dan refleksi (eksternalisasi) yang berkesinambungan. Dialog
dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena
dapat memberikan peluang untuk menguji asumsi seseorang. Ide dan gagasan
tersebut dituangkan ke dalam gambar, kata-kata, atau simbol. Dalam Sangkala
(2007:111) tertulis bahwa penciptaan pengetahuan berlangsung slaam konteks
interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi kedalam bentuk yang lebih
konkrit misalnya produk, konsep, atau sistem.
4. Penilaian (Justifying)
Penilaian merupakan tahap akhir menyatukan dan menyaring apakah
pengetahuan yang diciptakan di dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi
organisasi dan masyarakat, Sangkala (2007). Penilaian ini sangat menentukan
kualitas pengetahuan apakah mencakup standar penilaian yang ditentukan.
5. Menjejaringkan Pengetahuan (Networking of Knowledge)
Konsep baru yang tercipta tadi, selanjutnya dikelola kembali melalui proses
interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan dengan konsep yang baru
diciptakan. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi
yang merupakan dinamika lain aktifitas self organizing team untuk menjejaringkan
35
pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru. Intinya
adalah pada proses networking, konsep yang telah diciptakan dalam tim kemudian
diperluas menjadi pengetahuan baru dalam bentuk produk. Pengetahuan ekspisit
yang tercipta perlu ditunjang oleh mekanisme sistem dan organisasi, sehingga dapat
menyebar ke seluruh unit organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan
organisasi.
II.2.3. Faktor-faktor yang Menunjang Penciptaan Pengetahuan (Enabling
Condition)
Dalam penciptaan pengetahuan tak lepas dari faktor-faktor yang ikut
menunjang terlaksananya dengan baik. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Tujuan (Intention)
Tujuan organisasi merupakan aspirasi dari organisasi untuk dicapai. Usaha
untuk mencapai tujuan tersebut disusun dalam berbagai langkah strategis.
Strategis untuk menciptakan pengetahuan terlihat di dalam upaya organisasi
menyusun langkah-langkah mendapatkan, menciptakan, mengakumulasikan,
menggali pengetahuan. Komponen yang terpenting dari strategi organisasi
yaitu bagaimana mengonseptualisasikan sebuah visi mengenai pengetahuan
apa yang harus dikembangkan dan dimasukkan kedalam sistem manajemen
yang dapat dilaksanakan.
2. Otonomi (Auatonomy)
Individu dalam organisasi diberi otonomi dalam bertindak secara otomatis
akan meningkatkan peluang bagi organisasi mendapatkan peluang-peluang
36
yang mungkin tidak pernah diharapkan sebelumnya. Selain itu, otonomi juga
dapat meningkatkan kemungkinan karyawan termotivasi untuk menciptakan
pengetahuan baru.
3. Fluktuasi dan Kekacauan (Fluctuasi and Chaos)
Suatu kondisi yang memungkinkan anggota organisasi menghadapi
gangguan terhadap rutinitasnya, kebiasaannya, atau kerangka kognitifnya.
Gangguan menunjuk terhentinya perilaku kita, kenyamanan yang sudah
berlangsung. Apabila karyawan menghadapi kekacauan, bukan tidak
mungkin karyawan akan memiliki peluang dalam mempertimbangkan dasar
berpikir dan perspektifnya sedangkan chaos secara alamiah ketika
organisasi menghadapi suatu krisis nyata, dalam perubahan lingkungan
seperti turunnya kinerja dengan cepat.
4. Redudansi (Redudancy)
Keberadaan informasi yang mempercepat proses penciptaan pengetahuan
bagi organisasi.
5. Keperluan yang beragam (Requasite variety)
Keperluan yang beragam dipandang sebagai salah satu prinsip utama dalam
mengelola penciptaan pengetahuan. Konsep keperluan beragam mengacu
pada proses penyusunan saluran informasi yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan informasi
yang berbeda dan menyediakan akses yang sama terhadap informasi.
37
II.3. Konsep Sekolah
II.3.1 Pengertian Sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem, memiliki komponen inti yang terdiri dari input,
proses, dan output (Komariah dan Triatna, 2010:1). Komponen-komponen tersebut
tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan utuh yang
saling terkait, terikat, mempengaruhi, membutuhkan dan menentukan. Adapun
pengertian menurut Hadari Nawawi (1982) sebagai berikut :
“sekolah tidak boleh diartikan hanya sekedar sebuah ruangan atau gedung atau tempat anak berkumpul dan mempelajari sejumlah materi pengetahuan. Akan tetapi, sekolah sebagai institusi peranannya jauh lebih luas daripada itu. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang terikat dengan norma dan budaya yang mendukungnya sebagai suatu sistem nilai”.
Hal senada diungkapkan Reimer (Sagala, 2006) mengemukakan bahwa
“sekolah adalah lembaga yang menghendaki kehadiran penuh kelompok umur
tertentu dalam ruang kelas yang dipimpin oleh guru untuk mempelajari kurikulum
yang bertingkat”. Selain itu, sekolah menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
Pasal 18, tentang pendidikan Nasional, sekolah adalah lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan jenjang pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Bila seluruh pendapat tersebut dirangkaikan, maka dapat dipahami bahwa
sekolah adalah kerja sama sejumlah orang yang menjalankan seperangkat fungsi
mendasar untuk melayani kelompok umur tertentu dalam ruang kelas yang
pelaksanaannya dibimbing oleh guru melalui kurikulum yang bertingkat untuk
mencapai tujuan instruksional dengan terikat akan norma dan budaya yang
mendukungnya sebagai suatu sistem nilai. Sekolah juga merupakan kerja sama
38
sejumlah orang yang terdiri dari unsur-unsur sekolah, seperti kepala sekolah,
supervisor, konselor, ahli kurikulum, tata usaha, dan sebagainya di bawah kontrol
pemerintah.
Sekolah dalam menjalankan seperangkat fungsi-fungsi mendasarnya tentu
mengacu pada fungsi belajar dan pembelajaran yang sesuai kebutuhan pendidikan
pada masyarakat. Sekolah sebagai organisasi dalam melaksanakan fungsinya
diharapkan dapat difungsikan seluruh sumber daya yang ada. Secara umum,
sekolah terdiri dari sekolah yang dikelola oleh pemerintah yang disebut sekolah
negeri dan sekolah yang dikelola oleh perorangan, organisasi kemasyarakatan, atau
perusahaan, yang disebut sekolah swasta. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 54 ayat
2 menyebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber,
pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Sekolah negeri mempunyai visi dan misi yang ditetapkan pemerintah, yaitu
kebaikan publik. Oleh karena itu, keefektifan organisasi sekolah pada satuan
pendidikan tersebut amat dipengaruhi oleh visi dan misi khusus dari masing-masing
sekolah. Visi, misi, tujuan, sasaran, dan target sekolah disusun supaya dapat
merespon berbagai perubahan yang diwujudkan dengan menggerakkan seluruh
potensi sumber daya sekolah yang ada, sehingga keefektifan menjadi ciri dari
organisasi sekolah dan konsistensi terhadap misi sekolah menjadi jaminan untuk
memperoleh kualitas yang terbaik.
II.1.2 Fungsi Tugas Utama Sekolah
Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan
mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian anak-
39
anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektualnya, serta
terampil dan bertanggung jawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti
yang mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya
dengan budaya yang mendukungnya. Sekolah sebagai satuan pendidikan terdepan
dalam mendidik para siswanya memerlukan pengelolaan yang profesional sesuai
fungsi dan tugasnya.
Oleh karena itu, sekolah dalam berupaya mencapai visi dan misi sekolah,
disusunlah struktur hubungan kerja organisasi berdasarkan tujuan, asas prinsip, dan
program-program yang mendasari misinya. Semua anggota tim sekolah harus dapat
melakukan kerja sama dalam rangka mensukseskan program sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam struktur organisasi sekolah, kepala sekolah bersama
para guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab melaksanakan program
dan kegiatan sekolah.
Struktur organisasi sekolah menurut Gorton (Sagala,2006) bertujuan
memfungsikan setiap anggota sesuai fungsi dan kedudukannya, menjalin hubungan
kerja antar tim organisasi agar masing-masing mengetahui tanggung jawabnya dan
semua anggota tim dapat melakukan kerja sama mensukseskan program sekolah.
Kepala sekolah merupakan orang pertama yang paling bertanggung jawab dalam
melaksanakan program dan kegiatan sekolah. Oleh karena itu, persyaratan
profesional kepala sekolah menjadi penting agar mampu membangkitkan dan
mempertinggi keterlibatan para anggota tim dan berupaya mendorong dan
membangkitkan semangat kerja sama antar anggota tim.
40
Berkaitan dengan struktur organisasi, penekanan desain organisasi sekolah
adalah pada peningkatan kemampuan manajemen sekolah yang semakin baik.
Desain organisasi sekolah merupakan sarana mengembangkan potensi sekolah.
Sekolah mengacu pada kriteria yang dapat memperjelas fungsi dan tanggung jawab
setiap personel sekolah secara dinamis kearah tujuan yang disepakati.
Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan
pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman
keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi
muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat ,
semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum
masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah
sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal
yaitu mengembangkan kemampuan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat
bangsa Indonesia. Adapun fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan antara lain:
1. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan , dan diharapkan anak
yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat melakukan sesuatu pekerjaan
atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari pekerjaan.
2. Sekolah memberikan ketrampilan dasar
3. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib
4. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan
5. Sekolah membentuk manusia sosial
41
II.4 E-Pendidikan (e-Education)
Contoh gambaran dari program peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
dapat dilihat dari kemampuan dan kemauan warga sekolah, khususnya peserta didik
untuk mengungkap proses informalisasi dan kemajuan teknologi. Dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi dan
komunikasi telah memberi pengaruh terhadap dunia pendidikan, khususnya dalam
proses pembelajaran. Hal ini semakin membuktikan bahwa salah satu tuntutan
global dunia pendidikan adalah penguasaan terhadap TIK. Sebagai upaya
pemerintah dalam meningkatkan pedayagunaan TIK telah dikeluarkan berbagai
kebijakan antara lain adanya Keppres No.26/2006 tentang 7 (tujuh) flagship program
pemerintah yang berkaitan dengan TIK, salah satunya diemban oleh Depdiknas
yaitu mengenai adanya program e-pendidikan.
Tiga butir dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 pada bagian 4.2.7 tentang
Penguatan dan perluasan pemanfaatan TIK di bidang pendidikan dikatakan bahwa:
a) Pengembangan sistem pengelolaan pengetahuan untuk mempermudah dalam
berbagi informasi dan pengetahuan antar peserta didik dan tenaga pendidik;
b) Pengembangan pusat sumber belajar berbasis TIK pada pendidikan dasar dan
menengah; dan
c) Peningkatan kemampuan SDM untuk mendukung pendayagunaan TIK di pusat
dan daerah.
Penyusunan program pembelajaran meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan evaluasi. Implementasi dari
manajemen kurikulum di atas khususnya untuk pemberdayaan dan peningkatan
42
peran satuan pendidikan dalam peningkatan mutu pendidikan di antaranya adalah
pemberian kewenangan kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai acuan satuan pendidikan
dalam menyelenggarakan program pendidikan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Pembelajaran merupakan
suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20/2003). Dengan demikian, peserta didik
seharusnya tidak belajar dari pendidik saja, tetapi dapat pula belajar dari berbagai
sumber belajar yang tersedia di lingkungannya. Menurut Asosiasi Teknologi
Komunikasi Pendidikan sumber belajar meliputi semua sumber (baik berupa data,
orang atau benda) yang dapat digunakan untuk memberi bahan belajar bagi peserta
didik (Yusuf Hadi Miarso, 1986). Selama ini pemahaman tentang sumber belajar
masih terbatas pada pendidik dan buku saja. Padahal, pendidik dan buku hanyalah
sebagian dari sumber belajar.
