1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini permasalahan merokok merupakan permasalahan yang kompleks
baik dilihat dari faktor penyebabnya maupun akibatnya (Widiyanty, 2005: 1).
Kebiasaan merokok merupakan salah satu masalah kesehatan publik yang menjadi
agenda penting World Health Organization (WHO) (http://bataviase.co.id). Hal ini
dikarenakan hampir lima juta orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat
kebiasaan merokok tersebut (http://www.depkes.go.id). Jika tidak dilakukan
penanganan yang serius, maka berdasarkan survei WHO pada tahun 2020 kematian
akibat rokok ini akan mencapai 84 juta jiwa dan pada tahun 2030 akan mencapai 175
juta jiwa dari kematian penduduk dunia setiap tahunnya (WHO Report on the Global
Tobacco Epidemic, 2008: 17). Hal itu bisa dilihat dari grafik 1.1 dibawah ini:
Grafik 1.1
Perkiraan Kematian Penduduk Dunia Akibat Rokok dari Tahun 2005-2030
Sumber: WHO report on the global tobacco epidemic, 2008
UNIVERSITAS INDONESIA
2
Kematian penduduk dunia yang semakin meningkat akibat rokok tersebut,
telah mendorong WHO untuk mengatasinya dengan cara mengeluarkan berbagai
kebijakan (policy) mengenai pengendalian rokok dunia diantaranya adalah
Monitoring, Smoke Free Environment, Cessations Programmes, Healty Warning,
Advertising Bans dan Taxion (WHO report on the global tobacco epidemic, 2009: 9).
Hal itu dapat dilihat pada grafik 1.2 dibawah ini:
Grafik 1.2
Kebijakan Pengendalian Rokok Dunia
Sumber: WHO report on the global tobacco epidemic, 2009
Kebijakan yang dibuat WHO mengenai pengendalian rokok pada grafik 1.2 di
atas belumlah berjalan maksimal karena masih rendahnya tingkat pengaruh kebijakan
tersebut terhadap populasi dunia. Namun, dibalik ketidakmaksimalan tersebut,
kebijakan lingkungan bebas asap rokok (smoke free environment) yang dicanangkan
oleh WHO, berhasil membawa 22 kota dari 100 kota besar di dunia bebas dari asap
UNIVERSITAS INDONESIA
3
rokok walaupun tingkat pengaruh kebijakan tersebut hanya 5% dari populasi dunia
(WHO report on the global tobacco epidemic, 2009: 10).
Di seluruh dunia, jumlah perokok mencapai 1,35 miliar (WHO Report on the
Global Tobacco Epidemic, 2008: 18). Dari jumlah tersebut, hampir dua pertiga dari
perokok di dunia tinggal di sepuluh negara yakni di China, India, Indonesia, Rusia,
Amerika Serikat, Jepang, Brazil, Bangladesh, Jerman dan Turki (WHO Report on the
Global Tobacco Epidemic, 2008: 19). Dari jumlah tersebut yang menjadi kawasan
bebas asap rokok (smoke free environment) adalah Health-care facilities, Educational
facilities, Universities, Publik transport, Government facilities, Indoor offices,
Restaurants, Pubs and bars (WHO report on the global tobacco epidemic, 2009: 40).
Kawasan-kawasan di atas, tidak semuanya diimplementasikan oleh negara-negara di
dunia, hanya beberapa kawasan saja yang sudah diimplementasikan dengan baik. Hal
itu dapat dilihat pada grafik 1.3 dibawah ini:
Grafik 1.3Kawasan Larangan Merokok di Dunia
Sumber: WHO report on the global tobacco epidemic, 2009
UNIVERSITAS INDONESIA
4
Di kawasan Asia Tenggara, berdasarkan laporan WHO tahun 2008 jumlah
perokoknya mencapai 125,8 juta orang (WHO Report on the Global Tobacco
Epidemic, 2008). Dari jumlah tersebut peringkat pertama ditempati oleh Indonesia
sebesar 46,16 persen, peringkat kedua ditempati oleh Filiphina sebesar 16,62 persen
dan peringkat ketiga di tempati oleh Vietnam sebesar 14,11 persen (WHO Report on
the Global Tobacco Epidemic, 2008).
Laporan WHO tersebut selaras dengan laporan pemerintah Indonesia yang
menyatakan Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok paling banyak di
kawasan Asia Tenggara yakni mencapai 62,8 juta jiwa (www.depdagri.go.id).
