Upload
vanliem
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PASIEN
GANGGUAN JIWA DI RSKD PROVINSI MALUKU
SKRIPSI
OLEH:
SUHARTINI
POLTEKKES KEMENKES MALUKU
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia mempunyai
ciri tersendiri dan spesifik, ini dapat dilihat dari berbagai macam dikotomi dan
aspek dalam hal penanganan dan penyebab masalah-masalah yang berkaitan erat
dengan kesehatan seperti keterkaitannya dengan pranata sosial lainnya dalam
memenuhi kebutuhan hidup, misalnya kemampuan ekonomi dan taraf pendidikan.
Kebutuhan tersebut tentunya dapat terpenuhi apabila dalam kondisi sehat,
sehingga kesehatan dapat merupakan sebuah pranata sosial tersendiri yang
mengatur dan menjaga secara keseluruhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, baik
secara biologis, maupun psikologis. Dengan demikian kesehatan merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia di samping pangan, pemukiman, dan pendidikan,
karena hanya dalam keadaan sehat manusia dapat hidup, tumbuh dan berkarya
lebih baik.
Di dalam Undang-Undang No 9 tahun 1960 tentang pokok-pokok
kesehatan RI menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah
keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan social, bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan (Arief, 1994).
Secara umum kesehatan tersebut dapat dibagi atas dua kelompok, yakni:
kesehatan jasmani dan kesehatan mental atau kejiwaan. Kesehatan jasmani
merupakan (keserasian) bekerjasamanya semua fungsi-fungsi jasmani, disertai
dengan kemampuan untuk menghadapi kesukaran-kesukaran yang biasa, yang
terdapat dalam lingkungan, di samping secara positif merasa gesit, kuat, dan
bersemangat. Sedangkan kesehatan jiwa merupakan keserasian yang sempurna
atau integrasi antara fungsi-fungsi jiwa yang bermacam-macam, disertai
kemampuan untuk menghadapi goncangan-goncangan jiwa yang biasa terjadi
pada orang (Azis, Abdul, 1974).
Dalam bidang kesehatan jiwa, batas jiwa yang sakit adalah derajat tingkah
laku menjadi subtantif dan simbolis dengan cara yang tidak dapat dikehendaki dan
derajat cara menghadapi masalah dengan cara neorotis dan rasional, dan tidak
dengan cara yang rasional adanya fiksasi watak dengan keterbatasan-
keterbatasannya terhadap aktualisasi diri yang menimbulkan gejala kehilangan
atau kerusakan fungsi-fungsi yang sebelumnya ada berulang-ulang tingkah laku
regresif dan distoris efek-efek memberi bukti adanya penyakit pada psikologi
seseorang atau gangguan jiwa (Tan Pariaman, 1984 dalam Hidayat, 2006).
Orang-orang yang memiliki predisposisi psikis yang lemah dan labil
ditambah pengalaman-pengalaman trumatis dan cara pemaksaan yang keliru dapat
memunculkan gejala dekompensasi psikosis dan neurosa kontitusi jasmaniah dan
rohaniah yang tidak efektif, juga penyakit tertentu yang tidak dapat disembuhkan
dan merusak system saraf otak yang mengakibatkan munculnya perubahan
karakter dan macam-macam gangguan psikis (K,Kartono, 1997).
Berdasarkan hasil Survey Epidemiologis Catchment Areas (ECA) di
Amerika Serikat, suatu studi Epidemiologi Psikiatri yang terkenal dan terpercaya
di dunia, menunjukan sekitar 20% orang dewasa mengalami gangguan jiwa yang
terdiagnosis setiap tahun di Indonesia, hasil survey kesehatan mental rumah
tangga (SKMRT) yang dilakukan oleh jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia
(Bahar, dkk, 1995) menemukan, 185 dari 1.000 penduduk menunjukan gejala-
gejala gangguan jiwa. Artinya, dalam setiap rumah tangga di Indonesia setidaknya
terdapat satu orang yang mengalami gangguan jiwa (Siswono, 2001 dalam
Kostiani, 2007).
Di Provinsi Maluku sendiri terdapat lebih kurang 20% dari penduduk yang
mengalami ganguan jiwa. Menurut hasil Pendataan Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku tahun 2010, jumlah masyarakat yang mengalami gangguan jiwa yaitu
3.878 orang dari jumlah tersebut yang melakukan pengobatan di RSDK Provinsi
Maluku berjumlah 129 orang yang terdiri dari berbagai tingkatan umur, jenis
pekerjaan. Kondisi ini sangatlah memprihatinkan, dimana kurangnya kesadaran
keluarga pasien untuk berobat di rumah sakit dengan alasan biaya.
Dalam penanganan terhadap pasien gangguan jiwa, obat bukanlah segala-
galanya, namun perlu dilakukan konseling, psikoterapi serta rehalibitasi, disini
peran keluarga sangat diharapkan dalam penyembuhan pasien gangguan jiwa.
Keluarga merupakan satuan dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan, darah, yang merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi
dan berkomunikasi satu sama lain dan menimbulkan peranan-peranan sosial bagi
suami, istri, ayah, ibu, putra-putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan yang
merupakan pemeliharaan kebudayaan bersama (Khairudin, 1985).
Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi proteksi yaitu keluarga
memberikan perlindungan dan perawatan baik fisik maupun sosial kepada para
anggota, namun sekarang banyak fungsi perlindungan dan perawatan diambil alih
oleh badan sosial. Keluarga merupakan suatu jaringan interaksi antar pribadi.
Keluarga berperan menciptakan persahabatan kecintaan, rasa aman hubungan
antar pribadi yang bersifat kontinyu yang keseluruhanya merupakan dasar-dasar
bagi perkembangan kepribadian anak (Vebrianto, dalam Tisnawati, 1997). Salah
satu perlindungan yang dilakukan oleh keluarga dalam kehidupan anggota-
anggotanya adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani.
Pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan kondisi kesehatan
keluarganya sangat berpengaruh besar bagi anggota keluarganya, karena keluarga
merupakan system pendukung utama yang memberikan perhatian langsung pada
setiap keadaan pasien. Keluarga merupakan sisitem pendukung utama yang
member perawatan langsung pada setiap keadaan sehat dan sakit pasien, keluarga
mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah akan dapat menekan perilaku
maladaptive (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilku adaptif (pencegahan
tertier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Ana Keilat, 1992).
Realitas yang terjadi saat ini, fungsi dari keluarga inti dan luas tidak
berjalan seperti idealnya. Misalnya dalam proses pengobatan salah satu anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa hanya dilakukan oleh keluarga inti saja
sedangkan peranan keluarga luas tidak berjalan seperti aturannya, kenyataan ini
diperoleh dari observasi awal dalam wawancara dengan pihak RSKD Provinsi
Maluku (2010).
Di dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada
gambaran penanganan kesehatan pada masyarakat, khususnya
masyarakat maluku di Kota Ambon Provinsi Maluku. Hal ini
terkait dengan penyebab dari menurunnya kondisi kesehatan
baik fisik maupun jiwa akan berbeda-beda antara satu pola hidup
dengan pola hidup yang lainnya. Dalam masyarakat kota Ambon,
peran serta keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga luas
kurang dipentingkan dalam menangani masalah kesehatan
keluarga. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini
dengan judul;”Gambaran Peran Keluarga Dalam Perawatan Pasien
Gangguan Jiwa Di RSKD Provinsi Maluku”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka peneliti dapat merumuskan
rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses penyembuhan pasien gangguan jiwa di RSKD Provinsi
Maluku?
2. Bagaimana peran serta keluarga dalam proses penyembuhan pasien
gangguan jiwa di RSKD Provinsi Maluku?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses penyembuhan pasien gangguan jiwadi RSKD
Provinsi Maluku.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan peranan keluarga dalam proses
penyembuhan pasien gangguan jiwa di RTKD Provinsi Maluku.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritical, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi
ilmu kesehatan khususnya keperawatan serta manfaat bagi peneliti
berikutnya.
2. Secara praktek, penelitian ini bermanfaat bagi para perawat dan para
pembaca yang ingin memperkaya pengetahuannya tentang peran keluarga
dalam mengobati pasien maupun keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah
suatu atap dalam kedaan saling ketergantungan (DEPKES RI, 1988 dalam
Effendi, 1998). Undang-undang No. 10 tahun 1992 dari Suprajitno (2004)
menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari suamiisteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya. Sedangkan Friedman (1998) mengatakan bahwa keluarga adalah
dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional
dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga. Oleh sebab itu keluarga mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan
fisik dan mental setiap anggota keluarga (Doherty, 1998 dalam Newton, 2006).
2. Struktur Keluarga
Menurut Effendi (1998) struktur keluarga terdiri dari :
a. Patrilineal: Keluarga yang sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dan hubungan itu disusun melalui garis ayah.
b. Matrilineal: Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara beberapa
generasi yang disusun melalui garis ibu.
c. Matrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga istri.
d. Patrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga suami.
e. Kawinan : Hubungan suami istri sebagai dasar dari pembinaan keluarga.
Dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
hubungan dengan suami atau istri.
3. Tipe Keluarga
Menurut Suprajitno (2004) pembagian tipe keluarga bergantung pada
konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau
keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
pamanbibi) (Suprajitno, 2004).
4. Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Suprajitno
(2004) adalah sebagai berikut:
a. Fungsi afektif (the affective function) berhubungan dengan fungsi-fungsi
internal keluarga, yaitu berupa pelindungan dan psikososial bagi para
anggota keluarganya, keluarga harus dapat melakukan tugas-tugas yang
dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi para
anggota keluarganya, dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosio
emosinal keluarganya.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk
mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function),
yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga
agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi
peran keluarga dibidang kesehatan.
5. Peran Keluarga
Peran menurut Nye (1976) dalam Friedman (1998) merupakan suatu
perilaku yang bersifat homogen yang diharapkan secara normatif oleh seseorang
yang memegang suatu posisi dalam struktur sosial dan dalam situasi social
tertentu. Jadi peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh
seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu (Setiadi, 2008).