Dimulai tahun 2005 hingga 2008, Direktorat Pembinaan SMA telah
melakukan pelatihan atau pembinaan terhadap 2.698 pendidik SMA negeri dan
swasta dari 331 SMA/33 provinsi berkaitan dengan pengembangan bahan ajar dan
bahan ujian berbasis TIK. Fokus pelatihan meliputi pengembangan bahan ajar dan
bahan ujian, penguasaan media presentasi MS Power Point, sistem jaringan,
internet, dan web design statis. Kemampuan peserta yang dilatih ternyata mereka
memiliki tingkat kemampuan yang beragam (gambaran kasar kurang lebih 25%
mahir, 60% terampil, dan 15% pemula). Ditinjau dari kompetensi peserta pelatihan
tersebut di atas, baik yang mahir,terampil, maupun pemula, merupakan modal besar
43
bagi dunia pendidikan khususnya di tingkat SMA untuk lebih cepat bergerak dalam
memanfaatkan TIK. Keberlanjutan program pelatihan memberi dampak positif, para
peserta pelatihan dengan cepat menyebarkan dan mendiseminasikan hasil
pelatihannya.
II.5 Konsep Penciptaan Pengetahuan dalam Rangka e-pendidikan
Di dalam RENSTRA SMAN 1 Marioriwawo, salah satu sasaran mutu yang
ingin dicapai dan telah dicapai adalah menjadi sekolah model PSB (Pusat Sumber
Belajar). Agar sekolah dapat menjadi sekolah yang professional dalam rangka PSB,
maka wajib untuk menerapkan program pembelajaran berbasis tik atau e-education.
Karena itu maka dibentuklah tim PSB yang bertugas untuk menghasilkan suatu
program pembelajaran yang berbasis tik tersebut. Untuk itu maka tim PSB berupaya
untuk menciptakan suatu pengetahuan baru melalui tahap-tahap penciptaan
pengetahuan yaitu dimulai dengan pembentukan tim yang terdiri dari beberapa guru
dari berbagai bidang dan beberapa tenaga administrasi untuk saling berbagi
pengetahuan tasit sehingga akan terbentuk suatu pengetahuan eksplisit atau
tersurat. Kemudian pengetahuan baru tadi yang berupa konsep baru kemudian di
konseptualisasikan, selanjutnya dikristalisasi, sampai pada penilaian konsep.
44
II.6 Kerangka Pikir
Gambar 4
Kerangka Pikir
Proses penciptaan Pengetahuan oleh Nonaka dalam Sangkala (2007)
Pada proses penciptaan pengetahuan yang terjadi di SMAN 1 Marioriwawo,
penulis hanya memfokuskan pada dimulainya dengan pembentukan self organizing
team (berjumlah 10 orang, dan 4 bagian inti) dalam rangka memungkinkan individu
membangun interaksi sosial, saling berbagi pengalaman, pengetahuan, serta
informasi dengan tujuan terbentuk ide kreatif dan inovatif dalam prose sharing tacit
knowledge. Kemudian selanjutnya ide-ide yang terbentuk dari proses sharing
knowledge tersebut diuji asumsi maupun hipotesanya melalui proses
konseptualisasi. Ide tersebut dituangkan ke dalam bentuk gambar, kata-kata, dll.
45
Selanjutnya konsep yang telah diuji tadi, kemudian dikristalisasikan agar menjadi
bentuk yang lebih konkrit. Tahap terakhir adalah tahap penilaian, apakah konsep
yang tercipta tadi berguna bagi peningkatan mutu dan kualitas organisasi.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Pendekatan Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah. Pada penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif yaitu terbatas pada usaha mengungkapkan suatu
masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat
mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan
sebenarnya dari objek yang diteliti, dalam Hadari Nawawi (2007 : 33-34).
Selanjutnya Sugiono (2003 : 11) berpendapat bahwa pada penelitian kualitatif, teori
diartikan sebagai paradigma. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengungkapkan
informasi kualitatif sehingga lebih menekankan pada masalah proses dan makna
dengan cara mendeskripsikan sesuatu masalah. Penelitian ini juga
menginterpretasikan atau menterjemahkan dengan bahasa peneliti tentang hasil
penelitian yang diperoleh dari informan dilapangan sebagai wacana untuk mendapat
penjelasan tentang kondisi yang ada menghubungkan variabel-variabel dan
selanjutnya akan dihasilkan diskripsi tentang obyek penelitian
III.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Negeri 1 Marioriwawo Kabupaten
Soppeng. Mengingat bahwa sekolah ini merupakan salah satu lembaga akademika
yang merupakan sekolah percontohan di Kabupaten Soppeng ini, dimana
perkembangan pengetahuan dan teknologinya sudah sangat jauh berbeda dari
sekolah-sekolah lainnya karena itu dapat terpilih menjadi sekolah model RSKM-
47
PSB-PBKL. SMA Negeri 1 Marioriwawo salah satu sekolah di Kabupaten Soppeng
dengan penggunaan IT (Informasi dan Teknologi) yang cukup besar dalam berbagai
aspek.
III.3 Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe studi kasus.
Studi kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa
yang relevan tak dapat dimanipulasi. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kasus deskriptif. Menurut Prof. Dr. Robert K. Yin (2000 : 5), kasus
deskriptif yaitu studi kasus tunggal yang hanya mencakup sebuah lingkungan sosial
(Cornerville) dan satu periode waktu. Sedangkan dasar penelitian adalah mengecek
kembali dengan wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan-
pertanyaan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan rumusan masalah
penelitian.
III.4. Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah proses penciptaan pengetahuan
di SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng.
1. Professor Nonaka menyatakan bahwa proses penciptaan knowledge organisasi
adalah diawali dengan
a. Berbagi pengetahuan (Sharing Knowledge)
48
Pada tahap berbagi pengetahuan dalam organisasi dibentuk self-organizing
team dimana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep
baru.
b. Konseptualisasi (Conceprtualization)
Konseptualisasi merupakan interaksi intensif antara pengetahuan tasit dan
eksplisit yang dilakukan di dalam tim. Kemudian terjadi penciptaan konsep
baru yang berupa data, gambar, atau simbol.
c. Kristalisasi (Crystallitazion)
Pada proses ini terjadi pengujian realitas dan penerapan konsep yang telah
diciptakan.
d. Penilaian (Justification)
Pada tahap penilaian adalah bagaimana pembenaran terhadap konsep yang
dihasilkan, menyangkut kegunaan atau manfaatnya terhadap kemajuan mutu
organisasi.
2. Proses di atas dapat mendukung terciptanya pengetahuan baru, akan memicu
lahirnya ide-ide kreatif dan inovatif yang akan meningkatkan mutu sekolah. Agar
inovasi dapat berjalan optimal, diperlukan perhatian dari seluruh komponen
sekolah, mulai dari kepala sekolah selaku manajer, kemudian guru sebagai
pendidik yang senantiasa harus terus meningkatkan kualitas mengajarnya,
kemudian staf sekolah selaku penyelenggara administratif, sampai pada murid
dan orang tua murid.
49
3. Pengetahuan baru yang dihasilkan di sekolah berupa program pembelajaran
baru berbasis tik yaitu “Website Sekolah”.
III.5 Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang
penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai,
sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Dalam
penelitian ini informan yang peneliti maksudkan adalah kepala dinas pendidikan
Watansoppeng, kemudian lingkungan sekolah bersangkutan mulai dari kepala
sekolah, guru, sampai tenaga administrasi sekolah, termasuk siswa-siswi SMAN 1
Marioriwawo.
Adapun informan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo
2. Wakil Kepala Sekolah Bidang Ketenagaan SMAN 1 Marioriwawo
3. Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 1 Marioriwawo
4. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMAN 1 Marioriwawo
5. Wakil Kepala Sekolah Bidang Keuangan SMAN 1 Marioriwawo
6. Kepala TAS (Tenaga Administrasi Sekolah) SMAN 1 Marioriwawo
7. Guru SMAN 1 Marioriwawo
8. Staf TAS SMAN 1 Marioriwawo
50
9. Siswi SMAN 1 Marioriwawo
III.6 Jenis Dan Sumber Data
III.6.1. Data primer
Data primer yaitu yang diperoleh secara langsung pada sumber data yaitu
pada beberapa staf termasuk juga pimpinan teratas (kepala sekolah) sampai kepada
guru-guru pada unit terkecil serta tenaga honorer pada SMA Negeri 1 Marioriwawo
yang bersangkutan dengan cara pengamatan atau observasi dan wawancara pada
informan untuk mendapatkan jawaban yang berkaitan dengan proses penciptaan
pengetahuan serta dampaknya pada peningkatan kualitas SMAN 1 Marioriwawo
Kabupaten Soppeng.
III.6.2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung untuk
mendukung penulisan pada penelitian ini melalui dokumen atau catatan yang ada
serta tulisan-tulisan karya ilmiah dari berbagai media, literatur-literatur, arsip-arsip
resmi yang dapt mendukung kelengkapan data primer yang senantiasa berkaitan
dengan masalah penciptaan pengetahuan organisasi.
III.7. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara Sistematik
Wawancara sistematik adalah wawancara yang dilakukan dengan terlebih
dahulu pewawancara mempersiapkan pedoman (guide) tertulis tentang apa yang
hendak ditanyakan kepada responden. Pedoman wawancara tersebut digunakan
oleh pewawancara sebagai alur yang harus diikuti, mulai dari awal sampai akhir
wawancara, karena biasanya pedoman tersebut telah tersusun sedemikian rupa
51
sehingga merupakan sederetan pertanyaan, dimulai dari hal-hal yang mudah
dijawab oleh responden sampai dengan hal-hal yang lebih kompleks.
2. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun
data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Dalam arti
bahwa data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti melalui penggunaan
pancaindra.
3. Studi Dokumen (Dokumentasi)
Studi dokumen yaitu cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana
dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan tahunan, majalah,
jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan pemerintah dan Undang-
Undang yang telah tersedia pada lembaga yang terkait dipelajari, dikaji dan
disusun/dikategorikan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh data guna
memberikan informasi berkenaan dengan penelitian yang akan dilakukan
III.8. Teknik Analisis Data
Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai
dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan cara
analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan dari hasil wawancara
dari informan. Dalam melakukan análisis data peneliti mengacu pada beberapa
tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman (1992) yang terdiri dari beberapa
tahapan antara lain:
52
1. Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang
compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan untuk
menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang
diharapkan.
2. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di
lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data (transformasi data)
untuk memilih informasi mana yang dianggap sesuai dengan masalah yang
menjadi pusat penelitian dilapangan.
3. Uji Confirmability, Uji confirmability berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil
penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka
penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability-nya.
4. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk
teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam
pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam
tabel ataupun uraian penjelasan.
5. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclution
drawing/ verification), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. penarikan kesimpulan dilakukan
secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-
catatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.
53
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
IV.1.1 Profil SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng
SMA Negeri 1 Marioriwawo Bertempat di Kecamatan Marioriwawo
Kabupaten Soppeng. Didirikan pada tanggal 2 Januari 1987 dan diresmikan oleh
Dirjen Dikdasmen Prof. Dr. A. Hasan Walimono. Sejak didirikan sudah dua kali
terjadi pergantian Kepala Sekolah yaitu dari Drs. Hamsah Seng ke Drs. Kawaru.
Lalu terakhir Bapak Naharuddin, S.Pd. M.Pd.
Tujuan Sekolah : 1. Menampilkan sekolah yang berkearifan lokal di sekolah
2. Menampilkan sekolah efektif
3. Menampilkan sekolah bermutu
4. Terdepan di tingkat kabupaten, masuk 10 terbaik
tingkat provinsi, 100 terbaik nasional
5. Memperoleh sertifikat International Standard
Organization (ISO)
54
6. Peningkatan Kerja sama nasional atau internasional
dengan sekolah, lembaga pemerintah dan swasta atas
dasar win-win solusi
Sasaran Sekolah : 1. Rata-rata pencapaian selisih nilai ujian akhir nasional
minimal + 0.50
2. Persentase siswa yang diterima di PTN minimal 40%
3. Kelompok olimpiade mata pelajaran yang tampil
ditingkat propinsi memperoleh minimal juara III
4. Semua siswa minimal dapat berkomunikasi bahasa
inggris di lingkungan sekolah melalui program one day
with english, english bulletin, dan pembuatan film-film
pendek bahasa inggris
5. Memiliki jaringan dana operasional jaringan dan
internet
6. Memiliki dana tetap untuk pengembangan pembinaan
kelompok olahraga dan kesenian, seperti merchind
band, Basket, volly, takrow, pencak silat dan karate,
dll
7. Memiliki laboratorium kimia sebagai sarana praktik
siswa
8. Memiliki taman sekolah sebagai praktek estetika
lngkungan sekolah siswa
55
9. Memiliki media pembelajaran berupa komputer dan
LCD setiap kelas sebagai sarana pembelajaran TIK
siswa di setiap kelas
10. Memiliki sarana pendukung pembelajaran di kelas
berupa Software media pembelajaran yang berbasis
TIK dan PBKL di setiap mata pelajaran.
