48

Working Paper - bi.go.id · A. Donanto HW, Agus Firmansyah, Agus Ponco Cahyono, ... 21 Gambar 2- 6 ... telecommunication network,

Embed Size (px)

Citation preview

Working Paper

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Tim Inisiatif 2006 Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Desember 2006

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money1

Tim Inisiatif 2006 Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Koordinator : Ahmad Hidayat

Anggota : A. Donanto HW, Agus Firmansyah, Agus Ponco Cahyono, Aulia Fadly, Bambang Pramono,

Dwityapoetra S. Besar, Ery Setiawan, Franz Hansa, Himawan Kusprianto, Hotbin Sigalingging, Ida Nuryanti, Isnu Yuwana D., Kunto Windiharto, Linda M. Hakim, Moh. Jufrin,

Nuryanti, Pipih Dewi Purusitawati, Purwanto, R. Dwi Tjahja Kusuma W., Ratnasari Wijayanti, Rohadi Triatmono, Siti Hidayati, Suarpika Bimantoro,

Sukarelawati Permana, Tri Yanuarti, Yosefin Tyas Emmy D.K.

Abstrak

Dalam upaya mengurangi tingkat penggunaan pembayaran tunai yang pada gilirannya dikhawatirkan akan menimbulkan beban terhadap perekonomian maka upaya-upaya peningkatan pembayaran non tunai perlu terus dikembangkan. Untuk melengkapi instrumen pembayaran non tunai yang sudah ada di Indonesia seperti instrumen pembayaran high value dan low/retail value maka dipandang perlu untuk mengembangkan instrumen pembayaran mikro. Instrumen pembayaran mikro didesain untuk melayani pembayaran yang bernilai sangat kecil dengan frekuensi penggunaan yang tinggi dengan proses pembayaran yang sangat cepat. Saat ini dirasakan bahwa instrumen pembayaran mikro yang paling tepat untuk digunakan adalah e-money yang merupakan stored value facility instrument. Untuk itu, Bank Indonesia secara dini perlu menyusun kebijakan dan ketentuan yang mengatur penyelenggaraan e-money sehingga instrumen ini dapat beroperasi secara efisien dan aman. Koordinasi dan fasilitasi perlu dilakukan oleh Bank Indonesia mengingat pihak-pihak yang terkait dengan penyelanggaran e-money ini sangat banyak dan beragam seperti lembaga penerbit e-money, merchant, otoritas lain, lembaga penunjang e-money dan masyarakat. Koordinasi dan fasilitasi ini perlu dilakukan sejak awal untuk menciptakan standarisasi sehingga memungkinkan interoperability antar instrumen yang pada gilirannya akan menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien.

Keywords : pembayaran mikro, stored value facility, e-money

1 Paper ini dibuat dalam rangka kegiatan Inisiatif Bank Indonesia 2006 “Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai” Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan Bank Indonesia. Kritik, saran dan pertanyaan dapat diajukan kepada : [email protected] , [email protected], [email protected]

i

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

DAFTAR ISI Abstrak............. ................................................................................................................... i DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iii BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...............................................................................................1 1.2. E-Money Sebagai Instrumen Pembayaran Mikro .............................................7 1.3. Tujuan Kebijakan Pengembangan E-money ....................................................8 1.4. Metodologi dan Sistematika Penulisan............................................................9

BAB II. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEMBAYARAN NON TUNAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA................................................................................11 2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar

Terhadap Pembayaran Non Tunai .................................................................11 2.1.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku

Pasar Terhadap Instrumen Pembayaran Non Tunai ............................12 2.1.2. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku

Pasar Terhadap Pengembangan E-Money..........................................15 2.1.3. Pemetaan Potensi Pengembangan Pembayaran Non Tunai ................18

2.2. Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian.................................19 2.2.1. Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia 19 2.2.1. Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap

Perekonomian Dan Kebijakan Moneter .............................................24 BAB III. PENGEMBANGAN E-MONEY SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAYARAN MIKRO............27

3.1. Latar Belakang Perlunya Pengaturan Terhadap E-Money ...............................28 3.2. Ketentuan E-Money Saat Ini .........................................................................28

3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia..29 3.2. 2. Penerbit E-Money .............................................................................30 3.2. 3. Manajemen Risiko.............................................................................30 3.2. 4. Hak dan Kewajiban para pihak..........................................................31 3.2. 5. Anti Money Laundering ....................................................................31

3.3. Pedoman Pengembangan E-Money ..............................................................32 3.3.1. Pengelolaan E-Money .......................................................................32 3.3.2. Aspek Perlindungan Konsumen.........................................................37 3.3.3. Pengawasan dan Pelaporan Penyelenggaraan E-Money.....................38

BAB IV. STRATEGI KOMUNIKASI DAN DISEMINASI INFORMASI DALAM RANGKA PENGGUNAAN E-MONEY.....................................................................................40 3.1. Tujuan Komunikasi .......................................................................................41 3.2. Pengguna Potensial E-Money .......................................................................41 3.3. Pesan Yang Perlu Dikomunikasikan...............................................................43 3.4. Media Komunikasi.......................................................................................43

ii

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

DAFTAR TABEL Tabel 2- 1 Rencana Pengembangan E-Money .................................................................... 16 Tabel 2- 2 Rata-rata Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang Diedarkan di

Beberapa Negara............................................................................................... 23

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 -1 Posisi Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro ............. 6 Gambar 2- 1 Fungsi E-Money Yang Diinginkan Masyarakat ............................................... 15 Gambar 2- 2 Kesediaan Pengusaha Menerima E-Money .................................................... 16 Gambar 2- 3 Peta Potensi Pengembangan di Indonesia...................................................... 19 Gambar 2- 4 Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGS .......................................... 20 Gambar 2- 5 Perkembangan Kliring Penyerahan secara Nasional........................................ 21 Gambar 2- 6 Perkembangan Total Volume dan Transaksi APMK ........................................ 22 Gambar 2- 7 Rasio Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang diedarkan....................... 23 Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis

Kartu............................................................................................................ 24

iii

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mungkin kita tidak menyadari bahwa dalam kegiatan sehari-hari sering kali

melakukan atau menerima pembayaran sebagai imbalan atas barang dan jasa yang

kita terima atau kita berikan. Pentingnya kegiatan pembayaran itu sendiri terkadang

tertutup di bawah bayang-bayang urgensi underlying transaction-nya. Padahal fungsi

pembayaran adalah sangat penting terutama menunjang agar underlying transaction

dapat berjalan secara lancar dan berhasil dengan baik. Dalam perekonomian yang

modern lalu lintas pertukaran barang dan jasa sudah sedemikian cepatnya sehingga

memerlukan dukungan tersedianya sistem pembayaran yang handal yang

memungkinkan dilakukannya pembayaran secara lebih cepat, efisien, aman dan

handal.

Sistem Pembayaran merupakan suatu sistem yang mencakup pengaturan,

kesepakatan, kontrak/perjanjian, fasilitas operasional, mekanisme teknis, standar dan

prosedur yang membentuk suatu kerangka yang digunakan untuk penyampaian,

pengesahan dan penerimaan instruksi pembayaran serta pemenuhan kewajiban

pembayaran melalui pertukaran suatu nilai ekonomis (uang) antar pihak-pihak

(perorangan, bank, lembaga lainnya) baik domestik maupun crossborder dengan

menggunakan instrumen pembayaran2. Secara umum, sistem pembayaran terdiri

atas beberapa komponen berupa kebijakan, instrumen / alat pembayaran,

mekanisme kliring dan setelmen, kelembagaan, infrastruktur pendukung dan

perangkat hukum. Beberapa contoh alat / instrumen pembayaran yang selama ini

telah kita kenal adalah uang, kartu debit, kartu kredit, traveller’s cheque, serta alat

pembayaran elektronik seperti internet banking, RTGS, transfer kredit melalui kliring

dan sebagainya.

Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999

tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

3 tahun 2004, tugas Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran mencakup sistem

pembayaran tunai dan non tunai. Dalam perannya di bidang pembayaran tunai, 2 Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004)

1

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk

mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang

cukup merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal ini mengingat jumlah penduduk

yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan

uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu

penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan

masalah terutama tingginya biaya cash handling, risiko perampokan / pencurian,

kesehatan, kepraktisan serta uang palsu. Meskipun sebagian masyarakat

menganggap bahwa uang kas merupakan alat / instrumen pembayaran yang bebas

biaya, praktis dan efisien, namun apabila dilihat dari prespektif perekonomian secara

luas, penggunaan uang kas dalam jumlah yang sangat besar dalam jangka panjang

akan menimbulkan beban bagi perekonomian terutama berkaitan dengan cash

handling dan rendahnya velocity of money. Di sisi lain, penggunaan uang tunai juga

dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena panjangnya antrian di sentra-sentra

pembayaran serta ketidakpraktisan membawa uang dalam jumlah yang cukup

banyak.

Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan untuk

memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat

dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu, perkembangan

penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang serius dari Bank

Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai diharapkan dapat

mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin meningkatkan efisiensi

perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi teknologi alternatif penggunaan

instrumen pembayaran non tunai sangat feasible untuk menggantikan uang tunai

namun demikian aspek psikologis, keamanan, kenyamanan dan kepercayaan

masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar tetap merupakan hambatan yang

masih harus dihadapi dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai.

Dalam perkembangannya, sistem pembayaran non tunai sangat dipengaruhi oleh

kemajuan perkembangan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat. Saat ini

perkembangan instrumen pembayaran non tunai berjalan sangat pesat seiring

dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pada akhir-akhir ini telah

membawa dampak yang besar terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam sistem

2

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

pembayaran tersebut. Dengan dukungan teknologi yang semakin maju, masyarakat

pengguna maupun penyedia jasa sistem pembayaran non tunai secara terus menerus

mencari alternatif instrumen pembayaran non tunai yang lebih efisien dan aman.

Selain itu, perubahan trend dan pola hidup masyarakat yang disertai peningkatan

efisiensi pola hidup menuntut tersedianya sarana telekomunikasi dan transportasi

yang demikian cepat sehingga hambatan jarak dan waktu dapat dikurangi.