Peran dalam keluarga memberikan tujuan homeostasis atau untuk
mengatur keseimbangan dalam keluarga (Friedman, 1998). Turner, 1970 dalam
Friedman (1998) menyatakan jika keluarga tidak melaksanakan perannya maka
keluarga akan menjadi ketergantungan terhadap keberadaan peran-peran diluar
keluarga (misalkan petugas kesehatan).
6. Peran Keluarga di bidang Kesehatan
Sesuai dengan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan, keluarga
mempunyai peran dalam bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan
meliputi:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah
seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal
keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak
langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam
keluarga (Suprajitno, 2004). Menurut Notoadmojo (2003) mengenal diartikan
sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya.
Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan
keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan keluarga
diharapkan tepat agar kesehatan masalah dapat dikurangi atau bahkan teratasi
keluarga. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada
orang dilingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan (Suprajitno, 2004).
c. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau
tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan
beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Keluarga memiliki
keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga, di rumah keluarga
memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama, untuk
mengetahuinya dapat dikaji apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien,
bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang
diperlukan pasien, sikap keluarga terhadap pasien, keaktifan keluarga mencari
informasi tentang perawatan terhadap pasien (Suprajitno, 2004).
d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
Dalam memelihara kesehatan hal-hal yang perlu dilakukan keluarga
diantaranya keluarga harus bisa memodifikasi lingkungan yang menjamin
kesehatan keluarga. Oleh sebab itu keluarga harus mengetahui tentang pentingnya
sanitasi lingkungan dan manfaatnya, memiliki kebersamaan dalam meningkatkan
dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan (Friedman, 1998).
e. Menggunakan pelayanan kesehatan
Menurut Effendi (1998) pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga
yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk
mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu
dikaji tentang pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat
dijangkau keluarga, keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan, kepercayaan
keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada, fasilitas kesehatan yang dapat
terjangkau oleh keluarga.
7. Peran keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa
Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama
keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan
proses teraupetik. Pada penderita gangguan jiwa, peran keluarga sangat
dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan
secara fisik namun juga perawatan secara psikososial. Hal ini dikarenakan
keluarga merupakan orang terdekat dari pasien dan juga sesuai dengan salah satu
fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit
(Friedman, 1998).
Penderita gangguan jiwa sangat membutuhkan dukungan, kasih sayang,
dan perhatian khususnya dari keluarga, hal ini dapat ditunjukkan dari
keikutsertaan keluarga dalam membantu perawatan pada penderita gangguan jiwa,
baik memberikan perawatan secara fisik maupun secara psikis karena banyaknya
stigma buruk berkembang di masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa,
sehingga dengan adanya dukungan, kasih sayang serta perawatan yang baik
tersebut akan membantu mempercepat kesembuhan pasien.
Hal-hal yang dapat lakukan keluarga dalam merawat penderita gangguan
jiwa diantaranya mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur hingga
klien menelan obatnya, pasien harus meminum obatnya pada pagi hari karena obat
tersebut paling baik bekerja ketika pagi hari, keluarga juga harus dapat
memotivasi pasien agar sabar dalam pengobatannya, menempatkan obat di tempat
yang bersih dan kering, tidak terpapar langsung dengan sinar matahari dan aman
dari jangkauan anak-anak, selain itu keluarga dapat membawa atau mengajak
pasien ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk melihat
perkembangan penyakitnya atau jika pasien mengalami keluhan-keluhan yang
harus segera ditangani. Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta
menghargai perasaan klien, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan
klien, menanyakan apa yang saat ini klien rasakan, ini merupakan salah satu
bentuk dukungan dari keluarga secara psikis. Untuk kebutuhan nutrisinya
keluarga harus memberikan makan yang cukup gizi pada pasien untuk
menguatkan dan meningkatkan daya dahan tubuh, kebersihan lingkungan rumah
juga harus diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi yang cukup, ajarkan
keluarga untuk tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk atau
bersin, keluarga juga dapat menjemur tempat tidur bekas pasien secara teratur,
membuka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk.
B. Konsep Gangguan Jiwa
1) Definisi Gangguan Jiwa
Dalam uraian pengertian gangguan jiwa ada beberapa pendapat dari para
ahli psikologi. Diantaranya salah satu difinisi gangguan jiwa dikemukakan oleh
Frederick H. Kanfer dan Arnold P. Goldstein. Menurut kedua ahli tersebut
gangguan jiwa adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena
hubunganya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan
dan sikapnya terhadap diri sendiri (Djamaludin Ancok, 2001)
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang
masuk akal, berlabihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap
individu atau orang lain (Suliswati S, 2005). Ciri-ciri orang yang mengalami
gangguan jiwa menurut Kanfer dan Goldstein adalah sebagai berikut:
Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension)
di dalam diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam artian negative) terhadap perilaku
diri sendiri. Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap problem yang
dihadapinya. Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi secara efektif didalam
menghadapi problem.
Kadang-kadang ciri tersebut tidak dirasakan oleh penderita. Yang
merasakan akibat perilaku penderita adalah masyarakat disekitarnya. Orang
disekitarnya merasa bahwa perilaku yang dilakukan adalah merugikan diri
penderita tidak efektif, merusak dirinya sendiri. Dalam kasus demikian seringkali
terjadi orang-orang merasa terganggu dengan perilaku penderita.
Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang
mempengaruhi emosi, pikiran atau tingkahlaku mereka, diluar kepercayaan
budaya dan kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negative bagi
kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka (Maramis, 2005).
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa gejala-gejala gangguan jiwa
ialah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik, psikologik, dan
sosiobudaya. Gejala-gejala inilah sebenarnya menandakan dekompensasi proses
adaptasi dan terdapat terutama pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.
2) Penyebab Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa terdapat pada satu atau lebih dari ketiga bidang
yaitu badaniah, psikologik dan sosial, yang terus menerus saling mempengaruhi.
Dan karena manusia bereaksi secara holistic, maka terdapat kecenderungan untuk
membuat diagnosa multidimensional yang berusaha mencakup ketiga bidang ini
(Maramis, 2005). Ketiga bidang tersebut adalah:
a. Bidang badaniah, setiap faktor yang menggaggu perkembangan fisik dapat
mengganggu perkembangan mental. Faktor-faktor ini mungkin dari
keturunan atau dari lingkungan (kelainan kromosom, konstitusi, cacat
congenital, gangguan otak). Kalau menikah dengan saudara sepupu
(seperti biasa pada beberapa suku di indonesia) melipat gandakan
kemungkinan melahirkan anak cacat atau anak lahir mati (Stanley Heath,
1995).
b. Bidanng psikologik, perkembangan psikologik yang salah mungkin
disebabkan oleh berbagai jenis deprivasi dini, pola keluarga yang
patogenik dan masa remaja yang dilalui secara tidak baik.
c. Bidang sisiologik pun tidak kecil peranannya dalam perkembangan yang
salah, umpamanya adat istiadat dan kebudayaan yang kaku ataupun
perubahan-perubahan yang cepat dalam dunia modern ini, sehingga
menimbulkan stress yang besar pada individu. Selain itu, suatu masyarakat
pun, seperti seorang individu, dapat juga berkembang kearah yang tidak
baik yang dipengaruhi oleh lingkungan atau keadaan sosial masyarakat itu
sendiri.
Dengan demikian, diambil suatu kesimpulan bahwa manusia pada
prinsipnya bereaksi secara keseluruhan, secara holistic, atau dapat dikatakan juga,
secara somato-psiko-sosial. Baik dalam mencari penyeban gangguan jiwa,
maupun dalam rangka proses penyembuhan (therapeutics).
3) Ciri-Ciri Gangguan Jiwa
Terdapat sejumlah hal yang menjadi karakteristik, individu tersebut
mengalami gangguan jiwa atau tidak, yaitu Perubahan yang berulang dalam
pikiran, daya ingat, persepsi dan daya tilikan yang bermanifestasi sebagai kelainan
bicara dan perilaku. Perubahan ini menyebabkan tekenan batin, dan penderitaan
pada individu dan orang lain di lingkungannya. Perubahan perilaku, akibat dari
penderitaan ini menyebabkan gangguan dalam kegiatan sehari-hari, efisiensi
kerja, dan gangguan dalam bidang sosial dan pekerjaan (Suliswati, 2005).
4) Jenis-Jenis Penyakit Kejiwaan
a. Gangguan Kesehatan Jiwa Umum (Depresi dan Kecemasan)
Depresi berarti merasa rendah diri, sedih, marah atau sengsara. Ini
merupakan suatu emosi dimana hampir setiap orang pernah mengalaminya
seumur hidup. Tanda-tanda khas depresi: 1). Secara Fisik. Lelah dan perasaan
lemah dan tidak bertenaga, sakit dan nyeri diseluruh tubuh yang tidak jelas
sebabnya. 2). Perasaan. Perasaan sedih dan sengsara, hilang rasa ketertarikan
dalam hidup, interaksi sosial, pekerjaan, merasa bersalah. 3). Pikiran, Tidak punya
harapan akan masa depan, sulit mengambil keputusan, merasa dirinya tidak sebaik
orang lain (tidak percaya diri), merasa bahwa mungkin lebih baik jika ia tidak
hidup, keinginan dan rencana untuk bunuh diri, sulit berkonsentrasi.
Kecemasan merupakan sensasi perasaan takut dan gelisah. Seperti seorang
aktor sebelum naik panggung akan merasa gelisah. Tanda-tanda khas kecemasan,
diantaranya: 1). Secara fisik: merasa jantungnya berdetak cepat (Palpitasi),
merasa tercekik, pusing, gemetar seluruh tubuh, sakit kepala, pins and needles--
seperti ditusuk jarum-(atau sensasi seperti digigit semut-semut) pada ekstremitas
atau wajah. 2). Perasaan: merasa seolah-olah sesuatu mengerikan akan
menimpanya, merasa takut. 3). Pikiran: terlalu khawatir akan masalahnya atau
kesehatanya, pikiran seolah-olah akan mati, kehilangan kontrol atau jadi gila,
terus menerus memikirkan hal-hal yang membuatnya tertekan lagi dan lagi
meskipun sudah berusaha untuk menghentikanya. 4). Perilaku: menghindari
situasi yang dapat membuatnya ketakutan seperti pasar atau kendaraan umum dan
kurang tidur.
