ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Sukasih Nur 10405001806
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1429/2008 M
ANALISIS WACANA PESAN MORAL
DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I)
Oleh
Sukasih Nur NIM : 104051001806
Pembimbing
Dr. Arief Subhan, MA
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS WACANA PESAN MORAL DALAM FILM NAGA BONAR KARYA ASRUL SANI, telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 31 Juli 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Strata 1.
Jakarta, 31 Juli 2008
Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota, Dr. Murodi, M.A. Umi Musyarofah, M.A. NIP: 150254102 NIP: 150281980 Anggota Penguji I Penguji II Drs. Study Rizal, LK, M.Ag. Drs.Wahidin Saputra,M.A. NIP: 150262876 NIP: 150276299
Pembimbing
Dr. Arief Subhan, M.A. NIP: 150262442
ABSTRAK Sukasih Nur Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film “Naga Bonar” Karya Asrul Sani
Film merupakan media komunikasi massa yang dinilai cukup efektif dalam penyampaian pesan dari pada media massa lainnya. Proses penyampaian pesan dilakukannya cenderung mengkontruksi realitas yang ada di lingkungan sekitar kehidupan manusia dan menyarankan berbagai kemungkinan moral, sosial dan psikologis termasuk di dalamnya adalah praktik perjuangan hidup, pengabdian dan pengorbanan, seperti halnya tertera dalam film Naga Bonar karya Asrul Sani.
Film Naga Bonar adalah contoh yang menunjukkan wujud penghormatan terhadap pejuang dan bukti kecintaan terhadap negara. Penyajian kisah perjuangan dalam bentuk komedi selain menghibur, namun di dalamnya banyak termuat pesan kebaikan yang dapat diambil, membuat film ini sangat diminati dan mendapat respon baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah.
Analisis wacana adalah studi tentang pengkajian fungsi pramatik yang dilakukan secara sistematis terhadap suatu kalimat, teks dan konteks sehingga makna yang terkandung dalam kalimat dapat ditafsirkan. Dalam melakukan analisis wacana film ini mengunakan analisis wacana model Teun A. Van Djik, untuk menganalisa pemakaian bahasa dan ungkapan makna yang terdapat dalam film tersebut. Dari sini maka diperlukan skema/kerangka wacana agar mempermudah dalam menganalisa baik teks, kognisi sosial dan konteks sosial.
Penelitian ini ingin mengetahui pesan moral seperti apa yang disajikan film “Naga Bonar” dilihat dari teks dan mengetahui pesan moral seperti apa yang termuat dalam film tersebut dilihat dari kognisi sosial, konteks sosial. Dalam penelitian ini data diperoleh dengan teknik Research Document yaitu melalui observasi dan penelitian terhadap film dalam bentuk VCD dan skenario film, kemudian ditafsirkan, maka dapat diketahui hasil temuannya. Temuan terfokus pada tema-tema yang mengandung moral dan unsur kebaikan yang dibungkus dengan alur cerita, pemakaian gaya bahasa, bentuk kalimat, proposisi dan ungkapan/ metafora yang baik dan mengetahui bagaimana latar belakang dibuatnya cerita tersebut. Film NB sarat dengan pesan moral. Hal ini bisa ditinjau dari struktur makro film ini yang termuat dalam tema utama yaitu tema perjuangan serta didukung dengan subtopik seperti keberanian, kepemimpinan, pesahabatan, kecintaan, kesetiaan dan kepasrahan. Sedangakan dalam skematik film NB sangat menarik karena dalam menyajikan isi cerita, penulis cerita film lebih memberikan motivasi dan memberikan pengalaman bagi penonton melalui berbagai gambaran visual yang jelas tentang pertempuran dan perjuangan hidup. Di samping itu, dari bahasa cara penyampaian informasi dan pesan-pesannya dikemas gaya populer yang sangat ekspresif dengan bahasa propagandis dan pedagogis dan dalam bentuk komedi, sehingga mudah diterima oleh masyarakat. Sedangkan dalam konteks sosial dan kognisi sosial pengarang, film ini memberikan inspirasi kepada masyarakat ketika mulai leburnya identitas bangsa, kurangnya rasa nasionalisme.
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, segala
pemilik sumber segala ilmu yang hidayahNya selalu terpancar kepada
mahlukNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani“ yang
tak lain adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program S1 pada
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta.
Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah kepada Rasullulah saw
berserta keluarganya dan para sahabat, karena beliaulah yang menjadi
suritauladan bagi kami agar kami menjadi insan kamil yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membatu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, M.A. selaku Rektor yang dapat amanat ilmiah
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Murodi, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
3. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam dan Ibu Umi Musyarofah, selaku Seketaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
4. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini,
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis di tengah-
tengah kesibukannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberi
arahan pengembangan intelektual penulis selama belajar di kelas yang satu
persatu tidak dapat penulis sebutkan.
6. Pimpinan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh staf dan
karyawan yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur selama
penulis belajar sampai bisa menyelesaikan studi di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Pimpinan Perpustakaan Sinematek (Pusat Perfilman Indonesia), atas
pemberian skenario film Naga Bonar sebagai data skripsi ini.
8. Terkhusus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, S. Nursahid dan Mursini,
yang telah mendidik, mengasuh dan membesarkan serta memberikan segenap
cinta dan kasih sayang, doa, dukungan, baik moril maupun materil sehingga
penulis dapat mengeyam pendidikan formal di perguruan tinggi hingga
selesai.
9. Abangda tercinta Al-Marhum Mukholid yang telah memberikan kasih sayang
dan ketulusan mengasuh penulis hingga akhir hayat. Semoga semua amalnya
mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dan tak lupa
pula terimakasih kepada kakak ku Mufidah dan abang ku Mawardi serta
kakak Ipar ku Wida Ningsih dan Sikun, yang ikut andil dalam memberikan
motivasi pada penulis. Keponakan ku Ami, Ica, Ayu, dan Rahman kalian
adalah harapan ku.
10. Sahabat ku Jefi, yang selalu memberi motivasi, dukungan dengan tulus serta
membatu atas segala kelu kesah kepada penulis selama di perantauan Jakarta
ini. Penulis sangat berhutang budi atas perhatian dan waktu-waktunya. Dan
tak lupa pula sahabat-sahabat ku dan teman-teman seperjuangan ku Happy
Ladies (Nita, Luluk, Ibed, Lilik, Trisna dan Ratna) dan teman seangkatan 2004
(Karyono, Sabar, Samsul dan Roni) terimakasih atas dukungan kalian.
11. Keluarga besar IKAPDH, terimakasih atas bimbingan kakak-kakak ku (Kak
Sukron, kak Ilham, kak Hafiz, kak Adi, kak Dodoy, kak Supri, kak Herry, dan
kak Nia, ) dan adik-adik ku IKAPDH (Ida, Umi, Titin, Ely, Mineh, Iil, Nurul,
Salmi, Halsa, Bayu, ) dan semuanya yang tak sempat disebutkan satu persatu.
Terimakasih atas cerita, dukungan dan kekompakan kalian semua.
12. Teman-teman ku di SEMARI (Serumpun Mahasiswa Riau) terus berjuanglah
demi Riau kita.
13. Teman-teman ku di kajian SAUNG (Anas, Rama, Widi, Wiwit, Afnan, Firda,
Sinar, dan Tifa) terimakasih atas ilmu dan sharing diskusinya.
14. Teman-teman seperjuangan ku di KPI B tahun 2004. Aal terimakasih motivasi
dan dukungan, Mimin dan Imut, ida, ani, terimakasih atas dukungan dan cerita
kalian. Dan teman-teman lainnya Restifa, Yayu, Ika Mika, Tya, Anis, Iik, Eza,
Sarah, Eva, Ulul, Zee, Fajar, Munih, Maulana, Ozi, Samsuri, dan lainnya
yang tak sempat satu persatu disebutkan.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan. Semoga
seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kan dibalas oleh Allah SWT
dengan balasan yang berlipat ganda. penulis berharap tulisan ini bisa memberikan
manfaat bagi banyak pihak.
Kampung Utan, 2008
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13
BAB II. KERANGKA TEORI
A. Pengertian Moral ............................................................................. 15
B. Sekilas Tentang Film ...................................................................... 16
1. Pengertian Film ......................................................................... 16
2. Unsur dan Jenis-Jenis Film ....................................................... 18
3. Perkembangan Film di Indonesia .............................................. 21
B. Film Sebagai Media Transmisi Nilai .............................................. 25
C. Penerapan Discourse Analysis terhadap Film ................................. 29
BAB III. GAMBARAN UMUM : ASRUL SANI DAN FILM NAGA
BONAR
A. Profil Asrul Sani ............................................................................. 40
1. Riwayat Hidup .......................................................................... 40
2. Karir Asrul Sani ........................................................................ 43
3. Karya-Karya Asrul Sani ............................................................. 44
B. Profil Film ”Naga Bonar” ................................................................ 46
1. Crew Film ”Naga Bonar” ........................................................... 46
2. Visi dan Misi Film .................................................................... 48
3. Sinopsis Film ”Naga Bonar” ..................................................... 49
BAB IV. TEMUAN DAN ANALISIS
A. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Analisis Teks ........................ 51
B. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Kognisi Sosial ...................... 79
C. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Konteks Sosial ...................... 81
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan. ..................................................................................... 85
B. Saran. ............................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LEMBAR PENYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 17 Juli 2008
Sukasih Nur
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi media komunikasi membawa pengaruh yang tidak
kecil bagi masyarakat dunia. Apalagi dengan timbul istilah budaya pop yang
mengajak manusia dalam kehidupan serba instant dan mewah. Hal ini tentunya
sangat berpengaruh terhadap pergeseran tata nilai moral dan ekspresi budaya
ketimuran.
Kehadiran keanekaragaman media komunikasi adalah salah satu
yang dapat dimanfaatkan oleh umat Islam sebaik-baiknya sebagai sarana
peningkatan iman dan takwa, media komunikasi juga dapat digunakan untuk
penyampaian pesan moral baik yang terkandung dalam Islam maupun yang hanya
disepakati oleh masyarakat. Oleh karena itu praktisi dakwah dituntut untuk bisa
berinovasi melalui media alternatif dalam menyampaikan nilai moral kepada
masyarakat dan kebenaran Islam. Pesan moral hendaknya dikemas secara
komprehensif seperti halnya film. Film merupakan salah satu hasil teknologi yang
saat ini sangat berperan dalam kegiatan komunikasi. Kata film digunakan untuk
segala sesuatu yang berhubungan dengan media massa. Film merupakan teknologi
hiburan massa untuk menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan sekala luas,
selain pers, radio, televisi.1
Di antara hadirnya media tersebut, yang banyak diminati masyarakat
adalah film, karena film bisa memadukan dua unsur yaitu suara dan gambar.
1 Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia (Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983), h.120
Selain itu juga film merupakan salah satu bentuk hasil dari kebudayaan yang
kehadirannya saat ini akrab dengan keseharian manusia.2 Film memberikan ruang
terhadap masyarakat dan berhasil menampilkan gambar-gambar yang semakin
mendekati kenyataan sehingga seolah-olah benar-benar terjadi dihadapannya.3
Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk
hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh (media
yang komplit).4 Karena dalam penyampaian pesan-pesan kepada masyarakat
disajikan secara halus dan menyentuh relung hati tanpa merasa digurui. Namun
fakta dalam film ditampilkan secara abstrak di mana tema cerita bertolak dengan
fenomena yang terjadi di masyarakat, bahkan lebih dari itu dalam film cerita
dibuat secara imajinatif.5
Film memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia. Hal ini
berhubungan dengan ilmu jiwa sosial tentang gejala “Identifikasi psikologi” yaitu
orang merasa terlibat dengan tokoh yang ditampilkan sehingga ia ikut merasa apa
yang dirasakan tokoh tersebut. 6
Film sebagai media komunikasi yang di dalamnya terdapat proses
komunikasi banyak mengandung pesan baik pesan sosial, pesan moral, maupun
pesan keagamaan. Film memang perlu mengandung pesan moral maupun agama,
karena film tidak hanya hadir dengan tujuan sebagai hiburan saja melainkan untuk
2 Mustofa Mansur, Jalan Dakwah, (Jakarta : Pustaka Ilmiah, 1994)h. 26. 3 Onong uchjana Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Cipta Aditya
Bakti, 2003), h. 207. 4 Ibid, Hal. 209. 5 Mafni Amir, Etika Komunikasi Massa dan Pandangan Islam (Jakarta : Logos, 1999) h.
27. 6 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi (Bandung : Remaja Rosda
Karya , 2005), h. 236.
pengajaran moral dan pendidikan, yang mengkritik tentang kepincangan moral
bangsa.
Film yang mengandung nilai-nilai moral adalah film yang ceritanya
menyangkut aspek-aspek kehidupan sosial, mengandung ajaran tentang tingkah
laku yang baik, itu akan mudah diterima oleh masyarakat penonton karena film
memberi ruang pikir bagi masyarakat untuk menerima atau menolak pesan yang
disampaikan.
Salah satu kelebihan yang dimiliki film, baik yang ditayangkan lewat
tabung televisi maupun layar perak, film mampu menampilkan realitas kedua (the
Second reality) dari kehidupan manuisa. Kisah-kisah yang ditayangkan bisa lebih
bagus dari kondisi nyata sehari-hari atau sebaliknya bisa lebih buruk.7
Semakin banyak munculnya film-film layar lebar ditayangkan di bioskop,
televisi, bahkan berbentuk VCD dan itu sangat digandrungi dan kebanyakan
menceritakan dunia glamour saja serta minim akan nilai-nilai moral. Film hiburan
baru ini cenderung menciptakan mimpi-mimpi dan memanjakan imajinasi
penonton. Kebanyakan film-film sekarang diproduksi hanya untuk bisnis belaka
yang bersumber pada matrealisme yang lebih mengutamakan keuntungan dari
pada pendidikan terhadap masyarakat. Hal ini adalah pembodohan secara tidak
langsung kepada generasi penerus bangsa. Hal demikian berbeda dengan keadaan
film Indonesia masa dahulu masih mengangkat tema-tema perjuangan dan
7 Asep S, Muhtadi, Dakwah Kontemporer – Pola Alternatif Dakwah Melalui Televise,
Editor, Asep S. Muhtadi dan Sri Handa jani, (Bandung : Pusdai Press, 2000), h. 93.
pendidikan yang memiliki basic culture yang kuat dengan setting ruang sosial
masyarakat Indonesia.8
Lewat film “Naga Bonar” (selanjutnya disebut NB) Asrul Sani berusaha
memberikan warna perfilman Indonesia. Ia banyak mengungkap tema-tema
perjuangan dan sosial, karena ia memang tidak terpisah dari zamannya. Asrul
adalah generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan pendidikan Belanda. Jadi
tidaklah heran jika ia, selalu mengungkap tema-tema perjuangan baik dalam film
maupun dalam puisi dan karya lainnya. Sekitar tahun 80-an, saat itu Asrul
bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, menurutnya tema-tema ini
sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang yang fantastik alias tidak
realistis. Seperti estetika film praperang yang hanya membahas estetika hiburan,
senang-senang dengan gambar indah, casting cakep, cerita sudah diketahui umum
(karena dari legenda/dongeng sandiwara), maka tak perlu lagi tema-tema berat
dengan karakter yang spesifik. Dengan demikian terlihat yang dijual hanya efek,
gambar indah, dan sensasionalisme. Dari sini Asrul berinisiatif membuat sebuah
film layar lebar bertema humanistik dan kaya nilai-nilai moral, budaya dan
perjuangan. Film NB ini sarat dengan nilai perjuangan bangsa meski film dikemas
dalam bentuk komedi. NB merupakan salah satu film yang memiliki basic culture
dengan setting perjuangan kemerdekaan Indonesia. NB cukup lama hadir dalam
dunia film di Indonesia, diproduksi sekitar tahun 1987, dengan mengambil latar
kehidupan masyarakat Batak (Sumatra utara) masa perjuangan melawan Belanda.
Film NB mengisahkan seorang pemuda (Naga Bonar), sebagai pencopet yang
8Veronika Kusuma.” Asrul Sani, Sebuah Fragmen Keadaan.” Artikel diakses 7 Agustus
2008 dari http://www.rumahfilm.org/artikel/artikel_asrul.htm
akhirnya menjadi Jendral dalam perjuangan. Awalnya semua dilakukan hanya
sekedar untuk mendapatkan kemewahan hidup, akan tetapi pada akhirnya dia
menjadi tentara yang sesungguhnya, dan memimpin kemenangan Indonesia dalam
peperangan.
Walaupun film ini termasuk film klasik, namun film NB mencoba
memberi alternatif tontonan bermoral dan menjunjung tinggi nilai moral,
nasionalisme, primodialisme dan idealisme, yakni keyakinan, perjuangan,
kepasrahan, kesetiaan serta harapan. Film NB yang walau terlihat usang, namun
sekarang telah di daur ulang kembali tanpa merubah cerita aslinya. Restorasi film
ini ternyata masih diminati dan diberi apresiasi yang baik oleh masyarakat. Hal ini
adalah wujud keprihatinan terhadap kondisi perfilman nasional yang kurang
memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan masyarakat sehingga
mendorong upaya merestorasi ulang film NB di tahun 2008.
NB adalah salah satu contoh nyata bagaimana nasionalisme bangsa ini
dikemas dan disajikan dalam bentuk yang populer. Kehadiran Naga Bonar versi
re-mastering menjadi sebuah setir di tengah upaya beragam tanya tentang wujud
nasionalisme yang kini menjadi bagian dari manusia Indonesia modern dan
beragam wajah nasionalisme lain serta kebobrokkan moral yang membuat para
pendiri Republik seolah menjadi asing di negeri sendiri. Re-mastering film NB
untuk menyemangati bangsa ini dalam satu abad kebangkitan nasional. Film NB
ini ternyata memberi inspirasi hadirnya film Naga Bonar Jadi 2 karya Deddy
Mizwar yang tidak kalah bagusnya dengan film yang pertama dan sangat
disambut baik oleh masyarakat.
Tidaklah lupa melihat sosok Asrul Sani (wafat 11 Januari 2004) sebagai
penulis skenario (penulis cerita) film NB. Asrul banyak meraih penghargaan pada
festival-festival nasional maupun internasional. Bukan saja seorang sutradara
namun ia juga seorang sastrawan angkatan 45. NB merupakan Film yang berhasil
menyabet Piala Citra FFI 1987 untuk kategori film terbaik. Asrul lebih dikenal
sebagai seorang seniman lewat sajak, cerpen, dan penulisan skenario dan
penyutradaran film. Dalam dunia perfilman Asrul lebih kurang enam piala citra
berhasil direbut olehnya. Dengan demikian Asrul pantas dinobatkan sebagai tokoh
perfilman. Asrul adalah pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia
Ia bukan saja sutradara, namun juga seseorang yang menghargai sejarah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih dalam mengenai film “Naga Bonar” karya Asrul Sani
yang mengemas pesan moral dengan kehidupan duniawi sehingga mudah
dipahami dan diambil hikmahnya melalui kajian wacana yang ditampilkan dalam
film tersebut. Dengan demikian untuk membahas permasalahan di atas maka
penulis tuangkan dalam judul “ Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Film
Naga Bonar Karya Asrul Sani ”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar tidak terlalu luasnya pembahasan dalam skripsi ini,
maka permasalahannya hanya dibatasi pada “Analisis Wacana Pesan Moral
Dalam Film Naga Bonar Karya Asrul Sani”, yang diteliti yaitu mengenai teks,
konteks dan kognisi sosial. Sesuai dengan pengertian moral yang terdapat dalam
buku The Advensed’s Dictionary of Current English bahwa moral adalah suatu
ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik, sedangkan untuk mengukur tingkah
laku manusia mengunakan tolak ukur norma-norma yang tumbuh di masyarakat
seperti adat-istiadat dan kebiasaan.9 Dengan demikian pesan moral yang
ditekankan dalam penelitian ini berdasarkan pengertian di atas adalah pesan-pesan
yang mengandung ajaran dan gambaran tingkah laku yang baik, termasuk di
dalamnya pelajaran hidup, penerapan terhadap sikap, yang sesuai dengan nilai-
nilai kemasyarakatan.
