Upload
vuongthuan
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH
( PENDEKATAN KONSELING TRAIT AND FACTOR)
Dosen Pengampu: ABDUL CHAMID, S.Pd, Kons
Nama: Fasikhatun k
Kelas: 4A / BK
NPM : 1113500161
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
TAHUN AJARAN 2013/2015
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Konseling TRAIT AND FACTOR”.
Walau banyak hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,tetapi kami
berhasil menyelesaikan makalah ini pada waktunya.
Tidak lupa kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada temen – teman mahasiswa yang juga sudah memberi konstribusi baik
langsung maupaun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal – hal yang ingin berikan kepada masyarakat dari hasil makalah ini,
karena itu kami berharap semoga maklalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi
kita bersama.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini.penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Tegal, MEI 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
1. Judul ...................................................................................................................................1
2. Kata Pengantar ...................................................................................................................2
3. Daftar isi .............................................................................................................................3
4. Pendahuluan
a) Tujuan ...................................................................................................................4
b) Pengambilan sumber ..............................................................................................4
c) Tokoh dan riwayat konseling ................................................................................5
5. Konsep dasar pendekatan konseling ...............................................................................10.
6. Asumsi perilaku bermasalah ...........................................................................................20
7. Tujuan konseling .............................................................................................................27
8. Peran konseling ...............................................................................................................30.
9. Teknik konseling .............................................................................................................36
10. Naskah dialog pelaksanaan konseling .............................................................................41
11. Penutup
a) Saran ...................................................................................................................49
b) Simpulan .............................................................................................................50
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
1) Mengetahui konsep dasar pendekatan konseling trait and factor
2) Mengetahui asumsi perilaku bermasalah pendekatan konseling trait and factor
3) Mengetahui tujuan konseling trait and factor
4) Mengetahui peran konseling trait and factor
5) Mengetahui teknik konseling trait and factor
B. Pengambilan sumber
Baraja Abubakar. 2004. Psikilogi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta Timur: Studia Press.
Kurtanto, Edi, 2007. Bimbingan dan Konseling. Pontianak: CV Himalaya Raya.
Manrihu, Muhammad Thayeb. 1992. Pengantar Bimbingan Konseling Karier. Jakarta : Bumi
Aksara.
Sunarto, H dan Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
http://bubon2011.blogspot.com/
http://ulfaaseventeen.blogspot.com/2012/06/teori-konseling-trait-and-factor.html
http://blog.uad.ac.id/nina1300001282/2015/01/09/pembahasaan-tentang-teori-trait-and-factor/
http://blog.uad.ac.id/mimin1300001016/2014/12/08/karir-teori-trait-and-factor/
4
C. Tokoh Dan Riwayat Konseling
Pelopor yang mengembangkan corak konseling ini yang paling terkenal ialah E. G.
Williamson, Teori trait-factor merupakan pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian
seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah cirri, sejauh tampak dari hasil
testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian tersebut. Konseling trait
factor berpegang pada pandangan yang sama dengan menggunakan tes-tes psikologis untuk
menganalisa atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi aspek kepribadian
tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang
dalam memamgku jabatan dan mengikuti suatu program studi di institusi pendidikan juga
dipandang sebagai jabatan, sehingga akan diikuti prosedur yang sama terhadap pilihan bidang
pekerjaan dan bidang studi.
Trait merupakan suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
perilaku, seperti inteligensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berperilaku). Ciri-ciri
itu dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu
kontinum atau skala yang terentang dari sangat tinggi samp[ai sangat rendah, misalnya
seseorang dapat diidentifikasikan dan diketahui sebagai orang yang sangat inteligen, kurang iba
hati, dan agak agresif dan ciri-ciri tersebut dapat diketahui melalui tes psikologis.
Didalam Teori Trait and factor (sifat dan factor) terdapat beberapa tokoh
yaitu F.Parsons, D.G. Paterson, J.G. Darley, E.G. Williamson.Teori trait and factor ini memiliki
asumsi bahwa konseling inimenekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan
penerapan pemahaman itu dalam memecahkan berbagai macam problem yang dihadapi, terutama
yang menyangkut pilihan program studi atau bidang pekerjaan.
Frank Parsons lahir pada 14 November 1854 di Mount Holly. Orang tua yang berasal
dari Skotlandia-Irlandia dan Inggris. Frank Parsons adalah seorang mahasiswa brilian ia masuk
Cornell University pada usia 15 lulus pertama di kelasnya, 3 tahun kemudian lulus dengan gelar
di bidang teknik sipil. Parsons juga bekerja sebagai insinyur kereta api yang bangkrut kemudian
5
ia mengajar di sekolah di Southbridge Mass. Dia memutuskan bahwa ia membutuhkan gelar
sarjana hukum dan menyelesaikan 3 tahun belajar dalam satu tahun lulus ujian bar pada 1881.
Menurut Williamson dalam Fauzan (2004:79) Konseling Trait And Faktor memandang
manusia sebagai berikut, diantaranya: Manusa dilahirkan dengan membawa potensi baik dan
buruk.
a. Manusia bersifat bergantung dan hanya berkembang secara optimal di tengah-
tengah masyarakatnya.
b. Manusia selalu ingin mencapai hidup yang baik (good life).
c. Manusia banyak berhadapan dengan banyak pilihan-pilihan yang diintrodusir
oleh berbagai pihak.
d. Hubungan manusia berkaitan erat dengan konsep alam semesta.
e. Manusia merupakan individu yang unik.
f. Manusia memiliki ciri-ciri yang bersifat umum.
g. Manusia bukan penerima pasif atas pembawaan dan lingkungannya.
Bercorak rasional, kognitif, "Directive Counseling" yang dikembangkan oleh
Edmund Griffith Williamson. Semula konseling vocational, kemudian peduli pada
perkembangan total individu,
• Dasar falsafahnya Personalisme, Termasuk pandangan optimis dalam pendidikan,
Konseling dipandang sama dengan pendidikan, tujuan pendidikan juga tujuan
konseling.
• Perhatian utama pada sifat-sifat (traits) yang unik pada setiap individu.
• Utamakan metode ilmiah, rasional, klinis
6
Menurut Winkel (2010:627) Teori ini mempunyai ciri khas yakni berasumsi atau
beranggapan bahwa orang memiliki pola kemampuan bakat dan minat yang dapat
diketahui berdasarkan testing: dapat juga diketahui kualitas apa yang dituntut dalam
berbagai bidang pekerjaan. Seseorang dapat mendapatkan suatu pekerjaan yang cocok
dengannya dengan cara mengkolerasikan kemampuan hasil wujud minat yang dimiliknya
dengan kualitas secara objektif dituntut bila memegang suatu pekerjaan tertentu. Maka
teori ini berpandangan bahwa bagaimana seseorang akan membuat pilihan karirnya dan
dapat dipertanggung jawabkan.
Manrihu (Uman Suherman 2008:55) menjelaskan bahwa teori trait and
factor termasuk ke dalam teori struktural. Teori trait and factormemandang individu
sebagai organisasi kapasitas dan sifat-sifat lain yang dapat diukur dan dihubungkan
dengan persyaratan program latihan atas dasar informasi yang diperoleh tentang
perbedaan-perbedaan individu yang menduduki okupasi atau hubungan pilihan karir dan
kepuasan. Teori trait and factor lebih deskriptif pengaruhnya terhadap pilihan karir
daripada menjelaskan perkembangan karir.
Gibson (2011: 454) Pendekatan faktor-sifat/ watak ini didasarkan pada konsep
Frank Parson tentang bimbingan kerja yang diuraikan bukunya tentang Choosing a
Vocation (1909). Dibuku ini Parson mengemukakan tiga Langkah besar untuk
mengembangkan pengambilan keputusan karir individu. Dalam bentuk ringkasnya
langkah tersebut berbunyi:
1. Sebuah pemahaman yang jelas mengenai diri sendiri sikap minat ambisi batasan sumber
dan akibatnya.
2. Sebuah pengetahuan akan syarat-syarat dari kondisi sukses keuntungan dan kerugian
kompensasi kesempatan serta Karakteristik harapan masa depan pada jenis pekerjaan
yang berbeda-beda.
7
3. Sebuah pengakuan dan pengaplikasian pemikiran yang nyata mengenai hubungan-
hubungan antara dua kelompok diatas atau fakta-fakta diatas bagi sebuah perencanaan
karir yang sukses.
Riwayat Konseling Trait and Faktor
Asal-usul teori trait-and-factor dapat ditelusuri ke masa Frank Parsons. Teori
tersebut menegaskan bahwa karakter klienlah yang harus pertama kali dinilai, dan
kemudian dicocokkan secara sistematis dengan faktor-faktor yang terlibat di dalam
berbagai jabatan. Pengaruh teori ini terbesar sangat luas pada masa Depresi Besar, ketika
E. G. Williamson (1993) mempelopori penggunaannya. Pada tahun 1950-an dan 1960-an
teori tersebut mulai ditinggalkan, tetapi muncul kembali dalam bentuk yang lebih modern,
yang dapat dikarakteristikkan sebagai “struktural” dan tercemin dalam hasil kerja para
peneliti seperti John Holland, (1997). Teori ini selalu menegaskan keunikan setiap orang.
Penganjur teori ini berpendapat bahwa kemampuan dan karakter seseorang harus diukur
secara objektif dan kuantitatif. Motivasi pribadi dianggap relatif stabil. Jadi, kepuasan
dalam jabatan tertentu bergantung pada kecocokan antara kemampuan seseorang dengan
persyaratan suatu pekerjaan.