b. Kebiasaan Buruk
Seseorang mengalami ketergantungan terhadap alcohol atau obat-obatan
ketika penggunaanya telah membahayakan kesehatan fisik, mental dan social
seseorang. Tingkat ketergantungan menyebabkan kerusakan yang hebat terhadap
penderita, keluarga dan terutama terhadap masyarakat. Tanda-tanda khas
ketergantungan terhadap alcohol:
a) Secara fisik: Gangguan lambung, seperti gastritis dan tukak, penyakit hati
dan ikterus, muntah darah, muntah atau sakit pada pagi hari, kecelakaan
dan lukaluka, reaksi putus obat seperti kejang-kejang (fits), berkeringat,
bingung.
b) Perasaan: merasa tidak tertolong dan di luar control, merasa bersalah akan
kebiasaan minumnya.
c) Pikiran: keinginan yang kuat terhadap alcohol, pikiran terus-menerus
tentang bagaimana mendapatkan minuman, keinginan untuk bunuh diri.
d) Perilaku: sulit tidur, ingin menum pada siang hari, ingin menum pada pagi
hari untuk menghilangkan rasa tidak nyaman secara fisik36.
c. Gangguan Kejiwaan Berat (Psikosis)
Gangguan kejiwaan ini terdiri dari tiga jenis penyakit: Skizofrenia,
Gangguan manisc-depresif (disebut juga dengan gangguan bipolar), dan Psikosis
akut. Penjelasanya sebagai berikut:
1) Tanda-Tanda Khas Skizofrenia
a) Secara Fisik: keluhan aneh, seperti sensasi bahwa bintang atau bendabenda
yang tidak biasa ada didalam tubuhnya
b) Perasaan: depresi, hilangnya minat dan motifasi, terhadap kegiatan
seharihari, merasa takut dicekali.
c) Pikiran: sulit berpikir dengan jelas, pikiran yang aneh, seperti percaya
bahwa orang-orang sedang mencoba untuk mencekalnya atau pikiranya
sedang dikelilingi oleh tekanan dari luar (pikiran-pikiran seperti ini disebut
‘delusi’(waham)’.
d) Perilaku: Menarik diri dari aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan, gelisah,
tidak bisa diam, perilaku agresif, perilaku aneh seperti mengutui sampah,
kurang merawat diri dan menjaga kebersihan diri, menjawab pertanyaan-
pertanyaan dengan jawaban yang tidak berhubungan.
e) Khayalan: mendengar suara-suara yang membicarakan dirinya, terutama
suara-suara kasar (halusinasi), melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat orang
lain.
2) Tanda-Tanda Khas Mania
a) Perasaan: merasa berada di puncak dunia, merasa senang tanpa alasan yang
jelas, mudah tersinggung.
b) Pikiran: percaya bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau dirinya
adalah orang yang spesial, merasa bahwa orang lain sedang mencoba
mencelakanya, dan menyangkal bahwa dirinya sedang sakit.
c) Perilaku: berbicara cepat, tidak bertanggung jawab secara sosial, seperti
berperilaku seksual yang tidak pantas, tidak mampu merasa santai atau
duduk diam, kurang tidur, mencoba melakukan banyak hal tetapi tidak
satupun mampu diselesaikan, menolak pengobatan.
d) Khayalan: mendengar suara-suara yang tidak dapat didengar oleh orang lain
(suara-suara tersebut sering mengatakan kapadanya bahwa ia adalah orang
penting yang mampu melakukan hal-hal yang hebat).
5) Gangguan Kesehatan Jiwa Pada Orang Tua
Orang tua menderita dua jenis penyakit kejiwaan yang utama, yang
pertama adalah depresi, yang sering disertai dengan rasa kesepian, sakit secara
fisik, ketidak mampuan, dan kemiskinan. Gangguan kesehatan jiwa lain pada
orang tua adalah demensia (pikun), demensia ini khusus diderita oleh orang tua.
6) Cara Memiliki dan Menjaga Kesehatan Mental Yang Tangguh
Keberhasilan seseorang dalam melakukan atau mencapai sesuatu sangat
banyak dipengaruhi bagaimana ia mampu menjaga kesehatan fisik dan mental
sebaik-baiknya (seimbang). Kesehatan fisik dan mental seseorang menjadi satu
kesatuan penting dan tidak terpisahkan dalam setiap aspek kehidupan untuk dapat
melakukan dan mencapai sesuatu secara optimal.
Untuk itu setiap orang agar memilki kemampuan menghadapi persoalan
atau masalah hendaknya; 1) Menerima dan mengakui dirinya sebagaimana
adanya. 2) Tekun beribadah dan berakhlak mulia. 3) Bersikap sportif. 4) Percaya
diri. 5) Memiliki semangat atau motivasi. 6) Tidak takut menghadapi tantangan
dan berusaha terus untuk mengatasinya (hal positif). 7) Terbuka. 8) Tenang, tidak
emosi bila menghadapi masalah (pikirkan dengan kepala dingin). 9) Banyak
bergaul dan bermasyarakat (bergaul yang positif). 10) Bangun komunikasi yang
baik dengan orang tua, teman, guru, dosen, atasan, dan lain-lain. 11) Banyak
latihan mengendalikan diri, seperti tidak pemarah, tidak cemas, berpikir positif,
mudah memaafkan dan lain-lain. 12) Membiasakan diri untuk selalu peduli
dengan lingkungan dan orang lain.
