4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Formulasi Mie Basah Spirulina Terpilih
Mie basah yang dibuat pada penelitian ini berbeda dengan mie basah
yang telah ada di pasaran. Mie basah dibuat dengan penambahan Spirulina yang
bertujuan untuk meningkatkan kandungan gizi pada mie. Penelitian ini dibuat
empat jenis mie dengan perlakuan penambahan konsentrasi Spirulina yang
berbeda, yaitu sebesar 0%, 5%, 10% dan 15%. Mie basah dengan penambahan
Spirulina 0%, 5%, 10% dan 15% dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Mie basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda.
Penentuan formulasi mie basah Spirulina terpilih dilihat berdasarkan
komposisi kimia dan uji organoleptik. Penambahan Spirulina ke dalam mie basah
diharapkan mampu meningkatkan nilai gizi dan hasil pengujian organoleptiknya
masih dapat diterima oleh panelis. Mie basah Spirulina terpilih selanjutnya
dilakukan pengujian kandungan serat pangan (dietary fiber) serta pengujian
mikrobiologis pada penyimpanan suhu chilling (6-7 °C).
26
4.1.1 Komposisi kimia mie basah Spirulina
Bahan pangan yang baik yaitu bahan pangan yang mempunyai komposisi
gizi yang lengkap meliputi air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Setiap
komponen ini harus diketahui jumlahnya agar pemenuhan gizi dalam tubuh dapat
terpenuhi secara tepat. Komposisi kimia ini dapat diketahui dengan cara analisis
proksimat. Komposisi kimia Spirulina yang digunakan pada pembuatan mie
Spirulina dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia Spirulina
Komposisi kimia Jumlah (%) Kadar air 5,86 Kadar abu 8,73 Protein 66,26 Lemak 2,40
Kadar air yang terkandung dalam Spirulina hanya sebesar 5,86%.
Rendahnya kadar air ini karena pengeringan yang dilakukan menggunakan
spray dryer dengan suhu 120 °C. Kadar abu dan lemak pada Spirulina
masing-masing 8,73% dan 2,40%. Komposisi kimia yang terbesar
dikandung oleh Spirulina adalah protein, yaitu sebesar 66,26%. Richmond (1988)
menyatakan hasil analisis asam amino dari Spirulina mexican yang dikeringkan
dengan spray dryer ditemukan 18 asam amino. Berdasarkan hasil penelitian
Choi et al. (2003) Spirulina yang dikultivasi selama 30 hari dengan urea
sebagai sumber nitrogen memiliki kandungan asam amino tertinggi yaitu
sebesar 173 mg/g berat kering.
Komposisi kimia Spirulina tidak selalu sama, dipengaruhi oleh banyak
faktor. Colla et al. (2007b) menyebutkan bahwa suhu dan media kultivasi
berpengaruh terhadap biomassa, protein, lemak dan fenol. Suhu kultivasi
sebesar 35 °C memberikan pengaruh negatif terhadap produksi biomassa dan
memberikan pengaruh positif terhadap protein, lemak dan fenol. Tingginya
kandungan protein dan rendahnya lemak pada Spirulina menjadi kelebihan
tersendiri, sehingga para vegetarian atau konsumen yang sedang melakukan diet
tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi Spirulina. Pengaruh penambahan
Spirulina pada komposisi kimia mie dapat dilihat pada Tabel 6.
27
Tabel 6 Komposisi kimia mie basah Spirulina.
Kode Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Mentah Matang Mentah Matang Mentah Matang Mentah Matang
S0 31,04 59,82 1,38 0,50 9,53 5,74 5,67 2,17 S5 31,09 60,88 2,71 0,86 11,86 6,79 5,86 2,25 S10 29,78 60,62 2,82 0,89 12,41 7,60 6,10 2,43 S15 30,19 61,07 2,93 0,93 13,96 8,03 6,39 2,57
Keterangan: S0 : mie dengan penambahan Spirulina 0% S5 : mie dengan penambahan Spirulina 5% S10 : mie dengan penambahan Spirulina 10% S15 : mie dengan penambahan Spirulina 15%
Komposisi kimia mie basah Spirulina diuji dalam keadaan mentah dan
matang. Mie basah Spirulina matang yaitu mie setelah direbus selama 2 menit
pada suhu 100 °C. Pengujian komposisi kimia mie basah Spirulina matang
dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan komposisi kimia mie basah
Spirulina yang telah siap untuk dikonsumsi.
Penambahan Spirulina ke dalam mie basah secara umum
memperlihatkan peningkatan terhadap komposisi gizi, terutama protein.
Kandungan protein pada mie basah mentah meningkat cukup signifikan seiring
dengan semakin banyaknya konsentrasi Spirulina yang ditambahkan yaitu sebesar
9,53% pada mie basah dengan penambahan Spirulina 0% dan 13,96% pada
mie basah dengan penambahan Spirulina 15%. Hal yang sama terjadi pada mie
basah yang telah matang. Semakin banyak Spirulina yang ditambahkan, semakin
besar pula kandungan protein pada mie basah, yaitu sebesar 5,74% pada mie
basah dengan penambahan Spirulina 0% dan 8,03% pada mie basah dengan
penamban Spirulina 15%.
Besarnya peningkatan kandungan protein pada mie basah setelah
penambahan Spirulina tidak sejalan peningkatan kadar air, kadar abu dan lemak.
Hal ini karena kandungan air, abu dan lemak pada Spirulina yang ditambahkan
tidak terlalu besar. Kadar air pada mie basah matang dengan penambahan
Spirulina 0% dan 15% berturut-turut sebesar 31,04% dan 30,19%, sedangkan
pada mie basah mentah berturut-turut 59,82% dan 61,07%.
Kadar abu menyatakan jumlah mineral yang terkandung di dalamnya.
Kadar abu mie basah setelah penambahan Spirulina lebih besar bila dibandingkan
28
dengan kadar abu mie basah tanpa penambahan Spirulina. Mie basah dengan
penambahan Spirulina 15% memiliki kadar abu tertinggi, yaitu sebesar 2,93%
pada kondisi mentah dan 0,86% setelah dimatangkan.
Kandungan lemak Spirulina hasil uji proksimat menunjukkan nilai yang
terendah dibandingkan komposisi kimia yang lain. Hal ini menyebabkan
penambahan Spirulina ke dalam mie basah tidak mengakibatkan perubahan
kandungan lemak yang terlalu besar. Kadar lemak tertinggi terdapat pada mie
basah dengan penambahan Spirulina 15%, yaitu sebesar 6,10% pada kondisi
mentah dan 2,43% setelah dimatangkan.
1) Kadar air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan.