Sebagaimana terungkapkan dalam karya tulis Parson dan Williamson. Ciri khas
dari pandangan ini adalah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang
dapat diketahui melalui testing; dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut
dalam berbagai bidang pekerjaan. Pandangan ini terutama menyoroti bagaimana
seseorang akan membuat pilih karier (vocational carir) yang dapat dipertanggung
jawabkan. Ditemukan beberapa kelemahan yang melekat pada teori ini. Banyak ahli
dalam bidang psikologi jabatan mempertanyakan asumsi-asumsi yang melandasi
pandangan ini, yaitu “ bagaimana setiap orang hanya terdapat satu jabatan yang cocok
baginya” dan “ pilihan jabatan (carier choice) terutama didasarkan pada identifikasi
kemampuan pertemuan individual melalui testing”. Teori Trait and Factor dinilai tidak
8
banyak sumbangan untuk memperoleh konsepsi yang menyeluruh tentang proses
perkembangan karier seseorang.
Veron G. Zonker dalam bukunya (1986)mengutup karangan D.Brown (1984)
mengatakan bahwa kalangan pendukung Trait and Factor sebenarnya tidak membela
penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling. Pandangan ini mempunyai
relevansi bagi bimbingan karier dan konseling di institusi pendidikan. Data diri peserta
didik (data psikologis) merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan
karier. Dengan demikian, pandangan Trait and Factor diperluas sehingga dapat
menghasilkan suatu pendekatan praktis dalam konseling karier.
Manrihu (1985 : 64) menjelaskan bahwa teori trait an factor termasuk ke dalam
teori structural. Teori trait and factor memandang individu sebagai organisasi kapasitas
dan sifat-sifat lain yang dapat diukur dan dihubungkan dengan persyaratan program
latihan atas dasar informasi yang diperoleh tentang perbedaan-perbedaan individu yang
menduduki okupasi atau hubungan pilihan karir dan kepuasan.
Dalam bentuk modernnya, teori ini menegaskan sifat interpersonal dari karier dan
gaya hidup yang terkait dengannya selain persyaratan kinerja dari posisi pekerjaan.
Holland (1997) menyebutkan enam kategori klasifikasi tipe kepribadian dan lingkungan
pekerjaan: realistis, investigatif, artistik, sosial, enterprising (berani berusaha), dan
konvensional (RIASEC). Dilihat dari peringkat gengsinya, Investigatif (I) menduduki
peringkat tertinggi, diikuti oleh enterprising (E), artistik (A), dan sosial (S) yang kurang
lebih mempunyai peringkat gengsi yang sama. Peringkat gengsi terendah adalah realistis
(R) dan konvensional (C) (Gottfredson, 1981)
9
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
Factor Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan
berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Ciri itu
dianggap sebagai suatu dimensi kepribadian, yang masing-masing membentuk suatu kontinum
atau skala yang terentang dari sangat tinggi sampai sangat rendah. Teori Trait-Factor adalah
pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan
mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur
masing-masing dimensi kepribadian itu.
Teori Trait and Factor dikembangkan berdasarkan beberapa ahli perkembangan karir
seperti Frank Parsons E. G. Wiliamson D.G. Patterson J.G. Darley dan Miller yang tergabung
dalam kelompok ”Minnesota” Muandir (Uman Suhermantanpa tahun:55). Istilah “trait”itu
sendiri merujuk pada karakteristik individu yang dapat diukur melalui test “factor” merujuk
pada karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan kerja yang sukses. Jadi istilah “trait and
factor” merujuk pada penilaian karakteristik individu dan pekerjaan Sharf (Uman Suherman
tanpa tahun:55). Dalam aliran konseling jabatan berpegang pada teori kepribadian yang dikenal
dengan nama teori trait-factor yang dimaksud dengan trait adalah suatu ciri yang khas bagi
seseorang dalam berfikir, berperasaan, dan berperilaku, seperti intelegensi (berfikir), iba hati
(berperasaan), dan agresif (berperilaku).
Beberapa pendapat mengenai esensi konseling ini telah dikemukakan oleh para ahli dalam
pendekatan ini yang secara keseluruhan menggambarkan bahwa konseling ini benar-benar
bersifat “directive”. Teori atau pendekatan “Traits and Factor” ini dipelopori oleh E.G.
Williamson serta pendukung-pendukung lainnya seperti : J.G. Darley, Walter Bingham, Donald
G, Paterson, Thurstone, Eysenk dan Cattel.
10
Traits and Factor Counseling merupakan corak konseling yang menekankan pada
pemahaman diri melalui tes psikologis dan penerapan pemahaman dalam memecahkan berbagai
problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi dan bidang pekerjaan.
Pelopor pengembangan corak konseling ini yang paling terkenal ialah E.G. Williamson, yang
lama bertugas sebagai Pembantu Rektor urusan akademik dan kemahasiswaan pada universitas
di Minnesota. Corak konseling ini dikenal juga dengan nama “Directive Counseling atau
Counselor Centered Counseling”, karena konselor secara sadar mengadakan strukturalisasi
dalam proses konseling dan berusaha mempengaruhi arah perkembangan konseling demi
kebaikan konseling itu sendiri. Corak konseling ini memberikan penilaian yang tinggi terhadap
kemampuan manusia untuk berpikir rasional dan memandang masalah sebagai problem yang
harus dipecahkan dengan menggunakan kemampuan pemecahan masalah ( Problem Solving
Approach).
Dilihat dari segi teoritis dan pendekatannya, corak konseling ini bersumber pada gerakan
bimbingan jabatan sebagaimana dikembangkan di Amerika Serikat sejak awal abad ke 20. Pada
perkembangan selanjutnya, konseling ini meliputi berbagai budaya. Topik konseling dimulai
dari konflik keluarga, ekonomi, pendidikan sampai hal – hal yang berhubungan dengan motivasi
dan disiplin.
Konseling dengan pendekatan Traits and Factor, digolongkan ke dalam kelompok
pendekatan pada dimensi kognitif atau rational. Dalam proses penanganan kasus, konseling jenis
ini menggunakan metode rasional. Teori dan pendekatan yang digunakan antara lain intelektual,
logis, rasional dan menitikberatkan pada prosedur yang objektif dalam memecahkan kesulitan
klien pada suatu proses konseling. Konseling dengan pendekatan Traits and Factor atau
pendekatan rasional ini sering disebut konseling yang direktif (directive counseling), karena
konselor secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya menuju pemecahan
kesulitannya, sehingga konseling ini juga disebut konseling yang “counselor centered” dan ada
juga yang menyebutnya sebagai “clinical counseling”.
11
Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes
psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek
kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan
seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi. Dan juga Istilah konseling trait-
factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui
testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan baraneka problem yang
dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan. Hal yang
mendasari bagi konseling Trait and Factor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. Dikatakan selanjutnya bahwa tugas konseling Trait and Factor
adalah membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan
cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegitan dengan perubahan
kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone).
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepsibadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis
yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Tujuan dari konseling trait & factor
yaitu Self-clarification (kejelasan diri), Self-understanding (pemahaman diri), Self-acceptance
(penerimaan diri), Self-direction (pengarahan diri), Self-actualization (perwujudan diri).
Pendekatan trait & factor merupakan pendekatan konseling yang berpusat pada konselor, dan
konselor lebih berperan aktif dalam membantu klien. trait adalah suatu ciri yang khas bagi
seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati
(berperasaan), dan agresif (berprilaku). Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang
sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang
mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi
terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program
studi. Namun, dikarenakan konselor trait & factor mendapat predikat sebagai “Directivist” yang
dianggap memaksakan keinginannya atas klien yang tidak memiliki daya. Maka diharapkan
12
dengan adanya makalah ini, konselor dalam melaksakan konseling melalui pendekatan
konseling trait & factor, tidak salah arah dan memaksakan diri dalam membantu masalah klien.
Sedangkan tahap konselingnya yaitu analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, konseling, dan
follow-up. Dan tekniknya adalah Establishing Rapport (Menciptakan Hubungan Baik),
Cultivating Self-Understanding (Mempertajam Pemahaman Diri), Advicing Or Planning A
Program of Action (Memberi Nasehat Atau Membantu Merencanakan Program Tindakan),
Carrying Out The Plan (Melaksanakan Rencana), Refferal (Pengiriman Pada Ahli Lain).
Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
1) Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang
terorganisasikan secara unik, dan karena kualitas yang relative stabil setelah remaja,
maka tes objektif dapat digunakan untuk mengindentifikasi karakteristik tersebut.
2) Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
3) Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda
dalam hal ini dapat ditentukan.
4) Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali
penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.
5) Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif
kemampuan sendiri.
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu system atau factor yang saling berkaitan satu
dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperament. Hal yang mendasar bagi
konseling sifat dan faktor (triait and faktor) adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. Pencapaian penemuan diri menghasilkan kepuasan intrinsik dan
memperkuat usaha untuk mewujudkan diri. (Surya, Mohamad. 2003 : 3)
13
Dalam Pendekatan Trait and Factor, memandang bahwa ada delapan dangan tentang
manusia yang bisa disimpulkan dari pendapat Williamson (Lutfi Fauzan, 2004:79) yaitu sebagai
berikut:
Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk.
Williamson berbeda dengan Rouseau yang menganggap manusia pada dasarnya
baik dan masyarakat atau lingkungan lah yang membentuknya menjadi jahat. Menurut
Williamson, kedua potensi itu, baik dan buruk, ada pada setiap manusia. Tidak ada
individu yang lahir membawa potensi baik semata dan sebaliknya juga tidak ada individu
yang lahir semata-mata penuh dengan muatan yang buruk. Kedua sifat itu dimiliki oleh
manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan
manusia lain atau lingkungannya.
Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah-tengah
masyarakat.
Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya.
Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dan atau dengan bantuan
orang lain, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan diri dari
masyarakat.
Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good live)
Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian
setiap orang. Salah satu dimensi kebaikan adalah “arête”. Manusia berjuang mencapai
arête yang menghasilkan kekayaan atau kebesaran diri. Konsep arête diambil dari bahasa
Yunani yang dapat diartikan kecemerlangan (axcelent)
Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang
menghadapkannya pada pilihan-pilihan.
14
Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang
tuanya. Disekolah dia memperolehnya dari guru, selain itu dari teman dan anggota
masyarakat yang lain.
Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (The Universe), Williamson
menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering
terjadi salah satu dari: 1. Manusia menyendiri, ketidakramahan alam semesta. 2. Alam
semesta bersahabat dan menyenangkan atau menguntungkan bagi manusia dan
perkembangannya.
Selain konsepsi pokok tentang manusia sebaimana dikemukakan Williamson, terdapat
cakupan penting untuk dikemukakan karakteristik atau hakiki yang lain tentang manusia, yaitu:
a) Manusia merupakan individu yang unik.
b) Manusia memiliki sifat-sifat yang umum.
c) Manusia bukan penerima pasif bawaan dan lingkungannya.
Model pendekatan Trait & Factors dalam konseling memiliki beberapa nama lain.
Pendekatan ini sering dikenal dengan nama pendekatan rasional, dengan demikian masuk pada
kelompok aspek kognitif. Minnesota Point Of View dalam konseling sering digunakan untuk
menunjuk pendekatan trait & factors yang pada dasarnya dikaitkan dengan sumber pengenalnya
yaitu University of Mennesota, tempat dimana Edmund Griffith Williamson sebagai tokoh
pendiri utamanya mengembangkan model konseling tersebut. Selain itu teori trait & factor
disebut juga “Directive Counseling” yaitu konseling yang berpusat pada konselor, dan konselor
lebih berperan aktif dalam membantu klien.
Ancangan trait & factor mulanya merupakan ancangan konseling vokasional, tatapi pada
perkembangannya menjadi lebih peduli pada perkembangan total individu, bukan pada masalah-
masalah vokasional saja. seiring perkembangan konseling trait & factor, Pepensky & Pepinsky
15
(Burks, 1979) mengidentifikasikannya menjadi tiga tahap. Tahap pertama, ditandai dengan
kepedulian ancangan ini pada cara-cara untuk mengukur atribusi klien, seperti aptitude, abilities,
interests, attitude, dan personality yang menjadi predictor bagi keberhasilan seseorang dalam
pendidikan dan jabatn. Tahap kedua merupakan tahap pengembangan model proses konseling,
dan konsep diagnosis yang berdifferensiasi diperluas, mencakup masalah-masalah penyesuaian
klien diluar pendidikan dan jabatan. Williamson, pada tahun 40-an tersebut menganjurkan agar
konselor klinik mendiagnosa siswa yang normal dan tidak dan mendiagnosa dalam seluruh latar
kehidupan klien. Tahap ketiga, yang kulminasinya pada tahun-tahun setelah perang dunia II,
dikenal sebagai masa studi faktorisasi, studi analisa factor diterapkan bagi mempelajari macam-
macam sifat individu.
Burks dan Stefflre menambahkan tahap perkembangan ke empat, yaitu tahap teoritik dan
filosofik. Seiring berkembangnya ancangan client-centered (yang sekarang menjadi person
centered), konselor trait & factor mendapat predikat sebagai “Directivist” yang dianggap
memaksakan keinginannya atas klien yang tidak memiliki daya. Mereka juga dikritik berkenaan
dengan kurang netralnya terhadap nilai (value). Pada waktu itu, Williamson menulis banyak
artikel yang dimaksudkan agar konselor tidak ragu-ragu dalam memengaruhi siswa yang
mengarah pada system nilai yang kehidupan intelektualnya dominan. Ia mengatakan bahwa
tidak ada kriterium tunggal bagi kehidupan yang baik, tetapi ada berbagai pilihan bagi pilahan
yang rasional.
Model konseling Williamson bersifat rasional, logis dan intelektual, tetapi dasar falsafahnya
bukan dengan istilah personalisme, individu individu didekati satu sosok yang utuh dan secara
keseluruhan perlu dipertimbangkan: perkembangan intelek, sosial, emosional, dan
kewarganegaraannya. Menurut Williamson, individu dapat berkembang secara optimal hanya
mungkin melalui pendidikan, termasuk pandangan optimis dalam pendidikan, dan konseling
pada hakikatnya sama dengan pendidikan, tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan juga
merupakan tujuan konseling. Pendidikan maupun konseling harus diarahkan untuk membantu
perkembangan individu seoptimal mungkin secara keseluruhan, bukan salah satu aspek saja,
misalnya intelek saja.
16
Ancangan ini memberikan perhatian utama pada sifat-sifat (traits) yang unik pada setiap
individu. Traits adalah kategori-kategori yang digunakan untuk memberikan (mendeskripsikan)
perbedaan individu dalam bertingkah laku (Burks, 1979). Batasan lain mengenai trait, pada
dasarnya memiliki definisi sama tetapi dalam rumusan berbeda, dikemukakan oleh Eysenck. Ia
mengartikan sifat sebagai prinsip pengatur yang dapat disimpulkan melalui pengamatan
perilaku. Williamson sendiri mengatakan bahwa kepribadian terdiri dari system sifat atau factor
yang saling bergantung, seperti kemampuan, minat, sikap, dan temperamen.
Untuk mengetahui macam sifat pada individu dan pengaruh terhadap perilakunya,
ancangan trait & factor menggunakan metode-metode sebagai berikut:
Metode bivariate, lazim berupa eksperimen
Metode multivariate, melalui analisis factor
Metode klinik, pengamatan dan penyimpulan dalam suatu wawancara.
1. Pandangan tentang Manusia.
Pendekatan dan Teknik Konseling Trait and FactorManusia merupakan sistem sifat atau
faktor yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya, seperti kecakapan, minat, sikap, dan
temperamen. Perkembangan individu mulai dari masa bayi sampai dewasa diperkuat oleh
interaksi sifat dan faktor. Telah banyak dilakukan usaha untuk menyusun kategori individu atas
dasar dimensi sifat dan faktor. Studi ilmiah yang telah dilakukan adalah :
a) mengukur dan menilai ciri ciri-ciri seseorang dengan tes psikologis,
b) mendefinisikan atau menggambarkan keadaan individu,
c) membantu individu untuk memahami diri dan lingkungannya,
d) memprediksi keberhasilan yang mungkin dicapai pada masa mendatang.
17
Manusia berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya
sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Manusia mempunyai potensi untuk berbuat baik atau
buruk. Makna hidup adalah mencari kebenaran dan berbuat baik serta menolak kejahatan. Menjadi
manusia seutuhnya tergantung pada hubungannya dengan orang lain.
2. Asumsi Pokok Pendekatan Konseling Trait and Factor.
Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisir secara
unik, dan karena kemampuan kausalitasnya relatif stabil setelah remaja, maka tes obyektif dapat
digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik-karateristik individu. Pola-pola kepribadian dan
minat berkorelasi dengan tingkah laku kerja tertentu. Kurikulum sekolah yang berbeda akan
menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dan hal ini dapat ditentukan. Individu akan belajar
dengan lebih mudah dan efektif apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan tuntutan kurikulum.
Baik klien maupun konselor hendaknya mendiagnosis potensi klien untuk mengawali penempatan
dalam kurikulum atau pekerjaan. Setiap individu mempunyai kecakapan dan keinginan untuk
mengidentifikasi secara kognitif kemampuannya sendiri.
3. Pandangan tentang Kepribadian.
Kepribadian merupakan suatu sistem yang saling tergantung dengan sifat dan faktor,
seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Perkembangan kepribadian manusia
ditentutan oleh faktor pembawaan dan lingkungan. Setiap individu ada sifat-sifat yang umum
dan ada sifat-sifat yang khusus, yang merupakan sifat yang unik. Unsur dasar dari struktur
kepribadian disebut sifat dan merupakan kecenderungan luas untuk memberi reaksi dan
membentuk tingkah laku yang relatif tetap. Sifat (trait) adalah struktur mental yang dapat
diamati untuk menunjukkan keajegan dan ketepatan dalam tingkah laku.
18
HAKIKAT KONSELING
Hakikat konseling menurut Williamson bahwa konseling lebih luas daripada psikoterapi.
Alasannya, psikoterapi sering dibatasi oleh:
1) aspek perkembangan pribadi yang bersifat emotional,
2) sering kali konflik diri dipandang terlepas dari kehidupan nyata klien, sering kali
terbatas pada penilaian klien terhadap pengalaman-pengalaman pribadinya dan bukan
actual behaviornya di dalam situasi sosialnya. Sebaliknya, konseling memberikan
perhatian pada interaksi pribadi dengan lingkungan sosial dan kebudayaan. Konseling
memperhatikan keduanya, baik isi penyesuaian diri maupun sikap individu terhadap
penyesuaian dirinya. Konseling berusaha memadukan pendidikan, bimbingan
vokasional, dinamika kepribadian dalam hubungan antar pribadi.
Williamson mengajukan batasan konseling yang bermacam-macam sebagai hasil dari
perkembangan konsepsinya.
Konseling adalah satu proses yang bersifat pribadi dan individu yang dirancang untuk
membantu untuk mempelajari bahan ajaran (subject materi) di sekolah, seperti mengembangkan
sifat-sifat kewarganegaraan, nilai-nilai sosial, pribadi dan kebiasaan yang baik, dll.
Konseling adalah bantuan yang bersifat individual, personal yang diliputi oleh suasana
permisif dalam mengembangkan keterampilan dan mencapai self-understanding dan self-
direction yang secara sosial dibenarkan.
