BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas ditegakkan diagnosa herpes zoster berdasarkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dermatologi. Dari
anamnesis diketahui laki-laki umur 58 tahun datang ke Poli Kulit Kelamin
RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi dengan keluhan Muncul gelembung
berisi cairan dan gelembung yang sudah pecah yang terasa perih dan panas
di Kelopak mata kanan dan di dahi kanan sejak ± 2 hari yang lalu. ± 6 hari
yang lalu pasien mengeluh demam, badan terasa lemah , mengeluh kelopak
mata kanan dan dahi kanan terasa perih dan panas. ± 4 hari yang lalu os
mengeluh timbul bintil-bintil kemerahan sebesar jarum pentul disertai nyeri
dibagian kelopak mata kanan dan di dahi kanan. Bintil kemerahan
dirasakan makin banyak namun tidak bertambah di bagian tubuh lainnya. ±
3 hari yang lalu bintil-bintil kemerahan tersebut menjadi gelembung-
gelembung yang berisi cairan berwarna bening dan disertai warna
kemerahan dikulit sekitar gelembung-gelembung itu muncul dan disertai
bengkak. Gelembung tersebut makin lama makin membesar yang terasa
perih dan nyeri. Gelembung-gelembung makin lama makin membesar
seperti melepuh yang terasa sangat perih, hamper semua gelembung pecah
dan membentuk keropeng yang mongering dan sebagian ada yg masih
mengeluarkan cairan warna jernih. Gelembung tersebut juga dirasa perih
dan panas.
Hal ini sesuai dengan keluhan yang sering dikeluhkan pasien herpes
zoster yaitu timbul eritema makulo papular yang dalam waktu singkat
menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa
dan edema. Vesikel ini berisi cairan jernih, yang dapat berubah menjadi
pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi
mengering menjadi krusta. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster
adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut
26
melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang
dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Sebelumnya pasien mengaku demam, demam tidak terlalu tinggi,
hilang timbul, badan terasa lemah dan selain itu pasien juga mengeluh
seluruh badan terutama pinggang terasa pegal–pegal. Hal ini menunjukkan
pasien sebelumnya mengalami gejala prodromal yang merupakan gejala
khas dari infeksi virus herpes, gejala prodromal berupa gejala sistemik
maupun lokal, gejala sistemik berupa demam, pusing dan malaise,
sedangkan gejala lokal berupa nyeri otot-tulang, gatal, pegal dan
sebagainya.
Pasien mengaku pernah menderita cacar sebelumnya. Riwayat
kontak dengan orang yang mengalami penyakit serupa dan lingkungan
sekitar yang mempunyai keluhan yang sama disangkal. Hal ini sesuai
dengan penyebab herpes zoster yaitu merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah penderita mendapat varisela sebelumnya.1-7
Pada pemeriksaan fisik, status generalis di dapatkan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis di dapatkan pada daerah mata dan dahi
disebelah kanan ditemukan Vesikel, Multiple, Herpetiformis Unilateral,
sirkumskripta, tepi tidak aktif. Keadaan kulit sekitar eritema dan edem,
nyeri (+). Terdapat Erosi, Multipel, unilateral, eksudat purulen,
sirkumskripta, tepi tidak aktif, nyeri (+). Terdapat Krusta, Multiple,
Unilateral, berwarna kekuningan, sirkumskripta, nyeri (+) dengan daerah
eritem dan edema disekitarnya. Menurut kepustakaan, penyakit herpes
zoster ini, ruamnya berupa eritema yang dalam waktu singkat menjadi
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.
Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-
abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung
darah dan disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul
infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan
berupa sikatriks. Berdasarkan tempat predileksi herpes zoster yaitu daerah
27
yang paling sering terkena adalah daerah oftalmika cabang nervus
trigeminus dan torakal terutama dermatome T3 – L2.
Pemeriksaan penunjang pada penderita ini tidak dilakukan karena
keterbatasan waktu pemeriksaan dan sarana yang kurang memadai.
Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan berupa pemeriksaan percobaan
Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak. Pemeriksaan DFA, PCR
dan pemeriksaan mikroskopi dan biakan dari cairan bula dapat dilakukan
untuk menyingkirkan diagnosa banding.
Adapun differensial diagnosis kelainan kulit penderita ini yaitu :
Herpes simpleks biasanya disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun
rekurens. Infeksi virus herpes simpleks berlangsung dalam 3 tingkat yaitu
infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens. Infeksi primer berlangsung
lebih lama dan berat kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik,
misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan dapat ditemukan
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang sering
dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal,
biasanya sembuh tanpa sikatriks. Tempat predileksi virus herpes simpleks
terbagi dua yaitu tipe I di daerah pinggang ke atas terutama daerah mulut
dan hidung, dan tipe II daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.