Air merupakan komponen yang paling penting dalam bahan pangan, karena dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa bahan pangan. Kandungan air
dalam bahan pangan juga menentukan daya terima, kesegaran, serta daya simpan
bahan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis kadar air mie basah mentah dan
matang dengan penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Kadar air mie basah Spirulina
( mie basah mentah; mie basah matang). Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan
huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Data hasil analisis kadar air dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui
sebaran data. Data hasil analisis kadar air menyebar normal karena nilai
p-value lebih besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data
menyebar normal, kemudian dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam
29
(Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina tidak memberikan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air yang terkandung di dalam mie basah.
Hal ini terjadi baik pada mie basah mentah maupun pada mie basah matang.
Besarnya kadar air yang terkandung pada mie basah matang berkisar antara
59,82%-61,07%, sedangkan mie basah mentah berkisar antara 29,78%-31,09%.
Nilai ini sesuai dengan persyaratan mutu SNI 01-2987-1992 bahwa kadar air mie
basah sekitar 20-35%. Besarnya kadar air pada mie basah mentah ini tidak jauh
berbeda dengan kandungan air mie basah yang berada di pasaran. Menurut
Widaningrum et al. (2005), kadar air mie basah di pasaran yaitu sebesar 31,2%.
Besarnya kadar air pada mie basah yang telah dimasak berkisar
antara 59,82-61,07%. Adanya proses perebusan menyebabkan peningkatan
kadar air sekitar 50%. Peningkatan ini disebabkan oleh sifat dari pati yang
cenderung suka air (hidrofil). Winarno (1992) menyatakan apabila pati mentah
dimasukkan ke air panas maka pati tersebut akan menyerap air dan membengkak
(gelatinisasi). Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar,
maka kemampuannya untuk menyerap air sangat besar. Pemanasan menyebabkan
air yang semula berada di luar granula bebas bergerak sebelum suspensi
dipanaskan, menjadi berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak
dengan bebas lagi. Hal itulah yang secara langsung mempengaruhi kadar air
produk.
Kadar air pada masing-masing mie basah besarnya tidak jauh berbeda.
Hal ini dikarenakan penambahan air pada masing-masing adonan mie basah sama.
Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan mie. Tanpa adanya air,
pembentukan protein gluten yang elastis tidak dapat terjadi (Fu 2008).
2) Kadar abu
Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan mineral bahan pangan
secara kasar. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal
sebagai zat organik atau kadar abu. Bahan-bahan organik dalam makanan akan
terbakar selama proses pembakaran, sedangkan bahan anorganik tidak terbakar,
karena itulah disebut kadar abu (Winarno 2008). Hasil analisis kadar abu mie
basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 6.
30
Gambar 6 Kadar abu mie basah Spirulina
( mie basah mentah; mie basah matang). Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan
huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Data hasil analisis kadar abu dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui
sebaran data. Data hasil analisis kadar abu tidak menyebar normal karena
nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (Lampiran 3), oleh karena itu dilakukan
transformasi data dengan rumus (ln x)/234. Analisis ragam kemudian dilakukan
setelah diketahui bahwa data menyebar normal. Hasil analisis ragam (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kadar abu mie basah, baik kondisi mentah maupun matang.
Uji Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu mie basah, baik matang maupun
mentah. Semakin besar penambahan Spirulina, semakin besar pula kadar abu
di dalam mie basah. Kadar abu mie basah mentah pada penelitian ini berada
pada rentang 1,38-2,93%. Nilai ini telah sesuai dengan persyaratan mutu
berdasarkan SNI 01-2987-1992 yang menyatakan bahwa kandungan maksimal
abu pada mie basah sebesar 3%. Kadar abu mie basah mentah yang dibuat pada
penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mie basah yang berada di
pasaran. Menurut Widaningrum et al. (2005), kadar abu pada mie basah yang
berada di pasaran hanya mencapai 0,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
mineral pada mie basah komersial yang berada di pasaran lebih rendah.
Poses perebusan menyebabkan penurunan kadar abu lebih dari 50%
pada semua perlakuan. Kadar abu pada mie basah mentah berkisar antara
1,38-2,93%, kemudian setelah direbus turun menjadi 0,5-0,93%. Berdasarkan
31
hasil penelitian Lola (2009), perebusan menyebabkan penurunan kadar abu pada
Solanecio biafrae dan Solanum nigrum hingga lebih dari 50%. Penurunan ini
disebabkan oleh terlarutnya mineral pada saat proses perebusan. Penurunan kadar
abu juga disebabkan oleh meningkatnya kadar air yang terkandung di dalam mie
basah, sehingga rasio kadar abu menjadi rendah.
Kadar abu merupakan jumlah mineral yang terkandung di dalamnya.
Kadar abu pada mie Spirulina lebih besar dibandingkan mie basah tanpa
Spirulina. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Spirulina dapat
meningkatkan kadar abu. Henrikson (2009) menyatakan bahwa Spirulina
mengandung mineral. Mineral yang terkadung dalam Spirulina antara lain
kalsium, besi, magnesium, sodium, potasium, fosfor, seng, mangan, tembaga, dan
krom. Kadar abu dalam bahan pangan seperti mie tidak boleh terlalu tinggi,
karena kadar abu dalam mie dapat memberikan efek negatif terhadap warna
mie (Hou dan Kruk 1998).
3) Kadar protein
Protein merupakan komponen kedua yang paling banyak terdapat dalam
mie setelah air. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis proksimat mie yang
disajikan pada Tabel 5. Protein merupakan salah satu makronutrien yang
berperan dalam pembentukan biomolekul dan juga dapat juga dipakai sebagai
sumber energi. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung C, H,
O dan N (Winarno 2008). Hasil analisis kadar protein mie basah dengan
penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 7.
32
Gambar 7 Kadar protein mie basah Spirulina
( mie basah mentah; mie basah matang). Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan
huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Data hasil analisis kadar protein dilakukan uji kenormalan untuk sebaran
data. Data hasil analisis kadar protein menyebar normal karena nilai p-value lebih
besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data menyebar normal,
kemudian dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kadar protein mie basah, baik kondisi mentah maupun matang. Uji
Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein mie basah. Semakin banyak
Spirulina yang ditambahkan semakin besar pula protein yang terkandung di dalam
mie basah.
Penambahan 15% Spirulina pada mie basah mentah menyebabkan
kenaikan kandungan protein yang cukup besar hingga mencapai 13,96%.
Kandungan protein pada mie yang dibuat jauh di atas batas minimal yang
ditentukan pada SNI 01-2987-1992 yaitu sebesar 3%. Nilai ini sangat jauh
berbeda dengan kandungan protein pada mie basah komersial yang ada di pasaran.
