AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS
EKSTRAK MISELIUM DAN FILTRAT HASIL FERMENTASI
KAPANG ENDOFIT SKF 15 DARI BIOTA LAUT
SEROJA KOL
SKRIPSI
IKA RESTU PURWANTI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/ 1439 H
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS
EKSTRAK MISELIUM DAN FILTRAT HASIL FERMENTASI
KAPANG ENDOFIT SKF 15 DARI BIOTA LAUT
SEROJA KOL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
IKA RESTU PURWANTI
1113096000005
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M/1439 H
ABSTRAK
IKA RESTU PURWANTI, Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak
Miselium dan Filtrat Hasil Fermentasi Kapang Endofit SKF 15 dari Biota Laut
Seroja Kol dibawah bimbingan DEDE SUKANDAR dan NINA ARTANTI
Salah satu sumber kekayaan alam Indonesia adalah kapang endofit dari biota laut.
Kapang endofit dari biota laut Seroja Kol belum banyak diteliti dan dieksplorasi
potensinya. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari kapang endofit dari biota laut
berpotensi sebagai antioksidan dan antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aktivitas antioksidan dan sitotoksik ekstrak filtrat dan miselium dari
kapang endofit SKF 15 yang dikulturkan dengan metode fermentasi cair kocok
dan diam dalam medium Potato Dextrose Broth (PDB). Uji aktivitas antioksidan
dilakukan dengan metode penangkapan radikal bebas 1,1–diphenyl-2-
picrylhydrazyl (DPPH) dan pengujian sitotoksik dilakukan pada sel kanker
payudara MCF 7 dengan menggunakan metode pewarnaan sel Alamar blue.
Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari ekstrak filtrat diam dengan aktivitas
sebesar 49,36% pada konsentrasi 200 ppm. Hasil perlakuan variasi waktu
fermentasi 3-21 hari menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi adalah
sebesar 66,97% (7 hari) dan aktivitas sitotoksik tertinggi adalah sebesar 81,13%
(3 hari). Hasil analisa FTIR menunjukkan adanya gugus hidroksi O-H (3452,58
cm-1); (1668,43 cm-1 ) gugus C=C; (1230,58 cm-1) gugus hidroksi C-O dan gugus
C-H sp3 (2941.44 cm-1). Analisa dengan LCMS menunjukkan bahwa salah satu
senyawa pada ekstrak filtrat diam mempunyai massa 305,63 [M+H]+ sesuai rumus
molekul (C15H24O7) yang diduga adalah dihidrokuersetin.
Keyword: Antioksidan, DPPH, kapang endofit biota laut, sitotoksisitas
ABSTRACT
IKA RESTU PURWANTI, Antioxidant Activity and Cytotoxicity of Mycelium
and Filtrate Extracts from Fermentation of Endophytic Fungus SKF 15 Isolated
from the Marine Biota Seroja Kol supervised DEDE SUKANDAR and NINA
ARTANTI
One source of Indonesia's biodiversity wealth is the microbes. There are not many
studies on endophytic fungus from marine life Seroja to explored its potential.
Secondary metabolites of this endophytic fungus might have potential as the
sources of antioxidants and anticancer. The aim of this research is to study the
antioxidant and cytotoxic activity of filtrate and mycelium extract from
endophytic fungus SKF 15 isolated from Seroja Kol cultured under shaking and
static liquid fermentation condition in Potato Dextrose Broth (PDB) medium.
Antioxidant activity assay was conducted using free radical scavenger 1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) method and cytotoxic assay againts MCF 7
cancer cell using Alamar blue method. The result show that the highest
antioxidant activity was from filtrate extract of static cultured with % inhibition of
49,36% at concentration 200 ppm. Antioxidant and cytotoxic assays was
performed on variation of fermentation time from 3 to 21. Highest result for
antioxidant activity was 66,97% (7 days) and cytotoxic level of 81,13% (3 days).
FTIR analysis results show the presence of hydroxy group O-H (3452,58 cm-1);
(1668,43 cm-1) cluster C = C; (1230.58 cm-1) of the C-0 hydroxy groups and C-H
sp3 groups (2941,44 cm-1). The analysis with LCMS showed that filtrate extracts
of static cultured has a compound with 305.63 [M+H]+ which predicted as
dihydroquercetin (C15H24O7).
Keyword: Antioxidants, cytotoxic, endophytic fungi of marine life, DPPH
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim,
Assalamualaikum warrahmatuallahi wabarakatuh,
Alhamdulillah, tiada kata selain syukur yang dapat penulis panjatkan
kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan
Sitotoksisitas Ekstrak Miselium dan Filtrat Hasil Fermentasi Kapang
Endofit SKF 15 dari Biota Laut Seroja Kol sesuai dengan harapan. Penelitian
ini merupakan bagian dari kegiatan proyek penelitian Mandiri PP Kimia-LIPI.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan di Program Studi
Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tersusunnya skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa
bantuan dari berbagai pihak, berupa dorongan, arahan maupun semangat. Oleh
sebab itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sekaligus pembimbing I yang telah memberikan perhatian dan bimbingan
terhadap penulis.
2. Nina Artanti, Ph.D pembimbing II sekaligus Peneliti Utama kegiatan
proyek penelitian Mandiri PP Kimia-LIPI ; “Penelitian dan Pengambangan
Senyawa Antikanker dan Antidiabet dari Mikroba Endofitik Biota Laut”
yang senantiasa membimbing melalui diskusi ilmiah serta arahan teknis
rancangan penelitian.
iv
3. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku penguji I yang telah memberikan saran
serta masukan yang bermanfaat.
4. Tarso Rudiana, M.Si selaku penguji II yang senantiasa memberikan arahan
dan masukan terhadap penulis.
5. Dr. Agus Salim, M.Si Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Haryanto, Ibu Tri, Agung, Umma dan Bayu tercinta yang telah
memberikan kasih sayang, doa, pengorbanan, bantuan dari segi materi,
nasihat serta motivasinya kepada penulis.
7. Ibu Hani, Ibu Lala, Ibu Rizna, Ibu Linar, dan Ibu Puspa selaku
pembimbing teknis yang telah membantu penulis selama penelitian
berlangsung.
8. Dosen-dosen kimia yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih
banyak atas ilmu yang telah diberikan, semoga dapat bermanfaat
kedepannya.
9. Dini, Almira, Raka, Indah, Apri, Diana, dan Talitha, selaku teman-teman
seperjuangan Laboratorium Kimia yang senantiasa memberikan bantuan,
keceriaan dan semangat dalam proses penelitian ini.
10. Sahabat-sahabat tercinta Cici, Widia, Almira, dan Ibnu yang selalu
memberikan bantuan, semangat kepada penulis selama kuliah dan dalam
berjuang menyusun skripsi.
11. Teman-teman Kimia angkatan 2013 khususnya 2013 A yang senantiasa
memberikan dukungan, motivasi dan keceriaan selama masa kuliah.
v
Nasihat, kritik dan saran pada skripsi ini yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Kimia. Amin Ya Rabal’alamin.
Ciputat, November 2017
Penulis
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar belakang ................................................................................................... 1
Rumusan masalah .............................................................................................. 3
Hipotesis ............................................................................................................ 4
Tujuan penelitian ............................................................................................... 4
Manfaat penelitian ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 6
Antioksidan ....................................................................................................... 6
Radikal Bebas .................................................................................................... 9
Mekanisme Uji Antioksidan ............................................................................ 11
Pengertian Kapang .......................................................................................... 12
Kanker ............................................................................................................. 14
Mekanisme Uji Antikanker ............................................................................. 16
Kromatografi ................................................................................................... 17
vii
Spektofotometer UV-Vis ................................................................................. 20
Spektrofotometer FTIR ................................................................................... 22
Liquid Cromatography-Mass Spectrometry (LCMS) ..................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 26
Waktu dan Tempat Pelaksanaan ..................................................................... 26
Alat dan Bahan ................................................................................................ 26
Prosedur Kerja ................................................................................................. 27
Pembuatan Media Regenerasi ........................................................ 27
Pembuatan stock culture dan working culture (Starter) ................ 27
Uji Autografi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)..... 29
Spektrofotometer UV-Vis .............................................................. 30
Analisa dengan spektrofotometer FTIR ......................................... 30
Analisa Ekstraksi dengan LC-MS.................................................. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 32
4.1 Fermentasi Kapang Endofit SKF 15.................................................................. 32
4.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Filtrat dan Miselium Hasil Fermentasi ............ 33
4.3 Uji Autografi Aktivitas Antioksidan ............................................................... 35
4.4 Aktivitas antioksidan tertinggi dengan Variasi waktu Fermentasi .................. 37
viii
4.4 Sitotoksik Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi ............................. 39
4.5 Karakteristik Senyawa Aktif ........................................................................... 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 46
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 46
5.2 Saran .................................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 47
LAMPIRAN ............................................................................................................... 54
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur antioksidan sintetik butylated hydroxytuluene (1), butylated
hydroxyanisol (2), butyhydroquinone (3) ............................................. 8
Gambar 2. Struktur antioksidan alami Flavon 3-ol (4), polifenol (5), tokoferol (6),
vitamin C (7) ........................................................................................ 9
Gambar 3. Metode pengukuran aktivitas antioksidan ........................................... 12
Gambar 4. Reaksi DPPH dengan antioksidan ....................................................... 12
Gambar 5. Simbiosis SKF 15 dengan terumbu karang ......................................... 14
Gambar 6. Uji antikanker menggunakan alamar blue ........................................... 16
Gambar 7. Mekanisme reduksi resazurin pada sel ................................................ 17
Gambar 8. Teknik KLT autografi ......................................................................... 18
Gambar 9. Pertumbuhan miselium ........................................................................ 32
Gambar 10. Aktivitas antioksidan hasil fermentasi diam dan kocok .................... 33
Gambar 11. (a). Ekstrak filtrat diam; (b). Kuersetin ............................................. 36
Gambar 12. Pengaruh variasi waktu fermentasi kapang endofit SKF 15 ............. 38
Gambar 13. Pengaruh variasi waktu terhadap aktivitas antioksidan dan
sitotoksik…………………………………………………………...39
Gambar 14. Hasil FTIR ekstrak filtrat diam kapang SKF 15 ............................... 41
Gambar 15. Kromatogram LC ekstrak filtrat diam kapang SKF 15 .................... 42
Gambar 16. Spektrum MS ekstrak filtrat diam kapang SKF 15 ........................... 42
Gambar 17. Struktur senyawa dihidrokuersetin .................................................... 44
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Ringkasan data transisi elektronik. ......................................................... 22
Tabel 2. Bilangan gelombang spektrum FTIR ...................................................... 24
Tabel 3. Penampakan fisik pertumbuhan kapang fermentasi diam dan kocok ..... 33
Tabel 4. Hasil analisa ekstrak filtrat diam berdasarkan spektrum FTIR ............... 41
Tabel 5.Perbandingan nilai [M+H]+ senyawa dihidrokuersetin ........................... 43
Tabel 6. Perhitungan aktivitas antioksidan ........................................................... 55
Tabel 7. Aktivitas antioksidan variasi waktu fermentasi ...................................... 55
Tabel 8. Hasil uji sitotoksik MCF 7 ...................................................................... 57
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir penelitian ........................................................................... 54
Lampiran 2. Perhitungan aktivitas antioksidan ........................................................... 55
Lampiran 3. Aktivitas antioksidan variasi waktu fermentasi ...................................... 55
Lampiran 4. Hasil uji sitotoksik MCF 7 ..................................................................... 57
Lampiran 5. Hasil analisa FTIR .................................................................................. 58
Lampiran 6. Hasil analisa LCMS ................................................................................ 59
Lampiran 7. Foto-foto Penelitian ................................................................................ 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kapang merupakan salah satu objek bioteknologi yang menjanjikan karena
dapat menghasilkan berbagai senyawa metabolit sekunder (Nogurira et al., 2006).
