Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom Speedy Salatiga
Berbasis Moran’s dengan Fitting Sinusoids
Artikel Ilmiah
Peneliti :
Nanda Canggih Prasetyo Mukti (672014727)
Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Juni 2015
i
Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom Speedy Salatiga
Berbasis Moran’s dengan Fitting Sinusoids
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer
Peneliti :
Nanda Canggih Prasetyo Mukti (672014727)
Kristoko Dwi Hartomo, M.Kom.
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Juni 2015
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
Analisis Pola Spasial Gangguan Jaringan Telkom Speedy Salatiga
Berbasis Moran’s dengan Fitting Sinusoids
1)
Nanda Canggih Prasetyo Mukti, 2)
Kristoko Dwi Hartomo
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
E-mail: 1)[email protected], 2) [email protected]
Abstract
Telkom Speedy is a product of the Internet services from PT.Telkom Indonesia, which is
mostly used by the people to supporting of mobility in the every day. No exception by the people in
the city of Salatiga, which is a city in central Java province, which consists of 4 districts with 22
villages. In the implementation, Telkom speedy service is often has failure in the process of data
transmission from the server to the customers, that caused by various factors. On this research
will be conducted mapping and analysis of the many of speedy data network failure that occurred
in the town of Salatiga. In the mapping will be built using the R programming language with
spatial autocorelation analysis using moran method to identify regions that have spatial
autocorrelation relationship and to determine the spatial pattern of the spread of failure. The high
of failure occurred in the period of the six months from January until June, the highest failure
occurred in February. The urban villages of Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari. Kalibening dan
Cebongan indicated to have a relationship spatial autocorrelation and spatial patterns formed are
clustered. In the urban village that has a relationship spatial autocorrelation in high-high
quadrant will be analyzed using the fitting sinusoid to know how many of the speedy network
failure on the weekly period based on the concept of fitting.
Keywords: Telkom Speedy Failure, Spatial Autocorelation, Moran, Fitting Sinusoids.
Abstrak
Telkom Speedy merupakan produk layanan jasa internet dari PT.Telkom Indonesia yang
banyak digunakan oleh masyarakat dalam menunjang mobilitas sehari-hari. Tak terkecuali oleh
masyarakat di Kota Salatiga, yang merupakan salah satu kota di provinsi Jawa tengah yang terdiri
dari 4 kecamatan dengan 22 kelurahan. Dalam prakteknya, layanan Telkom speedy masih sering
mengalami gangguan dalam proses transmisi data dari server Telkom ke pelanggan, yang
disebabkan oleh berbagai faktor. Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan dan analisis
terhadap banyaknya gangguan jaringan data speedy yang terjadi di Kota Salatiga. Pada pemetaan
akan dibangun menggunakan bahasa pemrograman R dengan analisis autokorelasi spasial
menggunakan metode moran untuk mengidentifikasi daerah yang memiliki hubungan autokorelasi
spasial serta untuk mengetahui pola spasial dari penyebaran gangguan. Gangguan yang tinggi
terjadi pada periode enam bulan awal Januari-Juni, dengan gangguan tertinggi terjadi di bulan
Februari. Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari, Kalibening dan Cebongan terindikasi
memiliki hubungan autokorelasi spasial dan pola spasial yang terbentuk adalah pola
mengelompok. Pada kelurahan yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial di kuadran
tinggi-tinggi akan dianalisis menggunakan fitting sinusoids untuk mengetahui banyaknya
gangguan yang terjadi pada periode mingguan berdasarkan konsep fitting.
.
Kata Kunci: Gangguan Telkom Speedy, Autokorelasi Spasial, Moran, Fitting Sinusoids.
1)Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas
Kristen Satya Wacana 2)
Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana
1
1. Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi menyebabkan kebutuhan manusia akan jasa komunikasi dan
informasi menjadi salah satu kebutuhan utama dalam mendukung mobilitas
sehari-hari. Salah satunya adalah. media internet. Termasuk di Salatiga, yang
merupakan salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas
wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan dan berpenduduk
sekitar 176.795 jiwa, terletak pada jalur regional Jawa Tengah yang
menghubungkan kota regional Jawa Tengah, Semarang dan Surakarta [1].
Layanan akan media internet sudah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi
warga di Kota Salatiga.
Saat ini terdapat banyak pilihan layanan telekomunikasi penyedia jasa
internet. Salah satunya adalah Telkom Speedy, yang merupakan produk layanan
jasa internet dari Telkom Indonesia yang menawarkan paket dengan kecepatan
tinggi, 512kbps-100mbps [2]. Namun dalam prakteknya dilapangan, pada layanan
speedy masih sering dijumpai adanya gangguan jaringan yang menyebabkan
transmisi data ke pelanggan mengalami gangguan, seperti gangguan jaringan yang
disebabkan oleh modem speedy yang bermasalah, ketersediaan DNS (domain
name system) dari Telkom, gangguan pada sistem DSLAM (Digital Subscriber
Line Access Multiplexer), dan faktor lainnya. Dengan sering dijumpainya
gangguan-gangguan tersebut maka membuat layanan yang diberikan kepada
pelanggan menjadi kurang maksimal.
Pada penelitian ini akan dilakukan pemetaan atau mapping pada data
gangguan jaringan speedy area Salatiga untuk mengetahui bagaimana gambaran
penyebaran gangguan selama tahun 2014, memberikan informasi periode waktu
terjadinya gangguan tertinggi. Dan akan dianalisis menggunakan metode moran,
untuk mengetahui autokorelasi spasial yang terbentuk antar wilayah kelurahan
yang saling bertetanggaan sehingga dapat memberikan informasi mengenai
distribusi gangguan dan bagaimana pola spasial yang dibentuk, serta menjelaskan
bagaimana hubungan jumlah gangguan terhadap tingkat kependudukan di Kota
Salatiga. Kemudian untuk daerah yang terindikasi memiliki hubungan
autokorelasi spasial pada kuadran tinggi-tinggi, jumlah gangguan akan dianalisis
menggunakan metode fitting sinusoids, untuk dilakukan pemodelan kedalam
bentuk grafik, dimana akan memberikan gambaran mengenai berapa banyak
jumlah gangguan yang terjadi setelah grafik data aktual yang bersifat fluktuatif
diperhalus menggunakan konsep fitting. Dengan adanya penelitian ini akan
memberikan berbagai informasi yang diharapkan dapat membantu pihak Telkom
Salatiga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk lebih
memaksimalkan layanan jasa internet atau data speedy kepada pelanggan di
wilayah Salatiga.
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisis Availability Sistem
Penanganan Gangguan Jaringan Speedy di PT. Telekomunikasi Indonesia, tbk”.