Widaningrum et al. (2005) melaporkan bahwa kandungan protein mie basah
komersial hanya mencapai 6,7%. Rendahnya kandungan protein pada mie basah
komersial dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain kualitas
tepung terigu serta bahan-bahan campuran yang digunakan dalam pembuatan mie
basah.
33
Kandungan protein mie basah mentah lebih besar bila dibandingkan
mie basah matang (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa perebusan
menyebabkan penurunan kandungan protein. Proses termal yang terjadi
selama perebusan dapat menyebabkan protein terdenaturasi. Denaturasi
merupakan proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan
garam dan terbentuknya lipatan molekul (Winarno 1992). Menurut hasil
penelitian Ju et al. (2001) suhu di atas 70 °C mengakibatkan denaturasi albumin,
globulin, glutein, dan pati tepung beras. Kandungan protein di dalam mie basah
selain meningkatkan mutu mie basah, juga akan menciptakan adonan yang liat
sehingga tidak mudah putus (Fu 2008).
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi
pada mie basah, salah satunya penambahan wortel ke dalam mie basah. Menurut
Nasution et al. (2006) penambahan 50 g wortel (33,33% dari bobot terigu)
hanya meningkatkan kandungan protein dari 23 g menjadi 23,5 g (2,17%).
Penambahan 15% Spirulina mampu meningkatkan protein sebesar 4,43%,
sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan Spirulina jauh lebih efektif dalam
meningkatkan kandungan protein mie basah dibandingkan dengan wortel.
Spirulina yang digunakan pada penelitian ini mengandung protein
sebesar 66,26%. Protein pada Spirulina tersusun dari beberapa asam amino.
Hasil penelitian Choi et al. (2003) menunjukkan bahwa Spirulina yang dikultivasi
selama 30 hari dengan urea sebagai sumber nitrogen mengandung asam amino
yang terdiri dari leusin (15,6 mg), valin (13,2 mg), fenilalanin (8,7 mg), treonin
(8,4 mg), lisin (7,0 mg), metionin (2,5 mg), dan triptofan (1,1 mg) yang
dihitung per gram berat kering Spirulina. Protein memiliki fungsi penting di
dalam tubuh antara lain berperan dalam pergantian sel-sel tua dengan sel-sel baru
dan membantu mengatur tekanan osmosis dan keseimbangan pH pada
cairan biologis (Hammond 2008). Protein juga berfungsi sebagai pemberi
kalori, bila jumlah karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan
tubuh (Muchtadi 2008).
4) Kadar lemak
Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang larut dalam eter,
kloroform dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang
34
lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak
dapat menghasilkan 9 kkal/g, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/g. Hasil analisis kadar lemak mie basah matang dan mentah
dengan perlakuan penambahan Spirulina disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Kadar lemak mie basah Spirulina
( mie basah mentah; mie basah matang). Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan
huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Data hasil analisis kadar lemak dilakukan uji kenormalan untuk sebaran
data. Data hasil analisis kadar lemak menyebar normal karena nilai p-value lebih
besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data menyebar normal,
kemudian dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05)
terhadap kadar lemak, baik kondisi mentah maupun matang. Uji Tukey
(Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh
yang berbeda nyata terhadap kadar lemak. Penambahan Spirulina menyebabkan
kenaikan kadar lemak yang berbeda nyata kecuali pada mie basah dengan
penambahan Spirulina 5% yang telah dimatangkan tidak berbeda nyata dengan
mie basah tanpa penambahan Spirulina (0%).
Perubahan kandungan lemak pada mie basah Spirulina tidak terlalu
besar. Hal ini terjadi karena kandungan lemak pada Spirulina kecil, yaitu
sebesar 2,40%. Kadar lemak mie basah mentah yang dibuat pada penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak pada mie basah komersial. Hasil
35
penelitian Widaningrum et al. (2005) menunjukkan bahwa kadar lemak mie basah
komersial yang berada di pasaran hanya mencapai 3,6%.
Spirulina mengandung asam lemak esensial (EFA) yang bermanfaat bagi
tubuh. Asam lemak esensial (EFA) yang terkandung dalam setiap gram Spirulina
sebesar 54,6 mg yang terdiri dari miristik (1 mg), palmatik (244 mg), palmitoleik
(33 mg), heptadekanoik (2 mg), strearik (8 mg), oleik (12 mg), linoleik (97 mg),
gamma-linolenic/GLA (135 mg) dan asam lemak lain (14 mg) (Henrikson 2009).
Kandungan lemak mie basah mentah lebih besar bila dibandingkan
mie basah matang (Gambar 8). Perebusan mie basah menyebabkan turunnya
kandungan lemak yang cukup besar. Menurut Winarno (2008) air merupakan
salah satu penyebab turunnya kandungan lemak dari suatu bahan pangan. Air
dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Hasil penelitian Domiszewski et al. (2011) menunjukkan bahwa kandungan
lemak fillet ikan lele rebus (10,44%) lebih rendah di bandingkan filet ikan lele
segar (12,14%). Jumlah lemak yang lebih rendah pada sampel yang direbus
diduga sebagai akibat penyebaran lemak dalam air rebusan.
4.1.2 Penilaian organoleptik
Uji organoleptik pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
suatu produk atau komoditi tertentu dapat diterima oleh konsumen. Oleh karena
itu diperlukan panelis sebagai wakil dari konsumen.
Uji organoleptik dilakukan dengan cara memberikan penilaian
menggunakan panca indra. Panca indra yang sering digunakan untuk menilai
adalah panca indra penglihatan, penciuman, indra pengecap dan indra peraba.
Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah penampakan, aroma,
tekstur dan warna.
1) Penampakan
Penampakan merupakan daya tarik awal suatu produk. Penilaian
organoleptik penampakan merupakan penilaian secara keseluruhan konsumen
terhadap suatu produk, dan umumnya konsumen cenderung memilih makanan
yang memiliki penampakan yang menarik.
Nilai penerimaan panelis terhadap penampakan mie basah berkisar antara
5,27 (netral) sampai 6,83 (agak suka). Nilai penerimaan panelis tertinggi pada
36
perlakuan penambahan Spirulina 0% sebesar 6,83 (agak suka), sedangkan nilai
terendah pada perlakuan penambahan Spirulina 10% sebesar 5,27 (netral). Hasil
pengujian penambahan Spirulina terhadap penilaian penampakan oleh panelis
disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Nilai penerimaan panelis terhadap penampakan mie basah.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan
Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap penampakan mie basah.
Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap penampakan adalah
penambahan 0% Spirulina dengan 5%, 10% dan 15%. Penampakan mie basah
dengan penambahan Spirulina 5% tidak berbeda nyata dengan penambahan 10%
dan 15% (Lampiran 6). Semakin banyak Spirulina yang ditambahkan, nilai
penerimaan konsumen cenderung menurun. Hal ini dikarenakan makin banyak
Spirulina yang ditambahkan, mie terlihat lebih gelap dibandingkan mie basah
tanpa penambahan Spirulina.
