Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STRUKTUR KOTA SUMEDANG
Pendahuluan
Kemajuan pembangunan yang terjadi di Indonesia pada akhir dekade ini banyak
menyebabkan perubahan bentuk dan struktur pada kota-kotanya. Perubahan tersebut
tidak saja terjadi dikota-kota besar, seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya, tapi juga
melanda kota-kota yang lebih kecil seperti Sumedang. Sumedang dikenal sebagai kota
kabupaten yang relatif tenang. Tulisan ini membahas tentang perencanaan Sumedang.
Dengan mengetahui proses perkembangan kotanya dimasa lalu diharapkan bisa dipakai
sebagai pegangan dalam pengembangan kota tersebut dimasa datang.
Dalam pengembangan kota, tidaklah terlepas dari peran dan fungsi struktur kota yang
merupakan bagian dari aktivitas-aktivitas kota. Arus pergerakan aktivitas kota yang
ditimbulkan dari struktur kota akan membentuk adanya pola-pola/pattern kota.
Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Oleh sebab itu kota bisa
dibahas dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu dan sekaligus juga merupakan
bahasan yang tidak pernah selesai. Kota Sumedang akan dibahas dari sudut bentuk dan
struktur kotanya. Para rasionalis baru Eropa memberikan beberapa arahan tentang
bagaimana cara memandang morpologi kota, seperi yang disarikan oleh Parimin
(1996:3), morfologi kota sebagai berikut:
1. Morfologi kota adalah realitas dari cara memandang dunia
2. Ruang publik kota. Dalam hal ini termasuk seperti alun-alun dan ruang-ruang kota
lainnya seperti jalan-jalan utama yang digunakan untuk prosesi kenegaraan atau
keagamaan dan lain-lainnya. Bentuk kota pada dasarnya terjadi akibat proses
interaksi antar penghuninya. Individu dalam masyarakat kota tidak terisolasi dalam
kegiatan individual, tapi terinteraksi dalam bentuk ruang kota (Parimin, 1996:4).
Oleh sebab itu dalam mengamati morfologi kota yang terpenting bukanlah bentuk
bangunan individual, tapi ruang-ruang publik kota.
3. Kota bukan ciptaan satu generasi, tapi terus tumbuh dari satu generasi ke generasi
lainnya. Jadi pada dasarnya bentuk kota yang sekarang adalah merupakan proses
interaksi antar generasi. Dalam pengalaman sejarah, kota tidak tumbuh menuju
suatu sistim tertentu milik suatu generasi yang dianggap unggul. Tapi ide dari satu
generasi ‘tumbuh dan mati’ dibagian suatu kota. Sementara ide dari generasi
berikutnya ‘tumbuh dan mati’ dibagian lain dari kota (Parimin,1996:4). Jadi bentuk
kota yang sesungguhnya berupa kolasi-kolasi sejarah. Dalam hubungannya dengan
Sumedang, pembahasan hanya ditekankan pada pertumbuhan bentuk kota saja.
Sumedang adalah kabupaten dengan 26 kecamatan, 270 desa dan 7 kelurahan dengan
luas 15.220 ha. Bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung, di bagian utara
berbatasan dengan Kabupaten Subang, di bagian timur berbatasan dengan Kabupaten
Majalengka dan di selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut. Secara geografis
termasuk dalam area cekungan Bandung di beberapa kecamatan. Jumlah penduduk
pada tahun 2007 sebanyak 1.192.000 jiwa. Matapencaharian penduduknya beragam,
didominasi oleh sektor pertanian.
Gambar 1. Peta Jawa Barat
Sumber : Google map, 2009.
Gambar 2. Peta Kabupaten Sumedang
Sumber : Bappeda Kabupaten Sumedang, 2009.
Gambar 3. Peta Kecamatan Kecamatan di Sumedang
Sumber : Bappeda Kabupaten Sumedang, 2009.