Perkembangan telekomunikasi dan transportasi ini juga memberikan pengaruh yang

besar terhadap transaksi keuangan terutama terkait dengan cara antar pihak

melakukan pembayaran. Kondisi terakhir menunjukan adanya interlinkage antar

industri yakni telekomunikasi, transportasi dan jasa keuangan dimana diantara ketiga

industri telah terjadi konvergensi yang mengintegrasikan kegiatan-kegiatan diantara

industri tersebut. Sebagai contoh perusahaan penyedia jasa mobile telecomunication

dalam rangka meningkatkan value added business telah menawarkan kepada

pelanggannya fasilitas transaksi pembayaran menggunakan mobile phone. Demikian

pula di bidang transportasi, untuk meningkatkan efisiensi dalam industri transportasi

berbagai instrumen pembayaran telah digunakan sehingga pengguna transportasi

dapat melakukan pembayaran secara lebih cepat, efisien dan aman. Konvergensi

antar berbagai industri seperti jasa keuangan, telekomunikasi dan transportasi

merupakan suatu awal yang akan menjadi pemicu munculnya instrumen pembayaran

non tunai di masyarakat.

Di masa depan akan semakin banyak lagi industri yang akan terkonvergensi

karena interlinkage yang semakin berkembang. Berbagai bisnis baru diperkirakan

akan terus tumbuh dan berkembang terutama karena semakin berkembangnya

telecommunication network, akses komputer dan internet yang semakin meningkat

di kalangan masyarakat serta teknologi yang semakin murah. Hal ini tentunya akan

mendorong biaya transaksi pembayaran non tunai menjadi semakin murah karena

handling fee yang lebih rendah bila dibandingkan dengan transaksi menggunakan

uang tunai.

Sesuai dengan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004), sistem

pembayaran non tunai di Indonesia difokuskan pada 2 subset yaitu High Value

Payment (HVP) dan Low Value Payment (LVP) / Retail. Realisasi kebijakan yang

tertuang dalam acuan pokok sistem pembayaran nasional dalam bidang HVP telah

3

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

dilaksanakan melalui implementasi sistem Bank Indonesia - Real Time Gross

Settlement (BI-RTGS) pada tahun 2000. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan

sistem pembayaran yang tergolong LVP telah diluncurkan Sistem Kliring Nasional

sebagai penyempurnaan sistem kliring yang telah berjalan sebelumnya.

Dalam perkembangan pembayaran non tunai, dewasa ini di berbagai negara

terlihat bahwa alat / instrumen pembayaran mikro juga telah berkembang cukup

pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk

menggunakan alat pembayaran yang mudah, aman dan efisien. Instrumen

pembayaran mikro adalah instrumen pembayaran yang didesain untuk menangani

kebutuhan transaksi dengan nilai yang sangat kecil namun volume yang tinggi serta

membutuhkan waktu pemrosesan transaksi yang relatif sangat cepat. Kebutuhan

instrumen pembayaran mikro timbul karena apabila pembayaran dilakukan

menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada saat ini (misalnya uang kas,

kartu debit, kartu kredit dan sebagainya) menjadi relatif tidak praktis, tidak efisien,

tidak nyaman atau bahkan lebih mahal biayanya. Tidak seperti alat pembayaran lain

misalnya kartu kredit atau kartu debit yang menetapkan minimum jumlah transaksi

serta adanya tambahan biaya yang cukup mahal, alat pembayaran mikro harus dapat

digunakan untuk melakukan pembayaran dalam jumlah yang sangat kecil dengan

biaya transaksi yang relatif kecil pula. Adanya peluang bagi lembaga non bank untuk

dapat menjadi penerbit alat pembayaran mikro akan membuka kesempatan kepada

masyarakat luas, meskipun bukan nasabah bank, untuk dapat menggunakan fasilitas

pembayaran mikro. Hal ini tentunya akan semakin meningkatkan akses masyarakat

terhadap alat pembayaran non tunai.

Perkembangan instrumen pembayaran mikro tersebut membawa konsekuensi

kepada Bank Indonesia untuk mulai memusatkan perhatian pada fokus baru berupa

sistem pembayaran mikro. Meskipun secara implisit pembayaran mikro dapat

dikategorikan sebagai LVP, namun secara eksplisit posisinya belum digambarkan

secara jelas sebagai salah satu komponen dalam LVP. Di lain pihak, untuk instrumen

pembayaran mikro sampai saat ini di Indonesia belum banyak berkembang sehingga

saat ini merupakan waktu yang sangat tepat bagi Bank Indonesia untuk

mengeluarkan ketentuan di bidang pembayaran mikro sehingga para issuer dapat

memahami rambu-rambu ketentuan yang berlaku. Ketentuan tersebut diharapkan

4

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

juga dapat menentukan standarisasi produk instrumen pembayaran mikro sehingga

secara nasional pengembangannya dapat dilakukan dengan lebih efisien.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, guna menciptakan kerangka sistem

pembayaran yang menyeluruh, Bank Indonesia perlu mengeluarkan kebijakan yang

jelas, komprehensif dan berkesimbungan dengan rentang waktu yang relatif panjang

di bidang pembayaran mikro dalam rangka meningkatkan penggunaan pembayaran

non tunai. Hal ini tentunya akan memudahkan Bank Indonesia dalam melakukan

langkah-langkah untuk meningkatkan pembayaran non tunai termasuk menerbitkan

ketentuan yang lebih jelas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan

pengembangan instrumen pembayaran mikro.

Kebijakan sistem pembayaran mikro yang akan disusun Bank Indonesia

tersebut memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan Blue Print Sistem

Pembayaran Nasional 1995 dan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi

2004) terutama berkaitan dengan kedalaman bahasan. Kebijakan tersebut akan lebih

spesifik dan detail serta lebih fokus pada kemungkinan terwujudnya instrumen

pembayaran mikro yang dapat digunakan secara luas di masyarakat, memperkuat

aspek hukum dan perlindungan konsumen, menetapkan metode komunikasi dan

diseminasi pembayaran non tunai yang paling efektif, mengkaji kemungkinan

terwujudnya kerangka metode switching antar alat pembayaran mikro yang paling

efektif dan efisien. Sementara itu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional 1995 dan

Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004) lebih mengarah pada sistem

pembayaran secara keseluruhan yang membahas secara umum dan luas mengenai

semua aspek yang terkait dengan sistem pembayaran non tunai. Perbedaan lainnya

adalah dari sisi penyelenggaraan alat-alat pembayaran yang menjadi obyek blue print

dan pedoman kebijakan pembayaran mikro.

Selain itu, Blue Print Sistem Pembayaran Nasional 1995 dan Acuan Pokok

Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004) lebih banyak berisi kebijakan

pengembangan atau peningkatan sistem-sistem yang dioperasikan oleh Bank

Indonesia seperti sistem BI-LINE, BI-RTGS, BI-SSSS, OSA/BIASA, SKN,dan sebagainya.

Dengan demikian Bank Indonesia sebagai pemilik relatif lebih mudah mengontrol

desain, implementasi maupun improvement atas sistem-sistem tersebut. Sebaliknya,

5

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

dalam kebijakan pengembangan pembayaran mikro nantinya akan lebih banyak

memuat kebijakan Bank Indonesia terhadap alat pembayaran mikro yang pada

umumnya dioperasikan oleh pihak lain sehingga sifat kebijakan yang dibuat adalah

lebih dititikberatkan pada upaya-upaya mendorong, memfasilitasi dan mengkatalisasi

tersedianya alat pembayaran yang mudah, murah dan aman bagi masyarakat luas.

Peran baru Bank Indonesia dalam rangka fasilitasi dan katalisasi pengembangan

pembayaran mikro tersebut sangat perlu dikaji lebih dalam agar diperoleh

positioning yang tepat bagi Bank Indonesia yang berada di titik sentral ditengah-

tengah berbagai pihak yang berkepentingan antara lain issuer, customer, otoritas

lain, infrastructure provider, lembaga konsumen dan sebagainya. Berbagai contoh

hal-hal yang dapat dilakukan Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran

mikro ini antara lain inisiasi, koordinasi, riset, penyusunan kebijakan, konsultasi dan

penyusunan regulasi.

Gambar 1 - 1 Posisi Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro

Sosialisasi peran baru Bank Indonesia yang berkaitan dengan pengembangan

pembayaran mikro merupakan hal yang sangat penting mengingat di masa lampau

pada umumnya penerbit alat pembayaran adalah bank. Sesuai ketentuan dalam

MASYARAKAT

PENERBIT

MERCHANT

LEMBAGA PENUNJANG

OTORITAS LAIN

MASYARAKAT

BANK INDONESIA

6

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Peraturan Bank Indonesia No.7/52/PBI tahun 2005 tentang Alat Pembayaran dengan

Menggunakan Kartu (APMK), di masa depan dimungkinkan penerbit kartu prabayar

multi purpose dapat berasal dari institusi non bank sehingga dipastikan komunikasi

antara Bank Indonesia dengan lembaga tersebut akan berjalan secara intens. Jalur

komunikasi baru ini perlu disosialisasikan sehingga pihak-pihak terkait dapat

memahami peran dan posisinya masing-masing dalam kegiatan pembayaran mikro.

Interaksi antara Bank Indonesia dengan penerbit di luar bank ini juga menimbulkan

konsekuensi perlunya komunikasi antara Bank Indonesia yang mendapatkan mandat

sebagai otoritas sistem pembayaran dengan otoritas lembaga penerbit non bank

tersebut. Pihak-pihak lain yang juga akan terkait dengan pembayaran mikro ini

adalah merchant yang menerima pembayaran mikro, masyarakat sebagai pengguna

instrumen pembayaran mikro dan yang terakhir adalah lembaga-lembaga penunjang

seperti lembaga penyedia infrastruktur telekomunikasi, independen auditor,

penyelenggara kliring antar penerbit dan sebagainya.

Aspek lain yang akan sangat menonjol dalam pengembangan pembayaran

mikro nantinya adalah munculnya alat pembayaran non tunai yang bersifat multi-

merchant sehingga aspek tata kelola alat pembayaran ini menjadi sangat penting

agar kepentingan berbagai merchant yang berpartisipasi dalam alat pembayaran

tersebut dapat saling terlindungi disamping tentunya terwujudnya perlindungan

konsumen yang memadai.

1.2. E-Money Sebagai Instrumen Pembayaran Mikro

Pada saat ini, alat / instrumen pembayaran dalam bidang pembayaran mikro

yang fitur-fiturnya dianggap paling cocok untuk dikembangkan adalah berupa stored

value facility yang dalam paper ini selanjutnya disebut sebagai electronic money (e-

money). Dalam publikasi yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement, e-

money didefinisikan sebagai ”stored-value or prepaid products in which a record of

the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the

consumer’s possession”3. Definisi e-money di beberapa negara tidak selalu sama,

3 Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, Bank for Internatonal Settlements, Basle, October 1996, page 1

7

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

namun secara umum fitur e-money memiliki beberapa karakteristik antara lain

sebagai berikut:

− Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering disebut

dengan stored value, yang akan berkurang pada saat konsumen

menggunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.

− Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan

konsumen.

− Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari

e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan

secara off-line. Dalam hal ini verifikasi cukup dilakukan pada level merchant

(point of sale), tanpa harus on-line ke komputer penerbit.

E-money muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen

pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara

cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada umumnya nilai uang yang

disimpan instrumen ini ditempatkan pada suatu tempat tertentu yang mampu diakses

secara cepat secara off-line, aman dan murah.

Secara teknis, media e-money yang digunakan untuk menyimpan value bisa

bermacam-macam antara lain berupa kartu, kertas / voucher maupun media

elektronik seperti internet account dan mobile phone. Hal ini tampaknya sejalan

dengan Acuan Pokok Sistem Pembayaran Nasional (Revisi 2004), dimana dari sisi

bentuk instrumen pembayarannya, sistem pembayaran non tunai terbagi atas sistem

pembayaran berbasis kertas (paper based payment system), sistem pembayaran

berbasis kartu (card based payment system) dan sistem pembayaran berbasis

elektronik (electronic based payment system).

1.3. Tujuan Kebijakan Pengembangan E-money

Tujuan kebijakan pengembangan e-money sebagai instrumen pembayaran

mikro adalah:

8

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

1. Mendorong terciptanya instrumen e-money yang aman, efisien dan handal

bagi masyarakat guna mendukung terwujudnya perekonomian yang lebih

efisien.

2. Menciptakan efisiensi nasional melalui kolaborasi pasar terutama berkaitan

penciptaan standarisasi platform, chip dan messaging sehingga

memungkinkan interoperability antar penyelenggara.

3. Menciptakan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraan e-money

termasuk aspek perlindungan konsumen.

4. Menciptakan mekanisme pengawasan penyelenggaraan e-money.

1.4. Metodologi dan Sistematika Penulisan

Paper ini merupakan produk akhir dari kegiatan insiatif Bank Indonesia tahun

2006 “Grand Desain Upaya Peningkatan Penggunaan Pembayaran Non Tunai”.

Disamping dilakukan dengan cara penelitian, diskusi, seminar, studi literatur dan

pencarian bahan-bahan melalui internet tentang e-money, penyusunan paper juga

dilakukan dengan cara merangkum berbagai hasil kajian dan laporan yang dilakukan

sebagai bagian dari kegiatan inisiatif tersebut di atas antara lain :

1. Laporan hasil survey tentang persepsi, preferensi dan perilaku masyarakat /

lembaga penyedia jasa pembayaran non tunai terhadap penggunaan

pembayaran non tunai.

2. Dampak pembayaran non tunai terhadap perekonomian dan kebijakan

moneter.

3. Kajian lanjutan operasional E-Money.

4. Kajian peranan Bank Indonesia dalam mendukung pengembangan sistem

oleh pelaku pasar dalam rangka mendukung terciptanya less cash society.

5. Laporan hasil seminar internasional “Toward Less Cash Society”

6. Kajian Pengembangan National Payment Gateway

Oleh karena itu, agar mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan jelas

tentang uraian e-money yang ada dalam paper ini, sangat dianjurkan agar kajian dan

9

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

laporan di atas juga dibaca mengingat kajian dan laporan tersebut menguraikan

secara lebih rinci dan menyeluruh tentang penyelenggaraan e-money dan sistem

pembayaran non tunai secara keseluruhan.

Penulisan paper ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut :

1. Bab I berisi tentang pendahuluan yang mengulas latar belakang mengapa perlu

dikembangkan e-money, deskripsi dan cakupan serta tujuan pengembangan e-

money.

2. Bab II berisi dua segmen. Segmen pertama adalah tentang persepsi, preferensi

dan perilaku masyarakat kalangan usaha dan perbankan terhadap pembayaran

non tunai. Sedangkan segmen kedua akan berisi tentang uraian perkembangan

dan dampak sistem pembayaran non tunai secara umum terhadap perekonomian.

3. Bab III berisi tentang uraian yang mendalam tentang penyelenggaraan e-money

yang akan diuraikan dari berbagai aspek.

4. Bab IV berisi tentang strategi komunikasi dan diseminasi informasi berkaitan

dengan e-money dalam rangka meningkatkan penggunaan instrumen

pembayaran tersebut.

10

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

BAB II. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEMBAYARAN NON TUNAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA4

Dalam bab ini akan dibahas mengenai potret pembayaran non tunai dalam

perekonomian Indonesia yang dilihat dari kacamata masyarakat, pengusaha dan

pelaku pasar penyedia jasa pembayaran non tunai serta potensi pembayaran non

tunai. Selain itu juga diulas tentang peranan dan dampak pembayaran non tunai

terhadap perekonomian dan moneter.

2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku

Pasar Terhadap Pembayaran Non Tunai

Untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang persepsi, preferensi dan

perilaku masyarakat, pengusaha dan pelaku pasar pembayaran non tunai terhadap

penggunaan pembayaran non tunai, Bank Indonesia berusaha untuk menampung

aspirasi baik dari masyarakat, pengusaha penyedia jasa pembayaran non tunai maupun

pelaku pasar potensial melalui tiga kegiatan yakni survei5, seminar6 dan diskusi7 dengan

pelaku pasar / potensial issuer.

Informasi dan isu-isu strategis yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut

merupakan masukan yang sangat berguna dalam menentukan strategi

pengembangan sistem pembayaran non tunai yang tepat di Indonesia. Selain itu,

informasi tersebut juga dapat menggambarkan peta potensi pengembangan

instrumen pembayaran non tunai yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan

wilayah di Indonesia, terutama masyarakat di perkotaan dan daerah-daerah yang

relatif maju. Peta potensi ini akan menjadi sumber informasi yang penting bagi para

pelaku pasar untuk melakukan penetrasi pasar dan pengembangan usaha.

4 Referensi yang lebih detail dan jelas dalam bab ini terdapat pada tulisan/paper mengenai : 1. Penelitian Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, 2. Kajian Peranan BI Dalam Mendukung Pengembangan Sistem Oleh Pelaku Pasar Dalam Rangka Mendukung Terciptanya Less Cash Society, 3. Kajian Peranan Pembayaran Non Tunai Dalam Perekonomian dan Kebijakan Moneter, 4. Hasil Seminar Internasional “Toward a Less Cash Society in Indonesia” 5 Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 6 Seminar International “Towards a Less Cash Society In Indonesia”, Jakarta 17-18 Mei 2006 7 Diskusi dilakukan dengan para pelaku pasar potensial untuk menyusun kajian mengenai peranan BI dalam mendukung pengembangan sistem oleh pelaku pasar dalam rangka mendukung terciptanya less cash society.

11

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

2.1.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku

Pasar Terhadap Instrumen Pembayaran Non Tunai

1. Masyarakat

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan survey, seminar maupun diskusi

dengan pelaku pasar potensial secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian

besar masyarakat telah mengenal, menggunakan dan memahami alat

pembayaran non tunai sebagai alternatif pengganti uang tunai. Alat pembayaran

non tunai yang cukup familiar dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah

kartu ATM, kartu debet dan kartu kredit. Hal ini ditunjang dengan fungsi dari

alat pembayaran tersebut yang selain untuk tarik tunai dan belanja juga dapat

digunakan untuk berbagai transaksi pembayaran. Faktor yang mendorong dan

memotivasi masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran non tunai antara

lain faktor keamanan, kemudahan, kecepatan dan efisiensi.

Secara umum, masyarakat pengguna instrumen non tunai didominasi oleh

masyarakat dengan ciri-ciri seperti orang yang terbuka terhadap informasi, orang

yang memandang dirinya sebagai pelopor / panutan bagi orang lain, dan orang

yang memang menyukai model pembayaran non tunai.

2. Pengusaha/Merchant

Sejalan dengan pemahaman masyarakat terhadap alat pembayaran non

tunai, sebagian besar (49,7%) merchant menerima pembayaran non tunai

sehingga dapat dikatakan bahwa merchant tersebut sudah cukup memahami

penggunaan dan manfaat instrumen pembayaran non tunai. Hal ini ditunjukkan

dengan semakin banyaknya outlet-outlet yang menerima pembayaran non tunai

sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. Disamping itu,

pengusaha juga bersedia menerima instrumen pembayaran non tunai jika

instrumen ini telah diterapkan secara luas. Bahkan menurut hasil survei 50%

merchant telah memiliki rencana menerapkan pembayaran non tunai dalam

strategi bisnisnya.

Berdasarkan hasil survei, instrumen pembayaran non tunai yang paling

disukai oleh pengusaha berturut-turut adalah kartu debit, kartu kredit dan

transfer bank. Hal ini didasarkan pada beberapa kriteria yang digunakan antara

12

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

lain keamanan transaksi, kemudahan mencairkan, kemudahan operasional,

ketepatan nilai transaksi dan biaya operasional. Kartu debit menempati urutan

pertama karena pengusaha memandang risiko yang harus ditanggung sangat

kecil karena pembayaran dilakukan dengan cara langsung memindahbukukan

sejumlah nilai transaksi dalam waktu singkat dengan proses otomatis, sehingga

memperkecil risiko gagal bayar.

Terhadap pengenaan/pembebanan biaya (charge) atas transaksi non tunai

yang dilakukan, sebagian besar pengusaha (60%) menginginkan model

persentase untuk pembebanan biaya (charge) transaksi non tunai, sedangkan

sisanya lebih menyukai model fixed. Agar sistem pembayaran non tunai di masa

mendatang dapat lebih berkembang, pengusaha menginginkan sistem

pembayaran non tunai bersifat lebih mudah / praktis, lebih aman, biaya rendah,

disosialisasikan dengan baik serta memiliki jaringan yang lebih luas.

3. Perbankan

Tingginya animo masyarakat dan dunia usaha dalam menggunakan

instrumen pembayaran non tunai juga direspon secara positif oleh dunia

perbankan. Hal ini diindikasikan oleh kenyataan bahwa mayoritas perbankan

melihat pertumbuhan penggunaan kartu ATM, kartu debit maupun kartu kredit

yang sangat tinggi. Disamping itu, peningkatan trend di masyarakat dalam

menggunakan instrumen non tunai juga merupakan faktor pendorong bagi

dunia perbankan.

Biaya investasi yang tinggi khususnya investasi teknologi untuk

mengembangkan insfrastruktur pembayaran non tunai masih merupakan

tantangan dan hambatan tersendiri yang harus dihadapi oleh perbankan.