2) Aroma
Aroma merupakan salah satu parameter yang menentukan rasa enak
dari suatu makanan. Aroma menjadi daya tarik tersendiri untuk menentukan
rasa enak dari produk makanan itu sendiri. Uji terhadap aroma dalam
industri pangan dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan
penilaian terhadap hasil produksinya, apakah produksinya disukai atau tidak oleh
konsumen (Soekarto 1985). Hasil pengujian penambahan Spirulina terhadap
penilaian aroma oleh panelis disajikan pada Gambar 10.
37
Gambar 10 Nilai penerimaan panelis terhadap aroma mie basah.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis yang dilakukan (Lampiran 7), aroma mie
pada semua mie basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda tidak
memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95% (P>0,05) dengan skor
kesukaan berada pada selang 5,73 (netral) hingga 6,07 (agak suka). Hal ini
menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian panelis, penambahan Spirulina pada
mie basah tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma.
Aroma yang mendominasi mie basah tanpa penambahan Spirulina adalah
aroma dari mentega. Hal ini berbeda dengan aroma pada mie basah dengan
penambahan Spirulina, aroma Spirulina lebih dominan sehingga menutupi aroma
mentega. Spirulina memiliki aroma khas karena kandungan proteinnya yang
tinggi, menurut hasil penelitian Spolaore (2006) kandungan protein pada yaitu
60-71%. Namun perbedaan aroma ini ternyata tidak berpengaruh nyata pada nilai
kesukaan panelis terhadap aroma mie.
3) Tekstur
Tekstur mempunyai peranan penting pada daya terima suatu produk
makanan. Uji tekstur adalah pengindraan yang dihubungkan dengan indra rabaan
atau sentuhan. Tekstur yang dimaksud adalah tingkat kekenyalan dari mie.
Tingkat kekenyalan adalah gaya tekan yang mula-mula menyebabkan deformasi
produk baru kemudian memecahkan produk setelah produk tersebut mengalami
deformasi bentuk (Soekarto 1990). Hasil pengujian penambahan Spirulina
terhadap penilaian tekstur oleh panelis disajikan pada Gambar 11.
38
Gambar 11 Nilai penerimaan panelis terhadap tekstur mie basah.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis (Lampiran 7), tekstur mie basah dengan
penambahan Spirulina tidak memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan
95% (P>0,05) dengan skor kesukaan berada pada selang 6,20 (agak suka) hingga
6,40 (agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian panelis,
penambahan Spirulina pada mie basah tidak memberikan pengaruh yang berbeda
terhadap tekstur.
Penambahan Spirulina meningkatkan penilaian panelis terhadap tekstur,
namun kembali menurun pada penambahan sebanyak 15%. Tekstur mie basah
tanpa penambahan Spirulina cenderung lebih lembek dibandingkan dengan mie
basah yang ditambahkan Spirulina. Tekstur mie yang ditambahkan Spirulina
lebih kenyal dan kompak. Spirulina yang ditambahkan memiliki kadar air yang
sangat rendah karena dikeringkan dengan menggunakan spray dryer. Hal ini
menyebabkan air yang terdapat di dalam mie tertarik oleh Spirulina sehingga
tekstur mie menjadi lebih kenyal. Namun, penambahan Spirulina yang terlalu
banyak menyebabkan tekstur mie menjadi lebih keras dan rapuh.
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tekstur adalah air. Tanpa
adanya air, pembentukan glutein tidak akan terjadi (Fu 2008). Apabila glutein
tidak terbentuk, maka tekstur mie tidak akan kaku dan tidak elastis. Namun selain
air, garam juga berpengaruh pada tesktur mie.
4) Warna
Warna memiliki arti dan peranan penting pada komoditas pangan.
Peranan ini sangat nyata pada tiga hal yaitu daya tarik, tanda pengenal dan atribut
39
mutu. Di antara produk-produk pangan, warna merupakan faktor yang paling
cepat dan mudah memberikan kesan, tetapi sulit untuk diberi deskripsi dan sulit
cara pengukurannya, sehingga penilaian secara subjektif masih sangat
menentukan (Soekarto 1985).
Nilai penerimaan panelis terhadap warna mie berkisar antara 4,77
(agak tidak suka) sampai 6,93 (agak suka). Nilai penerimaan panelis tertinggi
pada perlakuan penambahan Spirulina 0% sebesar 6,93 (agak suka), sedangkan
nilai terendah pada perlakuan penambahan Spirulina 15% sebesar 4,77 (agak tidak
suka). Hasil pengujian penambahan Spirulina terhadap penilaian warna oleh
panelis disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Nilai penerimaan panelis terhadap warna mie basah.
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan
Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada penilaian panelis terhadap
warna. Hasil uji Dunn (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna. Mie basah tanpa
penambahan Spirulina (0%) berbeda nyata dengan penambahan 5%, 10% dan
15%.
Mie basah yang umumnya berada di pasaran berwarna kuning,
sedangkan mie basah dengan penambahan Spirulina berwarna hijau. Warna yang
belum umum ini turut mempengaruhi penilaian panelis. Semakin banyak
Spirulina yang ditambahkan, nilai penerimaan panelis cenderung menurun. Hal
ini dikarenakan semakin banyak penambahan Spirulina mie berwarna hijau tua.
40
Namun, panelis masih menyukai warna mie basah dengan penambahan Spirulina
sebersar 5% yang terlihat dari nilai yang diberikan tidak berbeda nyata dengan
mie basah tanpa penambahan Spirulina. Spirulina mengandung protein tinggi, hal
ini dapat mengganggu tingkat kecerahan mie. Penambahan Spirulina lebih dari
5% menyebabkan warna mie menjadi hijau pekat (tidak cerah). Menurut
Fu (2008) peningkatan kandungan protein dapat menurunkan nilai kecerahan mie.
Warna yang semakin gelap dan tidak cerah ini menyebabkan penilaian panelis
terhadap mie menjadi rendah.
Warna kuning pada mie basah tanpa Spirulina berasal dari pigmen alami
yang berada pada gandum, yaitu xanthophylls. Tinggi rendahnya kandungan
pigmen ini bergantung pada jenis gandum yang digunakan (Fu 2008).