Tingginya jumlah perokok tersebut, diperparah lagi dengan masih terbatasnya
kawasan-kawasan larangan merokok di Indonesia, seperti yang dapat lihat pada tabel
1.1 dibawah ini:
Tabel 1.1
Kawasan Larangan Merokok di Asia Timur dan Tenggara
Country Health-
Care
Facilitie
s
Educatio
nal
Facilities
Except
Universiti
es
Univer
sities
Governm
ent
Facilities
Indoor
Offices
Resta
urants
Pubs
&
Bars
Publik
Transpo
rt
All
Other
Indors
Puclic
Places
Overal
Compiance
With
Regulation on
Smoke-Free
Environment
Bangladesh Yes Yes No No No No No No No 4
Bhutan Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes Yes 7
Democratic
People’s
Republik of
Korea
No No No No No No No No No -
India Yes Yes Yes Yes Yes No No No Yes 5
Indonesia Yes Yes Yes No No No No No No 0
UNIVERSITAS INDONESIA
5
Maldives Yes Yes Yes Yes No No No No No 3
Myanmar Yes Yes Yes No No No No No No 3
Nepal No No No No No No No No No -
Srilangka Yes Yes Yes Yes Yes No No Yes No 8
Thailand No Yes No No No No No Yes Yes 6
Timor Leste No No No No No No No No No -
Sumber: WHO report on the global tobacco epidemic, 2009
Keterbatasan kawasan merokok tersebut, menyebabkan meningkatnya angka
kesakitan dan kematian akibat rokok di Indonesia. Berdasarkan laporan Kemenkes RI
tahun 2008, jumlah kematian yang terkait dengan rokok di Indonesia diperkirakan
mencapai 380 ribu jiwa sedangkan jumlah persakitannya mencapai 500 ribu jiwa
setiap tahunnya (Iqbal, 2008: 4). Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMT), 40 persen perokok di
Indonesia berasal dari kelompok berpenghasilan kecil (http://bataviase.co.id). Fakta-
fakta mengerikan tersebut tidak terlepas dari sangat murahnya harga rokok di
Indonesia dibanding negara-negara lain di dunia, sehingga kelas masyarakat miskin
pun bisa membelinya. Hanya dengan 10 ribu rupiah saja, orang Indonesia bisa
mendapatkan sebungkus rokok, bahkan bisa membelinya secara batangan dengan
harga yang lebih murah.
Selain menghabiskan uang orang miskin, rokok juga penyebab kematian
nomor tiga di Indonesia. Yayasan Kanker Indonesia mencatat, saat ini kanker paru-
paru menduduki urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara
(http://bataviase.co.id). Padahal dulu kanker paru-paru menduduki posisi kelima.
Diketahui pula sembilan dari 10 dari pengidap kanker paru-paru adalah perokok, dan
enam orang di antaranya adalah kalangan tak berpunya.
Masalah rokok di atas merupakan masalah publik karena masalah tersebut
memiliki dampak yang luas dan memiliki konsekuensi tertentu bagi masyarakat
UNIVERSITAS INDONESIA
6
maupun bagi orang-orang yang tidak terlibat secara langsung. Oleh karena itu,
masalah tersebut harus masuk kedalam agenda setting kebijakan publik pemerintah.
Kebijakan publik sendiri merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud
yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan (Winarno, 2002: 16). Secara formal, suatu masalah
dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan kebutuhan
atau ketidakpuasan pada sebahagian orang yang menginginkan pertolongan atau
perbaikan. Pertolongan dalam hal ini mungkin dilakukan oleh mereka yang secara
langsung mempunyai masalah atau dilakukan oleh pihak lain yang bertindak atas
nama mereka yang mendapatkan masalah (Winarno, 2002: 49). Dalam konteks ini
masalah yang dimaksud adalah masalah publik yakni masalah yang mempunyai
dampak yang luas dan mencakup konsekuensi-konsekuensi bagi orang-orang yang
tidak langsung terlibat.(Winarno, 2002: 50). Seperti yang terjadi di kota-kota besar
Indonesia saat sekarang ini yang lagi menghadapi dua permasalahan pokok yakni
kemacetan lalu lintas dan tingkat polusi yang tinggi (Budi Winarno, 2002: 1).