Kapang dilaporkan menghasilkan berbagai senyawa metabolit sekunder yang
dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik dan aktivitas farmakologi lainnya seperti
antikanker, antitumor, dan antioksidan (Fox and Howlett, 2008). Sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 26:
ال يستحيي أن يضر ب مثال ما بعوضة فما فوقها إن للا
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau
yang lebih kecil dari itu”
Ayat diatas jelas menegaskan bahwa alam semesta beserta isinya yang
sangat kompleks ini diciptakan Allah SWT untuk manusia. Makhluk ciptaan-Nya
tersebut terdiri dari berbagai macam jenis tumbuhan, hewan maupun
mikroorganisme. Surat Al-Baqarah 26 menjelaskan bahwa apa yang Allah SWT
ciptakan tidak ada yang sia-sia. Manusia, tumbuhan bahkan hewan sekecil
mikroorganisme pun memiliki manfaat tersendiri untuk kehidupan di muka bumi
ini, salah satunya adalah kapang yang dapat menghasilkan bahan obat.
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkap radikal bebas.
Radikal bebas memberikan dampak terhadap patogenesis dari beberapa penyakit
pada manusia seperti arteriosklerosis, kanker, diabetes melitus, kerusakan hati,
inflamasi, kerusakan jaringan kulit, jantung koroner dan arthritis (Moon et al.,
2
2006). Pengunaan antioksidan sintetis untuk mencegah kerusakan akibat radikal
bebas telah dilaporkan menyebabkan timbulnya efek samping yang toksik
sehingga perlu dilakukan pencarian sumber antioksidan baru dari alam (Radulovic
et al., 2007). Salah satu bahan alam yang banyak dilaporkan memiliki aktivitas
antioksidan tingi ialah senyawa golongan polifenolik yang dapat ditemukan
sebagai senyawa metabolit sekunder dari tanaman dan mikroorganisme termasuk
kapang (Miller et al., 1995). Bakteri dan fungi adalah jenis mikroba yang umum
ditemukan sebagai mikroba endofit, akan tetapi golongan fungi lebih banyak
diisolasi (Strobel and Bryn, 2003).
Fermentasi pada kapang untuk menghasilkan metabolit sekunder termasuk
antioksidan. Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fermentasi kocok
dan fermentasi diam. Penelitian yang dilakukan oleh Srikandance (2015) yang
mengidentifikasi Aspergillus sp diisolasi dari biota laut Seroja Kol dengan metode
fermentasi kocok memiliki aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 71,98%.
Sedangkan Artanti et al. (2011) meneliti kapang endofit yang diisolasi dari Taxus
sumatrana dengan metode fermentasi diam memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi sebesar 79,5% untuk miselium (intraseluler) dan 18,2 % untuk filtrat
(ekstraseluler). Kondisi lingkungan pada fermentasi akan mempengaruhi
morfologi pada kapang tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
kapang pada kultur terendam antara lain tingkat agitasi, pH, perubahan O2,
komposisi medium serta inokulum (Septiana and Simanjuntak, 2017).
Metabolit sekunder yang diproduksi kapang juga memiliki proses yang
berbeda yakni bisa dalam bentuk intraseluler (metabolit terbentuk dan berada
dalam miselium) atau ekstraseluler (metabolit dirilis keluar dari miselium
3
sehingga berada dalam filtrat). Contoh metabolit sekunder yang diproduksi secara
intraseluler adalah pada produksi senyawa antioksidan dari kapang endofit
Aspergillus flavus dari tanaman Terminalia arjuna yang memiliki % inhibisi
sebesar 69.58% (Patil et al., 2014). Sedangkan penelitian Widowati et al. (2016)
yang meneliti senyawa antioksidan dari kapang endofit Curcuma longa L yang
diproduksi secara ekstraseluler memiliki % inhibisi sebesar 38.37%.
Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa metabolit sekunder
diduga dihasilkan kapang secara intraseluler dan ekstraseluler dan juga dapat
dipengaruhi oleh perlakuan fermentasi kocok dan diam. Berdasarkan hal itu maka
dilakukan penelitian terhadap kapang endofit SKF 15 untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dan sitotoksisitas ekstrak miselium dan filtrat hasil fermentasi.
Rumusan masalah
1. Bagaimanakah aktivitas antioksidan ekstrak miselium dan filtrat kapang
endofit SKF 15 yang diisolasi dari biota laut Seroja Kol dengan perlakuan
fermentasi kocok dan diam?
2. Ekstrak dari perlakuan fermentasi yang manakah yang memberikan
aktivitas antioksidan tertinggi?
3. Bagaimanakah karakteristik senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak
yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi?
4. Bagaimanakah sitotoksisitas ekstrak secara in vitro terhadap sel kanker
payudara MCF 7?
4
Hipotesis
1. Ekstrak miselium dan filtrat kapang endofit SKF 15 yang diisolasi dari
biota laut Seroja Kol dengan perlakuan fermentasi cair kocok dan diam
memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda.
2. Ekstrak dengan fermentasi diam memiliki aktivitas antioksidan tertinggi.
3. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diduga memiliki
senyawa golongan flavonoid.
4. Ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi memiliki sifat
sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF 7.
Tujuan penelitian
1. Mengetahui perbedaan aktivitas antioksidan ekstrak miselium dan filtrat
kapang endofit SKF 15 yang diisolasi dari biota laut Seroja Kol dengan
perlakuan fermentasi cair kocok dan diam.
2. Mengetahui pengaruh fermentasi kocok dan diam terhadap aktivitas
antioksidan yang dihasilkan.
3. Mengetahui karakteristik kandungan kimia ekstrak yang memiliki aktivitas
antioksidan tertinggi.
4. Mengetahui apakah ekstrak dengan aktivitas antioskidan tertinggi juga
menunjukkan sitotoksisitas secara in vitro terhadap sel kanker payudara
MCF 7.
5
Manfaat penelitian
Memberikan informasi potensi kapang endofit SKF 15 dari biota laut Seroja
Kol sebagai penghasil senyawa aktif antioksidan dan sitotoksik serta karakteristik
kandungan kimia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk
penelitian lebih lanjut seperti isolasi senyawa aktif antioksidan dan/atau
antikanker, optimasi kondisi untuk menghasilkan senyawa aktif antioksidan yang
dapat diuji keamanan dan efektivitasnya secara in vivo sehingga dapat
dikembangka lebih lanjut untuk menghasilkan antioksidan alami.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah
terjadinya proses oksidasi. Manfaat antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan,
misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penuaan dini dan lain-lain.
Aktivitas antoksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya meredam
radikal bebas (Giorgio, 2000; Shinta et al., 2014).
Aktivitas antioksidan dapat dipengaruhi oleh adanya ikatan rangkap
hidrogen alilik, dan benzilik. Senyawa-senyawa bioaktif yang dapat digunakan
sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenol seperti flavonoid,
oligoresveratrol, maupun asam fenolat (Atun, 2005).
Jenis Antioksidan
Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam,
yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier (Winarsi,
2007).
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer atau antioksidan endogen disebut juga antioksidan
enzimatis, yang dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa
radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi
senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah
pembentukan senyawa radikal bebas yang telah terbentuk menjadi kurang reaktif
(Winarsi, 2007).
7
Enzim superoksida dismutase, glutation peroksidase dan glutation
reduktase menghambat katalisis reaksi radikal bebas dengan cara memutus reaksi
berantai (polimerisasi) kemudian mengubahnya menjadi lebih stabil atau disebut
juga chain-breaking-antioxidant (Winarsi, 2007).
b. Antioksidan Sekunder
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non
enzimatis. Antioksidan kelompok ini melakukan pertahanan preventif terhadap
radikal bebas. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya radikal bebas dihambat
dengan cara pengkelatan logam atau dirusak pembentukannya. Antioksidan non
enzimatis juga bekerja dengan cara menangkap radikal bebas (free radical
scavenger). Antioksidan sekunder dapat berupa komponen non enzimatis dan
komponen nutrisi meliputi vitamin E, vitamin C, karoten, dan flavonoid (Winarsi,
2007).
c. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan
metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam perbaikan
biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang
terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double strand
baik gugus non basa maupun basa (Winarsi, 2007).
Sumber Antioksidan
Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu antioksidan sintetik & antioksidan alami (Winarsi, 2007) :
a. Antioksidan Sintetik
8
Beberapa dari antioksidan yang popular digunakan adalah komponen fenol
seperti butylated hydroxytuluene (1), butylated hydroxyanisol (2), tersier
butyhydroquinone (3), dan ester dari asam galat, contohnya propil galat (PG).
Antioksidan sintetik telah sepenuhnya diuji reaksi toksisitasnya, tapi beberapa
menjadi toksik setelah penggunaan dalam waktu lama, data toksikologi
menentukan beberapa peringatan dalam penggunaannya. Dalam hal ini produk
alami tampak lebih sehat dan aman dari pada antioksidan sintetik (gambar 1).
Gambar 1. Struktur antioksidan sintetik butylated hydroxytuluene (1), butylated
hydroxyanisol (2), butyhydroquinone (3) (NCBI, 2013)
b. Antioksidan alami
Antioksidan alami ditemukan pada sebagian besar tanaman,
mikroorganisme, jamur dan jaringan binatang. Sebagian besar antioksidan alami
adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavanon), turunan dari
asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional (Pratt and
Hudson 1990). Berikut adalah contoh antioksidan alami (gambar 2).
9
Gambar 2. Struktur antioksidan alami Flavon 3-ol (4), polifenol (5), tokoferol (6),
vitamin C (7) (NCBI, 2013)
Peranan antioksidan sangat penting dalam menetralkan dan menghancur kan
radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan juga merusak
biomolekul, seperti DNA, protein, dan lipoprotein di dalam tubuh yang akhirnya
dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif (Silalahi, 2002).
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom, gugus, atau molekul yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit paling luar, termasuk atom
hidrogen, logam-logam transisi, dan molekul oksigen. Adanya elektron tidak
berpasangan menyebabkan radikal bebas secara kimiawi menjadi sangat reaktif.
Radikal bebas dapat bermuatan positif (kation), negatif (anion), atau tidak
bermuatan (Halliwell and Gutteridge, 2000).
Radikal bebas dapat terbentuk melalui absorbsi (ionisasi, ultra violet, radiasi
sinar tampak, radiasi panas) reaksi oksidasi atau reaksi suatu elektron, atau
pemecahan homolisis suatu ikatan. Radikal mampu menarik atom H dari suatu
molekul (Gitawati, 1995). Pembentukan radikal bebas juga bisa melalui reaksi
10
autooksidasi, contohnya pada oksidasi lipid. Reaksi berantai pada radikal bebas
(tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga tahap, yaitu :
Tahap inisiasi : RH R* + H*
Tahap propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH +R*
Tahap terminasi : R* + R* R – R
ROO* + R* ROOR
ROO* + ROO* ROOR + O2
Pada tahap insisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R*) yang sangat
reaktif, karena (RH) melepaskan satu atom hidrogen, hal ini dapat disebabkan
adanya cahaya, oksigen atau panas. Pada tahap propagasi, radikal (R*) akan
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (ROO*). Radikal peroksi
selanjutnya akan menyerang (RH) (misalnya pada asam lemak) menghasilkan
hidroperoksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat tidak
stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai
pendek seperti aldehid dan keton (Nugroho, 2007).