Warna hijau pada mie basah dengan fortifikasi Spirulina berasal dari pigmen
alami Spirulina. Pigmen hijau alami tersebut adalah klorofil. Menurut
Bhattacharya dan Shivaprakash (2005) kandungan klorofil pada
Spirulina platensis sebesar 12,7 mg/g, Spirulina laxissima sebesar 8,22 mg/g,
Spirulina lonar sebesar 11,73 mg/g. Kandungan klorofil pada Spirulina tidak
selalu sama. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Chauhan dan Pathak (2010)
dalam penelitiannya melaporkan S. platensis yang dikultivasi pada media Zarouk
dengan suhu 28 °C dan intensitas cahaya 3,5 klux menunjukkan produksi
biomassa dan klorofil terbaik bila dibandingkan dengan hasil pada media RM-6.
Selain klorofil, Spirulina juga memiliki pigmen lain, yaitu karotenoid dan
fikosianin yang potensial dijadikan sebagai pewarna alami.
Klorofil di dalam tubuh manusia memiliki peranan yang sama seperti
hemoglobin yang berperan penting pada proses penyediaan oksigen ke seluruh sel
dan jaringan tubuh (Astawan dan Kasih 2008).
4.2 Karakteristik Mie Spirulina Terpilih Dibandingkan dengan Mie Hijau Bayam Komersial
Berdasarkan hasil analisis proksimat dan uji organoleptik, formula mie
basah dengan fortifikasi Spirulina 5% menjadi formula terpilih. Formulasi ini
dipilih karena penilaian panelis terhadap mie ini secara keseluruhan paling tinggi
dan mendekati penilaian terhadap mie tanpa penambahan Spirulina. Penambahan
Spirulina 5% mampu meningkatkan kandungan gizi mie basah hingga berbeda
41
nyata dengan mie tanpa penambahan Spirulina. Selanjutnya mie basah dengan
penambahan Spirulina 0% disebut sebagai mie kontrol. Mie basah mentah
dengan penambahan Spirulina 5% mengadung kadar air sebesar 31,09%,
kadar abu 2,71%, kadar protein 11,86% dan lemak sebesar 6,39%.
4.2.1 Komposisi kimia mie bayam
Mie hijau yang telah dipasarkan yaitu mie dengan penambahan bayam.
Harganya yang relatif mahal dan penjualannya yang masih terbatas membuat mie
ini hanya mampu dijangkau oleh kalangan tertentu saja. Karakter fisik mie bayam
yaitu berwarna hijau pucat dengan tekstur kenyal. Aroma mie tidak tercium
aroma bayam. Adapun komposisi kimia bayam disajikan pada Tabel 7 dan
komposisi kimia mie bayam disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7 Komposisi kimia bayam
Komposisi Jumlah (%) Protein a) Lemak a) Karbohidrat a)
Air a)
Serat pangan tidak larut b) Serat pangan larut b) Serat pangan total b)
3,50 0,50 6,50
86,90 5,68 0,56 6,24
Sumber: a) Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) b) Muchtadi (2000)
Tabel 8 Komposisi kimia mie bayam
Komposisi Kimia Mentah (%) Matang (%) Kadar air 29,13 59,29 Kadar abu 2,06 0,62 Lemak 1,33 0,42 Protein 10,37 5,06
Jika dibandingkan antara komposisi kimia mie bayam dengan mie basah
Spirulina (5%), secara keseluruhan komposisi kimia mie basah Spirulina lebih
tinggi baik mentah maupun matang. Mie bayam komersil yang diuji dapat dilihat
pada Gambar 13.
42
Gambar 13 Mie bayam komersil dan mie basah Spirulina terpilih.
Kandungan gizi mie basah Spirulina lebih besar dibandingkan dengan
mie bayam karena kandungan gizi Spirulina jauh tebih tinggi dari bayam,
khususnya protein. Besarnya penambahan bayam ke dalam mie bayam komersil
yang telah diuji tidak diketahui jumlahnya, demikian juga komposisi bahan
pembuatan mie bayam pun tidak diketahui. Bahan-bahan yang digunakan pada
pembuatan mie basah Spirulina hanya terdiri dari tepung terigu, mentega,
Spirulina, air, garam dan soda kue, sehingga dapat dipastikan bahwa kandungan
protein pada mie basah Spirulina hanya berasal dari Spirulina dan tepung terigu
saja. Mie bayam komersial yang diuji memiliki warna hijau muda. Hal ini diduga
bahwa penambahan bayam ke dalamnya hanya dalam jumlah sedikit. Kandungan
protein mie bayam cukup tinggi, sedangkan kandungan protein pada bayam
rendah, diduga protein pada mie bayam sebagian besar berasal dari telur yang
digunakan sebagai bahan pembuat mie bayam.
4.2.2 Kadar serat pangan (dietary fiber)
Serat pangan (dietary fiber) merupakan salah satu bagian yang dapat
dikonsumsi dari tumbuhan atau dapat disebut karbohidrat yang tidak dapat dicerna
dan diserap oleh usus halus manusia namun akan difermentasikan secara
sempurna maupun parsial dalam usus besar (Kamp el at. 2004). Winarno (2008)
menyebutkan bahwa serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai
sayuran dan buah-buahan. Secara kimia dinding sel tersebut terdiri dari beberapa
jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiseluosa, pektin dan non karbohidrat seperti
polimer lignin, beberapa gum dan mucilago. Dietary fiber pada umumnya
merupakan karbohidrat atau polisakarida. Berbagai jenis makanan pada
umumnya mengandung dietary fiber.
43
Pengujian serat pangan dalam penelitian ini menggunakan metode
multi enzim. Serat pangan yang diuji dalam penelitian ini meliputi serat pangan
tak larut atau insoluble dietary fiber (IDF), serat pangan larut atau soluble dietary
fiber (SDF) dan serat pangan total atau total dietary fiber (TDF). Kandungan
serat pangan pada mie dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Kandungan serat pangan mie basah
Jenis mie IDF (%) SDF (%) TDF (%)
Mie kontrol Mie Spirulina terpilih Mie bayam komersil
0,93 1,50 0,65
0,89 2,56 1,00
1,82 4,04 1,65
Mie basah Spirulina terpilih mengandung serat pangan larut, serat
pangan tak larut dan total serat pangan yang tertinggi dibandingkan mie bayam
komersil dan mie kontrol. Perbedaan kandungan serat ini cukup besar.
Penambahan Spirulina 5% mampu meningkatkan serat pangan tak larut sebesar
0,57%, serat pangan larut sebesar 1,67% dan total serat pangan sebesar 2,22%.
Total serat pangan yang terkandung pada bayam lebih tinggi bila
dibandingkan dengan total serat pada Spirulina. Total serat pangan pada
bayam sebesar 6,24% (Muchtadi 2000), sedangkan pada Spirulina
sebesar 3,60% (Astawan dan Kasih 2008). Namun berdasarkan hasil uji total
serat pangan pada mie Spirulina terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan mie
bayam komersial. Hal ini diduga penambahan bayam pada mie bayam komersial
hanya dalam jumlah sedikit.