Permasalahan pokok di atas juga terjadi di Kota Jakarta. Kota dengan jumlah
penduduk hampir 9,5 juta jiwa ini merupakan kota dengan tingkat polusi terbesar
ketiga di dunia (http://www.lintasberita.com) dan menjadi salah satu kota dengan
jumlah perokok aktif terbesar di Indonesia yakni sebesar 3 juta orang atau 35 % dari
penduduk Jakarta (http://metro.vivanews.com). Polusi di atas selain disebabkan oleh
asap kendaraan bermotor juga disebabkan oleh asap pabrik dan asap rokok
(http://wartawarga.gunadarma.ac.id). Dampaknya, salah satunya adalah kadar nikotin
di DKI Jakarta berada taraf sangat mengkhawatirkan. Dari 34 gedung yang sudah
diukur dan diteliti oleh Swisscontact Indonesia, ditemukan kadar nikotin dan partikel
sangat halus berukuran 2,5 mikrometer. Selain itu, dari bangunan sekolah yang sudah
diukur dan diteliti oleh Swisscontact Indonesia, hasilnya 32% lokasi positif
ditemukan nikotin, sedangkan di rumah sakit terdapat 68% lokasi yang positif
UNIVERSITAS INDONESIA
7
terdeteksi nikotin. Padahal kedua bangunan tersebut merupakan kawasan total
dilarang merokok (http://bataviase.co.id)
Mengenai polusi yang disebabkan oleh asap rokok, salah satu usaha yang
dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta adalah dengan mengeluarkan kebijakan
mengenai kawasan larangan merokok. Kebijakan ini diatur di dalam Peraturan
Daerah Nomor 02 Tahun 2005 Pasal 13 dan Pasal 24 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara (Perda DKI Jakarta No 2 Tahun 2005), kemudian kebijakan ini
diatur kembali dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 tahun 2005 tentang
kawasan larangan merokok. Kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh bahaya rokok
sebagai salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya
kesehatan bagi individu dan masyarakat baik selaku perokok aktif maupun perokok
pasif, oleh karena itu diperlukan perlindungan terhadap bahaya rokok bagi kesehatan
secara menyeluruh, terpadu, dan bekesinambungan serta sebagai upaya untuk
menciptakan lingkungan yang bebas dari asap rokok.
Pada tahun 2010, Pemda DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No. 88 tahun 2010 yang merupakan revisi atas Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No. 75 tahun 2005 tentang kawasan larangan merokok. Peraturan tersebut
direvisi dilatarbelakangi oleh ketidakefektifan tempat khusus merokok sebagaimana
dimaksud pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 tahun 2005 dalam
melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok orang lain. Salah satu hasil revisinya
adalah menghapus tempat khusus merokok yang selama ini masih terdapat di dalam
gedung-gedung di DKI Jakarta.
Maksud diberlakukannya kebijakan kawasan larangan merokok ini adalah
untuk melindungi masyarakat Jakarta dari bahaya asap rokok dan melindungi hak
setiap orang untuk mendapat udara yang sehat dan bersih, sedangkan tujuan
diberlakukan kebijakan kawasan dilarang merokok adalah: a) menurunkan angka
kesakitan dan/atau kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup
sehat; b) meningkatkan produktifitas kerja yang optimal; c) mewujudkan kualitas
UNIVERSITAS INDONESIA
8
udara yang sehat dan bersih dan bebas dari asap rokok; d) menurunkan angka
perokok dan mencegah perokok pemula; e) dan mewujudkan generasi yang muda
dan sehat (Pasal 2, Pergub DKI Jakarta No 75 Tahun 2005). Selain itu, yang menjadi
kawasan dilarang merokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk
merokok. Sedangkan sasaran kawasan dilarang merokok adalah (Pasal 1, Pergub DKI
Jakarta No 75 Tahun 2005 dan Pasal 1, Pergub DKI Jakarta No 88 Tahun 2010).