Radikal bebas memberikan dampak terhadap patogenis dari beberapa
penyakit pada manusia seperti arteriosclerosis, kanker, diabetes mellitus,
kerusakan hati, inflamasi, kerusakan jaringan kulit, jantung kororner dan arthritis
(Moon et al., 2006).
Mekanisme antioksidan dalam menekan proses proliferasi (pertumbuhan)
sel dapat melalui senyawa pengalkilasi. Senyawa pengalkilasi adalah senyawa
reaktif yang dapat mengalkilasi DNA, RNA dan enzim-enzim tertentu.
Mekanisme kerjanya adalah membentuk senyawa kationik antara yang tidak
11
stabil, diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium reaktif. Ion ini
bereaksi, melalui reaksi alkilasi, membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus
donor elektron, seperti gugus karboksilat, amin, fosfat, dan tiol, yang terdapat
pada struktur asam amino, asam nukleat dan protein, yang sangat dibutuhkan
untuk proses biosintesis sel. Reaksi ini membentuk hubungan melintang (cross
linking) antara dua rangkaian DNA, akibatnya proses pembentukan sel terganggu
dan terjadi hambatan pertumbuhan sel kanker (Siswandono, 2000).
Mekanisme Uji Antioksidan
Pada umumnya uji aktivitas antioksidan dapat menggunakan metode DPPH
(1,1 –diphenyl-2-picrylhydrazil). Metode DPPH (1,1 –diphenyl-2-picrylhydrazi)l
adalah suatu metode kolorimetri untuk mengetahui aktivitas antiradikal yang
efektif dan cepat (Reynertson, 2007).
DPPH merupakan singkatan umum untuk senyawa kimia organik yaitu 1,1
–diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH adalah bubuk kristal berwarna gelap terdiri dari
molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394,32
dengan rumus molekul C18H12N5O6, larut dalam air (Molyneux, 2004). Uji
aktivitas antioksidan DPPH berdasarkan reaksi penangkapan radikal bebas oleh
senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen sehingga akan
dihasilkan DPPH-H (bentuk non radikal) dan menyebabkan terjadinya penurunan
intensitas warna ungu dari DPPH (Windono et al., 2014).
Prinsip metode radical scavenger dengan uji DPPH secara spektrofotometer
Uv-Vis pada panjang gelombang, ƛ 517 nm, berdasarkan pengukuran absorbansi
DPPH sebagai kontrol dan saat DPPH ditambahkan sampel adalah peredaman
12
radikal bebas difenilpikril hidrazil (berwarna ungu) pada panjang gelombang 516-
520 nm oleh antioksidan sehingga membentuk difenilpikril hidrazin pada panjang
gelombang 330 nm, metode tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Metode pengukuran aktivitas antioksidan (Yen and Chen, 1995)
Reaksi perubahan warna akibat peredaman radikal bebas difenilpikril hidrazil
(berwarna ungu) oleh antioksidan sehingga membentuk difenilpikril hidrazin
(berwarna kuning) dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Reaksi DPPH dengan antioksidan (Molyneux, 2004)
Pengertian Kapang
Kapang merupakan fungi multiseluler yang memiliki filamen. Kapang
terdiri dari suatu talus yang becabang disebut hifa. Hifa yang saling berhubungan
13
kemudian membentuk suatu struktur semacam jala disebut miselium. Kapang
dapat berproduksi secara seksual dan aseksual. Kapang merupakan
mikroorganisme kemoheterotrof yaitu mengasimilasi karbon organik sebagai
sumber energi dengan bantuan oksidasi senyawa organik (Gandjar et al., 2006).
Kapang biasanya tumbuh pada benda-benda organik yang lembab. Kapang
mempunyai inti eukariotik, tidak mengandung klorofil atau pigmen fotosintesis
dan kapang membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhannya. Bahan organik
ini disediakan oleh organisme autotrop yang memiliki kemampuan
melangsungkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari dengan
produk akhir bahan organik (Tjitrosomo et al., 1996). Spesies kapang banyak
yang sudah dimanfaatkan contohnya penicillium notatum Westling sebagai
antibiotik, Rhizopus sp, dan Aspergillus sp. sebagai bahan dalam industri
makanan (Clay, 2004).
Kapang yang hidup didalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan
mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan efek negatif disebut mikroba endofit. Pemanfaatan mikroba endofit
memiliki kelebihan sebagai sumber senyawa bioaktif, karena mudah
ditumbuhkan, memiliki siklus hidup yang pendek dan dapat menghasilkan
senyawa bioaktif yang sama mirip dengan inangnya (Strobel and Daisy, 2003).
Salah satu jenis biota laut yang spesifik bagi miroba endofit adalah terumbu
karang.
Terumbu karang tersusun dari hewan, kerang, tumbuhan laut dan biota laut
lainnya yang hidup secara bersimbiosis dalam kondisi lingkungan yang sangat
baik dan terbatas untuk dapat berkembang biak sebagai suatu kawasan yang
14
disebut sebagai ekosistem terumbu karang (Harfiandri, 2003). Salah satu contoh
simbiosis kapang pada terumbu karang dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Simbiosis SKF 15 dengan terumbu karang (Dokumen pribadi)
Kapang endofit memiliki prospek yang baik dalam penemuan sumber
senyawa bioaktif yang dalam perkembangan lebih lanjut dapat dijadikan sebagai
sumber penemuan obat untuk berbagai penyakit. Menurut Tan and Zou (2001),
hal ini disebabkan adanya pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan
mikroba endofit secara evolusioner. Beberapa metabolit sekunder yang dihasilkan
dari kapang seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan lain
sebagainya diproduksi oleh endofit yang telah berhasil diisolasi dan dimurnikan
diantaranya sebagai penghasil antibiotik, antivirus, antikanker, antimalaria, dan
antioksidan (Radji, 2005). Salah satu contoh pemanfaatan kapang endofit yang
diisolasi dari terumbu karang sebagai senyawa bioaktif antioksidan adalah
Aspergillus sp (Srikandance, 2015).
Kanker
Pengertian kanker
Kanker atau neoplasma ialah penyakit pertumbuhan sel yang terjadi karena
dalam tubuh timbul dan berkembang biak sel-sel baru yang bentuk, sifat dan
15
kinetikanya berbeda dari sel normal asalnya. Sel yang baru itu pertumbuhannya
liar, terlepas dari sistem kendali pertumbuhan normal sehingga merusak bentuk
dan atau fungsi organ yang terkena. Kata neoplasma berasal dari kata Yunani neos
yang berarti baru dan plasein yang berarti bentukan, yaitu bentukan baru berupa
sel baru yang berbeda dari sel asalnya (Sukardja, 2000).
Penderita penyakit kanker di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya,
penderita dengan usia di atas 40 tahun memiliki risiko lebih tinggi. Penyakit
kanker tidak bersifat menular dan umunya tidak menurun secara genetik. Namun
ada beberapa jenis kanker yang menurun seperti kanker payudara dan kanker
nasofaring (Mangan, 2009).
Kanker menjadi penyakit yang menakutkan bagi kalangan medis Indonesia
bahkan dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012,
terdapat 14 juta kasus baru dan 8.2 juta orang meninggal dunia karena kanker.
Kanker payudara banyak mengenai usia diatas 40 tahun dengan angka
kejadian 1 kasus dari 68 perempuan dan makin meningkat usia angka kejadian
kanker payudara juga meningkat (American Cancer Society Breast Cancer Facts
& Figures, 2005-2006).
Kanker payudara
Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel payudara.
Terjadinya karena ada pertumbuhan abnormal sel pada kelenjar payudara. Namun,
pertumbuhan kanker payudara jauh lebih lambat dibandingkan dengan jenis
kanker lainnya. Sistem getah bening adalah salah satu cara utama kanker
payudara menyebar. Sel-sel kanker payudara dapat memasuki pembuluh limfa
dan mulai tumbuh di kelenjar getah bening. Jika sel-sel kanker payudara telah
16
mencapai pembuluh getah bening di ketiak (node axilaris), tandanya adalah
pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak. Bila ini terjadi, kemungkinan
besar sel-sel kanker telah masuk ke aliran darah dan menyebar ke organ tubuh
lainnya (Soebachman, 2011).
Mekanisme Uji Antikanker
Penggunaan metode untuk mengetahui aktivitas sel dan perbanyakan sel
telah dilakukan sebelumnya dengan menggunakan beberapa metode uji yaitu, uji
aktivitas sel, pengunaan resazurin dan pengunaan garam tetrazolium sebagai
indikator metabolisme. Uji aktivitas sel biasanya digunakan untuk mengetahui
efek suatu senyawa pada sel secara in vitro (Rampersad, 2012).
Alamar blue merupakan salah satu metode pewarnaan sel menggunakan
resazurin sebagai reagen. Resazurin merupakan senyawa aktif dari alamar blue
yang diketahui merupakan indikator reaksi reduksi oksidasi (redoks) yang
digunakan untuk menilai fungsi metabolisme sel sejak lama (Rampersad, 2012).
Metode penggunaan alamar blue dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Uji antikanker menggunakan alamar blue
Prinsip dari alamar blue adalah resazurin memiliki warna biru yang tidak
berflourescent dan dapat tereduksi menjadi warna pink yang berflourescent dalam
bentuk resofurin. Perubahan warna dari biru (resazurin) menjadi warna pink
17
(resofurin) merupakan indikator terjadinya reduksi oleh sel (Page et al., 1993).
Mekanisme perubahan resazurin menjadi resofurin dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Mekanisme reduksi resazurin pada sel (Page et al., 1993)
Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam media tertentu. Pada
kromatografi komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang
mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Atun, 2014).
Kromatografi Lapis Tipis Autografi
Kromatografi merupakan metode analisis dengan fase gerak melewati fase
diam untuk memisahkan campuran senyawa. KLT dapat dilakukan dengan cepat,
biaya yang relatif murah, dapat menganalisis campuran senyawa yang kompleks
dengan kemurnian yang tinggi, baik kemurnian senyawa dengan kepolaran tinggi
maupun nonpolar. Deteksi hasil pemisahan dengan KLT pada lapisan
18
adsorbennya dilakukan melalui karakteristik serapan cahaya atau perbedaan warna
yang terbentuk setelah penyemprotan dengan reagen (Fodor-Ferenczi, 2006).
Jika senyawa yang dipisahkan pada plat KLT tidak terlihat secara nyata dan
tidak teridentifikasi dengan sinar UV, maka deteksinya dapat menggunakan cara
penyerapan sinar atau reaksi fluoresens dengan reagen yang cocok. Salah satu
contoh penerapannya yaitu KLT autografi. Teknik ini menggunakan pengamatan
langsung pada spot yang terbentuk setelah dilakukan penyemprotan dengan
reagen (gambar 8). KLT autografi merupakan metode pemisahan dan identifikasi
senyawa yang relatif sederhana dan cepat. Senyawa diidentifikasi berdasarkan
penampakan dan jarak relatif komponen terhadap jarak pelarut (nilai Rf) yang
kemudian dibandingkan dengan spot standar untuk analisis kualitatifnya.
Kuantitas dapat diperkirakan dari ukuran spot dan intensitas warna, atau ukuran
zona inhibisi pada KLT autografi (Fried and Sherma 1992).
Gambar 8. Teknik KLT autografi (Hahn and Deinstrop, 2007)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia.
Lapisan yang memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan pada
penyangga berupa plat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisahkan adalah berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita.
Setelah plat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler.
19
Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Sudjadi, 1983).
Prinsip dari KLT adalah adanya adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh
fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia akan bergerak naik
mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen
kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan
kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan (Rohman, 2007).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama,
dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan
dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter et
al., 1991).
Kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa dalam
KLT dengan menggunakan silika gel akan turun dengan urutan sebagai berikut
: air murni > metanol > etanol > propanol > aseton > etilasetat > kloroform >
metilklorida > benzen > toluen > trikloroetilen > tetraklorida > sikloheksan >
heksan. Fasa gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi
senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, sedangkan fasa gerak yang kurang
polar digunakan untuk mengelusi senyawa yang adsorbsinya lemah
(Sastrohamidjojo, 1992).
Analisis suatu senyawa dalam KLT biasanya dilakukan dengan
dibandingkan terhadap senyawa standarnya, yaitu berdasar pada kedudukan noda
relatif terhadap batas pelarut yang dikenal sebagai Rf (retardation factor) yang
didefinisikan sebagai berikut :
20
𝑅𝑓 =Jarak komponen yang bergerak
Jarak pelarut yang bergerak
Spektofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk penentuan konsentrasi senyawa-
senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet (200-400 nm) atau
daerah sinar tampak (400-800 nm). Biasanya cahaya terlihat merupakan campuran
dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang (λ), dari 400-800
nm (Tahir, 2008).
Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah adanya transisi elektronik
suatu molekul yang disebabkan oleh peristiwa absorpsi (penyerapan) energi
berupa radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai oleh molekul
tersebut (Rohman, 2007).
Molekul mempunyai tingkat energi elektron yang analog dengan energi
elektron dalam atom. Tingkat energi molekul ini disebut orbital molekul. Orbital
molekul timbul dari interaksi orbital atom didalam molekul. Orbital berenergi
rendah disebut orbital ikatan dan orbital yang berenergi tinggi disebut orbital anti
ikatan (Kurniasari, 2006). Jika molekul menyerap cahaya tampak dan UV maka
akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju keadaan tereksitasi.
Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik. Interaksi antara energi dengan
gugus kromofor menyebabkan terjadinya transisi elektronik (Neldawati et al.,
2013).
Radiasi elektomagnetik berinteraksi dengan benda berupa berkas sinar yang
disebut foton. Energi setiap foton berbanding langsung dengan frekuensi radiasi
Foton yang memiliki frekuensi (υ) yang tinggi (λ pendek) mempunyai energi yang
21
lebih tinggi dari pada foton yang berfrekuensi rendah (λ panjang). Intensitas
berkas sinar sebanding dengan jumlah foton yang tak tergantung pada energi
setiap foton. Bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian dari cahaya akan
diserap oleh molekul molekul sesuai dengan struktur dari molekul (Khopkar,
1990). Berikut tabel yang memperlihatkan ringkasan data transisi elektronik
(Tabel 1).
22
Tabel 1. Ringkasan data transisi elektronik (Supratman, 2010).
Spektrofotometer FTIR
Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan suatu
metode analisis yang dipakai untuk analisis gugus fungsi, pengenalan senyawa,
dan analisa campuran. Penemuan gugus fungsional diperoleh berdasarkan
bilangan gelombang yang dibutuhkan untuk suatu molekul bervibrasi pada suatu
Contoh Transisi Elektronik λmax (nm) ɛmax
Etana σ→σ* 135
Air n→σ* 167 7000
Metanol n→σ* 183 500
1-Heksanatiol n→σ* 224 126
n-butil iodide n→σ* 257 486
Etilen π→π* 165 10000
Asetilen π→π* 173 6000
Aseton π→π* 150
n→σ* 188 1860
n→π* 279 15
1,3,5-Heksatriena π→π* 258 35000
Akrolein π→π* 210 11500
π→π* 315 14
Benzena Aromatik π→π* 180 60000
Aromatik π→π* 200 8000
Aromatik π→π* 255 215
Stiren Aromatik π→π* 244 12000
Aromatik π→π* 282 450
Toluen Aromatik π→π* 208 2460
Aromatik π→π* 262 174
Asetofenon Aromatik π→π* 240 13000
Aromatik π→π* 278 1110
n→π* 319 50
Fenol Aromatik π→π* 210 6200
Aromatik π→π* 270 1450
23
ikatan baik berupa rentangan (streaching) maupun berupa bengkokan (bending)
dimana setiap ikatan mempunyai bilangan gelombang yang spesifik sehingga
setiap molekul mempunyai spektra infra merah yang spesifik atau sidik jari
(fingerprint) tertentu (Ibrahim et al., 2013).
Senyawa organik dapat menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah
inframerah 4000-200 cm-1. Radiasi inframerah ini tidak mempunyai energi yang
cukup untuk mengeksitasi elektron seperti pada radiasi UV-Vis tetapi dapat
menyebabkan senyawa organik mengalami vibrasi dan rotasi (Nur and
Adijuwana, 1989). Prinsip dari analisa adalah besarnya frekuensi sinar inframerah
yang diserap dengan tingkat energi tertentu ketika melewati sebuah senyawa
organik sebanding dengan energi yang timbul pada getaran-getaran ikatan vibrasi,
translasi dan rotasi molekul (Hermanto, 2009).
Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul yaitu (Nur and Adijuwana,
1989):
1. Streching (vibrasi regang/ulur) adalah vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk) adalah vibrasi yang disebabkan oleh sudut
ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Untuk mengidentifikasi senyawa yang belum diketahui perlu dibandingkan
dengan spektrum standar yang dibuat pada kondisi sama pada rentang bilangan
gelombang tertentu. Rentang bilangan gelombang spektrum spektrofotometer
FTIR dapat dilihat pada tabel 2.
24
Tabel 2. Bilangan gelombang spektrum FTIR (Supratman, 2010)
Nama Gugus Fungsi Gugus Fungsi Daerah Spektra (cm-1)
Alkana C−H 2850-2960
1350-1470
Alkena C−H 3020-3080
Aromatik C−H 3000-3100
675-870
Alkuna C−H 3300
Alkena C=C 1640-1680
Aromatik (Cincin) C=C 1500-1600
Alkohol, Eter, Asam
Karboksilat, Ester
C−O 1080-1300
Aldehid, Keton, Asam
Karboksilat, Ester
C=O 1690-1760
Alkohol, Fenol
(Monomer)
O−H 3610-3640
Alkohol, Fenol (Ikatan
Hidrogen)
O−H 2000-3600
Asam Karboksilat O−H 3000-3600
Amina N−H 3310-3500
Amina C−N 1180-1360
Nitro −NO2 1515-1560
1345-1385
Liquid Cromatography-Mass Spectrometry (LCMS)
LCMS merupakan pengembangan teknologi dan kombinasi antara
kromatografi cair dengan spektrometri massa yang mampu menganalisis dengan
tingkat sensitifitas dan selektifitas yang lebih baik. Kelebihan dari teknologi
LCMS meliputi (Vogeser et al., 2007):
1. Spesifitas. Hasil analisa yang khas dan spesifik diperoleh dari penggunaan
spektrometer massa sebagai detektor.
2. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Penerapannya tidak terbatas
untuk molekul volatil, mampu mengukur analit yang sangat polar dan
persiapan sampel cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.
3. Fleksibilitas. Pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat
fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.
25
4. Kaya informasi. Sejumlah data kualitatif maupun kuantitatif dapat diperoleh
karena seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak parameter.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-Mei 2017 di Laboratorium
Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) komplek PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain gelas ukur, erlenmeyer
250 mL, aluminium foil, botol vido, corong pisah, batang ose, cawan petri, kaki
tiga, magnetic stirer, laminar (ESCO), kertas saring, autoklaf sterilizer (SM310),
evaporator, timbangan analitik (KERN), KLT silica gel 60 F254, spektro UV-Vis
(Shimadzu) UV mini 1240, LCMS (Acquity Uplc beh C8), dan FTIR
(Shimadzu).
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain Difco TM Potato
Dextrose Agar, MP03-500G Potato Dextrose Broth, media RPMI 1640 (calcium
nitrate, potassium cholride, magnesium sulfate, sodium bicarbonate, sodium
phospate, L-Alanyl, L-glutamate, L-Arginine, L-Asam aspartic, L-glutamic acid,
L-cystine, L-glutamine, glycine, L-histidine, D-Biotin, Choline Chloride, Folic
Acid, Myo-Inositol, riboflavin, thiamine, vitamin B12, D-glucose, glutathione,
phenol) etil asetat, metanol DPPH (1,1 –diphenyl-2-picrylhydrazil), asam sulfat
27
(H2SO4), akuades, sel kultur MCF 7, akuades, serta kapang isolat SKF (Seroja Kol
Fungus) 15. SKF 15 diisolasi dari biota laut terumbu karang Seroja Kol. Sampel
terumbu karang diperoleh dari laut Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
Bahan yang digunakan untuk isolasi kapang isolat SKF 15 (Seroja Kol
Fungus) adalah Difco TM Potato Dextrose Agar (potato, glukosa, agar) untuk
media regenerasi, MP03-500G Potato Dextrose Broth (potato, glukosa) untuk
fermentasi.
Prosedur Kerja
Pembuatan Media
Pembuatan Media Regenerasi (Pelezar dan Chan, 2008)
Pada pembuatan media untuk regenerasi kapang, media yang digunakan
adalah Potato Dextrose Agar (PDA). Ditimbang Potato Dextrose Agar (PDA)
sebanyak 3,9 g, kemudian ditambahkan akuades sebanyak 100 mL dalam
erlenmeyer 250 mL. Bahan medium dicampurkan dengan pengadukan
menggunakan stirer hingga warna media terlihat bening, lalu disterilisasi
menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C dengan tekanan 1 atm. Setelah suhu
dan tekanan turun, media dikeluarkan dan diletakkan ke dalam laminar. Kemudian
media dituangkan ke dalam cawan petri steril, ditunggu 10 menit sampai media
dingin dan mengeras.
Pembuatan stock culture dan working culture (Starter) (Pelezar dan
Chan, 2008)
Pembuatan Stock Culture dilakukan dengan menginokulasi koloni ke dalam
10 cawan petri. Koloni dipisahkan dari isolat awal dengan menggunakan ose dan
28
ditanam pada media PDA (potato, dextrose, agar). Media diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 37oC. Stock disimpan dalam lemari pendingin.
Pembuatan Working Culture (Starter) dilakukan dengan menginokulasi
koloni dengan metode cokbor ke dalam 50 mL media PDB (potato, dextrose).
Media dishaker selama 10 hari.
Fermentasi Kapang Endofit (Kumala and Muhamad, 2008)
Media yang sudah diautoklaf masing-masing diinokulasi dengan kapang
endofit sebanyak 3 cokbor ditumbuhkan dalam media Potato Dextrose Broth
(PDB) sebanyak 50 mL, lalu difermentasi dengan metode fermentasi diam/statik
dan fermentasi kocok dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 10 hari.
Ekstraksi (Kumala and Muhamad, 2008)
Setelah difermentasi, kultur broth difiltrasi untuk memisahkan filtrat dan
miselium. Supernatan dan miselium tersebut lalu distirer dengan pelarut etil
asetat, pada 50 rpm selama 30 menit. Lalu dimasukkan kedalam corong pisah.
Diambil fasa etil asetat yang berada di atas. Lalu diuapkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 40˚C hingga didapatkan ekstrak pekat.
Uji Aktivitas Antioksidan (Yen and Chen, 1995)
Aktivitas radikal bebas DPPH menggunakan metode yang dilakukan oleh
Chen dan Yeng dengan sedikit modifikasi. Sampel dengan konsentrasi 200 µg/mL
dicampurkan dengan 1 mL larutan metanol yang mengandung radikal bebas
DPPH dengan kosentrasi 1 mM. Kemudian campuran dikocok dan didiamkan
selama 30 menit dalam kondisi gelap. Absorbansi diukur pada panjang gelombang
517 nm.