2
Pada penelitian tersebut menekankan analisis terhadap kinerja sistem speedy
dalam mengatasi gangguan dan menghasilkan informasi bahwa kinerja
penanganan gangguan pada sistem transmisi adalah yang terbaik dengan nilai
availability sebesar 99,98% [6], dimana semakin besar tingkat availibility, maka
kinerja dari suatu sistem semakin baik. Penelitian lainnya dengan judul “Pemetaan
Penyakit Demam Berdarah Dengue dengan Analisis Pola Spasial di Kabupaten
Pekalongan”[8]. Analisis dalam penelitian ini lebih berfokus pada pencarian
autokorelasi antar daerah penyebaran penyakit demam berdarah dengue. Pada
penelitian lain yang menggunakan fitting sinusoids dengan judul “Kombinasi
Fitting Sinusoids dan Metode Dekomposisi dalam Memprediksi Besar Permintaan
Kredit (Studi Kasus: Koperasi Simpan Pinjam X Salatiga, Jawa Tengah)”.
Penelitian ini hanya sebatas pada peramalan terhadap permintaan kredit dengan
menggunakan metode fitting sinusoids untuk melakukan pendekatan pada plot
data permintaan kredit dengan menggunakan dekomposisi untuk melakukan
peramalan [7].
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, didapatkan
informasi bahwa layanan Telkom speedy dari PT.Telkom masih sering mengalami
gangguan pada jaringan data yang disebabkan oleh berbagai faktor. Dengan
membandingkan pada tiga penelitian sebelumnya, selain perbedaan pada studi
kasus, pada penelitian ini akan berfokus pada analisis dan pemetaan terhadap
jumlah gangguan jaringan speedy yang terjadi, yang bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai gambaran penyebaran gangguan speedy di Salatiga selama
satu tahun, mengidentifikasi waktu terjadinya rawan gangguan, informasi daerah
yang teridentifikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial, pola spasial yang
terbentuk, dan jumlah gangguan dalam periode yang lebih singkat (mingguan)
pada daerah yang terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial (kuadran
tinggi-tinggi) setelah diperhalus grafik data gangguannya yang bersifat fluktuatif
dengan berdasarkan pada konsep fitting, dimana tidak dipaparkan atau tidak
secara lengkap tersaji dalam tiga penelitian sebelumnya.
Autokorelasi Spasial
Data spasial merupakan data yang mempresentasikan aspek keruangan atau
suatu data yang berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu
untuk dasar referensinya dengan informasi lokasi (spasial) dan informasi
deskriptif (attribute). Sedangkan autokorelasi spasial adalah suatu ukuran
kemiripan dari objek dalam suatu ruang (jarak, waktu maupun wilayah) atau dapat
diartikan suatu korelasi antara variabel dengan dirinya sendiri berdasarkan ruang.
Adanya autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah
tertentu terkait oleh nilai atribut pada daerah lain yang letaknya saling berdekatan
atau bertetangga [3].
Jika pada suatu daerah yang saling berdekatan memiliki nilai atribut yang
hampir sama, maka menunjukkan adanya autokorelasi spasial positif. Jika nilai
yang berdekatan tidak mirip, maka menunjukkan autokorelasi spasial negatif, dan
untuk nilai yang acak, menunjukkan tidak adanya autokorelasi spasial. Analisis
pada data spasial juga berfungsi untuk mengidentifikasi bagaimana spasial patern
atau pola spasial yang dibentuk dari data. Pola spasial berfungsi untuk
3
menjelaskan bagaimana fenomena geografis terdistribusi dan bagaimana
perbandingannya dengan fenomena lainnya. Pola spasial dibagi kedalam tiga
kelompok, diataranya menyebar / merata (uniform), acak (random), dan
mengelompok (clustered).
Moran
Moran merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat hubungan autokorelasi spasial, dimana prinsip kerja metode
ini adalah dengan membandingkan nilai pengamatan pada suatu daerah dengan
daerah yang lainnya [3]. Dalam penggunaan metode moran diperlukan suatu nilai
indeks moran’s I untuk melakukan uji statistik dalam mengukur korelasi satu
variabel, seperti contohnya variable X ( Xi dan Xj ) dimana i ≠ j. Statistik uji dari
indeks moran’s I dapat diturunkan dalam bentuk statistik peubah acak normal
baku. Hal ini didasarkan pada teori Dalil Limit Pusat dimana untuk n yang besar
dan ragam diketahui maka Z(Ii) akan menyebar normal baku seperti pada
persamaan berikut.
𝑍ℎ𝑖𝑡 = 𝑙𝑖−𝐸(𝐼𝑖)
√𝑣𝑎𝑟(𝐼𝑖) ……………………………..…(1)
Dengan 𝑍ℎ𝑖𝑡 adalah nilai statistik uji, Ii adalah indeks moran, 𝐸(𝐼𝑖) adalah
nilai ekspektasi indeks moran dan 𝑣𝑎𝑟(𝐼𝑖) adalah nilai varians indeks moran.
Dari persamaan diatas akan membantu untuk melakukan pengidentifikasian
koefisien autokorelasi secara lokal (LISA) dalam artian untuk menemukan
korelasi spasial pada setiap daerah. Serta akan membantu membentuk kedalam
grafik moran’s scatterplot, moran’s scatterplot adalah salah satu cara untuk
menginterpretasikan statistik indeks moran’s. Moran’s scatterplot merupakan alat
untuk melihat hubungan antara (nilai pengamatan yang sudah distandarisasi)
dengan (nilai rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi) [3].
Untuk nilai yang dihasilkan dalam indeks moran berkisar antara -1 sampai 1
yang nantinya akan dinyatakan dalam dua hipotesis untuk mengidentifikasi
autokorelasi. Jika Ii = 0 (tidak ada autokorelasi spasial) dan jika Ii ≠ 0 (terdapat
autokorelasi spasial) dengan nilai positif mengindikasikan autokorelasi spasial positif
yang berarti pola data membentuk kelompok (clustered), dan nilai negatif
mengindikasikan autokorelasi spasial negatif yang berarti pola data menyebar
(uniform).
Fitting Sinusoids
Fitting sinusoids adalah proses pencocokan data dengan menggunakan
fungsi trigonometri (Sinus) untuk melakukan pendekatan pada kurva yang
dibentuk dari data aktual, dimana gelombang sinus berpangkal terhadap
persamaan 𝑦 = sin 𝜃, dimana 𝜃 adalah suatu sudut. Persamaan ini
menggambarkan suatu gelombang dengan nilai maksimum 1 dan nilai minimum -
1, yang bermula dari titik 0 (0°), dan berakhir pada koordinat 0 (360°). Persamaan
dalam bentuk sin dapat diberikan sebagai berikut [4].