Kota Sumedang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Jaman dimana para raja berkuasa.
Kota sudah terstruktur rapi. Inti kota berupa sebuah alun-alun dan bangunan penting di
sekelilingnya yaitu rumah Raja/Bupati, mesjid agung lengkap dengan kaumnya (tempat
kaum sarungan atau para ulama dan santri), penjara, dan bangunan penting lainnya, di
luar daerah inti kota setempat,terdapat daerah hunian pedagang yang tinggal di pasar
domestik, baisanya mereka ini juga membangun hubungan mutualistik dengan para
Raja pada masa lalu atau pedagang lainnya. Jalan utama dari benteng istana raja/rumah
bupati ke alun-alun terlihat sudah dibuat.
Bentuk Kerangka Utama Kota
Bentuk kerangka utama kota Sumedang sebenarnya berupa segi empat yang kompak.
Tata letak kotanya tampak teratur dan simetri dengan patokan sumbu utama Utara-
Selatan yang sangat jelas. Pada ujung-ujung sumbu utama tersebut terdapat elemen kota
yang penting sebagai pusat kontrol kekuasaan administratif yaitu: kantor Bupati sebagai
pusat administratif pemerintahan.
Pada bagian Timur dan Barat dari sumbu utama terdapat jalan besar yang sejajar dan
jalan melintang yang memotong tegak lurus sumbu utama sehingga membentuk suatu
pola grid yang nyaris simetri. Jalan yang membentuk sumbu utama bisa berfungsi
sebagai penghubung pusat pemerintahan dengan lingkungan sekitar pusat kota.
Ke arah luar pusat kota, pola jalan menjadi searah, hal ini karena lalulintas belum terlalu
ramai dan untuk menghindari macet jika banyak pertemuan antara jalan (pola grid).
Gambar 4. Pola dan Struktur Ibukota Kabupaten Sumedang
Sumber : Google earth, 2009.
Perkembangan Kota
Setelah berdiri kawasan pendidikan di Kecamatan Jatinangor, maka perkembangan
kota Sumedang mendapat pengaruh yang besar. Arah pergerakan dan kegiatan bergeser
Kantor Bupati
DPRD
Mesjid Agung
Penjara
Alun alun
kearah barat dimana kawasan barat mempunyai peruntukan sebagai kawasan industri
perdagangan, industri dan pendidikan. Tarikan dari arah barat menyebabkan perubahan
struktur kota. Pembangunan lebih dominan dilakukan di barat atau kearah Kecamatan
Jatinangor, Cimanggung dan Tanjungsari. Struktur kota di bagian barat Sumedang ini
mengalami pergeseran, menjadi kota dengan hirarki yang lebih tinggi. Pusat
pelayanannya bukan hanya untuk wilayah sekitar, tetapi juga menjadi kota yang dapat
melayani wilayah yang lebih luasnya, bahkan dari pusat kota Sumedang pergerakan dan
kegiatan tertarik kearah Jatinangor.
Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan rencana pembangunan strategis,
direncanakan dibangun jalan tol Cisumdawu (Cileunyi,-Sumedang-Dawuan/Cirebon).
Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan aksesibilitas terhadap bandara Kertajati
di Majalengka dan Pelabuhan di Cirebon. Tetapi dengan pembangunan akses jalan tol
kearah Cirebon ini malah dapat menyebabkan kota Sumedang akan terlewati. Jika tidak
mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif yang sangat signifikan, maka
perkembangan kota dikhawatirkan akan mengalami hal yang sama dengan kota-kota
yang dilewati jalan tol sebelumnya, seperti Purwakarta yang terlewati tol Cipularang
dan menjadi kota yang ‘mati’.