2. Perumusan Masalah
Dengan demikian berdasarkan pokok masalah tersebut, penulis
merumuskan beberapa rincian permasalahan yang diangkat dalam penulisan
skripsi ini.
Adapun perumusannya masalah sebagai berikut :
1. Pesan moral seperti apa yang disajikan film “Naga Bonar” dilihat dari teks
(struktur makro, suprastuktur, struktur mikro)?
2. Pesan moral seperti apa yang termuat dalam film “Naga Bonar ” dilihat dari
Kognisi Sosial, Konteks Sosial?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pesan-pesan moral yang disajikan film NB dilihat dari
teks (stuktur makro dan suprastruktur dan struktur mikro).
2. Untuk mengetahui pesan-pesan moral yang terkandung dalam film ”Naga
Bonar” dilihat dari kognisi sosial, konteks sosial.
9 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996), h. 92
D. Kegunaan penelitian
1. Segi Akademis
Penelitian tentang film dapat memperdalam studi tentang analisis teks
media massa, khususnya tentang kajian analisis wacana pada sebuah film. Di
samping itu penelitian analisis wacana film NB ini juga memberi pemahaman
kepada mahasiswa tentang analisis wacana model Teun A. Van Dijk dan dapat
diaplikasikan dalam analisis teks media lainya. Sementara itu kajian film
sebagai penyampai pesan moral diharapkan akan memberikan kontribusi yang
bagus dan positif pada khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan dan
moral melalui media film.
2. Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi
penelitian serupa di masa mendatang, menambah ilmu dan wawasan para
generasi muda tentang bagaimana kita tetap menerapkan ajaran-ajaran Islam
dan menempatkan moral yang baik dalam kehidupan sehari-hari serta
memberikan motivasi kepada para sutradara dan pengelolah film untuk terus
berkreasi menciptakan film-film yang bermutu dan mendidik.
E. Tinjauan Pustaka
Memang banyak sekali penelitian yang mengangkat tentang film
khususnya tema tentang isi pesan yang disajikan. Ada beberapa penelitian analisis
wacana yang juga mengangkat tentang pesan, misalnya skripsi yang berjudul
”Analisis Pesan Dakwah dalam Film Karawang Bekasi” oleh saudara Nanang
Kosim tahun 2006, Analisis Pesan Dakwah melalui Film Koran Gandrong oleh
saudari Lisa Badria tahun 2006 dan Dakwah Melalui Film (Analisis Wacana Film
”Rindu Kami Padamu”) karya Garin Nugroho oleh saudari Amelia Istiana tahun
2006. Pada penelitian sebelumnya lebih menekankan penelitian dalam segi
religius yaitu dengan mengangkat pesan dakwah yang hanya berkaitan dengan
keagamaan, sedangkan penulis dalam penelitian ini mengungkap pesan-pesan
yang lebih menyangkut aspek kehidupan sosial. Namun metode yang digunakan
sama-sama mengunakan model Van Djik dalam analisis wacana dalam film.
Dalam menulis skripsi yang berjudul ”Analisis Wacana Pesan Moral
dalam Film Naga Bonar karya Asrul Sani”, penulis berpedoman pada buku
Eriyanto (2001) yang berjudul ”analisis wacana (pengantar analisis teks
media)”. Dalam buku ini disajikan secara lengkap penjelasan wacana menurut
teori Teun Van A. Dijk, mulai dari segi teks (tema, skema, bentuk kalimat sampai
pada konteks sosial (faktor eksternal yang berkembang), sehingga mempermudah
penulis dalam melakukan penelitian. Penelitian yang penulis lakukan diharapkan
memberi tambahan/pelengkap dari penelitian yang dilakukan sebelumnya.
E. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dengan mengunakan metode analisis wacana (Discourse
analisys) yaitu studi tentang struktur pesan atau telaah mengenai aneka fungsi
bahasa (pragmatik).10 Metode analisis wacana berbeda dengan metode kuantitatif
yang menekankan pada pertanyaan ”Apa” (what), analisis wacana lebih melihat
”Bagaimana” (how) dari suatu pesan atau teks komunikasi, maka dengan metode
ini tidak hanya diketahui pesan apa saja yang terdapat dalam film ini, tetapi juga
bagaimana pesan itu dikemas dan diatur sedemikian rupa.
10 Alex Sobur, Analisis teks Media – suaTu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisi Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001) h. 48.
Melalui analisis wacana tidak hanya mengetahui isi teks, tetapi bagaimana
juga pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa yang
disampaikan. Analisis wacana lebih melihat kepada bagaimana isi pesan yang
akan diteliti. 11
Model yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun Van A. Djik.
Menurutnya penelitian wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas
teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus juga
diamati. 12 Inti analisis Van Djik adalah mengabungkan ketiga dimensi wacana
ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi
sosial, dam konteks sosial. 13
Untuk menjelaskan ketiga dimensi tersebut di atas, maka peneliti memberi
gambaran struktur wacana yang tersusun dalam skema di bawah ini:
Skema Struktur Wacana
Struktur
Wacana
Hal Yang Diamati Elemen
Struktur Makro Tematik
Tema/topik yang dikedepankan dalam
film Naga Bonar
Topik
Super Struktur Skematik
Bagaimana bagian dan urutan film
diskemakan dalam teks/naskah film
yang utuh
Skema
Struktur Mikro Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam
film
Latar, Detil &
Maksud
11 Ibid, h. 68. 12 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h.
221. 13 Ibid, h. 224.
Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk, susunan)
yang dipilih
Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang dipakai
dalam film Naga Bonar
Retoris
Bagaimana dan dengan cara apa
penekanan dilakukan
Bentuk kalimat,
keherensi, Kata
Ganti
Leksikon
Grafis, Ironi
Setelah mengetahui struktur wacana model Van Djik di atas, ada dua
kategori yang penting dalam meneliti suatu teks media yaitu dilihat dari kognisi
sosial dan konteks sosial. Menurut Van Dijk meneliti wacana tidak hanya
didasarkan atas analisis teks semata, namun meneliti bagaimana suatu teks itu
diproduksi. Kategori kognisi sosial dan konteks sosial di atas ini mempuyai dua
arti, di satu sisi ia menunjukkan bagaimana proses film tersebut diproduksi,
namun di sisi lain ia mengambarkan bagaimana nilai-nilai masyarakat menyebar
dan diserap oleh penulis skenario dan akhirnya digunakan untuk membuat film
tersebut.
1. Subjek dan Objek Penelitian serta Sumber Data
Adapun subjek penelitian ini adalah Film “Naga Bonar” karya Asrul Sani,
yang pemikiran utamanya adalah Deddy Mizwar. Sedangkan objek
penelitiannya adalah hanya fokus pada pesan moral yan terdapat pada film
“Naga Bonar”. Pesan moral yang dimaksud adalah pesan-pesan yang bernilai
kebaikan serta penanaman sikap terhadap individu yang dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Sumber data dari penelitian ini
adalah berdasarkan skenario film Naga Bonar dan media cetak (Koran) dan
elektronik (Internet) juga dari buku-buku pustaka yang penulis jadikan sebagai
sumber bacaan untuk penulisan skripsi ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis mengunakan dua cara
yaitu :
a. Teknik Research Document (penelitian terhadap dokumen) sebagai
metode ilmiah penelitian ini digunakan untuk memperoleh data dalam
bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang
diselidiki. Artinya penulis hanya meneliti naskah/skenario film “Naga
Bonar” Karya Asrul Sani tanpa melakukan wawancara, setelah itu
dilakukan pencatatan-pencatatan dari hasil temuan reseach tersebut.
b. Observasi
Observasi adalah berupa kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan,
peninjauan, penyelidikan dan riset. 14
Penelitian ini penulis melakukan observasi tidak langsung. Observasi tidak
langsung adalah dengan mengamati film tersebut dari VCD dan melihat
skenario film Naga Bonar. Sebagai metode observasi dapat diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-
fenomena yang diselidiki.
3. Teknik Analisa Data
a. Proses Penafsiran
Penafsiran dilakukan dengan cara melakukan analisa selama pengumpulan
data dengan mengunakan multi sumber bukti, membangun rangkaian bukti
14 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 92.
dan mengklarifikasikan. Setelah itu kemudian mereduksi data di mana
dilakukan berbagai proses pemilihan, pemutusan, perhatian, dan
penyerdehanaan, pengabstrakan, dan transformasi data dasar. Selanjutnya
dilakukan penyajian data yang merupakan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
b. Penyimpulan Hasil Penelitian
Dalam menganalisa data, penulis mengunakan pola pemikiran deduktif
dan induktif. Deduktif yaitu menarik kesimpulan dari dalil-dalil yang
sifatnya umum kemudian dijadikan kesimpulan khusus. Sedang induktif
adalah menarik kesimpulan dari bersifat khusus untuk kemudian
dijelaskan secara luas.
Kesimpulan yang akan diambil oleh peneliti dengan selalu mendasarkan
diri atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Kesimpulan
merupakan jawaban berdasarkan data yang terkumpul, dan kesimpulan
merupakan solusi yang akan diberikan kepada objek penelitian.15
F. Sistematika Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan yaitu berpedoman pada buku
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh
tim UIN Syahid, UIN Press, 20076 cet ke-1.
Semetara untuk mempermudah susunan skripsi ini, maka dibuatlah
sistematika penulisan yang membagi menjadi 5 (lima) bab yang terdiri dari
beberapa sub bab, yaitu sebagai berikut :
15 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
(Rineka Cipta : Jakarta, 1998) h. 384.
BAB I Pendahuluan, membahas latar belakang masalah, pembahasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teoritis, menguraikan sekilas pesan moral, tentang film
meliputi pengertian film, unsur dan jenis dalam film perkembangan
film di Indonesia, dan penerapan Dicourse Analisys dalam film serta
film sebagai transmisi nilai.
BAB III Gambaran Umum : Asrul Sani dan film Naga Bonar. Dalam bab ini
penulis menguraikan profil sang sutradara Asrul Sani meliputi:
riwayat hidup, perkembangan karir, karya-karya yang dihasilkan dan
juga menguraikan profil film Naga Bonar yang meliputi : visi dan
misi film, Crew dalam film, sinopsis film Naga Bonar.
BAB IV Hasil Analisis, membahas tentang temuan wacana pesan moral
dalam Film Naga Bonar dilihat dari Teks, kognisi sosial, dan konteks
sosial.
BAB V Kesimpulan, memaparkan tentang kesimpulan dan saran-saran, dan
bagian terakhir memuat tentang Daftar Pustaka dan Lampiran-
Lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Moral
Moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus bahasa Indonesia
dikatakan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap kelakuan dan
perbuatan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat
atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, buruk. 16
Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced
Learner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa
pengertian moral sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
b. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
c. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan
nilai (ketentuan) baik atau buruk.17 Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan
bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang
tersebut tingkah lakunya baik.
Dalam perkembangan selanjutanya istilah moral sering dikatakan sebagai
kesadaran, sehingga menjadi kesadaran moral. Ahmad Charris dalam bukunya
Kuliah Etika mengatakan bahwa kesadaran moral merupakan faktor penting untuk
16 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996), h. 92 17 Ibid, h. 93
memungkinkan tindakan manusia selalu bermoral, berprilaku susila, dan
perbuatannya sesuai dengan norma yang berlaku. Kesadaran moral itu berlaku
pada nilai-nilai yang benar-benar esensial, fundamental.
Kesadaran moral berkaitan erat dengan hati nurani. Dalam keadaan moral
itu mencakup tiga hal. Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan
suatu tindakan bermoral. Kedua, kesadaran moral berwujud rasional dan objektif,
yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai
hal yang objketif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui,
berlaku ada waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang
sejenis. Ketiga, kesadaran moral yang dapat muncul dalam bentuk kebebasan. 18
B. Sekilas Tentang Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang
dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau
tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).19 Namun secara
sederhana film hanyalah susunan gambar yang ada dalam selluloid, kemudian
diputar dengan mengunakan teknologi proyektor yang sebetulnya telah
menawarkan nafas demokrasi, bisa ditafsirkan dalam berbagai makna. Ia
menawarkan berbagai pesan dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan.20
Menurut UU perfilman No 8 tahun 1992 karya cipta budaya yang
merupakan media komunikasi massa dipandang, didengar yang dibuat
berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video,
18 Ibid 19 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
(Jakarta : Balai Puataka, 2002), h. 316 20 Gatoto Prakoso, Film Pinggiran – Ontologi Film pendek, Eksperimental dan
Dokumenter. FFTV – IKJ dengan YLP, (Fatma Press), h. 22
piringan video dan bahan-bahan hasil temuan teknologi lainnya dalam segala
bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi elektronik atau proses lainnya.21
Banyak defenisi film yang dikemukakan oleh para ahli, menurut Alex
Shobur (2003), bahwa film merupakan bayangan yang diangkat dari kenyataan
hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan selalu ada
kecenderungan untuk mencari relevasi antara film dengan realitas kehidupan.22
Dan menurut Onong Uchana Effendy (2000), film merupakan media bukan saja
sebagai hiburan tetapi juga sebagai penerangan dan pendidikan. Para ahli bahasa
merumuskan film sebagai “gambaran hidup” (artinya, gambar yang dihidupi atau
kehidupan yang dilayarkan dalam gambar-gambar/ citra-citra). Dalam gambaran
hidup memuat 2 unsur penting, yaitu sisi visible (gambar) dan sisi invisible (yaitu,
pesan dan nilai dibaliknya).23 Film adalah teknologi komunikasi massa yang
menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan secara luas selain radio, televisi,
pers.24 Di samping itu film merupakan fenomena sosial, psikologi dan estetika
yang komplek dan merupakan dekomentasi yang terdiri dari cerita dan gambar
yang diiringi kata-kata dan musik. Film juga hasil produksi yang
multidimensional dan sangat komplek.
Sementara, Jakob Sumardjo dari pusat pendidikan film dan televisi,
menyatakan bahwa film berperan sebagai pengalaman dan nilai.25 Selain itu film
juga dapat digunakan sebagai alat propaganda, karena film dianggap memiliki
21 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32 22 Ibid, h. 95 23Mudji Sutrisno, Oase Estetis – Estetika dalam Kata dan Sketza, (Yogyakarta : Penerbit
Kanisius, 2006), h. 78. 24 Sean Mac Bried, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan, Aneka
Suara Satu Dunia (Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983), h. 120. 25 Aep Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam-Mengembangkan Tablig Melalui
Media Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film, Digital (Benang Merah Press : Bandung 2004), h 94.
jangkauan, realisme dan popularitas yang hebat. Upaya pengembangan pesan
dengan hiburan sudah lama diterapkan dalam kesustraaan dan drama. Namun,
unsur film dalam mengembangkan pesan memiliki kelebihan karena dalam segi
kemampuannya film dapat menjangkau sekian banyak orang dalam waktu yang
cepat dan serentak dan kemampuan film mampu memanipulasi kenyataan yang
tampak dengan pesan fotografis tanpa kehilangan kridebilitas.26 Karena film
diangkat dari bayangan kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-
hari, itulah sebabnya selalu ada kecenderungan untuk mencari relevansi antara
film dengan realitas kehidupan.27 Menurut Graenie Turner, film dibentuk dan
menghadirkan kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi dan idiologi
dari kebudayaan masyarakat.28
2. Unsur-Unsur dan Jenis-Jenis Film
Beberapa unsur yang terdapat dalam sebuah film. Unsur-unsur tersebut
adalah:
1. Title (judul) 2. Crident Title, meliputi : produser, karyawan, artis dll 3. Tema film 4. Intrik, yaitu usaha pemeranan film untuk mencapai tujuan 5. Klimaks, yaitu benturan antara kepentingan 6. Plot (alur cerita) 7. Suspend atau keterangan, masalah yang masih terkatung-katung 8. Million Setting, latar belakang terjadinya peristiwa, masa waktu, bagi kota,
perlengkapan, aksesoris. Dan 9. Sinopsis, yaitu untuk memberi ringkasan atau gambaran dengan cepat
kepada orang yang berkepentingan. 10. Trailer, yaitu bagian film yang menarik 11. Character, yaitu karakteristik pelaku-pelaku.
Adapun stuktur-struktur dalam film adalah sebagai berikut :
26 Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, Edisi ke-2 (Penerbit
Erlangga, 1987), h. 15. 27 Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 94. 28 Ibid, h. 95.
1. Pembagian cerita (scene) 2. Pembagian adegan (squence) 3. Jenis pengambilan gambar (shoot) 4. Pemilihan adegan pembuka (opening) 5. Alur cerita dan continuity 6. Intrique, meliputi jealousy, penghianatan, rahasia bocor, tipu muslihat, dll. 7. Anti Klimaks, penyelesaian masalah. 8. Ending, pemilihan penutup.29
Jenis-jenis film dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut :
a. Film Cerita (story film)
Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah cerita,
sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat menyentuh rasa
manusia. Cerita dalam film ini diambil dari kisah-kisah sejarah, cerita nyata
dari kehidupan sehari-hari, atau khayalan yang diolah untuk menjadi film. 30
Film cerita diartikan sebagai pengutaraan cerita atau ide, dengan pertolongan
gambar-gambar, gerak dan dikemas yang memugkinkan pembuat film
melahirkan realitas rekaan yang merupakan suatu alternatif dari realitas nyata
bagi penikmatnya. Ide atau pesan cerita mengunakan pendekatan yang bersifat
membujuk. Oleh karena itu film cerita dapat dipandang sebagai wahana
penyebaran nilai-nilai.
b. Film Berita (newsreel)
Film berita adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar
terjadi. Kamera sekedar merekam peristiwa, karena sifatnya berita, film ini
disajikan kepada publik harus bernilai berita (newsvalue), film berita menitik
29 Ibid , h. 1000-1001. 30 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Cipta Aditya
Bakti, 2003), h. 211.
beratkan pada segi pemberitaan kejadian aktual, misalnya dokumentasi
peristiwa perang, dan dokumentasi upacara kenegaraan.31
c. Film Dokumenter (Documentary film)
Istilah dokumentary awalnya digunakan oleh seorang (sutradara director)
Inggris Jhon Grierson. Film dokumenter didefenisiskan oleh Grierson sebagai
karya ciptaan mengenai kanyataan (creative treatment of actuality), Titik berat
dalam film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Raymond
Spottiswoode dalam bukunya A Grammar of the Film menyatakan “Film
dokumenter dilihat dari segi subjek dan pendekatannya adalah penyajian
hubungan manusia yang didramatis dengan kehidupan kelembagaannya, baik
lembaga industri, sosial, maupun politik. Dan dilihat dari segi teknik
merupakan bentuk yang kurang penting dibandingkan dengan isinya.32
Film dokumenter, selain mengandung fakta ia juga mengandung
subjektivitas pembuat. Subjektivitas diartikan sebagai sikap atau opini
terhadap peristiwa. Jadi, ketika faktor manusia berperanan, persepsi tentang
kenyataan akan sangat bergantung pada manusia pembuat film dokumenter
itu. Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan,
melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si
pembuat film dokumenter.33
d. Film Kartun (cartoon film)
Film kartun adalah film yang berasal dari lukisan para seniman. Titik
berat dalam pembuatan film karun adalah seni lukis. Film ini adalah hasil dari
imajinatif para seniman lukis yang kemudian menghidupkan gambar-gambar
31 Sumarno, Dasar-Dasar Apresiasi Film, (Jakarta : PT Grasindo, 1996), h. 13. 32 Effendy, Ilmu Teori, h. 212-214. 33 Sumarno, Dasar-Dasar h. 14.
seolah-olah hidup.34 Film kartun juga disebut sebagai film animasi film
animasi memanfaatkan gambar (lukisan) maupun benda-benda mati yang lain,
seperti; boneka, meja dan kursi yang bisa dihidupkan dengan teknik animasi
seperti halnya Mickey Mouse, Donald Duck dan Sincan 35
Adapun jenis-jenis film yang telah beredar memiliki beberapa jenis, jenis tersebut
dapat diklasifikasikan kepada :
1. Drama : adalah suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat, mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang atau lebih. Sifat drama : romance, tragedy dan komedi.