7) Kriteria Jiwa Sehat
Kriteria sehat jiwa atau kesehatan mental yang diberikan oleh WHO
(2008) adalah:
a. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan.
b. Memperoleh kepuasan dari usahanya.
c. Merasa lebih puas memberi dar pada menerima.
d. Hubungan antar manusia, saling menolong dan memuaskan.
e. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran, untuk memperbaiki yang akan
datang.
f. Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
g. Mempunyai rasa kasih sayang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Menurut pendekatannya penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif ini diambil kerena dalam penelitian ini berusaha menelaah
fenomena sosial dalam suasana yang berlangsung secara wajar atau alamiah,
bukan dalam kondisi terkendali atau laboratoris.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desai studi
kasus. Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Indikasi dari model penelitian ini
yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya, antara lain: (1) adanya
latar alamiah; (2) manusia sebagai alat atau instrumen; (3) metode kualitatif; (4)
analisis data secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory); (6) deskriptif;
(7) lebih mementingkan proses dari pada hasil; (8) adanya batas yang ditentukan
oleh fokus; (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10) desain yang
bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama
(Meleong Lexy, 2006).
Karena data yang diperoleh berupa kata-kata atau tindakan, maka jenis
penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yakni jenis
penelitian yang menggambarkan, meringkas berbagai kondisi dan situasi.
B. Sumber dan Jenis Data
Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah
katakata, dan tindakan, dari orang-orang yang diamati/subyek penelitian,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau atau diwawancarai merupakan data utama
di catat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape.
Pengambilan foto, atau film.
Data dan sumberdata dalam penelitian ini adalah gejala-gejala
sebagaimana adanya berupa perkataan, ucapan dan pendapat para informan
penelitian, yaitu para orang tua atau keluarga pasien yang ada dilingkungan
tersebut dan para petugas di RSKD Provinsi Maluku.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 2 sumber yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer (sumber data utama) adalah data yang
diperoleh langsung dari sumbernya (subyek penelitian), yaitu: Para orang tua,
terdiri dari lima pasien, yang diwakilkan dalam penelitian ini, dan beberapa
petugas harian yang berada di RSKD Provinsi Maluku. Kemudian dicatat dan
untuk pertama kalinya dilakukan melalui observasi (pengamatan) dan wawancara.
Sementara, data skunder yaitu data yang tidak dilakukan secara langsung oleh
peneliti. Seperti, buku-buku tentang penanganan pasien gangguan jiwa, jurnal
psikoislamika, dokumentasi pribadi pasien dan terapis atau psikolog serta daftar
riwayat keluarga pasien.
C. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini, instrumen satu-satunya adalah peneliti sendiri.
Persoalan realibitas dan validitas lebih dimaksudkan pada kelayakan dan
kredibilitas data yang ada. Pengukuran dan alat ukur dalam instrumen penelitian
kualitatif bersifat kualitatif pula, jadi lebih bersifat abstrak tetapi lengkap dan
mendalam (Arikunto, 2002).
Ada beberapa alasan kecendrungan penggunaan instrumen pada penelitian
ini, diantaranya:
1. Instrumen dapat membantu memperoleh data atas dasar kondisi yang
telah diketahui.
2. Instrumen berfungsi membatasi lingkungan atau ruang lingkup dengan
cara tertentu, maka instrumen juga dapat digunakan untuk memperoleh
data tambahan dari berbagai situasi.
3. Instrumen dapat membuat informasi yang dapat direkam secara
permanen untuk dianalisa dimasa yang akan datang. Hal ini dilakukan
dengan menggunakan kamera, tape recorder, begitu juga melalui hasil
tulisan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini sudah barang tentu memerlukan data-data, yakni
sebagai bahan yang akan diteliti. Untuk memperolehnya perlu adanya metode
yang dipakai sebagai bahan pendekatan. Metode pengumpulan data dalam
penelitian sosial yang lazim digunakan adalah: (1) observasi; (2) wawancara; (3)
documenter (Sanafiah, 1989). Adapun metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini, antara lain:
1. Metode Observasi
Dalam penelitian ini, metode pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
adalah metode observasi langsung di lapangan. Observasi langsung
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan, dilihat dan dihayati oleh
subyek. “Metode observasi menggunakan pengamatan atau penginderaan
langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, aktivitas atau perilaku”
(Sanafiah, 1989).
Ada beberapa jenis teknik observasi yang bisa digunakan tergantung
keadaan dan permasalahan yang ada. Teknik-teknik tersebut adalah :
a) Observasi partisipan, dalam hal ini peneliti terlibat langsung dan
ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subyek
yang diamati.
b) Observasi non partisipan, pada teknik ini peneliti berada di luar
subyek yang diamati dan tidak ikut dalam kegiatan-kegiatan yang
mereka lakukan.
c) Observasi sistematik (observasi berkerangka), peneliti telah
membuat kerangka yang memuat faktor-faktor yang diatur terlebih
dahulu.
2. Metode Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee). wawancara merupakan pertanyaan yang diajukan
secara lisan (pengumpulan data bertatap muka secara langsung dengan
responden).