Konseling adalah suatu jenis khusus dari hubungan kemanusiaan yang relatif singkat antara
“mentor” (konselor) yang mempunyai pengalaman luas dalam masalah perkembangan manusia
beserta cara/teknik memfasilitasinya dengan “learning” (klien) yang menghadapi kesulitan
dalam usahanya mengarahkan dan membina perkembangannya lebih lanjut.
Konseling adalah suatu cara/teknik untuk memfasilitasi individu bagi mendapatkan
identitasnya, mempermudah keinginanya memahami diri sendiri, dan dalam mewujudkan
aspirasinya.
19
B. Asumsi Perilaku Bermasalah
Asumsi perilaku bermasalah / malasuai adalah individu yang tidak mampu memahami
kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya sehingga individu tersebut tidak dapat
mengaktualisasikan dirinya secara optimal. (Gudnanto. 2012. FKIP UMK).
PRIBADI SEHAT menurut (Fauzan, Lutfi dan Suliono 1991 / 1992 Konseling Individu Trait
and Factor DEPDIKBUD Malang) :
Mampu berfikir rasional untuk memecahkan masalah secara bijaksana.
Memahami kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri
Mampu mengembangkan segala potensi secara penuh
Memiliki motivasi untuk meningkatkan/ menyempurnakan diri
Dapat menyesuaikan diri di masyarakat
PRIBADI MALASUAI menurut kategori Bordin (Fauzan, Lutfi.2004. 83) :
Depcelence (ketergantungan)
Lach of information (kurang informasi)
Self conflict (konflik diri)
Chose anxicty (cemas memilih)
No Problem (bukan permasalah selain diatas)
Kategori Pepinsky :
Lack of assurance (kurang percaya diri)
Lack of skill (kurang keterampilan)
Depcelence (ketergantungan)
Lach of information (kurang informasi)
Self conflict (konflik diri)
Chose anxicty (cemas memilih)
20
Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang terorganisir
secara unik, dan karena kemampuan kausalitasnya relatif stabil setelah remaja, maka tes obyektif
dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik-karateristik individu. Pola-pola
kepribadian dan minat berkorelasi dengan tingkah laku kerja tertentu. Kurikulum sekolah yang
berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda dan hal ini dapat ditentukan. Individu
akan belajar dengan lebih mudah dan efektif apabila potensi dan bakatnya sesuai dengan
tuntutan kurikulum. Baik klien maupun konselor hendaknya mendiagnosis potensi klien untuk
mengawali penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan. Setiap individu mempunyai
kecakapan dan keinginan untuk mengidentifikasi secara kognitif kemampuannya sendiri.
Teori Trait-Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat
dilukiskan dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis
yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Konseling Trait-Factor berpegang pada
pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis
seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai
relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu
program studi.
Dan juga Istilah konseling trait-factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang
menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam
memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program
studi/bidang pekerjaan.
1) Jenis Masalah
Pengkategorian masalah yang selama ini banyak dikenal adalah pengkategorian secara
sosiologis dan psikologis. Pengkategorian secara sosiologis, misalnya membagi macam-macam
masalah seperti masalah pendidikan, masalah keluarga, ekonomi, pergaulan dan sebagainya.
21
Sedangkan pengkategorian secara psikologis yang terkenal ada dua, yaitu model Bordin dan
model Pepinsky & Pepinsky. Pengkategorian masalah menurut Bordin adalah:
Dependence (bergantung)
Lack of information (kurang informasi)
Self-conflict (konflik diri)
Choice anxiety (takut memilih)
No problem (bukan masalah-masalah diatas)
Pengkategorian masalah menurut Pepinsky:
Lack of assurance (kurang percaya pada diri sendiri)
Lack of information (kurang informasi)
Dependence (bergantung)
Self-conflict (konflik diri)
2) Faktor Penyebab
Masalah-masalah yang telah dijabarkan di atas, dapat timbul karena faktor-faktor internal
maupun faktor eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain:
Individu banyak dipengaruhi kehidupan emosi, sehingga kemampuan berpikir
rasionalnya terhambat
Potensi-potensinya kurang berkembang atau tidak mendapat kesempatan
berkembang secara penuh
Kurang memiliki control
Memiliki kekurangan tertentu, baik cacat fisik maupun mental, dan yang merupakan
faktor keturunan.
22
Sedangkan faktor eksternalnya antara lain yaitu :
Perlakuan orang tua: sikap orang tua yang terlalu menenkan, menolak maupun
melindungi merupakan sumber timbulnya masalah
Kondisi lingkungan dan masyarakatnya (meliputi lingkungan fisik dan sosial)
Pengalaman atau sejarah pribadi yang menimbulkan trauma
Ada tidaknya kesempatan mengembangkan diri baik yang menyangkut situasinya
maupun pendukung (orangnya).
Ada beberapa asumsi pokok yang mendasari teori konseling trait and factor, adalah:
a) Karena setiap individu sebagai suatu pola kecakapan dan kemampuan yang
terorganisasikan secara unik, dan karena kualitas yang relative stabil setelah remaja,
maka tes objektif dapat digunakan untuk mengindentifikasi karakteristik tersebut.
b) Pola-pola kepribadian dan minat berkorelasi dengan perilaku kerja tertentu.
c) Kurikulum sekolah yang berbeda akan menuntut kapasitas dan minat yang berbeda
dalam hal ini dapat ditentukan.
d) Baik siswa maupun konselor hendaknya mendiagnosa potensi siswa untuk mengawali
penempatan dalam kurikulum atau pekerjaan.
e) Setiap orang memiliki kecakapan dan keinginan untuk mengindentifikasi secara kognitif
kemampuan sendiri.
Asumsi perilaku bermasalah menurut pendekatan Trait Factor adalah apabila klien tidak
mampu mampu memahami dan mengelola diri tentang berbagai kelebihan dan kekurangannya.
Pribadi sehat adalah apabila klien dapat mengembangkan berbagai aspek kehidupannya seperti
pemahaman dan pengelolaan diri dengan mengenali kelebihan dan kelemahan dirinya serta
mampu memperbaiki kelemahannya sehingga integritas kepribadian tercapai.
1) Bergantung pada orang lain.
Orang yang terlalu lama mempercayakan orang lain untuk merencanakan dan memikirkan apa
yang akan mereka lakukan. Sifat seperti ini membuat orang ingin selalu bersandar kepada orang
23
lain. Mereka merasa puas dengan hasil yang di dapat tetapi tidak kompeten dan efisien, seolah-
olah mereka tidak mampu membuat jalan untuk mereka sendiri.
2) Konflik diri atau batin
Konflik yang timbul dari dalam diri individu. Dimana terjadi pemberontakan dalam diri individu
tersebut. Hal ini dikarenakan sesuatu yang sangat ingin dicapai digantikan dengan hal yang tidak
disukai tapi di paksakan untuk dijalani.
Konflik batin artinya konflik pribadi yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih keinginan atau
gagasan yang saling bertentangan dan menguasai diri individu, sehingga mempengaruhi sikap,
perilaku tindakan dan keputusannya. Konflik batin ini pada umumnya melanda setiap orang
dalam hidupnya. Dalam kenyataannya tidak semua orang mampu mengatasi sendiri konflik batin
yang terjadi pada dirinya, sehingga memerlukan bantuan orang lain yang lebih memahami.
3) Kurang percaya diri
Merupakan persepsi yang dimiliki individu yang merasa bahwa dirinya selalu merasa kurang
dalam segala hal sehingga timbul rasa yang membuat kita tidak ingin tampil didepan umum.
apabila Anda sudah mencoba berbagai cara untuk menjadi orang yang percaya diri
dan mudah bergaul, namun semua usaha itu tidak membuahkan hasil yang nyata,
maka sekaranglah saatnya Anda mencari bantuan dari orang lain.
4) Tidak mampu mengarahkan diri
Merupakan problem yang muncul karena ketidakmampuan individu mengarahkan diri sesuai
dengan kemampuan/ bakat yang dimiliki. Hal ini bisa juga terjadi karena kurangnya pemahaman
tentang bakat/kelebihan yang dimiliki
satu hal yang paling penting dalam mengarahkan diri secara benar ini ialah bahwa usaha ini
haruslah dilakukan oleh diri sendiri. Usaha ini tidaklah mungkin dapat dilimpahkan atau
24
diserahkan kepada orang lain atau kepada siapapun gerangan orangnya dan apapun juga kedu-
dukannya.
5) Tidak mampu memahami,menilai, menerima, aktualisasi diri kie arah good life
Tidak mampu mengetahui bahwa untuk mencapai hidup yang baik atau hidup yang sesuai
dengan tahapan perkembangan individu harus mampu meng-aktualisasi dirinya.
Kelemahan-kelemahan trait-factor
a. Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya
(cultural values), nilai-nilai kehidupan (personal values), dan cita-cita hidup, terhadap
perkembangan jabatan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program/bidang
studi dan bidang pekerjaan (vocational choice).
b. Diandaikan bahwa pilihan jabatan dan pilihan program studi terjadi sekali saja dan ini pun
bersifat keputusan terakhir, atau defenitif, dengan berpikir secara rasioanal.
c. Kurang diperhatikan peranan keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anaka
dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan dan memberikan pertimbangan untung-rugi
sambil menunjuk pada tradisi keluarga, tuntutan mengingat ekonomi keluarga, serta keterbatasan
yang kongriet dalam kemampuan financial, dan sebagainya.
d. Kurang diperhitungkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut
memperluas atau membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
e. Kurang disadari bahwa konstelasi yang dituntut untuk mencapai sukses disuatu bidang
pekerjaan atau program studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
f. Pola ciri-ciri kepribadian tertentu belum pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang
terbuka bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses
dibidang pekerjaan yang sama.