Namun demikian sebagian besar bank tetap bertekad untuk melakukan investasi

agar dapat memberikan pelayanan yang baik bagi nasabahnya melalui

penciptaan produk-produk inovatif dengan menggunakan teknologi yang aman,

cepat dan handal.

13

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

4. Pelaku Pasar Potensial

Disamping perbankan, terdapat beberapa pelaku pasar yang potensial

dalam mendukung perkembangan instrumen pembayaran non tunai sebagai

issuer. Sebagian besar pelaku pasar tersebut telah memahami kegunaan dan

manfaat instrumen non tunai sebagai alternatif pembayaran pengganti uang

tunai, bahkan beberapa pelaku pasar seperti telah siap dan berencana untuk

mengembangkan secara lebih luas penggunaan instrumen pembayaran non

tunai. Dengan demikian, dari survey tersebut terlihat bahwa persepsi dan

penerimaan pelaku pasar terhadap pembayaran non tunai dapat dikatakan

cukup baik.

Para pelaku pasar ini berpendapat bahwa dalam mengembangkan

instrumen non tunai hendaknya perlu diperhatikan aspek culture, needs,

behavior dan karakter pembayaran masyarakat Indonesia. Aspek lain yang perlu

diperhatikan antara lain adalah faktor kemudahan dan kenyamanan dalam

penggunaan, biaya yang murah serta menggunakan teknologi yang aman,

praktis, cepat, dan reliable. Disamping itu, kolaborasi pasar merupakan aspek

yang memegang peranan penting untuk mengetahui kebutuhan mekanisme

pembayaran yang paling tepat.

Dalam rangka menciptakan efisiensi nasional perlu adanya standarisasi

sehingga dapat dilakukan interoperability antar berbagai penerbit. Dalam

menjalankan tugas yang diembannya, Bank Indonesia diharapkan oleh para

pelaku pasar agar dapat menghasilkan kebijakan berupa standarisasi instrumen

non tunai. Disamping itu, Bank Indonesia dapat juga berperan dalam

menggerakkan seluruh pihak yang terkait untuk duduk bersama dan

mendiskusikan hal-hal teknis dan krusial, sehingga pengembangan pembayaran

non tunai secara nasional akan menjadi lebih efektif dan efisien.

14

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

2.1.2. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku

Pasar Terhadap Pengembangan E-Money

1. Masyarakat

Potensi pengembangan instrumen e-money relatif tinggi. Hal ini tercermin

dari kesediaan masyarakat untuk memanfaatkan e-money cukup besar, yaitu

sebesar 71% masyarakat bersedia memanfaatkan e-money. Alasan bersedia

memanfaatkan e-money adalah kemudahan dan kenyamanan, lebih aman dan

pengeluaran menjadi lebih terkendali. Alasan lainnya adalah masyarakat senang

dengan produk baru yang sedang trend, prestise serta banyak memberikan

manfaat. E-money yang diharapkan masyarakat dapat dijadikan sebagai

instrumen pengganti uang tunai dengan berbagai fungsi pembayaran pada

beberapa merchant, seperti ditampilkan dalam gambar sebagai berikut :

50.54

33.18 33.1829.19 27.96 27.96

0

20

40

60

80

100

Jum

lah

Res

pond

en (%

)

Pom Bensin Supermarket PembayaranTol

Rumah Sakit& Apotik

Bus Umum Kereta Api

Gambar 2- 1 Fungsi E-Money Yang Diinginkan Masyarakat

Dari sisi biaya yang dibebankan kepada masyarakat terhadap penggunaan

transaksi non tunai, masyarakat memandang pengenaan biaya tersebut masih

dianggap wajar karena sebanding dengan manfaat yang diperolehnya.

2. Pengusaha

Hasil survey menunjukkan bahwa 73% pengusaha menyatakan bersedia

menerima e-money. Penggunaan instrumen pembayaran non tunai e-money

dinilai oleh pengusaha lebih efisien dan memudahkan konsumen. Sedangkan

15

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

alasan pengusaha yang tidak bersedia menerima e-money (27%) tersaji dalam

gambar sebagai berikut :

Alasan Tidak Menerima :• Merasa belum perlu : 47%• Belum ada infrastruktur : 16%• Belum mengerti/tidak tahu prosedur : 8%• Rumit & merepotkan : 6%• Dan lain-lain : < 5%

73%

27%

Menerima Tidak

Gambar 2- 2 Kesediaan Pengusaha Menerima E-Money

3. Perbankan

Dalam pengembangan e-money tantangan yang dihadapi perbankan

diantaranya adalah biaya investasi yang mahal serta pangsa pasar yang relatif

kecil atau belum adanya kejelasan mengenai potensi / peluang pasar. Disamping

itu, teknologi jaringan dan perangkat sistem yang belum mendukung serta

belum menjadi prioritas utama dalam strategi bisnis perusahaan juga menjadi

tantangan lain bagi perbankan.

Walaupun terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan e-money,

hasil survei menunjukkan bahwa 51% bank telah memiliki rencana bisnis untuk

mengembangkan e-money. Instrumen ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi

biaya, memperluas jaringan dan meningkatkan pelayanan bagi nasabah. Dari

jumlah tersebut, 49% bank memiliki rencana untuk mengembangkan produk

kartu prabayar yang bersifat multifungsi.

Jangka Waktu Pengembangan Produk

Mekanisme Pengembangan

Produk yang Dikembangkan Rencana

Pengembangan E-Money < 3

tahun 3 - 5 tahun

> 5 tahun

Terpisah Gabung Single Purpose

Multi Purpose

Persentase Jumlah Bank 17,70 20,35 13,27 9,73 41,59 2,65 48,67

Tabel 2- 1 Rencana Pengembangan E-Money

16

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Dalam mengembangkan e-money, supermarket merupakan jenis

perusahaan yang mendapat prioritas utama untuk diajak bekerjasama dengan

perbankan. Hal ini disebabkan, karena supermarket menyediakan kebutuhan

sehari-hari yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Selain supermarket

merchant-merchant lain yang dianggap potensial untuk diajak kerjasama adalah

pom bensin, penyelenggara jalan tol dan perusahaan transportasi.

4. Potensial Penerbit

Persepsi sebagian besar potensial penerbit telah memahami mengenai

kegunaan dan manfaat e-money, bahkan jika memungkinkan mereka

mengharapkan agar fungsi dari e-money tersebut dapat diperluas sehingga akan

lebih efisien, aman dan nyaman. Dengan demikian persepsi mengenai e-money

sebagai alternatif instrumen pembayaran pengganti uang tunai telah dipahami

dengan baik. Selanjutnya potensial penerbit berharap bahwa e-money dapat

segera direalisasikan sehingga diharapkan dapat :

1. mengurangi jumlah uang tunai yang dikelola dan mengurangi biaya cash

handling;

2. mempercepat waktu transaksi;

3. meningkatkan akurasi transaksi;

4. mengurangi kesalahan teknis/administrasi yang disebabkan oleh human

error;

5. relatif lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan uang tunai terutama

dari sisi kebersihan dan kesehatann.

Secara umum, hasil identifikasi pada beberapa potensial penerbit

menunjukkan bahwa e-money cukup potensial untuk dikembangkan mengingat

telah adanya konsep pengembangan pada para pelaku pasar tersebut. Bahkan

beberapa pelaku pasar dalam bidang telekomunikasi dan transportasi telah

memiliki rencana dan konsep pengembangan non tunai dalam strategi bisnisnya.

Untuk mengimplementasikan strategi bisnis khususnya pengembangan non

tunai, para pelaku pasar masih menunggu ketentuan dan pedoman yang lebih

jelas dari Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang.

17

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Preferensi pengembangan e-money bagi pelaku pasar pada umumnya

adalah yang bersifat multi fungsi (multi purpose stored value). Sedangkan

kendala pengembangan yang dihadapi pada umumnya terkait dengan issue

standarisasi/interoperability dan legal aspect.

2.1.3. Pemetaan Potensi Pengembangan Pembayaran Non Tunai

Untuk dapat mengukur seberapa besar potensi suatu daerah dalam

mengembangkan pembayaran non tunai maka dilakukan pemetaan potensi

pengembangan pembayaran non tunai. Pemetaan potensi pengembangan

pembayaran non tunai dihasilkan dari penggabungan antara variabel potensi yang

diperoleh dari data primer hasil survei dengan variabel-variabel sosial ekonomi dari

data sekunder. Variabel sosial ekonomi tersebut meliputi jumlah kantor bank, total

penyaluran kredit, dana pihak ketiga di bank, produk domestik regional bruto dan

jumlah penduduk.

Berdasarkan peta potensi wilayah, kota-kota yang potensial bagi

pengembangan instrumen pembayaran non tunai di Indonesia adalah DKI Jakarta,

Surabaya dan Bandung. DKI Jakarta merupakan kota dengan prioritas utama dan

paling potensial bagi pengembangan instrumen non tunai. Hal ini cukup dimengerti

mengingat DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat bisnis dan pusat

perdagangan, disamping kota-kota lainnya seperti Surabaya, Bandung dan Medan.

Sementara kota-kota lainnya seperti Batam, Semarang, Makasar dan Balikpapan

walupun merupakan kota-kota besar dinilai belum terlalu potensial bagi

pengembangan instrumen non tunai.

Peta potensi pengembangan di Indonesia terhadap sistem pembayaran non

tunai dapat disajikan dalam beberapa metode dan klasifikasi dengan cakupan yang

lebih detail. Salah satu peta potensi tersebut antara lain seperti tampak dalam

gambar sebagai berikut :

18

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Peta Potensi Pengembangan Di IndonesiaSistem Pembayaran Non Tunai Tanpa Klasifikasi Wilayah dengan Metode

Standard Deviasi

Gambar 2- 3 Peta Potensi Pengembangan di Indonesia

Dengan demikian, apabila pengembangan sistem pembayaran non tunai akan

dilakukan secara bertahap, maka fokus pengembangan dapat dilakukan terhadap

wilayah yang berpotensi tinggi dan selanjutnya wilayah yang mempunyai potensi

menengah tinggi dan seterusnya.

Untuk menunjang keberhasilan implementasi pengembangan di wilayah

potensi tinggi dan menengah tinggi harus disertai dengan sosialisasi yang memadai,

sehingga diharapkan akan mempermudah proses pengembangan di wilayah-

wilayah lain (potensi menengah bawah dan rendah). Kajian, metodologi dan hasil

pemetaan potensi pengembangan pembayaran non-tunai dapat dilihat dalam

laporan survey.