IV.1.2. Visi Dan Misi SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng
SMA Negeri 1 Marioriwawo dalam mengemban tugas-tugas serta dalam
mewujudkan tujuan dari pembentukannya, dengan sederhana dan terukur
menciptakan Visi kedepan dengan memecahkannya kedalam beberapa misi
strategis sebagai harapan dan tolak ukur keberhasilan sekolah kedepan.
Visi : “Sekolah Humanis Berkearifan Lokal Berorientasi Global.”
Sekolah Humanis yaitu singkatan dari Hulu, Mandiri, Inovatif, dan Kondusif,
sekaligus bermakna memanusiakan manusia.
a. Humanis sebagai singkatan dari:
1) Hulu, berarti sekolah berkomitmen menerobos peringkat atas prestasi
sekolah di kabupaten Soppeng, berikut provinsi Sul-Sel, dan pada
gilirannya tingkat nasional lalu internasional.
2) Mandiri, berarti sekolah mandiri dalam teoritis MSB mengidentifikasi
masalah yang dihadapi dan mencari untuk menemukan solusinya
3) Inovatif, berarti sekolah tidak hanya tahu berkeluh kesah karena
berbagai keterbatasan tetapi mampu berinovasi mengatasinya. Tidak
56
hanya jera atau ketakutan menghadapi gelombang perubahan yang
begitu cepat, tetapi bergegas melakukan inovasi untuk perubahan itu.
4) Kondusif, berarti sekolah mampu menciptakan kondisi dan suasana
belajar/kerja yang memungkinkan warga sekolah mewujudkan nilai
tambah (added value) dirinya sendiri sebagai prasyarat meningkatkan
kinerja untuk meraih prestasi dan memperoleh penghargaan (reward)
yang proporsional.
b. Memanusiakan manusia bermakna proses menjadikan manusia agar
memiliki rasa kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, manusia dalam
makna seutuhnya, mahluk ciptaan Tuhan yang diidentifikasi sebagai paling
sempurna dan termulia di muka bumi ini. Dengan kata lain proses
memanusiakan manusia agar dia secara real menjadi manusia, dalam
makna mampu menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh sebagai
pemegang mandate Ilahiat dan kultural. Dalam konteks proses
memanusiakan manusia, pendidikan di sekolah dapat dipandang dari dua
sisi, yaitu sebagai proses pendewasaan peserta didik untuk: pertama, hidup
pada alam demokrasi; dan kedua, sebagai wahana penyiapan peserta didik
untuk berkiprah pada sector ekonomi produktif (Sudarwan, 2007).
c. Berkearifan lokal
1) Pengembangan sekolah. Didasarkan pada kesadaran masyarakat
setempat akan pentingnya melakukan upaya bagi kemajuan
pendidikan generasi pelanjut di wilayahnya.
57
2) Kemajuan pendidikan. Tidak akan terjadi dengan sendirinya. Hanya
akan terjadi jika masyarakat tak jemu-jemu berpartisipasi untuk
menghadirkan sekolah bermutu. Mendorong sekolah melakukan
perubahan berdasarkan konsep perubahan yang dapat
ditinjau/dipelajari dari 3 aspek, yaitu eksternal, internal, dan proaktif
secara tepat waktu.
3) Untuk mewujudkan dibutuhkan kearifan lokal. Kearifan lokal berupa
derajat kemauan dan kemampuan masyarakat setempat baik
perorangan maupun kolektif memberi dukungan kepada sekolah
dalam bentuk gagasan, finansial, material, kemudahan, dan iklim
kerja yang tidak tercabut dari nilai-nilai luhur masyarakat.
4) Kegiatan (langkah konkrit). Langkah konkrit dilakukan dengan
mendirikan Yayasan Orang Tua Siswa dan bersama Komite Sekolah
mendampingi Kepala Sekolah, sebagai wujud komitmen social dari
masyarakat.
5) Komite sekolah. Dalam menjalankan peran dan fungsinya: memberi
pertimbangan, memberi dukungan, melakukan pengawasan, dan
sebagai penghubung antara sekolah dengan pemerintah dan
masyarakat, pada gilirannya menyerahkan penanganan sumber
pembiayaan sekolah yang berasla dari orang tua siswa kepada
Yayasan. Kemudian proses pemanfaatan dana orang tua siswa di
sekolah dilaksanakan setelah melalui rapat kordinasi antara komite
sekolah dan yayasan orang tua siswa bersama kepala sekolah.
58
d. Berorientasi global
1) Akan timbul sebuah pasar global yang lebih luas, yang menjadi lebih
“kecil” karena meningkatnya unsur persaingan dari luar negeri.
2) Tempat kerja yang berubah dan terjadinya kelangkaan keterampilan-
keterampilan, menyebabkan timbulnya kebutuhan akan karyawan
nontradisional.
3) Peningkatan mutu sistem pendidikan di sekolah, yaitu: input, proses,
dan output diorientasikan untuk memenuhi tuntutan pengaruh
globalisasi tersebut.
Misi : 1. Menghasilkan lulusan bermutu yang potensial bagi perkembangan
daerah, bangsa, dan Negara
2. Mewujudkan perubahan keorganisasian yang terencana dan
tepat waktu kea rah perbaikan kinerja pada :
a. Tingkat sumber daya manusia
b. Tingkat sumber daya fungsional
c. Tingkat kemampuan teknologi
d. Tingkat kemampuan keorganisasian
3. Mempromosikan dan mendorong terwujudnya nilai-nilai budaya
malu, jujur, disiplin dan siap berkompetisi.
IV.1.3 Struktur Organisasi SMAN 1 Marioriwawo Kabupaten Soppeng
59
Gambar 5
Struktur Organisasi SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: Data SMAN 1 Marioriwawo
60
IV.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian (Proses Penciptaan Pengetahuan, Studi Kasus WEB
Sekolah/PSB)
Manajemen pengetahuan sebenarnya mencoba untuk menjawab pertanyaan
tentang: pengelolaan pengetahuan yang memungkinkan adanya proses penciptaan
pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Tujuan akhir dari manajemen
pengetahuan adalah menarik keuntungan dari setiap individu yang berbeda dalam
organisasi, khususnya mendorong terjadinya transfer pengetahuan, mendukung
penyebaran serta penggunaan kembali pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga
mendorong dan memfasilitasi bebasnya aliran pengetahuan antar berbagai
komponen dalam organisasi, dan menjadi basis bagi percepatan pembelajaran dan
pengembangan secara sistematis kemampuan organisasi.
Penciptaan pengetahuan merupakan salah satu faktor yang ikut mendukung
inovasi model pembelajaran berbasis tik di SMAN 1 Marioriwawo ini. Hal ini karena
untuk mampu berinovasi, maka sekolah khususnya tim yang dibentuk harus
menciptakan suatu produk berupa media pembelajaran tik dengan memanfaatkan
pengetahuan atau informasi tiap individu-individu (tacit knowledge) di sekolah.
Kemudian mengelola tacit knowledge tersebut menjadi suatu konsep baru yang
nyata atau tersurat. Diharapkan konsep yang tercipta nantinya akan menambah
pengetahuan guru, pegawai, maupun siswa SMAN 1 Marioriwawo yang tidak hanya
berpengetahuan tentang mata pelajaran yang mereka pelajari di sekolah melalui
buku atau tatap muka, melainkan mereka juga dibekali pengetahuan tentang
61
bagaimana memanfaatkan teknologi menjadi media pembelajaran yang lebih efektif
dan efisien.
Dalam pembahasan ini, penulis memfokuskan pada proses-proses yang
dilakukan oleh sekolah sebelum melakukan proses penciptaan pengetahuan dalam
rangka meningkatkan mutu sekolah. Dimulai dari proses berbagi pengetahuan
melalui self organizing team, kemudian proses mengkonsep dan mengkristalkan
pengetahuan, dan terakhir adalah peniliaian akan pengetahuan baru tadi.
Sehubungan dengan proses penciptaan pengetahuan, maka informasi dan data
yang diperoleh akan dibahas berdasarkan hasil penelitian penulis.
Pokok pembahasan di atas, dianalisis berdasarkan hasil wawancara penulis
sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah ini.
IV.2.1 Proses Penciptaan Pengetahuan, Studi Kasus WEB sekolah di internet.
1. Berbagi Pengetahuan (Sharing Tacit Knowledge)
Knowledge sharing sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada
hakekatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning)
kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya
secara mandiri, Paul L Tobing (2007:25). Namun tahapan transfer pengetahuan
dapat dikatakan sebagai tahap yang paling sulit dilaksanakan dalam
proses knowledge management. Kadang individu yang memiliki kompetensi atau
pengetahuan merasa enggan mentransfer pengetahuan yang dimilikinya karena
takut menghilangkan nilai kompetitif pribadinya dalam organisasi. Selain itu untuk
62
mentransfer pengetahuan dibutuhkan pengetahuan mengenai komunikasi sehingga
menyulitkan individu yang sebenarnya mau mentransfer pengetahuan yang
dimilikinya namun kurang memahai cara mengkomunikasikan pengetahuan tersebut
dengan efektif.
Penelitian mengenai pengembangan sekolah secara jelas menunjukan salah
satu cara yang paling efektif bagi sekolah yang ingin berkembang secara mandiri
yaitu lewat berbagi (sharing) informasi dan ide-ide. Salah satu dukungan yang
terbesar untuk pengembangan pribadi dan profesi kepala sekolah yang
memanfaatkan proses pembaharuan yaitu komunikasi yang terbuka dan mendukung
melalui forum rutin kepala sekolah. Melalui penyampaian masalah secara kolektif
diantara rekan seprofesi sudah menghasilkan solusi yang efektif dan dapat
direalisasikan. SMAN 1 Marioriwawo ini adalah lingkungan tempat terjadinya proses
belajar-mengajar, maka kegiatan sharing knowledge telah berlangsung sejak dahulu
dan berkesinambungan. Namun untuk lebih efektifnya proses budaya transfer
pengetahuan, maka organisasi sekolah setidak-tidaknya harus memenuhi berbagai
prasyaratan diantaranya sebagai berikut:
A. Membangun Kepercayaan (trust) dan keterbukaan
Untuk membangun kebiasaan untuk saling berbagi pengetahuan, pertama
dibutuhkan kepercayaan satu sama lain. Pegawai harus senantiasa saling percaya
agar antara mereka dapat dengan leluasa mensharing atau mentransfer
pengetahuan dalam dirinya masing-masing. Membangun kepercayaan juga hal
yang tidak mudah, naluri manusia biasanya susah untuk mudah percaya orang lain
63
apalagi untuk mau membagi pengetahuannya kepada orang lain bisa saja
berdampak negatif bagi dirinya. Tapi tidak sedikit pula yang mudah atau senang
berbagi ilmunya dengan orang lain. Tipe orang seperti ini adalah tipe yang mudah
bergaul dan mudah percaya terhadap orang lain yang menurutnya pantas.
Di SMAN 1 Marioriwawo sendiri, diantara mereka sudah timbul saling
percaya dan terbuka satu sama lain. Mereka menganggap bahwa mereka
merupakan satu keluarga dan senantiasa saling membantu dan berbagi. Hal itu bisa
dilihat dari pernyataan yang dilontarkan oleh Arsad S.Ugi selaku Wakasek Humas
sekaligus guru mata pelajaran bahasa inggris. Beliau mengatakan bahwa:
“kebiasan berbagi informasi dan pengetahuan di sekolah ini dilakukan rutin dan memang antara guru maupun staf di sekolah harus senantiasa membudayakan proses sharing. Antara guru, pegawai, dan pimpinan sudah tercipta hubungan yang akrab dan saling percaya, bisa dibilang kegiatan sharing disini sudah efektif. Jika ada yang saya tidak tau, maka saya akan bertanya kepada teman yang tau, dan begitu juga sebaliknya.”