2. Realisme : adalah film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian.
3. Film sejarah : melukiskan kehidupan tersohor dan peristiwanya. 4. Film perang : mengambarkan peperangan atau situasi di dalamnya atau
setelahnya. 5. Film futuristik : mengambarkan masa depan secara khayali. 6. Film anak : mengupas kehidupan anak-anak. 7. Cartoon : cerita bergambar yang mulanya lahir dari media cetak yang
diolah sebagai cerita bergambar, bukan saja sebagai story board melainkan gambar yang sangup bergerak dengan teknik animation atau single stroke operation.
8. Adventure : film pertarungan, tergolong film klasik. 9. Crime story, pada umumnya mengandung sifat-sifat heroik. 10. Film seks : menampilkan erotisme. 11. Film misteri/horor : mengupas terjadinya fenomena supranatural yang
menimbulkan rasa wonder, heran, takjub dan takut. 36
3. Perkembangan Film Di Indonesia
a. Awal Hadirnya Film di Indonesia
Sesungguhnya film di Indonesia mempunyai sejarah yang panjang, di
Indonesia film dimulai sejak tahun 1926,37 oleh dua orang perintis orang-
orang Eropa kebangsaan Belanda, yaitu F. Carli (1927), G. Kruger dan
Haeuveldrop. Menurut sejarah perfilman Indonesia, film pertama di negeri ini
34 Effendy, Ilmi Teori, h. .216. 35 Sumarno, Dasar-Dasar, h. 17. 36 Kusnawan,, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 101. 37 Umar Kayam, “Budaya Massa Indonesia”, Prisma LP3ES, November 1981, h. 13.
berjudul “Lely dan Java” diproduksi di Bandung oleh David.38 Dan untuk
pertama kali tercatat dalam surat kabar De Locomotief edisi september 1926,
yaitu Loetoeng Kasaroeng oleh Haeuveldrop, menurut catatan De Prearger
film ini merupakan film cerita yang pertama yang dibuat di Indonesia dan
diputar di kota tempat pembuatnya, yaitu bioskop Elita dan Oriental,
berikutnya mereka membuat Eulis Atjih, lalu Bung Amat Tangkap Kodok
(kruger), karina (Carli), Lari Arab (kruger). Eulis Atjih membuka munculnya
film Nyi Dasima yang mengambarkan kehidupan Indonesia dan Belanda.
Setelah pembuatan film yang dilakukan oleh orang-orang Eropa, namun
selanjutkan oleh orang-orang pedagang Tionghoa diperluas dan film dijadikan
barang komersial yang menguntungkan, tidak heran karena orang Tionghoa
sudah terjun dalam perdagangan film impor. Tetapi menurut Armijn Pane
dalam produksi film Tjerita Indonesia, perusahaan peranakan ini terjun
menjadi produser ketika seorang peranakan ikut main dalam film Naik Djadi
Dewa. 39
Perusahaan film pada waktu itu yang terkenal berasal dari Tionghoa
keluarga The, membentuk Jacarta Film Co yang dikenal dengan Wong
Bersaudara. Kemudian terus berkembang hingga banyak menghasilkan film-
film seperti Pareh (Mannus Franken), Terang Bulan (1937), Fatimah (1938)
dan lainnya. Di penghujung tahun 1941 Perang Asia Timur Raya pecah, dunia
film pun berubah wajah perusahaan film, seperti Wong Brothers, South
Pacific, dan Multi film diambil alih Jepang, ketika pemerintah Belanda
sebagai penguasa di Indonesia menyerah kalah kapada balatentara Jepang.
38 Effendy, Ilmu Teori, h. 217. 39 Phil Bactiar, Sejarah Media Massa, (Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,
2000), h. 8.3.
Pada massa itu film dikuasai oleh Jepang ia ingin mempropaganda
kehebatan bangsanya melalui kesenian khusunya film. Pemerintahan Jepang
mendirikan pusat kebudayaan Keiin Bunka Shidoso dengan maksud untuk
merangkul empat bidang kesenian yaitu, kesustraan, kesenian, ukiran dan
lukisan. Dan akhirnya didirikan organisasi khusus mengatur film pada oktober
1942 Jawa Eiga Kosha (perusahaan film jawa), Nippon Eiga Sha.
b. Perkembangan Film di Indonesia setelah berdirinya NKRI
1. Priode 1950-1962
Sesudah negara NKRI berdiri, mulailah kehidupan baru dalam
perfilman Indonesia, karena baru muncul perusahaan produksi film milik
pribumi Indonesia sendiri, seperti Haji Usmar Ismail dan Jamaludin. Mereka
mempuyai cita-cita untuk mempertinggi kesenian dan teknik film Indonesia
agar mendapat penghargaan dari masyarakat. Beberapa film dan organisasi
film yang berdiri pada saat itu adalah : PERFINI (Perusahaan Film Nasional)
dengan pemimpin Usmar Ismail, Soemanto, Djojokoesoemo. PERSARI
(Persatuan Artis Republik Indonesia) di bawah pimpinan Djamaloedin Malik.
Pada tahun 1952 berdiri Surya Film Tranding, dan pihak penguasa Tionghoa
muncul Ksatrya Dharma Film. Sedangkan Banteng Film campuran dari orang
Indonesia dengan Tionghoa. Dari segi finansial Tionghoa memiliki dan yang
kuat sehingga mereka mampu membuat film dan memuternya di bioskop-
bioskop. Namun di tengah persaingan produsen-produsen Indonesia
mempuyai keberanian untuk menyewa studio yaitu ; perusahaan Perfini
dengan film pertama darah dan doa (The long march).
PERSARI berhasil mambuat cerita pertamanya sedap malam. Namun
perusahaan ini lebih memperhitungkan segi komersial saja dibandingkan
dengan perusahaan film lainnya. Dunia perfilman akhirnya disemarakkan
dengan adanya festival film Indonesia (FFI) yang pertama berlangsung dari
tanggal 30 Maret - 5 april 1955 dari sini maka timbulnya berbagai organisasi-
organisasi perfilman lainnya.
2. Periode 1962-1965
Zaman keemasan perfilman secara kuantitatif bermula pada tahun
1960 dengan 38 judul, dan secara kualitatif bermula pada film Usmar Ismail.
Namun sebenarnya masa keemasan hanya sekejap saja, sebab tahun 1962
tercatat kemunduran dratis. Kemunduran film ini tidak lepas dari ketegangan
politik di tanah air, sehingga banyak orang-orang politik masuk dalam dunia
perfilman. Maka jelas mereka lebih banyak keinginan politik dibandingkan
membagun industri film.
3. Priode 1965-1970
Priode ini dengan munculnya pemerintahan Orde Baru yang masih
memberlakukan hukum darurat perang. Dalam keadaan stabilitas politik yang
sering berubah-ubah, maka hal ini sangat menentukan maju dan mundurnya
dunia perfilman. Film nasional yang diproduksi tahun 1965 halnya 18 judul
antar lain; Bergema, Liburan Seniman, Insane Bahari, Karma, Darah Nelayan
dan lainnya. Di tahun ini bioskop mulai melirik bangunan fisik dan fasilitas
yang bagus untuk menarik khalayak.
4. Priode 1970-Sekarang
Pada periode ini teknologi canggih media visual mulai merambah ke
Indonesia seperti Vidio Tape dan pada tahun 1980 menjadi persaingan dengan
dunia film nasional maupun bioskop nasional. Persaingan ini merambah
dengan adanya pembajakan film dalam bentuk kaset, sehingga masyarakat
juga memiliki video dan hal ini menjadi penurunan terhadap pembioskopan.
Dan mengatasi persaingan ini, para pengusaha film bergabung dalam
persatuan perusahaan film Indonesia (PPFI). Persaingan ini semakin ketat
dengan hadirnya teknologi HDTV (High devinition television). Terus
berkembang dengan mulai hadirnya Televisi swasta seperti ; RCTI, SCTV,
TPI, ANTV, dan TV yang berkembang sampai saat ini. 40
C. Film Sebagai Media Transmisi Nilai
Kemajuan sains dan teknologi pada saat ini diakui begitu cepat, salah satu
kemajuan yang pesat adalah sebagai implikasi dari modernisasi yang ditompang
oleh perangkat utamanya ilmu pengetahuan dan teknologi. Film merupakan hasil
dari teknologi yang berkembang saat ini.
Film merupakan media komunikasi massa yang dihasilkan sebagai karya
teknik manusia. Film dipakai sebagai alat komunikasi massa, populernya sebagai
alat untuk bercerita. Apa yang diceritakan itu suatu khayalan atau kisah, pada
intinya film sebagai media bercerita, yaitu suatu media baru sebagai hasil karya
elektro-teknik dan karya optik.
40 Ibid, h. 8.13 - 8.21.
Film sebagai media transmisi nilai. Menurut Kamus Ilmiah Populer
transmisi artinya ; Pemindahan atau Pengiriman pesan. 41 Jadi film sebagai media
pengiriman pesan lewat cerita bergambar. Film bisa dimanfaatkan secara positif
guna memenuhi kebutuhan ril manusia. Salah satu pemanfaatnya adalah film
sebagai media informasi yang di dalamnya terdapat pesan nilai-nilai yang dapat
diambil oleh masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Film secara teoritis merupakan alat komunikasi yang paling dinamis, apa
yang terpandang oleh mata dan terdengar oleh telinga, masih lebih cepat dan
mudah masuk akal dari pada apa yang hanya dibaca. Film sebagai media massa,
dapat dimainkan peran dirinya sebagai saluran menarik untuk menyampaikan
pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan
atau pesan moral.42 Menurut Jakob Sumardjo (2003), film sebagai sebuah nilai
dan dapat memenuhi kebutuhan bersifat spiritual, yaitu keindahan dan
trasendental. Selanjutnya film juga sebagai media komunikasi yang berfungsi
sebagai media tablig, yaitu media yang untuk mengajak kebenaran. Tentunya
sebagai media tablig, film mempunyai kelebihan dengan media lainnya dan
menjadi media yang efektif, dimana pesan-pesannya dapat disampaikan kepada
penonton dengan halus dan menyentuh relung hati tanpa digurui.43 Film disebut
media yang ampuh sekali jika di tangan orang yang mempergunakan secara
efektif untuk suatu maksud, terutama sekali terhadap khalayak yang memang
lebih banyak berbicara dengan hati dari pada akal.44
41 Pius A Partanto dan M dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arloka,
1994), h. 756. 42 Kusnawan,, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 95. 43 Ibid, h. 94. 44Ibid, h. 47.
Dengan demikian film bisa menjadikan alternatif sebagai media yang
dapat menyampaikan nilai-nilai sesuai dengan kehidupan masyarakat, selain
sebagai media hiburan, film juga untuk penerangan dan pendidikan. Dalam
ceramah-ceramah penerangan dan pendidikan kini banyak digunakan film sebagai
alat pembatu untuk memberikan penjelasan.45 Dengan film, kita dapat
memperoleh informasi dan gambaran tentang realitas tertentu, realitas yang sudah
terseleksi. Dan pada giliranya akan membentuk sikap dan prilaku khalayak yang
menyaksikan.
Menurut Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi,
menyatakan bahwa fungsi utama komunikasi massa adalah salah satunya sebagai
Sosial Learning adalah media massa bertugas memberikan pendidikan sosial atau
pencerahan-pencerahan kepada seluruh masyarakat, fungsi komunikasi ini
dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi paedagogi yang dilakukan secara
tatap muka.46 Hal ini selaras juga dengan teori belajar sosial (sosial learning) yang
dikeluarkan oleh Badura menurutnya “kita belajar bukan saja dari pengalaman
langsung, tetapi dari peniruan dan peneladanaan (modeling)”.
Dalam teori ini ada empat tahap proses belajar sosial : proses perhatian,
proses pengingatan, proses reproduksi motories, dan proses motivational.47
Misalnya ketika menonton film, orang akan melihat tindakkan tokoh atau adegan
pemain, melalui pengamatan penonton film diberi rangsangan. Dan tahap
berikutnya hasil pengamatan disimpan dalam pikiran penonton dan akan kembali
lagi ketika seseorang melakukan tindakan sama seperti apa yang pernah mereka
45 Effendy, Ilmu Teori, h. 211. 46 Burhan Bungin, Sosisologi Komunikasi – Teori Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi Masyarakat (Jakarta : Prenada Media Group, 2006), cet 1, h. 80. 47 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi (Bandung : Remaja Rosda
Karya , 2005), h. 240.
amati. Setelah itu sampailah pada, proses reproduksi motoris, yakni menghadirkan
kembali prilaku dan tindakan dalam kehidupan sesuai dengan apa yang pernah
diamatinya, namun proses motivasi juga mempengaruhi kondisi personal
manusia.48 Dengan mengunakan metode belajar sosial ini, penyampaian pesan
moral atau dakwah yang dilakukan oleh film akan lebih efektif. Karena film
mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang
lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda dengan buku yang
memerlukan daya pikir aktif dan penonton bersifat pasif. Hal ini tentuya
dikarenakan sajian film adalah sajian yang siap dinikmati. Dan efek yang terbesar
film menurut Soelarko (1978) adalah peniruan.
Namun film sebagai alat komunikasi massa dewasa ini telah dipakai untuk
berbagai tujuan. Bagi mereka yang melihat film sebagai media ansich (sebagai
media tok) dan menerapkan “seni untuk seni” film adalah sebagai media untuk
menyatakan suatu pikiran, perasaan, isi hati, kadang-kadang nafsu mereka pribadi
dengan tidak memperdulikan norma, nilai-nilai selain dari pada ukuran-ukuran
mereka sendiri sebagai seniman. Kebanyakan film yang dibuat tidak lain pada
hakikatnya bersumber materialisme.49 Dipergolakan film sebagai media dagangan
sebenarnya pemerintah telah menentukan aturan-aturan dalam film hal ini sesuai
dengan ketetapan MPRS No. II/MPRS/ 1960, Lampiran angkat 1 : Bidang Mental/
Keagamaan/ Kerohanian/ Penelitian sub.16 menyatakan : film bukan semata-mata
barang dagangan, melainkan alat pendidikan dan penerangan. 50
48 Asep S. Muhtadi, dkk, Dakwah Kontemporer, h. 97. 49 Umar Islmail, Umar Ismail Mengupas Film, Dikumpulkan J.E. Siahaan (Jakarta : Sinar
Harapan, 1983) Cet Ke-1 h. 98-99. 50 N. Riantiarno, dkk, Teguh Karya dan Teater Populer, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1993), h. 36, dikutip dari Perfilman Indonesia 1976, Terbitan Direktorat Jendral RTF Deppen R.I.
Jika kita bertekad untuk menjadikan film sebagai media dakwah atau
media penyampai nilai-nilai atau juga media perjuangan, maka yang menjadi
perhatian utama harus mencari dan menyelidiki secara sadar rahasia selera
penonton umumnya dan bagaimana cara memberikan kepuasan kepada khalayak,
maka kita tidak boleh pasif dan sinis saja, karena dengan demikian film itu tidak
akan menjadi senjata ampuh di tangan kita. Bagi sisnes-sineas muslim Indonesia,
yang seharusnya diutamakan adalah patriot bangsa, menjadi kewajiban untuk
menjadikan film media perjuangan dan media dakwah islamiyah.
D. Penerapan Discourse Analysis Terhadap Film
Analisis wacana (discourse analysis) merupakan analisis yang digunakan
untuk mengalisis suatu teks media. Analisis wacana adalah studi tentang struktur
pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah
mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa.51 Dalam tulisan Zhondang Pan dan
Gerald M. Kosicki yang berjudul Farming Analysis : an Approach to News
Discourse dikatakan bahwa wacana media merupakan proses kesadaran sosial
yang melibatkan tiga pemain, yaitu sumber-sumber berita (Source), para
wartawan (Journalists) dan khalayak (Audience).52 Banyak model yang
dikembangkan oleh para ahli bahasa dalam pembahasan wacana. Eriyanto dalam
buku Analisis wacana sempat menyebutkan beberapa model analisis wacana yang
dikembangkan oleh Roger Fowler dkk, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Norman
Fairclough dan model Van Djik model ini yang sering digunakan untuk
menganalisis suatu media, karena Van Djik mengelaborasi elemen-elemen wacana
51 Sobur, Analisis Teks Media, h. 48. 52 Fathudin Zen, NU Politik – Analisis Wacana Media, (Yoyakarta : LKIS, 2004), h. 91.
sehingga bisa diaplikasikan secara praktis.53 Sementara model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model Teun Van Djik dalam menganalisis teks/
naskah film.
Model yang dipakai oleh Van Djik ini sering disebut sebagai “Kognisi
Sosial”. Menurut Van Djik penelitian atas wacana tidak hanya didasarkan atas
analisis teks semata, karena teks merupakan hasil dari suatu praktik produksi
yang harus juga diamati. Di sini harus dilihat bagaimana suatu teks diproduksi
sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. 54
Van Djik melihat suatu wacana terdiri dari atas berbagai struktur dan tingkatan ia
membagi dalam tiga tingkatan, tetapi itu merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan dan mendukung satu sama lainnya.
1. Struktur Makro
Tingkatan pertama, struktur makro dan hal yang diamati adalah tematik,
yaitu mengamati apa yang dikatakan oleh film Naga Bonar. Stuktur makro
merupakan makna global/ umum dari suatu teks, yang dapat diamati dengan
melihat topik dari suatu teks. Van Djik mendefenisikan topik sebagai struktur
makro dari suatu wacana. Dari topik kita dapat mengentahui tindakan yang
diambil dari komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tema wacana ini
bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.55 Tema dalam
sebuah film dapat dilihat melalui judul dan premis. Premis menurut kamus
53 Alex Sobur, Analisis Teks Media – Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 73. 54 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta : LKIS, 2006), h.