Pada kasus ini keluhannya mirip dengan herpes simpleks yaitu eritema
yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit yang eritematosa dan edema. Tetapi tempat predileksinya berbeda,
pada herpes simpleks predileksinya di daerah mulut dan hidung serta
daerah genital. Sedangkan pada kasus ini kelainan terdapat di daerah dada
dan punggung dan sesuai dengan dermatom saraf. Tidak dipilihnya herpes
28
simplek sebagai diagnosis kerja karena berbagai alasan. Pada pasien ini,
keluhan baru pertama kali dirasakan. Hal ini tidak sesuai dengan kasus
herpes simplek yang cenderung bersifat residif. Sementara itu, pada herpes
zoster, keluhan jarang berulang kecuali pada kasus adanya defisiensi imun
yang tampak jelas secara klinis. Pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan tzanck test tidak diusulkan dilakukan karena karakteristik
sitolopatologinya biasanya tidak banyak menunjukkan perbedaan. Akan
tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang
antara lain: isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi
dengan mikroskop elektron, pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen,
tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.1-6
Impetigo vesiko-bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala
utama berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang,
terkadang tampak hipopion. Keadaan umum baik, tetapi dapat timbul gejala
konstitusi berupa malaise dan demam.Tempat predileksi di ketiak, dada,
punggung, atau daerah yang tidak tertutup pakaian.Terdapat pada anak,
bayi, dan orang dewasa. Umumnya sangat mudah menular. Kelainan kulit
berupa eritema, bula, dan bula hipopion dimana lepuh timbul mendadak
pada kulit sehat, bervariasi mulai miliar hingga lentikular, dapat bertahan
2-3 hari. Kadang-kadang waktu pasien datang berobat, vesikel/bula telah
memecah sehingga yang tampak hanya kolaret dan dasarnya masih
eritematosa, erosi, dan ekskoriasi. Pada kasus ini keluhannya mirip dengan
impetigo bulosa dimana terdapat lepuh-lepuh yang berisi cairan namun
dinding pada herpes zooster tidak tegang sepeti kasus impetigo bulosa,
keluhan kontitusi pada impetigo vesiko bulosa meliputi malaise dan demam
menyerupai fase prodormal pada herpes zoster. Terdapat perbedaan ruam
pada herpes zoster dan impetigo vesiko bulosa dimana pada herpes zoster
erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh
empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi
pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi
29
mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu
sedangkan pada impetigo bulosa kelainan kulit berupa eritema, bula, dan
bula hipopion dimana lepuh timbul mendadak pada kulit sehat, bervariasi
mulai miliar hingga lentikular, dapat bertahan 2-3 hari dengan vesikel/bula
yang mudah pecah sehingga tampak koloret dengan dasar yang
eritematosa.1,2
Pengobatan medikamentosa pada herpes zoster diberikan secara
topikal dan sistemik. Pengobatan topikal tergantung stadiumnya. Jika
masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik. Sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan antiviral, obat
yang biasa diberikan yaitu asiklovir dan modifikasinya misalnya
valasiklovir. Pada pasien ini diberikan pengobatan secara sistemik dan
topikal, obat topical di kompres dengan larutan Nacl 0.9% dan obat
sistemik yaitu diberikan anti virus asiklovir 5 x 800 mg sehari selama 7
hari. Pada pasien ini diberi asiklovir karena mekanisme kerjanya
menghambat enzim DNA polymerase virus, asiklovir segera diubah
menjadi asiklo-guanosin monofosfat oleh enzim timidin kinase virus,
kemudian diubah lagi menjadi asiklo-guanosin trifosfat (asiklo-GTP),
asiklo-GTP bergabung dengan DNA virus yang akan mengakibatkan
terhentinya aktifitas enzim DNA polymerase. Analgetik diberikan untuk
mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat
yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat
adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.
Prognosis pada kelainan kulit ini umumnya baik selama pengobatan
dilakukan secara dini dan terkontrol. Prognosa untuk kasus ini adalah Quo
ad vitam nya adalah Dubia ad Bonam karena herpes zoster tidak
mengancam jiwa. Quo ad functionamnya adalah Dubia ad Bonam karena
30
herpes zoster juga tidak menyebabkan gangguan fungsi organ-organ tubuh
pada pasien ini jika dilakukan pengobatan secara maksimal. dan Quo ad
sanationamnya adalah Dubia ad Bonam karena penyakit ini dapat sembuh
lebih cepat jika pengobatannya teratur. 1-6
31