(Hasil wawancara pada tanggal 31 Maret 2012)
Hal senada juga dikemukakan oleh bapak A. Musafir selaku wakasek
kesiswaan, bahwa:
”saya biasanya sharing banyak hal kepada guru atau pegawai lainnya, baik menyangkut mata pelajaran di sekolah, tentang siswa-siswi sekolah, menyangkut teknologi dan internet, maupun kadang-kadang kami membahas masalah keluarga. Dan karena saya merupakan wakasek kesiswaan, maka siswa di SMAN 1 ini sering melakukan sharing pengetahuan dengan saya, kadang-kadang mengenai minatnya dalam mata pelajaran tertentu, kadang tentang ekskul, tentang pelajaran, dan bahkan siswa yang berkeluh kesah tentang guru mata pelajaran yang suka menghukum mereka.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Adanya saling percaya dan terbuka di antara para guru dan seluruh pegawai
akan menjadi kunci bagi suksesnya proses bertukar pengetahuan dan informasi di
64
sekolah. Sehingga dari proses saling sharing itulah maka dengan sendirinya akan
terbentuk suatu kelompok (self organizing team) yang berasal dari berbagai latar
belakang pendidikan yang memiliki tujuan dan visi yang sama untuk melakukan
inovasi pembelajaran berbasis TIK di SMAN 1 Marioriwawo.
B. Penggunaan Fasilitas Berbagi Pengetahuan
Sharing Pengetahuan
Di SMAN 1 Marioriwawo ini untuk proses sharing sudah berjalan dengan
baik. Hal-hal yang dishare disini umumnya menyangkut proses belajar-mengajar
sekolah dengan dibentuk suatu fasilitas yang memungkinkan individu-individu dapat
mengeluarkan ide, pengalaman, atau pengetahuan yang masih tersimpan di dalam
diri masing-masing individu (tacit knowledge). Adapun fasilitas berbagi pengetahuan
di SMAN 1 ini adalah:
65
Tabel 1
Fasilitas Berbagi Pengetahuan di SMAN 1
Fasilitas Berbagi Pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo
1. Rapat rutin yang di adakan sekolah. Dalam rapat yang dilakukan di SMAN 1
Marioriwawo, menurut Kepala Sekolah adalah membahas mengenai
masalah yang terjadi di sekolah seputar kurikulum, proses mengajar, dan
lain-lain, untuk kemudian dicarikan solusi. Salah satu contohnya adalah,
ketika sekolah ini memperoleh predikat sekolah model PSB, maka seluruh
pihak mencari cara agar tujuan-tujuan dari PSB dapat terlaksana dengan
baik. Dan dari hasil rapat yang dilakukan selama beberapa hari melalui
proses sharing pendapat, ide, dan saran , maka keputusannya adalah
membuat tim PSB yang diwakili oleh beberapa guru yang memang ahli di
bidang TIK.
2. Selain rapat, proses sharing juga dapat dilakukan pada forum informal
seperti saat makan siang, dimana guru-guru saling berdiskusi serta
bertukar pikiran, kadang membahas masalah siswa, masalah pelajaran,
dan lain-lain.
3. Berbagi pengetahuan juga dilakukan oleh para guru dan siswa melalui blog
atau facebook individu-individu. Menurut salah seorang guru, kadang saat
jenuh dengan metode belajar face to face, guru dan siswa biasa
menggunakan blog untuk melakukan Tanya/jawab mengenai pelajaran, dan
sebagainya.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa betapa besarnya peran manajemen
pengetahuan untuk membantu mengumpulkan, menyimpan, memanfaatkan, dsb,
pengetahuan tiap-tiap individu di sekolah, sehingga pengetahuan yang masih
bersifat tasit dapat diubah menjadi bentuk eksplisit untuk memudahkan individu lain
yang ingin memakai atau menggunakan pengetahuan tersebut.
66
Proses berbagi pengetahuan yang dilakukan di SMAN 1 Marioriwawo dapat
dilihat pada hasil wawancara dengan Bapak Naharuddin selaku Kepala Sekolah
SMAN 1 Marioriwawo. Beliau mengemukakan bahwa:
“berbagi pengetahuan di SMAN 1 Marioriwawo dilakukan dengan banyak cara disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Kadang melalui rapat, ketika kami akan membahas suatu masalah tertentu yang terjadi untuk kemudian dicarilah solusi yang tepat. Namun paling sering melalui intranet, sekaligus melatih guru dan staf untuk mahir terhadap teknologi yang terus berkembang saat ini. Biasanya melalui e-mail atau blog yang dibuat oleh guru yang bersangkutan.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sharing informasi
sering dilakukan di sekolah ini melalui forum resmi maupun tidak resmi. Forum resmi
biasanya melalui rapat sedangkan forum tidak resmi biasanya dilakukan sharing
pada saat cerita lepas di ruang dewan guru pada saat istirahat dan sharing melalui
media internet yakni melalui blog maupun e-mail agar melatih kemampuan guru
dalam penggunaan media teknologi informasi.
Proses inovasi
Sekolah inovatif adalah satuan pendidikan yang terus-menerus melakukan
pembaharuan dalam merespon perubahan lingkungan. Sekolah inovatif memiliki
kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru untuk meningkatkan kemampuan
lembaganya sehingga adaptif terhadap perubahan jaman. Daya adaptasi berarti
meningkatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan organisasi secara efektif
dalam rangka meningkatkan mutu lulusan. Adapun perubahan-perubahan yang
terjadi sebelum adanya otonomi tiap-tiap sekolah untuk melakukan inovasi, adalah
sebagai berikut:
67
Tabel 2
Tahap Perkembangan Inovasi di SMAN 1
SMAN 01 Marioriwawo tahun ajaran
2002-2006
SMAN 01 Marioriwawo tahun 2007-
sekarang
- Absen siswa secara manual (di
sebut satu per satu)
- Belum ada moving class, dan
sistem belajar masih ditentukan
oleh sekolah.
- Pelaksanaan ujian semester dan
ulangan harian masih manual,
dengan menggunakan kertas.
- Belum ada website yang dibentuk.
- Absensi siswa dengan sidik jari
(2007-sekarang).
- Moving class (2009-sekarang) dan
menggunakan sistem SKS (satuan
kredit semester), dan dapat
memilih pelajaran tambahan
sesuai dengan minat.
- Pelaksanaan ulangan harian
online untuk seluruh mata
pelajaran (2010-2011).
- Pelaksanaan ujian akhir semester
online (2011-sekarang).
- Membuat website sekolah/PSB
(2011-sekarang).
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
Akan tetapi walaupun sudah dibentuk fasilitas berbagi pengetahuan di SMAN
01 Marioriwawo namun untuk menghasilkan suatu inovasi, pelaksanaannya masih
belum maksimal. Masih sedikit pihak yang berkontribusi di dalamnya, sebab
beberapa orang menganggap bahwa dirinya kurang mampu atau masih ragu untuk
mengeluarkan idenya dan hanya mengandalkan tim ahli yang dibentuk sekolah. Hal
tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh salah seorang informan di sekolah.
68
“sebenarnya untuk ikut mengeluarkan ide dalam berinovasi, saya sendiri merasa tidak berkompeten, mungkin karena saya kurang paham dan tidak berlatar belakang tik. Sudah ada tim khusus yang menangani, tim PSB namanya yang bertugas untuk membuat inovasi terkait PSB itu sendiri.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012)
Selain itu, masih terdapatnya guru yang belum mahir dalam penggunaan
media teknologi informasi menjadi salah satu proses inovasi. Hal ini dikemukakan
oleh Wakasek Humas (Arsad) bahwa:
“Masih terdapatnya sebagian kecil guru yang belum mahir dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi sehingga menghambat proses inovasi yang dilakukan di sekolah ini misalnya pembuatan website sekolah. Sebab diharapkan semua warga sekolah tanpa terkecuali harus berperan aktif dalam proses penciptaan pengetahuan ini dengan kata lain semua warga sekah harus mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi tersebut”.
( Wawancara dilakukan pada tanggal 4 April 2012)
Namun jika kita lihat dari beberapa inovasi yang ada, maka sekolah ini dapat
dikatakan kreatif dan inovatif, terlepas dari hanya beberapa guru maupun pegawai
yang terlibat di dalamnya. Dari hasil wawancara diatas bahwa proses inovasi sudah
berjalan baik dengan memanfaatkan fasilitas yang ada seperti website dan
facebook, kemudian saling berbagi pendapat dalam rapat untuk mencari alternatif
solusi atas masalah yang ada. Akan tetapi karena masih terdapatnya beberapa
orang guru yang belum mahir dalam penguasaan dan pemanfaatan teknologi
informasi sehingga proses inovasi menjadi terkendala meskipun tidak berpengaruh
terlalu signifikan. Namun karena keharusan semua warga sekolah berperan aktif
dalam hal ini, sehingga hal tersebut perlu untuk ditindak lanjuti oleh pihak sekolah
yang terkait.
69
Kontributor
Fasilitator &
Sharing Champion
s
Gambar 6
Kerangka Pengembangan knowledge sharing
Di SMAN 1 Marioriwawi
Menstimulus keinginan sharing
Sumber : data Humas SMAN 1 Marioriwawo
Sediakan media yang bervariasi
sesaui latar belakang pekerja
Bentuk sharing champion
sediakan fasilitator dari kepala
tim PSB dan tim ahli dari sekolah
itu sendiri yang telah mengikuti
pelatihan
Stimulus kenikmatan dalam mempelajari
pengetahuan dan pengalaman orang lain
(meningkatkan kreatifitas para guru dan
staf sekolah).
Peserta
ksksksss
Media
nnn
70
Gambar 6
Website SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: www.smansario.sch.id
Gambar 7
Facebook SMAN 1 Marioriwawo
Sumber: Facebook SMANSARIO
71
C. Kerjasama Tim
Kerjasama tim merupakan salah satu unsur fundamental dalam proses
sharing pengetahuan. Tim merupakan sekelompok orang yang memiliki visi yang
sama dan berasal dari latar belakang yang berbeda pula. Dengan adanya tim,
organisasi akan memperoleh penyelesaian masalah dengan cepat dan tepat. Dalam
sebuah tim, orang-orang merasa lebih nyaman untuk mengajukan masalah-masalah
yang terjadi dan dapat dengan segera memperoleh bantuan dari pekerja-pekerja
lainnya berupa solusi yang akan digunakan untuk menanggulangi masalah-masalah
yang dihadapi. Kerjasama tim juga akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi
dan kemandirian.
Agar manajemen pengetahuan khususnya sharing knowledge dapat berjalan
dengan efektif dan efisien, maka dibentuk sebuah tim khusus yang menangani. Tim
ini akan memicu proses penciptaan pengetahuan khususnya sharing tacit knowledge
agar timbul ide kreatif dan inovatif dalam memenuhi tuntutan model pembelajaran e-
pendidikan. Tim ini tau tim PSB/SIM ini, berjumlah 10 orang dengan 4 orang anggota
ahli atau penanggung jawab tim. Bentuk-bentuk kerjasama tim PSB di SMAN 01
Marioriwawo dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
72
Tabel 3
Kerjasama Tim PSB di SMAN 1
Prinsip-prinsip kerjasama tim PSB SMAN 01 Marioriwawo
1. Adanya pembagian kerja (division of work). Pembagian kerja atau
penempatan anggota tim, secara normatif harus menggunakan prinsip the
right man on the right place . Paling tidak ada dua dasar berpikir mengenai
hal ini, yaitu (a) pekerjaan atau ragamnya cukup banyak sehingga tidak
bisa ditangani oleh satu atau dua orang saja, dan (b) setiap orang memiliki
minat, kecakapan, keahlian atau spesialisasi tertentu.
2. Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab (authority and
responsibility). Dalam tugas pekerjaannya, setiap anggota tim dilengkapi
oleh wewenang dalam melakukan pekerjaan tertentu dan setiap wewenang
itu melekat suatu pertanggungjawaban. Agar dapat menjalankan
kewenangan dan memenuhi tanggungjawabnya, perlu diberi peluang untuk
saling bekerjasama antar sesama anggota dan antara dirinya dengan ketua
tim.
3. Adanya kesatuan perintah (unity of command) dan pengarahan (unity of
direction). Dalam melakasanakan pekerjaan, anggota tim yang baik akan
memperhatikan prinsip kesatuan perintah pada bidangnya sehingga
pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Anggota tim juga harus
tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab. Untuk memastikan adanya
kesatuan perintah, perlu dijalin komunikasi dan kerjasama. Dalam
pelaksanaan kerja, bisa saja terjadi adanya dua perintah yang
bertentangan. Untuk keserasian perintah, sekali lagi diperlukan
komunikasi, konsensus, dan kerjasama.
4. Adanya ketertiban (order) organisasi. Ketertiban dalam organisasi dapat
terlaksana dengan aturan yang ketat atau dapat pula karena telah
terciptanya budaya kerja yang sangat kuat. Ketertiban dalam suatu
pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun
bawahan mempunyai disiplin yang tinggi dari masing-masing anggota
73
organisasi.
5. Adanya semangat kesatuan (semangat korp). Setiap anggota harus
memiliki rasa kesatuan, atau senasib sepenanggungan sehingga
menimbulkan semangat kerjasama yang baik. Semangat kesatuan akan
lahir apabila setiap anggota mempunyai kesadaran bahwa setiap anggota
tersebut sangat berarti bagi anggota lain. Setiap bagian dibutuhkan oleh
bagian lainnya. Kepala tim yang memiliki kepemimpinan akan mampu
melahirkan semangat kesatuan.
Sumber : Hasil olah data sekunder, 2012
Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh bapak Naharuddin
selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo, bahwa:
“kerjasama di SMAN 1 ini telah terjalin sejak lama karena telah dibina dari awal. Antara guru, pegawai, siswa, maupun masyarakat, harus terjalin kerjasama yang baik, jadi para guru di sekolah ini wajib mengajarkan kepada siswanya untuk saling bekerja sama satu sama lain begitupun dengan guru-guru sebagai contoh para siswa. Hubungan kerjasama yang baik dibina dengan harmonis dan dilandasi dengan kepercayaan, saling menghargai dan menyanyangi. Sedangkan untuk memaksimalkan proses penciptaan inovasi, maka sekolah membentuk suatu tim PSB/SIM.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 April 2012) Pernyataan senada juga disampaikan oleh Bapak Taufik selaku Wakasek Keuangan
sekaligus guru tik dan juga penanggung jawab PSB.
“Tujuan pembentukan sebuah tim PSB/SIM adalah untuk menjalin kerjasama yang baik antara anggota-anggota di dalam tim ini dalam berbagi ilmu, pengetahuan, informasi, dan pengalaman. Dengan adanya tim ini juga, kami bisa saling berbagi informasi mengenai pekerjaan, saling memberi masukan agar proses mengajar jadi lebih baik, dan sebagainya. Kalau tidak ada kerjasama, maka tidak ada hasil yang diperoleh dari pembentukan tim ini dan tidak akan ada inovasi-inovasi yang kami ciptakan.”
(Hasil wawancara pada tanggal 01 April 2012)
Namun dalam tim PSB/SIM yang dibentuk juga terdapat beberapa kondisi
yang tidak diindingkan. Penyebab hal tersebut dikemukakan oleh Bapak Musafir
(Wakasek Kesiswaan), bahwa:
74
“iya tentu saja kendala dalam berinovasi itu pasti ada. Dalam tim PSB/SIM ini juga pastinya ada kendala atau hambatan yang terjadi baik antara anggota maupun dalam proses pembentukan konsep baru. Kalau dari SDMnya sendiri, ada beberapa anggota yang kurang aktif mengeksplor pendapat dan ide-idenya. Bahkan orang tersebut juga sering izin kalau sedang ada pertemuan tim ini dengan alasan kesibukan membuat bahan ajar, atau urus keluarga, dll, dan pastinya kami memaklumi hal tersebut agar tidak terjadi kesenjagan antar anggota. Karena itu kami bisanya memberi masukan mengenai kondisinya, dan beliau pun dengan senang hati menerima kritikan kami. Dan Alhamdulillah beliau sudah mulai ikut serta namun belum terlalu aktif dalam mengeluarkan ide ataupun menshare ilmunya.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Selanjutnya untuk mengatasi permasalahan tersebut Bapak Muh Syarif selaku
ketua tim PSB/SIM mengemukakan saran yang sangat bijak. Beliau mengatakan:
“untuk mengatasi kurangnya pastisipasi aktif dari beberapa anggota, ya kami berusaha agar yang aktif ini dengan ikhlas mau berpartisipasi secara rutin dan tidak begitu ambil pikir atau merasa tidak adil karena ada anggota yang kurang aktif. Intinya saling memahami dan melengkapi saja antar anggota sekaligus menunjukkan kepada beberapa anggota yang kurang aktif ini, bahwa kami akan tetap berusaha menciptakan pengetahuan-pengetahuan untuk kemajuan sekolah dan berharap dapat mendorong partisipasi anggota tsb dengan melihat kerja keras kami.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Dengan mengacu pada teori Nonaka bahwa proses sharing pengetahuan
menjadi hal yang penting sekaligus sulit untuk dilakukan, karena itu dibentuk self
organizing team dimana anggotanya berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru
sekaligus lebih mengefektifkan proses berbagi pengetahuan. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi langsung peneliti dengan melihat proses sharing yang
terjadi di SMAN 1 Marioriwawo ini dapat disimpulkan bahwa proses tersebut sudah
terlaksana dengan baik.
75
Tabel 4
Pelaksanaan Knowledge Creation “Sharing Tacit Knowledge”
Tahapan Penciptaan Pengetahuan
Pelaksanaan di SMAN 1 Marioriwawo
Keterangan
Sharing Tacit Knowledge
(Berbagi Pengetahuan)
Elemen-elemen budaya
sharing
Trust (Kepercayaan)
dan Keterbukaan
Fasilitas Sharing
Pengetahuan
Ada kerjasama tim
Tim Khusus :
Tim PSB/SIM SMAN
1 Marioriwawo
Forum Formal :
Rapat
Diskusi
Briefing
Forum Informal :
Makan siang
Jam istirahat
Media intranet :
Chatting
Blog
Terlaksana dengan
baik namun masih
harus ditingkatkan
lagi dari segi
partisipasi seluruh
anggota tim
maupun di luar tim
serta belajar untuk
berpikir kreatif dan
inovatif untuk
menghasilkan ide-
ide baru secara
berkesinambungan.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
2. Konseptualisasi (Creating Concept) dan Kristalisasi (Crystallization)
Proses konseptualisasi adalah proses interaksi intensif antara pengetahuan
tasit dan eksplisit di dalam tim. Dalam proses ini terjadi pengartikulasian tacit
knowledge menjadi explicit knowedge melalui proses dialog dan refleksi
(eksternalisasi) yang berkesinambungan. Dialog dalam bentuk tatap muka
merupakan salah satu upaya membangun konsep karena dapat memberikan
peluang untuk menguji asumsi seseorang. Dukungan terhadap proses eksternalisasi
76
ini dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari
knowledge yang tercipta saat rapat atau pertemuan) ke dalam bentuk elektronik
untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan. Ide dan
gagasan tersebut juga bisa dituangkan ke dalam gambar, kata-kata, atau simbol.
Dalam Sangkala (2007:111) tertulis bahwa penciptaan pengetahuan berlangsung
dalam konteks interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi kedalam
bentuk yang lebih konkrit misalnya produk, konsep, atau sistem. Proses
konseptualisasi yang dilakukan oleh tim PSB adalah sebagai berikut:
1. Berbagai pemikiran melalui proses perundingan dan penyeleksian oleh tim dari
proses sharing knowledge tadi, kemudian dikonseptualisasikan dengan dialog
yang intensif untuk menentukan seperti apa pengetahuan eksplisit yang
nantinya digunakan.
2. Adapun hasil dari proses menciptakan konsep oleh tim, dalam rangka e-
pendidikan, maka konsepnya berupa ide untuk membuat website sekolah dan
PSB. Dengan mempertimbangkan bahwa website ini nantinya memiliki
kegunaan seperti perpustakaan, namun bedanya website ini dapat diakses 24
jam. Begitu ide ini muncul, kemudian kepala tim yakni Bapak Muh Syarif
membagi tugas kepada anggota timnya. Mereka diberi tugas untuk masing-
masing mencari informasi dan data-data tentang aplikasi yang cocok
digunakan, kemudian bagaimana cara membuat website sekolah ini dengan
memasukkan berbagai pengetahuan tentang sekolah, mata pelajaran,
perkembangan IPTEK, dan lain-lain. Jadi pada pertemuan berikutnya adalah
77
mereka akan saling bertukar pengetahuan dan informasi sesuai dengan tugas
yang diberikan, dan selanjutnya bersama-sama membuat website tersebut.
3. Pengetahuan mengenai aplikasi yang cocok untuk website PSB/sekolah ini
adalah aplikasi moodle. Informasi ini diperoleh dari pelatihan yang diikuti oleh
Pak Syarif dan Pak Taufik sebagai perwakilan dari SMAN 1 Marioriwawo.
Pelatihan yang diikuti tersebut sejumlah memberikan informasi mengenai
bagaimana menerapkan pembelajaran di sekolah berbasis TIK, namun untuk
cara pembuatannya, tidak dijelaskan dalam pelatihan tersebut. Jadi setelah ikut
pelatihan, maka tim tersebut mencari tau mengenai aplikasi moodle ini di
internet hingga mencari informasi di sekolah lain yang sebelumnya sudah
menggunakan moodle ini.
4. Dalam proses konseptualisasi ini juga terjadi proses transfer pengetahuan
antara “si tau dan si ingin tau”. Karena tidak semua anggota tim memiliki
pengetahuan dan skill yang sama, maka perlu untuk seseorang yang ahli di
suatu bidang untuk mentransfer pengetahuannya kepada seluruh anggota tim
agar pengetahuan tersebut tidak hanya dimiliki satu orang tapi bisa dimiliki oleh
seluruh anggota tim, sekaligus untuk mengefektifkan proses penciptaan
pengetahuan “website sekolah” ini.
5. Produk atau konsep yang dihasilkan melalui sharing/transfer knowledge dalam
tim PSB/SIM di SMAN 1 Marioriwawo adalah berupa sistem pembelajaran
online. Produk tersebut adalah website sekolah dan website PSB (Pusat
Sumber Belajar) dan terbentuk dari hasil pemikiran anggota-anggota tim,
melalui pengalaman serta informasi yang mereka masing-masing peroleh.
78
Kemudian ide atau gagasan mereka digabungkan, diorganisasi, disaring, dan
dianalisis sebagai fungsi dari manajemen pengetahuan melalui dialog yang
diadakan rutin untuk mencapai satu kesepakatan bersama.
Setelah itu barulah konsep tadi dikristalisasikan ke dalam bentuk yang lebih
konkrit yang nantinya akan digunakan oleh seluruh pihak yang berkepentingan.
Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya
diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Sangkala (2007) sebagai
model konversi internalisasi. Semua dokumen data, informasi, dan knowledge yang
sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Pada proses inilah terjadi
peningkatan pengetahuan SDM, bisa dengan cara pelatihan atau sosialisasi yang
dapat mengubah pelajaran tertulis (explicit knowledge) menjadi tacit knowledge
pada guru-guru atau TAS.
79
Tabel 5
Tahap Kristalisasi Website Sekolah/PSB SMAN 1
Untuk tahap kristalisasi konsep website sekolah di SMAN 1 Marioriwawo
adalah dengan cara sebagai berikut:
1. Kepala sekolah serta beberapa perwakilan guru dan staf menguji realitas dan
penerapan konsep yang diciptakan tim PSB/SIM, adapun konsep yang diuji
adalah website sekolah.