221. 55 Sobur, Analisis Teks Media, h. 73.
adalah gagasan yang disampaikan atau ditayangkan untuk membawa kepada
kesimpulan,56 Seperti film Naga Bonar, tema dilihat melalui premis.
a. Tematik
Secara harfiah tema berarti “sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu
yang telah ditempatkan”. Berasal dari bahasa Yunani tithenia yang berati
“menempatkan” atau meletakan”. Tema adalah suatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. Kata tema sering dibandingkan
dengan apa yang disebut topik. Kata topik berasal dari bahasa yunani, topoi
yang berati tempat. Topik secara teoritis digambarkan sebagai dalil
(proposisi), sebagai bagian dari informasi penting sebagai pembentuk
kesadaran sosial. Elemen tematik menunjukan pada gambaran umum dari
suatu teks/ naskah film atau sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama
dari suatu teks/ naskah. Topik mengambarkan apa yang ingin diungkapkan
oleh penulis skenario dalam sebuah film. Topik menunjukan informasi yang
paling penting atau inti pesan yang akan disampaikan oleh komunikator topik
juga menunjukan konsep dominan, sentral dan yang paling penting dari isi
suatu film. 57
Tema menurut kamus perfilman berarti “pesan” penulis. Lahir dari
pandangan atas kenyataan yang ada dan bagaimana pandangan moralitasnya,
bagaimana dunia ini sebenarnya. Tema berurusan dengan hal yang bersifat
universal seperti, cinta, keberanian, kemerdekaan, kematian, hilangnya rasa
kemanusiaan dalam masyarakat modern, dan lainnya.58
56 Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Kamus Kecil Istilah Film, ( Jakarta :
Bandan Pengembangan SDM Citra, 1997), Edisi ke- 2, h. 136. 57 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 229 58 H. Usmar Ismail, Kamus Kecil, h. 167
Tema selalu mengandung konotasi ide pokok, namun pengertian seperti
ini terlalu sempit. Ia kita artikan sebagai suatu persoalan pokok atau suatu
fokus di sekilas mana sebuah film dibangun. Dalam film wilayah pokok dibagi
menjadi empat bagian yaitu; plot, emosi, karakter dan ide. Tema berfungsi
sebagai pemersatu dalam sebuah film. Menurut Teun Van Djik topik
mengambarkan tema umum dari suatu teks/ naskah film, topik ini akan
didukung subtopik satu dan sub topik lainnya yang saling mendukung
terbentuklah topik umum. Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta
yang ditampilkan yang menunjukan dan mengambarkan subtopik, sehingga
dengan subbagian yang mendukung antara satu bagian dengan bagian yang
lain, teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.59
2. Supra Struktur (Skematik)
Tingkatan yang kedua adalah suprastuktur. Hal yang diamati yaitu,
skematik, adalah kerangka suatu teks bagaimana stuktur dan elemen wacana
itu disusun dalam teks secara utuh. Dalam sebuah film atau teks umumnya
mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan
sehingga membentuk kesatuan arti.60 Berkaitan dengan skenario, sebelum
dicatat hingga menjadi naskah yang siap diproduksi. Penataan dilakukan untuk
membuat struktur cerita dengan format-format standar. Dalam struktur
terdapat berbagai hal seperti inti cerita, plot dan struktur drama yang dibagi
dalam beberapa babak. Inti cerita premis akan menjadi dasar dalam
membentuk plot cerita (plotline). Plot adalah jalan cerita atau alur cerita dari
59 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 230 60 Ibid, h. 232.
awal, tengah, dan akhir. Jika sebuah film akan dibuat, maka struktur yang
penting untuk dicermati, yaitu pembagian cerita (scene), pembagian adegan
(sequence), jenis pengambilan cerita (shoot), pemilihan adegan pembuka
(opening), alur cerita dan continuity, intik, anti kilmaks (penyelesaian
masalah), dan ending (penutup). Skematik dalam istilah perfilman disebut
sruktur tiga babak, yang merupakan fondasi yang membentuk skenario solid.
61
Film umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori skema besar.
Pertama, Summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul
dan lead. Elemen ini adalah elemen yang dianggap pentig. Judul dan lead
umumnya menunjukan tema yang ingin ditampilkan oleh penulis skenario
dalam film. Lead ini umumnya sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin
dikatakan sebelum masuk dalam isi sebuah cerita film secara lengkap. Kedua,
story yakni isi cerita (body) secara keseluruhan. Menurut Van Djik, arti
penting dari skematik adalah strategi wartawan, penulis skenario untuk
mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-
bagian dari urutan tertentu.
3. Stuktur Mikro
Tingkatan yang ketiga adalah struktur mikro, struktur mikro adalah
makna wacana yang dapat diamati melalui empat hal, yaitu semantik,
sintaksis, stilistik, retoris. Semantik yaitu makna yang ingin ditekankan.
Sintaksis, bagaimana pendapat disampaikan melalui film. Stilistik, pilihan kata
61 Sony Set dan Sita Sidharta, Menjadi Penulis Skenario Professional, (Jakarta :
Grasindo, 2003), h. 26.
apa yang digunakan dalan film tersebut dan terakhir retoris, yaitu bagaimana
dan dengan cara apa penekanan pesan moral dilakukan. 62
a. Semantik
Pengertian umum semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah
makna suatu lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Semantik (arti) dalam skema Van Djik dikategorikan sebagai makna lokal
(local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antar kalimat,
hubungan antar proposisi yang membagun makna tertentu dalam suatu
bagunan teks. Semantik tidak hanya mendefenisikan bagian mana yang
terpenting dari struktur wacana, tetapi juga yang mengiringi ke arah sisi
tertentu dari suatu peristiwa.
Strategi semantik selalu dimaksudkan untuk mengambarkan diri sendiri
atau kelompok sendiri secara positif sebaliknya mengambarkan kelompok lain
secara buruk, sehingga menghasilkan makna yang berlawanan. Beberapa
strategi semantik yaitu pertama; Latar merupakan bagian berita atau cerita
yang menpengaruhi semantik (arti) yang ditampilkan. Latar yang dipilih
menetukan kemana arah pandangan khalayak hendak dibawa. Bentuk dari
strategi semantik kedua, adalah detail suatu wacana. Elemen wacana detail
berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang
(komunikator). Komunikator menampilkan informasi yang menguntungkan
dirinya dan citra baik secara berlebihan dan digambarkan secara detail. Ketiga,
elemen maksud ini hampir sama dengan detail. Elemen maksud melihat
informasi yang menguntungkan komunikator dan akan diuraikan secara
62 Sobur, Analisis Teks Media, h. 77.
eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan disampaikan
secara tersamar, implisit dan tersembunyi.63 Ketika membahas film Naga
Bonar informasi disampaikan secara eksplisit dan jelas. Tujuan akhir adalah
kepada publik hanya informasi yang menguntungkan komunikator.
Pengandaian (Presuposition) adalah strategi lain yang dapat memberi
citra tertentu ketika diterima khalayak. Pengandaian hadir dengan memberikan
kenyataan yang dipandang terpercaya dan karenanya tidak perlu
dipertanyakan. Pengandaian dalam film ini dapat dilihat melalui dialog pada
scene. Strategi dalam sebuah film dapat dilihat melalui tematiknya, berapa kali
atau seberapa penting pesan itu disampaikan oleh penulis.
b. Sintaksis
Secara terminologi, kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani (sun =
dengan + tattei = menempatkan), berarti menempatkan bersama-sama kata-
kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Menurut Ramlan, mengatakan
sitaksis adalah bagian atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk
beluk wacana, kalimat, kalusa, dan frase.
Dalam elemen sintaksis ada beberapa strategi elemen yang mendukung,
pertama, Salah satu elemen sintaksis adalah koheren. Koherensi adalah
pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, ide yang menjadi suatu
untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya
elemen koherensi dalam analisis wacana adalah pertalian dan jalinan antar
kata, proposisi atau kalimat.64 Dua buah kalimat atau proposisi yang
mengambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan memakai
63 Ibid, h. 78 64 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 242.
koheren. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi
berhubungan ketika komunikator menghubungkannya. Koherensi dapat
ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, bisa juga sebagai penjelas dan
mudah untuk diamati. Di antaranya kata hubung yang dipakai (dan, akibat,
tetapi, lalu, karena, meskipun) menyebabkan makna berlainan ketika hendak
menghubungkan proposisi.
Kedua, bentuk kalimat adalah bentuk sintaksis yang berhubungan
dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas, logika kausalitas, akan
diterjemahkan dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan
predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat bukan hanya persoalan teknis
kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan
kalimat. Dalam kalimat yang berstruktur aktif, seseorang yang menjadi subjek
dari pernyataannya, sedangkan dari struktur pasif seseorang menjadi objek
dari pernyataannya. Penempatan itu dapat mempengaruhi makna timbul
karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada
khalayak.65
Ketiga, adalah kata ganti, kata ganti merupakan elemen untuk
memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata
ganti timbul untuk menghidari pengulangan kata tadi (yang disebutkan
etensenden) dalam kalimat-kalimat berikutnya dan menghindari segi-segi yang
negatif. Dalam analisis wacana, kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh
komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana.
Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menguraikan kata ganti
65 Sobur, Analisis Teks, h. 80.
“saya” atau “kami” yang mengambarkan bahwa sikap tersebut adalah sikap
resmi komunikator semata-mata. Tetapi ketika memakai kata ganti “kita”
menjadi sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dari suatu
komunitas tertentu.
Sintaksis tersebut dapat kita telusuri melalui dialog atau adengan dalam
film Naga Bonar. Dialog adalah kata-kata yang diucapkan oleh para tokoh,
dialog terbagi dalam dua macam, yaitu dialog lahir (yang terucapkan) dan
dialog batin (yang tidak terucap).
c. Stilistik
Pusat perhatian stilistik adalah style, yaitu cara yang digunakan
seseorang penulis untuk menyatakan maksudnya dengan mengunakan bahasa
sebagai sarana. Style bisa dikatakan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa
beranekaragam yaitu ragam lisan dan tulisan, ragam nonsatra dan sastra,
karena gaya bahasa adalah cara mengunakan bahasa dalam konteks tertentu
oleh orang tertentu dan untuk maksud tertentu. Gaya bahasa menyangkut
disksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas, citraan. Pengertian
pemilihan leksikal atau diksi jauh lebih luas dari pada yang dipantulkan oleh
kata-kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana
yang dipakai unutk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga
meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan ungkapan. Gaya bahasa
sebagai bagian diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual
atau karakteristik, yang memiliki nilai artistik yang tinggi. Prinsipnya sama
begaimana pihak musuh digambarkan secara negatif sedang pihak sendiri
digambarkan secara positif.
Pemilihan leksikal pada dasarnya menandakan bagaimana seseorang
melakukan pemilihan kata-frase yang tersedia. Seperti kata “meninggal”
mempunyai arti mati, tewas, gugur, terbunuh dan sebagainnya. Pilihan kata-
kata atau frase menunjukan sikap dan ideologi tertentu.66 Penulis naskah film
Naga Bonar memilih kata yang mudah dipahami dan tidak terlalu baku.
5. Retoris
Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diugkapkan ketika
seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan mengunakan kata yang
berlebihan (hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi sebagai
persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin
disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya di antaranya dengan
mengunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi (pemakaian kata-kata yang
permulaanya sama bunyinya seperti sajak), sebagai suatu strategi untuk
menarik perhatian, atau menekankan isi tertentu agar menjadi perhatian.
Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan (ironi), tujuannya untuk melebihkan
suatu yang posistif mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan lawan.
Interaksi yakni, bagaimana pembicara menempatkan/ memosisikan dirinya di
antara khalayak.
Ekspresi, dimaksudkan untuk membantu menonjolkan atau
menghilangkan, bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ini
merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan
oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Contohnya: ekspresi wajah
marah, tersenyum sinis, tersenyum karena terpaksa dan lainnya. Di dalam
66 Ibid, h. 81.
suatu wacana komunikator tidak hanya menyampaikan pesan pokok, tetapi
juga kiasan, ungkapan, metapora, yang dimaksud sebagai ornament atau
bumbu dari suatu teks. Metafora tentu dipakai oleh komunikator secara
strategis sebagai landasan pikiran, alasan pembenar atas pendapat atau
gagasan tertentu kepada publik. Wacana yang terkhir yang menjadi strategi
level retoris ini adalah dengan menampilkan apa yang disebut Visual Image.
Dalam elemen ini ditampilkan dengan menggambarkan detail berbagai hal
yang ingin ditonjolkan. 67 untuk melihat retoris atau gaya, dapat dilihat melalui
pengulangan dialog pada film Naga Bonar.
67 Ibid, h. 84.
BAB III
GAMBARAN UMUM :
ASRUL SANI DAN FILM NAGA BONAR
Pada bab terdahulu telah diuraikan beberapa kerangka teori digunakan
sebagai patokan atau landasan dalam pengkajian penelitian ini. Hingga akhirnya
pada bab ini penulis memberikan gambaran umum tentang Asrul Sani dan film
Naga Bonar yang hal itu akan dibahas secara khusus dalam bab tersendiri. Dalam
bab ini akan dijelaskan bagaimana riwayat hidup sang pengarang cerita dan film
Naga Bonar.
Sementara itu, bab ini dapat membatu penulis dalam mengidentifikasi
beberapa hasil temuan. Sesuai dengan teori wacana model Teun A.Van Djik yang
digunakan dalam penelitian ini, menurutnya Van Djik meneliti bukan hanya dari
segi teks belaka, namun harus dilihat dari segi kognisi dan konteks sosial para
pengarang, sehingga dapat tercipta film tersebut. Dengan demikian maka
pentinglah kiranya penulis membahas bab ini secara terpisah, sehingga
memudahkan dalam menelusuri apakah ada kaitanya dengan kognisi sosial
pengarang dan apakah ada kaitanya juga dengan konteks sosial masyarakat.
A. Profil Asrul Sani
1. Riwayat Hidup
Asrul Sani lahir di Rao, Sumatar Barat, 10 Juni 1926, Ia adalah anak
bungsu dari tiga bersaudara, Ayahnya adalah seorang raja yang bergelar “Sultan
Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti Raomapat”. Ia hidup bersama
keluarganya dengan sederhana dalam lingkungan pertanian di desa. Sejak kecil ia
gemar menikmati karya sastra. Asrul patut berbangga hati karena sebelum
bersekolah, ia sudah mendengar karya-karya terkenal dari Schubert. Selain gemar
dengan karya sastra Asrul memelihara bebek, namun setiap hari ia menjual hasil
telor bebeknya pada ibunya sendiri. Dari situlah jatuh pilihannya untuk untuk
kuliah di kedokteran hewan Universitas Indonesia. namun demikian kegemaran
menikmati karya sastra masih terbawa.
Setelah tamat dari sekolah Rakyat di Rao, Asrul Sani menuju Jakarta
belajar di Sekolah Teknik, kemudian setelah menyelesaikan study nya di sekolah
teknik, lalu ia melanjutkan ke Universitas dan masuk ke Fakultas Kehewanan
Universitas Indonesia tahun 1955 (yang sekarang dikenal sebagai Institut
Pertanian Bogor). Asrul juga Sempat pindah ke Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, namun kemudian balik lagi hingga tamat memperoleh titel Dokter
hewan. Asrul tertarik dengan dunia mengarang dan mulai mengeluti dunia
sinematografi karena persahabatannya dengan Usmar Ismail.68
Seusai Asrul Sani menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Indonesia. ia pernah mengikuti seminar Internasional mengenai
kebudayaan di Universitas Harvard (1954), kemudian ia pun memperdalam
pengetahuan tentang dramaturgi dan sinematografi di Universitas California
Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), dan kemudian Asrul membantu
Sticusa di Amsterdam (1957-1958).
Panjang perjalanan yang ditempuh Asrul Sani dalam kehidupannya.
Setelah itu ia memutuskan untuk menjalin rumah tangga dengan sorang wanita
yang ia cintai bernama Siti Nuraini pada 29 Maret 1951 di Bogor. Siti adalah
teman Asrul semasa menjadi wartawan dan satu profesi dengannya. Namun
68 Rosihan Anwar, Asrul Sani Pribadi Religius, “Republika” 13 Januari 2004
malang bagi Asrul Sani ia tidak bisa mempertahankan keutuhan keluargannya,
dan pada akhirnya ia mengakhiri pernikahannya dengan Siti Nuraini dan
menceraikan Siti pada tahun 1961. Asrul setelah bercerai dengan Siti ia pun tidak
putus asa, ia masih ingin menjalin rumah tangga yang baru. Akhirnya ia bertemu
dengan Mutiara Sarumpaet seorang aktris film layar lebar dan sinetron, 22 tahun
lebih muda dan menikahinya pada tanggal 29 desember 1972.
Asrul memiliki 6 keturunan dari pernikahannya pertama dam kedua.
Bersama Siti Nuraini, Asrul dikaruniai tiga anak perempuan dari pernikahan
pertama sedangkan dari pernikahan yang kedua bersama Mutiara Sarumpaet
Asrul dikaruniai tiga anak laki-laki. Selama hidupnya Asrul Sani hanya
mendedikasikan dirinya pada seni dan sastra.
Perjalanan yang panjang telah dilalui Asrul Sani pada akhirnya Asrul Sani
menghembuskan nafas terakhir tenang tepat di pelukan Mutiara Sani (56 tahun)
pada pada hari Minggu, 11 Januari 2004 tepat pukul 22.15 WIB. Malam sekitar
pukul 22.15 di kediamannya di Jln. Attahiriah, Kompleks Warga Indah No. 4E,
Pejaten Jakarta. Seniman ini wafat setelah kesehatannya terus menurun sejak
menjalani operasi tulang pinggul sekitar satu setengah tahun sebelumnya.
Sebagai penerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah
RI pada tahun 2000 lalu, dia berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata. Namun dia berpesan ke istrinya untuk hanya dimakamkan di Tempat
Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta SelatanYang pertama, Asrul Sani
meninggalkan tiga putra dan tiga putri serta enam cucu, serta istri pertama Siti
Nuraini yang diceraikannya dan istri kedua Mutiara Sani Sarumpaet. Dan
akhirnya menyusul juga istrinya di usia 76 tahun meninggal dunia karena usia
tua. 69
2. Karir Asrul Sani
Asrul Sani sosok seniman kawakan yang antara lain dikenal dan kariernya
sebagai Sastrawan mulai menanjak, lewat Sajak Tiga Menguak Takdir bersama
Chairil Anwar dan Rivai Apin, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku di
tahun 1950. Dia adalah pelaku terpenting sejarah kebudayaan modern Indonesia.
Mereka bertiga bukan hanya menjadi pendiri “Gelanggang Seniman Merdeka”,
malahan didaulat menjadi tokoh pelopor sastrawan Angkatan 45. Kumpulan puisi
ini sangat banyak tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa
tafsir. Cerpennya yang berjudul “Sahabat Saya Cordiaz” dimasukkan oleh Teeuw
ke dalam “Moderne Indonesische Verhalen” dan dramanya Mahkamah, mendapat
pujian dari para kritikus. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai,
bahkan penulis esai terbaik tahun 50-an. Salah satu karya esainya yang terkenal
adalah “Surat atas Kertas Merah Jambu” (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Belanda).
Sesungguhnya bukan hanya bersastra, pada tahun 1945-an itu Asrul Sani
yang pernah duduk sebangku dengan sastrawan Pramoedya Ananta Toer sewaktu
sekolah di SLTP Taman Siswa Jakarta, bersama kawan-kawan telah menyatukan
visi perjuangan revolusi kemerdekaan ke dalam bentuk “Lasjkar Rakjat Djakarta”.
Masih di masa revolusi itu, di Bogor dia memimpin Tentara Pelajar, menerbitkan
suratkabar “Suara Bogor”, redaktur majalah kebudayaan “Gema Suasana”,
69 Ensiklopedi Tokoh Indonesia, http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/asrul-
sani/index.shtm. diakses pada tanggal 18 Juni 2008.
anggota redaksi “Gelanggang”, ruang kebudayaan majalah “Siasat”, dan menjadi
wartawan pada majalah “Zenith”.
Selain penyair Asrul adalah juga penulis cerita pendek, esei, penterjemah
berbagai naskah drama kenamaan dunia, penulis skenario drama dan film, serta
sekaligus sutradara panggung dan film. Bahkan, sebagai politisi ia juga pernah
lama mengecap aroma kursi parlemen sejak tahun 1966 hingga 1971 mewakili
Partai Nahdhatul Ulama, dan berlanjut hingga tahun 1982 mewakili Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Hal itu semua terjadi, terutama aktivitas
keseniannya, adalah karena keterpanggilan jiwa sebab meski telah menamatkan
pendidikan sarjana kedokteran hewan pada Fakultas Kehewanan IPB Bogor dan
menjadi dokter hewan, pada sekitar tahun 1955 hingga 1957 Asrul Sani pergi ke
Amerika Serikat justru untuk menempuh pendidikan dramaturgi dan
sinematografi di University of Southern California
Selain karena pendekatan akademis dan romantisme kehidupan pertanian
di desa, totalitas jiwa berkesenian terutama film makin menguat pada dirinya
setelah Asrul Sani bertemu Usmar Ismail, tokoh lain perfilman. Bahkan, keduanya
sepakat mendirikan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) yang melahirkan
banyak sineas maupun seniman teater kesohor, seperti Teguh Karya, Wahyu
Sihombing, Tatiek W. Maliyati, Ismed M Noor, Slamet Rahardjo Djarot, Nano
dan Ratna Riantiarno, Deddy Mizwar, dan lain-lain. 70
3. Karya-Karya Asrul Sani
Banyak karya-karya dihasilkan Asrul Sani sebagai seniman ternama ini
dalam sastra, buku, dan skenario film dan juga sebagai sutradara.