Menurut jenisnya, wawancara yang digunakan adalah memakai pembagian
wawancara yakni:
a) Wawancara Pembicaraan Informal
Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat bergantung
pada pewawancara itu sendiri, jadi tergantung pada spontanitasnya dalam
mengajukan pertanyaan kepada terwawancara.
b) Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara
Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan
garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara
berurutan. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar
tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang
direncanakan dapat seluruhnya tercakup.
c) Wawancara Baku Terbuka
Jenis wawancara ini adalah wawancara yang menggunakan seperangkat
pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya
pun sama untuk setiap responden. Keluwesan mengadakan pertanyaan
pengalaman (probing) terbatas, dan hal itu tergantung pada situasi
wawancara dan kecakapan pewawancara.
Dalam penelitian ini pendekatan yang dipilih, adalah petunjuk umum
wawancara orientasi mendalam (Indeep interview), dengan bantuan instrument
guide interview (check list) untuk memudahkan proses wawancara. Alasan
penggunaan model ini, untuk mencari dan mengungkap data sedalam-dalamnya
dan sebanyak-banyaknya tentang rumusan yang ingin digali dalam penelitian.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
agenda serta foto-foto kegiatan. Metode dokumentasi dalam penelitian ini,
dipergunakan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan hasil pengamatan
(observasi). Hanya saja, dalam penelitian ini dikumentasinya memakai foto,
brosur dan buku, untuk memperoleh data berupa:
a) Foto pasien saat proses terapi dan konseling serta keluarga pasien
gangguan jiwa.
b) Proses wawancara antara peneliti dengan pasien, keluarga, terapis atau
psikolog serta masyarakat sekitar pasien.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dalam melakukan penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, analisis data yang telah ditemui sejak pertama peneliti datang
kelokasi penelitian, yang dilaksanakan secara intensif sejak awal pengumpulan
data lapangan sampai akhir data terkumpul semua. Analisis data, dipakai untuk
memberikan arti dari data-data yang telah dikumpulkan.
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
dalam suatu pola dan ukuran untuk dijadikan suatu kesimpulan. Jadi, analisis
berdasar pada data yang telah diperoleh dari penelitian yang sifatnya terbuka.
Menurut Patton, analisis data merupakan proses pengurutan data,
mengorganisasikan kedalam pola, kategori dan uraian dasar.
Pada penelitian kualitatif, data yang terkumpul sangat banyak dan dapat
terdiri dari jenis data, baik berupa catatan lapangan dan komentar peneliti. Oleh
karena itu, diperlukan adanya pekerjaan analisis data yang meliputi pekerjaan,
mengatur, pengelompokan, pemberian kode dan mengkategorikannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka prosedur analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data termasuk dalam kategori pekerjaan analisis data. Data yang
berupa catatan lapangan (field notes) sebagai bahan mentah, dirangkum, di
ikhtisarkan atau diseleksi. Masing-masing bisa dimasukkan tema yang sama atau
permasalahan yang sama, bahwa:
“Analisis kualitatif fokusnya pada pertunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan
penempatan data-data serta seringkali melukiskan dalam kata-kata dari pada
dalam angka-angka. Untuk maksud tersebut, data tentu saja perlu disusun dalam
kategori tertentu atau pokok permasalahan tertentu. Karena setiap catatan harian
yang dihasilkan dalam pengumpulan data, apakah hasil wawancara atau hasil
pengamatan perlu direduksi dan dirumuskan kedalam kategori, fokus, atau tema
yang sesuai.” (Sanafiah, 1989).
Jadi laporan yang berasal dari lapangan sebagai bahan mentah disingkat
dan dirangkum, direduksi, disusun lebih sistematis, difokuskan pada pokok-pokok
yang penting sehingga lebih mudah dikendalikan dan mempermudah peneliti
dalam mencari kembali data yang diperoleh jika diperlukan.
2. Displai Data
Hasil reduksi perlu “didisplay” secara tertentu untuk masing-masing pola,
kategori, fokus, tema yang hendak difahami dan dimengerti duduk persoalanya.
Display data dapat membantu peneliti untuk dapat melihat gambaran keseluruhan
atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian.
3. Mengambil Kesimpulan
Muara dari kesimpulan kegiatan analisis data kualitatif terletak pada
pelukisan atau penuturan tentang apa yang dihasilkan, dapat dimengerti berkenaan
dengan suatu masalah yang diteliti. Dari sinilah lahir kesimpulan atau
permasalahan yang bobotnya tergolong komprehensif dan mendalam (deepth).
Dalam hal ini akan sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam; 1)
Merinci fokus masalah yang benar-benar menjadi pusat perhatian untuk ditelaah
secara mendalam; 2) melacak, mencatat, mengorganisasikan setiap data yang
relevan untuk masing-masing fokus masalah yang telah ditelaah; 3) menyatakan
apa yang dimengerti secara utuh, tentang suatu masalah yang diteliti.
F. Pengecekan Keabsahan Data
a. Kriteria Keabsahan Data
Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah criteria tertentu.
Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian
(confirmability).