2. Agar tidak terjadi simpang siur informasi, maka sebelumnya tim PSB/SIM ini
mensosialisasikan terlebih dahulu mengenai konsep yang mereka ciptakan,
mengenai fungsi, manfaat, serta cara pengisian pengetahuan-pengetahuan ke
dalam website sekolah dan PSB nantinya.
3. Jika sudah dianggap pas dan memenuhi kriteria, maka selanjutnya tim akan
menyempurnakan lagi konsep tersebut sekaligus menampung masukan-
masukan yang diberikan oleh kelompok penguji tadi.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
Gambar 8
Website Pusat Sumber Belajar (PSB) SMAN 1 Marioriwawo (Salah Satu Contoh
Bentuk Undangan Pelatihan Penggunaan Website PSB)
Sumber: http://smansario/PSB
80
Pemaparan di atas juga didukung oleh pernyataan kepala tim PSB, bapak
Muh Syarif (wakasek ketenagaan), bahwa proses konseptualisasi yang dilakukan
adalah:
“awalnya setelah ikut pelatihan mengenai cara membuat program yang berorientasi pada teknologi. Dari pelatihan diperoleh informasi mengenai aplikasi moodle. Kemudian saya mengadakan diskusi bersama tim saya dan kami bersama-sama mempelajari aplikasi moodle ini. Selanjutnya kami mempelajari cara mengaplikasikannya, maka jadilah website sekolah. Kemudian isi web tersebut adalah mengenai materi bahan ajar, buku-buku sekolah, tata cara mengajar, dan informasi-informasi lainnya yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat sekolah khususnya siswa-siswi SMAN 1 Marioriawo ini yang diisi oleh guru-guru yang bersangkutan, dan adminnya adalah pak Taufik.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Selanjutnya untuk tahap kristalisasi di SMAN 1 Marioriwawo, beliau
memaparkan bahwa:
“apa yang sudah dikonsepkan oleh tim PSB/SIM selanjutnya dibuat kedalam suatu produk yaitu sistem belajar online “website sekolah”. Setelah itu, kami ajarkan kepada guru-guru mengenai penggunaan website sekolah tersebut.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Kemudian lebih lanjut, Bapak Naharuddin selaku kepala sekolah
menjelaskan bahwa:
“dalam rangka menciptakan suatu konsep baru, kami telah membentuk sebuah tim perumus yang terdiri dari beberapa guru yang ahli khususnya dibidang TIK. Tim tersebut bertugas untuk mencari suatu solusi atas masalah yang sedang terjadi, merumuskan hal-hal yang bermanfaat untuk kemajuan sekolah sesuai dengan tuntutan masyarakat, kemudian hasilnya akan disosialisasikan kepada guru dan pegawai lainnya apakah konsep tersebut layak untuk dipakai sekolah. Contohnya adalah penciptaan website sekolah.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Pernyataan di atas ikut ditambahkan oleh Bapak Musafir (Wakasek
Kesiswaan).
81
“Dalam membuat inovasi, sekolah sudah membentuk tim perumus yang terdiri dari 10 orang yang berasal dari beberapa guru dan tenaga administrasi sekolah. Dalam rangka PSB, tim tersebut sudah menciptakan suatu produk yaitu website sekolah. Website sekolah merupakan model e-Learning jadi guru mengisi website sekolah dengan materi-materi pelajaran, dan lain-lain, kemudian siswa-siswi dapat mengunduh materi tersebut kapan saja.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SMAN 1 Marioriwawo dapat
dianalisis bahwa untuk proses konseptualisasi kemudian proses kristalisasi yang
dilakukan memang benar adanya, terlebih lagi dengan dibentuknya tim khusus yang
menangani dan ada hasil yang diperoleh berupa pengetahuan eksplisit atau nyata
serta dapat dirasakan atau dilihat keberadaannya. Adapun pengetahuan baru dalam
rangka sekolah berbasis TIK adalah website sekolah/PSB.
Dengan mengacu pada pendapat Nonaka bahwa proses konseptualisasi dan
kristalisasi pengetahuan merupakan campuran pengalaman, imajinasi, data, dan
pengetahuan yang dishare dan menghasilkan sebuah konsep baru. Dengan
memperhatikan proses konseptualisasi dan kristalisasi yang terjadi di SMAN 1
Marioriwawo ini dapat disimpulkan bahwa kedua proses tersebut sudah terlaksana
dengan baik.
82
Gambar 9
Website PSB SMAN 01 Marioriwawo terbaru
Sumber: http://smansario/PSB
Tabel 6
Pelaksanaan Knowledge Creation “Creation Concept and Crystallization
Knowledge”
Tahapan Penciptaan
Pengetahuan
Pelaksanaan di SMAN 1
Marioriwawo
Keterangan
Konseptualisasi dan
Kristalisasi Pengetahuan
(Creating Concept and
Crystallization Knowledge).
Ada tim khusus yang
dibentuk, disebut tim
PSB
Yang melaksanakan uji
coba hasil adalah seluruh
pihak sekolah.
Terlaksana dengan
baik.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
83
3. Penilaian (Justifying)
Justifying atau penilaian merupakan tahap terakhir menyatukan dan
menyaring apakah konsep yang telah diciptakan akan bernilai bagi organisasi dan
masyarakat sesuai dengan tuntutan sekolah model PSB yakni membuat program
berbasis teknologi.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis, untuk proses penilaian dalam
hal ini “website sekolah/PSB” dan mengacu pada Nonaka dalam Sangkala (2007)
dilakukan dengan cara:
Tabel 7
Proses Penilaian Website Sekolah/PSB SMAN 01 Marioriwawo
Tugas Tim Penilai (Kepala Sekolah,
Guru, TAS) Tugas Tim PSB
1. Melakukan penilaian untuk menguji
kualitas dan manfaat website
sekolah/PSB ini untuk jangka
panjang.
2. Melakukan uji coba atau praktek
langsung mengenai cara
pengoperasian website sekolah/PSB.
3. Penilaian para guru mengenai
website ini adalah sangat baik.
Banyak manfaat yang diperoleh
dengan adanya website sekolah ini.
4. Membuat janji bertemu kepada pihak
orang tua dengan tujuan untuk
mensosialisasikan manfaat IT dan
1. Melakukan sosialisasi mengenai
penggunaan website tersebut,
bagaimana agar guru dapat
memasukkan bahan ajarnya ke dalam
website, kemudian bagaimana
memantau apakah guru yang
bersangkutan sudah memasukkan
bahan ajar ataukah belum.
2. Mengajarkan dan memberikan
pemahaman kepada guru cara
membuat website ini. Setelah
sosialisasi, seluruh guru langsung
mempraktekkan pengimputan bahan
ajar, dan sebagainya yang telah
84
website sekolah/PSB bagi masa
depan anak-anak mereka.
diajarkan tadi.
3. Mensosialisasikan website sekolah/PSB
ini kepada orang tua siswa dan siswa.
Cara mensosialisasikan kepada orang
tua siswa adalah dengan mengundang
mereka ke sekolah untuk menerima
penjelasan mengenai website sekolah,
agar nantinya orang tua siswa akan
mengerti mengapa anak mereka
diwajibkan untuk memiliki laptop bagi
yang mampu. Kemudian untuk
sosialisasi kepada siswa dilakukan
dengan memasukkan materi website
sekolah ke dalam mata pelajaran TIK
sekolah.
Sumber: Data SMAN 01 Marioriwawo, 2012
Untuk proses penilaian produk dalam hal ini “website sekolah” sesuai dengan
tabel di atas yang dilakukan di SMAN 1 Marioriwawo, dijelaskan oleh Bapak Muh
Syarif selaku kepala tim PSB. Beliau mengatakan bahwa:
“proses penilaian dilakukan oleh pihak sekolah sendiri, dalam hal ini kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, TAS, dan komite sekolah SMAN 1 Marioriwawo. Mengenai hasil penciptaan website sekolah, semua pihak menilainya sudah sangat baik, karena dianggap efektif dan efisien bagi sekolah. Siswa-siswi maupun guru tidak perlu lagi bersusah-susah mencari bahan mata pelajaran di situs-situs seperti google atau yahoo yang belum tentu sumbernya dari mana. Dengan adanya website maka keperluan mengenai sekolah bisa langsung didapatkan dan lengkap dan tentu saja bersumber dari pengetahuan-pengetahuan guru SMAN 1 Mawioriwawo. Selain itu juga menjadikan teratur, maksudnya segala sesuatu mengenai tugas-tugas guru mudah dipantau dan dievaluasi, apakah guru tsb sudah memasukkan bahan ajarnya ke dalam website ini ataukah belum. Terlebih lagi dengan terciptanya website sekolah maka sekolah kami dinilai sangat
85
baik dari segi pusat sumber belajarnya (PSB) oleh pengelola Sekolah Model RSKM-PSB-PBKL.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Pernyataan di atas juga ikut ditambahkan oleh Bapak Musafir (Wakasek
Kesiswaan).
“Pertama-tama saya ingin memberikan apresiasi sebesar-besarnya atas kinerja tim PSB/SIM ini. Mereka berhasil membuat metode belajar berbasis TIK di sekolah ini, dan penciptaan website sekolah ini benar-benar sangat membantu kami dalam proses belajar-mengajar. Jadi saya sendiri menilai bahwasanya penciptaan website sekolah ini sudah sangat baik. Mengapa saya katakan demikian, karena banyak sekali fungsi yang bisa kita manfaatkan dalam fasilitas website ini, misalnya saja saya dengan bebas mencari informasi dan data mengenai tata cara mengajar yang baik, kemudian saya juga memasukkan materi bahan ajar siswa sehingga siswa saya bisa lihat kapan pun dan siswa saya juga bisa tau lebih awal mengenai materi pelajaran yang akan saya bawakan nanti, bahkan siswa disini sangat bersemangat dalam melaksanakan ujian online di website sekolah/PSB ini. Mereka jadi “melek” teknologi khususnya dalam penggunaan laptop dan fasilitas internet. Selain itu masih banyak fungsi-fungsi lainnya, yang jelas website sekolah ini sangat membantu kami kelancaran belajar di sekolah.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Dari hasil wawancara di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
proses penilaian terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh tim PSB/SIM tadi, telah
terlaksana dengan baik. Dengan mengacu pada Nonaka dan Tekeuchi bahwa
proses penilaian akan berpengaruh pada penentuan kualitas yang diciptakan dan
mencakup kriteria serta standar penilaian, maka untuk penciptaan website
sekolah/PSB ini sudah mencakup kriteria dan standar penilaian yang menurut Bapak
Kepala Sekolah SMAN 1 Marioriwawo bahwa sekolah model PSB diwajibkan
membuat program yang berorientasi teknologi, maka website ini sudah tergolong
dalam ruang lingkup e-pendidikan yaitu WEB pages.
86
Tabel 8
Pelaksanaan Knowledge Creation “Justifying Knowledge”
Tahapan Penciptaan
Pengetahuan
Pelaksanaan di SMAN 1
Marioriwawo
Keterangan
Justifying (Penilaian)
terhadap produk baru
“website sekolah”
Penilaian produk
dilakukan oleh kepala
sekolah dan wakil-
wakilnya, guru, TAS,
komite sekolah, dan
siswa-siswi.
Telah dinilai berhasil oleh
pusat PSB.
Terlaksana dengan
baik.
Sumber: Hasil olah data sekunder, 2012
Ketiga tahapan penciptaan suatu konsep baru, yang dimulai dari berbagi tacit
knowledge melalui self organzing team, untuk kemudian dari pembentukan tim maka
akan menghasilkan ide kreatif dan inovatif yang dikonseptualisasikan ke dalam
bentuk gambar, kata-kata, atau simbol. Setelah itu dikristalisasikan melalui
pengujian dan percobaan yang dilakukan oleh beberapa orang lalu menilai
kualitasnya dan manfaatnya bagi sekolah. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara keseluruhan tahapan proses penciptaan pengetahuan yang dilakukan di
SMAN 1 Mariorowawo sudah berjalan dengan baik, namun masih ada pula tahap
yang pelaksanaannya belum maksimal.