Antisipasi hal tersebut diatas yang dapat dilakukan sebagai upaya menarik pergerakan
dan kegiatan dari tol kearah kota Sumedang, Pemerintah Kabupaten Sumedang dapat
menempuh berbagai cara, diantaranya dengan:
1. memperkokoh landasan ekonomi masyarakat,
2. menetapkan komoditas unggulan daerah dari berbagai aspek (fisik, ekonomi
termasuk pariwisata, sosial, budaya)
3. membuka akses/tol gate kearah kota,
4. membuat show window komoditas unggulan daerah di arena rest area
Penyebaran Penduduk
Penyebaran penduduk juga mengalami pergeseran. Di arah barat terjadi peningkatan
jumlah penduduk secara signifikan karena pertambahan dari luar (imigrasi) sebagai
pelajar dan mahasiswa, ditambah lagi adanya komuter (pekerja, pedagang) yang
menambah beban kota Jatinangor sebagai kota pendidikan.
Rencana Tata Ruang
Pola kependudukan yang bergeser di Jatinangor, menjadikan kota Kecamatan Jatinangor
bergeser pola struktur kotanya. Pusat pusat pelayanan tumbuh melayani kota Jatinangor
dan sekitarnya. Pola pergerakan, transportasi dan kegiatan menjadi lebih hidup dan
aktif. Jalan menjadi macet. Lahan beralih fungsi dari peranian/persawahan menjadi
permukiman yang tumbuh secara cepat, tidak terkendali bahkan tidak teratur. Pola dan
rencana tata ruang menjadi terabaikan. Padahal Jatinangor sudah mempunyai dokumen
dokumen tata ruang, diantaranya adalah :
1. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan dan Kawasan Industri
2. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
Menurut buku rencana tersebut, Jatinangor merupakan kawasan industri, perdagangan,
jasa dan pendidikan. Pertanian tetap diperhatikan karena sebagian besar penduduk asli
bermatapencaharian di sektor pertanian. Lingkungan berfungsi sebagai kawasan
lindung di beberapa tempat karena merupakan daerah tangkapan air (catchment area)
atau daerah dengan kemiringan yang curam. Tetapi buku rencana tersebut hanya
menjadi dokumen belaka yang tidak terimplementasi secara optimal.
Gambar 5. Peta Jatinangor
Penutup
Seperti kebanyakan kota-kota di Indonesia, Sumedang pun mengalami 3 masa dalam
pembentukan kotanya. Yang pertama adalah jaman prakolonial, yang kebanyakan tidak
terdokumentasi sama sekali. Yang kedua adalah jaman kolonial. Yang ketiga adalah
jaman kemerdekaan. Dalam suatu perencanaan pembangunan kota yang baik,
diharapkan masa-masa pembangunan kota tersebut dapat dilihat sebagai suatu kolasi
kolasi tersendiri.
Kota Sumedang terstruktur dan terpola dengan rapi sudah sejak jaman dahulu dikala
raja raja berkuasa. Seiring dengan perkembangan jaman, kota Sumedang mengalami
perubahan struktur dan pola ruang kota. Kota kota padat di bagian barat berkembang
dengan cepat. Hirarki kota menjadi meningkat. Sedangkan pusat kota Sumedang sendiri
terancam menjadi kota mati dengan adanya pembangunan jalan tol Cisumdawu.
Adalah tugas seluruh lapisan masyarakat/stakeholder untuk menjaga struktur dan pola
kota agar tetap sesuai dengan rencana yang telah ada, baik itu rencana spasial maupun
aspasial. Kebijakan pemerintah diharap berpihak dan konsisten dalam menjaga
keberlanjutan kota. Perencanaan dan pengawasan sangat diperlukan dalam proses
pembangunan agar kota tetap terstruktur rapi. Peran serta masyarakat pun amat penting
dalam memelihara kota. Akhirnya semua diharap dapat bersinergi dalam membangun
kota, sehingga kota Sumedang dapat berfungsi dengan baik, apakah sebagai kota
perdagangan, industri, rekreasi, pendidikan atau bahkan menjadi kota pensiun yang
nyaman untuk dihuni. Semua berpulang pada kita.