70 Ibit
Adapun karya-karyanya dalam sastra sebagai berikut :
1. Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai
Avin, 1950),
2. Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, 1972),
3. Mantera (kumpulan sajak, 1975),
4. Mahkamah (drama, 1988),
5. Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997)
Karya-karya Asrul Sani dalam bentuk buku yaitu sebagai berikut ;
1. Buku mengenai Asrul: M.S. Hutagalung, Tanggapan Dunia Asrul Sani
(1967) dan
2. Ajip Rosidi dkk. (ed.), Asrul Sani 70 Tahun, Penghargaan dan
Penghormatan (1997).
Di samping menulis sajak, cerpen, dan esai, Asrul juga dikenal sebagai
penerjemah dan sutradara film. Terjemahannya yaitu:
1. Laut Membisu (karya Vercors, 1949),
2. Pangeran Muda (terjemahan bersama Siti Nuraini; karya Antoine de St-
Exupery, 1952),
3. Enam Pelajaran bagi Calon Aktor (karya Ricard Boleslavsky, 1960),
4. Rumah Perawan (novel Yasunarti Kawabata, 1977),
5. Villa des Roses (novel Willem Elschot, 1977),
6. Puteri Pulau (novel Maria Dermount, 1977),
7. Kuil Kencana (novel Yukio Mishima, 1978),
8. Pintu Tertutup (drama Jean Paul Sartre, 1979),
9. Julius Caesar (drama Wiliam Shakespeare, 1979),
10. Sang Anak (karya Rabindranatth Tagor, 1979),
11. Catatan dari Bawah Tanah (novel Fyodor Dostoyeski, 1979),
12. Keindahan dan Kepiluan (novel Yasunari Kawabata, 1980), dan
13. Inspektur Jenderal (drama Nicolai Gogol, 1986).
Film yang disutradarainya yaitu sebagai berikut:
1. "Pagar Kawat Berduri" (1963),
2. "Apa yang Kau Cari, Palupi" (1970),
3. "Salah Asuhan" (1974),
4. "Bulan di Atas Kuburan" (1976),
5. "Kemelut Hidup" (1978),
6. "Di Bawah Lindungan Kaabah" (1978),
Asrul juga menulis skenario film. Adapun skenario film yang ditulis yaitu ;
1. “Lewat Jam Malam (mendapat penghargaan dari FFI, 1955)
2. “Apa Yang Kau Cari Palupi?” (mendapat penghargaan Golden harvest
pada festival Film Asia, 1971)
3. “Kemelut Hidup” (Mendapat Piala Citra 1979)
4. Jendral Naga Bonar (skenario film, 1988),71
C. Profil Film ”Naga Bonar”
1. Crew ”Naga Bonar”
Diproduksi oleh : PT Prasidi Tena Film (Bustal Nawawi)
Sutradara : MT Risyaf
Penulis : Asrul Sani
Cerita : Asrul Sani
71 Ibit
Editor : Karsono Hadi
Artistik : Radjul
Fotografi : Sri Atmo
Pemeran :
Nurul Arifin
Deddy Mizwar
Wawan Wanisar
Roldiah Matulessy
Afrizal Nodo
Nico Pelamoniz
Kaharuddin Syah
Mustafa
Musik oleh :Frankie Raden
Tahun rilis :1987
Durasi : 95 menit
Sekuel : Naga Bonar (Jadi) 2
Film ini adalah lanjutan Naga Bonar dirilis pada tahun 2007
yang disutradarai oleh Deddy Mizwar. Film ini menceritakan
kisah Naga Bonar (Deddy Mizwar) yang pergi ke Jakarta untuk
menemui anaknya, Bonaga (Tora Sudiro).
Genre : Film Komedi
Negara : Indonesia 72
72 J.B. Kristanto, Katalog Film Indonsia 1926-2005 (Jakarta : Nalar Bekerja Sama Fakultas Film & Televisi dan IKJ serta Sinematek Indonesia, 2005), h. 289
2. Visi dan Misi Film
Menjelang akhir 90-an, film Naga Bonar besutan sutradara MT Risyaf
pertama kali itu diputar di bioskop, terlepas dari beragam kekasaran dan beberapa
bagian yang tampak janggal, dan pada akhirnya kini di tahun 2008, hampir 20
tahun kemudian, film olahan cerita Asrul Sani itu dikemas kembali. Film tersebut
direstorasi, karena film seluloidnya sudah banyak bagian yang rusak termakan
oleh usia dan kesalahan penyimpanan. Kalaupun ada kualitasnya pun tidak cukup
menyegarkan buat mata melihatnya. Film yang dirilis tahun 1987 itu juga di-re-
mastering untuk menyemangati bangsa ini dalam satu abad kebangkitan nasional.
Hadirnya film “Naga Bonar” membawa visi dan misi untuk
mengembalikan nasionalisme bangsa Indonesia. Tenyata dengan melihat keadaan
sekarang, ada yang salah dengan perjalanan nasionalisme bangsa, rasa senasib
seperti semasa pergerakan dan kemerdekaan kini kian menipis, persatuan nasional
yang dibangun dengan susah payah dalam perkembangannya menunjukkan tanda-
tanda kemunduran. Jika dibayangkan masa depan bangsa Indonesia tanpa
nasionalisme tentunya Indonesia “ibarat tubuh tanpa roh”.
Disamping itu juga melihat keprihatinan terhadap kondisi perfilman
nasional yang kurang memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan
masyarakat mungkin mendorong upaya mereka ulang film Naga Bonar. Film
“Naga Bonar” bisa membangkitkan lagi semangat bangsa ini dan memberikan
nilai tambah atas pencerdasan bangsa Indonesia. 73
73 http://www.Samuku.com/content/naga-bonar-1987. di akses pada tanggal 18 juni 2008.
3. Sinopsis Film ”Naga Bonar”
Sebuah kisah kocak yang berusaha mengejek kepahlawanan. Dengan latar
belakang zaman kemerdekaan. Naga Bonar bekas pencopet tanpa pendidikan,
naïf, rela setia kawanya besar, tetapi nekad dan jujur. Tokoh Naga Bonar adalah
Seorang pencopet yang pernah mendekam dalam penjara akibat ulahnya sendiri.
Namun di dalam sel ia tidak sendiri, sahabat (Bujang) yang selalu mendampingi
Naga Bonar dimanapun. Persahabatan yang kuat antara bujang dan Naga,
membuat Bujang setia dan rela masuk dalam penjara untuk menemani Naga
walaupun sesungguhnya ia tidak bersalah. Setelah keluar dari penjara Akhirnya ia
bertemu dengan Mayor Pohan sebagai pejuang bangsa Indonesia pada waktu itu.
Naga dipercayai untuk memimpin pasukan untuk melawan belanda. Ia
mengangkat dirinya menjadi komandan sebuah laskar dan berjuang melawan
Belanda. Ketika itu pasukan pendudukan Jepang mundur pada tahun 1945 dan
Belanda berusaha kembali menguasai daerah yang ditinggalkan tersebut.
Pada awalnya Naga Bonar melakukan ini hanya sekedar untuk
mendapatkan kemewahan hidup sebagai seorang Jenderal, dan Ia mendapatkan
kesempatan menyebut dirinya seorang Jenderal di pasukan kemerdekaan
Indonesia. Sosok Naga walaupun sebagai Jendral, Naga Bonar tetap patuh dan
tunduk kepada emaknya, Naga Bonar juga sangat sayang dengan emaknya sampai
ia mengendong emaknya dalam perjalanan pidah ke daerah lain bersama
pasukannya.
Pada ketika kirana ditawan oleh Meriam, Naga Bonar mengambil alih
Kirana sebagai tawanan karena ayahnya dituduh sebagai penghianat bangsa
Indonesia dan masuk dalam lingkaran NICA. Kirana sebagai tawanan
diperlakukan baik oleh Naga Bonar. Dan pada akhirnya Naga Bonar jatuh hati
kepada Kirana dan berniat untuk mengawini Kirana dalam kondisi perang, serta
meminta emaknya untuk melamar.
Pada suatu ketika diadakan rapat tentang kenaikan pangkat, Naga Bonar
dinobatkan sebagai Jendral pasukan perang dan masing-masing telah mendapat
pangkat yang layak, namun terlihat sisi diskriminasi terhadap Bujang yang
mendapat pangkat Kopral. Bujang merasa sedih dan tak dihargai dan hasil
perjuangannya tidak sebanding dengan pangkat Kopral itu.
Dan akhirnya ia bertekat untuk berjuang membuktikan bahwa ia adalah
orang yang patut untuk dihargai. Ia pergi dengan berpakaian Jendral milik Naga
Bonar dan membawa sebagian pasukan untuk bertempur melawan Belanda. Dan
akhirnya Bujang meninggal, tewas dalam pertempuran itu. Sedihlah Naga Bonar
ketika kehilangan sahabat sejati yang dicintai. Namun ia tidaklah sendiri masih
ada Kirana yang selalu mendampingi dalam keadaan apapun. Dengan
keberanianya akhirnya Naga Bonar menjadi tentara yang sesungguhnya, dan
memimpin kemenangan Indonesia dalam peperangan.
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
Sebelumnya kita telah mengetahui bab-bab terdahulu yang telah
membahas sedikit banyaknya tentang teori-teori, riwayat hidup pengarang dan
film Naga Bonar itu sendiri. Selanjutnya pada bab IV ini maka penulis akan
menguraikan hasil temuan penulis, setelah melakukan pengamatan, penelusuran
terhadap film tersebut. Bab ini akan menjadi inti atau ruh dari penelitian yang di
dalamnya terdapat beberapa temuan pesan-pesan yang bernilai kebaikan (moral)
yang menjadi tema penelitian ini.
A. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Analisis Teks
Sebagai suatu kajian dan informasi, dalam bab ini penulis akan
memaparkan dan mewacanakan hasil temuan data yang terdapat dalam film
“Naga Bonar”, kemudian penulis akan mendeskripsikan dan menjabarkan
kalimat-kalimat yang mengandung pesan moral.
Sesuai dengan teori yang dibahas, dalam menganalisis teks, penulis
memfokuskan pada strategi wacana model Teun A. Van Dijk, untuk
mengambarkan struktur pragmatik atau kebahasaan dalam film “Naga Bonar”
(NB). Menurut Van Dijk, analisis wacana dari segi teks sosial dibagi menjadi 3
(tiga) bagian yaitu : struktur makro (tematik), superstruktur (skematik), dan
struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan retoris), berikut ini adalah hasil
temuan data sesuai dengan teori di atas.
1. Struktur Makro (Tematik)
Elemen tematik atau tema menunjukan pada gambaran umum dari suatu
teks, dapat juga disebut gagasan inti, ringkasan utama dari teks. Kata tema juga
sering disebut topik. Topik mengambarkan apa yang akan disampaikan atau
diungkapkan oleh penulis skenario atau komunikator. Dalam pandangan Van
Dijk, teks itu tidak menunjukan pada suatu topik tertentu, namun suatu pandangan
umum yang koheren yang disebut oleh Van Dijk sebagai koheren global (global
coheren). Koheren global ini menekankan, bahwa tema atau topik dari sebuah teks
akan didukung oleh subtopik satu dengan subtopik lain yang saling mendukung
terbentuknya topik umum. Subtopik ini didukung oleh serangkaian fakta atau
subbagian yang menunjukan dan mengambarkan subtopik. Dengan adanya
subbagian yang mengambarkan subtopik dan subtopik yang didukung tema atau
topik akan membuat teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren.
Dalam film NB, tema utama yang diambil oleh penulis skenario adalah kegigihan
perjuangan pahlawan dalam perang melawan penjajah demi menegakkan
Indonesia merdeka. Tema ini terdapat pada scene 8 dan scene 9. Pada scene ini
digambarkan dengan jelas suasana peperangan terlihat para pejuang kemerdekaan
berlari-lari sambil menembaki para serdadu Belanda dan bersembunyi di semak-
semak pinggir jalan raya. Sementara terlihat Naga Bonar memberi perintah
kepada pasukan untuk maju dan terus menembak sambil berteriak.
Pejuang : “Merdeka.....merdeka!”
Lewat film NB yang bertema perjuangan, Asrul Sani ingin menyampaikan
bahwa perlunya perjuangan dan penghormatan terhadap sejarah. Bukan itu saja
Asrul Sani bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, karena
menurutnya tema-tema ini sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang
yang hanya sekedar fantastik alias tidak realistis. Di samping itu ia ingin
memberikan tontonan bermoral kepada masyarakat, sehingga dengan
menyaksikan film-film perjuangan dapat menimbulkan kembali semangat dan
nasionalisme bangsa yang selama ini semakin menipis.
Dalam kerangka Van Dijk tema ini didukung oleh beberapa subtopik,
sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh. Adapun subtopik mengandung unsur
moral, antara lain:
a. Sikap keberanian
Keberanian merupakan modal utama seseorang dalam melakukan sesuatu,
demi mencapai tujuan yang diinginkan. Apalagi jika dalam sebuah peperangan
seperti dalam film NB ini. Hal ini tentunnya menjadi tombak untuk mencapai
kemerdekaan dan kemenangan. Untuk membuktikan fakta tersebut, Asrul Sani
menunjukkan pada beberapa subbagian yang terdapat dalam scene 13 dan
scene 21. Pada scene 13 pasukan Naga Bonar terlihat berani untuk maju,
walaupun peluruh serdadu habis menghujam pasukan, namun mereka tidak
putus asa. Dalam adegan ini Naga Bonar terlihat memberi perintah pada
pasukannya.
Naga Bonar : Pasukan tank maju....! Lukman ikut berteriak mengulangi perintah Naga Bonar. Lukman : Devisi tank maju...! Dalam dialog ini jelas menunjukan sikap keberanian sosok pemimpin dalam
mempengaruhi pasukan.
Hal ini dikuatkan dalam scene 21, terlihat Naga Bonar menembak dengan
pistolnya ke arah serdadu Belanda. Ia menembak dengan santai sambil
membaca sajak Mayor Pohan, ia seolah tidak menghiraukan hiru pikuk di
sekitarnya.
b. Kecintaan dan Kepatuhan
Dalam film NB terdapat sikap kecintaan dan kepatuhan yang tercermin dalam
sikap Naga Bonar. Dalam hal ini terdapat beberapa sikap kecintaan dan
kepatuhan di antaranya adalah :
1. Kecintaan dan Kepatuhan Terhadap Ibu
Dalam film ini diperlihatkan tentang kecintaan dan kepatuhan kepada
seorang ibu. Hal ini terlihat dalam scene 26. Dalam film ini NB sebagai
seorang Jendral yang memimpin perjuangan selalu memerintah anak
buahnya, namun ia masih memiliki jiwa kepatuhan terhadap ibu. Ia tunduk
dan tidak pernah menolak jika ibu memerintahkannya. Misalnya untuk
mengambilkan sirih ibunya, bahkan demi cintanya terhadap ibu Naga rela
mengendong ibunya ketika pindah bersama rombongannya. Sosok Naga di
sini diperlihatkan tidak sombong dengan pangkat yang diberikan
kepadanya, ia tetap mematuhi perintah ibunya walaupun memiliki pangkat
Jendral. Ibu baginya adalah segala-galanya, karena di dunia ini hanya ibu
lah yang dimilikinya. Hal ini terlihat dalam kutipan di bawah ini ;
Naga Bonar membelakang ibunya sambil berjongkok. Naga Bonar : “ Naik mak..!” Naga Bonar mengendong ibunya tertinggal di belakang. Pasukan kelihatan terus berjalan.
Hal ini adalah wujud cinta dan kasih sayang seorang anak terhadap ibu.
Kasih sayang seorang ibu tidak akan pernah melunturkan semangat
anaknya. Selain itu di bawah ini dapat dilihat dialog yang menunjukkan
kepatuhan Naga terhadap ibunya.
Ibu Naga Bonar : “ Mau kemana kau Naga? “ Naga Bonar memutar kepala mencari dari mana asal suara itu datang. Naga Bonar : “ Ada perlu sebentar mak.” Nampak Ibu Naga Bonar berdiri dibalik pohon tidak jauh dari rumah Kirana Ibu Naga Bonar : “ Tolong bawakan sirih. Sirih yang diambilkan si Bujang sudah busuk” Naga Bonar : “ Ya Mak..!”
Hal ini terlihat patuhnya Naga Bonar terhadap ibunya, dan ia pun tidak
mungkin menolak perintah ibunya.
2. Kecintaan dan Kepatuhan Kepada Negara
Di samping kecintaannya terhadap ibunya ternyata dalam sosok Naga
Bonar masih tersemat kecintaan terhadap negara yang tak akan usang.
Dalam film ini dijelaskan sebagai pejuang kemerdekaan Naga Bonar
memiliki jiwa kepedulian terhadap bangsa. Perjuangan inilah bukti
kecintaannya terhadap negara tercinta. Ia rela berkorban dan gigih
berjuang walaupun harus mempertaruhkan nyawa dan air mata, tetapi ia
tetap ikhlas melawan penjajah Belanda demi menegakkan kemerdekaan
Indonesia. Ia adalah sosok yang sangat menghormati bangsa dan Bendera
merah putih. Hal dibuktikan oleh Naga Bonar, ketika dalam perang ia tak
lupa untuk tetap menegakkan dan menancapkan bendera merah putih
sebagai lambang di antara batas peperangan Indonesia dengan Belanda. Ia
menunjukan betapa kuat dan beraninya Indonesia untuk menang. Dalam
film ini terdapat pada akhir cerita dan terlihat pada scene 78 yang
mengambarkan wilayah perang di puncak bukit, seorang pasukan Naga
Bonar menancapkan Benderah merah putih dan Lukman meletakkan dua
bangku berhadapan sebagai tempat duduk Naga Bonar dan Kirana
menghadap musuh.
c. Kekuatan Persahabatan
Tidak diragukan lagi jika berbicara tentang persahabatan. Persahabatan antara
Naga dan Bujang di tengah peperangan yang memiliki nasib yang sama,
karakter yang berbeda namun kekuatan persahabatan mereka dilandasi
kesabaran, kesetiaan, manjadi harga paling penting bagi perjalanan hidup
mereka. Bujang misalnya ia selalu mendampingi Naga sahabatnya, bahkan ia
rela berada dalam tahanan untuk menemani Naga dalam penjara padahal
sebenarnya Bujang tidak tertangkap. Hal ini terdapat pada scene 66, dapat
dilihat dari dialog di bawah ini :
Naga Bonar : “Itupun betul juga, tapi aku kini sendiri dia lah kawan yang paling setia kalau aku masuk penjara dulu, dia ikut masuk, biarpun ia tidak ikut tertangkap. Sebab dalam penjara makanan tak usah dibayar. Sekarang habis…..” Di samping itu juga terlihat dalam scene 32, persahabatan mereka, bukan
hanya sebatas teman biasa, namun lebih dari saudara bagi mereka. Bujang
selalu membantu Naga dalam berbagai hal, baik dalam perang, cinta, dan
penghargaan. Bagi Naga, Bujang sebagai tempat mengadu atas segala keluh
kesah, sehingga ia tidak ingin kehilangan sahabat sejatinya. Hal ini telihat
dalam dialog Naga dan Bujang ketika kekecewaan Bujang terhadap Naga,
hingga membuat Bujang ingin pergi jauh dari sisi Naga, namun Naga tidak
ingin jika Bujang meninggalkanya dalam keadaan perang. Naga lebih baik
mati dari pada harus berpisah dengan Bujang sahabat sejatinya, hal ini
terdapat dalam kutipan dialog di bawah ini:
Naga Bonar : “ Kalau kau mau pergi juga, ini pistol !” Ia mencabut pistolnya lalu menyerahkan pada Bujang Bujang : “Buat apa ?” Naga Bonar : “Kau tembak aku dulu baru kau pergi “ Bujang terdiam. Ia memandang kepada pistolnya yang ada ditangannya, pistol itu ia kembalikan kembali pada Naga Bonar. Naga Bonar menerima pistol itu Dan sebaliknya Naga juga selalu membela Bujang ketika ia dipojokan oleh
teman-temannya. Ketika kenaikan pangkat Bujang diberi kopral oleh Lukman,
Bujang merasa kecewa terhadap teman seperjuangan, namun Naga tetap
membelanya agar Bujang mendapat pangkat yang sewajarnya. Dalam dialog
ini terlihat hanya Naga yang nampak peduli terhadap Bujang. Hal ini terlihat
dalam scene 31 dan dialog di bawah ini :
Lukman : Kalau bang Murad pangkatnya Kolonel “…..Barjo, Letnan Kolonel Murad : Setuju Lukman : “ Kalau aku Mayor saja cukuplah. Tapi beras masuk
urusan ku “ Urusan pangkat selesai” Naga Bonar : “ Belum. Bujang bagaimana?
d. Ketulusan Cinta dan Kesetiaan
Dalam sosok Naga Bonar ini digambarkan ketulusan cintanya pada Kirana
(Nurul Arifin) perempuan yang jadi tawanannya semasa bergerilya dan ia
berusaha untuk menjadikan sosok Kirana sebagai pendamping hidupnya
hingga akhir hayat nanti.