29
% Inhibisi = Absorbansi blanko−absorbansi sampel
absorbansi kontrol x 100%
Uji Aktivitas Antikanker secara In vitro (Tetsuo et al., 2001)
Uji aktivitas Antikanker dilakukan terhadap sel kanker payudara MCF 7
dengan metode pewarnaan Alamar blue. Uji dilakukan pada 96-well plate
Microplate rider kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃ proses
pewarnaan dilakukan dengan menambahkan Alamar blue selama 4 jam kemudian
diukur Fluoresensinya pada panjang gelombang eksitasi 560 nm; panjang
gelombang emisi, 590 nm. Persen viabilitas dihitung sebagai berikut :
% viabilitas =fluoresensi sampel−fluoresensi media
fluoresensi kontrol sel−fluoresensi media x 100%
Uji Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Hasil Fermentasi
Uji Autografi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
(Fodor-Ferenczi, 2006)
Ekstrak yang didapatkan dari filtrat sebanyak satu mg dilarutkan dengan
10 mL metanol lalu di vortex sampai larut, setelah itu ditotolkan pada plat
kromatografi lapis titpis (KLT) begitu juga pembuatan kuersetin sebagai kontrol.
Plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi fase gerak kloroform :
metanol dengan perbandingan (10:1). Plat yang mencapai garis akhir dikeluarkan
dari chamber dan dikeringkan. Kromatogram disemprot menggunakan larutan
DPPH. Larutan stok DPPH disimpan kedalam botol gelap (pembuatan larutan
DPPH selalu baru untuk setiap pengujian) lalu didiamkan selama 20 menit.
Intensitas warna DPPH akan berubah dari warna ungu menjadi kuning yang
30
disebabkan oleh elektron yang berasal dari antioksidan (Molyneux, 2004).
Menurut Listiandiani (2011), bercak pada KLT diamati di bawah sinar UV pada
254 dan 366 nm. Bercak pada plat diamati dan dihitung nilai Rf (retardation
factor) dengan rumus :
𝑅𝑓 =Jarak komponen yang bergerak
Jarak pelarut yang bergerak
Spektrofotometer UV-Vis (Molyneux, 2004)
Pengujian dilanjutkan dengan uji persentasi yaitu untuk menentukan kadar
antioksidan menggunakan spektrofotometer dengan cara ekstrak dilarutkan
didalam metanol. Ekstrak kapang dari berbagai variasi konsentrasi sebanyak 2 mL
ditambahkan 2 mL DPPH 0,002% di dalam metanol. Ekstrak didiamkan selama
30 menit di dalam botol gelap (Bendra, 2012).
Pembanding (kontrol) yang digunakan adalah kuersetin dalam metanol.
Absorbansi dari kedua larutan tersebut diukur menggunakan Varioscan Flash pada
maksimum 517 nm. Pengukuran absorbansi dilakukan 2 kali pengulangan.
Aktivitas antioksidan diukur dari penurunan absorbansi larutan DPPH akibat
penambahan ekstrak hasil fermentasi.
Analisa dengan spektrofotometer FTIR (Ariyanti et al., 2013)
Analisa spektroskopi infra merah dilakukan dengan menggunakan
peralatan spektrofotometer IR Shimadzu. Ekstrak sebanyak 1 mg digerus bersama
KBr sampai homogen kemudian dimampatkan sehingga menjadi pelet transparan
dengan ketebalan 1 mm menggunakan alat penekan hidrolik. Kemudian pelet
tersebut dimasukkan ke dalam spektrofotometer IR yang dianalisis pada bilangan
31
gelombang 400-4.000 cm-1.
Analisa Ekstraksi dengan LC-MS (Cuyckens and Claeys, 2002)
Sebanyak 1 mg fraksi teraktif etil asetat dilarutkan dalam pelarut metanol.
Sampel kemudian diinjeksikan sebanyak 20 μL kedalam LCMS (Waters, USA)
sistem ESI (Electrospray Ionisation) model ion positif, kolom C8 superco,
panjang kolom 50 mm, diameter dalam kolom 15 mm, ukuran partikel 1,8 μm
dengan kecepatan alir diatur 0,2 mL/menit, suhu kolom 40oC dan fase gerak
metanol : asetonitril (50:50). Hasil pengukuran disajikan dalam bentuk grafik LC
dan MS.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Fermentasi Kapang Endofit SKF 15
Penampakan morfologi kapang SKF 15 hasil fermentasi dapat dilihat bahwa
pada hari ke 10 sudah terlihat pembentukan miselium dan perubahan warna pada
filtrat. Pembentukan miselium (gambar 9) menandakan adanya pertumbuhan dari
kapang (Gandjar et al., 2006). Pada penelitian ini digunakan media Potato
Dextrose Broth (PDB) yang merupakan media yang umum digunakan untuk
menumbuhkan jamur, kapang dan khamir. Dilaporkan media ini memberikan
produksi zat warna dan pertumbuhan jamur yang subur (Pelezar and Chan, 2010).
Menurut Merlin et al. (2013) masa inkubasi yang kurang dari 10 hari
menghasilkan pertumbuhan dan produksi metabolit sekunder yang lebih sedikit.
Pertumbuhan kapang selama 10 hari pada media PDB dengan kondisi fermentasi
diam dan fermentasi kocok dibedakan berdasarkan filtrat dan miseliumnya (tabel
3).
Gambar 9. Pertumbuhan miselium
33
Tabel 3. Penampakan fisik pertumbuhan kapang fermentasi diam dan kocok
No. Perlakuan
Fermentasi
Tampak Fisik Miselium Tampak fisik
medium/ filtrate
FD FK FD FK FD FK
1 0 hari Belum ada
pertumbuhan
Belum ada
pertumbuhan
Medium
berwarna
kuning
bening
Medium
berwarna
kuning
bening
2 3 hari Terbentuk
serabut putih
Belum ada
pertumbuhan
Medium
berwarna
kuning
bening
Medium
berwarna
kuning
bening
3 5 hari Miselium
mulai terlihat
Serabut tipis
sedikit
menebal
Medium
beubah
menjadi
kuning
sedikit
keruh
Medium
berubah
menjadi
kuning
keruh
4 7 hari Miselium
tipis mulai
menutupi
permukaan
media
Bulatan
sedikit
membesar
dan berwarna
putih
Medium
berubah
menjadi
keruh
Medium
berubah
menjadi
keruh
5 10 hari Miselium
menebal
Miselium
berupa
bulatan
Medium
berubah
menjadi
lebih keruh
Medium
berubah
menjadi
lebih keruh
4.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Filtrat dan Miselium Hasil Fermentasi
Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak filtrat dan miselium kapang endofit
SKF 15 dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH pada
konsentrasi 200 ppm dengan dua kali pengukuran dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Aktivitas antioksidan hasil fermentasi diam dan kocok
34
Keterangan :
FK : Filtrat Kocok MK : Miselium Kocok
FD : Filtrat Diam MD : Miselium Diam
Hasil analisa pengukuran aktivitas antioksidan pada konsentrasi 200 ppm
menunjukkan bahwa ekstrak filtrat dan miselium dari fermentasi kocok dan diam
memberikan aktivitas antioksidan yang berbeda. Pada konsentrasi tersebut hasil
uji aktivitas antioksidan menunjukkan aktivitas tertinggi diperoleh dari FD (%
inhibisi sebesar 49,36) sedangkan yang terendah adalah MK (% inhibisi sebesar
4,31%). Hasil ini menunjukkan bahwa filtrat/medium memiliki peran sebagai
media pertumbuhan. Media digunakan kapang untuk menghasilkan metabolit
sekunder, pada penelitian ini dimungkinkan metabolit sekunder yang dihasilkan
kapang lebih banyak berada pada filtrat (ekstraseluler) sehingga aktivitas
antioksidan tertinggi berada pada filtrat (Nursid et al., 2013).
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi fermentasi diam adalah yang lebih
baik dari pada kondisi fermentasi kocok untuk menghasilkan senyawa-senyawa
antioksidan. Hal ini dimungkinkan kapang endofit SKF 15 bersifat anaerobik,
dimana pada kondisi fermentasi diam transfer oksigen hanya melalui permukaan
medium, sehingga transfer oksigen tidak berlebih. Sedangkan pada fermentasi
kocok adanya proses agitasi atau pengocokan yang menyebabkan ukuran
gelembung udara menjadi lebih kecil sehingga luas permukaan untuk terjadinya
transfer oksigen menjadi lebih besar. Kemampuan kapang dalam menghasilkan
metabolit sekunder memiliki cara yang berbeda-beda (Srikandance et al., 2007).
Perlakuan fermentasi terhadap sampel kapang memberikan hasil yang
berbeda terhadap aktivitas antioksidan. Hal ini membuktikan bahwa senyawa
bioaktif yang dihasilkan oleh kapang yang memiliki perbedaan jenis dan
35
karakterisasi dipengaruhi oleh perlakuan fermentasi, hal ini dibuktikan melalui
penelitian yang dilakukan Srikandance (2015) menunjukkan bahwa ektrak kapang
endofit Aspergillus sp yang diisolasi dari biota laut Seroja Kol mengandung
aktivitas antioksidan terbaik dihasilkan dari fermentasi kocok (% inhibisi sebesar
71,98%). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Artanti et al. (2011)
yang meneliti tentang aktivitas antioksidan dari kapang endofit Taxus sumatrana
yang dihasilkan dari fermentasi diam (% inhibisi sebesar 79,5%). Dengan
demikian kapang yang diidentifikasi dalam penelitian ini kemungkinan memiliki
sifat yang sama dengan kapang yang diteliti oleh Artanti et al. (2011) dengan
keadaan fermentasi diam.
Hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan
filtrat diam lebih besar dibandingkan dengan miselium (gambar 10), hal ini
menunjukkan bahwa pada kapang SKF 15 senyawa aktif antioksidan yang
dihasilkan berada lebih banyak di filtrat (ekstraseluler) dibandingkan di miselium
(intraseluler). Senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak filtrat merupakan
senyawa yang dilepas ke dalam filtrat selama proses fermentasi. Metabolit yang
terkandung dalam filtrat merupakan metabolit ekstraseluler hasil metabolisme
primer seperti polisakarida, protein dan hasil metabolisme sekunder (Nursid et al.,
2013).
4.3 Uji Autografi Aktivitas Antioksidan
Hasil uji aktivitas antioksidan dari ekstrak filtrat kapang SKF 15 dan standar
kuersetin pada KLT yang ditandai dengan perubahan warna pada plat KLT dari
ungu menjadi kuning setelah disemprotkan larutan 1,1-difenil-2-pikrihidrazil
(DPPH) (Mailandari, 2012). Dapat dilihat pada gambar 11, digunakan standar
36
kuersetin. Dikarenakan kuersetin merupakan senyawa flavonoid yang sudah
diketahui memiliki aktivitas antioksidan (Abdul et al., 2013).
Gambar 11. (a). Ekstrak filtrat diam; (b). Kuersetin
Percobaan KLT ini menggunakan eluen metanol dan klorofom dengan
perbandingan 10:1. Penggunaan eluen tersebut didasarkan pada percobaan
beberapa eluen dengan perbandingan yang bervariasi, dimana eluen terbaik
didapatkan metanol dan klorofom. Berdasarkan (gambar 13) dapat dilihat bahwa
ekstrak filtrat, positif menunjukkan keberadaan senyawa antioksidan. Hal ini
ditandai dengan adanya bercak kuning berlatar ungu yang semakin memudar
setelah disemprotkan larutan DPPH. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Azizah (2013) yang menyatakan bercak kuning berlatar ungu yang
semakin memudar setelah disemprot DPPH menandakan adanya keberadaan
senyawa antioksidan dari ekstrak sampel. Menurut Molyneux (2004), suatu
senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut
mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH ditandai
dengan semakin hilangnya warna ungu menjadi kuning pucat.