87
IV.3. Pembahasan
Perubahan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang yang disebabkan
oleh perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat dan memerlukan sikap
adaptif sekaligus antisipatif. Mempersiapkan generasi muda bangsa yang
berkualitas dan kompetitif jelas merupakan suatu keharusan agar mereka dapat
menghadapi berbagai tantangan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan
tersebut. Untuk itu pendidikan nampaknya dapat menjadi salah satu cara
mempersiapkannya, dengan pendidikan kualitas SDM dapat ditingkatkan, dengan
pendidikan pengetahuan masyarakat dapat dikembangkan sehingga mampu
meningkatkan kapabilitas dirinya dalam menjalankan kehidupannya pada saat ini
dan dimasa datang. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa upaya membangun
pendidikan pada setiap negara menjadi perhatian penting dengan kapabilitasnya
masing-masing, yang jelas pendidikan diyakini sebagai upaya yang strategis dalam
menghadapi ketatnya persaingan di era global. Pada dasarnya Pendidikan
merupakan investasi dalam modal manusia (human Capital), dan modal manusia
bisa dibentuk dan ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan, tanpa pendidikan
adalah tidak mungkin modal manusia dapat berkembang.
Manajemen pengetahuan kalau dipahami secara mudah adalah suatu proses
pengelolaan pengetahuan yang masih berada dalam benak manusia (berupa ide,
gagasan, pengalaman, lesson learn, dll) atau tacit knowledge yang kemudian digali,
dikategorisasi dan didokumentasi menjadi explicit knowledge. Sehingga tujuan dari
manajemen pengetahuan tidak lain adalah menghasilkan suatu inovasi kreatif dari
88
berbagai pemikiran individu dan menjadi suatu produk yang akan meningkatkan
kualitas kinerja suatu organisasi.
Sekolah adalah institusi dimana knowledge (pengetahuan) banyak diciptakan
dan digunakan secara terus menerus dan berkesinambungan. Disinilah pentingnya
mengelola pengetahuan yang ada sebagai asset sekolah sehingga berbagai inovasi
dapat dilakukan terus menerus untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas
pembelajaran. Namun sangat disayangkan bahwa di SMAN 1 Marioriwawo ini masih
kurang mengelola pengetahuan yang dimilikinya secara terencana dan terprogram
untuk mendorong efisiensi, produktifitas serta kualitas maupun profitabilitas.
Merupakan hal yang menjadi kebiasaan di banyak organisasi dimana knowledge
atau pengetahuan yang mereka miliki umumnya terserak dan tersebar baik di
personal komputer, laptop, filling cabinet atau di arsip dokumen bahkan masih
tersimpan di dalam benak (Tacit Knowledge) masing-masing staf atau pengajar.
Di SMAN 1 Marioriwawo sendiri, telah mempelajari dan menerapkan sistem
manajemen pengetahuan sejak lama namun belum efektif, dan saat ini ketika SMAN
1 ini menjadi model PSB dan menuju sekolah bertaraf internasional maka Kepala
Sekolah menganggap perlu mengembangkan potensi yang dimiliki guru ataupun staf
di sekolahnya, potensi tersebut dilihat dari pengetahuan dan pengalaman yang
memungkinkan untuk menciptakan program e-pendidikan dan karena itu maka harus
ada cara yang tepat untuk mengelola beragam pengetahuan dan pengalaman
tersebut. Sedangkan untuk mengefektifkan dan memeprcepat tumbuhnya
penciptaan pengetahuan maka Kepala Sekolah bersama wakil-wakilnya membentuk
suatu tim yang khusus menangani masalah ini, dalam manajamen pengetahuan
89
disebut Chief Knowledge Officers (CKO) yang bertugas mengembangkan hubungan
dengan infrastruktur, proses, dan budaya dari manajemen pengetahuan dalam
organisasi.
Akan tetapi meskipun organisasi berbasis pengetahuan mungkin tampaknya
cocok dan lebih pas, namun manajemen pengetahuan yang efektif memang
memerlukan perubahan yang signifikan dalam budaya dan nilai-nilai, struktur
organisasi dan sistem imbalan. Karena itu dari sekian banyak guru maupun staf
administrasi yang tergabung dalam tim, tidak semuanya ikut berpartisipasi aktif
dalam proses penciptaan pengetahuan. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh
Bapak Syarif (Wakasek Ketenagaan), bahwa:
“manajemen pengetahuan yang saya pahami adalah bagaimana mengelola pengetahuan yang ada dalam diri seseorang dan dibagikan kepada orang lain sehingga pengetahuan yang kita miliki juga dapat berguna bagi orang lain. Namun, sekolah kami belum sepenuhnya memakai sistem MP ini, karena banyak tahapan di dalamnya dan kami saat ini sedang focus pada menciptakan pengetahuan baru dan menyebarkannya kepada seluruh pihak terkait. Sekolah sudah memberikan wadah untuk para pegawai, guru, dan orang tua siswa untuk dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dll. Dari situlah kadang-kadang muncul pendapat-pendapat yang kreatif dan tentu saja berguna bagi sekolah. Namun tentu saja tidak mudah untuk mengubah seluruh sistem yang ada menjadi berbasis pengetahuan. Apalagi banyak dari guru atau pegawai yang sudah nyaman dengan pekerjaan masing-masing. Karena itu menurut saya implementasi MP masih belum maksimal, dan diharapkan kepada tim khusus untuk menjadi acuan bagi terlaksananya MP khususnya penciptaan konsep.”
Lebih lanjut beliau memaparkan bahwa:
“Kami sadar bahwa untuk menciptakan ide pembelajaran baru berbasis tik itu tidak mudah apalagi jika cuma satu orang yang memikirkannya. Untung saja tim PSB ini terdiri dari guru dan pegawai yang berusaha untuk membiasakan proses manajemen pengetahuan sehingga kami dengan mudah saling menshare pengetahuan dan pengalaman kami untuk selanjutnya kami mencoba membuat program e-Learning baru yakni website sekolah. Dan juga kami sepenuhnya diberikan kepercayaan dalam membuat program baru
90
tersebut sehingga dalam hal sosialisasi kami tidak menemukan hambatan dari berbagai pihak. Malah dengan website sekolah ini, kami mampu meningkatkan mutu sekolah dari segi efisiensi dan efektifitas belajar-mengajar di sekolah, memberi bekal kepada siswa-siswi SMAN 1 dalam menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang, dan sekaligus menjadi kategori sekolah model PSB sangat baik..”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Kemudian pernyataan senada di atas juga diungkapkan oleh bapak
Naharuddin selaku Kepala Sekolah. Beliau mengatakan bahwa:
“di era global sekarang ini memang sangat perlu untuk memahami bahwa sekolah harus menjadi wadah untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki oleh individu-individu di sekolah khususnya di SMAN 1 ini. Untuk membuat siswa-siswi mampu mengelola pengetahuan, maka memang seharusnya dimulai dan dicontohkan oleh guru-guru sendiri. Beberapa dari kami juga mulai mempelajari sistem MP itu sendiri, namun memang untuk mengaplikasikannya dan memasukkannya ke dalam misi sekolah masih terbilang sulit. Saya sebagai kepala sekolah di bantu dengan wakil-wakil saya, akan berusaha membawa sekolah ke arah yang lebih baik. Apalagi sekarang SMAN 1 ini menjadi SMA model PSB sehingga sekolah kami harus menciptakan program-program tik secara berkesinambungan. Karena itu kami membentuk tim ahli PSB yang akan menanganin hal tersebut dan juga sebagai acuan kepada guru dan pegawai lain mengenai pentingnya mengelola pengetahuan.”
(Hasil wawancara pada tanggal 4 april 2012)
Dari hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa SMAN 1
Marioriwawo belum sepenuhnya melaksanakan tahap-tahap manajemen
pengetahuan yang ideal. Kendalanya adalah pada tahap mentransfer atau berbagi
pengetahuan dalam suatu forum yang terkadang tidak begitu ditanggapi oleh
beberapa pihak. Karena itu, agar dapat terus berinovasi serta menciptakan
lingkungan yang canggih untuk pendidikan, maka sekolah membentuk tim khusus
yang berfungsi untuk menghasilkan ide kreatif dan program-program baru dalam
rangka pencapaian mutu. Diharapkan nantinya pengetahuan baru yang dibentuk
91
akan memajukan mutu sekolah khususnya serta mengajarkan kepada para pendidik,
peserta didik, tenaga administrasi, orang tua siswa, dan masyarakat, tentang
bagaimana seharusnya memecahkan suatu masalah seputar pendidikan yang ada
dilingkungan sekolah dan kemudian dicarikan solusinya dengan cara mengelola
pengetahuan dan informasi, dan menghasilkan suatu ide dan atau pengetahuan
baru yang dibutuhkan oleh masyarakat sekolah.
Penciptaan pengetahuan yang terjadi di SMAN 1 telah melahirkan ide atau
konsep baru yang inovatif bagi sekolahnya. Salah satunya adalah website
sekolah/PSB yang berfungsi sebagai media belajar online, sekaligus pelaksanaan
ujian akhir sekolah. Fungsi website sekolah sendiri sangat banyak, dan
penciptaannya pun melalui proses atau tahapan dari mengelola pengetahuan
masing-masing anggota tim. Ide ini dimulai dengan adanya keharusan untuk
membuat program berbasis teknologi, selanjutnya memutuskan untuk memilih salah
satu ruang lingkup e-pendidikan yakni WEB pages. Lalu ide penciptaan web ini
berasal dari berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dan masih berada
dalam benak individu atau masih tersirat (pengetahuan tasit), misalnya pengetahuan
mengenai cara membuat website, kemampuan berbahasa inggris, kemampuan
desain website, dan lain-lain, lalu kemudian mengkonsepkannya ke dalam bentuk
berupa gambar, symbol, atau kata-kata (pengetahuan eksplisit), lalu kemudian
menguji coba konsep website sekolah tersebut dan diberi penilaian apakah
manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang bagi sekolah ataukah tidak.
Setelah itu, konsep tadi disebarkan ke seluruh pihak sekolah melalui sosialisasi
92
kemudian workshop untuk selanjutnya digunakan dan dimanfaatkan oleh seluruh
pihak di SMAN 1 Marioriwawo.
Jadi berdasarkan pada teori Nonaka (2000) dalam Sangkala (2007:104)
bahwa pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat diperbesar
atau diperluas, dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa
langkah. Proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 4, kerangka konsep. Untuk
lebih jelasnya penulis akan memaparkan hubungan antara teori Nonaka dengan
fakta di lapangan mengenai proses penciptaan pengetahuan.
Tabel 9
Pelaksanaan penciptaan pengetahuan SMAN 1 Marioriwawo berdasarkan teori
Nonaka (2000)
Proses Penciptaan Pengetahuan
(Nonaka,2000)
Pelaksanaan Penciptaan
Pengetahuan di SMAN 1
Marioriwawo Kab. Soppeng
Kriteria Penilaian
1. Sharing tacit knowledge:
- Membangun kepercayaan dan
keterbukaan
- Penggunaan fasilitas berbagi
pengetahuan
- Ada kerja sama tim
1. Sharing tacit knowledge
- Telah terbangun kepercayaan
serta keterbukaan dikalangan
guru maupun TAS.
- Penggunaan fasilitas berbagi
pengetahuan: belum
maksimal, masih kurang yang
berpartisipasi dalam proses
ini.
- Kerja sama tim: ada tim yang
dibentuk dan kerja samanya
sudah sangat baik. Walaupun
Terlaksana
dengan baik.
93
beberapa dari anggota tim
yang belum berkontribusi
penuh dalam proses sharing
ini.
2. Konseptualisasi (creating
concept):
- Proses eksternalisasi yaitu
proses merubah tacit knowledge
menjadi explicit knowledge
dalam bentuk dokumen
pertemuan, intranet, MS office,
dll.
- Dialog yang berkesinambungan
dan Kristalisasi (crystallization):
- Model konversi internalisasi
yaitu merubah explicit
knowledge menjadi tacit
knowledge melalui intranet,
media massa, SK, pelatihan,
pengumuman, dll.