4
𝑦 = 𝑎 sin 𝑏 (𝑥 − ℎ) + 𝑘 ……………………..(2)
Dimana 𝑎 adalah amplitudo, 2𝜋
𝑏 adalah periode, ℎ adalah horizontal shift,
dan 𝑘 adalah vertikal shift. Nilai 𝑎, 𝑏, ℎ dan 𝑘 ditentukan dengan menyesuaikan data yang akan dicocokkan. Untuk mengetahui ketepatan hasil dari metode dapat
dilakukan uji kesalahan. Terdapat banyak metode dalam melakukan uji akurasi,
salah satunya yaitu Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolut
Percentage Error) dengan menggunakan persamaan berikut [10].
𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑|(𝑋𝑡 − 𝐹𝑡
𝑋𝑡)(100)|
𝑛𝑛𝑡=1 ………………………(3)
Dimana 𝑋𝑡 adalah data aktual pada periode ke – 𝑡, 𝐹𝑡 adalah data hasil pada
periode ke- 𝑡, 𝑛 adalah jumlah data yang digunakan, dan 𝑡 adalah periode ke-𝑡.
3. Metodologi Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang didapat
dari PT. Telkom Salatiga yang dimulai dari bulan Januari sampai dengan
Desember 2014. Metodologi penelitian sendiri dalam pengertianya adalah
epistemologi yang mengkaji urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya
pengetahuan yang diperoleh dapat memenuhi ciri-ciri ilmiah [5].
Gambar 1 Tahapan Penelitian
Berdasarkan pada Gambar 1, tahap penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut: (1) tahap pertama adalah identifikasi dan perumusan masalah, dalam hal
5
ini adalah tentang gangguan jaringan pada layanan data Telkom speedy area
Salatiga, (2) tahap berikutnya pengumpulan dan pengolahan data yang didapat
dari PT. Telkom Salatiga. Data yang digunakan adalah data gangguan dari Januari
sampai Desember 2014. Data awal yang didapat dari PT. Telkom masih berupa
data mentah dan belum bisa memberikan informasi akurat untuk digunakan dalam
penelitian, karena PT.Telkom Salatiga selain menangani keluhan di area Salatiga
juga menangani keluhan dari area Kab.Semarang, Boyolali dan Klaten. Agar dapat
memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan, maka data kembali diolah
dengan mengelompokan data untuk gangguan pada wilayah Salatiga. Kemudian
dicari informasi kecamatan dan kelurahan dari setiap data yang telah
dikelompokan. Pada proses ini akan dihasilkan output data yang akan digunakan
untuk proses selanjutnya. Jika output data yang dihasilkan memberikan informasi
bahwa kecamatan dan kelurahan termasuk dalam area Salatiga maka proses akan
dilanjutkan ke tahap pemetaan dan analisis data, jika sebaliknya maka output data
yang dihasilkan akan dihapus karena tidak sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 2 Arsitektur Sistem Mapping
(3) Tahap berikutnya adalah proses mapping / pemetaan dan analisis data.
Berdasarkan pada Gambar 2, pada tahap pembangunan pemetaan dilakukan
proses input data dan pemodelan. Pertama data spasial dikelompokan dan diinput
kedalam file dengan format .csv, kemudian melakukan pemodelan data dalam
bentuk peta vector dengan format shape files(.shp), yang kemudian diolah
menggunakan program bahasa R untuk menghasilkan mapping data dari file.csv
kedalam peta shp untuk memberikan gambaran visual penyebaran gangguan,
kemudian akan dilakukan analisis data menggunakan metode moran untuk
menidentifikasi autokorelasi spasial dan pola spasial yang terbentuk. Untuk
pengolahanya kedalam bahasa R dibutuhkan beberapa packages library seperti
class, classInt, spdep, sp, maptools, RcolorBrewer, rgdal dan plotrix yang
nantinya akan memberikan hasil mapping dan informasi dari data dalam bentuk
peta LISA (Local Indicator Spatial Association).
Kemudian dilakukan tahap berikutnya (4) analisis dengan fitting sinusoids,
untuk analisis ini digunakan program microsoft excel. Diawali dengan
mengelompokan data kedalam periode mingguan untuk daerah kelurahan yang
terindikasi memiliki hubungan autokorelasi spasial pada kuadran tinggi-tinggi,
6
yang kemudian dimodelkan dalam sinusoids untuk mendapatkan data fitting dan
besarnya error yang akan digunakan untuk melakukan pencocokan kurva
terhadap data aktual. (5) Tahap berikutnya dari penelitian ini adalah penulisan
laporan, sekaligus sebagai penanda bahwa penelitian telah selesai.
Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain, data yang digunakan
adalah data gangguan jaringan Telkom speedy dari PT. Telkom Salatiga dari bulan
Januari sampai Desember 2014. Pemetaan dibangun menggunakan bahasa R, yaitu
open source dari bahasa pemrograman S yang mempunyai kemampuan dalam
mengolah data spasial, melakukan statistik dan analisis yang dilengkapi dengan
operator pengolahan array dan matriks [9]. Hubungan autokorelasi spasial akan
dianalisis menggunakan metode moran. Hanya pada daerah yang terindikasi
memiliki hubungan autokorelasi spasial pada kuadran tinggi-tinggi (high-high)
yang akan dianalisis menggunakan metode fitting sinusoids menggunakan
microsoft excel, dengan mengelompokkan data kedalam periode mingguan yang
kemudian akan diplot untuk mengetahui pola data yang dibentuk dalam kurva,
untuk mengetahui berapa besar jumlah gangguan setelah grafik diperhalus
berdasarkan konsep fitting.
4. Hasil Dan Pembahasan
Salatiga merupakan kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi
kedalam 4 kecamatan dengan 22 kelurahan, diantaranya Kecamatan Argomulyo
yang terdiri dari Kelurahan Cebongan, Kumpulrejo, Ledok, Noborejo, Randuacir,
Tegalrejo. Kecamatan Sidomukti yang terdiri dari Kelurahan Dukuh, Kalicacing,
Kecandran, Mangunsari. Kecamatan Sidorejo yang terdiri dari Kelurahan
Blotongan, Bugel, Kauman kidul, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor. Dan Kecamatan
Tingkir yang terdiri dari Kelurahan Gendongan, Kalibening, Kutowinangun,
Sidorejo kidul, Tingkir lor dan Tingkir tengah. Dengan pusat kota berada pada
Kelurahan Salatiga.Seperti yang ditunjukan pada Gambar 3 dalam peta
administratif dan kepadatan penduduk tahun 2013/2014 Kota Salatiga berdasarkan
data dari badan pusat statistika kota Salatiga.