2.2. Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian

2.2.1. Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia

Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur

perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di

Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai

dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan

19

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap

uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.

1. Perkembangan Volume Transaksi Non Tunai

Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia secara umum sudah

mengarah ke sistem pembayaran non tunai. Hal tersebut tercermin dari transaksi nilai

besar (high value) dan transaksi nilai kecil (retail) yang dilakukan melalui sarana Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), dan kliring yang mengalami

peningkatan secara signifikan dari tahun ke tahun.

Berdasarkan data transaksi melalui BI-RTGS, penyelesaian transaksi antar bank

melalui sistem BI-RTGS menunjukkan tren peningkatan baik dari sisi nilai maupun

volume transaksi. Hal ini disebabkan semakin luasnya cakupan wilayah implementasi

BI-RTGS, sehingga semakin mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa

pembayaran non tunai tersebut.

-

500,000.00

1,000,000.00

1,500,000.00

2,000,000.00

2,500,000.00

3,000,000.00

3,500,000.00

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

2001 2002 2003 2004 2005

-

100200

300

400

500600

700

800

Nilai TransaksiVolume Transaksi

Ribu TransaksiMiliar Rp

Gambar 2- 4 Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGS

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi

melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi

kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat

mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh wilayah

Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).

20

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

40,000,000

50,000,000

60,000,000

70,000,000

80,000,000

90,000,000

100,000,000

110,000,000

120,000,000

130,000,000

140,000,000

150,000,000

160,000,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2002 2003 2004 2005

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

9,000,000

Volume

Nominal (Juta Rp)

Trend Bulanan Volume Transaksi Kliring

Trend Bulanan Nominal Transaksi Kliring

Juta Rp Volume

Gambar 2- 5 Perkembangan Kliring Penyerahan secara Nasional

Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat

diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu

(APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran

menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet maupun kartu

prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen APMK

pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi dilakukan pada

level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank (penyelenggara)

sesuai dengan skala operasional jaringannya.

Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke waktu

baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus

berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK. Dengan

kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan untuk

meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi lebih

beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau

pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk

melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan

telepon).

APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu debet,

smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai

perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.

21

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00Ja

n-99

May

-99

Sep-

99

Jan-

00

May

-00

Sep-

00

Jan-

01

May

-01

Sep-

01

Jan-

02

May

-02

Sep-

02

Jan-

03

May

-03

Sep-

03

Jan-

04

May

-04

Sep-

04

Jan-

05

May

-05

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

Jumlah Transaksi (Juta transaksi)

Nilai Transaksi (Triliun Rp)

Triliun RpJuta transaksi

Gambar 2- 6 Perkembangan Total Volume dan Transaksi APMK

Sejalan dengan perkembangan teknologi, aktivitas pembayaran non tunai

yang dicerminkan dari berbagai alat pembayaran kartu diatas baik dilihat dari nilai

maupun jumlah transaksi menunjukkan peningkatan sejak tahun 1999 hingga 2005.

Total volume dan nilai transaksi APMK meningkat dari 33 juta transaksi dengan nilai

sebesar Rp6,4 triliun pada awal 1999 menjadi 86 juta transaksi senilai Rp65 triliun

pada bulan Juli 2005.

2. Rasio Nilai Konsumsi Swasta Terhadap Uang Kartal Yang Diedarkan

Selain terlihat dari peningkatan volume transaksi non tunai, peningkatan

aktivitas pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan oleh rasio nilai konsumsi

swasta terhadap uang kartal yang diedarkan di masyarakat yang menunjukkan

perkembangan meningkat. Besarnya rasio tersebut cenderung meningkat dari 14

pada 1997 menjadi 17 pada 2005. Hal ini mengindikasikan trend semakin

menurunnya porsi penggunaan uang tunai dalam mendukung aktivitas konsumsi

masyarakat.

22

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

13

14

15

16

17

18

19

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Konsumsi swasta per uang kartal yang diedarkanPower (Konsumsi swasta per uang kartal yang diedarkan)

Gambar 2- 7 Rasio Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang diedarkan

Perkembangan yang sama dapat ditemui pada negara-negara yang juga

menerapkan pengembangan dalam alat pembayaran non tunai. Rasio konsumsi

swasta terhadap uang kartal yang diedarkan pada beberapa negara tersebut

mengalami peningkatan dalam periode 1970 – 2004.

1970 - 1980 1980 - 1990 1990 - 2004

UK 10,92 18,42 24,27

Canada 14,78 18,35 16,51

Austria 6,56 8,47 na

Finland 19,70 20,82 na

Ireland 7,71 10,05 11,16

Italy 6,47 9,73 10,08

Netherlands na 7,27 7,98

Portugal 4,08 7,84 12,68

Sweden 7,91 9,62 12,45

Spain 7,18 8,15 na

Sumber : International Financial Statistics (BI-Library)

Average ratio of private consumption to currencyCountries

Tabel 2- 2 Rata-rata Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang Diedarkan di

Beberapa Negara 3. Rasio Uang Kartal Terhadap Giro Dan Transaksi Pembayaran Berbasis

Kartu

Indikator lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan perkembangan

pembayaran non tunai adalah rasio uang kartal terhadap giro dan transaksi

pembayaran berbasis kartu. Penggunaan transaksi pembayaran berbasis kartu pada

perhitungan rasio ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran

perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan,

rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni

data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito.

23

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Namun demikian, hal tersebut diperkirakan hanya akan berpengaruh pada

perbedaan besaran (magnitude) rasio yang dihasilkan. Sementara arah dari

perkembangan rasio tersebut masih dapat digunakan untuk memberikan gambaran

perkembangan pembayaran non tunai. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan

semakin tingginya aktivitas pembayaran non tunai. Dalam periode 2000 – 2006,

perkembangan rasio uang kartal terhadap giro dan pembayaran berbasis kartu di

Indonesia cenderung turun dari 0.6 pada tahun 2000 menjadi 0.4 pada 2005.

Kondisi ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator lainnya yang

menggambarkan tren peningkatan preferensi masyarakat terhadap pembayaran non

tunai.

0.30

0.35

0.40

0.45

0.50

0.55

0.60

0.65

2000 2001 2002 2003 2004 2005

C/D+ATM+Debet

Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu

2.2.1. Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap

Perekonomian Dan Kebijakan Moneter

1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian

Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan

manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni :

mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat

melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga

(khusus kartu prabayar / e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK,

mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong

aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi.

24

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

2. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter

Peranan E-money terhadap Kebijakan Moneter

Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan

komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter.

Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu

ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat

berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan

dalam arti luas (M2). Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan dari

simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu (M2) menjadi jenis simpanan

yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan giral (M1).

Memperhatikan degree of moneyness dari jenis simpanan tabungan tersebut

diatas, perlu dipertimbangkan pengklasifikasian tabungan yang menggunakan

kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori uang giral

dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat terhadap

besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam perumusan dan

pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran moneter sebagai

operasional target. Sehingga untuk dapat mempertahankan efektivitas

pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter seyogyanya

juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai.

Peranan E-money terhadap Kebijakan Moneter

Dalam penerbitan e-money, issuer memiliki sejumlah dana (monetary value)

yang tercatat dalam media storage-nya yang belum digunakan untuk

pembayaran, atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan

atau di-redeem oleh merchant disebut float. Float ini merupakan kewajiban

(liability) penerbit atas e-money yang diterbitkan. Kewajiban tersebut akan

berkurang pada saat pemegang e-money melakukan transaksi pembayaran atau

di-redeem oleh merchant.

Berdasarkan karakteristik e-money diatas, dimana float setiap saat dapat

digunakan sebagai alat pembayaran, maka jenis dana ini dapat dikategorikan

25

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

sebagai dana yang sangat likuid sehingga dapat disetarakan dengan uang tunai

(cash) atau giro. Sehingga untuk mengkomodasi perkembangan e-money ke

depan dan mengeliminir kemungkinan dampaknya terhadap perumusan besaran

moneter, seyogyanya float e-money dapat diperhitungkan sebagai bagian dari

M1.

Selanjutnya untuk melihat peranan e-money terhadap kebijakan moneter

maka dapat dikaji dari sudut pandang penerbitnya yaitu bank dan non bank.

Penerbitan e-money oleh bank akan menyebabkan pergeseran simpanan

masyarakat di bank dari tabungan dan deposito atau giro ke dalam bentuk float

yang tetap masih dalam sisi kewajiban neraca bank. Sepanjang variabel float dari

e-money telah dikategorikan sebagai komponen M1, penerbitan e-money oleh

bank hanya akan menyebabkan pergeseran (shifting) dari tabungan (S) atau

deposito (T) ke dalam bentuk float e-money atau perubahan komponen M2

menjadi M1. Dalam hal penerbit adalah lembaga non bank, penerbitan e-money

berpotensi mengurangi simpanan masyarakat pada perbankan jika dana float e-

money tidak (atau hanya sebagian) ditempatkan kembali pada bank umum.

26

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

BAB III. PENGEMBANGAN E-MONEY SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAYARAN MIKRO

Sebagaimana telah dijabarkan pada bab sebelumnya, potensi dan harapan

masyarakat terhadap instrumen pembayaran mikro yang bersifat multipurpose dan

stored value sangat besar. Hal ini juga didukung oleh kesediaan merchant untuk

menerima pembayaran non tunai yang bersifat prabayar dan kesiapan pelaku pasar

dari beberapa terutama dari sektor transportasi/komunikasi untuk menjadi penerbit

e-money serta rencana perbankan untuk mengembangkan e-money.

Harapan dan keinginan dari pihak-pihak tersebut cukup signifikan mengingat

instrumen pembayaran multipurpose stored value facilities atau yang lebih dikenal

dengan istilah e-money memiliki beberapa manfaat atau kelebihan dibandingkan

dengan uang tunai maupun alat pembayaran non tunai lainnya. Dibandingkan

dengan uang tunai, transaksi menggunakan e-money jauh lebih cepat dan nyaman,

khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), karena pengguna e-

money tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas atau harus menyimpan uang

kembalian. Selain itu karena sifatnya yang non tunai maka dapat mengurangi biaya

operasional merchant sebagai akibat penurunan biaya cash handling. Sedangkan jika

dibandingkan dengan kartu debet dan kartu kredit, e-money akan lebih efisien dari

segi waktu karena tidak harus memerlukan proses otorisasi on-line, tidak perlu

melakukan tanda tangan maupun memasukan PIN (Personal Identification Number).