Di samping itu juga, ketika di tengah kesedihan, penyesalan diri dan
keterpurukan diri akibat kematian seorang sahabat, ternyata kesetiaan seorang
wanita menawan Naga dan memberi semangat baru untuk tetap berjuang
dalam keadaan apapun. Kesetiaan seperti ini sangat membantu Naga untuk
bangkit kembali dari takdir. Hal ini terlihat dalam sosok Kirana, walau dalam
keadaan galau, Kirana rela untuk selalu mendampingi Naga dalam
pertempuran ini. Dialog ini terdapat dalam scene 66 dan berikut kutipannya :
Naga Bonar : “Itupun betul juga, tapi aku kini sendiri dia lah kawan yang paling setia kalau aku masuk penjara dulu, dia ikut masuk, biarpun ia tidak ikut tertangkap. Sebab dalam penjara makanan tak usah dibayar. sekarang habis aku, aku sendiri.... Kirana : “Tidak. Aku masih ada, kau tak sendiri’ Naga Bonar :“Aku harap juga begitu. Tapi mak sudah bicara padamu. Katanya...” Kirana :”Aku tak peduli kata mak mu, ya aku tak peduli. Aku akan dampingi kau sampai kapan pun“ Hal demikian merupakan gambaran betapa Naga Bonar memiliki nilai-nilai tersebut.
e. Takdir dan Kepasrahan
Kematian adalah takdir dan sudah menjadi ketetapan Allah SWT. Hal itu
tidak bisa terelakan lagi, setiap manusia di bumi pasti akan merasakan apa itu
kematian. Tetapi bukannya kematian itu, menjadi penghalang untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat. Tetapi jadikanlah kepasrahan itu yang
sebagai keteguhan iman dan cara agar selalu tawakal kepada Nya. Dalam film
ini terlihat ketika kematian Bujang dalam perang, Naga merasakan kesedihan
yang mendalam, penyesalan karena tidak menghalagi Bujang. Namun apa
hendak dikata, musibah ketika itu sedang bersama Bujang. Kalau sudah ajal,
bukan saja Bujang, Jendral pun bisa mati. Hal ini terlihat dalam dialog Naga
dan Kirana, Kirana nampaknya memberi nasihat kepada Naga Bonar, dialog
ini terdapat dalam scene 66 dan berikut kutipannya :
Naga Bonar duduk berhadapan dengan Kirana, wajah Naga masih kelihatan sedih. Kirana :“Kau jangan terlalu sedih Naga. Apalagi dalam perang. Naga Bonar :“Betul-betul. Jangankan Kopral, Jendral juga mati. Tapi yang ku sedihkan bukan Kopral mati, itu cuma bikinan si Lukman. Tapi karena si Bujang, Aku sudah bilang sama dia, jangan bertempur, dia bertempur juga. Itulah ! sekarang dimakan cacing dia. Kirana : “Sudah begitu suratan tangannya, mau apa kita ?” Hal demikian menujukan kepada kita, bahwa kematian dan ajal itu pasti akan
menjemput, tetapi sekarang apa pesiapan kita untuk menunggu ajal itu ? oleh
karena itu kita mempersiapkan bekal diri untuk menghadapi ajal masing-
masing.
2. Superstruktur (Skematik)
Skematik adalah suatu teks atau wacana yang umumnya mempunyai
skema/alur dari awal sampai akhir. Secara keseluruhan, bagunan alur cerita dalam
film NB telah sempurna, dalam arti dari suatu peristiwa ke peristiwa lain
membentuk satu kesatuan arti. Para penonton akan disodorkan dan disajikan pada
suatu nilai pemahaman tentang arti pentingnya perjuangan, keberanian dan
tangung jawab serta kepemimpinan, sebagai rakyat Indonesia di tengah
peperangan untuk menegakkan kemerdekaan, kebenaran, dan pembebaskan
penindasan terhadap rakyat dari penjajah. Superstruktur atau skematik terdapat
tiga kategori yang tersusun dalam struktur seperti inti cerita, plot dan struktur
cerita.
a. Inti cerita
Inti cerita adalah isi cerita yaitu hal yang paling penting dalam film Naga
Bonar tersebut. Dalam inti cerita ini adalah kisah perjuangan pahlawan Naga
Bonar, tokoh rekaan Asrul Sani. Dikisahkan, Naga Bonar bukan sosok yang
terpelajar. Ia hanya seorang mantan copet yang tergerak maju ke medan
perang demi mempertahankan Tanah Air dari usaha pendudukan kembali
pasukan penjajah. Ia mendaulat dirinya menjadi seorang Jendral untuk
memimpin pasukan kemerdekaan Indonesia di wilayah Sumatera Utara.
Dengan pangkat jendral itu, awalnya ia berharap bisa menikmati segala
kemewahan. Tapi, kenyataan justru lain, Naga Bonar menjadi pahlawan
sesungguhnya dan menang dalam perang.
b. Plot
Plot adalah jalan cerita dari awal, tengah, dan akhir. Biasanya mengunakan
struktur tiga babak ; yakni babak awal, konflik dn revolusi.
1. Babak Awal
Sang penulis cerita Asrul Sani dalam film ini membagun lewat
pendiskripsian keadaan peperangan melawan Belanda. Ia mengambarkan
keadaan Medan ketika itu sebagian besar daerah sudah dikuasai oleh
Belanda. Daerah yang awalnya tenang, damai kini harus terusik dengan
kehadiran pasukan Belanda yang ingin menguasai seluruh kawasan di
negeri ini. Dalam babak ini Asrul menyodoran gambaran kehidupan
masyarakat Indonesia sebelum kemerdekaan diproklamasikan. Ketakutan
kecemasan, dan letusan peluru tidak asing lagi bagi mereka. Namun demi
keselamatan keluarganya, mereka terpaksa harus pindah dari Desa
tersebut, dan mencari titik aman untuk berlindung dari serangan Belanda.
Asrul juga memberikan inspirasi kepada penonton tentang rekaan tokoh
Naga Bonar dalam film ini. Naga Bonar adalah bekas pencopet yang baru
saja keluar dari penjara, namun ia seorang yang jujur, pemberani, cedik
dan pintar walaupun ia sebenarnya tidak pernah bersekolah. Di tokoh ini
Asrul mendiskripsikan arti perjuangan, kepemimpinan dan kerjasama
untuk mencapai kemenangan. Pengabdian dan pengorbanan terhadap
negara terlihat dalam sikap Naga Bonar dan teman-teman perjuangan. Di
samping itu digambarkan pula persahabatan yang kuat antara Naga dan
Bujang. Tokoh Bujang dalam film ini memberi inspirasi tetang sahabat
setia. Pada babak awal ini Naga dan Bujang keluar dari penjara, atas nama
sahabat Bujang rela mendampingi Naga masuk dalam penjara, walaupun
sebenarnya Bujang tidak tertangkap. Hingga akhirnya mereka temu
dengan Bang pohan seorang aktivis kemerdekaan Indonesia. Dalam
keadaan bimbang arah tujuan, Naga dan Bujang teringat dengan Bang
Pohan. Naga dipercaya untuk memimpin laskar perang dari Medan.
Awalnya Naga berpikir ini hanya untuk kesenagan saja, namun ternyata
dari sini ia merasa dihormati oleh pasukannya. Naga mampu membentuk
kekompakan dan semangat tinggi teman-teman seperjuangan seperti sosok
Lukman lulusan HBS, ia mempunyai dedikasi tinggi dalam berperang
sehingga ia diberi tangung jawab sebagai juru bicara laskar perang
pimpinan Naga Bonar. Murad bekas penjual kopi, namun semangat
berjuangnya juga tinggi, dan Kirana sosok wanita cantik bekas anak
seorang dokter yang dituduh sebagai penghianat (masuk dalam NICA) dan
menjadi tawaan pasukan Naga Bonar, namun pada akhrinya Naga jatuh
hati kepadanya dan ingi menikahinya. Dan masih banyak kekonyolan yang
ditujukan oleh para pemain film ini.
2. Babak Konflik
Babak di mana muncul berbagai konflik. Pada babak ini penulis cerita film
“NB” juga berhasil menampilkan suatu yang mengugah penonton dan
menyemangati penonton. Konflik bermula ketika diadakan perundingan
tentang kenaikan pangkat. Naga diberi pangkat Jendral, Parjo sebagai
Letnan Kolonel, Murad sebagai Kolonel, Lukman sebagai Mayor
sedangkan Bujang sebagai Kopral. Dari sini Bujang merasa tersisih dari
teman-temanya karena ia diberi pangkat Kopral, ia merasa tak dihargai dan
menurutnya pangkatnya tidak sebanding dengan perjuangannya. Ia minta
kepada sahabatnya Naga untuk mendebat Lukman, namun sayangnya
Naga tidak berasil. Kekecewaan Bujang kepada Naga dan teman-temanya
menjadikan Bujang bertekad untuk menujukan bahwa ia adalah seorang
pejuang yang pemberani dalam perang. Menurutnya berbeda dengan
Lukman, ia takut ketika peluru menerjang. Akhirnya Bujang nekat untuk
berujang tanpa restu dari Naga terlebih dahulu sebagai pemimpin perang.
Bujang mencuri baju Jendral milik Naga dan memakainya. Kemudian
membawa 10 pasukan untuk menyerang Belanda di Parit Bundar. Pada
perang itu akhirnya Bujang tewas dengan tembakan di dada. Mendengar
Bujang tewas, Naga merasa sendih dan bersalah atas kematian Bujang.
Kematian Bujang dalam film ini adalah puncak konflik dalam laskar
perang pimpinan Naga Bonar, karena Bujang telah melakukan kesalahan
hingga melenyapkan nyawanya. Bujang juga mengingkari pejanjian
dengan Belanda untuk tidak melakukan genjatan senjata.
3. Babak Resolusi
Penyelesaian akhir cerita dalam film ini digambarkan setelah kesedihan
Naga atas tewasnya sahabat Bujang. Naga pun bercerita kepada Kirana
tentang kesedihannya, namun Kirana pun memberi tanggapan baik pada
Naga bahkan Kirana menyatakan sedia untuk mendampingi Naga sampai
kapan pun sebagai penganti Bujang, termasuk menjadi istri. Pernyataan
Kirana ini membuat Naga bahagia karena ia bisa mempersuting anak
Dokter yang cantik jelita. Kirana ikhlas menerima Naga apa adanya
walaupun ibu Naga membeberkan kejelekan Naga. Hingga apa akhirnya
Belanda mengingkari perjanjian yang telah dibuat sendiri pada Indonesia.
Belanda menyerang pasukan Indonesia, namun Naga tidak gentar dengan
didampigi Kirana Naga melakukan pertempuran dengan pasukan Belanda
dan pada akhirnya membawa kemenangan. Belanda mundur dan mengakui
kekalahannya dan pasukan Naga Bonar menang. Cerita film ini diangkat
untuk memberikan gambaran tentang perjuangan para pahlawan dalam
kemerdekaan bangsa Indonesia. Maka dari itu kisah yang disajikan
mengungah kita rasa ingin tahu tentang perjuangan dan film ini menyatu
dengan penonton, dengan bahasa koncak, logat batak kental, sehingga
tidak menegangkan penonton dan penonton pun seolah-olah berada masa
perjuangan dan ikut dalam perang kemerdekaan Indonesia. Film ini dapat
memberi pejaran bagi kita sebagai penerus Bangsa Indonesia untuk
meneruskan perjuangan.
c. Struktur Cerita
Dalam struktur cerita di sini terdalam beberapa hal yang penting untuk diamati
yaitu pembagian cerita (scene), pembagian adegan (sequence), pemilihan
adegan pembuka (opening), anti klimaks (penyelesaian masalah) dan adegan
penutup (ending).
1. Pembagian cerita (scene) : Dalam film tersebut pembagian cerita
terdiri dari 80 scene yang ceritanya terus merunut dan berkelanjutan.
Namun tempat pengambilan gambar atau lokasi selalu berpindah-
pindah.
2. Pembagian adegan (Sequence) : Dalam film tersebut pembagian
adegan terdiri dari 5 sequence. Adegan ke-1 merupakan awal cerita,
digambarkan keadaan penjara dan mulai bergabungnya Naga Bonar
dan Bujang dalam laskar perang hingga ia dipercayai menjadi
pemimpin pasukan. Adegan ke-2 digambarkan pasukan dan penduduk
pindah ke markas di kawasan kampung yang lebih aman. Dalam
sequence ini mereka memulai kehidupan baru untuk mempersiapkan
segala macam kekuatan untuk melawan belanda. Adegan ke 3
digambarkan keadaan santai dari kegiatan peperangan para penduduk
dan prajurit nampak kehidupan mereka lebih aman dan damai. Adegan
ke-4 ini adalah kelanjutan dan terjadi beberapa konflik yang terjadi
pada pasukan Naga Bonar. Adegan ke-5 merupakan bagian akhir
cerita. Digambarkan persiapan pasukan perang untuk maju menyerang
Belanda sampai akhirnya perang dimulai yang menghasilkan menang
oleh pasukan Indonesia.
4. Adegan pembuka (Opening) : Pemilihan adegan pembuka penulis
skenario adegan dimulai nampak bendera Jepang berkibar di puncak
tiang. Di depan Pos penjara Jepang terlihat kawat berduri dengan
empat serdadu Jepang berdiri tegap. Terlihat sosok Naga Bonar dan
Bujang keluar dari penjara dengan wajah kusam. Akhirnya mereka
melihat Bendera Merah Putih yang menunjukan telah diplokamirkan
kemerdekaan. Kemerdekaan pada waktu itu berseutuhnya walau di
Jakarta telah merdeka, namun di Sumtra Utara ternyata masih terjadi
genjatan senjata. Adengan ini yang dipilih untuk mengawali cerita film
NB.
5. Anti klimaks (penyelesaian masalah) : Dalam penyelesaian masalah
dalam konflik di film NB, bermula tewasnya Bujang sahabat Naga
dalam pertempuran, di sini terlihat Naga begitu sedih, namun Kirana
sosok wanita ang sangat dicintai Naga mampu menghibur kembali
Naga sehingga membangkitkan semangat juang yang tinggi. Asrul
memberikan gambaran dalam penyelesaian masalah cukup sederhana,
namun sangat menyentuh.
6. Adegan Penutup (Ending) : Ending dalam film NB, yaitu nampak
seluruh pasukan dan penduduk berbaris mendengarkan ultimatum serta
arahan Jendral Naga Bonar untuk maju menyerang penjajah, di sebalik
terlihtat Ibu Naga tersentum dan bangga terhadap anaknya, yang
dulunya berprofesi sebagai pencopet ternyata memiliki kecintaan
kepada negara dan mampu memimpin pasukan perang. Di adengan
ending ini pasukan Naga menyerang penjajah Naga dengan
didampingi Kirana nampak bersemangat, segala kekuatan dikerahkan
sehingga menang pun di tangan mereka. Akhirnya musuh mengakui
kalah dan mudur. Dengan sumingrah pasukan Indonesia mengucapkan
“Merdeka....merdeka...!”
Skematik juga berurusan dengan judul pemberian judul berdasarkan tokoh
rekaan Asrul Sani, yaitu Naga Bonar, seorang tokoh pejuang Batak, yang jujur,
rendah hati, naif namun memiliki kemampuan memimpin, tokoh ini boleh saja
terlihat tampak bodoh, tapi, di balik itu semua, ia sosok yang memiliki nilai-nilai
hidup yang luhur, ia memiliki nasionalisme yang tinggi terhadap negara,
kecintaannya terhadap Mak-nya, persahabatannya dengan si Bujang, dan
ketulusan cintanya pada Kirana perempuan yang jadi tawanannya semasa
bergerilya. Hal demikian merupakan gambaran betapa ia memiliki nilai-nilai
tersebut.
3. Struktur Makro
a. Semantik
Semantik adalah studi linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam
bahasa. Mansoer Petada mengartikan semantik adalah studi tentang makna.74
Elemen yang terdapat dalam simantik adalah :
1. Latar
74 Mansoer Petada, Semantik Leksikal (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), Cet. Ke-1, h. 7
Merupakan bagian teks yang terdapat mempengaruhi arti yang ingin
disampaikan, latar merupakan cerminan dari ideologi komunikator. Latar
dipilih untuk menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa.
a. Latar pertama
Latar pertama Asrul Sani memilih lokasi/ tempat cerita ini berlangsung
terletak propinsi Sumtra Utara, Ibukota Medan yang secara langsung
menunjukan komunitas masyarakat Batak. Cerita ini mengisahkan masa
dimana Indonesia sedang dijajah oleh Belanda dan Jepang sekitar tahun
40-an. Kemudian di tahun 1945 pada akhirnya kemerdekaan
diplokamirkan di Jakarta oleh Presiden Sokarno. Namun kemerdekaan
untuk bangsa Indonesia belum seutuhnya, di Medan masih terjadi perang
dan Belanda masih tetap menguasai wilayah Medan. Pada ketika itu
pasukan perang Indonesia pimpinan Naga Bonar terus berjuang dan
berusaha menaklukan Belanda mencapai Indonesia Merdeka. Pasukan
Indonesia bersembunyi mencari titik aman di kawasan pengunungan,
lembah, semak dan terlihat hutan. Seluruh pasukan dan penduduk
dipindahkan dan bermarkas di kawasan tersebut. Dengan rumah pangung
berdinding papan terlihat sangat sederhana mereka pun hidup dan
penduduk dapat beraktivitas seperti biasanya, misal berjualan, berternak,
sedangkan untuk bertani penduduk tidak bisa, karena ladang mereka
tinggalkan demi keselamatan.
b. Latar kedua
Dalam latar ini Asrul mencoba memberikan gambaran yang jelas tentang
perjuangan, kegigihan dan keberanian serta pentingnya nasionalisme
kepada bangsa dan Negara. Hal ini terlihat bahwa pasukan Naga Bonar
berhasil mengalahkan dan mengusir penjajah dari kawasan mereka, Asrul
juga menjelaskan kekuatan yang dasyat dari para penjuang dan pahlawan
walaupun hanya sedikit pasukan dan dengan peralatan seadanya bila
dibandingkan Belanda yang memiliki kelengkapan perang, namun pasukan
Indonesia menang.
c. Latar ketiga
Latar ini menjelaskan, tokoh rekaan Asrul Sani, yang menjadi simbol dari
tiga tema besar tersebut. Dikisahkan, Naga Bonar bukan sosok yang
terpelajar, ia hanya seorang mantan copet yang tergerak maju ke medan
perang demi mempertahankan Tanah Air dari usaha pendudukan kembali
pasukan penjajah. Ia mendaulat dirinya menjadi seorang Jendral untuk
memimpin pasukan kemerdekaan Indonesia di wilayah Sumatera Utara.