Gambar 3 Peta Administratif dan Kepadatan Penduduk Kota Salatiga
7
Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Salatiga
Untuk tahap awal penelitian, dari data gangguan jaringan speedy Salatiga
PT.Telkom Salatiga yang telah dikelompokkan dan memenuhi kriteria dengan
kondisi dimana kecamatan dan kelurahan terjadinya gangguan pada data
gangguan jaringan speedy termasuk kedalam area Salatiga akan dipetakan
menggunakan bahasa R untuk mengetahui gambaran dari penyebaran gangguan.
Dan berikut adalah hasil pemetaan dari penyebaran gangguan jaringan data
Telkom speedy area Salatiga pada tahun 2014, dengan kondisi jumlah gangguan
berada dibawah 15 gangguan perbulan dikategorikan kedalam kategori rendah,
gangguan dengan jumlah gangguan dibawah 30 gangguan perbulan berada dalam
kategori sedang dan diatas 30 gangguan perbulan berada pada kategori tinggi.
Dalam pemetaan menggunakan R untuk gangguan jaringan speedy Kota
Salatiga menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2014, jumlah gangguan dengan
kategori tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor. Pada bulan Februari
jumlah gangguan tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari,
Dukuh, Kalicacing, Tegalrejo dan Kutowinangun. Pada bulan Maret, jumlah
gangguan tinggi terjadi di Kelurahan Salatiga dan Dukuh. Pada bulan April, Mei
dan Juni jumlah gangguan tinggi hanya terjadi di Kelurahan Salatiga. Kemudian
untuk penyebaran gangguan jaringan speedy pada bulan Juli, dimana pada mulai
bulan ini rata-rata gangguan pada setiap wilayah mulai mengalami penurunan
jumlah gangguan yang dibandingkan pada periode bulan-bulan sebelumnya, tapi
untuk Kelurahan Salatiga, dan Sidorejo lor, masih berada pada kategori gangguan
yang tinggi.. Untuk penyebaran gangguan pada bulan Agustus, gangguan tertinggi
terjadi di Kelurahan Salatiga, dalam kategori jumlah gangguan yang sedang. Pada
bulan September, jumlah gangguan mengalami peningkatan dari bulan Agustus,
dengan Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor kembali berada pada katehori jumlah
gangguan tinggi. Pada bulan Oktober, gangguan dengan jumlah tinggi terjadi di
Kelurahan Sidorejo lor dan Mangunsari.
Gambar 4 Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Salatiga Dalam Bulan
8
Pada bulan November, semua wilayah mengalami penurunan jumlah
gangguan, dimana untuk semua kelurahan pada bulan ini berada pada kategori
jumlah gangguan rendah. Pada bulan Desember, jumlah gangguan kembali
meningkat, dengan gangguan dalam kategori tinggi kembali terjadi di Kelurahan
Salatiga dan Sidorejo lor. Dari pemetaan ini, didapatkan informasi bahwa selama
tahun 2014 gangguan tertinggi pada bulan Februari dan gangguan terendah terjadi
pada bulan November, dimana jumlah terjadinya gangguan mulai mengalami
penurunan pada enam bulan terakhir, dari bulan Juli sampai Desember bila
dibandingkan dengan jumlah gangguan pada enam bulan awal.
Gambar 4 adalah hasil pemetaan gangguan jaringan speedy dalam periode
bulan, dimana pola penyebarannya, dengan indikator warna biru muda, ke biru
gelap menuju ke hijau muda. Biru muda menandakan jumlah gangguan yang
rendah, biru tua menandakan jumlah gangguan yang cukup dan warna hijau muda
menandakan jumlah gangguan tinggi. Pada Gambar 4a menunjukkan pemetaan
gangguan pada bulan Februari, dimana pada bulan ini adalah periode bulan
dengan jumlah gangguan tertinggi, dengan rata-rata tiap kelurahan mengalami
gangguan tertinggi di bulan ini. Dan Gambar 4b adalah pemetaan pada bulan
November, dimana bulan ini adalah periode dengan jumlah gangguan terendah
untuk tiap kelurahan.
Gambar 5 Pemetaan Gangguan Jaringan Speedy Tahun 2014
Gambar 5 adalah hasil pemetaan gangguan jaringan speedy Kota Salatiga
selama satu tahun pada 2014. Dengan kondisi jumlah gangguan berada dibawah
120 gangguan pertahun berada dalam kategori rendah, gangguan dengan jumlah
gangguan dibawah 350 gangguan pertahun berada dalam kategori sedang dan
diatas 350 gangguan pertahun berada pada kategori tinggi. Dari pemetaan diatas
9
menggambarkan, dimana daerah dengan gangguan kategori tinggi terjadi di
Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari dan Dukuh.
Dari pemetaan yang telah dibangun, didapatkan informasi bahwa periode
rawan gangguan terjadi pada enam bulan awal, dengan jumlah gangguan tertinggi
terjadi pada bulan Februari. Dan juga tergambarkan bahwa pada tahun 2014
gangguan jaringan speedy di area Salatiga memiliki pola penyebaran terjadinya
gangguan yang bersifat mengelompok (cluster), dimana digambarkan seperti pada
gangguan kategori tinggi yang terlihat mengelompok pada daerah yang
berdekatan dengan Kelurahan Salatiga, yang merupakan lokasi dimana pusat
server Telkom di Kota Salatiga berada.
Gambar 6 Pseucode Pemetaan Total Gangguan
Untuk pseucode dari program pemetaan total gangguan ditunjukkan pada
Gambar 6. Diawali dengan memasukkan library untuk mapping dan plotting data.
Selanjutnya membaca file.shp dan .csv (Salatiga.shp dan speedytotal.csv)
Kemudian memanggil field dari speedytotal.csv, dimana data pada field ini yang
nantinya akan diplottingkan. Tahap selanjutnya membuat fungsi Map Interval
Color untuk proses pewarnaan sesuai interval yang digunakan. Dalam fungsi ini
diberikan masukan jenis warna yang akan digunakan sesuai pada library.
Kemudian membuat kondisi pewarnaan untuk interval data berdasarkan nilai data
pada field yang berisi jumlah gangguan dari speedytotal.csv, dengan kondisi jika
nilai data bernilai 0 sampai < 120 maka akan dicetak pada color 1. Jika nilai data
= 120 sampai < 350 maka akan diberikan color 2. Jika nilai data = 350 sampai <
900 maka akan diberikan color 3. Dengan tingkatan warna, color 1 adalah biru
muda, color 2 adalah biru tua dan color 3 adalah hijau muda. Berikutnya adalah
mencetak label yang merupakan legend dan text pada peta.