Kelebihan lainnya atas kartu kredit dan kartu debet adalah transaksi e-money dapat

bersifat off-line sehingga biaya komunikasi dapat dikurangi. Disamping itu karena

sifatnya yang electronic stored value, maka e-money memiliki kemudahan untuk

dapat diisi ulang melalui berbagai sarana yang disediakan oleh penerbit sehingga e-

money dapat menjangkau segmen masyarakat termasuk yang belum memiliki akses

kepada perbankan (unbanked) untuk menggunakan instrumen pembayaran non

tunai.

27

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

3.1. Latar Belakang Perlunya Pengaturan Terhadap E-Money

Dalam perannya sebagai alternatif alat pembayaran non tunai, penggunaan e-

money dalam pembayaran mikro disamping memberikan berbagai manfaat dan

kemudahan bagi konsumen juga memiliki berbagai potensi risiko keamanan. Potensi

risiko yang banyak terkandung dalam pembayaran mikro antara lain adalah risiko

pemalsuan dan duplikasi kartu, modifikasi data atau aplikasi e-money, pengubahan

message, pencurian, penyangkalan (repudiation) dan risiko malfuction. Mengingat

berbagai risiko yang harus dihadapi tersebut maka untuk meminimalisasi risiko,

penyelenggaraan e-money merupakan aspek penting yang harus diatur dalam

mewujudkan kerangka hukum yang kuat dan transparan serta mampu memberikan

jaminan perlindungan terhadap konsumen dan merchant.

Disamping risiko keamanan, e-money juga memiliki berbagai risiko dan potensi

implikasi terhadap kebijakan moneter. Terkait dengan hal tersebut maka dalam

rangka menjaga efektivitas kebijakan moneter yang bersifat fundamental dan

menjaga efisiensi dalam sistem pembayaran serta kepercayaan terhadap instrumen

pembayaran, Bank Indonesia selaku pihak yang diberi amanat untuk mengatur sistem

pembayaran dan moneter perlu memberikan perhatian khusus terhadap

pengembangan e-money sebagai salah satu instrumen pembayaran non tunai di

bidang pembayaran mikro. Namun demikian, pengaturan terhadap penyelenggaraan

e-money ini hendaknya tidak terlampau rigid yang dikhawatirkan dapat mengurangi

minat para pihak untuk menjadi penerbit e-money.

3.2. Ketentuan E-Money Saat Ini

Sampai dengan saat ini, di Indonesia belum memiliki peraturan perundang-

undangan tersendiri yang secara khusus mengatur mengenai kegiatan pembayaran

dengan menggunakan e-money. Namun demikian, mengingat penyelenggaraan e-

money merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pembayaran, maka sesuai

dengan kewenangannya di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia telah

mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/30/PBI/2004 tanggal 28

Desember 2004 tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Selanjutnya,

pengaturan e-money (kartu prabayar) tersebut lebih disempurnakan lagi dalam

28

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Peraturan Bank Indonesia No.7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (PBI

APMK) dan berbagai peraturan pelaksanaannya yang sekaligus mencabut PBI

No.6/30/PBI/2004.

PBI APMK tersebut belum mengatur secara komprehensif kegiatan e-money di

Indonesia, mengingat yang diatur adalah fitur berbasiskan kartu (card) sedangkan

format e-money selain berbentu kartu juga dapat berbentuk kertas/voucher, media

elektronik seperti internet account, mobile phone dan sebagainya. Namun demikian,

secara umum dapat dikatakan bahwa PBI ini telah dapat menjadi landasan hukum

awal bagi penyelenggaraan kegiatan e-money di Indonesia terutama yang

berbentuk kartu.

Secara garis besar, ruang lingkup pengaturan mengenai e-money (kartu

prabayar) oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam PBI APMK, meliputi aspek-

aspek sebagai berikut:

3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia

Kartu prabayar yang penerbitannya wajib terlebih dahulu mendapat

persetujuan Bank Indonesia adalah :

1. Kartu prabayar single-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar single-

purpose tetapi dapat digunakan di lebih dari satu merchant;

2. Kartu prabayar multi-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar multi-

purpose yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran pada lebih

dari satu merchant; dan

3. Kartu prabayar single-purpose atau multi-purpose yang penerbitnya bukan

merupakan merchant.

Persetujuan Bank Indonesia terhadap penerbitan kartu prabayar tersebut

diperlukan mengingat kartu tersebut bersifat seperti uang. Adapun persetujuan Bank

Indonesia tersebut dimaksudkan untuk 1) memberikan perlindungan kepada

masyarakat pengguna, 2) menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat

pembayaran tersebut, dan 3) melaksanakan tugas Bank Indonesia dalam memonitor

uang beredar.

29

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

3.2. 2. Penerbit E-Money

Dalam PBI APMK pihak-pihak yang dapat menerbitkan e-money diatur sebagai

berikut :

1. Pihak yang dapat menerbitkan e-money adalah bank dan lembaga selain

bank.

2. Khusus untuk lembaga selain bank yang akan menerbitkan e-money harus

memenuhi persyaratan :

- Berbadan hukum Indonesia dalam bentuk PT; dan

- Memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan kartu

prabayar single-purpose single merchant atau multi-purpose single

merchant di Indonesia minimal selama dua tahun.

3. Pihak yang akan menjadi penerbit harus mendapat ijin prinsip dari Bank

Indonesia. Ijin prinsip akan diberikan setelah calon penerbit memenuhi

persyaratan teknis operasional dan administratif sesuai ketentuan Bank

Indonesia. Persyaratan tersebut antara lain berupa dokumen terkait bukti

kesiapan penerapan manajemen risiko yang meliputi risiko likuiditas, risiko

kredit dan risiko operasional.

3.2. 3. Manajemen Risiko

Ketentuan terkait manajemen risiko, meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Salah satu dokumen yang harus disampaikan pada saat mengajukan

permohonan untuk menjadi penerbit adalah dokumen terkait bukti kesiapan

penerapan manajemen risiko yang meliputi risiko likuiditas, risiko kredit dan

risiko operasional.

2. Kewajiban penerbit untuk menerapkan manajemen risiko sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko.

3. Kewajiban menerapkan manajemen risiko operasional yang sekurang-

kurangnya meliputi:

1). Penetapan batas maksimum nilai transaksi

2). Penetapan batas maksimum untuk nilai yang tersimpan pada kartu,

yaitu 1 (satu) juta rupiah.

4. Jika penerbit bekerjasama dengan technical acquirer / perusahaan switching,

30

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

maka penerbit harus memiliki bukti mengenai kehandalan dan keamanan

operasional technical acquirer / perusahaan switching tersebut yang

dibuktikan melalui hasil audit dari security audit yang independen.

5. Penerbit yang juga bertindak sebagai financial acquirer, wajib menerapkan

pengendalian risiko keuangan jika terjadi kerugian akibat penggunaan kartu

palsu atau memastikan financial acquirer menerapkan pengendalian risiko

keuangan tersebut, jika penerbit bekerjasama dengan financial acquirer.

6. Penerbit yang juga berperan sebagai technical acquirer, wajib menerapkan

manajemen risiko operasional, yang sekurang-kurangnya meliputi :

1). penyediaan sarana pengganti (back-up system); dan

2). penyediaan sarana back-up data transaksi.

Jika penerbit bekerjasama dengan technical acquirer, maka penerbit wajib

memastikan bahwa technical acquirer menerapkan manajemen risiko

operasional tersebut di atas.

3.2. 4. Hak dan Kewajiban para pihak

Penerbit diwajibkan untuk memberikan informasi secara tertulis kepada

pemegang kartu mengenai :

1. Prosedur dan tata cara penggunaan kartu prabayar, fasilitas dan risiko yang

mungkin muncul pada penggunaan kartu prabayar;

2. Hak dan kewajiban pemegang kartu;

3. Tata cara pengajuan pengaduan terkait penggunaan kartu dan perkiraan

lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut.

3.2. 5. Anti Money Laundering

Dalam upaya mencegah pemanfaatan kartu untuk melakukan kejahatan

pencucian uang (money laundering), maka dalam peraturan pelaksanaan PBI APMK

diatur bahwa batas maksimum jumlah nominal dana yang dapat diisikan pada setiap

kartu prabayar adalah sebesar satu juta rupiah. Dengan demikian, untuk sementara

ini kartu prabayar hanya ditujukan untuk pembayaran yang sifatnya retail dan mikro.

31

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

3.3. Pedoman Pengembangan E-Money

Dalam upaya mendukung pengembangan e-money diperlukan adanya

pedoman yang lebih komprehensif guna memastikan penyelenggaraan e-money

yang berjalan secara aman dan efisien. Saat ini pengembangan e-money berpedoman

pada ketentuan PBI APMK yang khususnya dengan basis kartu. Ke depan, Bank

Indonesia perlu merumuskan kembali ketentuan mengenai pengembangan e-money

secara lebih komprehensif, termasuk perluasan pengaturan e-money yang berformat

voucher / paper dan media elektronik seperti internet account dan mobile phone,

pengaturan tentang pengelolaan float yang sehat, standarisasi platform infrastruktur,

chip dan messaging sehingga dimungkinkan interoperability antar penerbit, aspek

perlindungan konsumen dan sebagainya.