Dengan pangkat Jendral itu, awalnya ia berharap bisa menikmati segala
kemewahan. Tapi, kenyataan justru lain. Naga Bonar mampu memimpin
dan berhasil memperoleh kemenangan. Dalam latar ini Asrul melihatkan
kelebihan Naga Bonar. Walaupun terlihat tampak bodoh, namun ia sosok
yang memiliki nilai-nilai hidup yang luhur. Kecintaannya terhadap Ibu-
nya, persahabatannya dengan si Bujang, dan ketulusan cintanya pada
Kirana.
2. Detail
Merupakan kontrol informasi yang disampaikan komunikator/ pengarang dan
menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya, dan
menampilkan jumlah yang sedikit informasi yang merugikan dirinya, penulis
cerita dalam film ini sebagai komunikator tidak menampilkan informasi yang
menguntungkan dirinya, karena penulis cerita tidak mengunakan dirinya
sebagai tokoh dalam film ini, namun ia mengunakan tokoh rekaan tersendiri,
yaitu Naga Bonar. Film dimulai dengan setting si Naga Bonar beserta
sahabatnya (si Bujang) yang baru saja keluar dari penjara dengan wajah lusuh
dan kumal. Sempat-sempatnya, ketika diperjalanan mereka bertemu dengan
serdadu Jepang, si Naga mencopet jam tangan yang dipakai serdadu itu. Saat
itu, Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, namun walau telah
merdeka, dalam kenyataannya belum 100% merdeka ketika itu. Tentara
Belanda berusaha kembali menjajah dengan membonceng tentara sekutu. Di
saat seperti itu, meskipun dengan masa lalu gelap sebagai pencopet, si Naga
masih cinta pada Tanah Airnya dengan ikut berjuang mengusir penjajah dan
dipercayai memimpin serta mengangkat dirinya menjadi laskar komandan dan
menyebutkan dirinya sebagai Jendral. Usahanya tak sia-sia, sebagai pejuang
dia sukses. Ia bersemangat berperang dan terlihat memiliki banyak anak buah,
si Bujang pun dia angkat sebagai asistennya, setiap harinya Naga berserta
teman-temanya memikirkan bagaimana cara untuk menaklukan penjajah
hingga akhirnya menuai keberhasilan. Dari sini Naga telah meniatkan hati
untuk berubah menjadi orang yang baik dan meninggalkan berbuatan tercela.
Untuk merubah kebiasaan ini, Naga dibantu oleh sosok wanita yang dicintai
(Kirana), ia memberikan motivasi serta menaruh harapan kepada Naga untuk
menjadi orang yang baik dan suami yang baik. Naga pun menerima hal itu, ia
berjanji tidak akan mencopet lagi. Ibu nya pun masih tidak percaya kenyataan
ini, dia tetap saja menganggap si Naga masih dalam kehidupan gelapnya
sebagai pencopet. Hingga akhirnya Naga menunjukan kepada Ibu, dengan
perang yang dipimpinnya berhasil menang.
Di sini Asrul memberi informasi setiap orang bisa berubah kebiasaan, asal
dilandasi niat yang kuat, dan setiap orang jahat pasti ia masih memiliki sisi
kebaikan.
3. Maksud
Merupakan elemen yang melihat apakah teks atau cerita yang dibuat oleh
pengarang disampaikan secara eksplisit dan emplisit. Elemen maksud dalam
film NB ini disampaikan secara eksplisit dan terbuka. Salah satu teks yang
terdapat dalam film ini adalah mengenai penjelasan tentang arti perjuangan
hidup dan arti arti berkorban. Dalam film ini jelas sekali karena film
mengambarkan bukan lewat dialog saja, namun lewat visual (gambar) dan
kemudian diperjelas lewat dialog. Hal ini terlihat di scene 13 dalam adegan di
bawah ini:
Kelihatan Naga Bonar di atas kuda serta meneropong ke arah jalan sekarang penampilan sudah berbeda. Ia memakai topi vilt yang pakai jambul. Dibagian samping topi itu kelihatan korkade Merah Putih yang terbuat dari kain dan dipingangnya diikat dengan kain merah putih pula dengan kancelananya dril. Dan di kakinya kelihatan sepatu tinggi dan dipingangnya terselip pedang samurai panjang. Dan di kiri kanan pingannya tergantung holster yang berisi pistol, sedangkan di bahunya terselempang bandolir berisi peluru-peluru senapan. Kemudian di sampingnya berdiri Lukman, juga mengenakan pakaian perjuangan, dan begitu juga Murad dan Barjo, serta Bujang. Melalui teropong kelihatan iringan konvoi Belanda. Terlihat Naga Bonar memberikan perintah kepada pasukannya Naga Bonar : Pasukan tank maju....!
Lukman berteriak mengulangi perintah Naga Bonar Lukman : Devisi tank maju...! Dari adegan ini sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks dan
dialog tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu penonton akan cepat
mengerti dan paham apa maksud adegan tersebut tidak perlu mencari
kesimpulannya. Di samping itu juga maka dikuatkan dalam adegan di bawah
ini :
Naga Bonar menembak dengan kedua pistolnya ke arah serdadu Belanda yang tadi menyusup dan kini sudah mendekati posisinya. Ia pun menembak dengan santai sambil membaca sajak bang Pohan Naga Bonar : Hai bangsa Indonesia bangkitlah semua Negeri kita sudah merdeka
Adegan-adegan di atas memperkuat tema utama dalam film NB, sehingga
mudah untuk dipahami maksud dari film tersebut.
b. Sintaksis
Sintaksis adalah perbincangan mengenai bahasa kalimat.75 Dalam hal ini
adalah bagaimana sebuah kata atau kalimat disusun sehingga menjadi suatu
kesatuan arti. Elemen dari sintaksis adalah :
1. Koherensi
Merupakan pertalian antara kata atau kalimat, biasanya dapat diamati
dengan memakai kata penghubung (konjungsi) : dan, tetapi, lalu, karena,
dari pada, dan sebagainya. Dalam film NB ada beberapa kata penghubung
yang digunakan dalam dialog, adapun kata penghubung “tetapi” digunakan
sebanyak 16 kali, kemudian kata penghubung “lalu” sebanyak 7 kali
dalam dialog, kata penguhung “dan” hanya 1 kali, sedangkan kata
75 Joel Daniel, Sintaksis (Jakarta : Gramedia, 1993), cet. Ke-2, h.1
penghubung “dari pada “ sebanyak 2 kali. Jadi kata penghubung yang
paling banyak dan sering digunakan adalah kata “tetapi”. Hal ini terlihat
dalam dialog di scene 42 berikut kutipannya:
Mariam :“Aku Pernah Mencari dia, tetapi aku didahului orang
yang tertinggal hanya roti dan keju. Tapi aku tidak pernah lupa
hinaan itu”.
Naga Bonar : “Aku juga tidak”.
Penempatan kata “Tetapi“ pada keterangan di atas mempunyai fungsi
sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan yang lainnya. Fungsi
dari kata “ tetapi” pertama berfungsi menjelaskan kita bahwa tokoh
Mariam teman Naga mempunyai harapan untuk bertemu dengan Kirana.
Sedangkan kata “tetapi” yang kedua dalam dialog di atas, justru
mempertegas bahwasannya ia tidak rela orang lain mendahuluinya
bertemu dan membawa kirana, hingga ia tidak bisa bertemu dengannya.
2. Bentuk Kalimat
Segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, menjelaskan
tentang proposisi diatur dalam satu ragkaian kalimat. Maksudnya proposisi
mana yang akan ditempatkan di awal atau di akhir kalimat.
“Naga Bonar“ : Kau Kemari mengambil dia
Bentuk kalimat : Kau Kemari Mengambil Dia S Ket P O Kutipan berikut dapat menjelaskan dan membedakan mana objek, subjek,
prediket, dan keterangan.
Dalam film NB mengunakan pola deduktif-induktif yaitu dari umum ke
khusus. Hal terlihat awal dari cerita dari film ini, mengambarkan kondisi
peperangan dengan perlawanan senjata antara pasukan Naga Bonar dan
pasukan Belanda. Dan kemudian Belanda pada akhirnya mundur. Namun
kemudian diceritakan kembali beberapa konflik yang terjadi dalam
pasukan dan dalam diri Naga Bonar sendiri yang menunjukan mangkin
meyempitnya cerita film ini.
Di samping itu Dalam film NB bentuk kalimat belum mengikuti ejaan
EYD dengan baik dan benar. Karena film ini lebih banyak mengunakan
bahasa Melayu-Batak dan bernilai kesukuan. Jadi Asrul dalam film ini
tidak memakai bahasa baku dan tidak terlalu menekankan pengunaan
EYD, namun yang ditekankan adalah maksud dari film tersebut.
3. Kata Ganti
Merupakan alat yang dipakai oleh komunikator atau penulis cerita film
untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana, misalnya
dengan mengungkapkan sikap dan prilakunya. Dalam film NB, Adapun
kata ganti orang kedua “kamu”, dalam dialog diganti dengan kata ganti
“Kau”sebanyak 110 kali. Dan sebagai pangilan dalam cerita Naga Bonar
mengunakan kata ganti “Abang” sebanyak 90 kali. Sedangkan kata yang
digunakan Asrul dalam menyebutkan tokoh ciptaannya Naga Bonar
dengan kata “Jendral” kata ini dipakai sebanyak 37 kali. Kata ganti ini
diambil dari pangkat Jendral yang disepakati pasukannya.
c. Stilistik
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata
atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia (style). Melihat dari dialog dalam
film NB tidak mengunakan bahasa Indonesia sebagaimana mestinya. Film ini
mengunakan bahasa Melayu dengan intonasi bahasa Batak yang kental. Namun
walaupun Asrul dalam film NB menekankan unsur primodialisme kesukuan, akan
tetapi bahasa yang dipakai mudah dimengerti dan dipahami. Menurut sejarah,
bahasa melayu adalah bahasa yang dijadikan bahasa persatuan, yang sekarang
menjadi bahasa Indonesia. Dengan demikian walaupun film NB mengunakan
bahasa Melayu-Batak, akan tetapi masih dapat dipahami oleh penonton, yang
membedakan hanya intonasi dan gaya bicara. Dari sini Asrul mulai berusaha
memberi tontonan yang menarik konyol dan lucu namun mendidik dan memiliki
unsur budaya. Di samping itu ada beberapa hal bahasa yang dianggap baik dan
ada juga bahasa buruk untuk mengungkapkan ejekan. Bahasa baik dalam film NB,
yaitu ketika Kirana memberikan nasehat kepada Naga. Seperti terlihat dalam
scene 65 dalam dialog di bawah ini.
Kirana : Kau Jangan terlalu sedih, Naga.
Setiap orang pasti mati, apalagi dalam perang.
Sedangkan bahasa yang buruk berupa ejekan. Hal ini terlihat dalam dialog di
bawah ini:
Lukman : Kopi apa ini, Murad. Itulah kalau Guru sekolah buka kedai kopi, mana kopi mana lumpur.
Murad : Jangan banyak cakap kau Lukman, air selokan ku kasihpun kauminum.
Lukman : Jangan begitulah Murad. Biarpun buruk begini aku anak HBS
Di samping itu dalam film ada mengunakan kata “ dimakan cacing” yang
menunjukan arti tewas atau meninggal. Dalam film biasanya Asrul Sani, ia selalu
menggunakan bahasa Indonesia yang sangat ekspresif misalnya dalam film-film
perjuangan yang ditulisnya, bahasa yang digunakan cenderung bercorak
propagandis dan pedagogis (atau dalam bahasa ‘agama’: dakwah). Hal ini
tentunya berasal dari tradisi sastranya yang kuat dan kondisi Indonesia saat itu
yang baru saja merdeka.
d. Retoris
Retoris adalah gaya yang diungkapkan untuk menyatakan intonasi dan
penekanan. Dalam retoris mengunakan gaya repetisi (pengulangan), aliterasi
(seperti sajak), ejekan (ironi). Dalam film NB ada beberapa kata aliterasi atau
sajak yang itu disampaikan dalam bentuk pantun dan diringi musik Melayu khas.
Hal ini adegan Naga Bonar ketika menyanyi lagu berasal dari pantun Melayu.
Hal ini menunjukkan khasan lagu Melayu dan budaya Melayu : kutipan ini terlihat
dalam scene 35.
Naga Bonar, Lukman, Murad, Barjo lagi berunding. Lukman berjalan pulang balik sambil meraba-meraba keningnya. Sedangkan Naga Bonar asyik mnyenandungkan sebuah lagu ronggeng (demam puyuh) sambil mengetuk-ngetukan jarinya ke meja dan sekali- kali mengerakan tanganya seperti orang menari.
Naga Bonar :“Anak udang dimakan udang Jangan dibeli anak belida Hati abang mabuk kepayang Apa baik kan obatnya”
Kemudian Naga Bonar bersajak kembali :
Anak ikan dimakan ikan Ikan dimakan anak tenggiri Pagi ku lihat adik berdandan Waktu malam termimpi-mimpi Sajak ini menunjukan bahwasanya penulis skenario mengunakan bahasa yang
dapat menarik khlayak, sehingga tidak membosankan. Ini bisa disebut sebagai
bumbu dalam film agar tidak monoton.
Dalam retoris ada beberapa elemen yang terbagi menjadi :
1. Garfis
Merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan oleh seseorang yang
diamati dari dialog dalam film dan naskah film. Dalam film NB ini yang
ditekankan adanya keinginan yang kuat dari diri Naga Bonar untuk merubah
sikap dan prilakunya. Penekanannya terletak pada dialog Naga bonar dan
Kirana, dalam dialog ini Naga Bonar menyatakan kepada Kirana benar-benar
ingin berubah cara hidupnya, ia berjanji tidak akan mencopet dan
memperbaiki diri dan berusaha menjadi orang baik dan meninggalkan
profesinya sebagai pencopet. Hal ini terlihat scene 51 dalam dialog di bawah
ini :
Kirana : Nanti suatu hari perang akan selelsai dan kita akan menang !
Naga Bonar : Siapa kita Kirana : Kau, aku.....nanti keadaan akan lain. Apa cita-
citamu ? Naga bonar berpikir Naga bonar : Apa perlu kupikir itu Kirana : Perlu. Mau jadi apa kau ?
Naga bonar :Ada juga ku timang-timang, karena mak betul-betul sudah malu karena aku jadi pencopet. Jadi ku pikir-pikir biar mak bangga, ya...jadi polisi lah. Tapi kupikir pula, kalau aku jadi polisi orang bilang pencopet jadi polisi. Salah-salah bicara bisa orang bilang polisi jadi copet. Kalau sudah begitu, bukan saja lagi mak yang marah, polisi pun marah..masuk penjara pula awak..!
Kirana pun terseyum Kirana : Pokonya kau jangan lagi mencopet. Nag Bonar :Tidak akau janji, biarpun ditaruh barang di
depan ku tak akan ku copet. Kirana : Aku senang padamu Naga bonar : Jadi ada pencopet jadi orang baik-baik ? Kirana : Ada Naga bonar : Copet yang jadi suami perempuan baik-baik ?
Kirana : Bisa
2. Metafora
Metafora digunakan sebagai ornament atau bumbu dari suatu berita atau
cerita, biasanya digunakan seperti kata-kata kiasan dan ungkapan, semua
diperjelas untuk memperjelas pesan utama agar setiap orang menonton akan
mudah mengingat dan memahami isi pesan tersebut. Dalam film ini tidak
banyak mengunakan bahasa kiasan, atau ungkapan namun film ini memuat
ungkapan-ungkapan untuk memberi semangat para pejuang dalam
pertempuran. Ungkapan tersebut biasa diucapkan Naga Bonar ketika dalam
perang. Ungkapan ini merupakan jingle bangsa Indonesia ketika dalam
perang. Hal ini dapat dilihat barisan ungkapan di bawah ini.
Hai pemuda Indonesia Bagkitlah semua negeri kita sudah merdeka Genderang perang sudah bernyanyi Dengarkan panggilan ibu pertiwi
Selain itu juga, dalam film ini terdapat satu ungkapan yang lebih dikenal dan
tak terlupakan oleh penonton. Ungkapan ini merupakan ciri khas film Naga
Bonar. Hal ini dapat dilihat dalam dialog Naga Bonar dengan Bujang ketika
ia disuruh menikah dengan ibunya. Ungkapan di bawah ini :
Bujang : Alah...soal kawin apalah, Bang. Soal semenit! Naga bonar : Ya, tapi APA KATA DUNIA, kalau di tengah perang Naga Bonar kawin.
Ungkapan “Apa Kata Dunia”, ini menjadi ciri dari film Naga Bonar bahkan
dalam film senjutnya yang disutradarai oleh Dedy Mizwar, film “ Naga
Bonar Jadi Dua “ kata ini menjadi jingle dan cover film.
Di samping itu pula, Asrul dalam menarik penonton ia memberikan bahasa-
bahasa yang lucu dan konyol sehingga dapat membuat penonton tertawa dan
kemungkinan besar akan teringat dengan kata tersebut. Bahasa konyol dan
kocak ini, namun memberikan makna yang mendalam bukan saja bagi
pemain (tokoh) film akan tetapi bagi penonton.
Naga Bonar : “Bujang sudah ku larang kau bertempur. Bertempur
pulak lagi. Matilah kau sekarang dimakan cacing! “
Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada analisis teks di atas, terlihat
Asrul Sani sebagai penulis skenario lebih menyukai konflik-konflik
psikologis dengan protagonist, maka secara keseluruhan pesan moral dalam
film “Naga Bonar” karya Asrul Sani ini menyoroti tentang perjuangan
dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia lainnya dan lingkungannya. Pesan yang
disampaikan hubungan manusia dengan Tuhan ini tecermin dalam
keteguhan hati, keikhlasan, prilaku. yang dirasakan oleh Naga Bonar ketika
ia harus kehilangan sahabatnya untuk kembali kepada Tuhan yang Maha
Esa.
Pesan moral yang ingin disampaikan oleh komunikator dari hubunagn
manusia dengan manusia lainnya dengan lingkungannya, ini terlihat dari
hubungan Ibu dan anaknya. Seorang anak patuh dan taat terhadap Ibunya, dan
memiliki hubungan kasih sayang yang kuat di antara mereka. Begitu juga dengan
persahabatan antara Naga Bonar dan Bujang yang sangat kuat. Keadaan susah
maupun senang, suka dan duka mereka lalui bersama. Selain itu hubungan cinta
antara Naga Bonar dan Kirana saling memberi kasih sayang, selalu setia dan
pengertian. Hal ini tentunya menjadi pelajaran yang amat berharga bagi kita. Kita
menonton film bukan hanya sebagai hiburan saja namun dapat kita ambil nilai apa
yang hendak disampaikan oleh komunikator atau pembuat film.
B. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Kognisi Sosial
Dalam anailsis wacana yang mengunakan model Van Dijk, analisis tidak
hanya difokuskan pada teks semata, tetapi juga melihat dari pandangan penulis
cerita/ Asrul Sani, baik dari segi kognisi sosial maupun konteks sosial.