Nilai Retardation factor (Rf) digunakan untuk mengetahui komponen
senyawa yang terdapat pada eksrak filtrat yang akan dibandingkan dengan
37
kuersetin. Nilai Rf kuersetin (b) dengan menggunakan eluen klroform dan
metanol adalah 0,18 dan ekstrak filtrat (a) yaitu 0,26 dengan eluen yang sama.
Nilai Rf menunjukkan keberadaan suatu senyawa yang terdapat di dalam suatu
sampel. Dari hasil perhitungan, nilai Rf (lampiran 3) untuk ekstrak filtrat dan
kuersetin memiliki nilai Rf yang berbeda. Hal ini dapat diartikan semakin dekat
kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa
oleh fase gerak tersebut, dengan kata lain kedua ekstrak (a dan b) memiliki
kepolaran yang berbeda. Menurut Rohman (2007) untuk memaksimalkan
pemisahan daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf
yang baik terletak antara 0,2-0,8. Menurut Lasmaria (2011), sampel yang
memiliki nilai Rf yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat dikarenakan adanya
senyawa lain yang terkandung pada masing-masing ekstrak, sehingga
menghasilkan nilai Rf yang berbeda. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
nilai Rf berubah. Nilai Rf berubah karena faktor suhu, eluen dan banyaknya
senyawa yang ditotolkan. Oleh karena itu, nilai Rf tidak dapat diandalkan untuk
identifikasi senyawa sehingga perlu adanya pengujian lanjutan (Robinson, 1995).
4.4 Aktivitas antioksidan tertinggi dengan Variasi waktu Fermentasi
Dilakukan fermentasi diam untuk melihat pengaruh parameter waktu terhadap
aktivitas antioksidan ekstrak filtrat kapang SKF 15, parameter waktu fermentasi
yang digunakan yaitu 3, 5, 7, 10, 14, dan 21 hari (Gambar 12).
38
Gambar 12. Pengaruh variasi waktu fermentasi kapang endofit SKF 15
Hasil analisis menunjukkan bahwa waktu fermentasi mempengaruhi
aktivitas antioksidan. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 14. Terlihat bahwa
waktu fermentasi 7 hari memberikan aktivitas antioksidan tertinggi (% inhibisi
66,97%) atau kapang mengalami peningkatan pertumbuhan (fase logaritmik)
sedangkan pada F-3 aktivitas antioksidan (% inhibisi 43,01%) pada waktu ini
kapang memasuki fase adaptasi sampai pada waktu fermentasi hari ke-5,
kemudian akan mengalami peningkatan pertumbuhan (fase logaritmik) pada hari
ke-7 dan akan mengalami penurunan pada hari ke-12 terbukti dengan penurunan
aktivitas antioksidan yang didapat setelah fermentasi pada hari ke-12 yakni hari
ke-14 dan hari ke-21 sebesar 29,88% dan 24,50%. Mikroorganisme memerlukan
waktu adaptasi sampai hari ke-6, kemudian pertumbuhan meningkat (fase
logaritmik) sampai pada hari ke-10 (Nainggolan, 2009). Faktor-faktor yang dapat
mendukung terjadi perbedaan nilai aktivitas antioksidan berdasarkan pertumbuhan
kapang adalah media/substrat, temperatur, cahaya, pH, dan kelembaban (Gandjar
et al., 2006).
39
4.4 Sitotoksik Ekstrak dengan Aktivitas Antioksidan Tertinggi
Uji sitotoksik in vitro terhadap suatu jenis sel kanker merupakan metode
untuk memprediksi keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel kanker dari
suatu ekstrak. Dalam penelitian ini selain uji aktivitas antioksidan dengan
menggunakan metode penangkapan radikal bebas DPPH, juga dilakukan
pengujian sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF 7. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan juga memiliki
aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF 7. Hasil uji sitotoksik
ekstrak dengan aktivitas antioksidan tertinggi dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Pengaruh variasi waktu terhadap aktivitas antioksidan dan sitotoksik
Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa waktu fermentasi 3 hari memiliki
aktivitas sitotoksik tertinggi (81,13%) pada konsentrasi 200 ppm, sedangkan pada
aktivitas antioksidan dengan variasi waktu fermentasi yang sama, waktu
fermentasi 7 hari menujukkan aktivitas tertinggi yakni sebesar (66,97 %). Dari
hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan kapang berdasarkan variasi
waktu tidak sejalan dengan aktivitas sitotoksik, karena cenderung fluktuatif
(Gambar 13), tidak seperti pola pada aktivitas antioksidan (Gambar 12). Hasil ini
menunjukkan bahwa ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik juga
memiliki aktivitas sitotoksik, kemungkinan senyawa yang bersifat antioksidan
40
berbeda dengan senyawa yang bersifat sitotoksik dan kemungkinan dihasilkan
pada periode waktu pertumbuhan yang berbeda. Selain itu karena pengujian
antioksidan dan sitotoksik ini dilakukan terhadap ekstrak maka masih ada
kemungkinan efek sinergis dan antagonis dari campuran senyawa yang ada dalam
campuran tersebut. Menurut Srikandance et al. (2007) kapang endofit memiliki
kemapuan untuk menghasilkan senyawa metabolit yang berbeda-beda.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ye et al., (2012) tentang
isolasi senyawa 1,2-Benzenedicarboxaldehyde-3,4,5-trihydroxy-6methyl (flavipin)
yang diproduksi oleh kapang endofit dari Ginkgo biloba menghasilkan waktu
fermentasi optimum pada waktu 14 hari yang berpotensi sebagai antioksidan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wong et al. (2015) tentang isolasi,
identifikasi dan skrining jamur endofitik yang berasal dari biota rumput laut coklat
yang difermentasi diam selama 60 hari, hasil menunjukkan bahwa kapang endofit
Botrydiplodia sp memiliki senyawa dihidromiresetin sebagai senyawa antikanker
dan antioksidan. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing kapang endofit
memiliki aktivitas yang berbeda-beda.
4.5 Karakteristik Senyawa Aktif
4.5.1 Analisa FTIR
Hasil analisis spektroskopi FTIR ekstrak fermentasi diam menunjukkan
adanya serapan dari beberapa gugus fungsi. Sesuai yang ditunjukkan pada gambar
14.
41
Gambar 14. Hasil FTIR ekstrak filtrat diam kapang SKF 15
Berdasarkan spektrum FTIR terdapat beberapa puncak pada bilangan
gelombang tertentu dan hasil identifikasi gugus fungsi ekstrak kapang endofit
SKF 15 dibandingkan dengan referensi dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisa ekstrak filtrat diam berdasarkan spektrum FTIR
Bilangan gelombang (cm-1) Perkiraan
gugus fungsi Ekstrak filtrat
kapang
(Catauro et al., 2015) (Skoog et al., 1998)
3452.58 3448 3500-3200 O-H
2941.44 - 2970-2850 C-H
1716.65 1720 1760-1690 C=O
1668.43 1610 1680-1610 C=C
970.17 - 650-995 C-H
aromatik
1230.58 - 1300-1050 C-O
Spektrum FTIR pada tabel 4 menunjukkan beberapa serapan dari gugus
fungsi ekstrak filtrat kapang pada daerah 3452.58 cm-1 menandakan adanya gugus
hidroksi (O-H). Menurut Skoog et al., (1998) serapan pada bilangan gelombang
42
2941.44 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H sp3. Pada bilangan gelombang
1716.65 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil C=O (aldehid, keton, asam
karboksilat, ester). Ekstrak filtrat kapang juga memunculkan gugus ikatan rangkap
C=C pada bilangan gelombang 1668.43 cm-1. Sedangkan pada bilangan
gelombang 1230.58 cm-1 memunculkan gugus hidroksi C-O (alkohol, ester, asam
karboksilat, eter). Berdasarkan hasil spektrum FTIR maka senyawa dari ekstrak
filtrat kapang SKF 15 termasuk kedalam senyawa flavonoid yang mengandung
gugus aromatik, gugus hidroksi, dan karbonil.
4.5.2 Analisa LCMS
Analisa menggunakan LCMS digunakan untuk mengetahui puncak area, berat
molekul serta kemungkinan struktur senyawa yang terdapat pada ekstrak filtrat
diam kapang endofit SKF 15. Hasil identifikasi menggunakan LCMS
menghasilkan beberapa puncak spektrum kromatografi dengan waktu retensi yang
berbeda.
Gambar 15. Kromatogram LC ekstrak filtrat diam kapang SKF 15
Gambar 16. Spektrum MS ekstrak filtrat diam kapang SKF 15
43
Berdasarkan data kromatogram LCMS didapatkan senyawa yang
teridentifikasi. Identifikasi dilakukan berdasarkan spektrum massa yang terekam
pada waktu retensi tertentu. Pengolahan data pada LCMS digunakan database
Massbank dan Chemspider secara online. Spektrum hasil LCMS menunjukkan
adanya 1 peak (Gambar 15).
Terdapat kemungkinan senyawa (Gambar 16) dengan berat molekul m/z
304 pada waktu retensi 2.15. Berdasarkan analaisa dengan database Massbank dan
Chemspider diduga senyawa yang terdapat pada ekstrak filtrat SKF 15 merupakan
senyawa dihidrokuersetin (lampiran 10) yang memiliki nilai [M+H]+ sebesar 305
yang berarti kemungkinan senyawa tersebut memiliki m/z sebesar 304.
Fragmentasi MS pada ekstrak filtrat diam SKF 15 kemudian dibandingkan dengan
hasil database Massbank terhadap pola fragmentasi senyawa dihidrokuersetin.
Dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5.Perbandingan nilai [M+H]+ senyawa dihidrokuersetin
Berdasarkan pola spektrum ion fragmentasi pada tabel 5, dapat dilihat MS
pada ekstrak filtrat diam SKF 15 hampir mendekati pola spektrum ion yang
didapatkan melalui Massbank. Hal ini diduga pada ekstrak filtrat diam memiliki
kemungkinan senyawa yang sama dengan senyawa dihidrokuersetin dilihat dari
pola spektrum ion dari databse Massbank. Struktur senyawa dihidrokuersetin (8)
dapat dilihat pada gambar 17.
No Massa/ion Rumus molekul Massa target Kemungkinan senyawa
1 [M+H]+ C15H13O+
7 305.63 Dihidrokuersetin (analisa
LCMS)
2 [M+H]+ C15H13O+
7 305.05 Dihidrokueretin
(Massbank)
3 [M+H]+ C15H13O+
7 305,06 Dihidrokuersetin
(Abad-Garcia et al., 2009)
44
Gambar 17. Struktur senyawa dihidrokuersetin (Abad-Garcia et al., 2009)
Dengan demikian dapat disimpulkan kemungkinan senyawa yang didapatkan pada
ekstrak filtrat diam memiliki kemiripan dengan senyawa dihidrokuersetin
Menurut penelitian (Mosad et al., 2013) yang meneliti potensi
penangkapan radikal bebas dan aktivitas sitotoksik senyawa fenolik dari Tectna
grandis Linn menemukan beberapa senyawa yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan dan sitotoksik. Salah satu senyawa yang ditemukan adalah
dihidrokuersetin. Hasilnya menunujukkan bahwa penangkapan radikal bebas
senyawa dihidrokuersetin dikarena kemampuan penyumbang hidrogen. Pada
bagian orto-dihidroksi cincin benzene bersifat sebagai gugus aktivasi sehingga
kemampuan penyumbang atom hidrogen menjadi lebih besar untuk memainkan
peran penting dalam peningkatan aktivitas antioksidan seperti yang terdapat pada
senyawa dihidrokuersetin (Kelly et al., 2002; Zhong et al., 2006).