Selain berpedoman pada PBI APMK, penyelenggaraan e-money juga perlu

memperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut :

3.3.1. Pengelolaan E-Money

Dalam mengelola e-money penerbit harus memperhatikan faktor-faktor

teknis dan keamanan sebagai berikut :

1. Faktor teknis penyelenggaraan e-money

Faktor teknis penyelenggaraan e-money antara lain meliputi :

a. Meskipun pada umumnya transaksi di merchant bersifat off-line namun

untuk transaksi-transaksi yang bersifat kritikal seperti pada saat pengisian

ulang oleh pemegang kartu dan proses deposit (penyetoran) oleh merchant

perlu dilakukan secara on-line atau mendekati real-time.

b. Fitur audit trail untuk penyediaan informasi informasi finansial maupun

sekuriti untuk kepentingan pelacakan atas fraud yang terjadi.

c. Fitur pengisian ulang setiap waktu (reloadable) melalui berbagai cara seperti

transfer dari rekening, pembayaran tunai atau dengan menggunakan kartu

kredit.

d. Batas maksimum untuk nilai uang yang tersimpan pada e-money

32

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

e. Mekanisme refund/redeem sebagai jaminan bagi nasabah untuk dapat

menukarkan electronic value dari e-money ke dalam bentuk nilai moneter

baik berupa uang tunai maupun melalui transfer ke rekening yang

bersangkutan.

f. Mekanisme penyelesaian transaksi antara penerbit dan merchant.

g. Uang yang diserahkan oleh pemegang e-money kepada penerbit tidak

dikategorikan sebagai rekening simpanan sebagaimana diatur dalam

undang-undang perbankan sehingga penerbit e-money tidak harus bank.

h. Transaksi e-money hanya diperbolehkan untuk transaksi antara pemegang

e-money dengan merchant. Untuk sementara waktu, sampai dengan

transaksi e-money dianggap cukup aman maka transaksi antar pemegang e-

money belum dapat dilaksanakan.

i. E-money yang diterbitkan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan

sehingga memungkinkan dilakukannya interoperability diantara berbagai

penerbit. Aspek interoperability ini sangat penting untuk menciptakan

efisiensi penyelenggaraan e-money. Akan lebih baik apabila pelaku e-money

dapat merumuskan sendiri standar dimaksud sehingga Bank Indonesia

hanya meng-endorse standar tersebut dan dicantumkan dalam ketentuan

tentang e-money.

j. Memperhatikan perkembangan teknologi, jaringan komunikasi, komputer,

mobile phone dan memory storage, diperkirakan perkembangan instrumen

pembayaran mikro di dalam waktu dekat akan lebih cenderung ke arah

instrumen yang berbasis kartu. Jika format e-money adalah dalam bentuk

kartu dan diaplikasikan untuk pembayaran yang memerlukan waktu yang

sangat singkat maka format yang dirasa cocok digunakan adalah contact-

less card.

2. Faktor Keamanan

Faktor utama yang mempengaruhi tingkat security penggunaan e-money

antara lain adalah instrumen dan peralatan yang digunakan dan proses

pertukaran data elektronik pada saat terjadi transaksi. Dalam penyelenggaraan e-

33

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

money, penyelenggara harus dapat memastikan diterapkannya security

measures untuk menekan risiko0keamanan yang yang mungkin muncul

akibat dua faktor tersebut di atas antara lain duplication of devices, alteration

or duplication of data/software, alteration of message, pencurian kunci

cryptographic, penyangkalan transaksi (repudiation) dan malfunction.

Faktor keamanan yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraaan e-money

adalah :

a. Penerapan sistem pengamanan (security) yang baik oleh penerbit, yang

berupa :

1). Penetapan minimum security measures yang harus dipenuhi oleh setiap

calon penerbit, yang meliputi prevention, detection dan containtment

security measures.

2). Pelaksanaan security audit secara periodik oleh security auditor yang

independen.

b. Kebijakan dan prosedur yang jelas dan komprehensif, termasuk pembagian

tugas dan tanggung jawab personil yang jelas.

c. Business Continuity Plan (BCP), yang mencakup sistem back-up dan recovery

database e-money. BCP harus terdokumentasi dengan baik dan diuji secara

berkala untuk memastikan tetap berjalannya sistem meskipun terjadi

gangguan yang tak terduga.

d. Dalam hal penerbit menyerahkan operasional e-money kepada pihak lain

(system operator), maka penerbit harus tetap bertanggung jawab terhadap

keamanan dan kehandalan sistem. Penerbit secara berkala harus melakukan

due dilligence dan me-review kelayakan dan performance service provider,

bahkan jika diperlukan pengawas / pemeriksa dapat diberikan akses kepada

aktivitas system operator tersebut untuk memastikan pemenuhan

kewajibannya.

34

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

3. Pengelolaan Risiko Likuiditas

Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap e-money maka

sangat penting memastikan bahwa penerbit memperhatikan risiko likuiditas dan

pengelolaan float8. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar :

a. Redeem yang dilakukan oleh pemegang e-money dapat dipenuhi setiap saat.

b. Tagihan oleh merchant dapat dibayarkan secara tepat waktu.

c. Dalam hal penerbit mengalami insolvency, kewajiban terhadap merchant

dapat dipenuhi dan dana dari pemegang e-money dapat di redeem.

Tujuan tersebut di atas dapat dicapai melalui penerapan beberapa prinsip

pengeloaan dana antara lain :

a. Penetapan cadangan minimum dana float (minimum reserve requirement)

yang harus dipelihara dari waktu ke waktu, termasuk didalamnya :

1). Jumlah minimum yang wajib dipelihara, bentuk dan lembaga penyimpan

float akan ditentukan oleh Bank Sentral.

2). Pemenuhan persyaratan-persyaratan likuiditas, modal minimum dan lain

sebagainya untuk menjamin kontinuitas dan kredibilitas dari skim e-

money yang diterbitkan.

3). Adanya jaminan untuk mengantisipasi ketidakmampuan penerbit dalam

hal mengalami insolvency

4). Adanya lembaga wali amanat (trust agency) yang mengadministrasikan

pengelolaan float.

b. Penerapan prinsip kehati-hatian berkaitan dengan bentuk investasi yang

diperbolehkan dalam rangka pengelolaan float, antara lain:

1). Untuk mengurangi risiko mishandling, penerbit diharuskan

menempatkan float pada rekening bank tertentu yang terpisah dari

modal kerja penerbit. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya float adalah

trust account yang belum dapat diakui sebagai harta atau pendapatan

8 float adalah dana (monetary value) yang tercatat dalam e-money dan belum digunakan untuk pembayaran, atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan / di-redeem oleh merchant. Float merupakan kewajiban (liability) issuer atas e-money yang diterbitkannya.

35

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

penerbit sampai dengan float tersebut benar-benar dibelanjakan kepada

penerbit;

2). Investasi yang digunakan untuk pengelolaan float berupa aset yang

likuid dengan risiko yang rendah seperti deposito dan surat utang

pemerintah. Investasi strategis dengan risiko tinggi sebaiknya dihindari.

c. Pengakuan pendapatan terhadap e-money yang tidak diklaim

Atas e-money yang tidak di klaim oleh pemegang dalam jangka waktu

tertentu misalnya karena rusak, hilang, kadaluwarsa dan lain-lain penerbit

sebaiknya lebih bijak dalam hal pengakuannya. Hal ini mengingat e-money

merupakan money convertion, yang fungsinya hampir sama dengan uang

tunai. Jika uang tunai rusak maka sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia

uang tersebut dapat diganti, kecuali apabila hilang, namun jika e-money

hilang, sebenarnya di penerbit masih tercatat sehingga masih dimungkinkan

untuk dilakukan pengantian e-money sesuai nilai yang tercatat. Sedangkan

untuk pengaturan kedaluwarsa e-money, sebaiknya penerbit juga berbeda

perlakuannya dengan kartu prabayar single purpose dimana penerbit dapat

menentukan pengakuan pendapatan atas nilai kartu yang kedaluwarsa tanpa

persetujuan dari pemiliknya. Dalam hal e-money dipersamakan dengan uang

tunai maka sesuai ketentuan Bank Indonesia, ketentuan kedaluwarsa adalah

jika fisik uang telah diganti dalam jangka waktu tertentu sementara

pemiliknya tidak melakukan klaim sehingga baru dapat diakui sebagai

pendapatan.

4. Proteksi terhadap Tindak Kejahatan Pencucian Uang (Money Laundering)

Salah satu issue yang menjadi perhatian dalam pengembangan e-money

adalah kemungkinan money laundering. Oleh karena itu, penerbit e-money

berkewajiban untuk mempersempit peluang penggunaan e-money untuk money

laundering dan tindak kejahatan lainnya seperti pendanaan teroris, korupsi,

perdagangan narkoba dan kejahatan berat lainnya. Selain itu, penerbit e-money

idealnya juga tunduk kepada ketentuan yang berlaku mengenai anti money

laundering. Untuk mengurangi daya tarik e-money sebagai alat money

laundering, penerbit perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

36

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

a. Pembatasan maksimum nominal electronic value yang dapat disimpan pada

e-money. Selain itu, pembatasan maksimum nominal e-money ini juga

bertujuan untuk menekan daya tarik (incentive) untuk memalsukan e-money.

b. Penerbit tidak diperbolehkan menerapkan free transferability (transfer

langsung) antar pemegang e-money.

c. Penerbit menerapkan prinsip Know Your Customer (KYC) dalam batas-batas

tertentu.

d. Adanya proses link ke rekening bank tertentu untuk setiap proses loading

(top up) dan penyetoran (redeem/refund) electronic value.

e. Penyediaan fasilitas audit trail.

f. Adanya kebijakan dan prosedur dalam rangka memonitor, mengidentifikasi

dan membuat laporan mengenai aktivitas yang mencurigakan kepada

instansi yang berwenang.

3.3.2. Aspek Perlindungan Konsumen

Dalam rangka perlindungan terhadap konsumen, penerbit perlu mengatur

secara jelas dan transparan tentang penyelenggaraan e-money yang terkait hak dan

tanggung jawab para pihak, khususnya antara pemegang e-money, merchant, dan

penerbit.

1. Legal Arrangements

Penerbit berkewajiban untuk menjamin hak dan kewajiban para stakeholders

(khususnya pemegang e-money dan merchants) yang dibuat secara tertulis dan

jelas dalam masing-masing dokumen perjanjian yang dapat dengan mudah

diakses dan dimengerti. Selain itu, penerbit juga harus menjamin bahwa

pemegang e-money memperoleh informasi yang terkini mengenai seluruh hak

dan tanggungjawabnya dalam perjanjian termasuk terms and conditions yang

berlaku diantara penerbit, pemegang e-money dan merchants.

Dalam penyusunan legal arrangements (perjanjian), kepentingan semua

stakeholders harus dipertimbangkan secara adil, yang mencakup antara lain :

a. Prosedur dan tata cara penggunaan e-money, fasilitas dan risiko yang

mungkin muncul pada penggunaan e-money;

37

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

b. Fee dan biaya yang dikenakan kepada pemegang e-money dan merchants;

c. Tanggung jawab masing-masing pihak dalam hal terjadi kerugian, misalnya

akibat kegagalan operasional, fraud, counterfeiting, pencurian dan

kehilangan;

d. Besarnya nominal stored value yang dikelola oleh penerbit yang memiliki

perlindungan seperti pengelolaan oleh trust agency;

e. Resolusi bila terjadi dispute (mekanisme, rules dan prosedur);

f. Replacement policy bila terjadi kehilangan, pencurian atau malfunction;

g. Hak pemegang e-money untuk memperoleh refund atas electronic value

yang belum digunakan;

h. Klausula mengenai validitas dan tanggal kadaluarsa (antara lain, periode

penagihan, penerimaan pendapatan untuk kartu kadaluwarsa yang tidak

ditagihkan).

i. Tata cara pengajuan pengaduan terkait penggunaan e-money dan perkiraan

lamanya waktu penanganan pengaduan tersebut.