Dalam peneltian ini, kriteria ini didasarkan bukan pada subjek penelitian,
melainkan pada informan dan data-data yang sudah terkumpul dari wawancara,
observasi dan dokumentasi.
b. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
a) Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan ini diperlukan untuk mengecek kebenaran sebuah
data yang dihasilkan dilapangan secara tekun, teliti, cermat dan seksama didalam
melakukan pengamatan agar data yang diperoleh benar-benar data yang
mempunyai nilai kebenaran.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa ketekunan pengamatan menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci. Ketekunan pengamatan
dilakukan dengan menggunakan teknik berperan serta dan berpartisipasi terhadap
setiap kegiatan anak korban penculikan dan sikap fisik, psikis dan sosialnya yang
terjadi dan menjadi fokus penelitian ini secara cermat.
c. Triangulasi
Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, yaitu
membandingkan dan mengecek informasi dari informan yang satu dicek
kebenaranya dengan cara memperoleh data dari informan lain. Apabila dalam
pengecekan tersebut berbeda antara informan satu dengan informan kedua, maka
dilakukan pemeriksaan informan ketiga.
Disamping itu, dilakukan pula pembandingan data-data yang diperoleh
dari berbagai sumber. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan
hasil data pengamatan dengan hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan dari orang lain; (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Tujuan triangulasi ini adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan
membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase
penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan. Dalam penelitian ini, triangulasi
yang dilakukan adalah triangulasi sumber data yaitu membandingkan data
wawancara antara informan satu dengan yang lain (snow ball).
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang
sama pada informan yang berbeda, sehingga dapat membandingkan perolehan
data, diantaranya untuk menanyakan kembali jika ada informasi yang kurang jelas
atau kurang lengkap. Setelah data diperoleh dan dianalisis serta dipahami oleh
peneliti, maka pemahaman tersebut oleh peneliti dikonfirmasikan pada pihakpihak
yang terkait, baik pihak yang bersangkutan (subyek penelitian) maupun sumber
lain yang berbeda guna mendapatkan kebenaran informasi.
Pihak-pihak yang terkait sehubungan dengan proses triangulasi data yaitu
pasien gangguan jiwa di RSKD Provinsi Maluku, orangtua dan keluarga serta
masyarakat atau tetangga dekat pasien dan petugas harian yang bertugas di RSKD
Provinsi Maluku yang memahami sebab terjadinya gangguan jiwa pada pasien
tersebut.
G. Tahap Penelitian
Menurut Bogdan (1972), ada tiga tahapan dalam penelitian, yaitu: (1) pra
lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3) analisis intensif.
1. Tahap Pra Lapangan
a) Menyusun rancangan atau desain penelitian. Seperti yang telah dijelaskan di
depan.
b) Memilih lapangan penelitian. Penelitian ini berlokasi di RSKD Provinsi
Maluku.
c) Mengurus perizinan. Peneliti harus menghubungi dan meminta ijin siapa
saja yang berwenang memberikan izin. Selain itu peneliti harus
menyiapkan: (1) surat tugas, (2) surat izin instansi diatasnya, (3) identitas
diri seperti KTP, KTM dan lain-lain, (4) perlengkapan penelitian seperti
foto, tape, recorder, video, recorder dan lain sebagainya, (5) peneliti
memaparkan tujuan penelitian terhadap orang yang berwenang di wilayah
penelitian.
d) Menjajaki dan menilai lapangn. Peneliti sudah mempunyai orientasi
terhadap lapangan penelitian.
e) Memilih dan memanfaatkan informan. Informan adalah orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondidi latar
dan subyek peneliti.
f) Menyiapkan perlengkapan penelitian. Seperti yang telah dijelaskan di atas.
2. Tahap Pekerjaan lapangan
a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri.
b) Memasuki lapang. Dalam hal ini, hubungan peneliti dengan subyek
penelitian harus benar-benar akrab sehingga tidak ada lagi dinding
pemisah di antara keduanya.
c) Berperan serta sambil mengumpulkan data.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Armin. 1994. Antologi Antropologi Kesehatan, IKIP Padang Pres, Padang.
Azis,Abdul . 1974. Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa Atau Mental, Bulan Bintang, Jakarta.
Bogdan, dan Tylor, 1993. kualitatif Dasar-Dasar Penelitian, diterjamahkan oleh Khosin Afandi, usaha Nasional. Surabaya
Effendy, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarkat Edisi II.Jakarta: EGC.
Friedman (2002), Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3, Jakarta, EGC.
Hidayat, Wahyu. 2006. Skizofernia Pada Masyarakat Perantauan. Universitas Andalas, Padang.
Kartini, Kartono. 2002. Patalogi Sosial Gangguan Jiwa, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Khairudin. 1985. Sosiologi Keluarga. Nurchaya, Yokyakarta
Kostiana, 2006. Indriani.Tindakan Orang Tua Dalam Proses Penyembuhan Gangguan Kejiwaan Pada Anak Di Kota Padang. Universitas Andalas, Padang.
Maramis W.F. 1980 Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Moleong. Metode penelitian Kualitatuf. PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Notoadmodjo (2003), Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Tisnawati. 2006. Hubungan Antara Pasien Remisi Dan Non Remisi Dengan Keluarga. Universitas Andalas, Padang.