Menurut Saragih et al. (2007) kandungan serat pada bahan pangan
bersinergi dengan kadar air. Makin tinggi kandungan serat, makin tinggi pula
kadar air yang terkandung di dalam mie. Hal ini dikarenakan serat mampu
mengikat air sehingga kadar air yang terkandung di dalam mie meningkat.
Berdasarkan jumlahnya, bahan pangan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
sumber serat, sedikitnya mengandung 3 gram DF/100 gram; sumber serat tinggi,
mengandung DF sebesar 4-6 gram DF/ 100 gram; dan sumber serat sangat tinggi,
mengandung lebih dari 6 gram DF/ 100 gram (IFST 2007). Berdasarkan
penggolongan tersebut, mie Spirulina terpilih termasuk ke dalam sumber serat
tinggi karena mengandung total serat sebesar 4,04%.
44
Serat pangan banyak memberikan manfaat bagi tubuh. Banyak
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya keterkaitan antara
konsumsi serat dengan resiko penyakit jantung koroner dan beberapa
jenis kanker. Serat juga mampu menurunkan resiko diabetes dan
obesitas (Lattimer dan Haub 2010; Burkitt dan Trowell 1977). Studi yang
dilakukan oleh Kendall et al. (2010) menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan
tinggi serat dan rendah gliceamic index (GI) tidak hanya dapat meningkatkan
kontrol terhadap nilai gliceamic tetapi juga mampu menurunkan berat badan.
Hasil penelitian Ou et al. (2001) menunjukkan bahwa SDF mampu
menghambat difusi glukosa dan memperlambat penyerapan dan proses
pencernaan karbohidrat, sehingga mampu menurunkan kadar glukosa dalam
darah. IDF mampu menurunkan waktu transit pada usus dan meningkatkan massa
feses (Schneeman, 1990)
4.2.3 Angka kecukupan gizi (AKG) mie Spirulina terpilih
Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (AKG) adalah suatu
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal (Khomsan 2002). Widya Nasional Pangan dan Gizi VIII
(2004), menyatakan bahwa kebutuhan minimal energi adalah 2000 kkal,
karbohidrat 300 g, protein 60 g, dan lemak 62 g. Angka kecukupan gizi mie
Spirulina disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Angka kecukupan gizi (AKG) mie basah Spirulina
Takaran saji Per sajian kemasan
45 g
Energi total 149,24 kkal Nutrisi Total nilai gizi % AKG Protein Lemak Karbohidrat
4,33 g 0,97 g 23,22 g
4,33 1,45 9,29
* Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000 kkal.
Suatu produk makanan memiliki zat gizi makro dan zat gizi mikro.
Karbohidrat, lemak dan protein disebut zat gizi makro karena merupakan
sumber utama kalori yang digunakan oleh tubuh dalam menjalankan aktivitas
45
dan fungsinya (Winarno 1992) karbohidrat memiliki persentase AKG
tertinggi dibandingkan lemak dan protein, yaitu sebesar 9,29%. Karbohidrat
terbesar berasal dari tepung terigu yang merupakan bahan utama yang
presentasenya paling tinggi di bandingkan bahan lain yaitu sebesar 69%. Menurut
Winarno (1992) karbohidrat sebagai sumber energi, banyak terdapat dalam bahan
pangan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentose maupun karbohidrat
dengan berat molekul yang tinggi seperti pati.
Zat gizi makro tertinggi kedua setelah karbohidrat yang terkandung
dalam mie Spirulina ada protein. Protein dalam mie basah Spirulina ini
menyumbangkan 4,33% dari angka kecukupan gizi yang diperlukan oleh manusia.
Protein dalam mie basah Spirulina ini paling berasal dari tepung terigu dan
Spirulina. Menurut Hammond (2008) The Dietary Reference Intake (DRI)
Committee Institute of Medicine’s Food and Nutrition Board merekomendasikan
kebutuhan protein orang dewasa sekitar 0,8 g/kg atau 56 g/hari untuk orang
dewasa dengan berat badan 70 kg. Kekurangan protein dapat menyebabkan
kwashiorkor.
Lemak yang terkandung dalam mie basah Spirulina mampu memenuhi
1,45% dari angka kecukupan gizi yang diperlukan manusia. Bahan penyumbang
lemak terbesar pada mie basah Spirulina adalah margarin. Adanya lemak pada
bahan pangan mampu memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat
pengosongan lambung sehingga mampu memberikan rasa kenyang lebih lama.
Lemak juga mampu memperbaiki tekstur sehingga lebih disukai dan memberi
kelezatan khusus pada makanan (Almatsier 2004).
Total energi yang dihasilkan mie basah Spirulina berdasarkan
perhitungan nilai gizi bahan yaitu sebesar 149,24 kkal. Untuk memenuhi
kebutuhan kalori per hari, dapat dilakukan dengan menambahkan bahan
pangan lain seperti ayam, telur, sayur atau bahan lainnya dalam penyajian
mie basah Spirulina.
4.3 Kerusakan Mie Basah Spirulina Terpilih pada Penyimpanan Suhu Chilling
Mie basah Spirulina terpilih dan mie kontrol selanjutnya disimpan pada
suhu chilling. Mie disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 6-7 °C.
46
Selama penyimpanan, setiap dua hari dilakukan pengujian yang meliputi
pengukuran aktivitas air (aw), pengukuran kadar air, pengujian total bakteri,
pengujian kapang-khamir serta pengujian organoleptik.
4.3.1 Aktivitas air (aw)
Aktivitas air merupakan derajat ketersediaan air yang digunakan oleh
aktivitas mikroba (Fardiaz 1992). Nilai aw suatu bahan pangan menunjukkan
jumlah air pada bahan pangan yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk hidup
atau pertumbuhannya. Nilai aw mie basah Spirulina terpilih dan mie kontrol
selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Perubahan aw mie basah selama penyimpanan suhu chilling
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai aw (Gambar 14). Nilai aw
mie basah Spirulina pada hari ke-0 sebesar 0,95 dan turun hingga menjadi 0,85
pada hari ke-8. Nilai aw mie kontrol pada hari ke-0 sebesar 0,94 dan turun
menjadi 0,90 pada hari ke-8. Belitz et al. (2009) menyebutkan bahwa produk
dengan aw berkisar antara 0,6-0,9 disebut sebagai “intermediate moisture foods”
(IMF), dimana sangat rentan ditumbuhi oleh mikroba. Terjadinya penurunan
nilai aw diduga karena air yang ada telah digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Penurunan aw dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, memperlambat reaksi enzim katalis (khususnya hidrolisis), dan
menghambat reaksi pencoklatan non-enzimatik (Belitz et al. 2009). Penambahan
47
pengawet dan hidrokoloid mampu menurunkan nilai aw. Hasil penelitian
Sukowati (2007) menunjukkan bahwa penambahan hidrokoloid CMC sebanyak
0,2%, pengawet Na-asetat 25% + Ca-propionat 50% + K-sorbat 25% mampu
menurunkan nilai aw dari 0,90 menjadi 0,88.