Untuk Library-library yang digunakan dalam membuat pemetaan dalam
penelitian ini diantaranya adalah library maptools yang dibutuhkan untuk
membaca dan mengolah file.shp, Library RColorBrewer sebagai penyedia warna
dalam pemetaan. Library classInt digunakan sebagai penyedia method agar dapat
membuat fungsi kelas interval dalam mapping. Library spdep digunakan untuk
mengolah data spasial, dan membuat spatial autocorrelation. Library lattice untuk
10
pengolahan data kedalam grafik, Library rgdal untuk mengimport pola vector
dalam file.shp agar bisa ditampilkan. Library sp, sebagai penyedia class dan
method untuk data spasial dan untuk menjalankan library rgdal. Dan Library
plotrix yang digunakan untuk melakukan plotting dan pelabelan dalam peta.
Uji Moran’s I
Setelah digambarkan dan diketahui pola spasial penyebaran gangguan
selama tahun 2014, tahap berikutnya adalah melakukan uji moran’s I. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi koefisien autokorelasi secara lokal (LISA) atau
menemukan hubungan korelasi spasial pada setiap daerah sesuai pada data gangguan.
Tabel 1 Pengujian Moran’s I
No Kelurahan Ii E(i) var(i) Zhit Pvalue
1 Kecandran -2.562 -0.1904 3.156 -1.3351 0.909
2 Kumpul rejo -1.051 -0.1904 3.156 -0.4845 0.686
3 Tingkir lor 0.678 -0.1904 3.156 0.4892 0.3123
4 Sidorejo kidul 0.483 -0.238 3.94 0.3632 0.3582
5 Kalibening 1.461 -0.1904 3.156 0.9296 0.1762*
6 Tingkir tengah 0.295 -0.0952 1.574 0.3116 0.3776
7 Kutowinangun 0.457 -0.0952 4.72 0.3419 0.3661
8 Ledok 0.681 -0.2857 4.72 0.4453 0.328
9 Cebongan 2.027 -0.2857 4.72 1.0647 0.1434*
10 Noborejo 0.957 -0.2857 1.574 0.8387 0.2007
11 Kauman kidul 0.177 -0.0952 1.574 0.2176 0.4138
12 Dukuh -0.717 -0.1428 2.367 -0.3733 0.6455
13 Pulutan -0.745 -0.1428 2.367 -0.3916 0.6523
14 Blotongan -0.042 -0.1428 2.367 0.0651 0.474
15 Bugel -4.093 -0.238 3.94 -1.9423 0.9739
16 Salatiga 6.122 -0.238 3.94 3.2039 0.0006*
17 Sidorejo lor 2.679 -0.2857 4.72 1.3645 0.0861*
18 Randuacir 0.926 -0.238 3.94 0.5867 0.2786
19 Tegalrejo -0.081 -0.238 3.94 0.0789 0.4685
20 Mangunsari 3.987 -0.3333 5.495 1.8431 0.0326*
21 Kalicacing -0.347 -0.2857 4.72 -0.0282 0.5112
22 Gendongan -2.025 -0.238 3.94 -0.9005 0.816
Berdasarkan pengujian terhadap adanya autokorelasi dengan menggunakan
indeks moran’s pada Tabel 1, menunjukan bahwa pada tahun 2014 terdapat
kelurahan yang memiliki autokorelasi spasial yaitu Kelurahan Salatiga, Kelurahan
Sidorejo lor, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kalibening dan Kelurahan
Cebongan dimana kelima kelurahan tersebut memiliki autokorelasi spasial positif
dan terdapat kelurahan dengan tingkat signifikasi lebih dari 5%, dimana
mengindikasikan kedekatan lokasi tidak hanya bersinggungan antar tepi batas
wilayah tapi juga ada indikasi dipengaruhi oleh tingkat mobilitas penduduk pada
11
kelurahan-kelurahan tersebut. Dengan kondisi autokorelasi spasial positif
menunjukkan bahwa pada daerah yang saling berdekatan memiliki nilai atribut
yang hampir sama, hal ini sesuai pada analisis sebelumnya yang menyatakan
bahwa pola penyebaran terjadinya jumlah gangguan jaringan speedy di Salatiga
yang bersifat mengelompok (cluster), dimana kondisi yang mengelompok
menggambarkan adanya kemiripan atau angka gangguan yang terjadi antar
kelurahan tersebut hampir sama. Kemudian berdasarkan data pada pengujian
indeks moran’s akan dibentuk grafik moran’s scatterplot yang berfungsi untuk
melihat hubungan antara nilai pengamatan yang sudah distandarisasi dengan nilai
rata-rata daerah tetangga yang telah distandarisasi.
Gambar 7 Grafik Scaterplot Gangguan Speedy 2014
Pada grafik scatterplot Gambar 7, menunjukan bahwa titik pencar pada
kuadran 1 menunjukan kelurahan yang memiliki angka gangguan tinggi berada
diantara kelurahan yang angka gangguannya tinggi (high-high). Kuadran 2,
menunjukkan kelurahan yang memiliki angka gangguan rendah berada diantara
kelurahan dengan angka gangguan tinggi (low-high). Kuadran 3, menunjukkan
kelurahan yang memiliki angka gangguan rendah berada diantara kelurahan
dengan angka gangguan rendah (low-low). Dan Kuadran 4, menunjukkan
kelurahan yang memiliki angka gangguan tinggi berada diantara kelurahan dengan
angka gangguan rendah (high-low). Dari grafik scatterplot tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2014, sebagian besar daerah yang mengalami
gangguan jaringan speedy menyebar berada di kuadran 2 (low-high) dan kuadran
3 (low-low).
Dari hasil moran’s scatterplot dan LISA memberikan informasi bahwa pada
Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor, Mangunsari, Kalibening dan Cebongan memiliki
hubungan autokorelasi spasial positif, dengan kondisi dimana Kelurahan Salatiga,
Sidorejo lor dan Mangunsari terindeks kedalam daerah yang mengalami gangguan
tinggi dengan kondisi gangguan pada daerah disekitarnya juga tinggi (high-high),
serta Kelurahan Kalibening dan Cebongan yang terindeks kedalam daerah dengan
12
gangguan rendah yang berada di sekitar daerah dengan gangguan tinggi (low-
high). Dan berikut pada Gambar 8 adalah hasil visualisasi kedalam peta LISA.