Flavonoid seperti flavon dan flavonol lebih banyak diminati oleh pelarut
etil asetat karena polaritasnya yang rendah. Flavon adalah salah satu senyawa
fenolik yang telah diidentifikasi sebagai antioksidan dan potensi antikanker (Gao
et al., 2012). Senyawa ini memiliki gugus hidroksi yang mampu memasok
hidrogen untuk bertanggung jawab dalam penangkapan radikal DPPH (Wen et
al., 2014; Zhou et al., 2011). Banyak penelitian menemukan bahwa kelompok
45
fungsional fenolik menunjukkan aktivitas antioksidan tinggi dikarenakan
kemampuan menangkap radikal. Atom hidrogen yang dilepaskan dari gugus
hidroksil terikat oleh radikal dan mencapai radikal fenolik yang stabil (Aksoy et
al., 2013).
Dihidrokuersetin memiliki efek positif terhadap kesehatan manusia,
karena dapat mencegah pembentukan radikal bebas (Teselkin et al., 2000;
Trouillas et al., 2004), mempengaruhi sifak fisik lipid dalam membran biologis.
Dihidrokuersetin dan kuersetin banyak digunakan dalam industri makanan dan
obat-obatan. Kedua flavonoid tersebut termasuk dalam kelompok fenol yang
memiliki aktivitas antioksidan (Theriault et al., 2000).
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak filtrat kapang endofit SKF 15 hasil fermentasi cair 10 hari dengan
menggunakan fermentasi diam dan kocok memberikan hasil aktivitas
antioksidan yang berbeda dimana pada konsentrasi 200 ppm, ekstrak filtrat
diam menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi dengan % inhibisi 49,36
sedangkan aktivitas antioksidan terendah adalah dari ekstrak miselium kocok
dengan % inhibisi 4,31.
2. Ekstrak filtrat kapang endofit SKF 15 hasil fermentasi diam yang memiliki
aktivitas antioksidan terbaik diperoleh pada fermentasi hari ke- 7.
3. Berdasarkan analisa FTIR dan LCMS Ekstrak filtrat kapang endofit SKF 15
hasil fermentasi diam diduga mengandung senyawa dihidrokuersetin golongan
flavonoid yang bersifat antioksidan dan sitotoksik.
4. Ekstrak kapang endofit SKF 15 juga menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap
sel kanker MCF 7 secara in vitro dengan % inhibisi 63,36.
5.2 Saran
Perlu dilakukan optimasi kondisi fermentasi, serta pengujian lanjutan seperti uji
fitokimia terhadap ekstrak agar diketahui golongan senyawa yang terdapat pada
ekstrak dan perlu dilakukan pemisahan sampai mendapatkan senyawa/isolat murni
yang memiliki aktivitas antioksidan dan sitotoksik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Abad-Garcia B, Garmon-Lobato S, Berrueta L.A, Gallo B, dan Vicente Francisca.
2009. A Fragmentation Study of Dihidroquercetin using triple quadrupole
mass spectrometry and its application for identification of dihydroflavonols
in Citrus juice. Rappid Commun Mass Spectrum. 23: 2785-2792. Doi :
10.1002/rcm.4182
Abdul K.R.P, Mustofa, Indwiani A. 2013. Synergistic Interaction Between
Quercetin and Doxorubicin on MCF 7 Human Breast Cancer Cell Line.
Journal Medician Science. 45(3): 120-126.
Aksoy L, Kolay E, Agilönü Y, Aslan Z, Kargioglu M. 2013. Free radical
scavenging activity, total phenolic content, total antioxidant status, and total
oxidant status of endemic Thermopsis turcica. Saudi J Biol Sci. 20(3): 235-
9.
Artanti N, Tacibana S, Kardono L.B.S and Sukiman H. 2011. Screening of
Endophytic Fungi Having Ability for Antioxidant and alfa glucosidase
Inhibitor Activities Isolated from Taxus sumatrana. Pakistan Journal of
Biological Science. 14(22) : 1019-1023. Doi : 10.3923/pjbs
Ariyanti, D.A, Anam K, dan Kusrini D. 2013. Identifikasi Senyawa Flavanoid
dari Daun Ketapang Kencana (Terminalia muelleri Benth) dan Uji Aktivitas
Sebagai Antibakteri Penyebab Bau Badan. Journal of Chem. 1(1): 94-10.
Atun S. 2005. Hubungan struktur dan aktivitas antioksidan beberapa senyawa
resveratrol dan turunanya.
Atun S. 2014. Metode Isolasi dan Identifikasi Struktur Senyawa Organik
Bahan Alam. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(2): 53-61.
Azizah S.K. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Isolat-Isolat Kapang dari
Tanaman Mangrove Avicennia sp. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuallah Jakarta.
Bendra A. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Premma oblongata Miq.
Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia dari
Fraksi Teraktif [Skripsi]. FMIPA. Universitas Indonesia.
Catauro M, Papale F, Bollino F, Piccolella S, Marciano S, Nocera p, and Pacifico
S. 2015. Silica/quercetin Sol-Gel Hybrids as Antioxidant Dental Implant
Materials. Science and Technology of Advanced Materials. Doi:
10.1088/1468-6996/16/3/035001.
Clay K. 2004. Fungi and the food of the gods. Nature. 427: 401-402.
48
Cuyckens dan Claeys. 2002. Optimization Of A Liquid Chromatography Method
Based on Simultaneous Electrospray Ionization Mass Spectrometric and
Ultraviolet Photodiode Array Detection for Analysis Of Flavonoid
Glycosides. J. Mass Spectrom. 16: 2341–2348.
Fodor-Ferenczi K, Vegh Z, and Renger B. 2006. Thin-layer Chromatography in
Testing The Purity of Pharmaceuticals, TrAC Trends in Analytical
Chemistry. 25(8): 778-789.
Fox E.M, and Howlett J.B. 2008. Secondary metabolism: regulation and role in
fungal biology. Curr. Opin. Microbiol. 11: 1-7.
Fried B, and Sherma J. 1992. Thin Layer Cromatography Techniques and
Application. Marcel Dekker, Inc. New York. 23-24.
Gandjar I, Sjamsuridzal W and Oetari A. 2006. Mikologi : Dasar dan Terapan.
Edisi : 1. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia N.E. Es-Safi, S. Ghidouche, P.H.
Ducrot, Molecule. 12-2228.
Gao Y, Zhao J, Zu Y, Fu Y, Liang L, Luo M. 2012. Antioxidant properties,
superoxide dismutase and glutathione reductase activities in HepG2 cells
with a fungal endophyte producing apigenin from pigeon pea [Cajanus
cajan (L.) Millsp.]. Food Res Int. 49(1):147-52.
Giorgio P. 2000. Flavonoid and Antioxidant. Natural Product J. 63(7): 1035-
1043.
Gitawati R. 1995. Radikal Bebas Sifat dan Peran Dalam Menimbulkan
Kerusakan/Kematian Sel. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi.
Badan Litbang Kesehatan. Jakarta.
Gritter R, Robbit J.J.M, and Schwarting S.E. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi
Kedua. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung. ITB.
Hahn-Deinstrop, Elke. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography: Best Practice
and Avoidance of Mistakes. Germany: Willey-vch Verlag GmbH &
Co.KGaA, Weinheim.
Hermanto S. 2009. Mengenal lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi &
Spektroskopi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibrahim, Sanusi A.N.D.S, Marham. 2013. Teknik Laboraturium Kimia Organik.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kelly E.H, Anthony R.T and Dennis J.B. 2002. Flavonoid antioxidants:
Chemistry, metabolism and structure-activity relationships. Journal of
Nutritional Biochemistry, 13: 572-584.
Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
49
Kumala S, and Muhammad G. 2008. Isolasi dan Penapisan Kapang Endofit
Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai Penghasil Senyawa
Antibakteri. MEDICINUS (Scientific Journal of Pharmaceutical
Development and Medical Application) 21: 15a.
Kurniasari. 2006. Metode Cepat Penentuan Flavonoid Total Meniran
(Phyllantusniruri I.) Berbasis Teknis Spektrofotometri Inframerah dan
Kemometrik. Bogor: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.
Lasmaria C. 2011. Antioksidan yang Dihasilkan kapang Aspergillus spp. dan
pengaruhnya Terhadap Perbaikan Jaringan Hati Tikus Putih (Rattus
novegicus L) Galur Sprague Dawley. [Tesis]. Program Pascasarjana. UI.
Depok.
Mangan Y. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. PT.Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Merlin J.N, Nimal C, Praveen P.K, and Agastian P. 2013. Optimization Of
Growth And Bioactive Metabolite Production : Fusarium solani. Asian
Journal Of Pharmaceutical And Clinical Research, 6(3): 98-103.
Miller M.J, Diplock A.T, and Rice-Evan C.A. 1995. Evaluation of the total
antioxidant activity as a marker of the deterioration of apple juice on
storage. J. Agric. Food. Chem. 43:1794-1801.
Mosad A, Ghareeb, Hussein A, Shoeb, Hassan M.F. Madkour, Laila A, Refahy,
Mona A, Mohamed and Amal M, Saad. 2013. Radical Scavenging
Potential and Cytotoxic Activity of Phenolic Compounds From Tectona
grandis Linn. Global Journal of Pharmacology 7 (4); 486-497; doi :
10.5829/idosi.gjp.2013.7.4.8263
Molyneux P. 2004. The use of sTABEL free radical diphenylpicrylhyddrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Techol.
26(2): 211-19.
Moon B.S, Ryoo I.J, Yun B.S, Bae K.S, Lee K.D,Yoo I.D, and Kim J.P. 2006.
Glyscavins A,B and C, new phenolic glycoside antioxidant produced by a
fungus Mycelia sterilia F020054. J. Antibiot. 59: 735-739.
Nainggolan, J. 2009. Kajian Pertumbuhan Bakteri Acetobacter sp. Dalam
Kombucha-Rosela Merah (Hibiscus Sabdariffa) Pada Kadar Gula dan
Lama Fermentasi Yang Berbeda. Tesis. Universitas Sumatra Utara:
Medan.
NCBI. 2013 [Online], Available: http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/
Neldawati, Ratnawulan, Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penetuan Kadar Flavonoid Untuk Berbagai Jenis daun Tanaman Obat.
Journal of Pilar Of Physics. 2: 76-83.
50
Nogurira M.A, Diaz G, Andriali W, Faiconi A.F, and Stangarlin S.R. 2006.
Secondary metabolism from Diplodia maydis and Sclerotium rolfsi with
antibiotic activity. Braz. J. Microbiol. 37: 14-16.
Nur A, and Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologis.
Bogor: PAU Ilmu Hayat IPB.
Nursid M, Fajarningsih N.D, and E. Chasanah. 2013. Isolasi, Identifikasi Dan
Optimasi Produksi Emestrin B dari Kapang Laut Emericella nidulans.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Terbaik. Balitbang KKP.
Owen T. 2000. Fundamentals of UV-Visible Spectroscopy. Agilent
Technologies. Germany.
Page A.B, Page A.M, Noel C. 1993. A New Flourimetric Assay for Cytotoxicity
Measurements In Vitro. Int Journal Oncol. 3:473-476.
Patil M.P, Patil R.H, Patil S.G and Maheswari V.L. 2014 Endophtic Mycoflora of
Indian Medicinal Plant, Terminalia arjuna and Biological Activities.
International Journal of Biotechnology for Wellness Industries. 3: 53-61.
Pelezar M.J and Chan E.S.C. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta. UI Press.