1. Tempat atau ruangan adalah bagian dari suatu bangunan gedung yang
berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan dan atau usaha
2. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta
atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat termasuk
tempat umum milik pemerintah daerah, pemerintah pusat, gedung perkantoran
umum, tempat pelayanan umum antara lain terminal termasuk terminal
busway, bandara, stasiun, mall, pusat berbelanjaan, pasar serba ada, hotel,
restoran dan sejenisnya
3. Tempat kerja adalah ruang tertutup yang bergerak atau tetap dimana tenaga
kerja bekerja atau tempat yang sering dimasuki tenaga kerja dan tempat
sumber-sumber bahaya termasuk kawasan pabrik, perkantoran, ruang rapat,
ruang sidang/seminar, dan sejenisnya
4. Angkutan umum adalah angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa
kendaraan darat, air, dan udara termasuk didalamna taksi, bus umum, bus
way, mikrolet, angkutan kota, kopaja, kancil dan sejenisnya
5. Tempat ibadah adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan keagamaan
seperti mesjid termasuk musholla, gereja termasuk kapel, pura, wihara dan
kelenteng
6. Arena kegiatan anak-anak adalah tempat atau arena yang diperuntukkan untuk
kegiatan anak-anak, seperti tempat penitipan anak (TPA), tempat pengasuhan
anak, arena bermain anak-anak, atau sejenisnya
UNIVERSITAS INDONESIA
9
7. Tempat proses belajar mengajar adalah tempat proses belajar-mengajar atau
pendidikan dan pelatihan termasuk perpustakaan, ruang praktik atau
laboratarium, musium dan sejenisnya
8. Tempat pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dan
masyarakat, seperti rumah sakit, puskesmas, praktik dokter, praktik bidang
toko obat atau apotek, pedagang farmasi, pabrik obat dan bahan obat,
laboratorium dan tempat kesehatan lainnya, antara lain pusat dan atau balai
pengobatan, rumah bersalin, balai kesehatan ibu dan anak (BKIA)
Ketentuan yang berlaku dikawasan dilarang merokok adalah 1) pimpinan dan
atau penanggung jawab, wajib melarang kepada setiap orang untuk tidak merokok; 2)
pimpinan dan atau penanggung jawab wajib menegur dan atau memperingatkan dan
atau mengambil tindakan kepada setiap orang apabila terbukti merokok 3) setiap
orang dapat memberikan teguran atau melaporkan kepada pimpinan dan atau
penanggungjawab apabila ada yang merokok 4) pimpinan dan atau penanggungjawab
wajib mengambil tindakan atas laporan yang disampaikan oleh setiap orang.
Sedangkan khusus untuk tempat umum dan tempat kerja, pimpinan dan atau
penanggung jawab dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok sebagai
kawasan merokok (Pasal 6, Pergub DKI Jakarta No 75 Tahun 2005).
Setelah lima tahun peraturan daerah ini diundangkan dan berlaku umum,
secara kasat implementasi kebijakan ini belum melihatkan kinerja yang efektif.
Kawasan-kawasan yang menurut perakturan tersebut adalah kawasan dilarang
merokok, masih terlihat banyak orang yang melanggarnya, seperti yang terjadi pada
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur yang merupakan salah satu tempat
kawasan larangan merokok yang notabene adalah terminal terbesar di DKI Jakarta
dan menjadi salah satu pintu gerbang utama untuk masuk ke DKI Jakarta.
UNIVERSITAS INDONESIA
10
Terminal yang mempunyai luas hampir dua hektar ini yang menurut
perakturan adalah kawasan larangan merokok, tetapi pada kenyataannya masing
sering di jumpai orang-orang yang begitu bebasnya mengepulkan asap rokok seperti
yang dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini:
Gambar 1.1
Masyarakat Dengan Bebasnya Merokok
Sumber: Hasil Observasi
Hal tersebut selaras dengan survei penegakan Kawasan Dilarang Merokok
yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tahun 2009 yang
menunjukkan, 89 persen angkutan umum di terminal rambutan masih melanggar
ketentuan dilarang merokok di lingkungan umum (http://www.ylki.or.id). Padahal di
terminal kampung rambutan ini peringatan larangan merokoknya sangat jelas sekali
terlihat seperti pada gambar 1.2 dibawah ini:
UNIVERSITAS INDONESIA
11
Gambar 1.2
Peringatan Larangan Merokok
Sumber: Hasil Observasi
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas timbul pertanyaan apa yang
salah dengan kebijakan kawasan larangan merokok tersebut, apakah kebijakan itu
terlalu sulit diimplementasikan ataukah memang tingkat kepatuhan atau kesadaran
masyarakat mematuhi hukum yang rendah. Oleh karena itulah perlu dilakukan
evaluasi terhadap kebijakan kawasan larangan merokok di DKI Jakarta ini.