25
Kelebihan
1) Penekanan pada penggunaan data tes obyektif, membawa kepada upaya perbaikan dalam
pengembangan dan penggunaannya, serta perbaikan dalam pengumpulan dan pengunaan data
lingkungan.
2) Penekanan yang diberikan pada diagnosis mengandung makna sebagai suatu perhatian masalah
dan sumbernya dan mengarah pada upaya mengkreasikan teknik-teknik untuk mengatasinya.
3) Bersifatrasional, logis dan intelektual
4) Dalam keseluruhan tahap pemecahan masalah menggunakan langkah pemecahan secara alamiah
C. Tujuan Konseling
Tujuan Konseling Trait and Factoradalah :
1) Membantu klien agar merasa lebih baik dengan menerima pandangan dirinya sendiri dan
membantu klien berpikir lebih jernih dalam menghadapi masalah dan mengontrol
perkembangannya secara rasional.
2) Memperkuat keseimbangan antara pengaktifan dan pemahaman sifat-sifat sehingga dapat
bereaksi dengan stabil dan wajar.
3) membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan
manusia.
4) membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan
cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan
perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir
5) membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan
diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian
Tujuan lainnya Membantu individu tumbuh kearah perkembangan yang optimal dalam segala
aspek kepribadian,yaitu :
26
a) Self clrafication (kejelasan diri)
b) Self anderstanding ( pemahaman diri )
c) Self direction ( pengarahan diri )
d) Self actualization ( perwujudan diri )
Konseling trait and factor bertujuan:
a) membantu individu mencapai perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan
manusia;
b) membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan
cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan
perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir;
c) membantu individu untuk memperbaiki kekurangan, tidakmampuan, dan keterbatasan
diri serta membantu pertumbuhan dan integrasi kepribadian; dan
d) mengubah sifat-sifat subyektif dan kesalahan dalam penilaian diri dengan
mengggunakan metode ilmiah.
Dalam konseling, konselor membantu klien untuk menemukan sumber-sumber pada dirinya
sendiri, sumber-sumber lembaga dalam masyarakat guna membantu klien dalam penyesuaian
yang optimum sejauh dia bisa. Bantuan dalam konseling ini mencakup lima jenis bantuan yaitu:
Hubungan konseling yang mengacu pada belajar yang terbimbing kearah pemahaman
diri.Konseling jenis edukasi atau belajar kembali yang individu butuhkan sebagai alat untuk
mencapai penyesuaian hidup dan tujuan personalnya.
Konseling dalam bentuk bantuan yang dipersonalisasikan untuk klien dalam memahami dan
trampil untuk mngaplikasikan pinsip dan teknik-teknik dalam kehidupan sehari-hari.Konseling
yang mencakup bimbingan dan teknik yang mempunyai pengaruh terapiutik atau
kuratif.Konseling bentuk redukasi bagi diperolehnya kataris secara terapiutik.
27
Pendekatan trait & factor merupakan pendekatan konseling yang berpusat pada konselor, dan
konselor lebih berperan aktif dalam membantu klien. trait adalah suatu ciri yang khas bagi
seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku, seperti intelegensi (berpikir), iba hati
(berperasaan), dan agresif (berprilaku). Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang
sama dan menggunakan tes-tes psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang
mengenai ciri-ciri dimensi/aspek kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi
terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program
studi. Namun, dikarenakan konselor trait & factor mendapat predikat sebagai “Directivist” yang
dianggap memaksakan keinginannya atas klien yang tidak memiliki daya. Maka diharapkan
dengan adanya makalah ini, konselor dalam melaksakan konseling melalui pendekatan
konseling trait & factor, tidak salah arah dan memaksakan diri dalam membantu masalah klien.
Konseling Trait-Factor berpegang pada pandangan yang sama dan menggunakan tes-tes
psikologis untuk menanalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri dimensi/aspek
kepribadian tertentu, yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan
seseorang dalam jabatan dan mengikuti suatu program studi. Dan juga Istilah konseling trait-
factor dapat dideskripsikan adalah corak konseling yang menekankan pemahaman diri melalui
testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan baraneka problem yang
dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi/bidang pekerjaan. Hal yang
mendasari bagi konseling Trait and Factor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk
menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi
pengembangan potensinya. Dikatakan selanjutnya bahwa tugas konseling Trait and Factor
adalah membantu individu dalam memperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan
cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegitan dengan perubahan
kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone).
Bimbingan dan konseling karir menurut teori trait and factor dapat digunakan terhadap
semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut, ragam konseling jabatan atau
konseling akademik (konseling karir), dimana konseli dihadapkan oleh keharusan untuk memilih
28
beberapa alternatif, konseli telah menyelesaikan minimal jenjang pendidikan SMP dan sudah
mulai tampak stabil dalam berbagai ciri kepribadian, konseli tidak menunjukkan kelemahan
yang serius dalam beberapa segi kepribadiannya, misalnya selalu ragu-ragu dalam mengambil
keputusan karirnya.
29
D. Peran Konseling
Peran konselor adalah memberitahukan, memberikan informasi, mengarahkan,
oleh karena itu, pendekatan ini di sebut directive education conseling
PERAN KONSELOR
· Sebagai guru
· Sebagai motivator
· Sebagai model
· Sebagai evaluator
FUNGSI KONSELOR
· Dapat menempatkan diri sebagai guru
· Menerima sebagian tanggungjawab terhadap masalah klien
· Bersedia mengarahkan klien ke arah yang lebih baik
· Dapat melaksanakan proses konseling secara fleksibel
Peranan yang dapat dan seharusnya dilakukan oleh seorang konselor Trait and Factor
adalah sebagai berikut :
a. Konselor memberitahu kepada klien tentang berbagai kemampuan yang diperoleh
melalui penyelenggaraan testing psikologis, angket dan alat ukur lainnya.
b. Konselor memberitahukan tentang bidang-bidang yang cocok sesuai dengan
kemampuan serta karakteristiknya.
c. Konselor secara aktif mempengaruhi perkembangan klien.
d. Konselor membantu klien mencari atau menemukan sebab-sebab kesulitan atau
gangguannya dengan diagnosis eksternal.
30
e. Secara esensial peranan konselor adalah seperti guru, dimana “memberi informasi”
dan
“mengarahkan secara efektif”.
Peran konselor adalah memberikan berbagai informasi mengenai jenis-jenis
pekerjaan, syarat-syarat dan tuntutannya serta prospek bagi individu. Kemudian konselor
diharapkan harus mampu membantu konseli memilih pekerjaan atau karir tertentu yang
sesuai dengan kepribadian, minat, bakat serta kemampuannya.
Konseling trait-and-factor terkadang digambarkan secara keliru sebagai “tiga
wawancara dan sekumpulan omong kosong”. Sesi wawancara pertama dilangsungkan
untuk mengenal latar belakang klien dan memberikan tes. Klien kemudian menjalani
rangkaian pengetesan dan kembali untuk wawancara kedua guna mengetahui hasil tes
yang diterjemahkan oleh konselor. Pada sesi ketiga, klien meninjau pilihan-pilihan karier
sesuai data yang dipaparkan dan dikirimkan oleh konselor untuk mencari informasi lebih
jauh lagi mengenai karier yang spesifik. Williamson, (1972) pada dasarnya menerapkan
teori ini untuk membantu klien mempelajari keahlian manajemen diri sendiri. Tetapi
seperti yang dicatat oleh Crites (1969, 1981), para konselor kariertrait-and-
factor terkadang mengabaikan realitas psikologis dari pengambilan keputusan dan gagal
meningkatkan keahlian swabantu dalam diri klien mereka. Konselor semacam itu
kemungkinan terlalu menekankan pada informasi tes, yang akan dilupakan oleh klien atau
bahkan dibengkokkan.
Konseling karir ciri dan factor ( trait and factor career counseling ) dikenal
memiliki latar belakang sejarah pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi
dan pegukuran perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958;
Patterson, 1930; Tayler, 1965. Teori ciri dan factor merupakansatu dari keseluruhan
orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan
pembuatan keputusan karir berdasarkan “ kesesuaian individu dengan pekerjaan“. Terbuat
dari tiga asumsi atau prinsip:
31
1. Berdasararkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan stepat
mungkin pada suatu jenis pekerjaan khusus;
2. Kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi yang
berbeda;
3. Berbagai penyesuaian kerja langsung dengan perjanjian antara karakteristik pekerja
dengan tuntutan kerja.
Informasi pekerjaan
Informasi pekerjaan dalam konseling karir trait and factor dikemukakan oleh
Brayfield (1950) yang dibedakan dalam 3 fungsi:
1. Informasi (informational). Konselor memberikan informasi kepada konseli seputar
pekerjaan untuk memastikan suatu pilihan yang telah dibuat, untuk memutuskan dua buah
pilihan yang sama menarik dan cocok, atau hanya meningkatkan pengetahuan konseli
tentang pilihan yang realistis.
2. penyesuaian kembali (readjustive). Konselor memperkenalkan informasi pekerjaan agar
konseli memiliki suatu dasar nyata untuk menguji suatu pilihan yang tidak sesuai,
prosesnya sebagai berikut.
Konselor pertamakali memberikan pernyataan awal mengenai ciri dari pekerjaan
atau bidang yang telah dipilih oleh klien. Kemudian, konselor memberikan informasi
akurat yang membuat konseli memperoleh pandangan tentang cara pandang ilusinya yang
membuat pikiran atau pekerjaan dan bidang tersebut tidak cocok dengan tujuan
kenyataan. Pada saat ini biasanya konselor dapat mengubah interview menjadi
pertimbangan dari dasar yang realistis dimana pilihan pekerjaan yang cocok dientukan
(Brayfiled, 1950, p. 218).