Nilai aw mie basah berada pada rentang 0,85-0,95. Besarnya nilai aw ini
menyebabkan mie basah sangat berpotensi untuk ditumbuhi mikroba khususnya
bakteri dan khamir. Winarno (2002) menyebutkan bahwa berbagai
mikrooganisme memiliki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya
aw bakteri sebesar 0,90, aw khamir 0,80-0,90 dan aw kapang 0,60-0,70.
4.4.2 Kadar air
Kadar air sangat menentukan sifat dari tekstur mie. Semakin rendah
kadar air, semakin keras mie dan sebaliknya. Perubahan kadar air pada mie basah
Spirulina dan mie kontrol dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Perubahan kadar air mie basah selama penyimpanan
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Terlihat pada Gambar 15 bahwa terjadi penurunan kadar air setiap harinya,
baik pada mie basah Spirulina terpilih maupun pada mie kontrol. Kadar air awal
mie basah Spirulina sebesar 32,56, sedangkan mie kontrol sebesar 32,78.
Penyimpanan selama delapan hari menyebabkan kadar air mie basah Spirulina
turun menjadi 20,28 dan mie kontrol menjadi 24,58. Sama halnya seperti aw,
kadar air pada mie basah Spirulina lebih besar penurunannya. Besarnya kadar air
48
berbanding lurus dengan nilai aw. Penurunan kadar air mie menyebabkan tekstur
mie menjadi lebih keras.
Mie basah yang disimpan, biasanya akan mengalami peningkatan kadar
air sehingga mie menjadi basah. Hal ini tidak terjadi baik pada mie kontrol
maupun mie basah Spirulina yang dibuat pada penelitian ini. Pembuatan mie
pada umumnya ditambahkan bahan pengental seperti CMC untuk memperbaiki
teksturnya. Hasil penelitian Sukowati (2007) menunjukkan mie dengan
penambahan CMC dapat meningkakan elastisitas mie yang lebih baik
dibandingkan dengan hidrokoloid lainnya, yaitu dari 12,91 gf menjadi 23,45 gf.
Fungsi CMC lainnya yaitu untuk mencegah terjadinya sineresis serta menjaga
stabilitas fiskositas suatu bahan pangan (Dow Wolff Cellulosics GmbH 2008).
Sineresis adalah keluarnya/terpisahnya air dari bahan padatan, yang salah satunya
dapat terjadi karena perubahan suhu (Fennema 1996). Terpisahnya air dari
padatan ini yang menyebabkan kadar air bahan menurun.
4.4.3 Total bakteri
Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada makanan dikarenakan
adanya pertumbuhan mikroorganisme. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme heterotrof adalah ketersediaan nutrient, air, suhu,
pH, oksigen dan potensi reduksi-oksidasi, adanya zat penghambat dan adanya
jasad renik lain (Fardiaz 1992). Pertumbuhan total bakteri pada mie basah selama
penyimpanan suhu chilling disajikan pada Gambar 16.
Pola pertumbuhan total bakteri pada mie kontrol dan mie basah Spirulina
memiliki pola yang sama, yang dimulai dari fase lag hingga fase deklinasi
(kematian). Pertumbuhan bakteri mencapai puncaknya pada hari ke-4, hal ini
terjadi pada mie kontrol maupun mie basah Spirulina. Jumlah total bakteri
pada mie kontrol di hari ke-0 sebanyak 3x103 CFU/g sedangkan pada
mie basah Spirulina sebanyak 6x103 CFU/g. Jumlah bakteri pada
mie basah Spirulina lebih banyak dibandingkan pada mie kontrol, hal ini
diduga telah terjadi kontaminasi yang berasal dari Spirulina yang ditambahkan.
Penyimpanan pada hari ke-4 merupakan puncak pertumbuhan bakteri
dengan jumlah total bakteri pada mie kontrol sebanyak 9x104 CFU/g dan
49
mie basah Spirulina sebanyak 1,0x105 CFU/g. Total bakteri pada hari terakhir
penyimpanan yaitu pada hari ke-8 mengalami penurunan, yaitu sebanyak
3x104 CFU/g pada mie kontrol dan mie basah Spirulina. Jumlah total bakteri mie
hingga akhir masa penyimpanan masih di bawah batas maksimal yang ditentukan
oleh BSN (1992) yaitu maksimal 1,0x 106 CFU/g.
Gambar 16 Pertumbuhan total bakteri mie selama penyimpanan suhu chilling ( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Penyimpanan pada suhu rendah (6-7 °C) sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Chamdani (2005), mie basah yang disimpan pada suhu ruang setelah
penyimpanan 48 jam sudah mempunyai total bakteri lebih dari 2,8x106 CFU/g.
Nilai ini sudah melampaui batas maksimum standar jumlah bakteri yang telah
ditentukan oleh BSN (1992). Hal ini menunjukkan bahwa suhu 6 °C merupakan
suhu yang efektif untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Jenis bakteri yang mungkin tumbuh pada mie basah bila dilihat dari
faktor suhu, merupakan bakteri jenis psikrofil, dimana bakteri jenis
ini tumbuh optimum pada suhu 5-15 °C, seperti Pseudomonas dan
Flavobacterium. Apabila dilihat dari nilai rentang aw sampel mie basah sebesar
0,85-0,95, diduga jenis bakteri yang mungkin tumbuh antara lain Bacillus subtilis,
Enterobacter aerogenes dan Staphylococcus aureus (Fardiaz 1992).
50
4.4.4 Total kapang-khamir
Kapang membutuhkan aw relatif lebih rendah dibandingkan bakteri
untuk germinasi spora dan pertumbuhannya. Pertumbuhan kapang-khamir pada
mie basah selama waktu penyimpanan pada suhu chilling disajikan pada
Gambar 17.