1.2 Pokok Permasalahan
Adapun rumusan masalah penelitian ini dijabarkan dalam dua pertanyaan
penelitian dibawah ini :
1. Bagaimanakah evaluasi implementasi kebijakan larangan merokok di DKI
Jakarta (Studi Kasus Kawasan Terminal Kampung Rambutan)
2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan kebijakan
larangan merokok di DKI Jakarta (Studi Kasus Kawasan Terminal Kampung
Rambutan)
UNIVERSITAS INDONESIA
12
1.3 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dijelaskan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah evaluasi implementasi kebijakan larangan
merokok di DKI Jakarta (Studi Kasus Kawasan Terminal Kampung
Rambutan)
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam
pelaksanaan kebijakan larangan merokok di DKI Jakarta (Studi Kasus
Kawasan Terminal Kampung Rambutan)
1.4 Signifikansi Penelitian
Signifikansi penelitian yang dilakukan adalah untuk mencari manfaat secara
akademis dan praktis. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,
mulai dari pembuat kebijakan (policy makers) tentang kebijakan kawasan larangan
merokok, masyarakat sebagai objek dari kebijakan tersebut hingga berbagai pihak yang
akan menerapkan kebijakan kawasan larangan merokok di kota-kota lainnya.
Secara akademis manfaat penelitian ini digolongkan dalam dua sisi, pertama
yaitu dari sisi pembuat kebijakan, penelitian ini dapat menjadi acuan bagaimana
seharusnya menjadikan kebijakan kawasan larangan merokok menjadi kebijakan yang
bermanfaat bagi masyarakat DKI Jakarta. Kedua dari sisi masyarakat, penelitian ini
dapat dijadikan rujukan dalam meningkatkan kualitas hidup bagi mereka.
Secara praktis manfaat penelitian ini diharapkan dapat merumuskan
rekomendasi atas persoalan kebijakan kawasan larangan merokok di DKI Jakarta dan
kota-kota besar lainnya di Indonesia yang berencana atau telah menerapkan kawasan
larangan merokok sebagai solusi mengatasi pencemaran udara.
UNIVERSITAS INDONESIA
13
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi disusun dalam lima bab, dibagi menjadi sub bab, dimana
antar bab dan atau sub bab lainnya merupakan satu kesatuan dan saling terkait.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari :
Bab 1: Pendahuluan
Bab ini adalah bab pendahuluan yang merupakan gambaran umum mengenai
dasar penelitian ini dilakukan, yang terdiri dari latar belakang masalah, pokok
permasalahan, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, batasan penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab 2 : Kerangka Pemikiran dan Metode Penelitian
Bab ini berisi mengenai penjelasan kajian kepustakaan yang menjadi landasan
teori penulisan skripsi untuk menyusun kerangka pemikiran penelitian, metode
penelitian, dan pembahasan. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah Teori Evaluasi Kebijakan Publik. Dalam bab ini peneliti juga menjelaskan
mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi, adapun
metode penelitian yang dipakai relevan dan sesuai tema yang diangkat. Metode
penelitian dalam penelitian ini memberikan penjelasan mengenai alur pikir
penelitian, data yang dipakai, sumber data hingga teknik pengolahan data yang
dilakukan.
Bab 3 : Gambaran Umum tentang Objek Penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai gambaran umum kebijakan kawasan larangan
merokok di DKI Jakarta. Mendeskripsikan pula mengenai lokasi penelitian, yaitu
Terminal Kampung Rambutan, Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta sebagai
salah satu kawasan larangan merokok di DKI Jakarta.
UNIVERSITAS INDONESIA
14
Bab 4 : Analisis
Bab ini memaparkan dan menganalisis hasil penelitian evaluasi terhadap
kebijakan kawasan larangan merokok di DKI Jakarta beserta permasalahan
dan solusinya yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran yang telah dibuat pada
bab kedua.
Bab 5 : Simpulan dan Saran
Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan sejumlah simpulan dan saran.
Simpulan berupa rumusan ulang dan jawaban singkat atas pokok permasalahan
sedangkan saran merupakan masukan bagi pihak-pihak terkait untuk
memperbaiki mengenai kebijakan kawasan larangan merokok di DKI Jakarta.
UNIVERSITAS INDONESIA