2. Perlindungan kerahasiaan data konsumen

Pemegang e-money menghadapi risiko bahwa data atau informasi transaksi

yang mereka lakukan terungkap tanpa seizin pemegang untuk tujuan-tujuan

yang merugikan. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan keamanan dan

kenyamanan bagi pemegang dalam melakukan transaksi dengan menggunakan

e-money, penerbit serta merchants tidak dapat mengungkapkan data transaksi

yang dilakukan tanpa seizin dari pemegang e-money, kecuali untuk kepentingan

penyelidikan yang berwajib.

3.3.3. Pengawasan dan Pelaporan Penyelenggaraan E-Money

Mengingat risiko yang terdapat pada penyelenggaraan e-money serta terkait

tugas Bank Indonesia untuk menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia

memiliki tanggung jawab yang jelas dalam melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan e-money. Selain itu dalam kapasitasnya sebagai otoritas moneter,

38

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

Bank Indonesia dapat meminta penyelenggara e-money untuk memberikan

pelaporan data dan informasi terkait penyelenggaraan e-money.

1. Pengawasan penyelenggaraan e-money

Tugas Bank Indonesia dalam rangka pengawasan penyelenggaraan e-money

mencakup seluruh institusi penerbit e-money baik bank maupun non bank. Jika

diperlukan, pengawasan juga dilakukan kepada system operator apabila

penyelenggaraan e-money diserahkan oleh penerbit kepada pihak lain.

Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia atas penyelenggaraan e-money

dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dari

pengawasan yang dilakukan terkait e-money adalah untuk memastikan bahwa :

a. Sistem pembayaran tetap dapat berjalan dengan aman dan efisien

b. Good Corporate Governance

c. Manajemen pengelolaan float dapat berjalan baik dan dikelola secara berhati-

hati

d. Pemenuhan cadangan minimum oleh penerbit termonitor dengan baik

e. Penerbit telah comply terhadap ketentuan terkait penyelenggaraan e-money.

Dalam hal penerbit e-money adalah lembaga non bank dimana tentunya

lembaga-lembaga tersebut juga memiliki otoritas sendiri di luar Bank Indonesia,

maka perlu dilakukan koordinasi antara Bank Indonesia dengan otoritas terkait

untuk memastikan bahwa penyelenggaran e-money oleh lembaga tersebut

berjalan dengan baik. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meningkatkan

koordinasi antar otoritas ini antara lain berupa pembuatan Memorandum of

Understanding (MoU) mengenai pertukaran informasi dan penanganan hal-hal

khusus, pembentukan forum komunikasi, dan sebagainya.

2. Pelaporan penyelenggaraan e-money

Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, pengumpulan data-data statistik

dan moneter maka Bank Indonesia akan meminta kepada penerbit e-money

untuk menyampaikan laporan baik yang bersifat reguler maupun insidentil

mengenai pelaksanaan kegiatan e-money.

39

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

BAB IV. STRATEGI KOMUNIKASI DAN DISEMINASI INFORMASI DALAM

RANGKA PENGGUNAAN E-MONEY

Dalam upaya untuk memperkenalkan e-money sebagai suatu instrumen

pembayaran yang baru kepada masyarakat, maka perlu disusun suatu strategi

komunikasi yang tepat dan efektif. Komunikasi yang tepat merupakan salah satu

cara yang efektif dalam memberikan pengetahuan mengenai manfaat dan prosedur

penggunaan e-money kepada masyarakat. Selain itu, dengan strategi komunikasi

yang tepat persepsi masyarakat dapat dibentuk sehingga dalam memilih instrumen

pembayaran masyarakat dapat menempatkan e-money sebagai pilihan utama dalam

bertransaksi. Komunikasi juga perlu diarahkan agar masyarakat dapat mengetahui

kebijakan-kebijakan Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mendorong

pengembangan instrumen e-money agar dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat.

Berdasarkan pengalaman bank sentral anggota SEACEN tentang e-money9

terlihat bahwa salah satu tantangan yang dihadapi oleh hampir seluruh bank sentral

adalah upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mulai sedikit demi sedikit

mengurangi penggunaan uang tunai dan melakukan pembayaran secara non tunai.

Oleh karena itu kepada masyarakat perlu pula dijelaskan tentang alasan mengapa

transaksi secara tunai perlu mulai dikurangi terutama berkaitan dengan cash

handling baik bagi masyarakat maupun merchant sehingga menimbulkan beban

bagi perekenomian, kesehatan / kebersihan, segi efisiensi, kepraktisan dan

permasalahan lainnya. Program komunikasi kepada kepada masyarakat hendaknya

diarahkan untuk meningkatkan keyakinan (confidence) masyarakat untuk

menggunakan instrumen pembayaran non tunai sehingga masyarakat menjadi lebih

familiar dalam menggunakan instrumen ini. Strategi komunikasi yang dilakukan oleh

Bank Indonesia kepada masyarakat dan penerbit juga harus tepat terutama untuk

mengatasi situasi “telur dan ayam” dimana masyarakat cenderung menunggu

9 5Th Meeting of Directors of Payment and Settlement Systems in the Asia-Pacific Economies, November 30 – December 1, 2006

40

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

produk e-money sampai dirasakan produk tersebut ada dan beroperasi secara aman.

Di sisi lain, penerbit e-money dikhawatirkan juga menunggu “potential demand”

masyarakat terhadap e-money. Situasi “telur dan ayam” ini seharusnya dapat

dipecahkan melalui strategi komunikasi dan fasilitasi yang tepat yang dilakukan oleh

Bank Indonesia.

Selanjutnya, tanpa strategi komunikasi yang baik pengembangan e-money

sebagai salah satu alternatif instrumen pembayaran non tunai tidak akan

memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat. Oleh karena itu diperlukan

suatu strategi komunikasi dan diseminasi informasi yang efektif agar masyarakat

mengetahui manfaat dan prosedur penggunaan e-money. Hasil maksimal dari

strategi komunikasi yang efektif adalah pembentukan persepsi masyarakat yang

positif terhadap instrumen e-money tersebut.

Agar komunikasi yang akan dilakukan dapat menjadi efektif, strategi

komunikasi harus dilakukan menggunakan langkah-langkah yang tepat. Idealnya,

pesan yang efektif harus menarik perhatian, mampu bertahan dalam benak

masyarakat, mampu membangkitkan keinginan serta menggerakkan masyarakat

untuk menggunakan e-money.

3.1. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi yang diharapkan adalah untuk meningkatkan pemahaman,

pengetahuan dan apresiasi kepada masyarakat terhadap penggunaan e-money.

Diharapkan komunikasi tersebut mampu membentuk persepsi positif pada

masyarakat terhadap e-money yang selanjutnya dapat merubah preferensi

masyarakat dalam bertransaksi.

3.2. Pengguna Potensial E-Money

Berdasarkan hasil penelitian10, pengguna potensial e-money adalah orang-

orang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

10 Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem Pembayaran Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

41

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

1. Terbuka terhadap informasi dan memandang instrumen non tunai sebagai

satu prestise tersendiri.

2. Memandang dirinya sebagai pelopor / panutan bagi orang lain.

3. Orang yang memang menyukai model pembayaran non tunai.

Potensial pengguna e-money yang memenuhi kriteria tersebut diatas adalah :

• Pengguna Telepon Selular Dengan Kartu Prabayar

Secara konsep, kartu prabayar dapat dipersamakan dengan stored value

facilities, sehingga konsep e-money relatif dapat lebih mudah diserap oleh

pengguna telepon seluler prabayar. Oleh karena itu tampaknya pangsa pasar ini

dapat dijadikan target potensial penggunaan e-money.

• Mahasiswa dan Kalangan Pelajar

Mahasiswa dan kalangan pelajar dipandang sebagai kalangan intelektual

yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap produk baru. Informasi

yang didapat mengenai e-money, dapat disebarkan kepada keluarga dan teman-

teman yang dekat dengan lingkungannya sehingga diharapkan dapat semakin

memperluas pengguna e-money.

• Masyarakat Berpenghasilan Menengah Keatas

Menurut hasil survei, 80% pengguna instrumen non tunai adalah masyarakat

berpenghasilan menengah keatas (usia produktif), khususnya yang telah terbiasa

menggunakan instrumen pembayaran non tunai. Kalangan tersebut merupakan

target yang potensial karena mereka relatif telah terbiasa menggunakan

instrumen pembayaran non tunai.

• Pengguna Moda Transportasi Massal, Jalan Tol dan Pom Bensin

Berkembangnya moda transportasi massal menuntut adanya metode

pembayaran yang lebih cepat dan efisien. E-money merupakan salah satu

alternatif instrumen pembayaran yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan

penyedia jasa moda transportasi kepada penggunanya. Penggunaan e-money

dalam jasa pembayaran di atas diharapkan juga akan menyentuh masyarakat

42

Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money

non nasabah bank yang mengindikasikan besarnya potensi pasar dalam

pengembangan e-money.

3.3. Pesan Yang Perlu Dikomunikasikan

Sesuai dengan hasil survei, hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat dalam

menggunakan e-money adalah faktor keamanan, kemudahan, kecepatan, dan

efisiensi. Oleh karena itu pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat

hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut diatas. Selain hal-hal tersebut,

karakteristik e-money yang unik karena memiliki fungsi yang belum dapat dilakukan

oleh instrumen pembayaran lainnya akan dapat memberi nilai tambah.

Salah satu langkah yang efektif dalam melakukan komunikasi dan diseminasi

informasi adalah dengan membuat suatu ikon khusus yang mudah diingat. Ikon

tersebut dapat berupa suatu slogan atau suatu simbol, misalnya simbol chip yang

melambangkan suatu penggunaan teknologi yang cerdas. Dengan ikon tersebut,

diharapkan masyarakat mudah mengingat informasi yang diberikan dalam kegiatan

komunikasi dan diseminasi informasi.

3.4. Media Komunikasi

Menurut hasil survei, masyarakat menyerap informasi mengenai hal-hal baru

melalui kerabat/keluarga (35%), televisi (20%), sosialisasi di bank atau kantor (19%),

surat kabar (14%), majalah (7%), internet (3%), dan radio (2%). Hal ini

menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang patut untuk dilakukan adalah melalui

sosialisasi, iklan televisi dan surat kabar.

43