Gambar 8 Peta LISA Distribusi Gangguan Speedy Salatiga 2014
Gambar 9 Pseucode Uji Moran’s I
Gambar 9 adalah pseucode untuk uji moran’s i. Diawali dengan melakukan
pendeklarasian untuk library-library yang dibutuhkan, menentukan file.shp
(Salatiga.shp) dan file.csv (speedytotal.csv) yang dibutuhkan. Kemudian
memanggil poly2nb dari library (spdep) untuk mendefinisikan hubungan
ketetanggaan / autokorelasi dari setiap wilayah pada peta vector Salatiga.shp.
13
Setelah itu membuat baris standarisasi dan non standarisasi dari tiap-tiap
neighbours dengan nblistw. Berikutnya memanggil field yang berisi data jumlah
gangguan dari speedytotal.csv. Kemudian membuat global moran kedalam
randomisasi dan normalisasi data dengan perintah moran.test. Yang akan
menghasilkan nilai moran’s normalisasi dan standarisasi dari data gangguan.
Baris berikutnya adalah membuat kondisi untuk menentukan daerah yang
memiliki hubungan autokorelasi spasial dengan menggunakan tiga tahap kondisi.
Kondisi awal dengan melakukan pengujian terhadap parameter indeks moran (Ii)
menggunakan dua hipotesis diantaranya jika H0:Ii = 0 (tidak ada autokorelasi
spasial) dan H1:Ii ≠ 0 (terdapat autokorelasi spasial). Untuk nilai indeks moran (Ii) sendiri berkisar antara -1 sampai 1. Kemudian akan dibandingkan dengan nilai
ekspektasi moran (𝐸(𝐼𝑖)). Jika nilai Ii > 𝐸(𝐼𝑖) dan bernilai positif maka mengindikasikan adanya autokorelasi spasial positif, dan mengindikasikan adanya
autokorelasi spasial negatif jika kondisi sebaliknya. Kemudian ditambahkan kondisi
dari dua hipotesis awal tadi menggunakan statistik uji berdasarkan pada persamaan
(1), yang akan didapatkan tambahan kondisi jika |𝑍ℎ𝑖𝑡| > 𝑍𝛼/2 maka H0 ditolak atau mengindikasikan bahwa terdapat daerah yang memiliki hubungan
auokorelasi. Dan tahap kondisi yang terakhir adalah, jika nilai Pvalue tiap wilayah
(lokal) tidak melebihi nilai Pvalue dari semua wilayah (global) maka dapat
menolak H0 atau mengindikasikan adanya autokorelasi spasial. Dalam
perhitungan dengan R, pada data gangguan jaringan speedy didapatkan nilai untuk
Pvalue secara global sebesar 0,19 dengan nilai deviasi 1,15. Dari pengkondisian
diatas, maka dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan didapatkan informasi
bahwa Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo lor, Kelurahan Mangunsari,
Kelurahan Kalibening dan Kelurahan Cebongan memiliki hubungan autokorelasi
spasial positif.
.
Gambar 10 Pseucode Visualisasi Peta LISA
14
Gambar 10 adalah pseucode program untuk visualisasi kedalam peta LISA,
setelah dibentuk moran’s scatterplot dan data uji moran’s I. Diawali dengan
membuat fungsi untuk plotting dalam peta moran, kemudian dibuat variabel untuk
memanggil perhitungan lokal moran dari fungsi sebelumnya dengan nama
variabel x. Selanjutnya membuat variabel untuk membuat operasi perhitungan dari
data gangguan ditiap wilayah dikurangi dengan nilai mean/rata-rata gangguan
disemua wilayah dengan variabel nama v. Dan pembuatan variabel untuk operasi
perhitungan nilai dari variabel x dikurangi nilai mean/rata-rata dari variabel x itu
sendiri dengan nama variabel y.
Kemudian dibuat pengkondisian untuk menentukan terletak pada kuadran
mana Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo lor, Kelurahan Mangunsari,
Kelurahan Kalibening dan Kelurahan Cebongan pada visualisasi peta LISA.
Kondisi pertama jika nilai v dan y lebih besar dari 0, maka berada pada kuadran
high-high (tinggi-tinggi) dengan warna 1 pada peta. Kondisi kedua jika nilai v dan
y lebih kecil dari 0, maka berada pada kuadran high-low (tinggi-rendah) dengan
warna 2 pada peta. Kondisi ketiga jika nilai v lebih kecil dari 0 dan y lebih besar
dari 0, maka berada pada kuadran low-high (rendah-tinggi) dengan warna 3 pada
peta. Kondisi keempat jika nilai v lebih besar dari 0 dan y lebih kecil dari 0, maka
berada pada kuadran low-low (rendah-rendah) dengan warna 4 pada peta. Kondisi
terakhir adalah kondisi untuk kelurahan yang tidak memiliki hubungan
autokorelasi spasial yaitu terletak pada kuadran not significant pada peta. Dari
pengkondisian tersebut terindikasi bahwa untuk Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor
dan Mangunsari berada pada kuadran tinggi-tinggi yang menandakan bahwa
kelurahan-kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan gangguan tinggi yang
juga berada disekitar daerah dengan gangguan tinggi, sedangkan Kelurahan
Kalibening dan Cebongan berada pada kuadran rendah-tinggi menandakan bahwa
kelurahan-kelurahan tersebut merupakan kelurahan dengan gangguan rendah yang
berada disekitar daerah dengan gangguan yang tinggi,
Hubungan Jumlah Gangguan Jaringan Speedy Terhadap Jumlah Penduduk
Syarat utama dalam pemasangan layanan Telkom speedy ke pelanggan
adalah wilayah pelanggan harus sudah tercover jalur telepon dari Telkom. Dan
untuk daerah Salatiga pemasangan jalur telepon lebih banyak mengcover pada
area dengan jumlah penduduk yang tinggi dengan pusat server utama Telkom
terletak di Kecamatan Sidorejo, tepatnya pada Kelurahan Salatiga. Menurut data
dari badan pusat statistik Kota Salatiga (BPS) pada tahun 2013/14 dari total
kependudukan di Salatiga, Kecamatan Sidorejo merupakan kecamatan dengan
jumlah penduduk terbanyak, sebesar 54.074 jiwa atau 30,28% dari total penduduk
di Kota Salatiga, sedangkan untuk Kecamatan Sidomukti merupakan kecamatan
dengan tingkat pertumbuhan terbesar, sekitar 3.71%, dengan jumlah penduduk
sebesar 40.664 jiwa. Pada Kecamatan Sidorejo, jumlah penduduk tertinggi berada
pada Kelurahan Salatiga dan Sidorejo lor, dengan jumlah penduduk sekitar 17.130
jiwa di Kelurahan Salatiga dan 14.914 jiwa di Kelurahan Sidorejo lor. Sedangkan
pada Kecamatan Sidomukti, jumlah penduduk tertinggi berada di Kelurahan
Mangunsari, sekitar 16.380 jiwa dan secara langsung Kelurahan Mangunsari
15
berbatasan dengan Kelurahan Salatiga. Untuk kondisi jumlah penduduk Kota
Salatiga, tergambarkan seperti pada Gambar 3 dan Tabel 2.