3. Motivasi (motivational). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk melibbatkan
konseli secara aktiv dalam pengambilan keputusan. Untuk mempertahankan kontak
dengan konseli yang bebas hingga mereka bertanggung jawab dengan piihan mereka, dan
32
menjaga motivasi untuk pilihan apabila kegiatan konseli pada saat ini tidak sesuai dengan
tujuan jangka panjangnya.
Christensen (1949) dan Baer & Roeber (1951) mengembangkan teori Brayfield
dengan menambahkan:
1). Eksplorasi (exploration). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk
membantu konseli mengeksplorasi dunia kerja secara baik dari bidang pekerjaan tersebut.
2). Keyakinan (Assurance). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk
meyakinkan konseli pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak cocok.
3). Evaluasi (Evaluation). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa
keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari konseli tersebut dan pemahamannya dari
pekerjaan tersebut atau sejenisnya.
4). Mengejutkan (Startle). Konselor menggunakan informasipekerjaan untukmemeriksa
apakah konseli menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah melalui beberapa hal.
Baer dan Roeber (1951, p. 426) meneliti bahwa kategori-kategori tersebut untuk
tujuan dan penekanan berbeda dalam penggunaan informasi pekerjaan. Namun kategori-
kategori tersebuttidak selalu eksklusif. Mereka tumpang tindih karena satu kategori
biasanya mengarah ke yang lain.
Sama seperti dalam pemahaman tes, pelaksanaan konseling karir trait and factor
berbeda bagaimana mereka menggunakan informasi pekerjaan. Beberapa cukup memiliki
pengetahuan tentang dunia kerj hingga mereka dapat menyampaikannya secara lisan
dalam interaksi dengan konseli.mungkian menyampaikan informasi ini lewat pamflet atau
alat lainnya. Yang lain membawa materi tertulis yang dibawa dalam interview bersama
konseli mereka. Prosedur ini sering mengubah sifat hubungan, konselor berubah peranan
dari rekan kerja atau fasilitator menjadi ahli atau guru dan konseli menjadi siswa.
Keadaan ini dapat diatasi dengan konseli membaca terlebih dahulu materi sebelum
33
wawancara. Sayangnya, banyak konselor melakukan hal ini hanya agar konseli pergi ke
data pekerjaan, ageni konseli atau ke perpustakaan. Membiarkannya tanpa dukungan
hubungan konseling dengan para konseli yang cenderung pasif dan reaktif, tidak
menggumpulkan informasi pekerjaan bagi mereka sendiri dan hasilnya tahap pembuatan
keputusan karir diabaikan. Kalaupun ada konseli yang memiliki inisiatif untuk
memperoleh informasi, namun konselor harus terlibat dalam tahapan terakhir yang
penting ini.
3. materi
Untuk menggambarkan model dan metode konseling karir trait and factor dengan
materi kasus yang aktual. Seorang perwakilan konseli dari universitas konseling telah
dipilih. Seorang pria berusia 18 tahun Mark. S melakukan 3 wawancara setiap minggunya
dalam waktu sebelum libur natal semester pertamanya. Sperti yang diterapkan dalam
lembaga itu, dia dihadapkan dengan interviwe untuk disposisi. Dia diterima sebagai
konselor pekerjaan dan dikirim kepada konselor senior (full time) yang dia temui
berikutnya. Materi yang dikumpulkan dalam kasus ini berupa kutipan wawancara, hasil
tes, data biografi dan demografi dan seterusnya yang telah diatur menurut model
konseling karir diri dan fakor yaitu: diagnosis, proses dan hasil. Metode wawancara ,
interpretasi tes, konseling karir didiskusikan dalam hubungannya dengan model tersebut,
yang sebelumnya bermakna bagi penerapan selanjutnya.
1. Diagnosis
Dalam diagnosis sebagai sebuah contoh konseling yang dikemukakan adalah
konseli yang masih ragu dalam pilihan karirnya. Seperti kita ketahui konseli yang ragu
membutuhkan dukungan data dalam hal ini dari hasil wawancara dengan konselor dalam
rangaka meyakinkan dengan keputusan pemilihan karirnya untuk masadepan. Disini
konselor dituntut untuk bisa mengumpulkan data-data pendukung yang kuat sebagai dasar
bagipemilihan keputusan karir konseli. Adapun cara yang ditempuh dalam pengumpulan
data melalui wawancara dan disertai tes. Tes-tes tersebut misalnya Meirer Art Judgment
34
Test dan American Collage Test (ACT), yang berfungsi untuk melihat bakatnya. Konselor
harus bisa memperkirakan minat onseli dengan 2 alasan, yaitu untuk penegasan pada
minat utama konseli dan untuk mengidentifikasi kemungkinan minat lain pada konseli
yang tidak sama dengan minat utamanya.
Dalam wawancara konselor harus bisa menggali lebih jauh tentang diri konseli
sebagai usaha untuk melengkapi data konseli yang nantinya akan dijadikan acuan dan
pendukung dalam penentuan pemilihan keputusan karir. Dengan tujuan akhir konseli
mampu menyelesaikan permasalahan pemilihan keputusan karir secara mandiri.
b. Proses
Dalam prosesnya konselor melakukan wawancara yang diawali dengan tes.
Penafsiran tes harus dilakukan oleh konselor untuk melihat kecenderungan minat dan
bakat konseli. Sekor tes harus dicatat dan dibandingkan dengan hasil tes orang lain yang
mempunyai bakat yamg sama, jadi disini akan terlihat kemampuan konseli yang
sebenarnya. Terkadang konseli bertanya pada konselor, disini konselor harus bisa
meyakinkan konseli pada jalur pilihan kariryang seesuai dengan bakat dan minatnya.
Dalam prosesnya juga konseli dianjurkan untuk mewawancarai seorang figur akhli
terkenal dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya, dalam rangka mendukung keyakinan
pilihan karirnya. Konselor pun bisa mengkombinasikan jalur-jalur karir yang terkait
dengan bakatnya. Proses konseling karir berakhir dengan konseli merasa lebih baik dalam
arti konseli mampu memeilih karir secaratepat sesuai minat dan bakatnya.
Hasil
Setelah melalui proses diatas, hasil yang diharapkan dari konseling karir Trait and Factor
ini adalah perwujudan hasil perencanaan karir konseli untuk masadepan yang sesuai
dengan minat dan didukung pula oleh bakatnya serta memenuhi syarat-syarat dari
pekerjaan yang diminatinya.
35
E. Teknik Konseling
Teknik Konseling Trait and Factor yaitu :
1) Atending
Atending dapat dipahami sebagai usaha pembinaan untuk menghadirkan klien
dalam proses konseling. Penciptaan dan pengembangan Atending dimulai dari upaya
konselor menunjukkan sikap empati, menghargai, wajar, dan mampu mengetahui atau
paling tidak mengantisipasi kebutuhan yang dirasakan oleh klien. Dalam tataran yang
lebih operasional, melakukan refleksi melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimana saudara mengenal dan mengantisipasi bila seseorang sangat tertarik
pada Anda?
Bagaimana saudara mengenal bila seseorang memberikan perhatian terhadap
Anda ?
Bagaimana saudara mengenal atau mengetahui bila seseorang mendengarkan,
memperhatikan dan menghayati Anda ?
Melalui jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, konselor dapat memulai
melakukan pembinaan untuk mengajak klien mamasuki proses konseling.
Aspek-aspek atending meliputi :
a) Posisi badan (termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka)
Duduk dengan badan menghadap kepada klien. Tangan di atas pangkuan atau
berpegangan bebas atau kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan gerak isyarat
yang sedang dikomunikasikan secara verbal. Responsif dengan menggunakan bagian
wajah, umpamanya senyum spontan atau anggukan kepala sebagai persetujuan atau
pemahaman dan krutan dahi tanda tidak mengerti. Badan tegak lurus tetapi tidak kaku,
manakala diperlukan bisa condong ke arah klien untuk menunjukan kebersamaan.
36
b) Kontak Mata. Melihat klien terutama pada waktu bicara. Menggunakan pandangan
spontan yang menunjukkan ekspresi minat dan keinginan untuk mendengarkan dan
merespon.
c) Mendengarkan. Memelihara pehatian penuh, terpusat pada klien. Mendengarkan apapun
yang dikatakan klien, mendengarkan keseluruhan pribadi klien (kata-katanya,
perasaannya, dan perilakunya). Memahami keseluruhan pesannya.
2) Mengundang Pembicaraan Terbuka
Ajakan terbuka untuk berbicara memberi kesempatan klien agar mengeksplorasi
dirinya sendiri dengan dukungan pewawancara. Pertanyaan terbuka memberi peluang
klien untuk mengemukakan ide perasaan dan arahnya dalam wawancara. Responnya
terhadap pertanyaan terbuka ialah untuk menunjukkan kesadarannya bahwa dia diminta
untuk menceritakan sejarahnya atau lebih menjabarkan apa yang telah dikatakan.
Contoh pertanyaan terbuka :
1. Untuk membantu memulai wawancara :
“Apa yang akan Anda bicarakan hari ini?”
“Bagaimana keadaan Anda sejak pertemuan terakhir kita?”
2. Membantu klien menguraikan masalahnya :
“Cobalah Anda menceritakan lebih banyak lagi tentang hal itu!“
“Bagaimana perasaan Anda pada saat kejadian itu?”
3. Membantu memunculkan contoh-contoh perilaku khusus :
“Apa yang Anda sedang rasakan pada saat Anda menceritakan hal ini kepada saya?”
“Bagaimana perasaan Anda selanjutnya pada waktu itu?”