Pada analisis sosial di sini bagaimana sebuah teks diproduksi, dipahami
dan ditafsirkan. Lewat film ini Asrul membuat tokoh rekaan/ ciptaan Naga Bonar
yang merupakan tokoh sang pejuang yang lucu dan konyol. Melihat dari faktor
eksternal, dalam film NB Pengarang cerita berusaha memberi tontonan yang
menarik yang dikemas dengan populer dan koncak (komedi). Dalam film-film
perjuangan yang ditulis Asrul, bahasa yang digunakan cenderung bercorak
propagandis dan pedagogis (atau dalam bahasa ‘agama’: dakwah). Hal ini
tentunya berasal dari tradisi sastranya yang kuat dan kondisi Indonesia saat itu
yang baru saja merdeka. Dalam menulis puisi, Angkatan 45 termasuk Asrul Sani,
mereka percaya bahwa bahasa adalah alat ekspresi dan buah pikiran sang
pengucap. Berdasarkan sejarah angkatan ini meneruskan apa yang dilakukan oleh
Sutan Takdir Alisjahbana (Pujangga Baru) yaitu dengan menghancurkan kaidah
dan bentuk baku bahasa yang menjadi tradisi Balai Pustaka. Menurutnya Apa
yang dilakukan Asrul Sani terhadap puisi, sama dan sebangun dengan apa yang
dilakukannya pada film.
Dalam film-film, Asrul Sani banyak mengungkap tema-tema perjuangan
dan sosial, karena Asrul Sani memang tidak terpisah dari zamannya, ia adalah
dididikan generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan pendidikan Belanda. Jadi
tidaklah heran jika ia, selalu mengungkap tema-tema perjuangan baik dalam film
maupun dalam puisi dan karya lainnya. Sekitar tahun 80-an, saat itu Asrul
bersemangat membuat film-film bertema perjuangan, menurutnya tema-tema ini
sangat jauh berbeda dengan film-film sebelum perang yang fantastik alias tidak
realistis. Seperti estetika film praperang yang hanya membahas estetika hiburan,
senang-senang: gambar indah, casting cakep, cerita sudah diketahui umum
(karena dari legenda/dongeng sandiwara), maka tak perlu lagi tema-tema berat
dengan karakter yang spesifik. Dengan demikian telihat yang dijual hanya efek,
gambar indah, dan sensasionalisme.
Bukan sebuah kebetulan, bahwa Asrul Sani adalah eksponen Angkatan 45
yang menganggap dirinya sebagai pewaris kebudayaan dunia atau dalam
perdebatan selanjutnya disebut, beraliran humanisme universal. Hal ini berasal
dari tradisi politik etis Belanda yang kemudian menemukan dirinya dalam
pemerdekaan diri-sendiri sebagai individu. Ide yang semata-mata liberal ini
merupakan inti dasar dari tradisi narasi klasik Hollywood. Tak heran, dalam film-
film bernarasi klasik, film digerakkan oleh karakter (character driven). Film-film
Asrul Sani tidak bisa tidak merupakan cermin dari gejala ini.
Seperti halnya dengan film Naga Bonar yang ditulisnya. Melihat dari sisi
internal lewat film NB Asrul Sani yang bertajuk perjuangan, ia mencoba
menyajikan gambaran kepada penonton kenyataan tentang bagaimana perjuangan
para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya
melalui film tersebut ia berusaha menghargai dan memberi penghormatan kepada
sejarah dan ia ingin menyuguhkan sebuah cerita bermoral yang bisa menimbulkan
rasa persahabatan, kesederhanaan berpikir dan memiliki nilai-nilai patriotisme.
Menurutnya walaupun film ini telah melewati zamannya, namun ruh yang
dibangun dalam ceritanya masih terasa relevan dengan suasana kebangsaan saat
ini. Di samping itu moral yang ditekankan oleh Asrul Sani melalui film tersebut
adalah moral yang mengandung penerapan sikap terhadap individu yang bernilai
kebaikan, yang bernilai sosial yang lebih menekankan moral dalam ruang lingkup
hubungan dengan manusia dan negara yang tercermin dalam sikap tokoh rekaan
Asrul Sani Jendral Naga Bonar. Kita berharap sosok Naga Bonar pada akhirnya
diharapkan bakal menjadi jembatan bagi generasi muda untuk memahami siapa
sebenarnya Naga Bonar, yang berhasil mencuri perhatian generasi MTV lewat
film Naga Bonar Jadi 2, yang disutradarai dan dimainkan oleh Deddy, yang
keduannya merupakan film terbaik hasil karya anak bangsa dan perlu dijadikan
sebagai dokumen Negara.
Sebagai seorang tokoh ternama Asrul memang harus diacungi jempol
hasil karya yang diciptakan walau diproduksi pada 1987 yang hingga sekarang
hampir 20 tahunan lebih, namun setiap orang masih mengingat film ini. Film Ini
bisa dikatakan sebagai karya momental bagi Negara dan bagi rakyat Indonesia
secara keseluruhan.
C. Wacana Pesan Moral Dari Perspektif Konteks Sosisal
Dimensi yang terakhir analisis wacana yang diungkapkan oleh Van Djik
adalah Konteks sosial. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konteks
sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita film. Eksternal di sini
yaitu dengan melihat dari keadaan lingkungan sekitar, sehingga bisa menjadi satu
alasan bagi penulis skenario dalam menulis cerita filmnya.
Sebelum terciptannya film NB, Asrul ternyata sosok satrawan 45 yang
hidup pada zamannya. Ia memulai hal demikian, tercermin dengan sejarah kondisi
bangsa Indonesia di tahun 1945. Ketika itu Jepang menduduki Indonesia
kemudian dipaksa keluar oleh Sekutu, Indonesia memasuki fase yang sangat
kritis, hingga akhir tahun 1950-an bisa dikatakan merupakan masa di mana nation.
Dari sini Asrul Sani memulai mengunakan media film sebagai alat propagandis.
Apalagi Asrul melihat keadaan Indonesia di tahun 1980-an, ketika film ini
diperoduksi. Keadaan yang sangat memperihatinkan, di mana mulai hilangnya
rasa nasionalisme, rasa kebersamaan akibat bergulirnya perpolitikan opotunis
yang hanya memikirkan kekuasaan, kemenangan, tanpa melihat kawan dan lawan
yang hal itu tentunya masih berlangsung hingga saat ini. Kehadiran Asrul Sani
bisa dikatakan begitu khas, ia hadir dengan mengusung tema-tema perjuangan dan
pendidikan moral bagi masyarakat Indonesia. Moral yang ditampilkan sederhana
namun sangat menyentuh penonton. Moral yang ditekan dalam dalam film NB
hasil karyanya termasuk moral yang bernilai motivasi dan menumbuhkan
semangat baru bagi generasi bangsa untuk mewujudkan keinginan Asrul dalam
film NB dan cita-cita bangsa khususnya. Film NB ini selalu merupakan film yang
bercerita dan merupakan hasil pergulatan dan pergaulannya di tahun-tahun itu.
Semetara Asrul Sani dalam setiap filmnya ia berpondasi pada logika
dibangun di atas drama tiga babak Aristotelian (pembukaan, persoalan,
penyelesaian/penutup). Sistem narasi ini ditandai terutama oleh karakter
individual, ruang dan waktu yang jelas, sebab dan akibat yang jelas, cita-cita
protagonist menggerakkan plot, konflik yang dibangun atas dasar motivasi
psikologis, dan penutup. Menurutnya ia mencoba memberi kepada penonton nilai
baik dari film, karena menonton bukan hanya sekedar menyaksikan film saja,
tetapi harus mengambil pesan-pesan yang disampaikan oleh cerita tersebut.
Melalui unsur-unsur di atas Asrul membuat film itu lebih menarik dan bernilai.
Unsur-unsur ini tentunya sangat penting bagi Asrul, dan hampir bisa dikatakan
tidak ada dalam film-film Indonesia praperang (bahkan mungkin sekarang).
Dengan latar belakang tersebut, maka Asrul bersemangat untuk
menyajikan film-film bernuansa perjuangan. Awalnya film ini diproduksi sebagai
bentuk panghargaan terhadap sejarah dan memberi semangat kepada masayarakat
pada tahun 1980 an. Namun ternyata film ini tidak pudar ditelan waktu begitu saja
dan masih relevan hingga saat ini ditahun 2008, film NB masih diabadikan dan
ditonton oleh ribuan masyarakat. Ini merupakan bentuk keprihatinnan para sineas
terhadap kondisi perfilman Indonesia saat ini. Apalagi sekarang didukung
dengan berbagai fenomena saat ini, di mana semua orang tentu boleh berwacana.
Ada yang salah dengan perjalanan nasionalisme kita, rasa senasib seperti semasa
pergerakan dan kemerdekaan kian menipis kemudian persatuan nasional yang
dibangun dengan susah payah dalam perkembangannya menunjukkan tanda-tanda
kemunduran. Kemudian tanpa revitalisasi nasionalisme sulit dibayangkan seperti
apa masa depan Indonesia. Menurutnya “Ibarat tubuh tanpa roh.”, bisa jadi semua
itu karena nasionalisme baru dipahami sebatas semangat kepentingan sesaat. Bisa
jadi pula karena nasionalisme belum dijadikan sebagai prinsip hidup yang
mendorong untuk mengatasi beragam masalah bangsa dalam kemajemukannya.
Bisa jadi pula nasionalisme belum menjadi motivasi untuk membangun negeri dan
merebut peluang di era globalisasi.
Keprihatinan terhadap kondisi politik dan perfilman nasional, yang kurang
memberikan nilai pendidikan dan nilai moral bagi kalangan masyarakat. Hal ini
yang mungkin mendorong upaya Deddy Mizwar sebagai penerus Asrul Sani dan
kawan-kawan mengagas untuk merekontruksi film NB untuk ditayangkan
kembali. Hal ini bertujuan untuk menyemangati generasi muda bangsa ini dalam
satu abad kebangkitan nasional.
Namun, untuk merekontruksi film ini ternyata tidak mudah, sangat
dibutuhkan berbiaya besar untuk mengembalikan nuansa perjuangan film itu di
masa kini. Tentu penggagasnya tidak bermaksud menyindir betapa besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk membangkitkan semangat bangsa ini. Namun bagaimana
film ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan untuk bangsa ini di tengah
keterpurukan moral. Terciptanya film ini adalah bentuk kepedulian kita terhadap
kondisi masyarakat Indonesia “apa arti biaya jika dibandingkan dengan
kecerdasan generasi anak bangsa”, sehingga tercipta mental yang kuat dan
mampu serta untuk terus memperjuangkan Negara dari keterpurukan ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menjelaskan dan menganalisa hasil temuan data telah
dikemukakan sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mencoba memberikan
beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Pesan moral secara umum dilihat dari segi struktur makro dalam film NB
terdapat beberapa pesan yang bernilai kebaikan yang termuat dalam topik
utama dan subtopik dan menjadi satu kesatuan yang utuh. Topik utama yang
disampaikan dalam film NB adalah perjuangan pahlawan dalam
mempertahankan Indonesia merdeka. Sedangkan subtopik yang mendukung
topik utama yaitu, keberanian, kepemimpinan, kekuatan persahabatan,
kecintaan terhadap Ibu dan negara, kesetiaan, takdir dan kepasrahan. Pesan
pada film NB ini disampaikan secara jelas baik secara visual maupun secara
dialog para tokoh film.
2. Dilihat dari segi superstruktur, skematik atau alur film NB sangat menarik
penonton karena dalam menyajikan isi cerita, penulis cerita film lebih
memberikan motivasi dan memberikan pengalaman bagi penonton melalui
berbagai gambaran visual yang jelas tentang pertempuran dan perjuangan
hidup yang tersusun dalam scene (pembagian cerita), sequence (pembagian
adegan), plot dan struktur drama yang menarik.
3. Dilihat dari struktur makro film NB keseluruhan isi cerita, penyajian wacana
film tersebut termasuk cukup baik visual maupun lisan, hal ini terbukti dari
susunan dalam bentuk semantik film tersebut seperti latar, bentuk kalimat,
koherensi, kata ganti, retoris disamping itu juga gaya metafora ikut menghiasi
dialog dalam film, hingga pemilihan bahasa Melayu-Batak ternyata tidak
mengurangi kelengkapan film NB. Melalui film NB penulis cerita berusaha
menyentuh area peristiwa tokoh perjuangan dan dikaitkan dengan kanyataan
yang tercatat dalam sejarah.
4. Dilihat dari segi kognisi sosial, Asrul sani memberikan tontonan yang diambil
dari kisah perjuangan yang diangkat dari perjuangan masyarakat Indonesia
dalam menaklukan Belanda. Hal demikian kerana adanya pengaruh dari
eksternal dan internal penulis cerita, sehingga dapat terbetuknya cerita
bertema perjuangan. Dalam segi eksternal yaitu, penulis cerita ketika itu hidup
dalam kondisi Indonesia yang saat itu baru saja merdeka, dan juga berasal dari
tradisi sastranya yang kuat Asrul sebagai seorang seniman tidak terpisah dari
zamannya, ia juga salah satu generasi terakhir Indonesia yang mendapatkan
pendidikan Belanda. Jadi tidaklah heran, jika ia selalu mengungkap tema-tema
perjuangan dalam film seperti halnya dalam film NB tersebut. Sedangkan
dalam segi internal penulis cerita sendiri, lewat film NB Asrul Sani yang
bertajuk perjuangan, ia mencoba menyajikan gambaran kepada penonton
kenyataan tentang bagaimana perjuangan para pahlawan dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Menurutnya melalui film tersebut ia
berusaha mengajak kita untuk mengenang bagaimana perjuangan pahlawan
dan untuk membangkitkan semangat baru lagi bagi penerus bangsa ini. Hal
demikian adalah bentuk penghargaan sejarah penulis.
5. Dari segi konteks sosial, Asrul terinspirasi dengan sejarah kondisi bangsa
Indonesia di tahun 1945. Di mana Jepang dan Belanda masih berusaha masuk
dan menguasai bangsa Indonesia. Di samping itu ia pun melihat fenomena
demokrasi yang tak jelas yang berdampak makin meleburnya identitas bangsa,
hilangnya rasa nasionalisme di tahun 1980-an. Dengan latar belakang tersebut,
maka Asrul bersemangat untuk menyajikan film-film bernuansa perjuangan.
Awalnya film ini diproduksi sebagai bentuk panghargaan terhadap sejarah dan
memberi semangat kepada masayarakat pada tahun 1980 an. Namun ternyata
film ini tidak pudar ditelan waktu begitu saja dan masih relevan hingga saat
ini ditahun 2008, film NB masih diabadikan dan ditonton oleh ribuan
masyarakat. Ini merupakan bentuk keprihatinnan para sineas film terhadap
kondisi perfilman Indonesia saat ini. Akhirnya film NB pun ditayangkan
kembali sebagai peringatan seratus tahun kebangkitan nasional. Deddy
Mizwar berharap dengan diputar kembali film NB bisa memberikan kesadaran
bagi masyarakat bahwa pentingnya persatuan dan kebersamaan dalam
mewujudkan Indonesia damai dan sejahtera.
B. Saran
Ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan yakni :
1. Mengenai pemakian bahasa. Walaupun film ini tergolong film yang sangat
bagus, namun pengunaan bahasa dalam dialog dalam film tersebut masih
mengunakan bahasa Melayu-Batak ketal, hal demikian menjadikan kesulitan
dalam memahami film tersebut, karena film NB dikomsumsi bukan hanya
masyarakat Batak, akan tetapi seluruh masyarakat Indonesia. istilah-istilah
bahasa daerah yang kental menjadi salah satu penghambat dalam memahami
dialog dalam film tersebut, walaupun tidak keseluruhan dalam dialog. Jadi
alangkah baiknya jika ketika mengunakan bahasa yang kurang dipahami oleh
penonton, hendaknya diberikan arti di layar film tersebut.
2. Saat ini memang sedikit film-film yang berisi tentang kisah perjuangan yang
dapat memberi nilai tambah bagi generasi muda untuk semangat dan bangkit
mewujudkan Indonesia maju. Maka dari itu kehadiran film Naga Bonar ini
memberi wahana baru bagi para sineas film untuk menciptakan karya-karya
terbaik dan menjadi tolak ukur bagi para sutradara atau penulis cerita film
untuk dapat menyuguhkan film yang bernilai moral dan perjuangan hidup
demi kamajuan bangsa.
3. Konflik dalam film tidak terlalu rumit dan belum menukik, sehingga terlihat
mendatar saja. Sebaiknya konflik dibuat serumit mungkin hingga membuat
penonton penasaran kisah-kisah selanjutnya. Dan pada ending cerita film ini
masih terlihat tersamar, yaitu berakhir pada peperangan pasukan Naga Bonar
didampingi Kirana, di sini tidak memperlihatkan bagaimana hasil kemenangan
yang diperoleh oleh Naga Bonar.
DAFTAR PUSTAKA Amir, Mafni. Etika Komunikasi Massa dan Pandangan Islam. Jakarta : Logos,
1999. Anwar, Rosihan. “Asrul Sani Pribadi Religius. “ Republika, 13 januari 2004 Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi
IV. Rineka Cipta : Jakarta, 1998. Bactiar, Phil. Sejarah Media Massa. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka, 2000. Bried, Sean Mac. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan,
Aneka Suara Satu Dunia. Jakarta : PN Balai Pustaka Unesco, 1983.
Bungin, Burhan. Sosisologi Komunikasi – Teori Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi Masyarakat. Jakarta : Prenada Media Group, 2006.
Daniel, Joel. Sintaksis. Jakarta : Gramedia, 1993. Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Cipta
Aditya Bakti, 2003. Eriyanto. Analisis Wacana Pengantar Analisis Media. Yogyakarta : LKIS, 2006. Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset, 1989. Ismail, Usmar. Usmar Ismail Mengupas Film, Dikumpulkan J.E. Siahaan. Jakarta
: Sinar Harapan, 1983 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta : Balai Puataka, 2002. Kristanto, J.B. Katalog Film Indonsia 1926-2005. Jakarta : Nalar Bekerja Sama
Fakultas Film & Televisi dan IKJ serta Sinematek Indonesia, 2005.
Kusnawan, Aep. Komunikasi dan Penyiaran Islam-Mengembangkan Tablig
Melalui Media Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film, Digital. Benang Merah Press : Bandung 2004.
Mansur, Mustofa. Jalan Dakwah. Jakarta : Pustaka Ilmiah, 1994.
Muhtadi, Asep S. Dakwah Kontemporer – Pola Alternatif Dakwah Melalui
Televisi. Bandung : Pusdai Press, 2000. Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1996. Prakoso, Gatoto. Film Pinggiran – Ontologi Film pendek, Eksperimental dan
Dokumenter. FFTV – IKJ dengan YLP, Fatma Press. Partanto, Pius A dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya :
Arloka, 1994. Petada, Mansoer. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta, 2001. Quail, Dennis Mc. Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Edisi ke-2.
Jakarta : Erlangga, 1987. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung : Remaja
Rosda Karya , 2005. Riantiarno, N. dkk, Teguh Karya dan Teater Populer. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1993. Set, Sony dan Sidharta, Sita. Menjadi Penulis Skenario Professional. Jakarta :
Grasindo, 2003. Sobur, Alex. Analisis Teks Media – Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik dan Analisi Framing. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Sutrisno, Mudji. Oase Estetis – Estetika Dalam Kata dan Sketza. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius, 2006. Sumarno, Marselli. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT Grasindo, 1996. Umar Kayam, “Budaya Massa Indonesia”, Prisma LP3ES, November 1981. Yayasan Pusat Perfilman H. Usman Ismail, Kamus Kecil Istilah Film. Jakarta :
Bandan Pengembangan SDM Citra, 1997 Zen, Fathudin. NU Politik – Analisis Wacana Media. Yoyakarta : LKIS, 2004.
Internet : Ensiklopedi Tokoh Indonesia, Artikel diakses pada tanggal 18 Juni 2008. dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/a/asrul-sani/index.shtm. http://www.Samuku.com/content/naga-bonar-1987. di akses pada tanggal 18 juni 2008. Veronika Kusuma,” Asrul Sani, Sebuah Fragmen Keadaan.” Artikel diakses 7 Agustus 2008 dari http://www.rumahfilm.org/artikel/artikel_asrul.htm