Tabel 2 Data Kependudukan Berdasarkan Data Dari BPS Kota Salatiga, 2013/14
No Kelurahan Luas ( ) Jumlah Penduduk
(Jiwa)
1 Salatiga 2,020 17,130
2 Pulutan 2,371 3,913
3 Sidorejo Lor 2,715 14,914
4 Blotongan 4,238 11,592
5 Bugel 2,943 2,886
6 Kauman Kidul 1,958 3,639
7 Cebongan 1,381 4,443
8 Noborejo 3,322 5,326
9 Randuacir 3,776 5,153
10 Ledok 1,873 9,915
11 Tegalrejo 1,884 10,409
12 Kumpulrejo 6,290 6,887
13 Kecandran 3,992 5,319
14 Mangunsari 2,908 16,380
15 Dukuh 3,772 12,508
16 Kalicacing 787 6,907
17 Tingkir Lor 1,773 4,401
18 Kalibening 996 1,845
19 Sidorejo Kidul 2,775 5,398
20 Tingkir Tengah 1,378 4,976
21 Kutowinangun 2,938 19,961
22 Gendongan 659 5,142
Dengan kondisi yang demikian maka memungkinkan jika penyebaran
gangguan memiliki pola yang mengelompok, dengan jumlah gangguan yang
tinggi mengelompok pada wilayah yang berdekatan dengan Kelurahan Salatiga,
dan juga kondisi seperti Kelurahan Sidorejo lor dan Mangunsari yang berbatasan
langsung dengan Kelurahan Salatiga menjadi terindikasi memiliki kemiripan atau
hubungan autokorelasi spasial positif dengan Kelurahan Salatiga. Sedangkan
untuk wilayah di Kecamatan Argomulyo seperti pada Kelurahan Noborejo
tergambarkan jarang mengalami gangguan karena ada indikasi jika pada
kecamatan tersebut masih jarang ada yang memasang layanan speedy karena tidak
banyak tercover jalur telepon dari Telkom dikarenakan kondisi jumlah penduduk
dan lokasinya yang berada jauh dari Kelurahan Salatiga.
Fitting Sinusoids
Fitting sinusoids adalah metode pencocokan data dengan menggunakan
fungsi trigonometri (Sinus) untuk melakukan pendekatan pada kurva yang
dibentuk dari data aktual. Data gangguan yang akan dianalisis dengan fitting
16
sinusoids adalah pada kelurahan yang memiliki hubungan autokorelasi spasial
yang berada pada kuadran tinggi-tinggi, yaitu Kelurahan Salatiga, Mangunsari dan
Sidorejo lor. Pada analisis ini data akan dibagi kedalam periode mingguan (empat
minggu dalam sebulan) yang dimulai dari 1 Januari 2014 sampai 31 Desember
2014, sebanyak 48 data mingguan. Dengan fitting sinusoids akan didapatkan
informasi apakah kondisi jumlah gangguan perminggu masih tergolong besar,
dengan kondisi grafik yang lebih diperhalus naik turunnya dari grafik data aktual
yang bersifat fluktuatif.
Gambar 11 Fitting Sinusoids Gangguan di Kelurahan Salatiga
Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk
gangguan di Kelurahan Salatiga ditunjukan pada Gambar 11. Dimana data
gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari
data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam
pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Salatiga, dari data
aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh amplitudo
sebesar 8.01, periode tiap gelombang sebanyak 16π/2, nilai pergeseran horizontal
sebesar 6.67, dan nilai pergeseran vertical sebesar 22. Maka untuk Kelurahan
Salatiga didapatkan persamaan (4).
𝑦 = 8.01 𝑠𝑖𝑛 16 (x − 6.67) + 22 ………………………(4)
Dari persamaan (4) dilakukan uji akurasi MAPE berdasarkan fungsi pada
persamaan (3), diperoleh nilai error sebesar 25. Nilai amplitudo pada model,
memberikan informasi bahwa pola gangguan akan berfluktuatif, dengan nilai
berkisar antara 0 – (8.01 x 2= 16.02) gangguan. Selain itu dari nilai periode 16π/2
dengan bentuk radian sebesar 25.6, memberikan informasi bahwa jumlah
gangguan akan berpeluang sama pada 25-26 periode kedepan. Informasi lainnya
adalah dari nilai vertical sebesar 22, diperoleh nilai minimum pada model
sebanyak 15 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 30 gangguan perminggu.
Gambar 12 Fitting Sinusoids Gangguan di Kelurahan Sidorejo Lor
17
Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk
gangguan di Kelurahan Sidorejo lor ditunjukan pada Gambar 12. Dimana data
gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari
data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam
pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Sidorejo lor, dari
data aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh
amplitudo sebesar 7.51, periode tiap gelombang sebanyak 16π/2, nilai pergeseran
horizontal sebesar 8.15, dan nilai pergeseran vertical sebesar 19. Maka untuk
Kelurahan Sidorejo lor didapatkan persamaan (6).
𝑦 = 7.51 𝑠𝑖𝑛 16 (𝑥 − 8.15) + 19 ………………………(6)
Dari persamaan (6) dilakukan uji akurasi MAPE berdasarkan fungsi pada
persamaan (3), diperoleh error sebesar 24. Nilai amplitudo pada model,
memberikan informasi bahwa pola gangguan akan berfluktuatif, dengan nilai
berkisar antara 0 – (7.51 x 2= 15.02) gangguan. Selain itu dari nilai periode 16π/2
dengan bentuk radian sebesar 25.7, memberikan informasi bahwa jumlah
gangguan akan berpeluang sama pada 25-26 periode kedepan. Informasi lainnya
adalah dari nilai vertical sebesar 19, diperoleh nilai minimum pada model
sebanyak 11 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 26 gangguan perminggu.
Gambar 13 Fitting Sinusoids Gangguan di Kelurahan Mangunsari
Grafik fitting dengan menggunakan pencocokan fungsi sinus untuk
gangguan di Kelurahan Mangunsari ditunjukan pada Gambar 13. Dimana data
gangguan diplot kedalam periode mingguan, dan data pada grafik gangguan dari
data aktual menunjukkan bahwa data yang dibentuk bersifat fluktuatif. Dalam
pencocokan dengan fungsi sinus untuk gangguan di Kelurahan Mangunsari, dari
data aktual dikembangkan berdasarkan persamaan (2), dengan diperoleh
amplitudo sebesar 7.82, periode tiap gelombang sebanyak 9π/2, nilai pergeseran
horizontal sebesar 6.11, dan nilai pergeseran vertical sebesar 10. Maka untuk
Kelurahan Mangunsari didapatkan persamaan (5).