- Menguji realitas dan penerapan
konsep yang diciptakan tim
2. Konseptualisasi (creating
concept):
- Proses eksternalisasi di
SMAN 1 ini berupa MS office
word yaitu mencatat hasil-
hasil pertemuan dan diskusi
dalam komputer kemudian
disebarkan kepada seluruh
anggota tim untuk dipelajari.
- Ada dialog yang rutin yang
dilakukan oleh tim PSB/SIM
dan Kristalisasi
(crystallization):
- model konversi internalisasi
dilakukan melalui pelatihan,
sosialisasi, dan melalui
fasilitas internet (chatting dan
blog).
- Konsep yang diciptakan diuji
kelayakannya oleh kepala
sekolah, perwakilan guru-
guru, TAS, serta komite
sekolah. Setelah dinyatakan
layak, maka tim selanjutnya
menyempurnakan konsep tadi
untuk selanjutnya di
sosialisasikan kepada seluruh
Terlaksana
dengan baik.
94
pihak sekolah termasuk
masyarakat.
3. Penilaian (Justifying)
- Penyaringan dan penyatuan
konsep yang telah diciptakan,
terkait nilai dan manfaat bagi
organisasi serta masyarakat
dalam peningkatan mutu dan
kualitas organisasi.
3. Penilaian (Justifying)
- Konsep yang telah melalui
tahap kristalisasi berarti
konsep tersebut telah benar-
benar jadi dan siap untuk
disosialisasikan untuk
mendapat feedback dan
penilaian manfaat dan fungsi
bagi sekolah terhadap konsep
baru tersebut.
Terlaksana
dengan baik.
Manfaat yang dirasakan dengan diciptakannya website sekolah juga sangat
banyak, baik manfaat yang dirasakan oleh guru maupun siswa-siswinya.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat kita lihat bahwa manfaat website
sekolah ini adalah menjadikan teratur, memudahkan siswa mengakses bahan ajar,
membantu guru-guru dalam penguasaan IPTEK, dan lain sebagainya. Dari sudut
pandang siswa sendiri, menurut salah seorang siswi SMAN 1 Marioriwawo bernama
Endang (X4 EC) mengemukakan manfaat yang didapatkannya melalui website
sekolah ini.
“Manfaatnya sangat banyak bagi diri saya, dengan adanya web sekolah ini saya tidak terlalu banyak membawa buku-buku, meski seharusnya bawa buku, tapi dengan web sekolah ini, saya tinggal mendowload bahan ajar yang sudah disiapkan, saya tinggal saji, dan teman-teman juga begitu. Dan bahan ajar itu sudah sangat lengkap, jadi saya dapat belajar melalui web tersebut, dan masih banyak yang lain. Seperti ulangan melalui PSB sekolah.
95
SMAN 1 selalu mengikuti globalisasi dan tidak pernah lupa sang pencipta dan juga disiplin.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Hal senada juga diungkapkan oleh Nur Faidah (X1 IA 1), yang
mengemukakan bahwa:
“Manfaat web sekolah ini adalah dapat mengetahui informasi secara langsung, misalnya tentang osis, tentang sekolah, dan tentang bapak/ibu guru. Selain itu dapat mendownload pelajaran yang kurang di buku cetak, dan manfaat yang paling penting adalah belajar menjadi semakin mudah dan menyenangkan.”
(Hasil wawancara pada tanggal 2 April 2012)
Jadi dapat kita simpulkan bahwa website sekolah ini sudah memenuhi
kriteria sekolah model PSB yaitu membuat program yang berbasis teknologi. Hal itu
juga telah mendapat apresiasi dari pengelola Sekolah Model RSKM-PSB-PBKL,
bahwa SMAN 1 Marioriwawo masuk dalam kategori sekolah model PSB sangat baik.
Penghargaan tersebut tidak lepas dari kemampuan tim dalam mengelola
pengetahuan yang dimiliki masing-masing anggota tim, sehingga jadilah website
sekolah dengan beragam fungsi dan manfaat di dalamnya. Siswa SMAN 1
Marioriwawo juga diajarkan cara mengelola pengetahuan agar siswa mampu
mengorganisasi, meringkas, atau mensintesiskan informasi yang diperolehnya dan
siswa tidak lagi sembarangan dalam menangkap isi informasi tanpa diolah terlebih
dahulu. Selain itu juga, SMAN 1 ini mengajarkan siswanya untuk selalu membagi
pengetahuannya kepada teman-temanya dan kepada orang lain, membiasakan
untuk menshare pengetahuannya ke dalam tulisan seperti blog agar pengetahuan
dalam diri mereka nilainya akan bertambah jika dibagikan dan dipergunakan, karena
jika tidak dipergunakan dalam jangka waktu yang lama maka nilai knowledge itu
96
akan berkurang bahkan hilang. Untuk itu dalam materi pelajaran tik, dimasukkan
mengenai cara membuat blog atau tulisan di internet, serta cara mengaplikasikan
dan membuat website sekolah/PSB.
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada bab pembahasan dan serangkaian hasil analisis yang
telah penulis lakukan mengenai proses penciptaan pengetahuan dalam rangka
mendukung manajemen berbasis sekolah di SMAN 1 Marioriwawo dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Proses penciptaan pengetahuan dengan contoh kasus website sekolah,
pada dasarnya sudah berjalan dengan baik. Dimulai dengan berbagi
(sharing) pengetahuan dan untuk itu sekolah membentuk tim khusus (tim
PSB/SIM) sebagai media berbagi ide, pengalaman, informasi, dll yang dapat
menumbuhkembangkan terjadinya pengetahuan baru. Lalu tahap selanjutnya
adalah penciptaan konsep (conceptualization), dimana tahap ini merupakan
eksternalisasi konsep yang ada melalui campuran pengalaman, imajinasi,
dan pengetahuan yang telah ada. Kemudian pengetahuan yang terkonsep
tadi dikristalisasikan menjadi sebuah bentuk pengetahuan yang berwujud
atau tersurat untuk selanjutnya diujicobakan dan dinilai kualitasnya,
mendapatkan feedback dari seluruh anggota organisasi sekolah, untuk
dinyatakan kelayakan serta manfaat yang berkelanjutan dengan terciptanya
suatu pengetahuan baru tersebut bagi sekolah.
Pada proses sharing of knowledge, diperlukan sedikit perhatian dalam
pelaksanaannya agar terlaksana dengan baik. Karena beberapa anggota tim
PSB/SIM masih ragu untuk menyampaikan idenya dan belum terlalu
98
termotivasi memikirkan ide-ide kreatif untuk membuat inovasi e-pendidikan,
dan sering absen pada saat diadakannya diskusi atau pertemuan, apalagi
belum adanya penghargaan yang diberikan kepada guru yang berpartisipasi
dari keefektifan mengelola dan mengembangkan penciptaan pengetahuan di
SMAN 1 Marioriwawo ini sehingga dibutuhkan perhatian serius agar mereka
yang belum termotivasi, dapat segera menyadari bahwa seluruh anggota tim
memiliki peran dalam penciptaan pengetahuan dan akan sangat membantu
diri mereka sendiri agar pengetahuan yang dimilikinya tidak hilang karena
kurang dipergunakan. Adapun penciptaan pengetahuan yang dihasilkan
dalam rangka pembelajaran berbasis TIK adalah website sekolah dan
website PSB. Website sekolah/PSB tersebut tidak hanya berfungsi sebagai
perpustakaan online, tapi juga sebagai tempat dilaksanakannya ujian akhir
sekolah berbasis online. Sehingga terjadi proses pembelajaran dan evaluasi
sekolah yang lebih efektif dan efisien, serta membiasakan guru maupun
siswa untuk mahir dalam penguasaan TIK.
V.2. Saran
1. Untuk dapat menerapkan manajemen pengetahuan dengan baik, diawali
dengan membudayakan proses sharing of knowledge dalam organisasi
sekolah. Guru-guru dan seluruh pegawai, harus menyadari pentingnya
berbagi pengetahuan dan membuang anggapan bahwa menghasilkan mutu
yang bagus bukan hanya karena sarana dan prasarana yang lengkap
ataupun asset-aset yang bersifat tangible lainnya karena hanya
99
pengetahuanlah berbagai inovasi dapat dilakukan secara terus-menerus.
Untuk itu tim yang dibentuk dapat mencari solusi cermat untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi pada fase berbagi pengetahuan (sharing of
knowledge).
2. Satu-satunya perhatian adalah bahwa manajemen pengetahuan mungkin
akan begitu baru untuk staf pengajar saat ini. Perubahan itu dapat membawa
tidak nyaman untuk guru yang lebih suka menempel dengan metode
pengajaran yang ada. Sangat penting bahwa sekolah khususnya pimpinan
harus mendorong guru dan pegawai lebih dan lebih untuk mengambil bagian
dalam berbagi informasi dengan hadiah atau penguat lainnya dalam bentuk
serupa. Tanpa dukungan penuh dari pihak guru, gagasan KM tidak akan
mampu muncul di seluruh sekolah. Mereka harus sadar dan paham bahwa
munculnya orang-orang sukses dan kaya di dunia seperti Bill Gates, bukan
berasal dari industri perminyakan atau tambang, tetapi dari industri
pengetahuan. Dan disinilah peran pendidikan menjadi kunci kemajuan
sumber daya manusia sehingga sekolah khususnya harus mampu
menangkap esensi dari manajemen pengetahuan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Buku Rujukan:
Ellitan, Lena & Anatan, Lina. 2009. Manajemen Inovasi (Transformasi Menuju
Organisasi Kelas Dunia). Bandung: Alfabeta.
Fattah, Nanang. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan
Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Firdanianty & Soleh, Alvin. 2011. Smart Knowledge Workeri. Jakarta: PT Gramedia.
Mulyasa, E. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah (konsep,strategi,dan implementasi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nugroho, Riant. 2008. Pendidikan Indonesia (Harapan, Visi, dan Strategi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sangkala. 2007. Knowledge Management. Jakarta: Rajawali Pers.
Setiarso, Bambang, Triyono, Nazir Harjanto, dan Subagyo, Hendro. 2009.
Penerapan Knowledge Management pada Organisasi. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Suderajat, Hari. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.
Tobing, Paul L. 2007. Knowledge Managemen: Konsep, Arsitektur dan
Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Widayana, Lendy. 2005. Knowledge Management Meningkatkan Daya Saing Bisnis.
Jawa Timur: Bayumedia Publishing.
Zuhal. 2008. Kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis
Pengetahuan. Jakarta: Buku Kompas.
Buku Metodologi:
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan
Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
101
Hadari, Nawawi. 2007. Metode Penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gajahmada
university press. Hal 33-34 .
Miles dan Huberman. 1992. Analisa data Kualitatif. Jakarta: UI press.
Yin. Robert K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta: Bandung.
Peraturan Undang-Undang :
Kepmendiknas Nomor 087 tahun 2004 tentang Standar Akreditas Sekolah.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal
51 ayat (1). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program pembangunan Nasional tahun 2000-2004 pada Bab VII.
Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Undang-undang Sisdiknas Pasal 51 Ayat 1 tentang Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah atau madrasah.
102
Rujukan Dari Internet :
Diunduh dari internet, www.e-pendidikan.com, 08 November 2011 Pukul 09.03 WITA, “Penerapan MBS di SLTPN 09 Jakarta”.
Diunduh dari internet, www.pdf.com, 25 November 2011 Pukul 17.55 WITA,
“Penerapan Manajemen Pengetahuan”.
Diunduh dari internet, www.google.com, 25 November 2010 Pukul 17.00 WITA, “ Definisi Manajemen Pengetahuan”. (widyana)
Diunduh dari internet, www.google.com, 1 Januari 2012 Pukul 19.31 WITA, “Transfer
Pengetahuan Tasit”. Diunduh dari internet, www.pdf.com, 3 Januari 2012 Pukul 12.56 WITA, “Sisdiknas”.
Diunduh dari internet, www.smansario.sch.id, 16 Januari 2012 Pukul 12.51 WITA.
Diunduh dari internet, http//smansario/PSB/, 31 Maret 2012 Pukul 16.11 WITA.