Gambar 17 Pertumbuhan total kapang-khamir selama penyimpanan suhu chilling
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Kurva pertumbuhan kapang memiliki pola yang serupa dengan
kurva pertumbuhan bakteri (Syarief et al. 2003). Terlihat pada Gambar 17
bahwa pertumbuhan kapang-khamir pada mie basah Spirulina memiliki fase
yang lebih panjang dari pada mie kontrol. Nilai total kapang-khamir mie kontrol
pada hari ke-0 sebanyak 6x101 CFU/g sedangkan mie basah Spirulina
sebanyak 1,15x103 CFU/g. Puncak pertumbuhan kapang-khamir pada kedua mie
terjadi pada hari yang berbeda. Puncak pertumbuhan kapang-khamir pada
mie kontrol terjadi pada hari ke-4 dengan jumlah 8,7x103 CFU/g, sedangkan pada
mie basah Spirulina belum dapat terlihat hingga penyimpanan hari ke-8, namun
dapat dilihat bahwa pada penyimpanan hari ke-8 pertumbuhan kapang-khamir
mencapai jumlah tertinggi sebanyak 1,66x104 CFU/g. Jumlah total
kapang-khamir mie kontrol pada hari terakhir penyimpanan (hari ke-8) kembali
menurun yaitu sebanyak 1,29x102 CFU/g. Syarat mutu mie basah yang telah
ditentukan oleh BSN (1992) untuk parameter cemaran kapang maksimal sebesar
1,00x104 CFU/g. Berdasarkan standar tersebut dapat dikatakan bahwa
mie basah Spirulina masih aman dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-6,
sedangkan mie kontrol masih aman dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-8.
51
Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa fase lag pertumbuhan
kapang-khamir pada mie basah Spirulina lebih panjang dibandingkan dengan fase
lag pada mie kontrol. Hal ini diduga bahwa Spirulina yang ditambahkan pada mie
basah mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kapang-khamir.
Jenis kapang yang mungkin tumbuh pada mie basah adalah Aspergilus sp. yang
berasal dari tepun terigu (Chamdani 2005). Abedin dan Taha (2008) menyatakan
bahwa S. platensis dan Anabaena azolae memiliki aktifitas antifungi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan Tolypothrix ceytonica, Chlorella pyrenoidosa dan
Scenedesmus quadricauda.
4.4.5 Penilaian organoleptik
Penilaian organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis tetap. Penilaian
organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap
mie selama penyimpanan. Penilaian organoleptik yang dilakukan selama
penyimpanan penampakan, aroma, tekstur dan warna.
a) Penampakan
Semakin lama penyimpanan, penilaian panelis terhadap penampakan mie
Spirulina maupun mie kontrol semakin menurun. Penilaian penampakan mie
kontrol pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 6,73 dan pada hari ke-8 menjadi 2,78.
Penilaian penampakan mie basah Spirulina pada penyimpanan hari ke-0 sebesar
6,37 dan pada hari ke-8 menjadi 2,83. Penilaian panelis terhadap penampakan
mie basah selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18 Penilaian panelis terhadap penampakan mie selama penyimpanan
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
52
Panelis masih dapat menerima penampakan mie basah Spirulina hingga
penyimpanan hari ke-4 (netral). Setelah melebihi penyimpanan hari ke-4, panelis
cenderung tidak menyukai penampakan mie (tidak suka hingga sangat tidak suka).
b) Aroma
Semakin lama penyimpanan, penilaian panelis terhadap mie basah
Spirulina maupun mie kontrol semakin menurun. Penilaian aroma mie kontrol
pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 6,13 dan pada hari ke-8 menjadi 3,63.
Penilaian aroma mie basah Spirulina pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 5,93
dan pada hari ke-8 menjadi 4,00. Penilaian panelis terhadap mie basah Spirulina
dan mie kontrol pada masing-masing hari penyimpanan tidak jauh berbeda.
Penilaian panelis terhadap aroma mie basah selama penyimpanan disajikan pada
Gambar 19.
Gambar 19 Penilaian panelis terhadap aroma mie selama penyimpanan
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina)
Makin lama penyimpanan, makin tercium aroma tengik. Muchtadi (2008)
menyebutkan bahwa aroma tengik ini diduga karena degradasi makromolekul oleh
mikroba. Karbohidrat dipecah menjadi gula sederhana, protein dipecah menjadi
gugus peptida dan senyawa amida serta gas amoniak, sedangkan lemak dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol.
Panelis masih dapat menerima aroma mie basah hingga penyimpanan
hari ke-4 (agak suka hingga netral). Setelah melebihi penyimpanan hari ke-4,
panelis cenderung tidak menyukai aroma mie (agak tidak suka hingga tidak suka).
53
c) Tekstur
Semakin lama penyimpanan, penilaian panelis terhadap mie basah
Spirulina maupun mie kontrol semakin menurun. Penilaian tekstur mie kontrol
pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 6,10 dan pada hari ke-8 menjadi 2,9.
Penilaian aroma mie basah Spirulina pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 6,37
dan pada hari ke-8 menjadi 2,83. Penilaian panelis terhadap mie basah Spirulina
dan mie kontrol pada masing-masing hari penyimpanan tidak jauh berbeda.
Penilaian panelis terhadap tekstur mie selama penyimpanan disajikan pada
Gambar 20.
Gambar 20 Penilaian panelis terhadap tekstur mie selama penyimpanan
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Selama penyimpanan, tekstur mie menjadi semakin keras. Semakin
kerasnya tekstur mie diduga akibat terjadinya proses sineresis. Sineresis adalah
keluarnya/terpisahnya air dari bahan padatan, yang salah satunya dapat terjadi
karena perubahan suhu (Fennema 1996). Semakin lama penyimpanan tekstur mie
basah semakin mengeras, namun terlihat adanya uap air pada bagian bawah
kemasan mie. Hal ini memperkuat dugaan terjadinya sineresis pada mie.
Panelis masih dapat menerima tekstur mie hingga penyimpanan hari ke-2
(agak suka hingga netral). Setelah melebihi penyimpanan hari ke-2, panelis
cenderung tidak menyukai aroma mie (agak tidak suka hingga sangat tidak suka).
d) Warna
Semakin lama penyimpanan, penilaian panelis terhadap mie basah
Spirulina maupun mie kontrol semakin menurun. Penilaian warna mie kontrol
pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 6,2 dan pada hari ke-8 menjadi 3,1. Penilaian
54
aroma mie Spirulina pada penyimpanan hari ke-0 sebesar 5,47 dan pada hari ke-8
menjadi 3,8. Penilaian panelis terhadap tekstur mie basah selama penyimpanan
disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Penilaian panelis terhadap tekstur mie selama penyimpanan
( = mie kontrol; = mie basah Spirulina).
Selama penyimpanan, terjadi perubahan mie warna mie kontrol menjadi
coklat kehitaman, dan mie basah Spirulina menjadi semakin gelap. Perubahan ini
terjadi karena adanya enzim polifenoloksidase, yaitu enzim yang menyebabkan
browning pada buah (Astawan 1999).
Panelis masih dapat menerima aroma mie basah Spirulina hingga
penyimpanan hari ke-4 (agak suka). Setelah melebihi penyimpanan hari ke-4,
panelis cenderung tidak menyukai aroma mie (agak tidak suka hingga tidak suka).