𝑦 = 7.82 𝑠𝑖𝑛 9 (x − 6.11) + 10 ………………………(5)
Dari persamaan (5) dilakukan uji akurasi MAPE berdasarkan fungsi pada
persamaan (3), diperoleh nilai error sebesar 47. Nilai amplitudo pada model,
memberikan informasi bahwa pola gangguan akan berfluktuatif, dengan nilai
18
berkisar antara 0 – (7.82 x 2= 15.64) gangguan. Selain itu dari nilai periode 9π/2
dengan bentuk radian sebesar 15.3, memberikan informasi bahwa jumlah
gangguan akan berpeluang sama pada 15-16 periode kedepan. Informasi lainnya
adalah dari nilai vertical sebesar 7, diperoleh nilai minimum pada model sebanyak
3 gangguan dan nilai maksimum sebanyak 19 gangguan perminggu.
Berdasarkan analisis dengan fitting sinusoids yang dilakukan pada
Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari dalam memperhalus grafik data
aktual yang bersifat fluktuatif, menghasilkan informasi bahwa pada Kelurahan
Salatiga terdapat peluang munculnya jumlah gangguan sebanyak 15 sampai 30
gangguan perminggu, Kelurahan Sidorejo lor terdapat peluang munculnya jumlah
gangguan sebanyak 11 sampai 26 gangguan perminggu dan Kelurahan
Mangunsari terdapat peluang munculnya jumlah gangguan sebanyak 3 sampai 19
gangguan perminggu.
5. Simpulan Dan Saran
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah, rata-rata gangguan yang
tinggi terjadi pada periode enam bulan awal dari Januari sampai Juni, dengan
waktu terjadinya jumlah gangguan tertinggi terjadi pada bulan Februari. Terdapat
wilayah kelurahan yang terindikasi memiliki hubungan spasial diantaranya
Kelurahan Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari yang berada pada kuadran
tinggi-tinggi, serta Kelurahan Kalibening dan Cebongan yang berada pada
kuadran rendah-tinggi, dimana semuanya membentuk autokorelasi spasial positif
yang berarti untuk wilayah yang berdekatan memiliki nilai yang hampir sama dan
cenderung berkelompok, hal tersebut mengindikasikan bahwa pola spasial yang
terbentuk adalah pola yang mengelompok (clustered), dengan jumlah gangguan
tinggi mengelompok pada wilayah dengan jumlah penduduk yang tinggi dan
berdekatan dengan Kelurahan Salatiga, yang merupakan lokasi dimana pusat
server Telkom di Kota Salatiga berada. Untuk jumlah gangguan pada Kelurahan
Salatiga, Sidorejo lor dan Mangunsari dalam periode mingguan dari grafik aktual
yang bersifat fluktuatif setelah diperhalus menggunakan konsep fitting ternyata
masih menunjukkan adanya jumlah gangguan yang tinggi dengan adanya periode
waktu yang menunjukkan terjadinya jumlah gangguan lebih dari 14 kali gangguan
perminggu (lebih dari 2 kali gangguan dalam sehari).
Saran yang dapat diberikan kepada pihak Telkom Salatiga adalah, pada
bulan Januari-Juni agar lebih sering terjun langsung kelapangan untuk mengecek
jalur installasi yang menuju ke server dari masing-masing kelurahan, dan juga
bisa menambahkan alternatif alamat DNS ke pelanggan. Selain itu jika pihak
Telkom berencana menambah pemasangan jalur installasi di area Salatiga, agar
lebih bisa mempertimbangkan pada area di Kecamatan Argomulyo, karena rata-
rata pada wilayah kelurahan di Kecamatan Argomulyo masih jarang mengalami
gangguan, dimana hal ini juga mengindikasikan bahwa pada kelurahan-kelurahan
tersebut masih jarang tercover jalur telepon dari Telkom, yang menjadi syarat
utama pemasangan layanan internet speedy dari Telkom.
19
6. Daftar Pustaka
[1] BAPPEDA Kota Salatiga., 2009. Master Plan Kesehatan Kota Salatiga,
Semarang: Primasetia.
[2] Telkom speedy, http://telkomspeedy.com/product-description, diakses pada
tanggal : 13 Januari 2015. [3] Lee J. and Wong S.W.D., 2001, Statistical Analysis with Arcview GIS, New York :
John Willey & Sons, Inc.
[4] Chapra, S.C. & Canale, R. P., Numerical Methods for Engineers, Sixth Edition,
New York : Mc Graw Hill.
[5] Widi, R. K., 2010. Asas Metodologi Penelitian, Graha Ilmu, Jakarta.
[6] R, Ajeng Herty, P., 2013. Arjuni Budi Pantjawati, Iwan Kustiawan. Analisis
Availability Sistem Penanganan Gangguan Jaringan Speedy di PT.
Telekomunikasi Indonesia, tbk. Program Studi Pendidikan Teknik Elektro. FPTK
UPI.
[7] Prihantini, R., 2014. Kombinasi Fitting Sinusoids dan Metode Dekomposisi
dalam Memprediksi Besar Permintaan Kredit (Studi Kasus : KSP X Salatiga,
Jawa Tengah). Salatiga : Universitas Kristen Satya Wacana.
[8] Hasbi Yasin, Ragil Saputra, 2013. Pemetaan Penyakit Demam Berdarah Dengue
dengan Analisis Pola Spasial di Kabupaten Pekalongan. Jurusan Statistika Dan
Informatika. FSM Undip.
[9] R untuk statistical computing, http://socs.binus.ac.id/2012/04/16/r-untuk-
statistical-computing/, diakses pada tanggal : 14 Januari 2015.
[10] Makridakis, S., Wright, S.C.W., dan Mc Gee V.1999. Alih Bahasa Suminto, H,Ir.
Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi Kedua. Binaputra Aksara. Jakarta.
[11] Taufik Heri Purwanto.S.Si., M.Si., 2013. Pola, Hubungan dan Arah
Perkembangan Minimarket di Kota Yogyakarta Melalui Analisis Statistik
Spasial. Yogyakarta.
[12] Statistik Kota Salatiga, http://salatigakota.bps.go.id/indeks.php?hal=publikasi,
diakses pada tanggal : 20 April 2015.