Radji M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan
Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 113-126.
Radulovic N, Stankov-Jovanovic V, Stojanovic G, Smelcerovic A, Spiteller M,
and Asakawa Y. 2007. Screening of in vitro antimicrobial and antioxidant
activity of nine Hypericum species from the Balkans. Food. Chem. 103:
15-21.
Rampersad S.N. 2012. Multiple Applications of Alamar Blue as an Indicator of
Metabolic Function and Celluar Health in Cell Viability Bioassays.
Journal Sensors. 12347-12360.
Reynertson K.A. 2007. Rytochemical analysis of bioactive constituen from edible
Mytaceae fruit. Disertation, The City University of New York.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB Press. Bandung.
Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Pustaka Pelajar,
Yogykarta.
Sastrohamidjojo H. 1992. Kromatografi, Liberty, Yogyakarta.
Septiana E, and Simanjuntak P. 2017. Pengaruh Kondisi Kultur yang Berbeda
Terhadap Aktivitas Antioksidan Metabolit Sekunder Kapang Endofit Asal
Akar Kunyit. Traditional Medicine Journal. 22(1): 31-36.
51
Shinta S, Toripah, Jemy A, and Frenly W. 2014. Aktivitas Antioksidan dan
Kandungan Total Fenolik Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam).
Pharmacon J. 3(4).
Silalahi J. 2002. Senyawa polifenol sebagai komponen aktif yang berkhasiat
dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia. 52(10): 361-4
Siswandono S.B. 2000. Kimia Medisinal. Edisi ke-2. Airlangga University.
Skoog D.A, Holler F.J, and Nieman T.A. 1998. Principles of Instrumental
Analysis Edisi ke-5. Orlando. Hourcourt Brace.
Soebachman A, 2011. Kanker Paling Mematikan. Yogyakarta: Syura Media
Utama, hal 37-38.
Srikandance Y, Hapsari Y, and Simanjuntak P, 2007. Seleksi Mikroba Endofit
Curcuma zedoaria dalam Memproduksi Senyawa Kimia Antimikroba.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2):77-84.
Srikandance Y, 2015. Potensi Polisakarida Kapang Endofitik Aspergillus sp1 dari
Terumbu karang Seroja kol Sebagai Sumber Antioksidan. Prosiding
Simposium Nasional dan Inovasi dan Pembelajaran Sains 2015. Bandung,
Indonesia.
Strobel G.A, and Bryn D. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and
their natural products. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 67: 491–502
Strobel G, and Daisy B. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and
Their Natural Product. Journal Microbiology and Molecular Biology
Review, 67(4) : 491-502.
Sudjadi. 1983. Penentuan struktur senyawa organik. Fakultas Farmasi UGM.
Ghalia Indonesia. Bandung.
Sukardja, I Dewa Gede, 2000. Onkologi Klinik Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.
Supratman U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Widya
Padjajaran.
Tahir I. 2008. Arti Penting kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik: Aplikasi
Pada Penggunaan PH Meter dan Spektrofotometer UV Vis.
UGM. Yogyakarta.
Tan R.X, and Zou, W.X. 2001. Endophytes: a Such Source of Functional
Metabolites.
Teselkin Y.O, Babenkova I.V, Kolhir V.K, Baginskaya A.I, Tjukavkina N.A,
Kolesnik Y.A, Selivanova I.A, Eichholz A.A. 2000. Dihydroquercetin as a
52
means of antioxidative defence in rats with tetrachloromethane hepatitis.
Phytother. Res. 14: 160–162.
Tetsuo K, Yoshinosuke U, Xu P, Ken I.F and Makoto T. 2001. L-2,5
Dihydrophenylalanine, an Inducer of Cathepsin-dependent Apoptosis in
Human Promyelocytic Leukemia Cells (HL-60). The Journal of
Antibiotic, 54(10) : 810-817.
Theriault A, Wang Q, Iderstine S.C.V, Chen B, Franke A.A, Adeli K. 2000.
Modulation of hepatic lipoprotein synthesis and secretion by taxifolin, a
plant flavonoid. J. Lipid Res. 41: 1969–1979.
Tjitrosomo, Soetarmi S, Sugiri N. 1996. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta
Trouillas P, Fagnère C, Lazzaroni R, Calliste C, Marfak A, Duroux J.A. 2004.
Theoretical study of the conformational behavior and electronic structure of
taxifolin correlated with the free radical-scavenging activity. Food Chem.
88: 571–582.
Vogeser M, Parhofer K.G. 2007. Liquid Chromatography Tandem-mass
Spectrometry (LCMS/MS)-Tehnique and Application In Endocrinology.
Exp Clin Endocrinol Diabetes. 115: 559-570. Doi :10.1055/s-2007-981458.
Wen L, Wu D, Jiang Y, Prasad KN, Lin S, Jiang G. 2014. Identification of
flavonoids in litchi (Litchi chinensis Sonn.) leaf and evaluation of anticancer
activities. J Funct Foods. 6(1):555-63.
Widowati T, Bustanussalam, Sukiman H, and Simanjuntak P. 2016. Isolasi dan
Identifikasi Kapang Endofit dari Tanaman Kunyit (Curcuma longa L)
Sebagai Penghasil Antioksidan. Biopropal Industri. 7(1): 9-16.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Windono T, Soediman S, Yudawati U, Ermawati E, Srielita, Erowati T.I 2001. Uji
Peredam Radikal Bebas terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH)
dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo
Biru dan Bali. Artocarpus. 1: 34-43
Wong C, Peter P, Lee T, Samuel L, Aazani M, and Moritz M. 2015. Isolation,
Identification and Screening of Antimicrobial Properties of the Marine-
Derived Endophytic Fungi from Marine Brown Seaweed. ISSN 9(4):
1978-3477, eISSN 2087-8575. Doi : 10.5454/mi.9.4.1
Ye Y, Xiao Y, Ma L, Li H, Xie Z, Wang M, Ma H, Tang H, Liu J. 2013. Flavipin
in Chaetomium globusum CDW 7, an Endophytic Fungus From Ginkgo
biloba, Contributes to Antioxidant Activity. Microbiol Biotechnol. 97:
7131-7139. Doi : 10.1007/s00253-013-5013-8.
53
Yen G.C, and Chen H.Y. 1995. Antioxidant activity of various tea extract in
relation to their antimutagenicity. Journal of agricultural and food
chemistry. 43(1): 27-32.
Zhou K, Wang H, Mei W, Li X, Luo Y, Dai H. 2011. Antioxidant activity of
papaya seed extracts. Molecules. 16(8): 6179-92.
Zhong-Yi C, Mei S, Jie X, Qiong L and Harold C. 2006. Structure-radical
scavenging activity relationships of phenolic compounds from traditional
Chinese medicinal plants. Life Sciences. 78: 2872-2888.
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir penelitian
- Uji Autografi & Aktifitas Antioksidan
dengan DPPH
Isolat kapang endofit
(diisolasi dari biota laut Seroja kol)
peremajaan
-Fermentasi kocok
media cair PDB -Fermentasi kocok
media cair PDB
Filtrat Miselium Miselium Filtrat
- Ekstraksi etil asetat 3x
evaporasi
Ekstrak
filtrat Ekstrak
miselium
Ekstrak
miselium Ekstrak
filtrat
Ekstrak dengan
aktivitas antioksidan
terbaik
Karakterisasi dengan
spektrofotometer Uv-
Vis, LCMS & FTIR
Uji sitotoksisitas
terhadap sel kanker
payudara MCF 7
55
Lampiran 2. Perhitungan aktivitas antioksidan
Tabel 6. Perhitungan aktivitas antioksidan
Sampel Abs 1 Abs 2 Average % inhibisi at 200 ppm
Blanko 1.169 1.173 1.171
FK 1.102 1.108 1.105 5.64
MK 1.103 1.138 1.1205 4.31
FD 0.577 0.609 0.593 49.36
MD 1.08 1.128 1.104 5.72
QUERCETIN 0.049 0.035 0.042 96.41
Contoh perhitungan aktivitas antioksian
% Inhibisi = Absorbansi blanko−absorbansi sampel
absorbansi kontrol x 100%
% Inhibisi = 1.171− 1.105
1.171 𝑥 100 %
% Inhibisi = 5.6 %
Lampiran 3. Aktivitas antioksidan variasi waktu fermentasi
Tabel 7. Aktivitas antioksidan variasi waktu fermentasi
Sampel Abs 1 Abs 2 Average % Inhibisi
Blanko 0.669 0.633 0.651
F3 0.385 0.357 0.371 43.01
F5 0.294 0.296 0.295 54.69
F7 0.205 0.225 0.215 66.97
F10 0.257 0.269 0.263 59.60
F14 0.454 0.459 0.4565 29.88
F21 0.509 0.474 0.4915 24.50
56
% Inhibisi = Absorbansi kontrol−absorbansi sampel
absorbansi kontrol 𝑥 100%
0.65 = 0.65−0.371
0.65 𝑥 100%
= 43.0
Perhitungan Nilai Rf
Rf = Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak batas akhir eluent dari titik awal
1. Rf Kromatografi Lapis Tipis
Rf = 2.5
5 = 0.5
Rf = 1.3
5 = 0,26
57
Lampiran 4. Hasil uji sitotoksik MCF 7
Tabel 8. Hasil uji sitotoksik MCF 7
Sampel Fl 1 Fl 2 Average % Inhibisi
FD 806.4 794.8 800.6 63.36
F3 487 465.2 476.1 81.13
F5 816.9 803.4 810.15 62.83
F7 1425 989.1 1207.05 41.10
F10 893.9 758.5 826.2 61.95
F14 685 786.2 735.6 66.92
F21 1603 1354 1478.5 26.23
Media 65.812 65.817 131.625
Cell 1005.5 952 1957.5
Perhitungan :
% viabilitas =fluoresensi sampel−fluoresensi kontrol media
fluoresensi kontrol sel−fluoresensi kontrol media x
% Inhibisi = 100 − % viabilitas
FD
% viabilitas =fluoresensi sampel−fluoresensi kontrolmedia
fluoresensi kontrol sel−fluoresensi kontrol media x 100%
% viabilitas =800.6−131.625
1957.5−131.625 x 100%
= 36.63
% Inhibisi = 100 - % viabilitas
= 100 – 36.63
= 63.36
59
Lampiran 6. Hasil analisa LCMS
SKF 15 LC MS –ESI pos ion
Vol injection 5 ul
Flow 0.2 ml/min
Collumn C-8 (15mm x 2 mm)
Eluent MeOH + ACN = 80+20
Index Time Lower Bound Upper Bound Height Area
1 2.150417 1.803933 2.458700 142 762.80
Rt 2.15
0 2 4 6 8 10
Retention Time (Min)
0
142.1
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% In
ten
sit
y
BPI=>NR(2.00)
T2.2
94.0 165.8 237.6 309.4 381.2 453.0
Mass (m/z)
0
148.0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
% In
ten
sit
y
Mariner Spec /57:58 (T /2.15:2.19) -48:50 (T -2.15:2.19) ASC=>NR(2.00)[BP = 124.2, 148]
124.19
146.29
305.63125.19 168.31 253.48211.43
62
Lampiran 7. Foto-foto Penelitian
Peremajaan kapang (0 hari) Peremajaan kapang (14 hari)
Fermentasi diam kapang pada PDB (0 hari) Fermentasi diam kapang (10 hari)
Fermentasi kocok kapang pada PDB (0 hari) Fermentasi kocok kapang (10 hari)
63
Miselium kapang hasil fermentasi Ekstraksi filtrat hasil fermentasi
Ekstrak hasil evaporasi Uji aktivitas antioksidan
Sediaan sel kanker MCF 7