37
Pertanyaan yang tidak disarankan antara lain:
1) Pemakaian pertanyaan tertutup yang terlalu sering.
2) Pengajuan pertanyaan lebih dari satu pada waktu yang sama.
”Dapatkah anda menceritakan lebih banyak lagi tentang hal itu?”
Pengajuan pertanyaan “Mengapa”, umpamanya : “Mengapa anda tidak bergaul dengan
baik?”
Memasukkan jawaban dalam pertanyaan, umpamanya : “Anda sebenarnya belum mengerti hal
itu pada saat anda mengatakan tentang ayahnya, bukan?”
3) Paraprase
Esensinya adalah mengulangi kata-kata atau pemikiran-pemikiran kunci dari klien dalam
rumusan-rumusan yang menggunakan kata-kata konselor sendiri. Memberi tahu klien bahwa ia
sedang mendengarkan apan yang dikatakan dan konselor ingin mendengarkan leih banyak lagi.
Klien akan merasa dimengerti dan dipersiapkan untuk mengolah lebih dalam lagi masalah-
masalah yang diajukannya.
Maksud dari kegiatan paraprase adalah :
menyampaikan kepada klien bahwa konselor bersama klien, dan konselor berupaya
memahami apa yang dinayatkan klienmengkritalisasi komentar klien dengan lebih
memendekannya sehingga membantu mengarahkan wawancara memberi peluang untuk
memeriksa kecermatan persepsi konselor.
Cara Memparaprase :
Dengarkan pesan utama klien
Nyatakan kembali kepada klien ringkasan pesan utamanya secara sederhana dan singkat
38
Amati pertanda atau minta respons dari klien akan bantuan paraprase.
Hindari:
analisis, interpretasi, atau pertimbangan nilai tentang pesan klien
respon konselor hanya tertuju kepada bagian kecil dari pesan klien klien, bukan kepada
tema utamanya
pemakaian kata-kata teknis yang tidak dimengerti klien
4) Refeksi perasaan
Refleksi perasaan merupakan keterampilan konselor untuk merespons keadaan perasaan klien
terhadap situasi yang sedang dihadapi. Tindakan tersebut akan mendorong dan merangsang klien
untuk mengemukakan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang
dihadapinya. Jadi, esensi keterampilan ini adalah untuk mendorong dan merangsang klien agar
dapat mengekspresikan bagaimana perasaan tentang situasi yang sedang dialami.
Aspek-aspek refleksi perasaan :
Mengamati perilaku klien
Mendengarkan dengan baik
Menghayati pesan yang dikomunikasikan klien.
Mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien.
Menyimpulkan perasaan yang sedang dialami.
Menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien.
5) Meringkas .
Meringkas adalah suatu proses untuk memadu berbagai ide dan perasaan dalam satu
pernyataan pada akhir suatu unit wawancara konseling. Meringkas : rupaya merekapituasi,
memadatkan, dan mengkristalisasi esensi apa yang telah dikatakan klien. Dengan menggunakan
ringkasan secarea periodik, konselor dapat memeriksa kecermatannya dalam mendengarkan.
39
Ringkasan juga membantu untuk mengakiri wawancara dengan suatu cartatan yang wajar, dan
dapat menjadi panduan wawancara.
Panduan umum meringkas:
a) Adakan refleksi atau atending terhadap berbagai variasi tema dan nada emosional pada
saat klien berbicara;
b) Gabungkan perasaan dan ide kunci ke dalam pernyataan-pernyataan yang pengertian
dasarnya luas;
c) Jangan tambahkan ide-ide baru dalam ringkasan; dan
d) Pertimbangkan kalau sekiranya dapat membantu kalau menyatakan ringkasan atau
mengajak klien untuk membuat ringkasan.
40
F. Naskah Diaolog Pelaksanaan Konseling
DIALOG KONSELING
TRAIT AND FAKTOR
Konseli : Asalammu’alaikum
Konselor : wa’alaikumusalam silahkan masuk (mempersilahkan)
Konseli : selamat siang pak
Konselor : siang, silakan duduk dulu ( senyum)
Konseli : terimakasih pak, maaf pak sebelumnya saya sudah mengganggu waktu bapak
Konselor : oh tidak, tidak mengganggu. Apa ada yang bisa bantu? Kalau bapak tidak
salah kamu itu dari kelas XI IPA 2 bukan? Boleh bapak tau nama kamu?
Konseli : iya pak benar saya Fasikhatun Khotimah dari kelas XI IPA 2, pak bisa panggil
saya Fasih
Konselor : baik Fasih, kalau bapak boleh tau apa ada sesuatu yang membuat kamu datang
menemui ibu?
Konseli : jadi begini pak, sudah beberapa minggu ini saya merasa dijauhi oleh
sebagian teman-teman di kelas, dan saya merasa tidak mempunyai teman saat di
kelas
Konselor : hmm,,, jadi itu masalah yang membuat kamu risau dan memutuskan datang
menemui saya?
Konseli : iya pak, lebih tepatnya kemarin, saat saya masuk kelas ketika jam istirahat
setelah
saya kekantin saya melihat teman-teman sedang asyik mengobrol sambil
bergerombol. Tapi saat saya bergabung beberapa diantara mereka langsung
diam
dan sebagian lagi pada pergi. Dan sebagian yang masih duduk memilih
41
menyibukan diri tidak melanjutkan obrolan yang sedang asik dibicarakanya tadi.
Disitu kemudian saya merasa sedih dan tersinggung pak
Konselor : lalu bagaimana teman sebangkumu? Apa dia juga melakukan hal yang sama?
Konseli : dulu saya dan Ina cukup akrab, bahkan dia akan dengan suka rela curhat
mengenai masalahnya. Tapi sekarang tidak tahu kenapa dia menjadi sedikit
ketus sama saya dan hanya akan bicara dengan saya seperlunya saja
Konselor : ohh jadi begitu, lalu kira-kira apa alasan teman-teman kamu juga teman
sebangkumu itu menjadi berubah seperti itu. Apa kamu tahu?
Konseli : saya tidak tahu alasan mereka seperti itu, memang apa salah saya kenapa
mereka
seperti itu sama saya ( hampir menangis)
Konselor : mungkin kamu pernah melakukan kesalahan pada teman-temanmu, yang
membuat teman-temanmu seperti itu
Konseli : seingat saya pak, saya tidak melakukan kesalahan apapun pada teman-teman.
Saya sama kok seperti teman-teman yang lain
Konselor : benar? Apa kamu sudah yakin?
Konseli : ( Diam )
Konselor : Fasih,,, segala sesuatu yang terjadi itu pasti ada sebab dan alasanya, mungkin
kamu lupa atau pernah tanpa kamu sadari pernah melakukan kesalahan pada
teman-temanmu
Konseli : ya pak saya tahu segala sesuatu pasti ada sebab dan akibatnya, tapi sepertinya
saya tidak pernah melakukan kesalahan pada teman-teman
Konselor : sebentar-sebentar,,, tadi bapak mendengar kamu bilang “sepertinya”,,bapak lihat
disini kamu kurang yakin, apa benar-benar kamu yakin tidak pernah melakukan
kesalahan?
42
Konseli : ya benar pak ( dengan ragu-ragu )
Konselor : tapi bapak lihat kamu menjawabnya dengan ragu, coba kamu ingat-ingat lagi
kesalahan apa yang mungkin saja tidak sengaja kamu lakukan, sampai-sampai
teman-temanmu menjauhimu
Konseli : (diam) sungguh saya tidak tahu pak,,, tapi waktu itu ada salah seorang teman
yang menyinggung dengan kata-katanya seperti ini “ ihh itutuh yang mulutnya
kaya ember bocor!!” sebenarnya saya tidak tahu itu ditunjukan pada siapa, tapi
saat itu hanya ada tiga orang saya dan dia bersama temannya
Konselor : lalu apa reaksi kamu setelah mendengar sindiran itu, apa kamu merasa?
Konseli : tapi,,, saya tidak terlalu yakin
Konselor : kenapa kamu tidak terlalu yakin? Boleh bapak tahu
Konseli : (diam) hmm, karena saat itu hanya ada saya dan tidak mungkin itu ditunjukan
pada teman yang diajaknya bicara itu, dan saya sudah ingat pak, ya saat waktu
itu
beberapa hari sebelum itu, saya pernah memberitahu teman-teman kalau si
Dewi teman saya di kelas suka sama si Bagus teman kami di kelas juga.
Padahal
dia berpesan pada saya saat menceritakanya pada saya untuk tidak member tahu
siapa-siapa karena takun akan malu
Konselor : lantas bagaimana reaksi Dewi pada kamu apa dia marah setelah kamu
mengungkapkan rahasianya?
Konseli : saya tidak tahu bu, hanya saja setelah kejadian itu Dewi menjadi diam pada saya
Konselor : apa hanya pada kamu? Atau juga pada teman-teman yang lain?
Konseli : hanya pada saya,,, tapi setelah kejadian itu, kini tidak hanya Dewi yang yang
diam pada saya namun teman-teman mulai banyak yang diam dan tidak mau
bicara dengan saya
43
Konselor : menurut kamu, kira-kira apa yang membuat teman-teman kamu tidak mau
berbicara dengan kamu?
Konseli : ya mungkin karena masalah tadi pak
Konselor : jadi?
Konseli : mungkin teman-teman marah karena saya pernah menceritakan curhatan yang
mereka ceritakan pada saya
Konselor : apa kamu yakin hanya menceritakan curhatannya Dewi? Sedangkan bukan
hanya Dewi yang saja marah dan tidak mau berbicara dengan kamu. Dan tadi
ibu
dengar lagi kamu menyebutkan kata mereka, apa kamu pernah melakukan hal
yang sama pada teman-teman yang lain?
Konseli : ( diam )
Konselor : coba kamu ingat-ingat lagi, mungkin kamu pernah melakukanya
Konseli : sepertinya,,, iya pak
Konselor : lohh kok sepertinya?
Konseli : iya karena saya pernah melakukanya kepada beberapa teman, salah satunya
masalah Fida, waktu itu saat dia sedang sendirian dan terlihat seperti habis
menangis, saat itu saya dekati dan mecoba bertanya kenapa, lalu dia
menceritakan keluarganya yang sedang bermasalah, waktu itu saya dan Fida
memang sangat dekat sehingga Fida mau berbagi ceritanya pada saya
Konselor : masalah keluarga ya? Bararti itu privasi yak an?
Konseli : saya rasa iya pak, tapi bu orang-orang di sekitar rumahnya sudah pada tahu
masalah itu. Sehingga menurut saya hal itu sudah bukan rahasia lagi, karena
sudah banyak yang tahu
Konselor : begitu ya, apa teman-teman saat itu sudah mendengar kabar tersebut, sebelum
kamu menceritakannya di sekolah?
44
Konseli : setahu saya belum pak
Konselor : lalu apa kamu merasa itu adalah kesalah kamu?
Konseli : ( diam )
Konselor : kalau begitu apa alasan kamu menceritakan masalah keluarga Fida pada orang
lain
Konseli : saat itu saya beberapa teman sedang duduk di samping lapangan basket sekolah,
disitu kita sedang asik membicarakan tentang pacar Siti teman kami dari kelas
sebelah yang ketahuan selingkuh, lalu saat sedang asik membicarakan masalah
itu saya tida sengaja mencontohkan ayah Fida yang juga istri lain selain ibunya.
Konselor : hmm,,, jadi itu masalahnya, kalau begitu bukankah itu masalah yang sangat
privasi? Apa kamu tidak berfikir seperti itu?
Konseli : saya berpikir demikian pak,tapi saat itu saya tidak sengaja mengucapkanya
“berarti kaya ayahnya Fida dong” saat itu teman-teman yang ada langsung
menyadari dan pada kepo memaksa saya untuk melanjutkan cerita itu. Dan
bodohnya saya tidak berusaha menghentikan malah menceritanya dengan suka
rela.
Konselor : ( diam ),,, sekarang kamu coba kamu bayangkan dan rasakan seandainya kamu
berada d posisi Fida. pasti kamu akan mersakan hal yang sama merasa malu
dan
dia juga marah pada orang yang menceritakan masalah keluarganya itu. Itu
wajar
bukan?
Konseli : ya saya akan merasakan hal yang demikian
Konselor : kalau begitu, kenapa kamu masih terus melanjutkat cerita itu, kan kamu bisa
saja
meralatnya dengan alasan
45
Konseli : iya pak maaf saya salah
Konselor : kenapa minta maafnya ke ibu, kamu harus meminta maaf ke teman-teman kamu
Konseli : ( diam )
Konselor : ketika teman-teman kamu menceritakan suatu masalanya pada kamu, berarti
teman-temanmu sudan memberikan kepercayaan pada kamu, karena mereka
yakin kamu adalah teman yang baik untuk berbagi keluh kesahnya. Dan
seharusnya kamu menjaga kepercayaan itu, tapi apa yang terjadi orang yang di
beri kepercayaan itu malah merusak kepercayaan tersebut. Sekarang kamu telah
mengakui bahwa kamu salah, lalu apa yang akan kamu lakukan agar teman-
teman kamu bisa memaafkan dan mengembalikan kepercayaan itu, ya
setidaknya agar teman-teman mau berbicara pada kamu dan tidak menjauh lagi
Konseli : mungkin untuk mengembalikan kepercayaan itu susah bu, tapi saya akan
berusaha meminta maaf pada mereka dan saya tidak akan mengulangi kelahan
yang sama lagi
Konselor : benar, kalau begitu jangan melakukan kesalahan yang seperti itu lagi. Apalagi
jika masalah tersebut terlalu pribadi, karena pasti orang tersebut akan merasa
kecewa, malu dan marah, lalu kapan kamu akan meminta maaf
Konseli : segera pak
Konselor : kapan?
Konseli : ya intinya sesegera mungkin pak
Konselor : kalau bisa setelah ini, kenapa harus melakukanya nanti? Bukanya lebih cepat itu
lebih baik
Konseli : ya baik bu, saya akan melakukanya setealah konseling ini
Konselor : insha allah itu keputusan yang baik, dan saya berpesan sekali lagi, jangan
pernah
mengulangi kesalahan seperti itu lagi, karena tidak hanya orang lain yang akan
46
dirugikan tapi diri sendiri juga, bukankah kamu telah merasanya, dan satu lagi
jangan malu untuk mengakui kesalahan dan kita harus sadar atas kesalahan itu.
Dan kamu harus bertanggung jawab atas kesalahan yang kamu perbuat, baiklah
semoga berhasil
Konseli : terimakasih banyak atas waktu dan nasihatnya, dan terikasih sudah membantu
saya menyadari semuanya juga menuntun saya untuk menyelesaikan masalah
saya, terimakasi banyak pak
Konselor : sama-sama, itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang konselor
Konseli : ya sudah bu, kalau begitu saya akan kembali ke kelas. Sekali lagi terimakasih
banyak, assalamu’alaikum
Konselor : ya silahkan, belajar yang rajin yah. Waalaikumu’salam
1 MINGGU KEMUDIAN
Tindak Lanjut
Konselor terus memantau perkembangan konseli setelah melakukan konseling dan
kembali memangil konseli untuk menanyai perkembangan situasi yang terjadi.
Konseli : assalamu’alaikum ibu memanggil saya?
Konselor : waalaikum’salam iya betul, bagaimana kabarnya Fasih?
Konseli : Alhamdulillah baik bu
Konselor : syukurlah kalau begitu, bagaimana sudah meminta maaf pada teman-teman mu
Konseli : sudah bu
Konselor : lalu bagaimana perkembangannya apa teman-teman sudah mau bermain dengan
kamu?
Konseli : Alhamdulillah sudah bu, tapi ada beberapa teman yang sudah saya kecewakan
seperti Fida belum sepenuhnya menerima saya, mungkin mereka waktu untuk
47
memaafkan saya
Konselor : hmm,,, itu tidak menjadi masalah, benar dia masih butuh waktu untuk merima
kamu kembali. Isha allah seiring berjalanya waktu mereka bisa memaafkan.
Tapi
teman-teman yang lain baik kan kamu sudah tidak merasa di jauhi lagi kan
Konseli : tidak bu saya sudah meminta maaf langsung pada mereka seusai melakukan
konseling dengan itu waktu ibu, saya mengakui kesalahan saya dan saya sudah
berjanji pada mereka tidak akan mengulanginya lagi
Konselor : bagus kalau begitu. Intinya pesan ibu jangan sampai mengulang kesalahan yang
saya juga jangan melakukan kesalahan yang lain, yang dapat merugikan diri
sendiri juga orang lain. Kalau begitu silahkan boleh kembali ke kelas
Konseli : terimakasih banyak bu
Konselor : iya sama-sama
Konseli : assalamu’alaikum
Konselor : waalaikumu’salam
48
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pendekatan konseling trait & factor dikembangkan dan didirikan oleh E.G. Williamson.
adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berprilaku,
seperti intelegensi (berpikir), iba hati (berperasaan), dan agresif (berprilaku). Teori Trait-
Factor adalah pandangan yang mengatakan bahwa kepsibadian seseorang dapat dilukiskan
dengan mengidentifikasikan jumlah ciri, sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang
mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Tujuan dari konseling trait & factor yaitu
Self-clarification (kejelasan diri), Self-understanding (pemahaman diri), Self-acceptance
(penerimaan diri), Self-direction (pengarahan diri), Self-actualization (perwujudan diri).
Pendekatan tarit and faktor beransumsi bahwa perilaku manusia dapat di susun dan
diukur sepanjang kontium dari trait atau faktor terdefinisikan. Pendekatan ini juga memiliki
konsep dasar meliputi pembahasan tentang hakikat manusia, konsep inti, dan konsep utama.
Selain itu, pendekatan ini memiliki tolak ukur tersendiri tentang perilaku yang bermasalah
bagi seorang siswa. Yakni siswa yang bergantung kepada orang lain, konflik yang terjadi
dalam dirinya, kurangnya kepercayaan diri dan lain sebagainya.
Karena pendekatan ini orientasinya lebih pada keterampilan yang dimiliki konselor,
maka ada beberapa teknik yang harus dikuasai oleh konselor. Misalnya teknik forcing
conformity, chaging environment, changing attitude, dan lain sebagainya. Penguasaan teknik
ini agar tercapainya tujuan-tujuan dari pendekatan trait and factor melalui sebuah prosedur
yang baku seperti analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, treatment, dan follow up.
49
B. SARAN
Dalam sebuah teori belum tentu 100% benar,tetapi butuh pembuktian yang akurat untuk
memastikannya. Dalam melakukan suatu pekerjaan seseorang tidak dituntut untuk mengejar
suatu jabatan, tetapi lebih kepada bagaimana ia mampu untuk menyempurnakan potensi yang
dimilikinya untuk dapat ia pergunakan demi kepentingan orang bersama, sehingga dengan
kemampuan yang ia miliki ia mampu menjadi orang yang tidak hanya berguna bagi dirinya
sendiri, tetapi juga mampu menjadi orang yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain. Dengan
kata lain, seorang professional akan melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang ikhlas.
Dengan arti kata seseorang tersebut tidak mengerjakan apa yang ia sukai tetapi menyukai apa
yang ia kerjakan.
50